Amnesti Internasional menuduh Israel telah melakukan kejahatan perang dalam peristiwa invasi militernya terhadap Jalur Gaza pada Juli hingga Agustus lalu. Karena itu, lembaga ini meminta supaya kasus ini diselidiki secara independen oleh masyarakat internasional.
Lembaga ini menyebutkan bahwa serangan tentara Israel dalam empati hari
terakhir invasinya yang berlangsung sekitar 50 hari terhadap empat
bangunan bertingkat hingga hancur merupakan pelanggaran terhadap hukum
internasional.
“Semua bukti yang kami miliki menunjukkan bahwa penghancuran berskala besar ini telah dilakukan dengan sengaja dan tak dapat dibenarkan secara militer,” ungkap Philip Luther, direktur Amnesti Internasional Program Timur Tengah dan Afrika Utara, sebagaimana dilansir situs Amnesty International, Selasa (9/12).
Dia menambahkan, “Kejahatan perang harus diselidiki secara independen dan tidak memihak, dan orang-orang yang bertanggungjawab harus diadili di pengadilan yang adil.”
Dia juga menegaskan bahwa bukti-bukti yang ada, termasuk statemen pihak militer Israel saat itu, menunjukkan bahwa serangan itu merupakan “hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza” yang dirancang demi menghancurkan mata pencaharian mereka.
Hingga kini belum ada tanggapan dari otoritas Israel terhadap statemen Amnesti Internasional tersebut.
Yang jelas, selama ini Tel Aviv menolak bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kejahatan perang selama perang berkobar di Gaza, dengan alasan bahwa penyelidikan itu pasti akan bias.
Seperti diketahui, serangan udara dan darat Israel selama 51 hari yang berakhir pada 26 Agustus lalu telah membunuh lebih dari 2,100 orang Palestina dan melukasi belasan ribu lainnya. Kebanyakan korban itu warga sipil yang tak berdaya, terutama perempuan, anak kecil dan lansia.
Di pihak lain, menurut data resmi Israel sendiri, sebanyak 73 orang Israel, 67 di antaranya tentara, tewas akibat perlawanan para pejuang Palestina. (mm)
(Liputan-Islam/Shabestan/ABNS)
“Semua bukti yang kami miliki menunjukkan bahwa penghancuran berskala besar ini telah dilakukan dengan sengaja dan tak dapat dibenarkan secara militer,” ungkap Philip Luther, direktur Amnesti Internasional Program Timur Tengah dan Afrika Utara, sebagaimana dilansir situs Amnesty International, Selasa (9/12).
Dia menambahkan, “Kejahatan perang harus diselidiki secara independen dan tidak memihak, dan orang-orang yang bertanggungjawab harus diadili di pengadilan yang adil.”
Dia juga menegaskan bahwa bukti-bukti yang ada, termasuk statemen pihak militer Israel saat itu, menunjukkan bahwa serangan itu merupakan “hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza” yang dirancang demi menghancurkan mata pencaharian mereka.
Hingga kini belum ada tanggapan dari otoritas Israel terhadap statemen Amnesti Internasional tersebut.
Yang jelas, selama ini Tel Aviv menolak bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kejahatan perang selama perang berkobar di Gaza, dengan alasan bahwa penyelidikan itu pasti akan bias.
Seperti diketahui, serangan udara dan darat Israel selama 51 hari yang berakhir pada 26 Agustus lalu telah membunuh lebih dari 2,100 orang Palestina dan melukasi belasan ribu lainnya. Kebanyakan korban itu warga sipil yang tak berdaya, terutama perempuan, anak kecil dan lansia.
Di pihak lain, menurut data resmi Israel sendiri, sebanyak 73 orang Israel, 67 di antaranya tentara, tewas akibat perlawanan para pejuang Palestina. (mm)
(Liputan-Islam/Shabestan/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email