Pesan Rahbar

Home » » Bencana di Aceh : Pelajaran Tauhid Kepada Hamba – Nya yang Lalai

Bencana di Aceh : Pelajaran Tauhid Kepada Hamba – Nya yang Lalai

Written By Unknown on Wednesday, 26 November 2014 | 19:06:00


“Seandainya penutup disingkapkan (dariku), niscaya tidak akan menambah keyakinanku (karena sudah begitu kuat)” (Imam Ali as)


Beberapa waktu lalu saya menerima sebuah email dari seseorang. Email itu berisi beberapa gambar masjid yang selamat dari kehancuran sesaat setelah terjadi gempa bumi dan gelombang Tsunami di Aceh, tepatnya 26 Desember 2004 lalu. Dalam gambar yang diambil dari atas terlihat sebuah masjid yang berdiri kokoh, sementara bangunan di sekililingnya hancur lebur dihantam badai. Teman saya seorang muslimah (muallaf) dari Eropa melalui email tidak dapat menutupi rasa terkejutnya menyaksikan foto – foto tersebut. Sungguh pemandangan yang menakjubkan, sekaligus juga mengherankan katanya. Menyaksikan satu bangunan utuh sementara bangunan lainnya luluh lantak tersapu hantaman badai Tsunami jelas bukan peristiwa biasa.

Pada saat yang sama kita juga menyaksikan Masjid Baiturrahman di pusat kota Banda Aceh, yang merupakan kebanggaan masyarakat Nangroe Aceh Darussalam (NAD), berubah fungsi menjadi benteng terakhir bagi para korban yang menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Fungsi masjid saat itu tidak lagi menjadi sekedar rumah peribadatan ritual, namun juga menjadi tempat perlindungan terakhir bagi masyarakat yang tidak lagi memiliki tempat berlindung. Dalam gambar rekaman yang ditayangkan di TV terlihat banyak masyarakat yang selamat, berdiri di puncak masjid sambil menyaksikan derasnya ombak Tsunami yang hanya dalam hitungan detik menghancurkan kehidupan masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di Banda Aceh seketika.

Apa yang sesungguhnya terjadi di Aceh saat itu menurut para ahli merupakan tragedi terbesar di abad ini. Kota Meulaboh dan sekitarnya, tempat dimana gempa bumi dan gelombang Tsunami terjadi, nyaris menjadi kota mati. Kota yang terkenal dengan garis pantainya yang indah, kini menjadi kota yang tidak lagi ramah terhadap penduduknya. Ribuan orang mengungsi mencari tempat yang layak untuk mereka tinggal.

Mayat berserakan dimana – mana. Diperkirakan sekitar 100 ribu orang menjadi korban keganasan gempa yang diikuti gelombang Tsunami tersebut. Belum lagi infrastruktur kota yang hancur. Sampai – sampai Kofi Anan, sekjen PBB, saat berkunjung tidak menduga bahwa peristiwa tersebut akan berdampak sedemikian besar seperti yang ia lihat. Gambar dan foto yang merekam ganasnya peristiwa itu benar – benar menjadi lembaran sejarah hitam bagi masyarakat yang mengalaminya. Bencana besar di penghujung tahun 2004.

Diluar itu ada banyak cerita yang kita saksikan yang dapat menjadi pelajaran penting bagi kita yang masih hidup. Beberapa fragmen kisah yang diluar kemampuan manusia terjadi, dan menjadi kisah yang memberi kita sebuah pandangan baru mengenai hidup ini. Betapapun kisah beberapa masjid yang selamat masih dapat diperdebatkan, namun tetap saja rumah – rumah Allah itu menjadi sebuah tanda bagi orang – orang yang berakal tentang salah satu bukti kekuasaan Allah SWT.

Cerita lain datang dari kisah yang saya kutip dari Kompas Minggu sesaat setelah terjadi bencana. Sebelum terjadi gempa menurut penuturan Kompas, terlihat ada banyak burung – burung yang berterbangan yang mengundang banyak perhatian masyarakat. Kokok ayam yang saling bersautan di malam hari tiada henti, seakan memberi isyarat bahwa akan ada sebuah peristiwa yang amat memilukan bakal terjadi. Sayangnya masyarakat Aceh saat itu tidak membaca arah dan sinyal alam ini.

Dalam tulisan lainnya juga disebutkan bahwa seusai bencana tidak ada satu pun hewan besar seperti gajah ataupun hewan buas lainnya yang menjadi korban. Fakta ini seolah membenarkan pendapat yang merujuk pendapat Imam Ja’far Shadiq as sehubungan dengan bencana gempa bumi. Menurut pendapat yang dinisbatkan kepadanya, disebutkan bahwa bila terjadi gempa bumi atau bencana alam di siang hari, maka tidak akan ada satupun hewan yang menjadi korban. Sebaliknya jika bencana gempa bumi terjadi di malam hari, maka hewan – hewan pun akan menjadi korban bersama masyarakat. Sejauh ini dari berita – berita yang kita lihat hampir sedikit sekali yang menyinggung tentang adanya korban dari hewan.

Gempa bumi dan gelombang Tsunami di Aceh seperti yang kita ketahui terjadi pada pagi hari, tepatnya sekitar pukul delapan pagi waktu sekitar. Dari laporan wartawan Kompas disebutkan bahwa gajah dan hewan – hewan buas selamat dan telah menyelamatkan diri di daerah perbukitan dan pegunungan, sesaat sebelum terjadi bencana. Tidak ditemukan hewan yang menjadi bagian dari korban gempa bumi dan gelombang Tsunami.

Ada banyak lagi cerita lain yang diluar kebiasaan. Misalkan, kisah seorang perempuan, kalau tidak salah namanya Muliawati, yang selama 8 hari sejak dihempas ombak besar Tsunami, bertahan di laut lepas. Ia hanya bertahan hidup dengan makanan seadanya dan minum dari air hujan, hingga satu kapal Malaysia menyelamatkan nyawanya. Juga, kisah seorang kakek berusia 70 tahun yang tetap hidup setelah tertimpa bangunan selama 12 hari, dan banyak cerita lainnya yang tidak mungkin dapat semua termuat disini.

Di luar kebiasaan dalam konteks diatas maksudnya, bahwa dalam ukuran normal yang umum terjadi di masyarakat, cerita ini sangat kecil kemungkinannya terjadi. Dalam ilmu statistik hal ini dikenal dengan istilah “outlayers”, suatu nilai yang berada diluar rata – rata (mean). Cerita – cerita tersebut seolah memberi tanda kepada kita tentang adanya “tangan – tangan gaib” yang telah menyelamatkan mereka.

Peristiwa yang memilukan ini telah menarik keprihatinan dan empati masyarakat dunia. Tidak itu saja, yang menarik adalah peristiwa ini telah memicu masyarakat Barat untuk mendiskusikan persoalan ini dari sudut keagamaan. Masyarakat Barat yang selama ini cenderung melihat segala sesuatu dari sudut pandang ilmiah yang eksperimental, kali ini mengakui akan kelemahan dan ketidakmampuan sains dalam mendeteksi dan menentukan kapan sesuatu seperti gempa bumi bakal terjadi. Ilmu pengetahuan geologi misalnya, sejauh ini hanya dapat meramalkan dan memberikan trend suatu peristiwa gempa bumi bakal terjadi. Mereka tidak dapat memastikan kapan gempa akan terjadi. Mereka mulai sadar dan melirik adanya kekuatan lain yang Maha Agung di balik fenomena alam ini, yaitu, Tuhan Alam Semesta.

Sementara dari kalangan lokal di Indonesia, peristiwa ini dipandang sebagai sebuah peringatan betapa bangsa ini telah sedemikian eksploitatifnya terhadap alam. Tidak itu saja bangsa ini telah terlalu banyak melakukan dosa – dosa yang mengundang bencana. KKN tidak saja telah menyengsarakan rakyat, bahkan kini telah mengundang amuk alam. Sehingga alam pun bereaksi atas tindakan – tindakan yang telah dilakukan manusia.

Buat saya pendapat itu sah – sah saja. Mengaitkan bencana dan dosa besar juga ada dasarnya seperti yang terjadi pada masa nabi Luth as. Saat itu banyak dari umat Nabi Luth as yang dihimpit bumi, ditenggelamkan gempa bumi akibat perbuatan mereka yang melampaui batas. Pertanyaannya, apakah masyarakat Aceh telah bertindak sebagaimana kaum yang hidup pada masa Nabi Luth as? Menurut saya rasanya tidak.

Ataukah gempa bumi ini hanyalah merupakan fenomena alam biasa yang tidak ada hubungannya dengan dosa dan kesalahan. Tuhan menciptakan alam ini tidak abadi. Secara perlahan, bumi terus bergerak menuju ke kehancuran. Pada saatnya alam ini seluruhnya akan hancur di hari kiamat nanti. Sehingga dengan kadarnya bumi khususnya, harus beradaptasi secara terus menerus dengan perubahan – perubahan yang terjadi sebagai sebuah keniscayaan dari pergerakannya.

Dengan susunan yang membentuknya dari lempengan – lempengan, bumi sangat mungkin dan rentan terjadi gempa – gempa yang akan membawa bumi pada sebuah keseimbangan baru. Ilmu geologi telah menguatkan kecenderungan ini dengan menyebut bahwa beberapa wilayah di dunia ini dikelilingi wilayah rawan gempa. Bahkan ada pendapat yang mengatakan, jika gempa bumi dan gelombang Tsunami ini tidak terjadi, maka kemungkinan akan terjadi gempa dan peristiwa yang jauh lebih dahsyat yang akan menimpa bumi kita.

Bukankah dahulu pun telah terjadi gunung meletus dan gempa bumi pada tahun 1600 – an, tanpa mengaitkannya dengan dosa dan kesalahan. Menurut pendapat Dr. Denny pakar geologi dari ITB yang bersama koleganya telah mengadakan penelitian yang mendalam mengenai gempa bumi di Indonesia, ia mengatakan bahwa setelah gempa besar sebelumnya gempa bumi akan terjadi mengikuti pola siklus tahunan tertentu. Dalam wawancara dengan Kompas Minggu tersebut ia menyebut siklus 200 tahunan. Sebelumnya dalam tulisan ilmiahnya bersama rekannya, di beberapa jurnal ilmiah, beliau telah mensinyalir akan terjadi gempa besar di kepulauan Sumatera di tahun - tahun mendatang. Ternyata, gempa bumi lebih cepat datangnya dari apa yang telah diperkirakan.

Kalau ini memang yang terjadi, maka ia akan menimpa siapa saja yang “kebetulan” tinggal di daerah yang rawan gempa. Tidak peduli siapa pun dia. Gempa bumi menurut pendapat ini dianggap sebagai hanyalah fenomena alam biasa.

Namun argumen ini bagi beberapa kalangan rasanya tetap sulit diterima akal sehat. Sulit diterima bahwa peristiwa yang maha dahsyat tersebut hanya sekedar fenomena alam, seolah tidak ada peran dan kontribusi manusia. Bukankah Tuhan dalam ayatnya mengatakan bahwa terjadinya kerusakan di muka bumi ini akibat tangan dan ulah dari manusia yang serakah.

Bukankah telah terjadi kerusakan di bumi Aceh sebelumnya, akibat eksploitasi akan kekayaan alam Aceh yang amat berlimpah dengan kekayaaan gas alamnya yang disinyalir terbesar di dunia. Namun ironisnya kekayaan tersebut tidak dinikmati oleh rakyat yang tinggal disekitarnya. Belum lagi dampak perebutan kekuasaan politik antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ribuan korban sipil jatuh, dan tindak asusila terhadap para korban di masa orba. Sungguh malang nasib rakyat tanah rencong ini!

Menurut pendapat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa peristiwa gempa bumi tidak terjadi dengan sendirinya. Gempa bumi adalah sebuah akibat yang mungkin merupakan akumulasi dari penebangan hutan, eksploitasi minyak dan gas bumi, yang dilakukan oleh manusia yang tidak memperhatikan kelestarian dan ekosistem alam. Ada peran yang signifikan yang dimainkan oleh manusia disini.

Saya tidak ingin masuk pada perdebatan mana pendapat diatas yang lebih tepat untuk menggambarkan sebab terjadinya bencana. Masing – masing dari kita memiliki pendapat dan kecenderungan pendapat tertentu, sesuai dengan frame yang membentuk pemikiran kita. Namun yang jelas, peristiwa ini telah menjadi sebuah pelajaran tauhid kepada kita bahwa sesungguhnya ada satu kekuatan besar yang benar – benar mengendalikan alam ini – masih ingat dengan contoh dan kisah diatas. Siapakah dia? Dialah Tuhan, Allah SWT.

Berbeda dengan ucapan Imam Ali as diatas, yang baginya, adanya maupun tiadanya gempa tidak akan mempengaruhi keyakinannya sedikitpun akan adanya kekuasaan Allah SWT. Dengan kata lain, bagi pribadi besar seperti Imam Ali as. tidak diperlukan dalil atau argumen apapun untuk meyakinkan dirinya akan kekuasaan Tuhan, Allah SWT. Tuhan telah hadir bersama dan menyertai hidupnya. Tuhan telah membantu seluruh usahanya dalam menegakan agama – Nya. Keyakinannya terhadap Tuhan telah menghunjam dihatinya.

Baginya kehidupan telah sedemikian jelas. Ia tidak ragu atau akan merubah pandangan dan keyakinannya. Meskipun dalam sejarahnya beliau harus berhadapan dalam perang saudara dengan pasukan yang dipimpin oleh Aisyah, isteri nabi, yang disokong Zubeir bin Awwam dan Thalhah, dalam perang Jamal. Perang yang dicatat dalam sejarah menandai terjadinya fitnah dan perpecahan besar dalam Islam. Begitupun sikap tegasnya terhadap sikap pembangkangan Muawiyyah, anak dari musuh nabi pada masa revolusi, Abu Sofyan, dalam perang Shiffin. Sehingga Rasulullah bersabda, “Ali tidak terpisah dari kebenaran dan kebenaran tidak pernah terpisah dari Ali”. Kebenaran bersama Ali, dan Ali bersama kebenaran.

Kelak dalam sejarah disebutkan bahwa keturunan Muawiyyah ini yang bernama Yazid menjadi khalifah yang memerintahkan ribuan pasukan membantai keluarga suci cucu Rasulullah, Al – Hussein as bersama 72 dari keluarga, dan sahabat – sahabatnya di Karbala, 10 Muharram 61 H. Pengorbanan darah Al – Hussein beserta keluarga dan sahabatnya telah jauh hari dinubuwwatkan oleh Nabi Saw, dan menjadi titik balik yang menyelamatkan Islam Muhammad Saw setelah beberapa tahun diselewengkan oleh dinasti Umawi.

Sementara kita hambanya yang banyak berdosa ini, justru masih amat memerlukan tanda – tanda yang spektakuler seperti gempa dan peristiwa besar untuk mendorong kepada kita yakin akan kekuasaan – Nya dan takut pada – Nya. Sungguh merugi kita yang harus percaya kepada Tuhan dengan peristiwa – peristiwa seperti ini. Alangkah bodoh dan lemahnya kita. Tidak cukupkah ayat atau tanda yang berlimpah di alam ini menjadi bukti akan kekuasaan – Nya. Masihkan kita memerlukan atraksi – Nya yang demikian jelas. Tidak cukupkah kitab – Nya bersama kita?

Jangan – jangan adanya rekaman – rekaman peristiwa, juga merupakan kasih sayang – Nya. Dimana ia menggerakan tangan – tangan tertentu seperti tangan Cut Putri dan Saudara Hasyim yang dengan handycam dapat merekam peristiwa dahsyat tersebut dan sampai kepada kita melalui Metro TV. Rekaman tersebut seolah ingin menyampaikan sebuah pesan,

“Wahai manusia kelak kalian akan kembali kepada – Nya. Kemana saja kalian selama ini melangkah. Apakah kita melangkah menuju jalan – Nya ataukah tanpa sadar kita bergerak tak tentu arah. Padahal, tertentu arah maupun tidak, kita tetap akan kembali kepada – Nya. Beruntunglah orang – orang yang bersungguh – sungguh berjalan dan menuju – Nya.

Apa yang selama ini kita yakini menjadi milik kita, berupa kekayaan seperti kendaraan, rumah, anak, keluarga dll dalam rekaman gempa dan gelombang Tsunami menjadi barang yang tidak dapat kita selamatkan. Semua barang tersebut ditinggalkan dan menjadi barang yang tak bernilai. Barang tersebut adalah barang titipan yang harus dikembalikan terpaksa ataupun tidak di saat pemilik sejati -Nya menginginkannya.

Wallahua’lam.

(Siaga Dalam, 17 Januari 2004, Ps. Minggu, Jakarta Selatan)


(Berbagai-Sumber/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: