Pesan Rahbar

Home » » IJTIHAD ABU BAKAR RA

IJTIHAD ABU BAKAR RA

Written By Unknown on Sunday 3 August 2014 | 18:42:00


Ijtihad Khalifah Abu Bakar.

Hukum-hukum dan perbuatan khalifah Abu Bakar yang bertentangan dengan nas tetapi dianggap sebagai ijtihad melebihi 32 hal sebagaimana dicatat oleh para ulama kita Ahlu Sunnah wal-Jamaah di dalam buku-buku mereka. Di antaranya:

1. Khalifah Abu Bakar mencoba membakar rumah Fatimah al-Zahra 'sekalipun Fatimah, Ali, Hasan dan Husain AS berada di dalamnya. Ini disebabkan mereka tidak melakukan bai'at kepadanya. Fatimah AH memarahinya sampai akhir hayatnya dan berpesan kepada suaminya supaya merahasiakan pemakaman dan makamnya dari Abu Bakar dan Umar. Nabi SAWW bersabda: "Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keredhaanmu." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219].

Khalifah Abu Bakar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah AH. Dia bersumpah tidak akan berbicara dengan mereka sehingga ia bertemu ayahnya dan memohon kepadanya. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, IV, hlm.196 meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fatimah AH tidak berbicara dengan Abu Bakar sampai beliau meninggal dunia. Dia hidup setelah Nabi wafat selama 6 bulan. Sementara beliau wafat, suaminya Ali AS mengkebumikannya di waktu malam dan tidak mengizinkan Abu Bakar dan Umar shalat jenazah ke atasnya [Al-Bukhari, Sahih, VI, hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm.14; Abu l-Fida, Tanggal, I, hlm.159; al-Tabari, Tanggal, III, hlm.159].


2. Khalifah Abu Bakar telah mengundurkan diri dari menyertai tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sedangkan Nabi SAWW bersabda: "perlengkapkan tentara Usamah, Allah melaknati orang yang mengundur diri dari tentara Usamah." [Al-Syarastani, al-Milal, hlm. 21; Ibn Sa'd, Tabaqat, II, hlm.249 dan lain-lain lagi].

3. Khalifah Abu Bakar telah mencaci Ali AS dan Fatimah AH sebagai musang dan ekornya. Bahkan beliau mengatakan Ali AS seperti Umm al-Tihal (seorang perempuan pelacur) karena menimbulkan soal tanah Fadak. Kata-kata ini telah diucapkan oleh Abu Bakar di dalam Masjid Nabi SAWW setelah terjadinya dialog dengan Fatimah AH tentang tanah Fadak. Ibn Abi al-Hadid telah bertanya gurunya, Yahya Naqib Ja'far bin Yahya bin Abi Zaid al-Hasri, mengenai kata-kata tersebut: "Kepada siapakah ia ditujukan?" Gurunya menjawab: "Ini ditujukan kepada Ali AS." Kemudian ia bertanya lagi: "Apakah itu ditujukan kepada Ali? Gurunya menjawab:" Wahai anakku inilah artinya pemerintahan dan pangkat duniawi tidak mengira kata-kata tersebut. "[Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, IV, hlm.80].

Kata-kata Abu Bakar adalah bertentangan dengan firmanNya: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." [Surah al-Ahzab (33): 33] Fatimah dan Ali AS adalah Ahlul Bait Rasulullah SAWA yang telah disucikan oleh Allah SWT dari segala dosa. Rasulullah SAWW bersabda: "Kami Ahlul Bait tidak dapat seorangpun dibandingkan dengan kami." [Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi 'al-Mawaddah, hlm.243].


4. Khalifah Abu Bakar telah menghentikan pemberian khums kepada keluarga Rasulullah SAWW. Ijttihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Anfal (18): 41 dan berlawanan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang memberi khums kepada keluarganya menurut ayat tersebut. [Lihat misalnya al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, II, hlm.127].

5. Khalifah Abu Bakar juga mengambil kembali Fadak dari Fatimah AH setelah wafatnya Rasulullah SAWW. Abu Bakar memberi alasan "Kami para nabi tidak meninggalkan warisan, tetapi apa yang kami tinggalkan adalah sadaqah." Argumen yang diberikan oleh Abu Bakar tidak diterima oleh Fatimah dan Ali AS karena ini bertentangan dengan beberapa ayat al-Qur'an sebagai berikut:
a) FirmanNya yang berarti 'Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu. "[Surah an-Nisa (4): 11] Apa yang dimaksudkan dengan' anak-anak 'ialah termasuk anak-anak Nabi SAWW.
b) FirmanNya yang berarti: "Dan Sulaiman telah mewarisi Daud." (QS Al-Naml: 16). Maksudnya Nabi Sulaiman AS mewarisi kerajaan Nabi Daud AS dan menggantikan kenabiannya.
c) FirmanNya yang bermaksud: "Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku seorang yang diridhai." (QS Maryam: 5-6)

Ketiga ayat tadi bertentangan dengan pernyataan Abu Bakar yang berpegang dengan hadits tersebut. Dan ketika hadits bertentangan dengan al-Qur'an, maka ia (hadis) harus disisihkan.

d) Kalau hadits tersebut benar, itu berarti Nabi SAWW sendiri telah lalai untuk memberitahu keluarganya tentang Fadak dan ini bertentangan dengan firmanNya yang artinya: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (Surah al-Syua'ra: 214)
e) Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar saja dan itu tidak bisa menjadi argumen karena Fatimah dan Ali AS menentangnya. Fatimah AH berkata: "Apakah kamu sekarang menyangka bahwa aku tidak bisa menerima warisan, dan apakah kamu menuntut hukum Jahiliyyah? Tidakkah hukum Allah lebih baik bagi orang yang yakin. Apakah kamu wahai anak Abi Qahafah mewarisi ayahmu sedangkan aku tidak mewarisi ayahku? Sesungguhnya kamu telah melakukan hal keji. " Lihat Ahmad bin Tahir al-Baghdadi, Balaghah al-Nisa, II, hlm.14; Umar Ridha Kahalah, A'lam al-Nisa ', III, hlm.208; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, IV, hlm.79,92.
f) Fatimah dan Ali AS adalah di antara orang yang disucikan Tuhan di dalam Surah al-Ahzab: 33, dan dikenal juga dengan nama Ashab al-Kisa '. Dan termasuk orang yang dimubahalahkan bagi menentang orang Nasrani di dalam ayat al-Mubahalah atau Surah Ali Imran: 61. Apakah wajar orang yang disucikan Tuhan dan dimubahalahkan itu menjadi pembohong, penuntut harta Muslimin yang bukan haknya?
g) Jika pernyataan Abu Bakar itu benar itu berarti Rasulullah SAWW sendiri tidak memiliki perasaan kasihan belas sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Karena anak-anak para nabi yang terdahulu menerima warisan dari ayah mereka.

Ulasan mendalam terhadap Sirah Nabi SAWW dengan keluarganya menunjukkan betapa kasihnya beliau terhadap mereka khususnya, Fatimah AH sebagai ibu dan nenek kepada sebelas Imam AS. Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah marah karena kemarahanmu (Fatimah AH) dan redha dengan keredhaanmu." [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm.522; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm.219; Mahyu al-Din al-Syafi'i al-Tabari, Dhakhair al-Uqba, hlm.39].

Khalifah Abu Bakar dan Umar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah AH. Dia bersumpah tidak akan berbicara dengan mereka sehingga ia bertemu ayahnya dan memohon kepadanya. [Ibn Qutaibah, al-Imamah wal-Siyasah, I, hlm.14].

Beliau berwasiat agar ia dimakamkan di waktu malam dan tidak mengizinkan seorangpun dari "mereka" menyembahyangkan jenazahnya. [Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm.542; al-Bukhari, Sahih, VI, hlm, 177; Ibn Abd al-Birr, al-Isti'ab, II, hlm.75].

Sebenarnya Fatimah Az Zarah menuntut tiga hal:
1. Posisi khalifah untuk suaminya Ali AS karena dia adalah dari ahlul Bayt yang disucikan dan perlantikannya di Ghadir Khum disaksikan oleh 120.000 orang dan ini diriwayatkan oleh 110 sahabat.
2. Fadak.
3. Al-khums, saham kerabat Rasulullah SAWW tetapi semuanya ditolak oleh khalifah Abu Bakar [Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, V, hlm.86].

6. Khalifah Abu Bakar telah lari di dalam perang Uhud dan Hunain. Seharusnya dia memiliki sifat keberanian melawan musuh. Tindakannya itu melanggar ayat-ayat jihad di dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAWW [al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.37; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm.394 ; al-Dhahabi, al-Talkhis, III, hlm.37].
7. Khalifah Abu Bakar telah membakar Fuja'ah al-Silmi hidup-hidup, kemudian dia menyesali perbuatannya. [Al-Tabari, Tanggal, IV, hlm.52] Dan ini bertentangan dengan Sunnah Nabi SAWW "Tidak bisa disiksa dengan api melainkan dari tuannya. "[Al-Bukhari, Sahih, X, hlm.83].
8. Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum terbatas pada Khalid bin Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Ali AS ingin agar Khalid dihukum rajam. [Ibn Haja, al-Isabah, III, hlm.336].

Umar berkata kepada Khalid: "Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu terus bersetubuh dengan istrinya. Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu." [Al-Tabari, Tanggal, IV, hlm.1928] Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah adalah seorang Muslim dan Khalid telah berzina dengan istri Malik setelah ia dibunuh. Jika tidak kenapa Umar berkata: "Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu."

Umar memahami bahwa istri Malik bin Nuwairah tidak dapat dijadikan hamba. Oleh itu pembunuhan ke atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim. Keengganan mereka membayar zakat kepada Abu Bakar tidak bisa menjadi argumen kepada kemurtadan mereka. Pembunuhan ke atas mereka karena kesalahpahaman tentang kata 'idfi'u, yaitu berdasarkan suku Kinanah itu berarti "bunuh" dan dalam bahasa Arab biasa ia berarti "panaskan mereka dengan pakaian" dan tidak menghalalkan darah mereka. Seharusnya mereka menyampaikan hal itu kepada Khalid untuk mengetahui maksudnya yang sebenarnya. Tetapi mereka terus membunuh kaumnya dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan dari suku Kinanah. Jadi Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi'u bukanlah kata untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Karena itu alasan kekeliruan terjadi di dalam pembantaian tersebut tidak bisa menjadi argumen dalam kejahatan Khalid, apalagi perzinaannya dengan istri Malik bin Nuwairah setelah dia dibunuh. Dengan itu tidak heran jika Ali AS dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merajam Khalid, tetapi Abu Bakar enggan melakukannya.

Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, maka Nabi SAWW sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha'labah yang enggan membayar zakat kepada beliau SAWW. Allah SWT menurunkan peristiwa ini di dalam Surah al-Taubah (9): 75-77. Semua ahli tafsir Ahlul Sunnah menyatakan bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha'labah yang enggan membayar zakat karena beranggapan bahwa ini jizyah. Maka Allah SWT mengungkapkan hakikatnya. Dan Nabi SAWW tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya sedangkan beliau SAWW mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tapi apa yang mereka ingkar adalah penguasaan Abu Bakar ke atas posisi khalifah setelah Rasulullah SAWW dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui tentang hadis al-Ghadir. Jadi tidak heran jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa mengira kejahatan yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Bahkan itulah perintahnya di bawah operasi "enggan membayar zakat dan murtad" sekalipun itu bertentangan dengan Sunah Nabi SAWW.

9. Khalifah Abu Bakar telah melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi SAWW. Dia berbicara kepada orang banyak setelah wafatnya Nabi SAWW, "Kalian meriwayatkan dari Rasulullah SAWW hadits-hadits di mana kalian berselisih paham tentang. Kerumunan setelah kalian akan berselisih paham lebih kuat lagi. Justru itu janganlah kalian meriwayatkan sesuatu (syaian) dari Rasulullah SAWW. dan siapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di depan kita). Maka hukumlah menurut hala dan haramnya. "[Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm.3].

Kata-kata Abu Bakar ini telah diucapkan beberapa hari setelah peristiwa Hari Kamis yaitu bertepatan dengan kata-kata Umar ketika dia berkata: "Rasulullah SAWW sedang meracau dan cukuplah bagi kita Kitab Allah (Hasbuna Kitabullah)." Karena itu kata-kata Abu Bakar tadi adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi yang dicatat oleh Ahlul Sunnah: "Aku tinggalkan kepada kalian dua hal jika kalian berpegang kepada keduanya; Kitab Allah dan Sunnahku."

Jadi tidak mengherankan jika Khalifah Abu Bakar tidak pernah senang hati semenjak dia mengumpulkan lima ratus hadis Rasulullah SAWW selama pemerintahannya. Kemudian dia membakarnya pula. [Al-Muttaqi al-Hindi, Hanz al-Ummal, V, hlm. 237] Dengan ini dia telah menghilangkan Sunnah Rasulullah SAWW. Jadi kata-kata Abu Bakar: "Janganlah kalian meriwayatkan sesuatu dari Rasulullah SAWW" menunjukkan larangan umum terhadap pengriwayatan dan penulisan hadits Rasulullah SAWW. Dan ini tidak dapat ditakwilkan sebagai berhati-hati atau peduli atau sebagainya.

Lantaran itu ijtihad Khalifah Abu Bakar adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW: "Allah memuliakan seseorang yang mendengar hadithku dan menjaganya, dan menyebarkannya. Kadangkala pembawa ilmu (hadits) membawanya kepada orang yang lebih alim darinya dan terkadang pembawa ilmu (hadits) bukanlah seorang yang alim . "[Ahmad bin Hanbal, Musnad, I, hlm.437; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm.78] Dan sabdanya:" Siapa yang ditanya tentang ilmu maka dia menyembunyikannya, Allah akan membelenggukannya dengan api neraka. " [Ahmad bin Hanbal, Musnad, III, hlm.263]

10. Khalifah Abu Bakar menunjuk Umar menjadi khalifah berikutnya secara wasiat, padahal dia sendiri menolak wasiat Nabi SAWW. Beliau bersabda: "Ali adalah saudaraku, wasiku, wazirku dan khalifah setelahku" dan sabdanya: "Siapa yang menjadikan aku maulanya maka Ali adalah maulanya." Dan penyerahan jabatan khalifah kepada Umar adalah melanggar prinsip syura yang diagung-agungkan oleh Ahlu Sunnah. Justru itu Abu Bakar adalah orang yang pertama merusak sistem syura dan memansuhkannya. Pertama, dia menggunakan "syura terbatas" untuk mencapai cita-citanya untuk menjadi khalifah tanpa mengundang Bani Hasyim untuk menyertainya. Kedua, ketika posisinya menjadi kuat, dia menunjuk Umar untuk menjadi khalifah berikutnya tanpa syura dengan alasan bahwa Umar adalah orang yang paling baik baginya untuk menjabat khalifah berikutnya.

11. Khalifah Abu Bakar telah meragukan posisi khalifahnya. Dia berkata: "Seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW, adalah orang-orang Anshar memiliki hak yang sama di dalam posisi khalifah?" Ini adalah keraguan tentang validitas atau kebatilannya. Dialah orang yang menentang orang-orang Ansar sementara mereka mengatakan bahwa Amir harus dari golongan Quraisy. "Jika apa yang diriwayatkan olehnya itu benar, bagaimana dia meragukan" nya "pula. Dan jikalau tidak, dia telah menentang orang-orang Ansar dengan" argumen palsu . "[Al-Ya'qubi, Tarikh al-Ya'qubi, II, hlm.127; Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.18,19; al-Masudi, Muruj al-Dhahab, II, hlm.302].

12. Khalifah Abu Bakar berkata: "Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di antara kalian." Di dalam riwayat lain, "Ali di antara kalian." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.14 ; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm.132] Jikalau kata-katanya benar, berarti dia tidak layak untuk menjadi khalifah Rasulullah SAWA, berdasarkan pengakuannya sendiri.

13. Khalifah Abu Bakar menamakan dirinya "Khalifah Rasulullah". [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm.13]; al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa ', hlm.78] Penamaannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW karena beliau tidak menamakannya dan melamar, bahkan beliau menyebutkan Ali dan melamar. Beliau bersabda: "Siapa yang aku menjadi maulanya maka Ali adalah maulanya." Dan hadits-hadits yang lain tentang pengangkatan Ali AS sebagai khalifah setelah Rasulullah SAWW.

14. Khalifah Abu Bakar tidak pernah ditunjuk oleh Nabi SAWW untuk menjalankan setiap pekerjaan, bahkan ia menunjuk orang lain. Hanya pada satu waktu ia melamar untuk membawa Surah Bara'ah, tetapi ia mengambil kembali tugas itu dan kemudian meminta Ali AS untuk melaksanakannya. [Al-Tabari, Dhakha'ir al-Uqba, hlm.61; al-Turmudhi, Sahih, II , hlm.461; Ibn Hajar, al-Isabah, II, hlm.509].

15. Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui pengertian al-Abb yaitu firmanNya di dalam Surah 'Abasa (80): 31: "Dan buah-buahan (Fakihatun) serta rumput-rumputan (Abban)." Dia berkata: "Langit mana aku akan junjung dan bumi mana aku akan pijak, jika aku berkata sesuatu di dalam Kitab Allah apa yang aku tidak mengetahui? "[al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, I, hlm.274].

16. Khalifah Abu Bakar telah mengetahui dia akan melakukan bid'ah-bid'ah setelah Rasulullah SAWW. Malik bin Anas di dalam a-Muwatta bab "jihad syuhada fi sabilillah 'telah meriwayatkan dari hamba Umar bin Ubaidillah bahwa dia menyampaikannya kepadanya bahwa Rasulullah SAWW berkata kepada para syahid di Uhud:" Aku menjadi saksi kepada mereka semua. "Abu Bakar berkata:" Tidakkah kami wahai Rasulullah SAWW saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad? "Rasulullah SAWW menjawab:" Ya! Tapi aku tidak mengetahui bid'ah mana yang kalian akan lakukan setelahku. "Abu Bakar pun menangis, dan dia terus menangis.

Bid'ah-bid'ah yang dilakukan oleh para sahabat memang telah diakui oleh mereka sendiri, di antaranya al-Bara 'bin Azib. Al-Bukhari di dalam Sahihnya "Kitabb bad 'al-Khalq fi bab Ghuzwah al-Hudaibiyyah" telah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Ala bin al-Musayyab dari ayahnya bahwa dia berkata: "Aku berjumpa al-Barra bin Azib maka aku berkata kepadanya : Alangkah beruntungnya Anda karena bersahabat dengan Nabi SAWW dan Anda telah membai'ah kepadanya di bawah pohon. Maka dia menjawab: Wahai anak saudaraku. Sesungguhnya Anda tidak mengetahui apa yang kami telah lakukan (Ahdathna) berikutnya. "[Al-Bukhari, Sahih, III, hlm.32].

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda kepada orang-orang Anshar: "Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat setelahku. Jadi bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan RasulNya di Haudh." Anas berkata: "Kami tidak sabar." [Al Bukhari, Sahih, III, hlm.135].

Ibn Sa'd juga telah meriwayatkan di dalam Tabaqatnya, VIII, hlm. 51, dengan sanadnya dari Ismail bin Qais bahwa dia berkata: "Aisyah ketika wafatnya berkata: Sesungguhnya aku telah melakukan bid'ah-bid'ah (Ahdathtu) setelah Rasulullah SAWW, maka kebumikanlah aku bersama istri Nabi SAWW." Apa yang dimaksud olehnya adalah "Jangan kalian mengkebumikan aku bersama Rasulullah SAWW karena aku telah melakukan bid'ah-bid'ah berikutnya.

Lantaran itu khalifah Abu Bakar, al-Barra bin Azib, Anas bin Malik dan Aisyah telah memberi pengakuan masing-masing bahwa mereka telah melakukan bid'ah-bid'ah dengan mengubah Sunnah-sunnah Rasulullah SAWW.

17. Khalifah Abu Bakar digodai setan. Dia berkata: "Setan menggodaku, jika aku benar maka bantulah aku dan jika aku menyimpang, maka betulkan aku." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 6; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, III, hlm. 126; Ibn Hajr, al-Sawa'iq al-Muhriqah, hlm. 7; Nur al-Absar, hlm. 53].

18 Khalifah Abu Bakar menyesal menjadi seorang manusia, bahkan dia ingin menjadi pohon dimakan oleh binatang kemudian menghapusnya. Abu Bakar berkata: "Ketika dia melihat seekor burung hingap di atas suatu pohon, di berkata: Beruntunglah engkau wahai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon tanpa hisab dan balasan. Tapi aku lebih suka jika aku ini sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian datang seekor unta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan pula dan tidak menjadi seorang manusia. "[al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah, I, hlm. 134; Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah, III, hlm. 130].

Kata-kata khalifah Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman Allah SWT di dalam Surah al-Tin (95): 4: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia di dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Dan jika Abu Bakar seorang wali Allah kenapa dia harus takut kepada hari hisab? Sedangkan Allah telah memberi kabar gembira kepada wali-walinya di dalam Surah Yunus (10): 62-64, "Ingatlah, sesungguhnya wal-wali Allah ini tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. "

19. Khalifah Abu Bakar ketika sakit menyesal karena menyerang rumah Fatimah AH. Dia berkata: "Seharusnya akut tidak menyerang rumah Fatimah sekalipun beliau menyatakan perang terhadapku." [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19; al-Tabari, Tanggal, IV, hlm. 52; Ibn Abd Rabbih, IQD al-Farid, II, hlm.254].

20. Khalifah Abu Bakar telah menjatuhkan air muka Rasulullah SAWW di hadapan musyrikin yang datang menemui Rasulullah SAWW supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikun berkata: "Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama tetapi mereka lari dari milik kami dan harta kami. Lebih-lebih lagi kami adalah tetangga Anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan Anda." Tapi Rasulullah tidak ingin menyerahkan kepada mereka hamba-hamba tersebut karena khawatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut dan ia tidak mau juga mengungkapkan fakta ini kepada mereka. Rasulullah SAWW bertanya kepada Abu Bakar dengan harapan dia menolak permintaan mereka. Sebaliknya Abu Bakar berkata: "Benar kata-kata mereka itu. Lantas berubah muka Rasulullah SAWW karena jawabannya menyalahi apa yang dikehendaki Allah dan RasulNya. [Al-Nasa'i, al-Khasa'is, hlm. 11; Ahmad bin Hanbal, al -Musnad, I, hlm. 155].

Sepatutunya khalifah Abu Bakar dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAWW tetapi dia tidak dapat memahaminya, bahkan dia mendukung musyrikun berdasarkan ijtihadnya.

21. Khalifah Abu Bakar tidak membunuh Dhu al-Thadyah sedangkan Rasulullah SAWW telah memerintahkan Abu Bakar agar membunuh Dhu al-Thadyah. Abu Bakar menemukan pria itu sedang mengerjakan shalat. Lalu dia berkata kepada Rasulullah SAWW: "Subhanallah! Bagaimana aku membunuh orang yang sedang mengerjakan shalat?"

Seharusnya dia membunuh pria itu terlepas dari kondisi karena Rasulullah SAWW telah memerintahkannya. Tapi dia tidak membunuhnya, bahkan dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Rasulullah SAWW.

22. Khalifah Abu Bakar mengatakan bahwa saham Jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW. Seorang nenek bertanya kepada Abu Bakar tentang pusakanya. Abu Bakar menjawab: "Tidak ada saham untuk Anda di dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAWW. Jadi kembalilah." Lalu al-Mughirah bin Syu''bah berkata: "Aku berada di sisi Rasulullah SAWW bahwa beliau memberikannya (nenek ) seperenam saham. "Abu Bakar berkata:" Adalah orang lain bersama Anda? " Muhammad bin Muslimah al-Ansari bangun dan berkata sebagaimana al-Mughirah. Maka Abu Bakar memberikannya seperenam. [Malik, al-Muwatta, I, hlm. 335; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm.224; Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, II, hlm.334].

23. Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui hukum had atas pencuri yang kudung satu tangan dan satu kakinya. Dari Safiyyah binti Abi Ubaid, "Seorang pria kudung satu tangan dan satu kakinya telah mencuri pada masa pemerintahan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar ingin memotong kakinya dan bukan tangannya sehingga dia dapat bermunafaat dengan tangannya. Maka Umar berkata:" Demi yang diriku di tangan, Anda harus memotong tangannya yang satu itu. "Lalu Abu Bakar memerintahkan agar tangannya dipotong." [al-Baihaqi, Sunan, VIII, hlm.273-4].

24. Khalifah Abu Bakar berpendapat bahwa seorang khalifah bukan selalu orang yang paling alim (afdhal). [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 16; al-Baqillani, al-Tamhid, hlm. 195; al-Halabi, Sirah Nabawiyyah, III, hlm.386] ijtihadnya adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39): 9: "Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran "dan firmanNya di dalam Surah Yunuss (10): 35:" Maka apakah orang-orang yang menunjuki jalan kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidka dapat memberi petujuk? Mengapa kamu (berbuat demikian )? Bagaimana kamu mengambil keputusan? "

25. Khalifah Abu Bakar tidak pernah melakukan korban (penyembelihan) karena khawatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib. Tindakannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAWW yang menyarankannya. [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, IX, hlm. 265; al-Syafi'i, al-Umm, II, hlm.189].

26. Khalifah Abu Bakar mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, kemudian menyiksanya di atas perbuatan maksiatnya. Seorang pria bertanya kepadanya: "Apakah Anda pikir zina juga qadarNya? Pria itu bertanya lagi:" Allah mentakdirkannya ke atasku kemudian menyiksa aku? "Khalifah Abu Bakar menjawab:" Ya. Demi Tuhan jika aku temukan seseorang masih berada di sisiku, niscaya aku menyuruhnya memukul hidung Anda. "[Al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm.65]

Jadi ijtihad Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman-firman Tuhan di antaranya:
a. FirmanNya di dalam Surah al-Insan (76): 3: "Sesungguhnya kami telah menunjukkinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."
b. FirmanNya di dalam Surah al-Balad (90): 10: "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan."
c. FirmanNya di dalam Surah al-Naml (27): 40: "Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.

27. Khalifah Abu Bakar berkata: "Jika pendapatku benar, maka itu dari Allah dan jika itu salah maka ia adalah dari aku dan dari setan." [Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VI, hlm. 223; al-Tabari, Tafsir, VI hlm. 30; Ibn Kathir, Tafsir, I, hlm.260] Kata-kata Abu Bakar menunjukkan bahwa dia sendiri tidak yakin kepada pendapatnya. Dan dia membutuhkan bimbingan orang lain untuk menentukan kesalahannya.

28, Khalifah Abu Bakar mengetahui bahwa dia tidak terlepas dari kilauan dunia, lantaran itu dia menangis. Al-Hakim di dalam Mustadrak, IV, hlm. 309 meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam, ia berkata: "Kami pada suatu saat telah berada bersama Abu Bakar, dia meminta minuman, lalu diberikan air dan madu. Sementara dia mendekatkannya ke mulutnya dia menangis sehingga membuat sahabat-sahabatnya menangis. Akhirnya merekapun berhenti menangis, tetapi dia terus menangis. Kemudian dia kembali dan menangis lagi sehingga mereka menyangka bahwa mereka tidak mampu lagi menyelesaikan masalahnya. Dia berkata: kemudian dia menyapu dua matanya. Mereka berkata: Wahai khalifah Rasulullah! Apakah yang sedang ditolak oleh Anda? Beliau menjawab: "Dunia ini (di hadapanku) telah" memperlihatkan "nya kepadaku, maka aku berkata kepadanya: Pergilah dariku maka ia pergi kemudian ia kembali lagi dan berkata: Jika Anda terlepas dariku, orang setelah Anda tidak akan terlepas dariku." Hadits ini diriwayatkan juga oleh ak-Khatib di dalam Tarikh Baghdad, X, hlm. 268 dan Abu Nu'aim di dalam Hilyah al-Auliya ', I, hlm.30].

29. Khalifah Abu Bakar tidak memiliki kata pemutus ke atas pemerintahannya melainkan ini disepakati oleh Umar. Adalah diriwayatkan bahwa "Uyainah bin Hasin dan al-Aqra bin Habis datang kepada Abu Bakar dan berkata:" Wahai khalifah Rasulullah, izinkan kami menanam di sebidang tanah yang menganggur dekat kami. Kami akan membajak dan menanamnya. Mudah-mudahan Allah akan memberikan manfaat kepada kami dengannya. "Lalu Abu Bakar menulis surat tentang persetujuannya. Maka keduanya bertemu Umar untuk mempersaksikan konten surat tersebut. Ketika keduanya membacakan isinya kepadanya, Umar merebutnya dari tangan mereka berdua dan dermaga. Berikutnya memadamkannya. Lalu keduanya mendatangi Abu Bakar dan berkata: "Kami tidak mengetahui apakah Anda khalifah atau Umar." Kemudian mereka berdua menceritakan kepadanya. Lalu Abu Bakar berkata: "Kami tidak melakukan sesuatu melainkannya disepakati oleh Umar." {al-Muttaqi al -Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 335; Ibn Hajar, al-Isabah, I, hlm. 56].

30. Khalifah Abu Bakar telah dicaci oleh seorang pria di hadapan Rasulullah SAWW. Tetapi Nabi SAWW tidak melarangnya sebaliknya ia tersenyum pula, Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa seorang pria telah mencaci Abu Bakar dan Nabi SAWW sedang duduk, maka Nabi SAWW kagum dan tersenyum. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, VI, hlm.436].

31. Khalifah Abu Bakar dan Umar telah bertengkar sehingga suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW. Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra bin Habi untuk memimpin kaumnya." Umar berkata: "Wahai Rasulullah janganlah Anda melamar sehingga mereka membentak dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah SAWW." Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat (49): 2, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari Nabi dan janganlah kamu mengatakan kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, sehingga tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. " Seharusnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah SAWW tentang. [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm.6; al-Tahawi, Musykil al-Athar, I, hlm. 14-42].

32. Khalifah Abu Bakar banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana dia harus melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya dan sebaliknya. Ibn Qutaibah mencatat dalam bukunya al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19, 9 hal yang disesali oleh Abu Bakar seperti berikut:

"Tiga hal yang aku telah lakukan seharusnya aku tidak melakukannya dan tiga hal yang aku tidak melakukannya seharusnya aku melakukannya dan tiga hal yang seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW tentang.

Adapun tiga hal yang aku telah melakukannya seharusnya aku tidak melakukannya:
1. Sepatutnya aku tinggalkan rumah Ali (Fatimah) sekalipun mereka menyatakan perang ke atasku.
2. Seharusnya aku membai'ah sama Umar atau Abu Ubadah di Saqifah Bani Saidah, yaitu salah seorang mereka menjadi amir dan aku menjadi wazir.
3. Sepatutnya aku menyembelih Fuja'ah al-Silmi atau melepaskannya dari tawanan dan aku tidak membakarnya hidup-hidup.


Adapun tiga hal yang aku tidak melakukannya seharusnya aku melakukannya:
1. Seharusnya ketika al-Asy'ath bin Qais dibawa kepadaku sebagai tawanan, aku membunuhnya dan tidak memberinya kesempatan untuk hidup, karena aku telah mendengar tentangnya bahwa ia bersifat selalu menolong segala kejahatan.
2. Sepatutnya ketika aku mengutus Khalid bin Walid kepada orang-orang murtad, aku harus berada di Dhi al-Qissah, dengan itu jika mereka menang, mereka bisa bergembira dan jika mereka kalah aku dapat mengulurkan bantuan.

Adapun tiga hal yang seharusnya aku bertanya Rasulullah SAWW adalah:
1. Kepada siapakan jabatan khalifah patut diberikan sesudah beliau wafat, dengan demikian tidaklah posisi itu menjadi rebutan.
2. Seharusnya aku bertanya kepada beliau, apakah orang Ansar memiliki hak menjadi khalifah.
3. Seharusnya aku bertanya beliau tentang pembagian pusaka keponakan sebelah pria dan bibi sebelah pria karena aku tida puas tentang hukumnya dan membutuhkan solusi. "

Pernyataan di atas telah disebutkan juga oleh al-Tabari dalam tanggalnya, IV, hlm. 52; Ibn Abd Rabbih, IQD Farid, II, hlm. 254; Abu Ubaid, al-Amwal, hlm. 131].

33. Khalifah Abu Bakar juga tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang diajukan kepadanya oleh orang Yahudi. Anas bin Malik berkata: "Seorang Yahudi datang setelah wafatnya Rasulullah SAWW. Maka kaum Muslimin menunjukkannya kepada Abu Bakar. Dia berdiri di hadapan Abu Bakar dan berkata: Aku akan berikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan dijawab kecuali oleh Nabi atau wasi Nabi. Abu Bakar berkata: "Tanyalah apa yang Anda inginkan. Yahudi berkata: Beritahukan kepadaku hal yang tidak ada pada Allah, tidak ada di sisi Allah, dan tidak diketahui oleh Allah? Abu Bakar berkata: Ini adalah pertanyaan-pertanyaan orang zindiq wahai Yahudi! Abu Bakar dan kaum Muslimin mulai marah dengan Yahudi tersebut. Ibn Abbas berkata: Kalina tidak dapat memberikan jawaban kepada pria itu. Abu Bakar berkata: Tidakkah Anda mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu? Ibn Abbas menjawab: Sekirannya kalian tidak bisa menjawabnya, maka kalian pergilah bersamanya menemui Ali AS, niscaya dia akan menjawabnya karena aku mendengar Rasulullah SAWW bersabda kepada Ali bin Abi Thalib: "Wahai Tuhanku! Sinarilah hatinya, dan perkuatkanlah lidahnya." Dia berkata: "Abu Bakar dan orang-orang yang hadir bersamanya datang kepada Ali bin Abi Thalib, mereka meminta izin darinya. Abu Bakar berkata: Wahai Abu l-Hasan, sesungguhnya pria ini telah menanyakan beberapa pertanyaan (zindiq). Ali mengatakan: Apakah yang Anda katakan wahai Yahudi? Dia menjawab: Aku akan bertanya kepada Anda hal-hal yang tidak diketahui melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Yahudi mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadanya. Ali berkata: Adapun hal-hal yang tidak diketahui oleh Allah adalah kata- kata Anda bahwa Uzair adalah anak Allah, dan Allah tidak mengetahui bahwa Dia memiliki anak lelaki. Adapun kata-kata Anda apa yang tidak ada di sisi Allah, maka jawabannya hal yang tidak ada di sisi Allah adalah kezaliman. Adapun kata-kata Anda: Apa yang tidak ada bagi Allah maka jawabannya tidak ada bagi Allah syirik. Yahudi menjawab: Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Anda adalah wasinya. "[Ibn Duraid, al-Mujtana, hlm.35]/

(Syiah-Ali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: