Pesan Rahbar

Home » » Inilah Bantahan Wahabi Dari Akun Dzul Faqar, Akun Tukang Dusta

Inilah Bantahan Wahabi Dari Akun Dzul Faqar, Akun Tukang Dusta

Written By Unknown on Friday 1 August 2014 | 17:17:00


Berikut Kita Petik akun Wahabi Dzul Faqar ( Siapa sih Mereka Di Tanah Sebelah Gaza, Mereka Adalah Yahudi Pakai AS Hancurkan Islam, Al-Qaeda Dan ISIS Di Pakai Yahudi ) mengatakan sebagai berikut:

Anwaar al-Wilayah, halaman 440 menulis:
"Kotoran Imam tidak memeliki bau apa-apa melainkan baunya seperti minyak misk siapa yang meminum air kencing, darah dan memakan kotoran mereka (IMAM) Maka, Allah akan hindarkan dari api neraka dan membuat dia masuk sorga . Abu Jafar mengatakan: "Untuk Imam ada 10 tanda:. Ia lahir murni dan disunat .... dan jika dia kentut berbau kesturi" (Al-Kafi 1/319 Kitab hujja - Bab Kelahiran Imam)

Inilah Perkataan yang sama seperti keterangan berikut:

Kata Nashibi Menyatakan Syiah Menyucikan Kotoran Imam, Lantas Bagaimanakah Ahlus Sunnah?


Ada banyak situs nashibi yang gemar mencela mazhab syiah dengan mencatut hal-hal aneh dalam kitab ulama syiah. Tujuan mereka tidak lain hanya untuk merendahkan mazhab syiah dan menyebarkan syubhat di kalangan orang awam. Yang patut disayangkan perilaku ini tampak sekali dungunya karena apa yang mereka tertawakan pada mazhab Syiah tersebut juga ada pada mazhab Sunni yang katanya mereka wakili. Sungguh ironis sekali, perhatikanlah kutipan berikut yang katanya dari kitab Syiah

ليس في بول الأئمة وغائطهم استخباث ولا نتن ولا قذارة بل هما كالمسك الأذفر، بل من شرب بولهم وغائطهم ودمهم يحرم الله عليه النار واستوجب دخول الجنة

Kencing dan tinja para imam bukanlah sesuatu yg menjijikkan, tidak berbau busuk, tidak pula termasuk kotoran. Bahkan keduanya bagaikan misik yang sangat harum. Barangsiapa yang meminum kencing mereka, tinja mereka, dan darah mereka, Allah akan haramkan padanya api neraka dan wajib baginya masuk surga [Anwaarul Wilaayah Ayatullah Al Aakhunid Mullaa Zainal Aabidiin Al Kalbaayakaaniy, hal 440].
.
.
Perkataan ulama Syiah ini memang aneh dan sulit dipercaya tetapi kami pribadi tidak akan menjadikan perkataan ulama syiah ini sebagai bahan tertawaan untuk merendahkan mazhab Syiah dengan alasan sebagai berikut
Pertama : Hal ini tidak menjadi kesepakatan dalam mazhab Syiah, terdapat Ulama Syiah yang justru mendustakan hal tersebut. Ayatullah Sayyid As Sistaniy pernah ditanya mengenai hal ini sebagaimana yang tertulis dalam Al Istifta’tu Ayatullah Sayyid As Sistaniy hal 554 persoalan no 2196

 السؤال : 1 – قرأت من صفحة وهابية بأننا نجيز شرب بول الأئمة الأطهار وأن ذلك من موجبات الجنة ؟

Persoalan : 1. Aku pernah membaca dri tulisan Wahabi bahwa kita membolehkan meminum kencing para Imam yang suci dan hal itu akan memasukkan kita ke dalam surga?.

الجواب : 1 – هذا كذب وافتراء نعوذ باللهمنه

Ayatullah As Sistaniy menjawab : 1. Hal itu dusta dan mengada-ada, kitaberlindung kepada Allah darinya
Kedua : Salafy nashibi hanya menukil pendapat salah satu Ulama Syiah, dan hal ini tidaklah mutlak mewakili mazhab Syiah karena seorang ulama bisa saja keliru akan pendapatnya atau ia tidak memiliki dalil yang kuat untuk mendukung pendapatnya. Dalam hal ini salafy nashibi tidak membawakan satu pun hadis yang shahih di sisi Syiah bahwa meminum kencing dan kotoran Imam mewajibkan masuk surga. Apalagi ternukil pula Ulama Syiah yang mendustakan hal tersebut maka bisa jadi hal tersebut adalah bagian dari ikhtilaf para ulama sebagaimana hal ini juga terjadi dalam mazhab Ahlus Sunnah.
Ketiga : Hal ini tidak bisa dijadikan celaan atas mazhab Syiah karena sebenarnya sudah ada pula Ulama Sunni yang menyatakan hal serupa.

( سُئِلَ ) هَلْ الْمُعْتَمَدُ نَجَاسَةُ فَضَلَاتِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَغَيْرِهِ كَمَا عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ وَصَحَّحَهُ الشَّيْخَانِ أَمْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ  بِأَنَّ الْمُعْتَمَدَ طَهَارَتُهَا كَمَا جَزَمَ بِهِ الْبَغَوِيّ وَغَيْرُهُ وَصَحَّحَهُ الْقَاضِي حُسَيْنٌ وَغَيْرُهُ وَنَقَلَهُ الْعُمْرَانِيُّ عَنْ الْخُرَاسَانِيِّينَ وَصَحَّحَهُ الْبَارِزِيُّ وَالسُّبْكِيُّ وَالشَّيْخُ نَجْمُ الدِّينِ الْإسْفَرايِينِيّ وَغَيْرُهُمْ ثُمَّ قَالَ الْبُلْقِينِيُّ : وَبِهِ الْفَتْوَى ، وَقَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ : إنَّهُ الَّذِي أَعْتَقِدُهُ وَأَلْقَى اللَّهَ بِهِ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ : وَكَذَا أَقُولُ وَيَنْبَغِي طَرْدُهُ فِي سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ

Ditanya : Apakah kotoran Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dinyatakan najis seperti yang lainnya sebagaimana dinyatakan jumhur dan dishahihkan oleh syaikhan ataukah tidak?. Jawab : Bahwa yang mu’tamad adalah kesuciannya [kotoran Nabi] seperti yang dinyatakan oleh Al Baghawiy dan yang lainnya dan dishahihkan Al Qaaadiy Husain dan yang lainnya. Dan telah dinukil Al Umraaniy dari Al Khurasaniyyin dishahihkan oleh Al Baariziy, As Subkiy, Syaikh Najmuddin Al Isfaaraayiiniy dan selain mereka, kemudian telah berkata Al Bulqiiniy “dan berfatwa dengannya”dan Ibnu Raf’ah berkata bahwa ia meyakininya dan berjumpa dengan Allah dalam keadaan meyakininya. Az Zarkasyiy berkata “demikianlah dikatakan dan seyogianya itu juga berlaku untuk seluruh para Nabi” [Fatawa Ar Ramliy 1/169]
Di atas adalah fatwa dari salah seorang ulama ahlus sunnah bermazhab Syafi’i yaitu Ahmad bin Hamzah Ar Ramliy mengenai kesucian kotoran Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].
.
Jika para pembaca ingat dulu pernah hangat-hangatnya pembicaraan di Mesir mengenai fatwa salah seorang ulama yaitu Syaikh Ali Jum’ah yang membolehkan minum air kencing Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Pernyataan Beliau ini mendapat kecaman keras dari berbagai kalangan padahal jika ditelaah secara objektif, apa yang dikemukakan Syaikh Ali Jum’ah memang memiliki dasar dalam kitab hadis.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ ، ثنا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ ، ثنا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ ، عَنْ حُكَيْمَةَ بِنْتِ أُمَيْمَةَ ، عَنْ أُمِّهَا أُمَيْمَةَ ، قَالَتْ : كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ ، فَقَامَ فَطَلَبَ ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ ، فَقَالَ : ” أَيْنَ الْقَدَحُ ؟ ” ، قَالُوا : شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ “

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ma’iin yang berkata telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Hukaimah binti Umaimah dari ibunya Umaimah yang berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki bejana dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk buang air kecil pada waktu malam hari di bawah ranjangnya, suatu hari Nabi meminta bejana itu dan tidak menemuinya lalu bertanya, “di manakah bejana itu?” Dia menjawab, “Ia diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersama dengannya dari tanah Habsyah” Maka bekata Nabi shallallahu alaihi wasallam “Dia telah diharamkan dari jilatan api neraka” [Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 24/205 no 527]
Al Baihaqiy juga membawakan hadis di atas dalam Sunan Al Kubra 7/67 no 13184 dengan jalan sanad Yahya bin Ma’in di atas dimana Ibnu Juraij menyebutkan sima’-nya dari Hukaimah. Terdapat sedikit perbedaan pada matannya dengan riwayat Thabraniy dimana dalam riwayat Thabraniy orang yang dimaksud adalah Barrah pembantu Ummu Salamah sedangkan dalam riwayat Baihaqiy orang yang dimaksud adalah Barakah pembantu Ummu Habiibah. Al Haitsamiy berkata mengenai hadis Ath Thabraniy di atas

رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح غير عبد الله بن أحمد بن حنبل وحكيمة وكلاهما ثقة

Riwayat Thabraniy dan para perawinya perawi shahih selain Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan Hukaimah keduanya tsiqat [Majma’ Az Zawaaid Al Haitsamiy 8/220 no 14014]
Sebagian ulama ahlus sunnah menyatakan shahih atau hasan hadis di atas, diantaranya adalah Jalaludin As Suyuthiy

وأخرج الطبراني والبيهقي بسند صحيح عن حكيمة بنت أميمة عن أمها قالت كان للنبي {صلى الله عليه وسلم} قدح من عيدان يبول فيه ويضعه تحت سريره فقام فطلبه فلم يجده فسأل عنه فقال أين القدح قالوا شربته برة خادم أم سلمة التي قدمت معها من أرض الحبشة فقال النبي {صلى الله عليه وسلم} لقد احتظرت من النار بحظار

Dan telah dikeluarkan Ath Thabraniy dan Baihaqiy dengan sanad shahih dari Hukaimah binti Umaimah dari Ibunya yang berkata Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] memiliki bejana dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk buang air kecil pada waktu malam hari di bawah ranjangnya, suatu hari Nabi meminta bekas itu dan tidak menemuinya lalu bertanya, “di manakah bejana itu?” Dia menjawab, “Ia diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersama dengannya dari tanah Habsyah” Maka bekata Nabi [shallallahu alaihi wasallam] “Dia telah diharamkan dari api neraka” [Khasa’is Al Kubra As Suyuthiy 2/377]
As Suyuthiy telah berhujjjah dengan hadis di atas dan menshahihkannya, ia memasukkan hadis tersebut dalam bab yang ia tulis dengan judul

باب اختصاصه {صلى الله عليه وسلم} بطهارة دمه وبوله وغائطه

Bab Kekhususan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dengan kesucian darah-nya, air kencing-nya dan tinja-nya
Selain As Suyuthiy, hadis tersebut juga dishahihkan dan dijadikan hujjah oleh Qadhi ‘Iyadh dalam kitabnya Asy Syifaa bi Ta’rif Huquq Al Musthafa [Asy Syifaa 1/55]
An Nawawiy juga menshahihkan hadis tersebut dan mengutip penshahihan Daruquthniy terhadap hadis wanita yang meminum kencing Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam]. Ia berkata

واستدل من قال بطهارتها بالحديثين المعروفين أن أبا طيبة الحاجم حجمه صلى الله عليه وسلم وشرب دمه ولم ينكر عليه وان امرأة شربت بوله صلى الله عليه وسلم فلم ينكر عليها وحديث أبي طيبة ضعيف وحديث شرب المرأة البول صحيح رواه الدار قطني وقال هو حديث صحيح

Dan telah berdalil mereka yang menyatakan kesuciannya [air kencing dan darah Nabi] dengan dua hadis yang sudah dikenal yaitu hadis Abu Thaibah yang membekam Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] dan meminum darahnya, tidak ada pengingkaran Beliau atasnya dan hadis seorang wanita meminum kencing Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam], tidak ada pengingkaran Beliau atasnya. Hadis Abu Thaibah dhaif dan hadis wanita meminum kencing tersebut shahih, diriwayatkan Daruquthniy dan ia berkata “itu hadis shahih” [Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab 1/234]
Kami tidak menemukan asal penukilan tashih Daruquthniy tersebut [sepertinya bukan berasal dari kitab Sunan-nya] tetapi tashih Daruquthniy tersebut juga dinukil oleh Ibnu Mulaqqin dalam Badr Al Muniir 1/485.
.
.
.
Kami tidak menafikan bahwa sebagian ulama telah melemahkan hadis Ath Thabraniy di atas dengan alasan Hukaimah binti Umaimah tidak dikenal. Ibnu Hibban telah memasukkannya dalam Ats Tsiqat.

حكيمة بنت أُمَيْمَة تروى عَن أمهَا أُمَيْمَة بنت رقيقَة وَلها صُحْبَة روى عَنْهَا بن جريج

Hukaimah binti Umaimah meriwayatkan dari Ibu-nya Umaimah binti Ruqaiqah salah seorang sahabat Nabi. Telah meriwayatkan dari-nya Ibnu Juraij [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 4/195 no 2460].

Sebagian kalangan menilai tautsiq Ibnu Hibban tidak mu’tamad karena ia dikenal sering memasukkan perawi majhul dalam kitabnya Ats Tsiqat. Tetapi terdapat qarinah yang menguatkan bahwa Hukaimah binti Umaimah tidaklah majhul di sisi Ibnu Hibban karena Ibnu Hibban sendiri telah berhujjah dan menshahihkan hadis Hukaimah binti Umaimah dalam kitab-nya Shahih Ibnu Hibban [Shahih Ibnu Hibban 4/274 no 1426] dimana Ibnu Hibban dalam muqaddimah kitab Shahih-nya menyatakan bahwa salah satu syarat perawi yang ia gunakan dalam kitab-nya tersebut adalah shaduq dalam hadis.

Selain itu hadis Hukaimah binti Umaimah juga dikeluarkan oleh An Nasa’iy dalam kitab-nya Al Mujtaba dimana An Nasa’i menyatakan bahwa semua hadis dalam Al Mujtaba adalah shahih.

قال النسائي كتاب السنن كله صحيح وبعضه معلول إلا أنه لم يبين علته والمنتخب منه المسمى بالمجتبى صحيح كله

An-Nasaa’iy berkata Kitab As-Sunan semua haditsnya shahih, dan sebagiannya ma’luul. Hanya saja ‘illat-nya itu tidak nampak. Adapun hadits-hadits yang dipilih dari kitab tersebut, yang dinamakan Al-Mujtabaa, semuanya shahih [An Nukaat Ibnu Hajar 1/84].

Al Hakim juga meriwayatkan hadis Hukaimah binti Umaimah dalam kitabnya Al Mustadrak 1/167 dan ia mengatakan bahwa sanad hadis tersebut shahih. Sebagaimana maklum dikenal dalam Ulumul hadis bahwa penshahihan terhadap hadis berarti tautsiq terhadap para perawi-nya, maka disini terdapat faedah bahwa Hukaimah binti Umaimah mendapat predikat ta’dil di sisi An Nasa’iy dan Al Hakim.

Terlepas dari apa sebenarnya kedudukan hadis tersebut, kami hanya ingin menunjukkan bahwa terdapat sebagian ulama ahlu sunnah yang menguatkan dan berhujjah dengannya. Sehingga kalau kita melihat secara objektif maka apa yang dikatakan salah seorang ulama syiah tersebut tentang Imam mereka sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh sebagian ulama ahlu sunnah tentang Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].
.
Lampiran: Berikut adalah scan Kitab Khasa’is Al Kubra oleh Jalaludin As Suyuthiy dimana Beliau telah berhujjah dan menshahihkan hadis riwayat Thabraniy di atas.




Akhir kata kami mengingatkan kepada saudara kami baik yang Syiah maupun yang Ahlus Sunnah agar sama-sama bersikap dewasa dan tidak perlu saling merendahkan dan jangan terpengaruh dengan syubhat para Nashibi. Seperti biasa, salam damai.

Lihat disini fatwa yang lain, silahkan cek up aja:  Fatwa-Fatwa Ulama Syiah Mengenai Tradisi Melukai Diri di Hari Asyura
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: