Pesan Rahbar

Home » , , , , » Peran wanita-wanita Nainawa ( IMAM HUSAIN Pemilik Mata Air Tanak Suci KARBALA )

Peran wanita-wanita Nainawa ( IMAM HUSAIN Pemilik Mata Air Tanak Suci KARBALA )

Written By Unknown on Sunday, 12 October 2014 | 19:06:00

Tanya: Padahal Imam Husain as. tahu bahwa ia akan gugur di padang Karbala. Lalu mengapa ia membawa sanak saudaranya bersamanya? Apa peran para wanita yang dibawa oleh beliau dalam meletusnya revolusi Husaini?

Jawab: Sebenarnya perjuangan Imam Husain as. memiliki dua wajah. Wajah pertama adalah perjuangan dan pengorbanan, dan wajah kedua adalah penyampaian pesan. Kita sendiri tahu bahwa menyampaikan pesan yang dimaksud oleh beliau tidak akan terlaksana tanpa pengorbanan yang beliau lakukan. Jika kita menyimak sejarah beliau, kita akan mendapati bahwa para wanita yang ikut bersama beliau memiliki peran penting dalam penyampaian pesan tersebut. Meskipun mereka juga berperan dalam membantu para pejuang dan melayani mereka, tapi peran para wanita yang sebenarnya adalah peran penyampaian pesan.

Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang peran para perempuan yang ikut bersama Imam Husain as., kita perlu memberikan dua pendahuluan.  

Pertama, semua kebijakan Imam Husain as. didahului oleh perhitungan dan pemikiran yang jeli. Yang dapat kita jelaskan tentang mengapa beliau membawa keluarganya menuju Kufah adalah, karena beliau pernah mendapatkan ilham sebelumnya melalui perantara nabi yang beliau lihat di mimpinya agar beliau membawa keluarganya ikut bersamanya. Diilhamkan kepada beliau bahwa keluarga mereka akan ditawan.[1] Beliau menyadari bahwa keridhaan Allah ada pada tertawannya keluarga beliau. Dengan demikian, atas dasar kemaslahatan yang beliau pikirkan, beliau memutuskan untuk membawa mereka. Pada hakikatnya, dengan langkah ini, artinya beliau telah mengirimkan para penyampai pesannya ke berbagai kota, dan bahkan ke dalam istana khalifah.

Kedua, tentang peran para perempuan dalam sejarah yang mana tak ada satu orangpun yang mengingkari peran mereka dalam sejarah. Meskipun terkadang tidak nampak, tapi paling tidak secara tidak langsung mereka memiliki perannya masing-masing. Tidak ada yang mengingkari bahwa salah satu peran perempuan adalah membentuk lelaki, dan lelaki menciptakan sejarah. Dan sesungguhnya peran wanita dalam membentuk lelaki lebih banyak dan lebih besar dari peran lelaki dalam membentuk jalur sejarah.

Jika kita ingin membahas bagaimana para perempuan berperan dalam sejarah, kita bisa membagi para perempuan tersebut menjadi tiga kelompok:
Pertama, para wanita yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga tapi mereka tak memiliki peranan yang berarti. Keberhargaan ini yang membuat kaum lelaki menyimpan wanita di tempat yang aman bagai “benda” dan keberhargaan inilah yang memberikan pengaruh-pengaruh tertentu kepada lelaki.
Kedua, pada sebagian komunitas sosial, para wanita tidak lagi dianggap sebagai “benda”, tapi manusia. Mereka memiliki peran yang nayata dalam sosial. Akan tetapi, mereka terlalu membaur dalam pergaulan bebas dan hadir di mana-mana dan menyebabkan mereka tidak lagi memiliki keistimewaan sebagai sosok peremuan yang berharga. Mereka kehilangan nilai diri karena pergaulan mereka yang tanpa batas. Dalam keadaan seperti ini, memang para wanita memiliki peran dalam sosial, akan tetapi dikarenakan beberapa faktor lain yang tak terkendali, perempuan menjadi sesuatu yang biasa dan tidak memiliki keistimewaan yang begitu penting.
Ketiga, para wanita yang diinginkan Islam. Dalam pandangan Islam, perempuan haruslah berupa sosok yang berharga. Dengan artian, mereka harus berupa pribadi yang memiliki jiwa sehat, terhiasi dengan kesempurnaan insani seperti keilmuan, seni, tekat yang kuat, keberanian, kepandaian dan lain sebagainya. Akan tetapi di sisi lain perempuan harus menjaga martabat dan kepribadiannya dalam pergaulan. Al Qur’an sering menceritakan para wanita yang memiliki kemuliaan tinggi seperti ini, contohnya adalah Hawa yang diberi kemuliaan sebagai istri nabi Adam, Sarah istri Ibrahim yang mampu melihat para malaikaat dan berbicara dengan mereka, Maryam yang diberi rizki dari langit oleh Tuhannya sehingga Zakariya terheran-heran dan juga Fathimah Azzahra as. yang merupakan telaga Kautsar bagi Rasulullah saw.

Dalam sejarah Islam, sebaik-baiknya perempuan yang dapat dijadikan tauladan adalah Fathimah Azzahra as. Ia sangat bergembira ketika Rasulullah saw. menyerahkan urusan rumah tangga kepadanya. Tapi di lain sisi, ia juga pandai berceramah di masjid dan mengungkapkan kata-kata tentang Tauhid yang tak mampu diungkapkan seseorang seperti Ibnu Sina. Tapi pada saat itu juga, beliau berpidato di balik tabir, yakni menjaga jaraknya dari para lelaki. Kenyataan ini menunjukkan betapa seorang perempuan dapat memberikan dampak positifnya kepada masyarakat.

Dengan dua pendahuluan ini, kita musti katakan bahwa perjuangan di Karbala adalah peristiwa yang mana lelaki dan perempuan memiliki peran di dalamnya. Akan tetapi, peran tersebut dijalankan dengan cara yang semestinya tanpa keluar dari lingkaran yang telah digariskan.

Peran para lelaki dalam peristwa Asyura telah kita ketahui dengan jelas; akan tetapi setelah peristiwa itu terjadi, yakni setelah hari Asyura, baru terlihat peran para wanita yang salah satunya adalah Sayidah Zainab as. Beliau memperlakukan jasad suci Imam Husain as. dengan perlakuan yang membuat kawan maupun lawan menangis haru. Ialah orang pertama yang mengadakan majlis tangisan atas Imam Husain as. Ialah yang merawat Imam Zainal Abidin as. dan para wanita lainnya serta anak-anak kecil. Di dekat pintu gerbang Kufah ia berceramah dengan lantang yang menggambarkan keberanian Ali as. dan keanggunan Zahra as. Dengan ceramahnya beliau membangunkan jiwa penduduk Kufah dan dengan demikian mereka sadar akan apa yang telah mereka lakukan. Seperti inilah perempuan yang diinginkan Islam. Islam menginginkan perempuan yang berpribadi agung dan juga menjaga kesuciannya.[2]

Berdasarkan apa yang telah kita jelaskan, sesungguhnya keberadaan keluarga Imam Husain as. pada peristiwa itu sangat penting sekali. Pertama, mereka memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyampaikan pesan Imam Husain as. Kedua, selain mereka mampu menyampaikan pesan, para musuh pun tidak bernai mencederai mereka, karena jika mereka melukai para wanita dan anak kecil mereka akan dicela luar biasa di mata masyarakat dunia sepanjang sejarah.

Dan juga jika kita ingin memandang peristiwa Asyura dengan kaca mata irfani, kita akan memahami bahwa Imam Husain as. berusaha menyerahkan dan mengorbankan segala wujudnya tanpa sedikitpun yang tersisa di jalan Allah. Beliau melakukan segalanya dengan ikhlas dan hasilnya adalah, Asyura selalu membekas sepanjang masa dan selalu memberikan dampaknya yang luar biasa baik terhadap Muslimin maupun selainnya. Di hari kiamat pun para syuhada Asyura akan mendapatkan derajat yang sangat tinggi sehingga semua orang menjadi iri.

Untuk kembali memberikan penjelasan lebih lanjut tentang masalah yang sedang kita bahas akan diberikan dua keterangan sebagai berikut:

Menyampaikan Pesan

Tugas-tugas dan peran dalam kehidupan bersosial tidak hanya milik kaum lelaki. Para perempuan Muslimah juga berkewajiban untuk mematuhi sang pemimpin dan membelanya. Mereka juga berkewajiban untuk menentang pemimpin-pemimpin yang tidak adil dan mengkritik mereka. Perempuan juga harus hadir dalam kegiatan-kegiatan sosial yang konstruktif.

Sebagaimana Fathimah Azzahra as. yang tak kenal lelah menuntut hak Imam Ali as. dan membeberkan keburukan sebagian orang munafik, Sayidah Zainab as. juga melakukan hal yang sama untuk kakaknya pada peristiwa Karbala.

Setiap perjuangan seperti yang dilakukan oleh Imam Husain as. terdiri dari dua unsur, darah dan pesan. Darah adalah perjuangan dan pengorbanan; sedangkan pesan adalah maksud dan tujuan-tujuan dari perjuangan tersebut.

Dua unsur ini terlihat jelas dalam peristiwa Asyura. Perjuangan yang dilakukan Imam Husain as. hingga sore hari Asyura memiliki unsur darah, yakni pengorbanan. Setelah itu, nampak unsur kedua, yaitu penyampaian pesan sepeninggal Imam Husain as. yang mana tugas tersebut diemban oleh Sayidah Zainab as. dengan bantuan Imam Zainal Abidin as. Dengan kata-katanya yang berapi-api belau menyampaikan pesan Asyura, pesan Imam Husain as., dan dengan demikian tersingkaplah siapa Bani Umayah yang sesungguhnya.
Bani Umayah sejak zaman Mu’awiyah telah melancarkan propagandanya yang bertujuan menjelekkan Ahlul Bait as. Oleh karena itu, jika keluarga Imam Husain as. yang tidak terbunuh di padang Karbala tidak meneruskan usaha beliau untuk menyingkap keburukan mereka, maka sampai selamanya keburukan tersebut akan terus tertutupi dan keluarga nabi semakin dilupakan dan dianggap tidak berharga.

Tapi para perempuan itu telah memberikan jasa terbaiknya dan dengan demikian Bani Umayah tidak bisa seenaknya melakukan apapun yang mereka inginkan. Kita akan memahami lebih dalam lagi bagaimana peran mereka jika kita mengkaji sejarah pemerintahan Bani Umayah di Syam.

Menggagalkan Propaganda Bani Umayah.

Syam semenjak dikuasai oleh Muslimin, negri itu berada di bawah kendali orang-orang seperti Khalid bin Walid dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Penduduk negri ini jarang sekali menerima nasehat-nasehat dan tutur kata Rasulullah saw.; mereka juga tidak tahu seperti apa sahabat-sahabat nabi dan bahkan pengetahuan mereka tentang Islam sangat terbatas sekali. Tidak lama setelah Islam memasuki Syam ada 113 sahabat Rasulullah saw. yang tinggal di sana; entah mereka datang ke negri itu bersamaan dengan ditakhlukkannya Syam ataukah setelah itu. Tetapi hanya segelintir orang saja di antara mereka yang pernah bertemu dengan nabi untuk beberapa saat dan mereka cuma menukil beberapa penggal hadis dari Rasulullah saw.

Kebanyakan dari mereka telah meninggal dunia di masa kekhilafahan Umar dan Utsman. Ketika peristiwa Asyura terjadi, saat itu jumlah mereka tinggal sebelas orang.
Saat itu mereka adalah orang-orang lanjut usia yang berusia sekitar tujuh puluh atau delapan puluh tahun. Mereka lebih memilih hidup menyendiri daripada bermasyarakat. Akibatnya, generasi muda penduduk kota Syam tidak mengetahui apa-apa tentang Islam. Mungkin menurut mereka Islam sama seperti kekuasaan-kekuasaan lainnya yang pernah menguasai negri mereka. Tidak aneh bagi mereka ketika mereka melihat para penguasa membangun istana yang megah, berfoya-foya dan menghukum siapa saja yang menentang mereka. Mereka terbiasa dengan semua itu karena sebelumnya negri mereka juga dikuasai oleh orang-orang yang bersifat sama. Mereka pasti mengira apa yang terjadi di Madinah sama seperti apa yang sedang terjadi di tempat tinggal mereka.[3]

Mu’awiyah kurang lebih memerintah di Syam selama 42 tahun. Selama ia memerintah, ia melakukan segala usaha untuk membuat masyarakat buta akan agama yang sebenarnya dan tidak bertanya-tanya lagi tentang apa yang dilakukan penguasa mereka.[4] Mu’awiyah tidak hanya menguasai mereka dengan kekuatan militernya, tapi ia juga menguasai pola pikir mereka. Segala yang disampaikan oleh Mu’awiyah kepada mereka diberi nama ajaran Islam dan mereka pun menerimanya begitu saja.

Bani Umayah selalu melancarkan propagandanya dalam rangka menjelekkan Ahlul Bait as. Begitu juga sebaliknya, mereka menyebut diri mereka sebagai keluarga yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Fenomena ini sangat memprihatinkan. Ketika pemerintahan Bani Abbas berdiri, beberapa orang yang pernah menjabat dalam pemerintahan Umayah berkata kepada orang-orang Bani Abbas, “Sumpah setelah kematian Marwan (khalifah terakhir Bani Umayah) kami baru tahu bahwa Rasulullah saw. juga memiliki keluarga selain Bani Umayah yang dapat menjadi pewarisnya.[5]

Oleh karenanya, kita tidak perlu terheran-heran saat kita membaca kronologi peristiwa Asyura kita mendengar pembicaraan warga Damaskus yang berkata kepada Imam Zainal Abidin as., “Segala puji bagi Allah karena kalian telah dibinasakan dan kami menjadi aman dari bahaya kalian.” Imam diam dan bersabar. Lalu tak lama kemudian beliau membaca ayat, “Sesungguhnya Allah hendak mensucikan kalian hai Ahlul Bait sesuci-sucinya.” Kemudian beliau berkata, “Ayat ini turun untuk kami.” Setelah itu baru orang tadi menyadari kenyataan yang sebenarnya. Mereka baru tahu bahwa para tawanan itu bukan orang asing, tapi mereka adalah cucu-cucu Rasulullah saw. Mereka menyesali kebodohan diri mereka lalu bertaubat.[6]

Oleh karena itu, usaha Imam Husain as., sayidah Zainab as. dan Imam Sajjad as. untuk mendatangi rumah-rumah dan berceramah di depan khalayak adalah untuk menggagalkan propaganda Bani Umayah tersebut.

Menyingkap Topeng Kebusukan.

Tujuan lain keberadaan keluarga Imam Husain as. pada peristiwa Asyura adalah menyingkap keburukan Yazid dan pemerintahannya.
Salah satu cara yang sangat efektif dalam propaganda adalah berpura-pura terzalimi. Banyak orang yang melakukan cara ini demi mencapai tujuan-tujuannya. Karena secara alami semua orang membenci kezaliman begitu juga orang-orang yang zalim. Kebanyakan orang merasa kasihan dengan orang yang dizalimi dan paling tidak, orang yang dizalimi lebih mendapatkan perhatian dari mereka.

Akan tetapi yang terjadi di Karbala bukanlah dibuat-buat. Ahlul Bait as. dengan nyata dizalimi meski mereka memang ingin berkorban untuk agama. Mereka menyampaikan pesan-pesan Imam Husain as. kepada semua orang dengan sebaik-baiknya; dan bahkan sekarang pun kita bisa mendengar suara mereka di hati kita karena keterzaliman mereka.

Anak-anak kecil dan para wanita yang tidak memiliki senjata dan tidak mampu membela diri harus berhadapan dengan kekerasan yang luar biasa. Anak kecil berusia enam bulan meninggal dunia di tepi sungai Furat dalam keadaan haus. Seorang anak perempuan tergeletak di samping tubuh ayahnya yang berlumur darah. Kemah-kemah terbakar api yang melahap. Keadaan mereka sebagai orang yang dizalimi membuat hati banyak orang bergetar dan suara mereka lebih didengarkan. Keterzaliman mereka sangat berperan dalam menjaga kekekalan Asyura dan para syuhada sepanjang masa.

Ketika Imam Sajjad as. berada di Syam dan ingin mengumumkan keburukan Bani Umayah, beliau berkata, “Mereka telah membunuh ayahku dengan memotong-motong tubuhnya. Bagaikan seekor burung yang bulu-bulunya dicabut dan sayap-sayapnya dipatahkan.”

Jika Imam Sajjad as. hanya berkata, “Mereka telah membunuh ayahku.” Maka perkataan beliau tidak memberikan dampak apapun di hati mereka. Karena mereka telah terbiasa mendengar ada orang yang terbunuh dalam peperangan dan Imam Husain as. tidak ada bedanya dengan mereka.

Imam Sajjad as. berkata, “Jika kalian ingin membununya, lalu mengapa harus sperti ini kalian membunuh? Mengapa kalian mencincang tubuhnya bagai mematah-matahkan sayap seekor burung tak berdaya? Mengapa kalian membunuhnya dalam keadaan haus padahal ia berada di dekat air? Mengapa kalian tidak menguburkannya? Mengapa kemah-kemah kami kalian bakar? Mengapa kalian membunuh anak-anak kecil tak berdosa?” Kata-kata beliau memberikan dampak yang cukup dalam di hati orang-orang yang hadir pada waktu itu dan menyebabkan kesadaran dan kebangkitan mereka.

Sebagai penutup, pada dasarnya Yazid ingin membunuh Imam Husain as. dan menawan keluarganya supaya tidak ada lagi gerak-gerik yang menentang dan melawan mereka. Ia mengejar tujuannya dengan menggunakan cara kekerasan. Akan tetapi, yang ia dapat justru sebaliknya; dengan terbunuhnya Imam Husain as. serta jasa para perempuan dari keluarga beliau, keburukan nyata Bani Umayah tersingkap dan terdengar di mana-mana lalu pada akhirnya kehancuran Bani Umayah yang menjadi kalimat akhir kisah mereka.


[1] Biharul Anwar, jilid 44, halaman 364.
[2] Humase e Husaini, jilid 1, halaman 397-411 dan jilid 2 halaman 231-236.
[3] Sayid Ja’far Syahidi, Qiyam Imam Husain as., halaman 185.
[4] Muhammad Ibrahim Ayati, Barresiy e Tarikh e Asyura, halaman 47.
[5] Ibnu Abil Hadid, Syarhu Nahjul Balaghah, jilid 7, halaman 158.
[6] Akhtab Khwarazmi, Maqtalul Husain, jilid 2, halaman 61; Al Luhuf, halaman 74.

IMAM HUSAIN Pemilik Mata Air Tanak Suci KARBALA.

Diambil dari  Dialog Sunni Dan Syiah  


Hauzah Maya
Soal Jawab Seputar Fiqh Ahlulbait
Peran Para Wanita dan Anak-Anak di Karbala

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi ala Muhammad wa Aali muhammad


Padahal Imam Husain as tahu bahwa ia bakal terbunuh di Karbala. Lalu mengapa beliau membawa keluarganya? Kalau hanya untuk menyampaikan pesan Asyura kepada orang lain, beliau sudah membawa Imam Sajjad as dan ia telah melakukan tugas itu. Lalu untuk apa beliau masih membawa Ali Asghar yang masih bayi?

Pada dasarnya ada dua pertanyaan:
1. Apa tujuan Imam Husain as membawa wanita dan anak-anak ke Karbala?
2. Apa peran wanita dan anak-anak dalam peristiwa Asyura?

Jawaban pertanyaan pertama
Para ahli sejarah menjelaskan beberapa alasan:

A. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab untuk membawa anak istri mereka dalam perjalanan-perjalanan panjang dan peperangan, yang tujuannya adalah membuktikan tekat yang kuat. Berdasarkan kebiasaan itu, dengan membawa keluarganya, Imam Husain as ingin mengajak sahabat-sahabatnya untuk berkorban demi Islam meski dengan harta dan jiwa baik diri maupun anak istri. Di sisi lain, orang-orang yang menolong Imam Husain as, jika mereka menolongnya di tengah-tengah keluarganya, hal itu lebih baik; sebagaimana membiarkan beliau di tengah-tengah keluarganya adalah tidak baik.[1]

B. Ada kemungkinannya jika beliau meninggalkan keluarganya di Madinah maka keluarga beliau lebih terancam bahaya.[2] Karena jika beliau tidak membawa keluarganya, bisa jadi Bani Umayyah menawan keluarga beliau lalu memaksa Imam Husain as untuk membai’at Yazid demi dibebaskannya anak dan istrinya. Kalau begitu hanya ada dua pilihan bagi Imam Husain as: Menyerah demi membebaskan keluarganya, atau meneruskan perjalanannya dan membiarkan keluarganya tersiksa; dan kedua pilihan itu sangat merugikan bagi beliau dan perjuangannya akan berakhir sia-sia.

C. Sebagaimana yang dapat difahami dari beberapa riwayat, perjuangan Imam Husain as berdasarkan tugas Ilahi, dan membawa keluarga dalam perjuangan tersebut adalah penyempurnanya. Dengan cara itu beliau dapat menyingkap kedok kebusukan Bani Umayyah dan mencegah mereka melunturkan nilai-nilai Islam. Hal itu dapat kita fahami dari ucapan beliau sendiri saat berkata kepada Muhammad Hanafiah: “Setelah engkau pergi, aku bermimpi melihat Rasulullah saw berkata kepadaku: “Wahai Husain! Pergilah ke Iraq. Karena Tuhan berkehendak untuk menyaksikanmu terbunuh di jalan-Nya.”" Lalu Muhammad Hanafiah membaca ayat “Inna lillah…” kemudian bertanya mengapa beliau harus membawa keluarganya? Imam as menjawab: “Tentang mereka pun aku juga diberi tahu bahwa Tuhan telah berkehendak melihat mereka ditawan.”[3]

Imam Husain as menyadari bahwa terbunuhnya dia dan ditawannya keluarganya adalah keridhaan Allah swt. Oleh karena itu beliau membawa keluarganya bersamanya ke Iraq dan dengan perjalanan itulah mereka mengukir sejarah. Alasan ini lebih ditekankan oleh ulama kita.[4]
Lalu timbullah pertanyaan berikutnya: Apa peran para wanita dan anak-anak di peristiwa Asyura?

Jawaban pertanyaan kedua :
Salah satu alasan mengapa beliau membawa para wanita dan anak-anak adalah tugas yang mereka jalankan pasca Asyura. Jadi dapat dijelaskan bahwa perjuangan Imam Husain as memiliki dua fase:
Fase pertama adalah perjuangan dan pengorbanan beliau dan sahabat-sahabatnya;
fase kedua adalah penyampaian pesan Karbala yang dijalankan oleh para wanita dan anak-anak.
Oleh karena itu kita dapat menjelaskan peranan para wanita dan anak-anak di Karbala dengan penjelasan ini:

Menyampaikan pesan
Sejarah mencatat bahwa sering kali kaum wanita memiliki peranan penting di samping kaum lelaki. Kita sendiri telah menyaksikan peran Khadijah as bersama Rasulullah saw, Fathimah Azzahra as bersama Imam Ali as, dan Zainab as bersama Imam Husain as.
Tragedi Karbala hingga sore Asyura adalah fase pertama perjuangan Husaini; yang berisi dengan tertumpahnya darah Imam Husain as dan para sahabatnya. Setelah itu dimulailah fase kedua yang dilakoni oleh Imam Sajjad as dan Zainab as. Mereka dengan lantang meneriakkan pesan-pesan Husaini kepada penduduk Syam yang selama ini termakan propaganda Bani Umayyah. Selama ditawan oleh Bani Umayyah, Imam Sajjad as dan Zainab as terus berusaha menjelaskan kepada semua orang siapa sebenarnya Bani Umayyah dan menyingkap kedoknya.

Memerangi propaganda Bani Umayyah dan mengenalkan Ahlul Bait as
Semenjak Syam dikuasai umat Islam, pemerintahan negeri itu berada di tangan orang-orang seperti Khalid bin Walid dan Mu’awiyah. Selama itu penduduk negeri itu tidak terlalu banyak tahu tentang Islam sebenarnya, tidak pernah mendengarkan perkataan nabi dan juga sahabat-sahabatnya sebagaimana penduduk Madinah.

Menurut sebagian sejarawan, ada sekitar 113 sahabat yang ikut memenangkan Syam lalu tinggal di sana. Namun mereka tidak terlalu mengenal Rasulullah saw dan hanya hidup sebentar dengan beliau. Hanya satu atau dua hadits yang mereka riwayatkan dari nabi.
Sampai masa kebangkitan Imam Husain as, hanya sebelas orang dari mereka yang masih hidup. Mereka sudah berusia lanjut, sekitar delapan puluh tahunan, itupun mereka hidup dengan cara mengasingkan diri. Oleh karenanya kebanyakan masyarakat Syam tidak tahu menahu tentang Islam yang sebenarnya.[5]
Mu’awiyah telah memerintah di Syam selama hampir empat puluh dua tahun dan selalu berusaha menjauhkan masyarakat dari Islam yang sebenarnya. Dengan caranya memerintah ia berhasil menundukkan semua orang hingga tak ada yang berani menentangnya.[6]

Dalam pemerintahan Bani Umayyah masyarakat telah termakan propaganda pemerintah. Keluarga nabi (Ahlul Bait as) disebut-sebut sebagai musuh agar dibenci, dan mereka (Bani Umayyah) menganggap dirinya sebagai keluarga dekat nabi yang setia. Sebenarnya hal itu terus berlangsung hingga berdirinya pemerintahan Abul Abbas Saffah (khalifah pertama Bani Abbas), sampai-sampai puluhan pejabat Syam bersumpah bahwa selama ini mereka tidak tahu bahwa Rasulullah saw memiliki keluarga selain Bani Umayyah.[7]

Oleh karenanya tidak mengherankan saat rombongan tawanan keluarga Imam Husain as digiring seseorang berdiri di hadapan mereka dan berkata: “Puji Tuhan yang telah membunuh kalian dan menyelamatkan kami dari bahaya kalian.” Imam Sajjad as diam sejenak lalu membaca ayat:“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab [33]:33) Lalu beliau berkata: “Ayat ini turun berkenaan dengan kami.” Akhirnya lelaki itu terkejut dan sadar bahwa tawanan-tawanan tersebut bukanlah musuh, namun Ahlul Bait yang sebenarnya. Akhirnya ia pun bertaubat.[8]

Dengan usaha Imam Sajjad as dan Zainab as yang mendatangi penduduk Syam dari rumah ke rumah, akhirnya propaganda Bani Umayyah telah luntur dan Ahlul Bait as yang sebenarnya telah dikenalkan.

Mencegah melencengnya pesan-pesan Asyura
Sebagaimana Bani Umayyah menipu masyarakat dengan mengenalkan Ahlul Bait as sebagai musuh Islam, mereka juga menganggap perjuangan Imam Husain as di Karbala adalah usaha pemberontakan terhadap pemerintah serta menyebut beliau sebagai orang murtad. Oleh karenanya, atas keyakinan itulah kebanyakan tentara Bani Umayah memerangi Imam Husain. Namun saat Imam Sajjad as dan Zainab as ditawan, mereka memiliki kesempatan yang cukup untuk menjelaskan kenyataan yang sebenarnya. Jika kita menyaksikan khutbah-khutbah Imam Sajjad as dan Zainab as, kita akan fahami bahwa kandungannya kurang lebih adalah menyalahkan Bani Umayyah, penduduk Kufah, mengenalkan Imam Husain as dan menjaga agar pesan-pesan Asyura tidak dilencengkan.

Syahid Dastegheib berkata: “Jika tidak ada Zainab as dan anak-anak kecil di Karbala, Bani Umayah pasti sudah melunturkan nilai-nilai perjuangan Imam Husain as di Karbala. Fakta dan kebenaran akan terus menerus tersembunyi. Apa lagi saat itu susah sekali untuk menyampaikan pesan kebenaran dan musuh terus berusaha memutar balikkan fakta.”[9]

Menyingkap kedok kaum zalim
Keadaan dizalimi adalah salah satu faktor yang efektif dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Karena secara alamiah manusia sangat membenci kezaliman dan kejahatan. Buktinya hingga sampai saat ini gelora api perjuangan Imam Husain as terus membara di hati orang-orang yang beriman.
Peran para tahanan, yang tidak memiliki senjata dan pertahanan, dengan cara kejam dang bengis dipukul dan dilukai, dihina, apa lagi anak-anak kecil yang terbunuh, semuanya sangat meluluhkan hati. Terbunuhnya anak berusia beberapa tahun di samping jasad Imam Husain as, terpotongnya leher Ali Ashghar dalam keadaan kehausan di pelukan ayahnya, dibakarnya kemah-kemah anak istri cucu nabi, semuanya menyampaikan pesan kebenaran kepada kita dan menjelaskan betapa busuknya pemerintahan Bani Umayyah.

Jika hanya kaum lelaki saja yang ada dalam tragedi pengorbanan itu, semua pasti berbicara bahwa itu adalah hal biasa. Karena lelaki memang terbiasa berperang. Namun ketika para wanita dan anak-anak juga menjadi korban, tidak ada yang bisa bertahan mendengar kisah tragedi itu. Dengan demikian tragedi Asyura menjadi lebih berdampak di hati setiap pendengarnya.

Jadi, alasan Imam Husain as membawa wanita dan anak-anak adalah:
1. Para wanita dan anak-anak dapat menyampaikan pesan.
2. Kurang lebih musuh tidak dapat menyerang mereka. Karena jika mereka sampai terluka, maka mereka akan dikecam sepanjang sejarah di atas tindakan keji.
3. Dari segi irfani, Imam Husain as telah mempersembahkan segala miliknya tanpa kurang sedikitpun di jalan Tuhan dengan penuh keikhlasan. Buah keikhlasan itu adalah kekalnya tragedi Asyura di sepanjang jaman dan efeknya bagi umat Islam dan selainnya.
4. Bukti betapa keji dan kejamnya Yazid, Muawiyah dan penyokong-penyokongnya, mereka begitu membenci ahlulbait, karena takut kedudukkan mereka tergugat, jadi mereka berusaha menghapuskan keturunan Nabi saw. sehingga kepada jenerasi ahlulbait yang masih bayi dan wanita-wanita yang lemah, yang tidak berdosa apa-apa sekalipun.
Wassalamu ala man ittaba'a al-huda.

SOLAWAT. Al-Fatihah
Sekian, terima kasih semoga bermanfaat
Wallahu a’lam bisshawab


Sumber : Hauzah Maya @ http://hauzahmaya.ir/2012/05/11/peran-para-wanita-dan-anak-anak-di-karbala/
Pada : 11 May 2012
Jumat, jam 10:43 AM
Tautan : Uthman Hapidzuin @ http://othmanhapidzuin.blogspot.com/


Referensi untuk mengkaji lebih jauh:
1. Sayid Ja’far Syahidi, Qiyam e Emam Husain.
2. Muhammad Ibrahim Ayati, Barresi e Tarikh e Asyura.
3. Syahid Murtadha Muthahari, Homase e Husaini.
4. Muhammad Shadiq Najmi, Sokhanan e Emam Husain bin Ali Az Madine ta Karbala.

Hadits akhir:
Imam Husain as di hari Asyura berkata: “Demi Tuhan! Aku tidak akan berlutut hina di depan kalian dan aku takkan lari bagai budak-budak dari kalian!”[10]


[1] Abbas Mahmud ‘Iqad, Abu Syuhada Al-Imam Husain, hal. 136.
[2] Syaikh Abdul Wahhab Kasyi, Ma’satul Husain Baina As-Sa’il wal Mujib, hal. 78 dan 79.
[3] Sayid Ibnu Thawus, Al-Luhuf fi Qatl Ath-Thufuf, hal. 94; Biharul Anwar, jil. 44, hal. 364.
[4] Murtadha Muthahari, Homase e Husaini, jil. 1, hal. 272; Sayid Abdul Husain Dastegheib,Sayidus Syuhada, hal. 177.
[5] Syahid Ja’far Shahidi, Qiyam e Emam Husain, hal. 185.
[6] Muhammad Ibrahim Ayati, Barresi e Tarikh e Asyura, hal. 47.
[7] Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jil. 7, hal. 159.
[8] Khwarazmi, Maqtal Al-Husain, jil. 2, hal. 61; Luhuf, hal. 237-239.
[9] Abdul Husain Dastegheib, Sayid Asy Syuhada, hal. 177.
[10] Al-Irsyad, hal. 235.

Tulisan yang mungkin berkaitan:

1 - Peran wanita-wanita Nainawa
2 - Nama para khalifah pada anak-anak Ali?
3 - Setiap hari adalah Asyura, seluruh tempat adalah Karbala
4 - Kronologi singkat peristiwa Karbala
5 - Syiahkah pembunuh Imam Husain as sebenarnya?
6 - Meminta air
7 - Mengapa hanya Asyura yang dibesar-besarkan?
8 - Apakah kewajiban Amar Makruf gugur karena resiko bahaya?
9 - Sahabat Imam Husain yang tetap hidup pasca Asyura
10- Berkabungnya Ahlul Bait untuk Al Husain

Tanya dan jawab:
* Asyura, Bani Umayyah, Imam Husain, Karbala, Muawiyah, Nainawa, wanita dan anak-anak, dan Yazid.


 

IMAM HUSAIN Pemilik
Mata Air Tanah Suci KARBALA

Labbaika Ya Husain!
Labbaika Ya Husain!
Labbaika Ya Husain!
KULLU YAUMIN 'ASYURA
KULLU ARDHIN KARBALA...
wahai sekelian manusia
tidakkah kalian memperhatikan?
kerajaan Muawiyyah dan Abbasiah
telah runtuh dan tumbang
meninggalkan bekas-bekas kehinaan
sedangkan tak akan terputus
rantai NUBUWWAH
tak akan terputus
rantai IMAMAH
wahai orang-orang yang dengki
yang menyimpan dendam
yang tega menyiksa Imamku
dengan kehausan
tak akan terhenti
percayalah...
kesaksian debu-debu
dan pasir berdesir
tak akan terhenti
darah membasah
tak akan terhenti
derasnya air mata
tak akan terbuang
tanah turbahku
dari bumi mata air
tanah suci Imam Husain
KARBALA...

Tapi aku malu
diperhatikan
oleh insan-insan durjana
mengaku sebagai pemimpin Islam
yang tidak tahu malu
tidak tahu bersyukur
sudah diizinkan secubit kuasa
cuba meragut IMAMAH
tidak sekadar itu
malah mereka yang memisahkan
kepala Imamku
cucu mulia Rasulku
yang tidak bersalah
yang disucikan dari sebarang dosa
aku juga ingin bertanya
kepada Muawiyyah dan Yazid!
kenapa kalian bunuh Imamku?
apa kesalahannya pada kalian?
hilangkan kekuasaan kalian
jika kalian mengakui
Imamku sebagai Imam kalian?
cuma sekadar hormat
atau sekadar mengakui
apakah itu berat bagi kalian
apakah itu akan menyebabkan
hilangnya kekuasaan kalian?
kalian tidak rugi apa-apa
Bukankah itu adalah Imam kalian juga!
Imam azali pilihan tuhan
tahukah kalian
Imamku tidak gilakan dunia
Imamku tidak gilakan kuasa
Imamku hanyalah seorang Imam
yang menjaga titipan Tuhannya
darjatnya lebih tinggi dari semua
yang kalian kejar
Tapi...kenapa?
kalian lebih senang hati
membunuhnya
kalian sungguh munafik
menjual nama agama Allah
yang menjadi titipan
kakek Imamku
dengan harga yang amat murah.

Bagaimana mungkin
kami dapat melupakan
apa yang terjadi padamu
Ya Husein
bagaimana mungkin
kami akan ridho
terhadap pelaku pelaku Dzalim
seperti Yazid ibn Muawiyah ibn Abu Sofyan
bagaimana kami boleh percaya
bila Muawiyyah menyembunyikan
kebenaran IMAMAH
Kebenaran NUBUWWAH
dengan sombong
berbohong pada dunia
bahawa Imamku
seorang pemberontak
terhadap kekuasaan
yang kalian rampas
Ah...bani Umaiyyah
laknatullah alaihim
Siapa kalian sebenarnya?
menggunakan kekuasan
dengan salah laku
sedangkan Imamkulah yang hak
penjaga IMAMAH
titipan KENABIAN
dasar perampas yang bathil
tunnggulah hari kalian
kalian akan terima pembalasan
atas apa yang telah kalian lakukan
atas apa yang kalian pilih sendiri
akan pedihnya siksaan abadi
tahukah kalian
sedangkan orang di luar Islam
hormatkan Imamku
pernahkah kalian mendengar
riwayat seorang Pendeta Nasrani
Ketika Menyaksikan Kepala Imam Husein
tertancap tombak dan keluarganya di Arak
bak pawai berkata:
" Sungguh lancang kalian,
bukankah itu cucu nabi kalian
yang telah di sebutkan dlm kitab kami?
kami umat nasrani
tidak berani mengusik onta
atau kuda yang pernah di tunggangi
oleh murid Isa,
bagaimana dengan kalian
dengan darah dingin
memenggal kepala cucu tersayang
nabi kalian dan menawan
para wanita keluarganya.

Pada hari ini
bagaimana nak ku sembunyikan
gundah gulanaku
menyaksikan umat kakekmu
terus terusan terfitnah
dan saling berbunuhan sesama sendiri
walhal kakekmu itu
menyeru kapada
"RAHMATAN ALAMIN"
Darahku jadi panas
mendidih...
biarlah...
walau kita tak pernah ketemu
biar ku rangkul rinduku
ingin ku gapai tanganmu
Tapi cinta, tak semestinya memiliki

Dihujung sepi ini
seakan ku gapai gemgamanmu
inginku
berlari
di deras hujan
berselindung
dibalik gelak tawa
menutupi wajah
agar kau juga
tidakkan tahu
aku masih menangis
Ya Allah ...berilah aku kekuatan
untuk mendukung
perjuanganmu
perjuangan kakek
Imam junjunganku...

Imam Ja'far Shadiq as
berkata: "Kami Ahlulbayt
adalah Bahtera Penyelamat.
Dan Bahtera Kakekku Al Husain,
Lebih Luas...."

Selamat memasuki
Bulan penuh airmata
dan bulan kesedihan,
Muharram.

Uthman Hapidzuin
Sabtu, 02 November 2013 | 07:11

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: