Dari catatan yang diberikan Melia, saya hanya ingin sumbang saran tentang satu hal saja – hal lainnya saya kira sudah cukup jelas yaitu mengenai Satanic Verses – nya Salman Rushdie. Melia mempertanyakan, mengapa tidak ada penerbit yang berani menerbitkan naskah tersebut di sini. Apakah Ufuk Press berminat?
Jujur saja, saya tidak pernah membaca buku tersebut – Satanic Verses (Ayat - Ayat Setan). Padahal di tempat teman saya, buku itu terhampar dan siap dibaca, namun karena satu dan lainnya saya belum menyentuhnya. Apalagi muncul fatwa dari seorang Imam Khomeini qs – salah satu pribadi yang saya cukup kenal pribadi dan karya – karyanya, serta statusnya dan perannya dalam masyarakat Islam di dunia semasa hidupnya menghukuminya hukuman mati.
Sehingga dari sini sudah sangat jelas sikap saya sebagai salah satu bagian dari Ufuk Press, bukan pada persoalan “fair atau tidak fair”, “berminat atau tidak”, “berani atau tidak” dll tidak menerbitkan buku ini. Ini hanyalah masalah preferensi saja. Kalau ada penerbit lain yang berani dan menganggap karya itu sebagai karya bagus, ya silahkan saja. Dari sisi kriteria dan kebijakan dalam pemilihan naskah, saya tidak melihat naskah tersebut sebagai naskah yang layak untuk diterbitkan. “Terlalu dipaksakan dan hanya mencari sensasi”.
Persoalan, adakah orang yang dapat seperti Melia harapkan, dapat menyampaikan sebagian “yang patut mendapat perhatian" dari buku tersebut sebagai sebuah naskah yang bernilai secara seimbang. Kita masih menunggu? Saya yakin siapa pun orangnya pasti akan bekerja keras untuk dapat menguraikannya lebih lanjut. Bukan tidak mungkin, akan muncul perdebatan yang berkepanjangan disini.
Dalam kesempatan ini, karena Melia menyebut mengenai buku tersebut, sangat relevan jika saya ingin berbagi informasi mengenai pribadi agung, Muhammad Saw yang saya ketahui sebagai muslim. Mengapa hal ini saya perlu angkat ke permukaan, karena apa yang telah ditulis oleh Rushdie tersebut sangat berkaitan dengan pribadi agung ini. Sehingga pengantar ini, mudah - mudahan menjadi pelengkap dari apa yang akan saya sampaikan dibawah ini.
Secara fenomenologis Nabi Muhammad Saw merupakan pribadi yang amat istimewa di kalangan pengikut dan para pencintanya. Mencintai dan mengikutinya merupakan bukti akan keber - Islaman seseorang. Detail menarik tentang uraian berkaitan sikap ummat Islam di berbaga penjuru dunia yang mencintai pribadi agung ini bisa di baca di buku Annemarie Schimmel yang telah diterbitkan oleh penerbit Mizan, “Dan Muhammad adalah Utusan Allah", yang ditulisnya dengan sangat indah. Kadang kalau saya rindu dengan Nabi Saw saya berusaha menyempatkan diri membaca buku yang indah ini.
Hingga akhir wafatnya Annemarie Schimmel yang menguasai setidaknya sepuluh bahasa: Arab, Urdu, Inggris dll tidak mendeklarasikan dirinya sebagai seorang muslim. Walaupun dalam hidupnya ia tampak tidak sungkan – sungkan menunjukan diri menjadi pembela Islam. Ia mendedikasikan dirinya sebagai mediator Islam terhadap kesalahpahaman Barat khususnya terhadap Islam. Dialah salah satu yang bisa memahami hukuman mati terhadap Salman Rushdie. Ia sangat dihormati oleh para intelektual Islam.
Saya amat yakin kalau Melia menyempatkan diri membaca buku ini, ia akan dapat memahami fatwa Imam Khomeini qs, dan sikap ummat Islam berkaitan dengan Satanic Verses. Perspektif ini menjadi salah satu kunci penting melihat dampak dari "ketidakjujuran" dan sebuah hujatan terhadap seorang pribadi suci seperti Muhammad Saaw.
Ufuk Press, pun tidak ketinggalan menerbitkan buku "Muhammad Sang Nabi", ditulis oleh O. Hashem, orang yang kami anggap sebagai paman kami, yang sangat menguasi informasi mengenai sejarah Islam. Buku ini diterbitkan ulang - sebelumnya pernah di cetak oleh penerbit Tama Publisher, selain ditulis dengan pendekatan baru terhadap sejarah hidup Nabi Saaw, juga sebagai apresiasi kami terhadap hasil karya, seseorang yang dengan usianya sudah tidak muda lagi, namun tetap bersemangat dalam menghasilkan karya - karya bermutu.
Secara pribadi diluar konteks yang ditulis Satanic Verses, sangat tidak dibenarkan seseorang menulis sebuah karya fiksi “seenaknya” saja dengan berlindung atas nama “kebebasan berekpresi”. Apalagi ini menyangkut pribad agung yang sangat dihormati. Jadi, persoalannya bukan pada persoalan "demokrasi" atau "tirani mayoritas" semata seperti yang Melia singgung.
Mayoritas ummat Islam sangat menghormati pribadi agung Muhammad Saw sebagai pribadi yang terpelihara dari tingkah laku yang tidak patut (dalam Al – Qur’an, kitab suci umat Islalm, disebut bahwa tidak ada satu pun dari yang apa yang ia lakukan dikendalikan oleh hawa nafsu). Lalu, tiba – tiba saja dari berbagai ulasan yang saya baca tentang buku ini, Salman Rushdie, dengan seenaknya menempatkan peran – peran yang bertentangan dilekatkan dengan pribadi agung ini. Tentu saja dan dapat di duga pasti ia akan mendapatkan “kecaman”.
Saya kira gelombang sikap antipati yang demikian besar terhadap tulisan Salman Rushdie tersebut telah cukup nyata menjadi bukti, betapa karya tersebut telah melanggar wilayah – wilayah yang tidak patut. Masih hangat dalam ingatan kita kasus “kartun Nabi Muhammad” di Denmark yang menimbulkan gelombang demonstrasi di berbagai dunia. Fakta – fakta ini sudah cukup untuk bisa memahami “kedekatan emosi ummat Islam” terhadap pribadi agung ini.
Dalam perspektif saya, ini sangat berbeda dengan buku fiksi Da Vinci Code dan non – fiksi, Holy Blood Holy Grail misalnya. Fakta bahwa ada kebingungan mengenai status Yesus sebagai Tuhan yang diyakini oleh kalangan Kristen, dan statusnya yang amat dihormati hanya sebagai utusan Tuhan (Rasul) dalam Islam adalah salah satu aspek mengapa buku tersebut mendapat perhatian dari banyak orang termasuk dari kalangan Islam sendiri. Adanya buku yang mencoba menyibak hal tersebut, tentu akan menarik minat banyak orang yang ingin mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya.
Kalau anda membaca pengantar dalam Holy Blood Holy Grail yang ditulis oleh Baigent, Leigh dan Lincoln misalnya, saya kira ada usaha yang sangat keras untuk mengetahui dan menyibak rahasia ini yang menjadi alasan mengapa mereka bersusah payah menuliskan buku yang “sangat menghebohkan tersebut”. Menariknya ini semua ditulis dari kalangan internal Kristen sendiri.
Apakah ini dilakukan untuk “menyerang’ sebuah kayakinan ummat Kristen misalnya, saya tidak yakin akan sejauh itu. Saya sudah singgung dalam jawaban email saya terhadap Muna, seyogyanya banyaknya kritik terhadap keyakinan dll hendaknya disikapi sebagai masukan untuk kian memperkokoh keyakinan yang kita pilih. Setiap keyakinan tentu akan sangat terbuka untuk di kritik yang tentunya memerlukan jawaban, yang pada akhirnya akan memperteguh iman dan keyakinan pilihan kita.
Saya amat setuju dengan ungkapan Muthahhari, salah satu filosof modern kenamaan Islam, dalam pengantar bukunya, Keadilan Ilahi, ia menyatakan untuk tidak takut dengan sebuah keraguan dan kebingungan yang muncul terhadap apapun yang menyerang keyakinan dll, karena sesungguhnya disitulah awal dari sebuah keyakinan bermula.
Melalui usaha untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan yang terus dilakukan, tanpa kenal henti, pasti Tuhan akan membimbing kita mendapatkan keyakinan – karena sesungguhnya Ia Maha Pemberi Petunjuk. Sebaliknya ia akan menjadi “prahara”, jika kita hanya diam akan “kebingungan” yang kita sadari. Sebuah keyakinan tentu saja memerlukan sebuah perjuangan dalam pencariannya, berupa argumentasi dll, hingga memantapkannya di dalam hati.
Alih – alih itu menjadi sebuah kritik, malahan bisa jadi menjadi sesuatu yang akan memperkuat keyakinan yang kita miliki. Jadi “bergeraklah” terus mencari kebenaran di tengah kebingungan yang merupakan sebuah “trigger” buat kita meraihnya.
Akhirnya, saya amat yakin, sebuah keyakinan yang diperoleh dengan penuh perjuangan akan memberikan dorongan yang amat kuat dan kesadaran kepada kita bahwa diri kita amat lemah dihadapan – Nya dan sangat membutuhkan petunjuk dari – Nya.
Source
Post a Comment
mohon gunakan email