Pesan Rahbar

Home » » Bukti keutamaan Hasan dan Husain

Bukti keutamaan Hasan dan Husain

Written By Unknown on Sunday, 12 October 2014 | 18:35:00


Tanya: Kita menerima bahwa Ali selalu yang pertama dalam menerima Islam dan jihad; ia selalu bersama Nabi dan ilmu serta kezuhudannya mengalahi sahabat yang lainnya. Namun bagaimanakah cara Syiah membuktikan keutamaan seperti ini untuk Hasan dan Husain? Ketimbang apa yang sudah kita dengar tentang Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin ‘Auf dan Abdullah bin Umar?

Jawab: Banyak sekali dalil yang kami miliki untuk membuktikan keutamaan kedua Imam tersebut, yang di antaranya adalah:
Ayat Tathir. ‘Aisyah meriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah saw mengenakan ‘aba’ah (kain lebar) lalu Hasan cucunya datang kemudian beliau memeluknya dan menyelimutinya dengan kain yang ia kenakan; setelah itu Husain datang dan beliau juga menyelimutinya; begitu pula Fathimah datang, lalu Ali juga datang dan beliau menyelimuti mereka semua. Kemudian turunlah ayat yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah hanyalah berkehendak untuk membersihkan kotoran dari anda, Ahlul Bait, dan menyucikan anda sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab: 33).

Riwayat di atas disebutkan dalam Shahih Muslim, bab Keutamaan-Keutamaan Ahlul Bait, nomor 2424.
Ayat Mubahalah[1] juga termasuk bukti keutamaan Imam Hasan as dan Imam Husain as. Dalam peristiwa Mubahalah, Rasulullah saw hanya membawa Ali, Fathimah, Hasan dan Husain as bersamanya; itu artinya bagi Nabi tidak ada orang lain yang sebegitu ia percaya untuk mengucapkan amin dalam doanya selain mereka.

Muslim juga meriwayatkan dalam Shahih nya: Mu’awiyah berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqash: “Mengapa engkau tidak mau mencela Ali bin Abi Thalib?” Ia menjawab, “Bagaimana aku mencela Ali sedangkan ada ayat Mubahalah yang diturunkan berkenaan dengan Ali, Fathimah, Hasan dan Husain as. Lalu Nabi berdoa, “Ya Allah, mereka adalah keluargaku.”[2]

Lalu ada ayat yang memerintahkan kita untuk mencinta keluarga dekat Rasulullah saw, yang termasuk Imam Hasan as dan Imam Husain as, agar kita memahami kesempurnaan dan keagungan mereka. Allah swt berfirman:
“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syuura: 23).

Silahkan anda merujuk Tafsir Thabari.
Bukhari pernah meriwayatkan dari Usamah bin Zaid bahwa pada suatu hari Rasulullah saw menggendong Hasan as dan Husain as lalu berkata, “Tuhanku, aku mencintai kedua anak ini, maka cintailah pula mereka.”[3]

Kami tidak perlu bercerita banyak tentang Sa’ad bin Abi Waqash. Setahu kami saat Muhajirin dan Anshar membai’at Ali bin Abi Thalib as, ia menolak untuk membai’atnya. Abdurrahman bin ‘Auf Zuhri telah diberi harta yang melimpah oleh Utsman bin Affan karena telah memilihnya sebagai khalifah, karena ia termasuk salah satu anggota “musyawarah enam orang”, yang jumlah harta tersebut tidak ada tandingannya sepanjang sejarah; ketika ia membagikan seperdelapan kekayaannya kepada empat istrinya, tiap orang dari mereka mendapatkan delapan ribu Dinar! Begitu banyak hartanya yang melimpah ruah[4] padahal banyak sekali penduduk Madinah dan sekitarnya yang kelaparan.

Adapun Abdullah bin Umar, ia termasuk sahabat setia Ahlul Bait as. Hanya saja dari segi manajemen, sebagaimana yang diakui ayahnya, ia tidak terlalu mahir. Ketika orang-orang berkata kepada Umar, “Pilihlah anakmu sebagai khalifah.” Ia menjawab, “Anakku mencerai istrinya saja tidak bisa, bagaimana ia mau memimpin Negara?”[5]

Yang jelas kita menghormati semua sahabat Nabi, kecuali mereka yang telah menzalimi Ahlul Bait as.


Referensi:
[1] Ali Imran: 61
[2] Shahih Muslim, bab Keutamaan Para Sahabat, bab Ali, hadits 2404.
[3] Shahih Bukhari, hadits nomor 3747; Shahih Muslim, hadits nomor 2421.
[4] Thabaqat, Ibnu Sa’ad, jld. 3, hlm. 96; Shifah Shafwah, Ibnu Jawzi, jld. 1, hlm. 138; Ar Riyadh An Nadhirah, jld. 2, hlm. 291; Tarikh Al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 146.
[5] Sunan Kubra, Baihaqi, jld. 2, hlm. 291; Tarikh Al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 146.

Imam Hasan dan Imam Husain Sayyid Pemuda Ahli Surga dan Imam Ali Lebih Utama dari Keduanya.

Telah diriwayatkan dengan berbagai jalan baik yang shahih dan hasan bahwa Rasulullah SAW bersabda kalau Imam Hasan dan Imam Husain adalah Sayyid [Pemimpin] pemuda ahli surga. Kemudian Rasulullah SAW menambahkan kalau Ayah Mereka Imam Ali lebih baik atau lebih utama dari mereka. Hadis Imam Hasan dan Imam Husain Sayyid Pemuda Ahli Surga tergolong hadis yang mutawatir sehingga tidak ada jalan untuk mengingkarinya. Pada pembahasan kali ini kami akan membawakan beberapa jalan hadis ini yang jayyid dan dapat dijadikan hujjah. Hadis Sayyid Pemuda Ahli Surga diantaranya diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri RA [shahih], Hudzaifah RA [shahih], Jabir RA [shahih], Abu Hurairah RA [shahih] dan lain-lain. Berikut sedikit rincian mengenai hadis ini.

Hadis Abu Sa’id Al Khudri RA.
Hadis riwayat Abu Sa’id RA disebutkan Ahmad bin Hanbal dalam Fadha’il As Shahabah no 1360, no 1368 dan no 1384, juga dalam Musnad Ahmad 3/3 no 11012, 3/62 no 11612, 3/64 no 11636, 3/82 no 11794. Sunan Nasa’i 5/50 no 8169, 5/145 no 8514, 5 /149 no 8525-8528. Sunan Tirmidzi 5/656 no 3768, Musnad Abu Ya’la 2/395 no 1169, Mustadrak Ash Shahihain no 4778, Ma’rifat Al Tarikh Fasawi 2/643, Shahih Ibnu Hibban 15/411 no 6959. Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath 2/347 no 2190 dan 6/10 no 5644, dalam Mu’jam Al Kabir 3/38 no 2610-2615.

Yang meriwayatkan dari Abu Sa’id adalah Abdurrahman bin Abi Nu’m, Atha’ bin Yasar, Athiyah Al Aufy. Berikut jalan yang shahih dari Abu Sa’id yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad 3/3 no 11012 dan Fadhail Ash Shahabah no 1384,

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا محمد بن عبد الله الزبيري ثنا يزيد بن مردانية قال حدثنا بن أبي نعم عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Az Zubairi yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Mardaniyah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Nu’m dari Abi Sa’id Al Khudri yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Al Hasan dan Al Husain Sayyid [Pemimpin] Pemuda Ahli Surga” [Musnad Ahmad 3/3 no 11012]
Hadis ini sanadnya shahih para perawinya tsiqat. Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq Musnad Ahmad telah menyatakan bahwa sanadnya shahih para perawinya adalah perawi Bukhari dan Muslim kecuali Yazid bin Mardaniyah perawi Nasa’i yang tsiqat. Berikut keterangan mengenai para perawinya
  • Muhammad bin Abdullah Az Zubairi adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Al Ajli dan Ibnu Qani’ menyatakan ia tsiqat. Ibnu Numair, Abu Nu’aim, Abu Zar’ah, Ibnu Kharrasy dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia shaduq. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 9 no 422]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/95]
  • Yazid bin Mardaniyah adalah perawi Nasa’i yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Waki’, Ibnu Hibban, Al Ajli menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 11 no 595]. Disebutkan oleh Yaqub Al Fasawi bahwa ia seorang yang tsiqat [Ma’rifat Wal Tarikh 3/242]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [ Al Kasyf no 6355]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq [At Taqrib 2/331] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Yazid seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 7774].
  • Ibnu Abi Nu’m adalah Abdurrahman bin Abi Nu’m seorang perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Hibban, Ibnu Sa’ad, An Nasa’i menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim memujinya bahwa ia seorang yang utama (fadhl) [At Tahdzib juz 6 no 563]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Mizan Al ‘Itidal juz 2 no 4992]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq [At Taqrib 1/593] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Abdurrahman seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4028].
Hadis Abu Sa’id riwayat Abdurrahman bin Abi Nu’m ini adalah hadis yang shahih sedangkan hadis Abu Sa’id riwayat Atha’ bin Yasar dan Athiyah adalah hadis yang hasan. Hadis Atha’ bin Yasar diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir 3/39 no 2614 dimana para perawinya tsiqat perawi shahih Bukhari dan Muslim kecuali Harb bin Hasan, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 13057] dan Abu Hatim menyatakan ia seorang Syaikh [Al Jarh Wat Ta’dil 3/252 no 1126]. Hadis Athiyah diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir 3/39 no 2615 dimana para perawinya tsiqat kecuali Athiyah Al Aufy dan ia seorang yang hadisnya hasan. Sehingga tidak diragukan lagi kalau Hadis Abu Sa’id Al Khudri ini benar-benar shahih.

Hadis Hudzaifah RA.
Hadis Hudzaifah diriwayatkan Ahmad bin Hanbal dalam Fadha’il Ash Shahabah no 1406, Musnad Ahmad 5/391 no 23377, Musnad Ahmad 5/392 no 23378. Sunan Tirmidzi 5/660 no 3781, Sunan Nasa’i 5/80 no 8298, Sunan Nasa’i 5/95 no 8365, Shahih Ibnu Hibban 15/413 no 6960, Mustadrak Ash Shahihain no 5630. Dan diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Awsath 6/238 no 2386 dan dalam Mu’jam Al Kabir 3/37 no 2606 -2609.

Hadis Hudzaifah diriwayatkan dari Zirr bin Hubaisy , Asy Sya’bi dan Qais bin Abi Hazim. Yang meriwayatkan dari Zirr bin Hubaiys adalah Ady bin Tsabit, Ashim bin Bahdalah dan Minhal bin Amru. Hadis riwayat Zirr bin Hubaisy ini adalah hadis yang shahih. Berikut hadisnya dalam Sunan Tirmidzi,

حدثنا عبد الله بن عبد الرحمن و إسحق بن منصور قالا أخبرنا محمد بن يوسف عن إسرائيل بن ميسرة بن حبيب عن المنهال بن عمرو عن زر بن حبيش عن حذيفة قال سألتني أمي متي عهدك تعني بالنبي صلى الله عليه و سلم فقلت ما لي به عهد منذ كذا وكذا فنالت مني فقلت لها دعيني آتي النبي صلى الله عليه و سلم فأصلي معه المغرب وأسأله أن يستغفر لي ولك فأتيت النبي صلى الله عليه و سلم فصليت معه المغرب فصلى حتى صلى العشاء ثم انفتل فتبعته فسمع صوتي فقال من هذا حذيفة ؟ قلت نعم قال ما حاجتك غفر الله لك ولأمك قال إن هذا ملك لم ينزل الأرض قط قبل هذه الليلة استأذن ربه أن يسلم علي ويبشرني بأن فاطمة سيدة نساء أهل الجنة وأن الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdurrahman dan Ishaq bin Mashur yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Israil dari Maisarah bin Habib dari Minhal bin Amru dari Zirr bin Hubaisy dari Hudzaifah yang berkata “Ibuku bertanya kepadaku ‘kapan kamu mengetahui-maksudnya- melihat Nabi?. Aku menjawab ‘aku tidak pernah melihatnya sejak ini dan itu’. Ibuku marah kepadaku maka aku berkata izinkan aku menemui Nabi SAW dan shalat maghrib bersamanya. Aku akan meminta kepadanya agar Allah mengampuni aku dan ibu. Maka aku menemui Nabi dan shalat maghrib bersamanya. Beliau melakukan shalat sunnah sampai akhirnya melakukan shalat isya’. Kemudian Beliau pulang dan aku mengikutinya. Beliau mendengar suaraku dan berkata “siapa itu? Hudzaifah?. Aku menjawab “benar”. Apa keperluanmu, semoga Allah SWT mengampunimu dan Ibumu, Beliau kemudian bersabda “Sesungguhnya ini ada malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelum malam ini. Ia meminta izin kepada Tuhannya agar dapat menyampaikan salam kepadaKu dan mengabarkan kepadaku bahwa Fathimah adalah Sayyidah [pemimpin] kaum wanita ahli surga dan Hasan dan Husain sebagai Sayyid [Pemimpin] pemuda ahli surga. [Sunan Tirmidzi 5/660 no 3781].

Hadis ini memiliki sanad yang shahih. Syaikh Albani telah menshahihkan hadis ini dan begitu pula Syaikh Syu’aib Al Arnauth telah menshahihkan hadis ini dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad dan Shahih Ibnu Hibban. Berikut analisis para perawinya,
  • Abdullah bin Abdurrahman adalah Abu Muhammad Samarqandi Abdullah bin Abdurrahman bin Fadhl Ad Darimi ia salah satu perawi Muslim. Al Khatib, Abu Hatim, Ahmad bin Hanbal menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban menyebutnya hafizh mutqin [At Tahdzib juz 5 no 502]. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang hafizh yang tsiqat [At Taqrib 1/508].
  • Ishaq bin Manshur adalah Abu Yaqub At Tamimi perawi Bukhari dan Muslim. Muslim, Nasa’i, Ibnu Hibban, Ibnu Syahin, Utsman bin Abi Syaibah menyatakan ia tsiqat. Abu Hatim menyatakan “shaduq” [At Tahdzib juz 1 no 471]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/85].
  • Muhammad bin Yusuf adalah Abu Abdullah Al Faryabi perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Abu Hatim, Al Ajli dan Nasa’i menyatakan ia tsiqat. Bukhari berkata “orang yang utama di zamannya” [At Tahdzib juz 9 no 880]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/150].
  • Israil bin Yunus adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Abu Hatim, Yaqub bin Syaibah, Al Ajli, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Nasa’i menyatakan “tidak ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 1 no 498]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/88].
  • Maisarah bin Habib adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Nasa’i, Abu Dawuda dan Tirmidzi. Ahmad, Ibnu Ma’in, Al Ajli, Nasa’i dan Ibnu Hibban menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 10 no 691]. Adz Dzahabi dalam Al Kasyf no 5752 menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan shaduq [At Taqrib 2/232] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Maisarah bin Habib seorang yang tsiqat [Tahrir At Taqrib no 7037].
  • Minhal bin Amru adalah perawi Bukhari dan Ashabus Sunan yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Al Ajli dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Daruquthni berkata “shaduq” [At Tahdzib juz 10 no 556]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq tetapi pernah melakukan kesalahan [At Taqrib 2/216] tetapi pernyataan ini tidaklah benar sehingga dalam Tahrir At Taqrib dikoreksi kalau Minhal bin Amru seorang yang tsiqat [Tahrir Taqrib At Tahdzib no 2918].
  • Zirr bin Hubaisy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ia seorang tabiin yang dikenal Alim dan Utama. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad dan Al Ajli menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 597]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/311].
Hadis Hudzaifah yang diriwayatkan Zirr bin Hubaiys ini adalah hadis yang shahih tanpa keraguan ditambah lagi dengan hadis Hudzaifah riwayat Asy Sya’bi yang juga shahih sebagaimana dinyatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth [Musnad Ahmad 5/392 no 23378]. Sedangkan hadis Hudzaifah yang diriwayatkan Qais bin Abi Hazim [Mu’jam Al Kabir Thabrani 3/38 no 2609] adalah hadis yang dhaif karena di dalam sanadnya terdapat perawi yang diperbincangkan sebagian ulama dan perawi yang majhul.

Hadis Jabir bin Abdullah RA.
Hadis Jabir bin Abdullah RA diriwayatkan dalam Fadhail Ash Shahabah no 1372 dan Tarikh Ibnu Asakir 13/210 dan Tarikh Ibnu Asakir 14/136 dengan jalan sanad dari Rabi’ bin Sa’id dari Ibnu Sabith dari Jabir. Berikut hadis Jabir riwayat Ahmad,

حدثنا عبد الله قثنا أبي قثنا وكيع عن ربيع بن سعيد عن بن سابط قال دخل حسين بن علي عليه السلام المسجد فقال جابر بن عبد الله من أحب أن ينظر إلى سيد شباب الجنة فلينظر إلى هذا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Rabi’ bin Sa’id dari Ibnu Sabith yang berkata “Husain bin Ali Alaihis Salam masuk ke dalam Masjid”. Maka Jabir bin Abdullah berkata “barang siapa yang ingin melihat Sayyid [Pemimpin] Pemuda Ahli surga maka lihatlah dia [Al Husain]”. Saya mendengar hal tersebut  dari Rasulullah SAW [Fadhail Ash Shahabah no 1372].

Hadis ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya. Waki’ adalah perawi Bukhari Muslim dan Ibnu Sabith adalah perawi Muslim sedangkan Rabi’ bin Sa’d adalah seorang yang tsiqah.
  • Waki’ adalah Waki’ bin Jarrah perawi kutubus sittah seorang hafizh yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad, Al Ajli dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat. Yaqub bin Syaibah berkata ‘ia seorang yang baik, utama dan Al Hafizh”. Ahmad dan Ibnu Ma’in berkata “aku belum pernah melihat seorang yang lebih hafizh dari Waki” [At Tahdzib juz 11 no 211]. Ibnu Hajar mengatakan ia seorang hafizh yang tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib 2/283].
  • Rabi’ bin Sa’d adalah seorang yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan ia tsiqat [Tarikh Ibnu Ma’in riwayat Ad Dawri no 2216]. Ibnu Syahin dan Ibnu Ammar menyatakan ia tsiqat [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 354]. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya” [Al Jarh Wat Ta’dil 3/462 no 2077]. Al Haitsami menyatakan ia tsiqat [Majma’ Az Zawaid 9/300 no 15110].
  • Ibnu Sabith adalah Abdurrahman bin Abdullah bin Sabith seorang tabiin yang tsiqat. Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 364]. Ibnu Ma’in dan Abu Zar’ah menyatakan ia tsiqat [Al Jarh Wat Ta’dil 5/240 no 1137]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat banyak mengirsalkan hadis [At Taqrib 1/570]. Ibnu Ma’in mengatakan kalau Ibnu Sabith tidak mendengar dari Jabir  [Jami Al Tahsil Fi Ahkam Al Marasil no 428]. Pernyataan Ibnu Ma’in keliru karena riwayat Ibnu Sabith dari Jabir adalah muttasil sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Abi Hatim [Al Jarh Wat Ta’dil 5/240 no 1137]. Selain itu Al Bukhari dengan jelas menyatakan kalau Ibnu Sabith mendengar langsung dari Jabir [Tarikh Al Kabir juz 5 no 985].
Hadis Jabir ini tidak diragukan lagi benar-benar shahih. Riwayat Jabir di atas memang hanya menyebutkan nama Imam Husain saja tetapi dalam kitab Tarikhnya Ibnu Asakir juga membawakan riwayat Jabir yang menyebutkan nama Imam Hasan [Tarikh Ibnu Asakir 13/210] yaitu riwayat Ibrahim bin Mihsyar dari Waki’. Hanya saja riwayat Ibrahim ini dhaif karena Ibnu Ady menyatakan Ibrahim dhaif mencuri hadis dan memiliki riwayat mungkar, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “sering salah” [Lisan Al Mizan juz 1 no 275].

Hadis Abu Hurairah RA.
Hadis Abu Hurairah dengan jalan yang jayyid diriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 3/36 no 2604 dan Sunan Nasa’i 5/146 no 8515 dengan jalan dari Muhammad bin Marwan Adz Dzuhli dari Abu Hazim dari Abu Hurairah. Berikut hadis riwayat Thabrani

حدثنا علي بن عبد العزيز ثنا أبو نعيم ثنا محمد بن مروان الذهلي حدثني أبو حازم حدثني أبو هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إن ملكا من السماء لم يكن زارني فاستأذن الله عز و جل في زيارتي فبشرني أن الحسن و الحسين سيدا شباب أهل الجنة

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdul Aziz yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Marwan Adz Dzuhli yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Hazim yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda “ini malaikat dari langit yang belum pernah mengunjungiku meminta izin kepada Allah Azza Wa Jalla untuk datang kepadaku kemudian mengabarkan kepadaku bahwa Hasan dan Husain adalah Sayyid [Pemimpin] pemuda ahli surga [Mu’jam Al Kabir Thabrani 3/36 no 2604].

Hadis ini memiliki sanad yang jayyid diriwayatkan oleh para perawi yang dikenal tsiqat kecuali Muhammad bin Marwan Adz Dzuhli yang dimasukkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya dua orang perawi tsiqat yaitu Abu Ahmad Az Zubairi dan Abu Nu’aim.
  • Ali bin Abdul Aziz adalah Ali bin Abdul Aziz Al Baghawi seorang hafizh yang tsiqat. Daruquthni menyatakan ia tsiqat makmun [Su’alat Hamzah no 389]. Ibnu Abi Hatim menyatakan ia shaduq [Al Jarh wat Ta’dil 6/196 no 1076]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 14524]. Al Haitsami menyatakan ia tsiqat [Majma’ Az Zawaid 6/150 no 10050]. Adz Dzahabi terkadang menyebutnya Al Imam Al hafizh shaduq [As Siyar 13/348] dan terkadang ia menyatakan tsiqat [Al Mizan juz 3 no 5882].
  • Abu Nu’aim adalah Fadhl bin Dukain seorang perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ali bin Madini, Ahmad, Yaqub bin Syaibah, Al Ajli, Abu Hatim, Ibnu Sa’ad, dan Nasa’i menyatakan ia tsiqat. [At Tahdzib juz 8 no 505]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 2/11].
  • Muhammad bin Marwan Adz Dzuhli. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 10641]. Abu Hatim menyebutkan biografinya tanpa menta’dilkan maupun mencacatkannya dan ia menyatakan bahwa telah meriwayatkan dari Muhammad bin Marwan yaitu Abu Ahmad Az Zubairi dan Abu Nu’aim  [Al Jarh Wat Ta’dil 8/86 no 363]. Al Bukhari juga menyebutkan biografi Muhammad bin Marwan tanpa menyatakan ta’dil maupun cacat terhadapnya [Tarikh Al Kabir juz 1 no 728]. Oleh karena telah meriwayatkan darinya para perawi tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat serta tidak ada yang mencacatnya maka kedudukan dirinya adalah shaduq hasanul hadis.
  • Abu Hazim adalah Salman Abu Hazim Al Asyja’iy adalah tabiin perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Dawud, Ibnu Sa’ad, Ibnu Hibban, Al Ajli dan Ibnu Abdil Barr menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 235]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/375].
Hadis Abu Hurairah riwayat Abu Hazim ini juga memiliki penguat lain yaitu riwayat Urwah bin Zubair dimana ia mengisahkan perselisihan saat Imam Hasan wafat dimana Abu Hurairah berkata kepada Marwan kalau ia mendengar Rasulullah SAW bersabda Hasan dan Husain adalah Sayyid pemuda ahli surga. [Ansab Al Asyraf 1/389]. Kisah ini diriwayatkan oleh Al Baladzuri,

حدثنا حفص بن عمر الدوري المقرئ عن عباد بن عباد عن هشام بن عروة عن أبيه

Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar Ad Dawri al Muqri dari Abbad bin Abbad dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya –alkisah- [Ansab Al Asyraf 1/389].
 

Riwayat ini shahih dan dinyatakan marfu’ karena Urwah bin Zubair lahir pada awal pemerintahan khalifah Utsman sedangkan Imam Hasan wafat pada tahun 50 H. Jadi ketika terjadi keributan soal pemakaman Imam Hasan maka Urwah telah dewasa dan ia menyaksikan langsung peristiwa tersebut termasuk mendengar Abu Hurairah berkata kepada Marwan kalau ia mendengar Rasulullah SAW bersabda Hasan dan Husain adalah Sayyid pemuda ahli surga. Apalagi telah ma’ruf bahwa Urwah meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah sebagaimana yang tertera dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Berikut analisis mengenai para perawi hadis Urwah
  • Hafsh bin Umar Ad Dawri Al Muqri adalah perawi Ibnu Majah. Abu Hatim berkata “shaduq”. Abu Dawud berkata “aku melihat Ahmad bin Hanbal menulis darinya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Uqaili menyatakan ia tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “ia seorang yang alim dalam Qur’an dan tafsirnya”. Daruquthni mendhaifkannya [At Tahdzib juz 2 no 714]. Daruquthni menyendiri mendhaifkannya dan tidak menyebutkan alasan yang jelas sehingga pencacatannya tidak diterima. Ibnu Hajar menyatakan “la ba’sa bihi” [At Taqrib 1/227] sedangkan dalam Tahrir At Taqrib disebutkan kalau ia seorang yang shaduq dalam hadis, tsiqat tsabit seorang imam qira’at [Tahrir taqrib At Tahdzib no 1416]. Hafsh bin Umar adalah seorang yang tsiqat sebagaimana dikatakan Ibnu Hibban, Al Uqaili dan Abu Hatim .
  • Abbad bin Abbad adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Yaqub bin Syaibah, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Kharasy, Ibnu Hibban, Al Ajli, Al Uqaili, Abu Ahmad Zubairi, dan Ibnu Qutaibah menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 161].
  • Hisyam bin Urwah dan ayahnya adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat, riwayat Hisyam dari ayahnya telah dijadikan hujjah dalam Bukhari dan Muslim. Ibnu Hajar menyatakan Hisyam bin Urwah tsiqat [At Taqrib 2/267] dan juga menyatakan Urwah bin Zubair seorang yang faqih yang tsiqat [At Taqrib 1/671]
Riwayat Urwah bin Zubair dan riwayat Abu Hazim ini bersama-sama menunjukkan kalau hadis tersebut memang shahih dari Abu Hurairah. Hadis Sayyid Pemuda Ahli Surga ini termasuk hadis yang sangat shahih bahkan sebagian ulama memasukkannya ke dalam hadis mutawatir dikarenakan banyaknya jalan sanad yang meriwayatkan hadis ini. Memang benar selain diriwayatkan oleh Jabir, Abu Sa’id, Hudzaifah dan Abu Hurairah hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Umar bin Khattab, Ali, Buraidah, Anas, Bara’ bin Azib, Malik bin Juwairits dan Usamah bin Zaid. Oleh karena itu cukup beralasan untuk menggolongkan hadis ini sebagai mutawatir.

Imam Ali Lebih Utama Dari Sayyid Pemuda Ahli Surga.
Tidak diragukan kalau ahli surga nanti akan dibangkitkan dalam bentuk laki-laki yang masih muda [pemuda] dan wanita yang masih muda. Sayyid bagi pemuda Ahli surga adalah Imam Hasan dan Imam Husain sedangkan Sayyidah bagi kaum wanita ahli surga adalah Sayyidah Fathimah AS. Hal ini menunjukkan bahwa Ahlul Bait adalah pribadi yang paling utama diantara manusia yang lainnya. Hadis ini menunjukkan keutamaan Imam Hasan dan Imam Husain di antara para sahabat lainnya termasuk Abu Bakar dan Umar. Karena setiap para sahabat Nabi yang ahli surga akan termasuk sebagai pemuda ahli surga dan Sayyid bagi mereka adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Kalau begitu bagaimanakah dengan Imam Ali? Bukankah beliau juga pemuda ahli surga. Tentu saja tetapi Rasulullah SAW telah mengatakan bahwa Imam Ali lebih utama atau lebih baik dari Kedua Sayyid pemuda Ahli Surga,

حدثنا أبو سعيد عمرو بن محمد بن منصور العدل ثنا السري بن خزيمة ثنا عثمان بن سعيد المري ثنا علي بن صالح عن عاصم عن زر عن عبد الله رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة وأبوهما خير منهما

Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Amru bin Muhammad bin Manshur Al ‘Adl yang berkata telah menceritakan kepada kami As Sariyy bin Khuzaimah yang berkata telah menceritakan kepada kami Utsman bin Sa’id Al Muri yang berkata telah menceritakan kepada kami Ali bin Shalih dari Ashim dari Zirr dari Abdullah RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Hasan dan Husain Sayyid [Pemimpin] pemuda surga dan Ayah mereka lebih baik dari mereka” [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4779].

Hadis riwayat Al Hakim ini telah dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan disepakati shahihnya oleh Adz Dzahabi [Talkhis Al Mustadrak 3/182 no 4779]. Para perawinya adalah perawi yang terpercaya dan hasanul hadis.
  • Abu Sa’id Amru bin Muhammad bin Manshur adalah perawi yang shaduq hasanul hadis. As Sam’ani menyebutkan kalau dia adalah Syaikh Naisabur yang telah meriwayatkan darinya para hafizh seperti Abu Ali Al Hafizh, Abu Husain Muhammad bin Muhammad bin Yaqub bin Ismail bin Hajjaj, Abu Ali Al Masarjisi, dan para syaikh hafizh lainnya [Al Ansab As Sam’ani 2/92]. Al Hakim telah meriwayatkan banyak hadis darinya dan berhujjah dengan hadisnya serta menshahihkan hadis-hadisnya. Telah meriwayatkan dari Amru bin Muhammad bin Manshur sekumpulan perawi tsiqat seperti Al Hakim seorang Imam Al Hafizh Allamah Syaikh Al Muhaddis [As Siyar 17/163 no 100], Abu Ali Naisaburi Al Hafizh Al Imam Allamah Ats Tsabit [As Siyar 16/52 no 38], Abu Husain Al Hajjaji Al Hafizh Naisabur yang tsiqat [Syadzrat Adz Dzahab 3/68] dan Abu Ali Al Masarjisi Al Hafizh Al Kabir Ats Tsabit Al Imam [As Siyar 15/287 no 203].
  • As Sariy bin Khuzaimah adalah seorang hafizh yang tsiqat. Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Hafizh Al Imam Al Hujjah Muhaddis Naisabur. Al Hakim menyatakan ia tsiqat [As Siyar 13/245 no 128].
  • Utsman bin Sa’id Al Murri adalah perawi yang shaduq hasanul hadis. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 8 no 14371]. Ibnu Hajar menyatakan ia “maqbul” [At Taqrib 1/659] dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Utsman bin Sa’id adalah seorang yang shaduk hasanul hadis karena telah meriwayatkan darinya banyak perawi tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Tahrir At Taqrib no 4474].
  • Ali bin Shalih adalah Ali bin Shalih bin Shalih bin Hay Al Hamdani salah seorang perawi Muslim dan Ashabus Sunan yang dikenal tsiqat. Ahmad, Ibnu Ma’in, Nasa’i, Ibnu Hibban, Al Ajli dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 561]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/696]
  • Ashim bin Bahdalah adalah perawi Bukhari Muslim dan Ashabus Sunan. Ia seorang hadisnya hasan. Ahmad bin Hanbal, Ibnu Sa’ad, Ibnu Ma’in, Abu Zar’ah, Al Ajli, Ibnu Hibban dan Ibnu Syahin menyatakan ia tsiqat. An Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Hatim berkata “tempat kejujuran dan hadisnya baik” [At Tahdzib juz 5 no 67]. Adz Dzahabi berkata “seorang yang shaduq dan hadisnya hasan” [Man Tukullima Fihi Wa Huwa Muwatstsaq no 171].
  • Zirr bin Hubaisy adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ia seorang tabiin yang dikenal Alim dan Utama. Ibnu Ma’in, Ibnu Sa’ad dan Al Ajli menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 597]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/311].
Hadis Ibnu Mas’ud diatas memiliki sanad yang hasan dan bisa dijadikan hujjah. Hadis tersebut menunjukkan bahwa Imam Ali termasuk pemuda ahli surga tetapi beliau telah dikhususkan oleh Rasul SAW memiliki kedudukan yang lebih baik dari kedua putranya yaitu Imam Hasan dan Imam Husain. Bukankah perkara ini sangat jelas menunjukkan keutamaan Imam Ali dibanding para sahabat lain termasuk Abu Bakar dan Umar. Jika Imam Hasan dan Imam Husain menjadi Sayyid bagi para pemuda ahli surga yang berarti lebih utama dibanding para sahabat pemuda ahli surga maka Imam Ali [yang lebih baik dari kedua Sayyid pemuda ahli surga] jelas jauh lebih baik kedudukannya dibanding semua para sahabat Nabi yang akan menjadi ahli surga.

Syubhat Para Pengingkar.
Ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa Abu Bakar dan Umar lebih utama dari semua sahabat Nabi yang lain termasuk Imam Ali. Mereka berdalih dengan hadis “Abu Bakar dan Umar Sayyid Kuhul Ahli Surga”. Hadis ini tidaklah tsabit [Semoga Allah SWT memberikan kesempatan kepada kami untuk membahas hadis ini]. Hadis ini sangat jelas bertentangan dengan hadis shahih dan mutawatir kalau “Hasan dan Husain Sayyid Pemuda Ahli Surga”. Apalagi diketahui bahwa ahli surga itu disifatkan dengan syabab bukannya kuhul.

حدثني زهير بن حرب حدثنا عبدالرحمن بن مهدي حدثنا حماد بن سلمة عن ثابت عن أبي رافع عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال من يدخل الجنة ينعم لا يبأس لا تبلى ثيابه ولا يفنى شبابه

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi yang berkata telah menceritakan kepada kami Hamad bin Salamah dari Tsabit dari Abi Rafi’dari Abu Hurairah dari Nabi SAW yang berkata “barang siapa yang masuk surga maka akan selalu merasakan nikmat yang tidak akan hilang. Tidak akan lusuh pakaiannya dan kepemudaannya tidak akan sirna” [Shahih Muslim 4/2181 no 2836].

Perhatikan lafaz “Syababuhu” bukankah itu menunjukkan kalau sifat ahli surga adalah syabab bukannya kuhul dan ini membuktikan kalau hadis “Sayyid Kuhul” adalah hadis yang mungkar [bertentangan dengan hadis shahih]. Silakan diperhatikan hadis berikut:

عن أبي هريرة  قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم أهل الجنة شباب جرد مرد مكحلين لا تبلى ثيابهم ولا يفنى شبابهم

Dari Abu Hurairah yang berkata “Rasulullah SAW bersabda “Ahli surga adalah Pemuda berkulit halus, amrad [belum tumbuh jenggot], bercelak mata, tidak akan lusuh pakaiannya dan kepemudaannya tidak akan sirna. [Sifat Al Jannah Abu Nu’aim Al Asbahani no 266].

Hadis Abu Nu’aim ini diriwayatkan dengan sanad yang jayyid dan memiliki syawahid sehingga bisa dijadikan hujjah. Salah satu sanad yang disebutkan Abu Nu’aim adalah:

حدثنا محمد بن علي بن حبيش ثنا الهيثم بن خلف الدوريثنا عبيد الله بن عمرثنا معاذ بن هشام حدثني أبي عن عامر الأحول عن شهر بن حوشب عن أبي هريرة

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ali bin Hubaisy yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Haitsam bin Khalaf Ad Dawri yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar yang berkata telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku dari Amir Al Ahwal dari Syahr bin Hawsyab dari Abu Hurairah [Sifat Al Jannah Abu Nu’aim Al Asbahani no 266].

Para perawi sanad ini adalah perawi tsiqat dan hasanul hadis kecuali Syahr bin Hawsyab, ia diperselisihkan sebagian menghasankan hadisnya sebagian lagi mengkritiknya. Pendapat yang benar adalah ia seorang yang hadisnya hasan dengan syawahid atau mutaba’ah.
  • Muhammad bin Ali bin Hubaisy adalah perawi yang tsiqat . Abu Nu’aim dan Ibnu Abi Fawaris menyatakan ia tsiqat [Tarikh Baghdad 3/300 no 1387].
  • Al Haitsam bin Khalaf Ad Dawri adalah perawi yang tsiqat. Al Ismaili berkata “dia seorang yang tsabit” [Su’alat Al Hamzah no 375]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat mutqin [As Siyar 14/261 no 168].
  • Ubaidillah bin Umar bin Maisarah adalah perawi Bukhari Muslim yang tsiqat. Ibnu Ma’in, Al Ajli, Ibnu Sa’ad, Nasa’i, Ibnu Qani’, Ibnu Hibban dan Maslamah bin Qasim menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 72]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat tsabit [At Taqrib 1/637].
  • Muadz bin Hisyam adalah perawi kutubus sittah yang dijadikan hujjah oleh Bukhari dan Muslim. Ibnu Ma’in terkadang berkata “tidak kuat” terkadang berkata “tsiqah”. Ibnu Qani’ menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 370]. Dalam Tahrir At Taqrib disebutkan Muadz bin Hisyam seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 6742].
  • Hisyam bin Abu Abdullah Dustuwa’i adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ath Thayalisi berkata “Hisyam amirul mukiminin dalam hadis”. Al Ajli dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat, Ahmad, Abu Nu’aim dan Abu Hatim memujinya. [At Tahdzib juz 11 no 85]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 2/267].
  • Amir bin Abdul Wahid Al Ahwal adalah perawi Muslim dan Ashabus Sunan. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat. Ibnu Ma’in berkata ‘la ba’sa bihi” [yang berarti tsiqah]. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Ady mengatakan tidak ada masalah dalam riwayatnya. As Saji menyatakan ia shaduq. Ahmad bin Hanbal dan Nasa’i menyatakan ia tidak kuat. [At Tahdzib juz 5 no 24]. Ibnu Syahin memasukkannya sebagai perawi tsiqat [Tarikh Asma Ats Tsiqat no 869]. Ibnu Hajar menyatakan shaduq tetapi sering salah [At Taqrib 1/463] tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau Amir bin Abdul Wahid seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir At Taqrib no 3103]. Pernyataan inilah yang benar karena mereka yang melemahkan Amir yaitu Ahmad dan Nasa’i tidak menyebutkan alasannya ditambah lagi pencacatan “laisa bi qawy” bisa berarti seorang yang hadisnya hasan.
  • Syahr bin Hawsyab adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim dan Ashabus Sunan. Ia seorang yang diperbincangkan kedudukannya. Sebagian menta’dilkannya dan sebagian mencacatnya. Hadisnya hasan jika memiliki syawahid atau mutaba’ah. Ibnu Ma’in, Al Ajli, Yaqub bin Syaibah, Yaqub bin Sufyan menyatakan ia tsiqah. Bukhari berkata “seorang yang hadisnya hasan”. Ahmad bin Hanbal dan Abu Zar’ah berkata “tidak ada masalah dengannya”. Diantara yang melemahkannya adalah Musa bin Harun, Yahya bin Sa’id, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Syu’bah, Ibnu Ady dan yang lainnya. [At Tahdzib juz 4 no 635].
Hadis Syahr bin Hawsyab dari Abu Hurairah ini memiliki syahid dari hadis Anas yang diriwayatkan Bukhari dalam Tarikh Al Kabir dengan jalan sanad dari Hisyam bin Ammar dari Walid bin Muslim [tsana] dari Al Awza’i dari Harun bin Ri’ab dari Anas bin Malik dengan lafaz “ahlul jannah syabab” [Tarikh Al Kabir juz 8 no 2779]. Semuanya adalah perawi tsiqah hanya saja Harun diperselisihkan apakah ia mendengar dari Anas atau tidak sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 2/257]. Pada dasarnya Ibnu Hajar hanya mengutip dari Ibnu Hibban dimana Ibnu Hibban mengalami tanaqudh, terkadang ia berkata Harun mendengar langsung dari Anas [Ats Tsiqat juz 5 no 5973]  dan terkadang ia berkata Harun tidak mendengar dari Anas [Ats Tsiqat juz 7 no 11555]. Cukuplah kiranya Harun sebagai seorang tabiin yang tsiqat dan an’ an ahnya dari Anas dianggap muttashil. Kedua hadis ini baik Abu Hurairah maupun Anas saling menguatkan sehingga dapat dijadikan hujjah dan sama-sama mengandung lafaz bahwa “Ahli surga adalah Pemuda”. Jadi sifat yang dinisbatkan kepada ahli surga adalah syabab bukannya kuhul dan ini sangat sesuai dengan hadis “Hasan dan Husain Sayyid syabab [pemuda] ahli surga”.  

Wallahu’alam

Dzurriyat Rasulullah.

Sekilas Riwayat Dzurriyat (Para Anak Cucu/ Keturunan) Baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam

Pendahuluan
Ad Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Said ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata, “Kemurkaan Allah swt amat besar kepada orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keturunanku.”

Dalam al Ausath, Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Hasan bin Ali ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Pertahankanlah rasa cinta kalian kepada ahlul bait, karena barang siapa yang berjumpa dengan Allah swt sementara ia mencintai kami, maka ia akan masuk surga dengan syafaat kami. Demi Dzat yang menggenggam jiwaku, ketahuilah bahwa perbuatan seorang hamba tidak akan berguna baginya kecuali ia mengetahui hak kami.”

Ad Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari Ali ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “4 golongan yang akan aku tolong kelak di hari kiamat adalah orang yang memuliakan keturunanku, orang yang berusaha memenuhi kebutuhan mereka, orang yang berusaha membantu segala urusan mereka ketika terdesak, serta para pecinta mereka dengan hati & lisannya.”

Abu Na’im meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Utsman bin Affan ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa berbuat baik kepada salah seorang dari bani Muthalib di dunia, sementara salah seorang dari mereka (bani Muthalib) tidak mampu membalasnya, maka akulah yang akan membalasnya kelak di hari Kiamat.”

Imam at Tirmidzi dan Imam ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Cintailah Allah agar kalian memperoleh sebagian nikmat-Nya, cintailah aku agar kalian memperoleh cinta Allah, dan cintailah keluargaku (ahlul baitku) agar kalian memperoleh cintaku.”

Para ahlul bait dan para sahabat ra memang bukan ma’sum (Terpelihara), tetapi mereka itu mahfuzh (Dipelihara) dengan pemeliharaan Allah swt terhadap orang-orang soleh.

Mungkin saja, secara syariat, mereka terjatuh ke dalam kesalahan dan dosa. Akan tetapi, Allah swt memelihara mereka dengan pemeliharaan dari-Nya. Dengan demikian, tidaklah salah bagi kaum muslimin untuk mencintai keluarga & keturunan baginda Nabi saw dengan sepenuh hatinya.

Meskipun begitu, menurut Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syathiri, pengasuh Rubat Tarim Hadramaut, apabila kita menemukan dari keturunan Rasul ada yang menyimpang, sebagai bentuk rasa cinta kasih kita kepada kereka, kita wajib ber amar ma’ruf nahi munkar.
Riwayat singkat kedua cucu baginda Nabi Muhammad saw.

Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Hasan bin Ali bin abi Thalib ra, bersama adiknya Sayyidina Husein bin Ali bin abi Thalib ra adalah cucu dan buah hati Baginda Rasulullah saw dari putri tercinta beliau saw, yaitu Siti Fathimah az zahra ra. Sayyidina Hasan ra, yang dilahirkan di Kota Madinah pada tanggal 15 Ramadhan tahun 3 Hijriah, merupakan cucu pertama baginda Nabi saw. Putra Imam Ali karamallahu wajhah ini sangat mirip dengan Rasulullah saw. Namun kebersamaan Rasulullah saw bersama Al Hasan dan saudara Al Husein tidak berlangsung lama, karena ketika Al Hasan masih berumur 7 tahun, Rasulullah saw meninggal dunia.

Kesedihan yang dirasakan oleh Siti Fathimah ra dan Imam Ali karamallahu wajhah atas wafatnya Rasulullah saw, juga dirasakan oleh Al Hasan. Maklum beliau sangat dekat dengan datuknya. Namun tidak lama kemudian, kira-kira enam bulan setelah Rosululloh SAW wafat, ibu tercintanya yaitu Siti Fathimah ra. meninggal dunia.

Sayyidina Hasan ra memegang tampuk pemerintahan sesudah ayahnya (Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra) wafat syahid terbunuh dipukul dengan pedang oleh Abdurahman bin Muljam, berdasarkan pembai’atan yang dilakukan oleh penduduk Kota Kufah. Beliau memerintah selama enam bulan dan beberapa hari, sebagai pemimpin yang benar, adil dan jujur.

Beliau (Sayyidna Hasan ra) membuat perjanjian damai dengan pemberontak Mu’awiyyah. Dengan terjadinya penyerahan kekuasaan dari Sayyidina Hasan ra ke Muawiyah yang terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Awal tahun 41 Hijriyah, maka kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Sahabat Muawiyah. Usia Muawiyah saat itu 66 tahun, sedang usia Sayyidina Hasan adalah 38 tahun. Dalam sejarah Islam, tahun dimana terjadi perdamaian antara Sayyidina Hasan ra dan Muawiyah ini, disebut ‘Aamul Jama’ah, karena pada saat itu kaum muslimin bersatu dibawah satu komando.

Selanjutnya beliau (Sayyidina Hasan ra) dan seluruh keluarganya segara meninggalkan Kufah dan kembali menetap di Madinah. Hampir 10 tahun Sayyidina Hasan ra tinggal di Madinah, dan waktunya banyak beliau habiskan dalam beribadah dan mengamalkan ilmunya. Apabila beliau selesai sholat subuh, beliau selalu mampir ketempat istri istri Rasulullah saw. Dan terkadang memberi mereka hadiah. Namun apabila beliau selesai sholat dhohor, beliau tetap duduk di Mas’jid mengajar, dan terkadang menambah ilmu dari para Sahabat Rasulullah saw yang masih ada.

Akhirnya, pada tanggal 28 Shafar tahun 50 Hijriyah, Sayyidina Hasan ra berpulang ke rahmatullah dalam usia 47 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Baqi’. Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: “Pada hari (penguburan Sayyidina Hasan ra) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak. Sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah.”.

Mengenai kematian Sayyidina Hasan ra ini, para ahli sejarah mengatakan, bahwa beliau wafat karena diracun. Saudaranya yaitu Sayyidina Husein ra, tatkala mengetahui sang kakak telah diracun, memaksanya agar memberitahu siapa pelakunya, namun beliau (Sayyidina Hasan ra) menolak.

Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqatiluth Thalibiyin menulis: “Mu’awiyah ingin mengambil bai’at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Sayyidina Hasan ra dan seorang sahabat ra Sa’d bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara diam-diam dengan racun.”.

As Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa’d dalam kitab At-Thabaqat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Sayyidina Hasan ra ketika sedang menghadapi sakaratul maut pernah berwasiat: “Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah saw”. Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa’d bin Al-’Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya.Akhirnya, jenazah Sayyidina Hasan ra diboyong menuju ke pekuburan Baqi’ dan dikuburkan di samping kuburan neneknya (Ibunda dari Sayyidina Ali bin abi Thalib ra), yaitu Fathimah binti Asad.

Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya Tadzkirah Al-Khawas menukil dari Abu Sa’id dalam Thabaqat-nya menyebutkan putra putri Sayyidina Hasan ra adalah: Muhammad Al-Ashghar, Ja’far, Hamzah, Muhammad Al-Akbar, Zaid, Hasan Al-Mutsana, Fatimah, Ummul Hasan, Umul Khair, Ummu Abdurrahman, Ummu Salmah, Ummu Abdullah, Ismail, Ya’qub, Abubakar, Thalhah dan Abdullah.

Muhammad Ali Shabban dalam bukunya ‘Teladan Suci Keluarga Nabi’ mengatakan keturunan Sayyidina Hasan ra yang sahih yang ada sekarang adalah Zaid dan Hasan Al-Mutsana. Zaid lebih tua dari saudaranya Hasan Al-Mutsana. Sesudah pamannya (Sayyidina Husein ra) meninggal, ia membai’at Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Menurut salah satu pendapat, Zaid hidup selama seratus tahun.

Sedangkan Hasan Al-Mutsana, ikut pamannya (Sayyidina Husein ra) di Karbala, dan mendapat luka-luka dalam perang melawan pasukan Yazid Muawiyyah. Ketika pihak musuh hendak mengambil kepalanya, mereka dapati ia masih bernafas, lalu Asma bin Kharijah Al-Fazzari berkata: ‘Biarkan dia kubawa!” Kemudian dibawanya ke Kufah dan diobati sampai sembuh. Setelah itu, Hasan Al-Mutsana kembali ke Madinah.

Habib Ali Zainal Abidin Assegaf, pengurus Naqobatul Asyrof Al-Kubro (lembaga pemeliharan, penelitian, sejarah dan pencatatan silsilah Alawiyin) mengungkapkan mayoritas habib (sayyid) di Indonesia yang ber-fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan yang bernama Hasan Al-Mutsana. Pemilik fam Al-Hasani, kata dia, tak sebanyak jumlah fam di keluarga Bani Alawi yang merupakan keturunan Sayyidina Husein ra. “Al-Hasani itu mastur (tidak banyak, langka dan tersembunyi, red),” ujar Chaidar.

Al-Hasani memang mastur, tapi diantara yang sedikit itu saat muncul ke permukaan sangat masyhur (sangat terkenal). Beberapa figur ternama yang memiliki fam Al-Hasani adalah Sulthanul Awlia (Pemimpin Para Wali) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Syekh Saman Al-Madani (pendiri Tarekat Sammaniyah), Abul Hasan Asy-Syadzili (Sufi besar asal Maroko), Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliky dan putranya Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky al Hasani.

Beliau, Al Imam As Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani (wafat dan di makamkan di pemakaman Ma’la, Makkah Al Mukarromah pada 15 Ramadhan 1425H / 29 Oktober 2004), adalah seorang Muhaddits & tokoh Ulama Sunni abad ini, seorang mufassir yang ahli dalam ilmu Fiqh, Aqidah, Tasawwuf, dan Sirah. Diantara kitab karya monumental beliau yang telah mendapat sambutan tidak kurang dari 40 ulama besar dunia. adalah : Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan).

Beliau (Abuya Al Maliki), sebagaimana diceritakan oleh Ketua Tanfidziyah PB NU, Prof DR. KH Said Agil Siraj MA dalam majalah Sabili No. 14 (4 Febr 2010), pernah melakukan debat terbuka dengan Syeikh Abdul Azis bin Baz (Mufti Kerajaan Arab Saudi). Debat tsb Alhamdulillah dimenangkan oleh Abuya Al Maliki, tapi oleh pemerintah Saudi dokumentasi debat ini tidak boleh disebarluaskan. Akhirnya, abuya Al Maliki menuliskan hasil debat tersebut dengan bahasa yang sudah diperhalus, serta dengan tidak menyebutkannya sebagai hasil debat, dalam kitab beliau: Mafahim Yajibu An Tushahhah.

Dari kediaman beliau di Makkah Al mukarromah yang juga merupakan Majelis Ilmu dan Ribath Sunni, telah bermunculan ulama-ulama besar yang membawa panji Rasulullah ke seluruh penjuru dunia. Murid-murid beliau dapat kita jumpai di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika dan terutama Asia. Di Indonesia, Haiah As Shofwah adalah wadah bagi para alumni dari ma’had beliau.

Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Husein ra (Abu Abdillah) adalah cucu Rasulullah saw dan beliau adalah adik dari Sayyidina Hasan ra. Beliau ra lahir pada hari ke 5 bulan Sya’ban tahun ke 4 hijriyah. Sayyidina Husein ra gugur sebagai syahid dalam usia 57 tahun, pada hari Jum’at, hari ke 10 (Asyura) dari bulan Muharram, tahun 61 Hijriyah di padang Karbala, suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah.

Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein ra yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar “ALI ZAINAL ABIDIN”. Sedangkan Muhammad, Ja’far, Ali al-Akbar, Ali al-Asghar , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di Karbala). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.

Kaum Alawiyyin adalah keturunan dari Rasulullah saw melalui Imam Alwi bin Ubaydillah bin AHMAD AL MUHAJIR bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin ALI ZAINAL ABIDIN bin SAYYIDINA HUSAIN RA. Istilah Alawiyin atau Ba’alawi digunakan untuk membedakan keluarga ini dari keluarga para Sayyid yang lain yang sama –sama keturunan Rasulullah saw.

Prof. Dr. Hamka mengutip kata-kata mutiara dari al Imam Asy Syafi’i saat menulis kata sambutan dalam sebuah buku karangan Al Habib Hamid Al Husaini yang berjudul Al-Husain bin Ali Pahlawan Besar sbb: “Jika saya akan dituduh (sebagai) orang Syiah karena saya mencintai keluarga Muhammad saw, maka saksikanlah oleh seluruh manusia dan jin, bahwa saya ini adalah penganut Syi’ah.”.

Beliau juga pernah mengatakan : “Tidak layak untuk tidak mengetahui bahwa Alawiyyin Hadramaut berpegang teguh pada madzhab Syafi’i. Bahkan, yang mengokohkan madzhab ini di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, adalah para Ulama Alawiyin Hadramaut.”.

Di beberapa negara, sebutan untuk dzurriyat rasul saw ini berbeda-beda. Di Maroko dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan Syarif, di daerah Hijaz (Semenanjung Arabia) dengan sebutan Sayyid, sedangkan di nusantara umumnya mereka dikenal dengan sebutan Habib. Di Indonesia sendiri ada lembaga khusus yang berpusat di Jakarta, bernama Rabithah Alawiyah, yang mencatat nasab (silsilah) para Alawiyin. Sehingga benar-benar gelar Habib atau Sayyid tidak disalahgunakan oleh seseorang.

Dalam buku “Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh”, Prof DR. Hamka menyebutkan bahwa: “Gelar Syarif khusus digunakan bagi keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra apabila menjadi raja. Banyak dari para Sultan di Indonesia adalah keturunan baginda Rasulullah saw. Diantaranya Sultan di Pontianak mereka digelari Syarif. Sultan Siak terakhir secara resmi digelari Sultan Sayyid Syarif Qasim bin Sayyid Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Demikian pula dengan pendiri kota Jakarta yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati, beliau digelari Syarif Hidayatullah.”.

Kemudian Buya Hamka menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin (sayyid) pemuda ahli surga” (Seraya menunjuk kedua cucu beliau, Sayyidina Hasan dan Husain). Berlandaskan hadits tsb, sudah menjadi tradisi turun temurun bahwa setiap keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra digelari Sayyid.

Dipandang sangat tidak hormat kepada Rasulullah, jika ada yang mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak memiliki keturunan dan mengatakan bahwa orang yang mengaku keturunan beliau adalah seorang yang berbohong. Tidak akan mengatakan perkataan seperti ini kecuali orang yang iri dan dengki. (Seperti didalam Al Qur’an Surat Al Kautsar).

Pada sekitar abad 9 H sampai 14 H, mulai membanjirnya hijrah kaum Alawiyin keluar dari Hadramaut. Mereka menyebar ke seluruh belahan dunia, hingga sampailah ke nusantara ini. Diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang masih dapat disaksikan hingga kini, diantaranya: Kerajaan Al Aydrus di Surrat (India), Kesultanan Al Qadri di Kepulauan Komoro dan Pontianak, Kesultanan Al Bin Syahab di Siak dan Kesultanan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama Alawiyin pada masa itu adalah Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad (Shahibur Ratib Al Haddad). Sejarawan Hadramaut, Syaikh Muhammad Bamuthrif, mengatakan, bahwa Alawiyin atau Qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut, dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika.

Riwayat Al Imam Ahmad Al Muhajir.
Beliau (Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra.) adalah dzurriyat (keturunan) baginda Nabi saw yang hijrah dari Baghdad (Iraq) menuju ke Hadramaut Yaman pada abad ke 4 Hijriah. Beliau memilih Hadramaut sebuah negeri miskin yang tandus sebagai tempat hijrahnya, demi untuk menyelamatkan akidah dan agamanya.

Pada saat itu (abad ke 4 Hijriah), merupakan masa yang paling gelap dalam sejarah Islam. Di kalangan muslimin, umat terpecah belah menjadi beberapa kelompok, diantaranya: Sunnah, Syiah, Khawarij, Mu’tazilah (Faham Rasionalisme pertama dalam Islam) dan lain – lainnya. Belum lagi datangnya kelompok Zanji (Komunitas budak kulit hitam asal Afrika) di kota Bashrah (Iraq), yang menjarah dan banyak menimbulkan kekacauan di segala bidang.

Disebutkan bahwa ketika terjadi serangan dari kelompok Zanji ini, ribuan warga Basrah terbunuh dalam tiap harinya (871 M). Ditambah lagi kehadiran kaum Qaramitha (Kelompok ekstrim Syiah yang berniat menumbangkan kaum Sunni) pada tahun 310 H, yang telah menjadikan kota Basrah semakin mencekam. Pada masa itu, sejarah mencatat, bahwa pada tahun 930 M, kaum Qaramitha masuk dan menyerang kota suci Makkah, bahkan Hajar Aswad berhasil dijebol dan dirampok dari tempat asalnya dan berada di tangan kaum Qaramitha selama 23 tahun. Suasana Makkah dan Madinah saat itu sangat mencekam, pembunuhan terjadi di berbagai penjuru kota.

Dalam keadaan seperti itulah, Al Imam Ahmad Al Muhajir meninggalkan tanah kelahirannya untuk menyelamatkan akidahnya, serta bagi generasi keturunan berikutnya. Ketika masuk ke Hadramaut, beliau menggunakan metode dakwah dengan akhlak yang lembut dan luwes. Menurut sumber sejarah yang shahih, dikatakan bahwa madzhab Khawarij merupakan madzhab yang paling banyak dianut masyarakat di Hadramaut kala itu. Mereka saling berebut pengaruh dengan kelompok Zaidiyah (Penganut Syiah yang ajarannya mendekati Ahlussunnah).

Namun dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Al Imam Ahmad Al Muhajir beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih dan Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah. Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh penduduknya.

Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Ini dapat dilihat bagaimana amalan mereka dalam bidang ibadah, yang tetap berpegang pada madzhab Syafi’i, seperti pengaruh yang telah mereka tinggalkan di Nusantara ini. Dalam bidang Tasawuf, meskipun ada nuansa Ghazali, namun di Hadramaut menemukan bentuknya yang khas, yaitu Tasawuf sunni salaf Alawiyin yang sejati.

Dari Hadramaut inilah, anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Saat ini negeri muslimin terbesar di dunia adalah Indonesia , dan yang membawa Islam ke Indonesia adalah penduduk Yaman (yang datang pada abad ke – 16 dari Hadramaut dan juga ada yang melalui Gujarat), dari keluarga Al Hamid, As Saggaf , Al Habsy dan As Syathiry, Assegaf dan lain lain (masih banyak lagi para keluarga dzurriyat baginda Nabi saw, yang sampai kini masih terus berdakwah membimbing ummat di bumi Indonesia seperti: Al Aydrus, Al Attas, Al Muhdhor, Al Haddad, Al Jufri, Al Basyaiban, Al Baharun, Al Jamalullail, Al Bin Syihab, Al Hadi, Al Banahsan, Al Bin Syaikh Abu Bakar, Al Haddar, Al Bin Jindan, Al Musawa, Al Maulachila, Al Mauladdawilah, Al Bin Yahya, Al Hinduan, Al Aidid (–bukan Aidit–), Al Ba’bud, Al Qadri, Al Bin Syahab, dan lain lain) termasuk juga para Wali Songo, yang menyebar ke pedalaman – pedalaman Papua , Sulawesi, Pulau Jawa , mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.

Khusus para Wali Songo, menurut Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syathiri (pengasuh Rubat Tarim Hadramaut), silsilah mereka sampai kepada Paman dari Al Faqih Al Muqaddam, yaitu Al Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyin bin Ubaydillah bin Imam Ahmad Al Muhajir.

Mereka (para Wali Songo) selalu berpegang teguh kepada para leluhurnya, yaitu bermadzhab Syafi’i secara Fiqih, dan secara aqidah mereka menganut teologi Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan manhaj dakwah mereka mengikuti thariqah Ba’alawi.

Maka benarlah sabda Baginda Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu :

أَتَاكُمْ أَهْلَ اْليَمَن هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوْبًا اَلْإِيْمَانُ يَمَانٌ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَّةٌ

“ Datang kepada kalian penduduk Yaman, mereka lebih ramah perasaannya dan lebih lembut hatinya, iman adalah pada penduduk Yaman, dan hikmah kemuliaan ada pada penduduk Yaman .” ( Shahih Al Bukhari ).

Para ulama ahlu Yaman sejak berabad –abad tahun yang lalu didakwahi pertama kali oleh sayyidina Ali bin Abi Thalib kw dan sayyidina Mu’adz bin Jabal ra . Sayyidina Mu’adz bin Jabal ke Yaman Utara dan sayyidina Ali bin Abi Thalib ke Yaman Selatan, Hadramaut . Demikian dakwah kedua shahabat ini membuka Yaman menjadi wilayah muslimin , dan disabdakan oleh Rasul yang berdoa:

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا

“ Ya Allah limpahkanlah keberkahan untuk wilayah Syam, Ya Allah limpahkanlah keberkahan untuk Yaman “

Syam adalah wilayah Jordan dan sekitarnya , mengapa Rasulullah mendoakan keberkahan untuk wilayah yaman ? , karena beliau mengetahui bahwa nanti stelah beliau wafat akan ada Al Imam Ahmad Al Muhajir keturunan beliau hijrah ke Yaman dari Baghdad dan kemudian terus menyebar Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan hadits ini , beliau berkata bahwa hadits ini terikat pada kaum Anshar karena ternyata kaum Anshar itu adalah keturunan orang –orang Yaman , yang mana Rasulullah telah bersabda :

مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُمُ اللهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُمُ اللهُ

“ Barangsiapa yang mencintai Anshar maka ia dicintai Allah , dan siapa yang membenci Anshar maka ia dibenci Allah “

Anshar adalah keturunan orang Yaman , bahkan Hujjatul Islam wabarakatul anam Al Imam An Nawawy alaihi rahmatullah menjelaskan bahwa penduduk Makkah pun ketika di masa datangnya Siti Hajar ‘alaihassalam yang ditinggalkan oleh nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang ketika itu sayyidah Hajar bersama putranya yaitu nabi Ismail alaihissalam ditinggal di Makkah, ketika itu datang kafilah dari Bani Tihamah dari Yaman , jadi penduduk Makkah pun asal muasalnya dari Yaman juga , ternyata Makkah dan Madinah awalnya juga dari Yaman, demikian pula muslimin yang sampai ke Indonesia awalnya juga dari Yaman. Maka benarlah sabda Baginda Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan kemuliaan ahlu Yaman. Subhanallah.
(Diolah dari berbagai sumber)

Daftar Rujukan:
- 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia; Abdul Qadir Umar Mauladawilah.
– Petunjuk Monogran Silsilah Berikut Biografi dan Arti Gelar Masing-masing Leluhur Alawiyin; Al Habib Muhammad Hasan Aidid.
– 60 Hadits tentang Ahlul Bait Nabi saw; Al Imam al Hafizh Jalaluddin as Suyuthi.
– Katakan Inilah Jalanku; Ceramah Al Habib Jindan bin Novel bin salim bin Jindan.
– Kemuliaan Ahlu Yaman, Ceramah Al Habib Munzir Al Musawa, 8 Februari 2010.
– Mutiara Ahlul Bait dari Tanah Haram; Al habib Muhsin bin Ali Hamid Ba’alawi.

Perhatikan Khutbah  Imam Ali as sebagai Berikut:

khutbah Imam Ali Memberi peringatan kepada kelompok Muhajirin dan Anshar yang telah mengkhianati beliau as



“Wahai orang-orang dari Muhajirin dan Anshar, orang-orang yang mendengar kata-kataku, sudahkah kalian mentaati aku untuk sesuatu yang diwajibkan atas diri kalian, maupun itu berupa bai’at kalian kepadaku untuk tunduk ataukah janji kalian kepadaku untuk menerima kata-kataku. Pada hari itu bai’at kalian kepadaku lebih bersemangat daripada bai’at kalian kepada Abubakar dan Umar. Oleh karena itu mengapa mereka, yang telah menentangku, tidak mencabut bai’at mereka dari kedua orang tersebut sampai mereka mati, sementara mereka telah mencabut bai’at mereka kepadaku dan tidak melaksanakan perintah-perintahku ? Tidakkah kalian tahu bahwa bai’at kepadaku adalah kebutuhan kalian, baik bagi yang hadir maupun yang tidak hadir !?…”

Syaikh Mufid, dalam “Al-Irsyad”, jilid 1, hal. 261-262   [Lihat Catatan Kaki no.  23]
————————————–
Pada khutbah yang lain, Imam Ali as berkata :
“Ketika [Q.S. 29:1-2] turun. Saya tahu bahwa fitnah tidak akan menimpa kita selagi Rasul saww berada di antara kita. Maka saya berkata : ‘Wahai Nabi Allah, apakah fitnah yang diberitahukan Allah Yang Mahatinggi kepada anda ?’. Beliau menjawab : ‘Hai Ali, umatku akan menciptakan kekacauan sepeninggalku’ “.

Nahjul Balaghah, khutbah 156. [Lihat  Catatan Kaki no.  24]

———————————————
Dan sebagaimana yang saya singgung di atas, berikut kutipan khutbah Imam Ali as yang memuji para sahabat Rasul saww yang setia, yang di kemudian hari menjadi pendukung dan sahabat beliau as yang setia pula : “Dimanakah saudara-saudaraku, yang telah mengambil jalan (yang benar) dan melangkah dalam kebenaran ? Dimanakah Ammar ? Dimanakah Ibn Tayyihan ? Dimanakah Dzusy-syahadatain ? Dimanakah lainnya yang seperti mereka di antara sahabat mereka, yang telah membai’at sampai mati dan yang kepalanya dibawa kepada musuh yang keji ?”

Nahjul Balaghah, khutbah no. 182. [Lihat Catatan Kaki no.  25]

—————————
KHUTBAH SYIQSYIQIYYAH.


Berikut adalah khutbah Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah, yang mengecam perampasan hak imamah dari beliau as :

“Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abubakar) membusanai dirinya dengan (kekhalifahan) itu, padahal ia pasti tahu bahwa kedudukan saya sehubungan dengan itu adalah sama dengan kedudukan poros pada kincir. Air bah mengalir menjauh dari saya dan burung tak dapat terbang sampai kepada saya. Saya memasang tabir terhadap kekhalifahan dan melepaskan diri darinya. Kemudian saya mulai berpikir, apakah saya harus menyerang ataukah menanggung dengan tenang kegelapan membutakan dan azab, dimana orang dewasa menjadi lemah dan orang muda menjadi tua, dan orang mukmin yang sesungguhnya hidup di bawah tekanan sampai ia menemui Allah. Saya dapati bahwa kesabaran atasnya lebih bijaksana. Maka saya mengambil kesabaran, walaupun ia menusuk di mata dan mencekik kerongkongan. Saya melihat PERAMPOKAN warisan saya sampai ORANG PERTAMA menemui ajalnya, tetapi mengalihkan kekhalifahan kepada Ibn Khattab sesudah dirinya.

Aneh bahwa selagi hidup ia ingin melepaskan diri dari kekhalifahan, tetapi ia mengukuhkannya untuk yang lainnya setelah matinya. Tiada ragu bahwa KEDUA ORANG INI sama bersaham pada puting-puting susunya semata-mata di antara mereka saja. Yang satu ini menempatkan kekhalifahan dalam suatu lingkungan sempit yang alot dimana ucapannya sombong dan sentuhannya kasar. Kesalahannya banyak, dan banyak pula dalihnya kemudian. Orang yang berhubungan dengannya adalah seperti penunggang unta binal.
Akibatnya demi Allah manusia terjerumus ke dalam kesemberonoan, kejahatan, kegoyahan dan penyelewengan. Namun demikian saya tetap sabar walaupun panjangnya masa dan tegarnya cobaan, sampai ketika ia pergi pada jalannya (mati), ia menempatkan urusan kekhalifahan pada suatu kelompok dan menganggap saya salah satu dari mereka. Tetapi Ya Allah, apa hubungan saya dengan musyawarah ini.
Sehingga ORANG KETIGA dari orang-orang ini berdiri dengan dada membusung antara kotoran dan makanannya. Bersamanya sepupunya bangkit menelan harta Allah seperti seekor unta menelan rumput musim semi, sampai talinya putus, tindakan-tindakannya mengakhiri dirinya dan keserakahannya membawanya jatuh tertelungkup.

Pada waktu itu tak ada yang mengagetkan saya selain kerumunan orang yang maju kepada saya seperti bulu tengkuk rubah, sehingga Hasan dan Husein terinjak dan kedua ujung baju bahu saya robek. Mereka berkumpul di sekitar saya seperti kawanan kambing. Ketika saya mengambil kendali pemerintahan, suatu kelompok memisahkan diri dan satu kelompok lain mendurhaka, sedang sisanya mulai menyeleweng seakan-akan mereka tidak mendengar kalimat Allah yang mengatakan : ‘Negeri Akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa’ [Q.S. 28:83].

Ya, demi Allah, mereka telah mendengarnya dan memahaminya, tetapi dunia nampak berkilau di mata mereka dan hiasannya menggoda mereka. Lihatlah, demi Dia yang memilah gabah dan mencipta makhluk hidup, apabila orang-orang tidak datang kepada saya dan para pendukung tidak mengajukan hujjah, dan apabila tidak ada perjanjian Allah dengan ulama bahwa mereka tak boleh berdiam diri dalam keserakahan si penindas dan laparnya orang tertindas, maka saya akan sudah melemparkan kekhalifahan dari bahu saya, dan memberikan orang yang terakhir perlakuan yang sama seperti orang yang pertama. Maka anda akan melihat bahwa dalam pandangan saya dunia anda ini tidak lebih baik dari bersin seekor kambing”.
Nahjul Balaghah, khutbah “Syiqsyiqiyyah” (khutbah no. 3). [Lihat Catatan Kaki no.  40].

(Scondprince/Syiahali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: