Pesan Rahbar

Home » » Riwayat Zaid bin Aliy Menyepakati Abu Bakar Dalam Masalah Fadak

Riwayat Zaid bin Aliy Menyepakati Abu Bakar Dalam Masalah Fadak

Written By Unknown on Tuesday, 9 September 2014 | 22:14:00


Mari kita lihat Website Wahabi sebagai berikut:
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2012/02/riwayat-zaid-bin-aliy-menyepakati-abu.html
_________________________________

Riwayat Zaid bin ‘Aliy Menyepakati Abu Bakr dalam Masalah Fadak
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 02.58
Label: Syi'ah


Artikel ini hanya akan sedikit mengulang apa yang telah tertuliskan di sini dengan sedikit tambahan. Berikut riwayatnya :

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَ: نَا عَمِّي، قَالَ: نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ: قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، " أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ "

Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Hammaad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami pamanku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Nashr bin ‘Aliy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Daawud, dari Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Telah berkata Zaid bin ‘Aliy bin Husain : “Adapun aku, seandainya aku berposisi seperti Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu, niscaya aku benar-benar akan memutuskan perkara seperti yang diputuskan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu dalam masalah Fadak” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 52].

Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 6/302 & dalam Al-I’tiqaad 1/279 & dalam Dalaailun-Nubuwwah 7/281, Hammaad bin Ishaaq dalam Tirkatun-Nabiy 1/86 no. 60; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin Ishaaq (paman Ibraahiim bin Hammaad), dari Nashr, dan selanjutnya seperti atsar di atas.
Semua perawinya adalah tsiqaat, kecuali Muhammad bin Fudlail, ia hasan haditsnya. Kemudian ada riwayat berikut :

حدثنا محمد بن عبد الله بن الزبير قال حدثنا فضيل ابن مرزوق قال حدثني النميري بن حسان قال قلت لزيد بن علي رحمة الله عليه وأنا أريد أن أهجن أمر أبي بكر إن أبا بكر رضي الله عنه انتزع من فاطمة رضي الله عنها فدك فقال إن أبا بكر رضي الله عنه كان رجلا رحيما وكان يكره أن يغير شئيا تركه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتته فاطمة رضي الله عنها فقالت إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك فقال لها هل لك على هذا بينة ؟ فجاءت بعلي رضي الله عنه فشهد لها، ثم جاءت بأم أيمن فقالت أليس تشهد أني من أهل الجنة ؟ قال بلى قال أبو أحمد يعني أنها قالت ذاك لابي بكر وعمر رضي الله عنهما – قالت فأشهد أن النبي صلى الله عليه وسلم أعطاها فدك فقال أبو بكر رضي الله عنه: فبرجل وامرأة تستحقينها أو تستحقين بها القضية ؟ قال زيد بن علي وأيم الله لو رجع الامر إلى لقضيت فيها بقضاء أبي بكر رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair yang berkata telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Marzuuq yang berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan yang berkata aku berkata kepada Zaid bin Aliy [rahmat Allah atasnya] dan aku ingin merendahkan Abu Bakar bahwa Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] merampas Fadak dari Fathimah [radiallahu ‘anha]. Maka Zaid berkata “Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] adalah seorang yang penyayang dan ia tidak menyukai mengubah sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], kemudian datanglah Fathimah [radiallahu ‘anha] dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan Fadak kepadaku”. Abu Bakar berkata kepadanya “apakah ada yang bisa membuktikannya?” maka datanglah Aliy [radiallahu ‘anhu] dan bersaksi untuknya kemudian datang Ummu Aiman yang berkata “tidakkah kalian bersaksi bahwa aku termasuk ahli surga?”. Abu Bakar menjawab “benar” [Abu Ahmad berkata bahwa Ummu Aiman mengatakan hal itu kepada Abu Bakar dan Umar]. Ummu Aiman berkata “maka aku bersaksi bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya”. Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] kemudian berkata “maka apakah dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan bersaksi atasnya hal ini bisa diputuskan?”. Zaid bin Ali berkata “demi Allah seandainya perkara ini terjadi padaku maka aku akan memutuskan tentangnya dengan keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] [Tarikh Al Madinah Ibnu Syabbah 1/199-200].

Yang ingin saya bahas adalah, apakah tambahan An-Numairiy bin Hasan dalam sanad kedua mahfuudh ?.
Mari kita lihat para perawi yang membawakan riwayat kedua sebelum Muhammad bin Fudlail sebagaimana dibawakan dalam sanad Taariikh Al-Madiinah :

1. Ibnu Syabbah (penulis kitab Taariikh Madiinah). Namanya adalah ‘Umar bin Abi Mu’aadz Syabbah bin ‘Ubaidah bin Zaid An-Numairiy, Abu Zaid Al-Bashriy An-Nahwiy Al-Akhbaariy. Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 173 H, dan wafat tahun 262 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 721 no. 4952].
Berikut ringkasan perkataan para ulama tentang tingkat ketsiqahannya :
Ibnu Abi Haatim berkata : “Shaduuq”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata : “Mustaqiimul-hadiits”. Abu Bakr Al-Khathiib berkata : “Tsiqah”. Al-Marzabaaniy berkata : “Shaduuq lagi tsiqah”. Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “tsiqah”. Muhammad bin Sahl berkata : “Shaduuq lagi cerdas”. Al-Fasawiy berkata : “Tidak mengapa dengannya”.
Ia pernah dikritik oleh Al-Bazzaar, Ibnu ‘Asaakir, Ibnu Hajar, dan yang lainnya dalam periwayatan hadits innakum mahsyuuruun ilallaahi hufaatan ‘uraatan ghurlan...dst. karena meriwayatkan dari jalan Al-Husain bin Hafsh Al-Ashbahaaniy, dari Sufyaan (Ats-Tsauriy), dari Zubaid, dari Murrah, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud) secara marfuu’. Para ulama tersebut mengkritik bahwa Ibnu Syabbah telah keliru dimana riwayat yang masyhur adalah dari Ats-Tsauriy, dari Al-Mughiirah bin An-Nu’maan, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’.
Ibnu Hajar menyimpulkannya shaduuq, sedangkan Adz-Dzahabiy tsiqah.

2. Muhammad bin ‘Abdillah bin Az-Zubair bin ‘Umar bin Dirham Al-Asadiy, Abu Ahmad Az-Zubairiy Al-Habbaal. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 203 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 861 no. 6055]. Berikut ringkasan perkataan para ulama tentang tingkat ketsiqahannya :
Ibnu Numair berkata : “Shaduuq, tsiqah, shahiihul-kitaab”. Ahmad berkata : “Ia banyak salahnya dalam hadits Sufyaan”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah’. Dalam riwayat lain ia berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah, berpemahaman Syi’ah”. Bundar berkata : “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih hapal dari Abu Ahmad Az-Zubairiy”. Ibnu Khiraasy berkata : “Shaduuq”. Abu Haatim berkata : “Seorang haafidh dalam hadits, ahli ibadah, mujtahid, namun mempunyai beberapa keraguan (wahm)”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Sa’d berkata : “Shaduuq, banyak haditsnya”. Ibnu Qaani’ berkata : “Tsiqah”.
Ibnu Hajar menyimpulkan : “Tsiqah lagi tsabat, namun ia sering keliru dalam hadits Ats-Tsauriy”.
Kemudian kita lihat para perawi sebelum Muhammad bin Fudlail dalam riwayat pertama. Saya akan sebutkan tiga orang perawi saja :
1. Paman Ibraahiim bin Hammaad, yaitu Ismaa’iil bin Ishaaq bin Ismaa’iil bin Hammaad Al-Bashriy Al-Azdiy, Abu Ishaaq Al-Qaadliy [Mishbaahul-Ariib, 1/208 no. 3996]. Berikut ringkasan perkataan para ulama tentang tingkat ketsiqahannya :
Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Abi Haatim berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. Ibnu Farhuun berkata : “Tsiqah lagi shaduuq”. Al-Khathiib berkata : “Seorang yang ‘aalim, faadlil, mutqin, lagi faqiih”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Seorang imaam, agung, lagi tsiqah. Dan ia adalah mahkota para hakim”. Al-Qaaliy ‘Iyaadl berkata : “Tsiqah”. Adz-Dzahabiy menyebutnya : “Al-‘Allaamah, al-haafidh”.
2. Nashr bin ‘Aliy bin Nashr bin ‘Aliy bin Shahbaan bin Abil-Azdiy Al-Jahdlamiy, Abu ‘Amru Al-Bashriy. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 250 H di Bashrah. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1000 no. 7170]. Berikut ringkasan perkataan para ulama tentang tingkat ketsiqahannya :
Ahmad berkata : “Tidak mengapa dengannya” – dan ia meridlainya. Abu Haatim berkata : “Tsiqah”. Dan bahkan ia (Abu Haatim) menyatakan Nashr bin ‘Aliy lebih tsiqah dan lebih haafidh daripada Abu Hafsh Ash-Shairafiy[1]. An-Nasaa’iy dan Ibnu Khiraasy berkata : “Tsiqah”. ‘Abdullah bin Muhammad Al-Farhiyaaniy berkata : “Nashr di sisiku termasuk orang-orang yang mulia”. Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “Tsiqah”. Al-Khasysyaniy berkata : “Aku tidak pernah menulis dari seseorang pun di kota Bashrah yang lebih pandai daripada Nashr bin ‘Aliy”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat”.
Ibnu Hajar menyimpulkan : “Tsiqah lagi tsabat”. Adz-Dzahabiy menyimpulkan : “Seorang haafidh”.
3. Ibnu Daawud adalah ‘Abdullah bin Daawud bin ‘Aamir Al-Hamdaaniy Asy-Sya’biy. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 126 H, dan wafat tahun 213 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. [Taqriibut-Tahdziib, hal. 503 no. 3317]. Berikut ringkasan perkataan para ulama tentang tingkat ketsiqahannya :
Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah lagi ahli ibadah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah, shaduuq, lagi ma’muun”. Ad-Daarimiy berkata : “Tertinggi (kedudukannya)”. Abu Zur’ah dan An-Nasaa’iy berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah lagi zaahid”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat, dan dalam Al-Masyaahir ia berkata : “Seorang yang mutqin”. Ibnu Qaani’ berkata : “Tsiqah”. Abu ‘Abdillah Al-Haakim berkata : “Tsiqah”.
Ibnu Hajar menyimpulkan : tsiqah lagi ‘aabid. Adz-Dzahabiy menyimpulkan : “Tsiqah, hujjah, lagi shaalih”.
Manakah dua jalan periwayatan tersebut yang mahfuudh ?.

Menurut saya, yang mahfuudh adalah riwayat tanpa penyebutan An-Numairiy. Ada beberapa sebab di antaranya :
1. Penyebutkan An-Numairiy bin Hassaan dalam sanad riwayat tidaklah ditemukan – sepanjang pengetahuan saya – kecuali dibawakan Ibnu Syabbah dalam kitab Taariikh Al-Madiinah dan dalam riwayat ini saja – wallaahu a’lam. Jadi, sanadnya sangatlah ghariib. Dan An-Numairiy sendiri tidaklah dikenal (majhuul).
2. Ibnu Syabbah, walaupun ia seorang yang tsiqah, namun bukan dalam derajat ketsiqahan yang tinggi (dengan melihat perkataan para ulama tentangnya di atas). Ibnu Hajar bahkan perlu menunjukkan contoh riwayatnya yang dikritik para ulama. Barangkali inilah yang menurunkan kredibilitasnya sehingga menurutnya ia hanyalah berpredikat shaduuq.
3. Muhammad bin ‘Abdillah bin Az-Zubair, meskipun ia seorang yang tsiqah (lagi tsabat), namun ia mendapat kritikan dalam riwayat hadits Ats-Tsauriy. Kemungkinan sebabnya adalah karena kitabnya yang berisi riwayat Ats-Tsauriy hilang, sehingga ia banyak keliru meriwayatkan. Adapun Abu Haatim mensifatinya dengan banyak mengalami wahm, tanpa men-taqyid-nya dalam periwayatan Ats-Tsauriy.
4. Ismaa’iil bin Ishaaq, Nashr bin ‘Aliy, dan Ibnu Abi Daawud adalah tiga orang perawi yang mempunyai martabat ketisqahan yang tinggi. Tidak ternukil jarh yang menjatuhkan dari ulama pada mereka.
5. Matan riwayat yang dibawakan Ibnu Syabbah kontradiktif dan bertentang dengan riwayat yang shahih. Berikut perinciannya :
a. Faathimah berkata : [إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك] “sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kepadaku Fadak”. Konsekuensi perkataan ini, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan Fadak sebelum beliau meninggal. Padahal dalam banyak hadits shahih disebutkan bahwa Faathimah datang atau mengutus utusan kepada Abu Bakr untuk meminta miiraats (harta warisan). Barang yang telah diberikan kepada seseorang tidaklah dinamakan harta warisan. Alasan Abu Bakr menahan Fadak pun berdasarkan hadits : ‘Kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’.
b. Perkataan Zaid bin ‘Aliy bahwa seandainya ia di posisi Abu Bakr maka ia akan memutuskan sebagaimana keputusan Abu Bakr dalam masalah Fadak; tidak cocok dibawakan dalam konteks riwayat Ibnu Syabbah. Mengapa ?. Riwayat Ibnu Syabbah menetapkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan Fadak kepada Faathimah dengan persaksian ‘Aliy dan Ummu Aimaan – sementara Zaid bin ‘Aliy tetap berkeinginan akan memutuskan seperti keputusan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu – dalam keadaan ia (Zaid) tahu Fadak telah diberikan pada Faathimah. Jika ia tahu tentang persaksian kakeknya ‘Aliy dan Ummu Aimaan, apakah mungkin ia tetap berkeinginan menahan tanah Fadak ?.
Pendek kata, sanad dan perawi yang dibawakan Ibnu Syabbah ini sangat ghariib, dan tambahan matannya kontradiktif. Tidak menutup kemungkinan bahwa penambahan sisipan rawi dan matan berasal dari kekeliruan Ibnu Syabbah dan/atau Abu Ahmad Az-Zubairiy.
Adapuan riwayat pertama di atas (tanpa tambahan perawi dan lafadh), maka itulah yang mahfuudh dan lebih masyhuur di kalangan para ulama dalam kitab-kitab mereka.

Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri, 04022012].

[1] Lebih dikenal dengan julukan Al-Fallaas, dan ia seorang yang tsiqah lagi haafidh !!.
______________________________________


Jawaban Dari Kami:
Salah satu trik murahan nashibi dalam menyebarkan syubhat adalah mengutip pendapat ahlul bait yang menguatkan hujjah mereka. Contohnya dalam masalah Fadak dimana terjadi perselisihan antara Sayyidah Fathimah [‘alaihis salam] dan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] para nashibi berhujjah dengan pernyataan Zaid bin Aliy yang menyepakati keputusan Abu Bakar. Berikut riwayat yang mereka jadikan hujjah,

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَنَا عَمِّي، قَالَ نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hammaad yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku yang berkata telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuuq yang berkata Zaid bin Ali bin Husain berkata “adapun aku seandainya berada dalam posisi Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] maka aku akan memutuskan seperti keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] dalam masalah Fadak” [Fadhail Ash Shahabah Daruquthniy no 52].

Riwayat ini juga disebutkan Hammad bin Ishaq dalam Tirkatun Nabiy 1/86 oleh Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 6/302, Dalaail An Nubuwwah 7/281 dan Al I’tiqaad 1/279 semuanya dengan jalan sanad dari Ismail bin Ishaq Al Qadhiy [pamannya Ibrahim bin Hammaad] dari Nashr bin Ali dari ‘Abdullah bin Dawud dari Fudhail bin Marzuuq. Para perawi riwayat ini adalah perawi tsiqat kecuali Fudhail bin Marzuuq, ia seorang yang diperbincangkan tetapi ia seorang yang shaduq hasanul hadis. Sehingga nampak riwayat ini secara zahir sanadnya hasan.

Riwayat ini mengandung illat [cacat], Fudhail bin Marzuq tidak meriwayatkan secara langsung perkataan Zaid bin Aliy tersebut. Ia meriwayatkan melalui perantara perawi lain. Kami menemukan riwayat serupa dengan matan yang lebih detail dan menjelaskan apa maksud perkataan Zaid bin Aliy tersebut.

حدثنا محمد بن عبد الله بن الزبير قال حدثنا فضيل ابن مرزوق قال حدثني النميري بن حسان قال قلت لزيد بن علي رحمة الله عليه وأنا أريد أن أهجن أمر أبي بكر إن أبا بكر رضي الله عنه انتزع من فاطمة رضي الله عنها فدك فقال إن أبا بكر رضي الله عنه كان رجلا رحيما وكان يكره أن يغير شئيا تركه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتته فاطمة رضي الله عنها فقالت إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك فقال لها هل لك على هذا بينة ؟ فجاءت بعلي رضي الله عنه فشهد لها، ثم جاءت بأم أيمن فقالت أليس تشهد أني من أهل الجنة ؟ قال بلى قال أبو أحمد يعني أنها قالت ذاك لابي بكر وعمر رضي الله عنهما – قالت فأشهد أن النبي صلى الله عليه وسلم أعطاها فدك فقال أبو بكر رضي الله عنه: فبرجل وامرأة تستحقينها أو تستحقين بها القضية ؟ قال زيد بن علي وأيم الله لو رجع الامر إلى لقضيت فيها بقضاء أبي بكر رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair yang berkata telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Marzuuq yang berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan yang berkata aku berkata kepada Zaid bin Aliy [rahmat Allah atasnya] dan aku ingin merendahkan Abu Bakar bahwa Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] merampas Fadak dari Fathimah [radiallahu ‘anha]. Maka Zaid berkata “Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] adalah seorang yang penyayang dan ia tidak menyukai mengubah sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], kemudian datanglah Fathimah [radiallahu ‘anha] dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan Fadak kepadaku”. Abu Bakar berkata kepadanya “apakah ada yang bisa membuktikannya?” maka datanglah Aliy [radiallahu ‘anhu] dan bersaksi untuknya kemudian datang Ummu Aiman yang berkata “tidakkah kalian bersaksi bahwa aku termasuk ahli surga?”. Abu Bakar menjawab “benar” [Abu Ahmad berkata bahwa Ummu Aiman mengatakan hal itu kepada Abu Bakar dan Umar]. Ummu Aiman berkata “maka aku bersaksi bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya”. Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] kemudian berkata “maka apakah dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan bersaksi atasnya hal ini bisa diputuskan?”. Zaid bin Ali berkata “demi Allah seandainya perkara ini terjadi padaku maka aku akan memutuskan tentangnya dengan keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] [Tarikh Al Madinah Ibnu Syabbah 1/199-200].

Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair dalam riwayat di atas adalah Abu Ahmad Az Zubairiy perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat. Ibnu Numair menyatakan ia shaduq. Ibnu Ma’in dan Al Ijliy menyatakan tsiqat. Bindaar berkata “aku belum pernah melihat orang yang lebih hafizh darinya”. Abu Zur’ah dan Ibnu Khirasy menyatakan shaduq. Abu Hatim berkata “ahli ibadah mujathid hafizh dalam hadis dan pernah melakukan kesalahan”. Ahmad bin Hanbal berkata “ia banyak melakukan kesalahan dalam riwayat Sufyan”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad berkata shaduq banyak meriwayatkan hadis. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 9 no 422]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit kecuali sering keliru dalam riwayat Ats Tsawriy” [At Taqrib 2/95].

Pernyataan sering keliru dalam riwayat Ats Tsawriy bersumber dari perkataan Ahmad bin Hanbal padahal Ahmad bin Hanbal sendiri pernah mengatakan bahwa diantara sahabat Sufyan, Az Zubairiy lebih ia sukai dari Muawiyah bin Hisyaam dan Zaid bin Hubaab [Mausu’ah Aqwaal Ahmad no 2357]. Selain itu Bukhari Muslim memasukkan hadis Az Zubairiy dari Sufyan dalam kitab shahih mereka. Pendapat yang rajih Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang tsiqat tsabit.

Jadi ada dua orang yang meriwayatkan dari Fudhail bin Marzuuq yaitu ‘Abdullah bin Dawuud Asy Sya’biy seorang yang tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib 1/489] dan Abu Ahmad Az Zubairiy seorang yang tsiqat tsabit.
1. Riwayat Ibnu Dawud adalah Fudhail bin Marzuuq berkata bahwa Zaid bin Ali mengatakan hal itu [tidak menggunakan sighat pendengaran langsung]
2. Riwayat Abu Ahmad Az Zubairiy adalah Fudhail bin Marzuuq berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan bahwa Zaid bin Ali berkata demikian [menggunakan sighat langsung]

Hal ini menunjukkan bahwa Fudhail bin Marzuuq menukil perkataan Zaid bin Aliy itu dari perawi yang bernama An Numairiy bin Hassaan. Dia tidak dikenal kredibilitasnya alias majhul maka riwayat perkataan Zaid bin Aliy ini kedudukannya dhaif.

Dari segi matan maka pernyataan Zaid bin Aliy ini justru menguatkan bahwa Ahlul Bait yaitu Sayyidah Fathimah [alaihis salam] dan Imam Ali [alaihis salam] mengakui kalau Fadak adalah hak milik mereka. Seandainya riwayat tersebut tsabit maka pernyataan Zaid bin Aliy jelas keliru, Pernyataan Sayyidah Fathimah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberikan Fadak kepadanya tidaklah perlu diminta kesaksian. Orang yang meminta kesaksian atas perkataan Sayyidah Fathimah berarti orang tersebut tidak mengerti kedudukan Sayyidah Fathimah di sisi Allah SWT dan Rasul-Nya. Sayyidah Fathimah adalah pribadi yang perkataan dan sikapnya menjadi hujjah bagi umat karena Beliau adalah pedoman bagi umat agar tidak tersesat. Silakan saja kalau nashibi itu ingin berhujjah dengan Zaid bin Aliy [itupun kalau riwayatnya shahih] sedangkan kami lebih suka memihak Ahlul Bait yang lebih utama yaitu Sayyidah Fathimah dan Imam Ali.
*****

Studi Kritis Riwayat Zaid bin Aliy Tentang Fadak : Bantahan Untuk Nashibi

Tulisan ini hanya sedikit tambahan dari tulisan sebelumnya yang membahas tentang riwayat Zaid bin Ali bin Husain dimana ia menyepakati Abu Bakar dalam masalah Fadak. Pada tulisan sebelumnya kami telah membahas illat [cacat] riwayat tersebut yaitu bahwa riwayat Zaid bin Aliy berasal dari seorang yang majhul. Nashibi yang tidak suka kalau hujjah mereka dipatahkan membuat bantahan ngawur untuk membela riwayat Zaid bin Aliy tersebut. Tulisan ini kami buat sebagai bantahan bagi Nashibi yang dimaksud.

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمَّادٍ، قَالَنَا عَمِّي، قَالَ نَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ نَا ابْنُ دَاوُدَ، عَنْ فُضَيْلِ بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ قَالَ زَيْدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ، أَمَّا أَنَا فَلَوْ كُنْتُ مَكَانَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَحَكَمْتُ بِمِثْلِ مَا حَكَمَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي فَدَكٍ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Hammaad yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku yang berkata telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuuq yang berkata Zaid bin Ali bin Husain berkata “adapun aku seandainya berada dalam posisi Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] maka aku akan memutuskan seperti keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] dalam masalah Fadak” [Fadhail Ash Shahabah Daruquthniy no 52]
Riwayat ini juga disebutkan Hammad bin Ishaq dalam Tirkatun Nabiy 1/86 oleh Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 6/302, Dalaail An Nubuwwah 7/281 dan Al I’tiqaad 1/279 semuanya dengan jalan sanad dari Ismail bin Ishaq Al Qadhiy [pamannya Ibrahim bin Hammaad] dari Nashr bin Ali dari ‘Abdullah bin Dawud dari Fudhail bin Marzuuq.

Atsar ini dhaif karena Fudhail bin Marzuq tidak meriwayatkan langsung dari Zaid bin Aliy bin Husain. Ia terbukti melakukan tadlis, atsar ini diambil Fudhail bin Marzuq dari An Numairy bin Hassaan dari Zaid bin Aliy bin Husain. An Numairiy bin Hassaan adalah seorang yang majhul. Inilah buktinya :

حدثنا محمد بن عبد الله بن الزبير قال حدثنا فضيل ابن مرزوق قال حدثني النميري بن حسان قال قلت لزيد بن علي رحمة الله عليه وأنا أريد أن أهجن أمر أبي بكر إن أبا بكر رضي الله عنه انتزع من فاطمة رضي الله عنها فدك فقال إن أبا بكر رضي الله عنه كان رجلا رحيما وكان يكره أن يغير شئيا تركه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتته فاطمة رضي الله عنها فقالت إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعطاني فدك فقال لها هل لك على هذا بينة ؟ فجاءت بعلي رضي الله عنه فشهد لها، ثم جاءت بأم أيمن فقالت أليس تشهد أني من أهل الجنة ؟ قال بلى قال أبو أحمد يعني أنها قالت ذاك لابي بكر وعمر رضي الله عنهما – قالت فأشهد أن النبي صلى الله عليه وسلم أعطاها فدك فقال أبو بكر رضي الله عنه: فبرجل وامرأة تستحقينها أو تستحقين بها القضية ؟ قال زيد بن علي وأيم الله لو رجع الامر إلى لقضيت فيها بقضاء أبي بكر رضي الله عنه

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair yang berkata telah menceritakan kepada kami Fudhail bin Marzuuq yang berkata telah menceritakan kepadaku An Numairiy bin Hassaan yang berkata aku berkata kepada Zaid bin Aliy [rahmat Allah atasnya] dan aku ingin merendahkan Abu Bakar bahwa Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] merampas Fadak dari Fathimah [radiallahu ‘anha]. Maka Zaid berkata “Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] adalah seorang yang penyayang dan ia tidak menyukai mengubah sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], kemudian datanglah Fathimah [radiallahu ‘anha] dan berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan Fadak kepadaku”. Abu Bakar berkata kepadanya “apakah ada yang bisa membuktikannya?” maka datanglah Aliy [radiallahu ‘anhu] dan bersaksi untuknya kemudian datang Ummu Aiman yang berkata “tidakkah kalian bersaksi bahwa aku termasuk ahli surga?”. Abu Bakar menjawab “benar” [Abu Ahmad berkata bahwa Ummu Aiman mengatakan hal itu kepada Abu Bakar dan Umar]. Ummu Aiman berkata “maka aku bersaksi bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah memberikan fadak kepadanya”. Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] kemudian berkata “maka apakah dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan bersaksi atasnya hal ini bisa diputuskan?”. Zaid bin Ali berkata “demi Allah seandainya perkara ini terjadi padaku maka aku akan memutuskan tentangnya dengan keputusan Abu Bakar [radiallahu ‘anhu] [Tarikh Al Madinah Ibnu Syabbah 1/199-200] .

Riwayat Ibnu Syabbah dalam Tarikh Madinah ini adalah riwayat yang shahih sanadnya hingga Fudhail bin Marzuq. Maka riwayat ini melengkapi riwayat Daruquthniy sebelumnya. Riwayat Daruquthni dkk memuat sanad dimana “Fudhail bin Marzuq berkata Zaid bin Aliy berkata” sedangkan riwayat Ibnu Syabbah memuat sanad yaitu “Fudhail bin Marzuq berkata telah mengabarkan kepadaku An Numairiy bin Hassaan bahwa Zaid bin Aliy berkata”. Maka ini menjadi bukti Fudhail bin Marzuq tidak meriwayatkan langsung dari Zaid bin Aliy melainkan melalui perantara yang majhul. Kesimpulannya riwayat tersebut dhaif.

Ada seorang nashibi yang berusaha membela riwayat ini dengan pembelaan yang mengada-ada. Ia seolah-olah menunjukkan bantahan ilmiah padahal bantahannya ngawur dan tidak sesuai dengan kaidah ilmu hadis. Pada pembahasannya ia mengatakan apakah tambahan Numairiy bin Hassaan itu mahfuudh?. Ia mengatakan bahwa riwayat Ibnu Syabbah tidak mahfuudh dan yang mahfuudh adalah riwayat tanpa tambahan sanad Numairiy bin Hassaan.

Mari kita lihat satu persatu alasannya:

Nashibi itu mengatakan bahwa riwayat Ibnu Syabbah sangat gharib karena hanya dibawakan Ibnu Syabbah dalam Tarikh Madinah dan dalam riwayat itu saja. Kami katakan ini alasan yang mengada-ada. Apa riwayat Daruquthni dkk yang ia bawakan itu adalah riwayat yang masyhur?. Jelas sekali bahwa semua riwayat yang ia nukil itu berujung pada Ismaail bin Ishaq Al Qadhiy dari Nashr bin Aliy dari Ibnu Dawud dari Fudhail bin Marzuq. Hanya sanad ini saja, tidak ada sanad lain. Jadi kedudukan riwayat Daruquthni dan riwayat Ibnu Syabbah dari sisi ini adalah sama yaitu sama-sama diriwayatkan dengan satu jalan sanad. Walaupun atsar Zaid bin Aliy ini diriwayatkan oleh Ibnu Syabbah saja, itu tidak menjadi alasan untuk melemahkan atau menyatakan riwayat tersebut gharib. Mengapa riwayat Ibnu Syabbah yang dikatakan gharib?. Mengapa bukan riwayat Ismail bin Ishaq Al Qadhiy yang dikatakan gharib?. Kalau riwayat Ibnu Syabbah dikatakan gharib maka riwayat Ismail bin Ishaq Al Qaadhiy pun bisa dikatakan gharib.

Sebenarnya jika kita teliti dengan baik riwayat Ibnu Syabbah itu sanadnya lebih tinggi dari riwayat Daruquthni, Baihaqi dan Hammad bin Ishaq karena sebelum mereka [Daruquthni, Baihaqi dan Hammad bin Ishaq] itu lahir, Ibnu Syabbah telah meriwayatkan atsar Zaid bin Aliy tersebut.

Kemudian nashibi yang dimaksud juga menyatakan riwayat Ibnu Syabbah tidak mahfuudh karena diriwayatkan oleh An Numairiy yang majhul. Ini jelas cara penarikan kesimpulan yang ngawur. An Numairiy itu terletak diantara Fudhail bin Marzuq dan Zaid bin Aliy, justru riwayat Ibnu Syabbah menunjukkan illat [cacat] riwayat Ismail bin Ishaaq Al Qaadhiy yaitu Fudhail bin Marzuq melakukan tadlis dalam riwayat tersebut. Lain halnya jika perawi majhul tersebut terletak diantara Ibnu Syabbah dan Fudhail bin Marzuq maka beralasan untuk menyatakan riwayat Ibnu Syabbah itu tidak mahfuudh karena sanadnya tidak shahih sampai Fudhail bin Marzuuq. Lha ini jelas-jelas riwayat Ibnu Syabbah tersebut sanadnya shahih hingga Fudhail bin Marzuq. Sungguh kami dibuat terheran-heran dengan ilmu hadis ala nashibi.

Nashibi itu menyebarkan Syubhat lain yaitu Ibnu Syabbah walaupun seorang tsiqat tetapi bukan dalam derajat ketsiqahan yang tinggi, Nashibi itu mengutip Ibnu Hajar yang mengkritik riwayatnya dan hal ini membuat Ibnu Hajar menurunkan kredibilitasnya kedalam derajat shaduq.

Kami katakan Ibnu Syabbah itu seorang yang tsiqat. Kritikan terhadapnya itu tidak beralasan alias hanya perkiraan yang tidak menafikan perkiraan lainnya. Daruquthni berkata “tsiqat”. Ibnu Abi Hatim berkata “shaduq”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “mustaqiim al hadits”. Al Khatib berkata “tsiqat”. Al Marzabaaniy berkata “shaduq tsiqat”. Maslamah bin Qasim berkata “tsiqat”. Muhammad bin Sahl berkata “shaduq cerdas”. [At Tahdzib juz 7 no 768]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 1/719] tetapi Ibnu Hajar dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa Ibnu Syabbah seorang yang tsiqat. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 4071] .

Nashibi itu mengutip Al Bazzar, Ibnu Asakir dan Ibnu Hajar yang mengkritik salah satu riwayat Ibnu Syabbah dimana ia meriwayatkan dari Hushain bin Hafsh dari Sufyan Ats Tsawriy dari Zubaid dari Murrah dari Ibnu Mas’ud secara marfu’. Ibnu Syabbah dikatakan keliru karena riwayat yang masyhur adalah dari Ats Tsawriy dari Mughhirah bin Nu’man dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas secara marfu’.

Kritikan terhadap Ibnu Syabbah ini perlu ditinjau kembali, Ibnu Hibban memasukkan hadis Ibnu Mas’ud tersebut dalam kitab Shahih-nya. Artinya Ibnu Hibban tidak sependapat dengan yang mengatakan riwayat tersebut khata’ :

أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحٍسْيَنُ الْجَرَادِيُّ بِالْمَوْصِلِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ حَفْصٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ زُبَيْدٍ ، عَنْ مُرَّةَ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلا ، وَأَوَّلُ الْخَلائِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ

Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Husain Al Jaraadiy di Maushulliy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Syabbah yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Zubaid dari Murrah dari ‘Abdullah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “sesungguhnya kalian dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak dikhitan. Dan makhluk pertama yang diberi pakaian pada hari kiamat adalah Ibrahim [Shahih Ibnu Hibban no 7284] .

Seandainya pun hadis Ibnu Mas’ud ini khata’ karena telah diriwayatkan banyak perawi tsiqat dari Ats Tsawriy dengan jalan sanad dari Mughirah bin Nu’man dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas secara marfu’ maka perawi yang patut dinyatakan melakukan kekeliruan adalah Husain bin Hafsh Al Ashbahaniy karena ia yang meriwayatkan dari Ats Tsawriy dan telah menyelisihi para perawi tsiqat.

Husain bin Hafsh Al Ashbahaniy biografinya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At Tahdzib. Abu Hatim berkata “mahallahu shidqu”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 597].

Melihat perkataan Abu Hatim tentangnya maka bisa dimpulkan bahwa Husain bin Hafsh bukan termasuk perawi yang kuat dhabitnya. Kedudukan Husain bin Hafsh jelas dibawah dari kedudukan Ibnu Syabbah dan Husain bin Hafsh adalah perawi yang menyelisihi perawi tsiqat dalam riwayatnya dari Ats Tsawriy.

Kesimpulannya kritikan terhadap Ibnu Syabbah itu keliru. Kemudian nashibi tersebut menyebarkan syubhat soal Abu Ahmad Az Zubairiy yang melakukan banyak kesalahan dari riwayat Ats Tsawriy.

وقال حنبل بن إسحاق عن أحمد بن حنبل كان كثير الخطأ في حديث سفيان

Hanbal bin Ishaq berkata dari Ahmad bin Hanbal “ia banyak melakukan kesalahan dalam hadis Sufyan” [At Tahdzib juz 9 no 422].

وقال أبو حاتم عابد مجتهد حافظ للحديث له أوهام

Abu Hatim berkata “ahli ibadah, mujtahid, hafiz dalam hadis, memiliki beberapa keraguan” [At Tahdzib juz 9 no 422].

Jika memang terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh Abu Ahmad Az Zubairiy maka itupun hanya terbatas pada sebagian riwayatnya dari Sufyan Ats Tsawriy. Pernyataan ini tidaklah mutlak melainkan hanya terbatas pada riwayatnya dari Tsawriy, itupun tidak mutlak untuk semua riwayatnya dari Ats Tsawriy melainkan hanya sebagian. Hal ini dikuatkan oleh beberapa petunjuk yang menguatkan .

Riwayat Abu Ahmad Az Zubairiy dari Sufyan telah dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih. Kemudian sebagian ulama justru menguatkan riwayatnya dari Sufyan :

نا عبد الرحمن حدثنى ابى حدثنى أبو بكر بن ابى عتاب الاعين قال سمعت احمد بن حنبل وسألته عن اصحاب سفيان قلت له الزبيري ومعاوية بن هشام ايهما احب اليك ؟ قال الزبيري، قلت له زيد بن الحباب أو الزبيري ؟ قال الزبيري

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Abi Itaab Al A’yan yang berkata aku mendengar Ahmad bin Hanbal dan aku bertanya kepadanya tentang sahabat Sufyan. Aku berkata kepadanya “Az Zubairiy dan Muawiyah bin Hisyaam yang mana diantara keduanya yang lebih engkau sukai?”. Ia berkata Az Zubairiy. Aku berkata kepadanya “Zaid bin Hubab atau Az Zubairiy?”. Ia berkata “Az Zubairiy” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/297 no 1211] .

قال أبو نعيم في أصحاب سفيان: ليس منهم أحد مثل أبي أحمد الزبيري، واسمه محمد بن عبد الله بن الزبير

Abu Nu’aim berkata tentang para sahabat Sufyan “tidak ada diantara mereka seorangpun yang menyerupai Abu Ahmad Az Zubairiy, Muhammad bin ‘Abdullah bin Zubair” [Ats Tsiqat Ibnu Syahiin no 1262] .

قال نصر بن علي سمعت أحمد الزبيري يقول لا أبالي أن يسرق مني كتاب سفيان أني أحفظه كله

Nashr bin ‘Aliy berkata aku mendengar Ahmad Az Zubairiy mengatakan “aku tidak peduli jika seseorang mencuri dariku Kitab Sufyan karena aku telah menghafal semuanya” [At Tahdzib juz 9 no 422] .

Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang tsiqat tsabit hanya saja ia dikatakan melakukan kesalahan dalam sebagian riwayatnya dari Ats Tsawriy. Tentu saja hal ini tidaklah melemahkan riwayatnya dari selain Ats Tsawriy. Para perawi sekaliber Malik bin Anas dan Syu’bah saja pernah melakukan beberapa kesalahan dalam meriwayatkan hadis dan tidaklah itu menjatuhkan kedudukan mereka dalam riwayatnya yang lain. Karena sebagai seorang manusia tidak peduli seberapa tinggi kedudukan tsiqat yang ia miliki tetap bisa saja melakukan kesalahan.

Nashibi itu menyatakan bahwa Ismail bin Ishaq, Nashr bin Aliy dan Ibnu Dawud adalah tiga orang perawi yang memiliki martabat ketsiqahan yang tinggi. Kami katakan setinggi apapun tingkat ketsiqatan mereka, hal itu tidak membuat riwayat Ibnu Syabbah itu menjadi lemah, gharib ataupun tidak mahfuudh. Ibnu Syabbah adalah seorang yang tsiqat dan Abu Ahmad Az Zubairiy adalah seorang yang tsiqat lagi tsabit. Bahkan riwayat Ibnu Syabbah lebih tinggi sanadnya dan matannya lebih lengkap dari riwayat Ismail bin Ishaq Al Qaadhiy.

Kedua riwayat, yaitu riwayat Ismail bin Ishaq Al Qaadhiy dan riwayat Ibnu Syabbah adalah benar. Tidak ada dari kedua riwayat tersebut sesuatu yang perlu ditarjih sehingga riwayat yang satu diterima dan riwayat yang lain harus ditolak. Kedua riwayat tersebut sanadnya shahih sampai Fudhail bin Marzuq dan menunjukkan bahwa Fudhail bin Marzuq melakukan tadlis dalam perkataan Zaid bin Aliy dimana sebenarnya ia mengambil perkataan tersebut dari An Numairiy bin Hassaan seorang yang majhul.

Aneh sekali jika nashibi tersebut mempermasalahkan tingkat ketsiqatan para perawi yang ia jadikan hujjah mengingat Fudhail bin Marzuq sendiri adalah seorang yang hadisnya hanya bertaraf hasan dan tidak mencapai derajat ketsiqatan tinggi seperti yang ia katakan pada tiga perawi lain.

Nashibi tersebut kemudian menyatakan bahwa matan riwayat Ibnu Syabbah kontradiktif dengan riwayat shahih. Kami katakan hal itu jika memang benar maka tidaklah berpengaruh sedikitpun pada kedudukan riwayat Zaid bin Aliy disisi kami. Bukankah dari pembahasan sebelumnya kami katakan kalau riwayat Zaid bin Aliy tersebut dhaif maka jika matannya dikatakan nashibi itu bertentangan dengan riwayat shahih, hal itu justru menguatkan kedhaifan riwayat Zaid bin Aliy.

Kemudian nashibi itu mengatakan perkataan Zaid bin Aliy seandainya ia dalam posisi Abu Bakar maka ia akan menetapkan keputusan seperti Abu Bakar dalam masalah Fadak, tidaklah cocok diterapkan dalam konteks riwayat Ibnu Syabbah. Alasan nashibi itu adalah jika memang Zaid bin Aliy tahu persaksian Ali dan Ummu Aiman maka apakah mungkin ia akan menahan tanah Fadak?. Kami katakan kalau melihat secara utuh matan riwayat Ibnu Syabbah maka Abu Bakar tidak menerima kesaksian satu orang laki-laki [Ali bin Abi Thalib] dan satu orang perempuan [Ummu Aiman] sehingga ia menolak bahwa tanah Fadak itu adalah milik Sayyidah Fathimah. Inilah yang disepakati oleh Zaid bin Aliy bahwa kesaksian satu orang laki-laki dan satu orang perempuan tidaklah cukup dan yang menjadi hujjah adalah kesaksian satu orang laki-laki dan dua orang perempuan atau kesaksian dua orang laki-laki.

Nashibi ini telah mencampuradukkan antara hujjah riwayat dengan asumsinya sendiri. Tidak ada keterangan dalam riwayat Ismail bin Ishaaq Al Qaadhiy bahwa yang disepakati oleh Zaid bin Aliy adalah hadis Abu Bakar bahwa Nabi tidak mewariskan. Ini adalah asumsi nashibi itu sendiri. Riwayat Ismaail bin Ishaaq Al Qaadhiy adalah ringkasan dari riwayat Ibnu Syabbah, hal ini terlihat dari sanadnya yang berujung pada Fudhail bin Marzuq dan matannya yang serupa sehingga penjelasannya pun harus merujuk pada riwayat Ibnu Syabbah yang lebih lengkap baik sanad maupun matannya.

Kami pribadi juga tidak yakin Zaid bin Aliy akan menyepakati hadis Abu Bakar bahwa Nabi tidak mewariskan mengingat Sayyidah Fathimah sendiri mengingkari hadis tersebut dan Imam Ali setelah Sayyidah Fathimah wafat tetap mengakui di hadapan kaum muslimin bahwa Ahlul bait berhak akan tanah Fadak. Bukankah atsar Zaid bin Aliy dari sisi ini kontradiktif dengan pendirian Ahlul Bait. Maka sederhananya bisa saja dikatakan riwayat tersebut tertolak, apalagi Fudhail bin Marzuuq [meminjam bahasa nashibi itu] bukan perawi yang memiliki derajat ketsiqatan yang tinggi. Aneh bin ajaib nashibi tersebut tidak mengambil kesimpulan seperti ini mungkin karena tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Ia lebih suka melemahkan riwayat lain yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Dan telah kami tunjukkan di atas betapa menyedihkannya hujjah nashibi. Kesimpulannya baik dari segi sanad maupun matan, riwayat Zaid bin Aliy itu tertolak.

(Scondprince/ZA-&-Dunia/Syiah-Ali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: