Pesan Rahbar

Home » » Inilah Penyebab Utama Hadis Hadis Bukhari Ada Yang Palsu

Inilah Penyebab Utama Hadis Hadis Bukhari Ada Yang Palsu

Written By Unknown on Monday, 22 December 2014 | 23:20:00


Kriteria Penerimaan Hadis: Matan Atau Sanad?

Salam alaikum wa rahmatollah. Bismillah ar Rahman ar Rahim.

Ya Allah, kurniakanlah solawat kepada Muhammad dan aali Muhammad. Dan percepatkanlah munculnya Mahdi.

Saudaraku… Mustahil Rasulullah SAW plin plan… Mustahil Imam Ali plin plan…. Kalau kitab baca kitab hadis sunni kerap kita temukan kontradiksi sehingga muncul beraneka versi… Kenapa hal ini terjadi ???

Dalam Sahih Bukhari hadis no. 3 umpamanya kita dapat baca peristiwa ketika Rasulullah menerima wahyu yang digambarkan spt orang yg ketakutan dan tdk mengenal siapa yg mendatanginya. Hadis ini diriwiyatkan dari Aisyah. Ada keganjilan dalam hadis ini, baik dari sanad maupun matan :
1. Pada sanad riwayat disebutkan seorang bernama Al-Zuhri, Urwah bin Zubayr, dari Aisyah. Al-Zuhri adalah ulama penguasa yg berkhidmat kepada Hisyam bin Abd Malik. Ia sangat terkenal membenci Imam Ali.
2. Ketika peristiwa turunnya wahyu itu, Aisyah belum dilahirkan. Dalam riwayat ini seolah-olah Aisyah mendengar sendiri. Dalam ilmu hadis seharusnya ia mengatakan :’ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda….dst.
3. Rasulullah digambarkan tidak faham dengan pengalaman ruhani yang dia alami. Padahal beliau adalah Insan Kamil.


Disebutkan bahwa Imam Ali as. berminat melamar dan dalam sebagaian riwayat telah meminang putri Abu Jahal untuk dijadikan istri kedua disamping sayyidah Fatimah as. kemudian berita tersebut terdengan oleh Fatimah as. dan beliaupun marah dan melaporkan perlakuan Imam Ali as. kepada Nabi; ayah Fatimah as., seraya berkata: Orang-orang berkata bahwa Anda tidak marah untuk membela putri Anda, Ini Ali ia akan mengwini putri Abu Jahal.

Mendengar berita itu nabi marah kemudian mengumpulkan para sahabat beliau di masjid dan berpidato: Sesungguhnya Fatimah adalah dariku, dan saya khawatir ia terfitnah dalam agamanya…Saya tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, akan tetapi –demi Allah- tidak akan berkumpul putri seorang rasulullah dan putri musuh Allah pada seorang suami…. Saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengizinkan… kemudian saya tidak akan mengiznkan… kecuali jika Ali akan menceraikan putri saya dan mengawini putri mereka… Fatimah adalah penggalan dariku menyakitiku apa yang menyakitinya dan menggangguku apa yang mengganggunya.

Dalam pidato itu Nabi saw.menyebut-nyebut menantu beliau yang lain dari keluarga Bani Abdusy-Syams bermana Abu al-Aash ibn ar-Rabi’ dan memuji-mujinya dengan kesetiaan dan kejujuran.

Inilah sekilas kisah tersebut sebagaimana saya rangkum dari riwayat-riwayat para muhadis.


Para Periwayat Berita

Hadis tentangnya telah diriwayatkan oleh hampir semua muhadis kenamaan Ahlussunah dalam kitab-kitab Shihah, Sunan dan Masanid mereka.

Al-Bukhari dalam Shahihnya beriwayatkannya dalam beberapa kesempatan:

1. Kitab al-Khums.[1]
2. Kitab an-Nikah.[2]
3. Kitab al-Manaqib, bab Dzikr Ash-haar an-Nabi (tentang menantu-menatu Nabi).[3]
4. Kitab ath-Thalaq, bab asy-Syiqaq ( Kitab perceraian, bab, pertengkaran suami-istri).[4]


Muslim meriwayatkan bebarapa riwayat tentangnya dalam Shahihnya: Bab Fadha’il Fatimah.[5]

At-Turmudzi meriwayatkan dua riwayat dari; Miswar ibn Makhramah dan dari Abdullah ibn Zubair.[6]

Ibnu Majah meriwayatkan dua riwayat dalam Sunannya;dalam kitab an-Nikah, bab al-Ghirah (bab; kecemburuan).[7]

Abu Daud meriwayatkan beberapa riwayat dalam kitab an-Nikah.[8]

Al-Hakim dalam Mustadraknya meriwayatkan beberapa hadis tentangnya.[9]

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Mushannafnya.[10]

Imam Ahmad dalam Musnadnya juga meriwayatkan tidak kurang dari tiga belas hadis tentangnya.[11]

Dan beberapa muhadis selain mereka, seperti al-haitsami dalam Maj’ma’ az-Zawaid[12], Ibnu Hajar dalam al-mathalib al-’Aaliyah Bi Zawaid al-Masanid ats-Tsamaniyah[13]dan al-Muttaqi al-Hindi dalam Kanzul-Ummalnya.[14]


Sekilas Tentang Para Periwayat

Dari penelusuran jalur-jalur periwayatan kisah tersebut dalam kitab-kitab Shihah, Masanid dan Ma’ajim… akan kita temukan nama-nama yang menjadi pangkal penyampaian kisah tersebut, nama-nama itu sebagai berikut:
1. Miswar ibn Makhramah.
2. Abdullah ibn Abbas.
3. Ali Ibn Husain as.
4. Abdullah ibn Zubair.
5. Urwah ibn Zubair.
6. Muhammad ibn Ali.
7. Suwaid ibn Ghaflah.
8. Amir asy-Sya’bi.
9. Ibnu Abi Mulaikah.
10. Seorang dari penduduk Makkah.


Tentang jalur Riwayat Miswar

Jalur Miswar adalah satu-satunya jalur yang disepakati penukilannya oleh para penulis Shihah, ia jalur yang dipilih Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Majah. Jalur Ibnu Zubair hanya kita temukan dalam rirawat at-Turmudzi dan iapun telah menyangsikannya, dan jalur Urwah hanya ada pada riwayat Abu Daud.

Maka untuk mempersingkat kajian kita kali ini saya akan membatasi telaah saya pada jalur Miswar ibn Hakhramah.

Jalur-jalur periwayatan dari Miswar sampai kepada kia melalui perantara-perantara dibawah ini:
1. Ali ibn Husain (Imam Zainal Abidin as.)
2. Abdullah ibn Ubaidillah uibn Mulaikah.


Perawi yang menukil riwayat kisah itu dari Imam Zainal Abidin as. hanyalah Muhammad ibn Syihab az-Zuhri.

Sementara yang menyambungkin kita dengan riwayat Ibnu Abi Mulaikah adalah:
Laits ibn Sa’ad.


Ayyub ibn Abi Tamimah as-Sakhtiyani

Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah meiwayatkannya dari jalur Abu al-Yaman dari Syu’aib dari Az-Zuhri. Dan juga Bukhari, Muslim, Adu Daud dan Ahmad meriwayatkannya dari Walib ibn Katsir dari Muhammad ibn ‘Amr ibn Halhalah dari Az-Zuhri. Sebagaimana juga Muslim meriwayatkannya dari An-Nu’man dari Az-Zuhri.

Dalam kesempatan ini saya tidak ingin membeber tentang data Abu al-Yaman; Al-Hakam ibn Nafi’ dan periwayatannya dari Syu’aib ibn Hamzah tukang tulis Az-Zuhri, kendati para ulama’ telah banyak membicarakan dan menyangsikan kejujurannya.[15]sehingga sebagaian ulama’ menegaskan bahwa Abu al-Yaman tidak pernah mendengar barang sepatah dua kata dari Syu’aib, dan perlu di ketahui bahwa keduanya adalah penduduk kota Himsh yang di kenal membenci Ali as.[16] dan di kenal kedunguan mereka, sampai-sampai dijadikan contoh pepatah.[17]

Saya juga tidak akan membeber biodata Walib ibn Katsir yang khwarij itu.[18]

Saya tidak akan membeber tentang Ayyub dan Laits yang sering mengada-ngada hadis palsu itu,[19] tidak juga tentang Nu’man ibn Rasyid al-Jazri, yang sangat dicacat oleh al-Qaththan , Ahmad, Ibnu Ma’in, Bukhari, Abu Hatim,Ibnu Abi Hatim,Abu Daud, an-Nasa’i dan al-Uqaili[20].

Dalam kesempatan ini saya hanya tetarik membeber biodata Ibnu Abi Mulaikah dan Az-Zuhri.

Adapun Ibnu Abi Mulaikah perlu diketahui disini bahwa ia adalah Qadhi yang diangkat Abdullah ibn Zubair dimasa kekuasaannya dan juga tukang adzannya[21]. Sedang permusuhan Ibnu Zubair kepada Ali as. dan Ahlulbait as. baukan rahasia lagi, sampai-sampai ia dalam khutbah jum’atnya tidak mau bershalawa kepada Nabi saww. dengan alasan Nabi mempunyai Ahlulbait yang busuk jika saya bersahawat kepadanya mereka akan besar kepala dan menjadi congkak.

Adapun Az-Zuhri yang merupakan pangkal kisah ini dan ialah yang mengaku meriwayatkan hadis ini dari Imam Ali Zainal Abidin as.saya perlu sedikit memerinci tentangnya.


Sekilas Tentang Az-Zuhri

Ibnu Abi al-Hadid menceitakan: Jarir bin Abdul Hamid meriwayatkan dari Muhammad bin Syaibah, ia berkata: Aku menyaksikan Al-Zuhri dan Urwah di masjid kota Madinah, keduanya sedang duduk membicarakan Ali as. Lalu keduanya mencela-cela dan mengecam beliau. Kemudian berita ini sampai kepada Imam Ali bin Husein as. Maka datanglah beliau menemui keduanya dan mengecam mereka.

Beliau (Imam Ali bin Husain as.) berkata kepada Urwah: “Hai Urwah, ketahuilah bahwa ayahku (Ali as) akan membawa ayahmu kepengadilan Allah dan Allah pun akan memenangkan ayahku dan menghukum ayahmu. Adapun kamu hai Zuhri, seandainya kamu berada di kota Makkah pasti akan saya perlihatkan rumah ayahmu”.[22]

Dan untuk menegaskan upayanya dalam kebnciannya kepada Imam Ali as. ia tidak segan-segan berbohong dengan memalsu hadis bahwa Imam Ali as. adalah mati kafir. Ibnu Abi al-Hadid berkata: “Zuhri meriwayatkan dari Urwah bin Zubair bahwa Aisyah menceritakan kepadanya: “Aku pernah di sisi Rasulullah ketika Abbas dan Ali datang, lalu beliau bersabda kepadaku: “Hai Aisyah, sesungguhnya dua orang ini akan mati tidak atas dasar agamaku”.[23]

Ibnu Abdil Barr menyebutkan sebuah riwayat pernyataan Az-Zuhri: Ma’mar menyebutkan dalam Jami’nya dari Az-Zuhri, ia berkata: SAya tidak mengetahui ada seorang yang memeluk Islam sebelum Zaid ibn Haritsah. Abdur-Razzaq berkata: Saya tidak mengetahui seorang mengatakan ini selain Az-Zuhri.

Selain itu ia adalah seorang ulama’ penguasa bani Umayyah, dan keterlibatannya yang sangat dalam dengan para penguasa dzalim itu menjadikannya ia di kecam oleh teman-temannya. Abdul Haq ad-Dahlawi mengetakan bahwa Az-Zuhri bergaul dengan para penguasa itu di sebabkan lemahnya keyakinan agamanya. Ketika ada seorang membanding-bandingkan antara aAz-Zuhri dngan Al-A’masy, Ibnu Ma’in mengatakan: Kamu ingin disamakan antara Al-A’masy dengan Az-Zuhri?!!… Az-Zuhri bekerja untuk Bani Umayyah sedangkan Al-A’masy seorang yang fakir dan sabar, menjauhi penguasa, ia wara’ (sangat hati-hati dalam agama) dan pandai Al-Qur’an.[24]

Imam Ali Zainal Abidin pernah menegur dan menasihatinya agar menjauhi penguasa dan bekerja untuk kepentingan mereka, karena hal itu dapat menipu kaum awam dan merusak agama mereka, sebab keterlibatan sorang alim dalam istana penguasa zalim akan menjadikan kaum awan memandang kebatilan sebagai kebenaran.[25]

Dengan demikian sangatlah nihil kalau Imam Ali ibn Husain as. yang menyampaikan hadis yang memuat pelecehan tehadap Nabi, Ali dan Fatimah as.akan tetapi az-Zuhri memang lihai, ketika ia memalsu hadis yang mendiskriditkan Ahlulbait as. ia menyandarkannya kepada salah seorang tokoh Ahlulbait as. dengan tujuan agar kebohongan itu mudah di terima banyak kalangan, seperti ketika ia memalsu hadis tentang pengharaman mut’ah, ia menyandarkannya kepada Imam Ali as.[26]

Inilah sekilas tentang Az-Zuhri. Dan kini mari kita simak siapakah Miswar- perawi andalah dalam kisah diatas.


Miswar Ibn Makhramah

Disini kita akan melihat sekilas siapakah sebenarnya Miswar yang menjadi periwayat andalan dalam masalah kita ini.

Perlu diketahuai bahwa:
1. Ia lahir tahun kedua Hijrah. Jadi usianya ketika penyampaian pidato Nabi saww. bisa kita bayangkan, ia masih kanak-kanak. Lalu bagaimna ia mengatakan bahwa ketika itu ia sudah baligh?![27] Padahal usianya ketika wafat Nabi saww. hanya delapan tahun.[28]
2. Ia bersama Ibn Zubair yang dikenal sangat anti pati kepada keluarga Nabi khususnya Ali as. Ibnu Zubair tidak memeutuskan pekara kecuali setelah bermusyawarah dengannya, ia terbunuh dalam peperangan membela Ibnu Zubair menentang penguasa Damaskus;Yazid, dan Ibnu Zubair yang memandikan jenazahnya.
3. Apabila disebut nama Muawiyah dihadapannya, ia mengucapkan shalawat atas Muwawiyah.[29]


Sekilas Tentang Kisah

Setelah keterangan tentang sanad kisah diatas, marilah kita menyoroti kandungan ksah tersebut… Ada beberapa catatan yang perlu diketahuai disini.

Para ulama’ kebingungan mengetahui kaitan antara permohonan untuk dihadiahkannya pedang kepadanya oleh Ali Ibn Husain Zainal Abidin as. dengan penyampaian kisah yang melecehka Imam Ali as. tersebut. Sebab seperti diketahui ia menyampaikan kisah tersebut ketika ia meminta agar pedang Rasulullah saww. yang ada pada Imam Ali ibn Husain as.dihadiahkan kepadanya, agar ia jaga denga baik.

Miswar mengatakan bahwa apabila pedang itu diserahkan kepadanya ia akan menjaganya hingga tetes darah penghabisan, seperti disebutkan dalam riwayat Bukhari dan lainnya, dan para ulama’ mengatakan hal itu ia lakukan demi kecintaannya kepada keluarga Fatimah as. dan agar mereka tenang. Akan tetapi, bukankah hal aneh seseorang yang mengaku cinta kepada sebuah keluarga, namum ia melecehkan ayah mereka, yang pasti hal itui menyakitkan hati keturunan Ali as.


Renungan Tentang Kisah

Kisah diatas perlu kita tinjau dari sisi fikih dan sisi etika dan emosiaonal… setelah kita mengalah dengan menganggap benar kejadian yang disebut dalam kisah tersebut…

Apa yang dilakukan Imam Ali as? Apa sikap Fatimah as.? Dan reaksi apa yang muncul dari Nabi saww.?

Imam Ali as. melamar putri Abu Jahal, lalu Fatimah sakit hati dan Nabipun berdiri diatas mimbar berpidato… .

Apakah haram atas Imam Ali as. kawin dengan wanita lain selama hidup Fatimah, atau tidak?

Kalau haram, apakah Imam Ali as. mengatahui pengharaman itu, atau tidak?

Yang jelas Imam Ali as. tidak akan melakukan hal haram sementara ia mengetahuinya. Jadi hal itu tidak haram baginya atau ia tidak mengetahui pengharaman itu.

Akan tetapi asumsi kedua tidak mungkin kita nisbatkan kepada sahabat biasa apalagi pintu kota imlu Nabi saw.

Jadi ketika melakukan hal itu tidak melakukan sesuatu yang diharamkan dalam syari’at, ia seperti sahabat lainnya, boleh kawin lebih dari satu wanita. Andai ada hukum khusus untuknya pastilah ia tahu atau paling tidak di beri tahu sebelumnya.!

Dengan demikian, apakah dibenarkan Fatimah as. keluar rumah-sekedar mendengan gosip bahwa suaminya kawin lagi- menemui Rasulullah saww. ayahnya dan mengeluhkan sikap Ali as. dengan kata-kata kasar, seperti dalam riwayat itu?!

Imam Ali a. tidak sedang melakukan tindakan haram, sehingga kita mungkin menganggap Fatimah as. sebenarnya ingin menegakkan amar ma’rum nahi mungkar. Lalu apakah Fatimah as. wanita yang disucikan dari segala rijs dan kekotoran sama derngan wanita lain yang tidak disucikan, ia dibakar oleh rasa cemburu buta sebagaimana wanita lain?! Lalu apakah kecemburan Fatimah as. karma Imam Ali as. kawin lagi, atau sebenarnya kecemburuan itu berkobar dan membakar hatinya karena yang akan dinikahi Imam Ali as adalah putri Abu Jahal?!

Kemudian setelah mendengan kabar atau laporan putrinya atau prmohonan izin untuk menikah oleh keluarga Abu Jahal atau permintaan izin Ali as. kepada Nabi saww.[30] dan menyaksikan putrid kesayangannya terkejut dan sakit hati, Nabi saww. berdiri diatas mimbar berpidato dihadapan para sahabat yang memadati ruang dan sudut-sudut masjid…. Apa isi pidato Nabi saww.?!

Pidato beliau saww. memuat poin-poin diabawah ini:
1. memuji menantu beliau dari suku Bani Abdisy-Syams…
2. kekhawatiran beliau kalau-kalau putri kesayangannya terfitnah (rusak) agamanya…
3. Nabi saww. tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram… Namun demikian beliau tidak akan mengizinkan pernikahan itu terjadi…
4. Tidak akan diperbolehkan baginya atau bagi seseorang untuk mengumpulkan menjadi istri seseorang antara putri Rasul Allah dan putri musuh Allah…
5. Kecuali apabila Ali ibn Abi Thalib as. menceraikan putri Nabi saww. kemudian baru menikahi putri Abu Jahal… Dan dalam sebuah riwayat: kalau ia tetap nekat menikahi putri Abu Jahal maka kembalikan putri kami…

Apakah pernyataan-pernyataan dalam pidato itu dapat dibenarkan?! Para pensyarah kebingungan menghadapi riwayat-riwayat kisah diatas…mereka mengakui bahwa Ali as. melamar anak Abu Jahal dan itu tidak haram hukumnya… mereka mengatakan bahwa Fatimah as.juga mengalami rasa cenburu sebagaimana wanita lain…

Fatimah as. bukan wanita biasa yang dikhawatirkan akan rusak agamanya atau digerogoti rasa cenburu seprti wanita lain, sementara Allah SWT. telah menurunkan ayat at-That-hir yang menegaskan kesucian beliau dari seala rijs, penyimpangan, maksiat dan kekejian… Fatimah adalah wanita sempurna, beliau adalah penghulu wanita sejagat… Dan anggap apa yang disebut dalam dongeng itu benar, tentunya hal itu tidak khusus ketika Ali hendak menikahi putri Abu Jahal…

Dalam pidatonya, Nabi saww. mengakiu bahwa Ali as. tidak melakukan tidakan haram, akan tetapi beliau tidak mengizinkan pernikahan itu berlangsung…Apakah izin seorang mertua itu syarat?! Apakah beloh sorang mertua memaksa menantunya menceraikan anaknya jika ia menikah lagi?!

Semua itu tidak benar dan tidak terjadi…

Anggap benar bahwa Fatimah as. mengalami kecemburuan[31]… dan anggap benar Nabi saww. juga cemburu mebela putrinya[32]… Lalu mengapakah beliau naik mimbar dan mengumumkannya dihadapan halayak ramai dan mempermalukan Ali as.?!

Ibnu Hajar al-Asqallani berkata: Nabi saww. berpidato agar hukum itu tersebar dikalangan manusia lalu mereka mengamalkannya…. .[33]

An-Nawawi berkomentar: para ulama’ berkata: hadis itu memuat pengharaman mengganggu Nabi saww.dala segala hal dan dengan segala bentuk, walau hal itu muncul dari hal yang mubah(boleh dilakukan\tidak haram) sementa beliau asih hidup, berbeda dengan orang lain. Mereka mengatakan: Nabi saww. telah memberitahukan kehalalan menikahi putri Abu Jahal bagi Ali denga sabdanya: Saya tidak mengharamkan yan halal, akan teapi saya melarang menggabungkan antara keduanya, kerena ada dua alas an yang di sebut dalam sabda tesebut; Pertama: karena hal itu menyebabkan Fatimah terganggu dan dengannya Nabipun akan terganggu, maka binasalah orang yang mengganggu Nabi…Maka Nabi saww. melarang hal itu kareana sempurnanya belas kasih dan saying beliau kepada Ali dan Fatimah. Kedua: kekhawatiran akan terfitnahnya Fatimah di kerenakan sara cemburu.[34]

Dan yang paling aneh adalah sikap Imam Bukhari yang menjadikan ucapan Nabi saww. yang mengatakan” maka saya tidak akan mengizinkan” sebagai permintaan cerai, oleh karenanya ia menyebutnya dalam bab asy-Syiqaaq (percekcokan antara suami-istri) pada kibab at-Thalaq(perceraian). Dan sebagaian ulama’pun mengkritik penyebutan hadis itu pada tempat tersebut.[35]

Para pembela Bukhari mengakatan: bahwa peletakan itu tepat, mengingat apabila Ali tetap bersikeras menikahi putri Abu Jahal maka akan terjadilah percekcokan antara Ali dan Fatimah oleh karenanya Nabi saww.hendak menghindarkan hal itu terjadi dengan mencegah Ali melalui isyarat agar ia meninggalkan menikahi putri Abu Jahal…[36]

Pembelaan itu didasari dua hal; pertma: bahwa Fatimah tidak akan rela…kedua: pernikahan itu akan menyebabkan percekcokan antara keduanya…!!

Lalu apakah usaha pencegahan Nabi saww. dilakuka dengan isyarat, atau justru dengan pidato yang memuat pujian kepada menantu Nabi saww. yang lain, mempermalukan Ali dan mengancamnya akan mengambil kembali putri kesayangan beliau ?!

Serta masih banyak lagi kejanggalan lain yang dapat Anda temukan dalam riwayat-riwayat itu dan juga pada komentar para ulama’ pensyarah hadis.

1. Catatan:Fatimah as. benar-benar penggalan Nabi saww. beliau adalah badh’atun minni seperti di sabdakan Bani saww. berkali-kali dan dalam banyak kesempatan, sebagai penegasan akan keharaman mengganggu beliau as. dan kemarahan dan murkanya adalah kemarahan dan murka Rasulullah saww. dam murka Nabi saww. adalah murka Allah SWT. Hadis yang menegaskan hal itu telah di riwayatkan oleh banyak sahabat, diantaranya adalah Imam Ali as.[37] dan tlah di riwayatkan tidak kurang dalam seratus dua puluh kitab ulama’ Ahlussunnah. Dan darinya disimpulkan bahwa yang mencacinya dihukumi kafir… Fatimah lebih afdhal dari syaikhain… [38] dan disini kami tidak dalam rangka menyebut-nyebut para perawi hadis tersebut. Yang ingin kami tegaskan disini ialah bahwa hadis Fatimah badh’atun minni tela diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Miswar dalam bab Fadlail( keutamaan) Fatimah tanpa menyebut-nyebut kisah niatan melamar putri Abu Jahal. Ibn Hajar berkata: Dalam Shahihain dari Miswar ibn Makhramah: Saya mendengar Rasulullah saww. bersabda: “Fatimah adalah penggalan dariku, menggangguku apa yang mengganggunya”[39] ” Fatimah adalah penggalan dariku, yan menyebabkan murkanya menyebabkan murkaku”[40]. Keduanya meriwayatkan dari Sufyan ibn Uyainah dari Amr ibn Dinar dari Ibn Abi Mulaikah dari Miswar ibn Makhramah.[41]

Demikian juga pada riwayat al-Baihaqi dan al-Khathib at-Tabrizi tanpa menyebut kisah niatan melamar. Begitu juga pada al-Jami’ ash-Shaghir, baik dalam matan maupun syarahnya..

Dan yang perlu dipehatikan disini ialah bahwa pada jalur periwayatan yang tidak menyebut kisah itu tidak kita temukan nama Ibnu Zubair, az-Zuhri, asy-Sya’bi dan al-Laits…

Kami berhujjah dengan hadis tesebut walaupun kami mencacat Miswar dan Ibn Abi Mulaikah, sebab kesaksian lawan adalah sebaik-baik kesaksian.

Namun demikian kuat kemungkinan bahwa ada usaha pemalsuan yang mengatasnamakan Miswar yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan tujuan tertentu. Mungkin sipemalsu itu adalah Zuhri-ulama’ rezim tiran Bani Umayyah- atau Ibnu Zubair pembenci Ali dan keluarga suci kenabian as. atau mungkin juga asy-Sya’bi- seorang alim yang bergelimang dalam kubangan kebjatan istama rezim Umayyah, atau al-Laits.. wallahu A’lam.

Penutup:
Telah kami sebutkan satu persatu nama-mana perawi yang meriwayatkan kisah diatas…dan telah kami jelaskan sepintas matan hadis tersebut dan kerancuan yang tedapat didalamnya…

Diantara para periwayat itu ialah: Abdullah ibn Zubair, Urwah ibn Zubair, Miswar ibn Makhramah, Abdullah ibn AbiMulaikah, Zuhri, Syu’aib ibn Rasyiid dan Abu al-Yaman… Merekalah pentolan pemalsu kisah konyol yang mendiskriditkan Imam Alias. Dan Nabi serta Fatimah sekaligus.

Mereka dalam satu aliran dengan pimpinan mereka Abdullah ibn Zubair yang dikenal kebenciannya terhadap Imam Ali dan keluarga suci Nabi saww. dialah yan berniat untuk membakar hidup-hidup semua keluarga Nabi dan Bani Hasyim ketika ia memberontak dan berhasil menguasai kota Makkah dan sekitarnya… Dialah yang tidak mau bershlalawat kepada Nabi dalam khutbah jum’at yang ia pimpin dengan alasan bahwa Nabi Muhammad saww. mempunyai keluarga yan busuk, jika ia bershalawat kepada Nabi saww. kepala-kepala mereka yang membesar…

Oleh karenaya, sudahlah seharusnya jika kita perlu melihat. Memilas dan menyeleksi sunnah Nabi saww. yang sampai melalui jalur mereka.

Catatan Kaki:
[1] Shahih Bukhari- dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162.
[2] Ibid,: 9\268-270.
[3] Ibid,: 7\67.
[4] Ibid,: 8\152.
[5] Shahih Muslim dengan Syarah An-Nawawi:????
[6] Shahih at-Turmudzi:5\699.
[7] Sunan Ibn Majah:1\644.
[8] Sunan Abi daud:1\323-324.
[9] Al-Mustadrak:3\158.
[10] Mushannaf:12\128.
[11] Musnad:4\5,326 dan 328. dan dalam kitab Fadhail ash-Shahabah:2\754.
[12] 9\203 menukil dari riwayat ath-Thabarani dalam tiga kitab Mu’jamnya dan dari al-Bazzar dari sahabat Ibnu Abbas.
[13] 4\67.
[14] 13\677.
[15] Tahdzib at-Tahdzib:4\307.
[16] Ibid,2\380.
[17] Ibid, 2\304
[18] Ibid,11\131.
[19] Ibid,8\415.
[20] Ibid,10\404.
[21] Bid,5\268.
[22] Syarh Nahjul Balaghah Jilid I juz 4 hal. 371.
[23] Syarh Nahjul Balaghah; Ibnu Abi Al-Hadid Jilid I juz 4 hal. 358. Dan bagi anda yang ingin tahu lebih jauh riwayat-riwayat yang mereka produksi, saya persilahkan merujuk langsung ke buku tersebut.
[24] Tahdzib at-Tahdzib, biografi Al-A”masy:4\195.
[25] Tuhaf al-Uqul:198. Surat teguran itu dimuat al-Ghazzali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin:2\143 dengan tanpa mnyebut nama Imam Zainal Abidin, ia berkata: ” Ketika Az-Zuhri berhubungan dengan penguasa, seorang saudara seagamanya menuliskan sepucuk surat kepadanya..”.
[26] Dan upaya seperti itu tidak hanya dilakukan oleh Zuhri saja, walaupun ia yang paling parah, kita banyak menemukan hal serupa dilakukan para perawi lain seperti Abdullah ibn Muhammad ibn Rabi’ah ibn Qudamah al-Qudami, dengan menyandarkan kepalsuannya kepada Imam Ja’far dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Abu Bakar yang bertindak selaku imam dalam shalat jenazah Fatimah as. dan ia takbi empat kali. (lebih lanjut baca: Lisan al-Mizan:3\334 dan Al-Ishabah:4\379).
[27] Shahih Bukhari- dengan Syarah Ibnu Hajar:6\161-162.
[28] Fath al-Bari:9\270. Kisah itu terjadi- kalau benar- enam atau tujuh tahun setelah kelahirannya.
[29] Siyar A’laam an-Nubala’:3\391-394 dan Tahdzib at-Tahdzib:10\137.
[30] Masing-masing sesuai dengan perselisihan redaksi riwayat dongeng diatas.
[31] Oleh kareananya Ibnu Majah menyebut hadis kisah ini dalam bab al-Ghirah (kecemburan).
[32] Bukhari menyebut hadis ini dalam bab Dzabb ar-Rajuli’An Ibnatihi Fi al-Hgirah wa al-Inshaaf (pembelaan seorang terhadap putrinya dalam kecemburuan dan meminta sikap obyektif), dan ia tidak menyebut kecuali hadis ini.
[33] Fath al-Bari:7\67. Keterngan serupa juga di kemukakan al-’Aini dalam ‘Umdah al-Qari:16\230
[34] Al-Minhaj Fi Syarhi Shahih Muslim ibn Hajjaj:16\2-3.
[35] Fath al-Bari:20\72-73 dan Umdah al-Qari:20\260.
[36] Irsyaad as-Sari:8\152. dan Fath al-Bari:20\73.
[37] Baca; al-Ishabah:4\378 dan Tahdzib at-Tahdzib:12\469.
[38]Baca : Fath al-Bari:14\256, Irsyaad as-Sari, ‘Umdah al-Qari dan al-Minhaj…dan lai-lain.
[39] Shahih Muslim, bab dari keutamaan Fatimah ra. , hadis kedua: al-Minhaj:16\3.
[40] Shahih Bukhari, bab Manaqib Fatimah ra. satu-satunya hadis keutamaan Fatimah dalam Bukhari: lihat Fath al-Bari:14\255-256.
[41] Al-Ishabah:4\378.
______________________________________



Ketika Fatimah meninggal dunia, suaminya Ali RA yang menguburkannya pada malam hari dan tidak memberitahukan kepada Abu Bakar. Kemudian ia menshalatinya.

Hadis ini dan yang serupa dengannya, benar benar membuat para pencinta Abu Bakar tidak senang duduk, jika mereka menerima perilaku Abu Bakar ini ke atas Sayyidatina Fatimah az Zahra as, berarti mereka juga harus membenarkan kesan dari perbuatan Abu Bakar itu dengan hadis Nabi saaw berikut:

Sesungguhnya Rasulullah Saaw berkata: “Fatimah bagian diriku, barang siapa memarahinya berarti memarahiku.” (HR Bukhori, Fadhoilu Shahabat, Fathul Bari 7/78 H. 3714).

Namun, Iblis senantiasa mempunyai tentera tenteranya dari kalangan jin dan manusia, yang bekerja tanpa kenal lelah dan tidak malu pada Tuhan serta tidak takut pada Hari Pembalasan. Mereka harus mencari kambing hitam untuk dikorbankan guna menyelamatkan Abu Bakar. Hasil dari kesungguhan mereka itu, terhasillah hadis palsu berikut yang diangkat sebagai sabda Nabi saaw dan disucikan:

Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadist Al Miswar bin Makhromah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat).

“Hadis” ini membuatkan para pencinta Abu Bakar tenang, kerana mereka akhirnya mendapatkan kambing hitam terbesar, iaitu suami kepada puteri Nabi saaw sendiri, iaitu Imam Ali as. Dengan “hadis” ini, mereka berkata…”Jika ada yang membuat puteri Nabi saaw marah, maka Ali adalah orang pertama yang membuatnya marah”.

Dengan cara ini, mereka bermaksud membungkam mulut sesiapapun yang cuba mendiskredit Abu Bakar dalam persoalan Fadak yang membuatkan Sayyidatina Fatimah az Zahra as marah. Namun benarlah firman Allah berikut:

“Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Al-Imran:54.).

Hadis ini hakikatnya bermasalah dari banyak sisi, jika kita benar-benar teliti, inilah hadis yang dikutip daripada perawi yang sering bershalawat ke atas Muawiyah. Kemarahan Fathimah adalah kemarahan Rasulullah, didapati bahawa ianya tidak ada kaitan langsung dengan kisah dongeng tersebut.
“Fathimah adalah sebahagian daripadaku, barangsiapa membuatkannya marah, maka dia membuatkan aku marah”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan tidak disebut tentang Ali melamar puteri Abu Jahal. Muslim juga meriwayatkan hadis ini:
“Hanyalah Fathimah sebahagian daripada diriku, Aku merasa disakiti atas apa yang dia disakiti”.

Namun tetap sahaja tidak disebut kisah dongeng tersebut. Hakim Nisyaburi juga menulis hadis ini:
“Sesungguhnya Allah turut murka dengan kemurkaanmu, dan meridhai dengan keridhaanmu” tetap saja tidak ada menyebut kisah dongeng tersebut.

Seluruh pengriwayatan Ahlusunnah tentang hadis Ali melamar puteri Abu Jahal yang meragukan itu telah diriwayatkan oleh Miswar bin Mukhramah. Zahabi dalam Sirul A’lam al-Nubala berkata: “Beliau adalah pendukung kuat Muawiyah”
Urwah bin Zubair berkata:
“Tidak sekali-kali aku mendengar Miswar menyebut Muawiyah melainkan dengan iringan shalawat ke atasnya (Muawiyah)” [Sirul A’lam al-Nubala jilid 3 halaman 392].

Bershalawat ke atas Nabi menyebabkan kegembiraan Ahlul Bait namun sekarang apakah yang akan terjadi jikalau bershalawat ke atas Muawiyah? Bahkan dalam kitab Ahlusunnah menerangkan kriteria ini adalah tanda-tanda seorang Nashibi. Ibnu Hajar ‘Asqalani menulis:

Nashibi adalah Baghdh (membenci) ‘Ali dan mengutamakan selainnya (Muawiyah) ke atasnya [Muqaddimah Fath al-Bari, halaman 460].

Kembali kepada persoalan Fadak. Apabila pencinta-pencinta Abu Bakar tidak dapat mematikan kisah marahnya Sayyidatina Fatimah az Zahra as terhadap Abu Bakar, mereka lalu membuat hadis tandingan, bahawa sebelum Sayyidatina Fatimah az Zahra as wafat, Abu Bakar telah memohon maaf darinya dan beliau as telah memaafkan Abu Bakar.

Benarkah kisah ini. Mari kita periksa riwayat tersebut:
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Al Baihaqi dari Amir As Sya’bi, dia berkata, ketika Fatimah sakit Abu Bakr datang menemuinya dan meminta diberi izin masuk. Ali berkata padanya, “Wahai Fatimah, Abu Bakr datang dan meminta izin agar diizinkan masuk.” Fatimah bertanya, “Apakah engkau ingin agarku memberikan izin baginya?” Ali berkata, “Ya!” Maka Abu Bakr masuk dan berusaha meminta maaf kepadanya sambil berkata, “Demi Allah tidaklah aku tinggalkan seluruh rumahku, hartaku, keluarga dan kerabatku kecuali hanya mencari redha Allah, redha RasulNya dan Redha kalian wahai Ahlul Bayt.” Dan Abu Bakr terus memujuk sehingga akhirnya Fatimah rela dan akhirnya memaafkannya. (Dala’il An Nubuwwah, Jil. 7 Hal. 281).

Di sini Wahabi juga turut mengakui Fathimah marah terhadap Abu Bakar pada awalnya. Namun mereka mengatakan kedua Abu Bakar dan Umar mendapat keridhaan Fathimah di akhir hayat hidupnya seperti yang dinukilkan oleh Baihaqi.

Hakikatnya ketiadaan ridhanya Sayyidah Fathimah adalah asli dan berasas serta tidak dapat ditolak. Kemarahan Fathimah ini mencetuskan pertanyaan apakah sah kekhalifahan mereka berdua? Mengapa Sayyidah Fathimah penghulu wanita syurga ini tidak meridhai dan marah kepada mereka? Sedangkan menurut riwayat yang sahih sanadnya dalam kitab paling sahih Ahlusunnah mengatakan keridhaan Fathimah adalah keridhaan Rasulullah, kemarahan beliau adalah kemurkaan Allah.

Kerana itu pendukung Muawiyah telah gigih bekerja dan mengarang cerita untuk membuktikan bahawasanya kedua syaikh ini telah menemui beliau di akhir riwayat hidupnya memohon keridhaan dan Fathimah juga telah meridhai mereka!

Pertamanya: Sanad riwayat tersebut adalah Mursal; Sya’bi adalah daripada kalangan tabi’in dan dia sendiri tidak menyaksikan peristiwa yang berlaku. Riwayat ini sendiri mempunyai masalah.

Kedua: Jikalaulah kita anggap hadis daripada tabi’in ini dapat diterima sekalipun namun Riwayat daripada Sya’bi juga tidak dapat dipegang kerana Sya’bi adalah memusuhi Amirulmukminin dan seorang Nashibi.

Kerana itu Bilazari dan Abu Hamid Ghazali menulis tentang Sya’bi seperti berikut:
Daripada Mujalid, daripada Sya’bi berkata: Kami telah memasuki kumpulan haji Bashrah. Ada sekumpulan Qari Madinah dari kalangan anak-anak Muhajirin dan Anshar yang disertai oleh Abu Salamah bin ‘Abdul Rahman bin ‘Auf… Kumpulan haji sibuk berbual-bual tentang Ali bin Abi Talib dan mencercanya, kamipun turut mencerca Ali… (Ansab al-Asyraf, jilid 4 halaman 315, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 2 halaman 346).

Golongan Nashibi menzahirkan diri mereka sebagai pendusta. Seakan-akan tidak ada orang yang akan meneliti kitab Syiah untuk melihat dakwaan mereka. Hadis tersebut telah kami temui dalam kitab al-Kafi jilid 7 halaman 175.

Mengapa golongan Nashibi tidak mengeluarkan hadis di halaman seterusnya? Muhammad bin Muslim meriwayatkan:
“Sesungguhnya perempuan tidak mewarisi apa yang ditinggalkan suaminya daripada tanah rumah atau tanah”. [Al-Kafi jilid 7 halaman 176].

Maka telah terang kebenaran bagaikan pancaran matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, perempuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah isteri, bukannya seorang putri tidak mewarisi harta seorang ayah.

Wahai Nashibi, apakah anda membaca keseluruhan kitab Syiah lalu hanya mengambil sebahagian hujjah semata-mata untuk memangkas kebenaran? Tidakkah kedatangan hak akan menyirnakan kebathilan? Anda memutar belit kenyataan namun hakikatnya pembaca sekarang akan menghukum anda sebagai pendusta.

Nashibi sekali lagi mengambil hadis Syiah:
“Ternyata riwayat di atas ada dalam kitab Syi’ah, diriwayatkan Al Kulaini dalam kitab-kitab Al Kaafi dari Albukthtari dari Abi Abdillah Jafar Asshadiq Ra sesungguhnya ia berkata: “Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi dan para Nabi tidak mewariskan dirham atau dinar melainkan mewariskan beberapa hadist, barang siapa telah mengambil sebagiannya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” Warisan yang benar adalah warisan ilmu dan kenabian dan kesempurnaan kepribadian bukan mewariskan harta benda dan keuangan.”.

Hadis ini ditemui dalam kitab al-Kafi bab sifat ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama:
Pengriwayatan ini tidak sedikitpun menceritakan tentang warisan seorang bapa kepada anak, akan tetapi warisan ilmu kenabian kepada ulama. Kerana itulah al-Kulaini meletakkan hadis ini dalam bab ilmu, kelebihannya dan kelebihan ulama. Riwayat ini menumpukan perhatian kepada urusan kenabian bukanlah mengumpulkan harta dunia seperti tamakkan dirham atau dinar. Jelas sekali ia juga tidaklah bermaksud nabi Muhammad tidak meninggalkan warisan harta untuk puterinya namun para ulama mewarisi ilmu nabi, bukan keduniaan.

Tidak ada keridhaan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar menurut kitab yang paling sahih di kalangan Ahlus sunnah.

Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar lebih terang dari sinaran matahari dan tidak seorangpun boleh mengingkarinya. Dalam kitab paling sahih di kalangan Ahlusunnah tercatat kata-kata Fathimah yang marah terhadap Abu Bakar.

Dalam kitab Abwab al-Khumus:Maka telah marah Fathimah puteri Rasulullah (saw) dan meninggalkan Abu Bakar, marahnya berlanjutan sehingga beliau wafat.


Dalam kitab al-Maghazi, bab Ghurwah Khabir, Hadis 3998

Fathimah marah pada Abu Bakar dan beliau tidak berbicara lagi dengannya sehingga wafat – Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis ke 3998.


Dalam kitab al-Faraidh hadis 6346:987

Maka Fathimah meninggalkannya (Abu Bakar) dan tidak lagi berbicara dengannya sehingga meninggal dunia – Sahih Bukhari, jilid 6 halaman 2474, hadis ke 6346.

Dalam riwayat ibnu Quthaibah, Fathimah tidak mengizinkan mereka masuk sewaktu Abu Bakar dan Umar datang untuk berziarah. Mereka terpaksa memohon Imam Ali (as) menjadi perantara namun gagal. Bahkan Fathimah memberikan maklum balas seperti berikut:

Kami bersumpah demi Allah atas anda berdua, apakah kalian tidak dengar apa yang Rasulullah katakan: Ridha Fathimah adalah ridhanya aku, marahnya Fathimah adalah marahnya aku, maka barangsiapa yang menyebabkan keridhaan anakku Fathimah maka ia pun membuatkan aku ridha, barangsiapa yang menyebabkan kemarahan Fathimah maka ia membuatkan aku marah.

Kedua mereka menjawab: Iya kami telah dengari ia daripada Rasulullah (saw).

Setelah itu Fathimah berkata:
Maka sesungguhnya saya bersaksi demi Allah dan malaikatnya, sesungguhnya kalian berdua menyebabkan saya marah dan membuatkan saya tidak ridha, saya akan mengadu tentang kalian berdua ketika pertemuan saya dengan nabi.

Tidak cukup dengan ini Fathimah menambah lagi:
Demi Allah, akan saya mengutuk anda setiap kali selesai shalat. [Al-Imamah wa siyasah, jilid 1 halaman 17].

Dengan kenyataan ini bagaimanakah dapat kita percaya bahawa Sayyidah Fathimah meredhai mereka berdua? Apakah riwayat Bukhari yang diutamakan atau riwayat Baihaqi? apakah ia juga diriwayatkan oleh seorang musuh Ali bin Abi Talib yang menyaksikan sendiri peristiwa itu?

Ketiga: Jikalau Fathimah az-Zahra meridhai mereka berdua, mengapa beliau meninggalkan wasiat agar ia dikebumikan di waktu malam serta jangan di kasi khabar kepada orang yang menzaliminya untuk mengiringi dan menshalati jenazahnya?

Muhammad bin Ismail al-Bukhari menulis:
Fathimah hidup setelah wafatnya nabi (saw) selama enam bulan. Maka ketika ia wafat, suaminya Ali bin Abi Talib mengkebumikannya di waktu malam dan tidak diizinkan Abu Bakar menshalatinya. [Sahih Bukhari, jilid 4 halaman 1549, hadis 3998, pencetak Dar Ibn Kathir – Beirut].

Ibu Qutaibah al-Dainuri menulis dalam Takwil Mukhtalif al-Hadis:
Fathimah (ra) telah meminta harta pusaka ayahnya daripada Abu Bakar. Apabila ia tidak memberikan pusaka kepadanya, Fathimah bersumpah tidak akan berbicara lagi dengannya buat selama-lamanya, dan mewasiatkan agar ia dikebumikan di waktu malam supaya tidak dihadiri Abu Bakar. Maka beliau dikebumikan di waktu malam.. [Takwil Mukhtalaf al-Hadis, jilid 1 halaman 300].

Abdul Razak Shan’ani menulis:
Daripada Hasan bin Muhammad berkata: bahawa Fathimah binti Nabi (saw) telah dikebumikan di waktu malam supaya Abu Bakar tidak menshalatinya. Di antara mereka berdua ada sesuatu.

Dia menambah:
Daripada Hasan bin Muhammad meriwayatkan seperti ini dengan mengatakan beliau (Fathimah) mewasiatkan seperti itu (dimakamkan di waktu malam). – Al-Mushannaf al-Maktabah al-Islamiyah – Beirut, jilid 3 halaman 521, hadis 6554 dan 6555, cetakan kedua 1403 H.

Namun ada juga orang berkata: Abu Bakar setelah itu menyesal dan bertaubat, dalam menjawab perkara ini hendaklah kita katakan: Taubat itu ada waktu yang bermanfaat dan berharga, diiringi dengan penyesalan mendalam dalam keinginan insani. Jikalau sudah berlalu ia hendaklah membayar ganti rugi sebagai tanda sesal seorang yang bertaubat dan hak dikembalikan kepada pemiliknya.

Pertanyaan kami ialah apakah Abu Bakar mengembalikan tanah Fadak kepada Sayyidah Fathimah sehingga taubatnya menjadi taubat Nasuha yang diterima tuhan?

Kemarahan Fathimah terhadap Abu Bakar dan Umar ini berlarutan sehingga akhir hayatnya dan beliau tidak sekali-kali meridhai mereka. Permasalahan ini dalam kitab paling sahih Ahlusunnah setelah al-Quran telah cuba dipintas oleh riwayat Baihaqi yang mengatakan mereka berdua telah mendapat keridhaan Fathimah. Namun pengriwayatan ini dipalsukan.

_____________________________________


Sejak akhir-akhir ini telah tersebar kumpulan-kumpulan yang telah mempergunakan hadis-hadis Syiah dalam menjalankan kegiatan fahaman mereka. Yang pertama adalah dari kumpulan Syiah sendiri, yang digelar “rijalist total”. Kumpulan ini menjadikan ukuran sanad sebagai pengukur 100% kesahihan sesebuah riwayat itu. Jika wujud sedikit sahaja masalah dalam rantaian perawi, maka lantas, hadis itu ditolak, tanpa mempedulikan matan hadis tersebut.

Golongan kedua, adalah tidak lain dan tidak bukan golongan nashibi sendiri, yang mana kita perhatikan sejak akhir-akhir, kerap mengorek hadis-hadis Syiah, dengan harapan menjumpai hadis yang penuh kotradiksi, lalu menggunakannya untuk mendiskredit Syiah. Sudah pasti usaha mereka akan menjadi sia-sia. Pensahihan sesebuah hadis bukanlah semata-mata bergantung kepada isnad dan kekuatan perawi hadis, malah yang paling utama adalah matannya(isi hadis tersebut). Isinya lah yang menentukan samada hadis itu sahih atau tidak.


Ketetapan ini bukanlah ditetapkan oleh orang lain, melainkan oleh Allah dan para hujjahNya juga:

1) Tafseer Al Ayyashi – Bab Meninggalkan Hadis Yang Bercanggahan Dengan Quran:


عن محمد بن مسلم قال: قال ابوعبدالله (عليه السلام): يا محمد ما جائك في رواية من بر أو فاجر يوافق القرآن فخذ به، وما جائك في رواية من بر او فاجر يخالف القرآن فلا تأخذ به

Abu Abdillah (as) bersabda:
“Wahai Muhammad, apabila sampai kepada kamu sebuah riwayat samada dari orang yang benar atau tidak yang selari dengan Al Quran, maka peganglah ia. Dan apa sahaja yang datang dari orang yang benar atau tidak yang bercanggahan dengan Quran, maka janganlah jadikan ia sebagai pegangan..”[Rujukan: http://www.tashayyu.org/].


2) Al Kafi : Kitab Keutamaan Ilmu : H 197, Ch. 22, h2

Muhammad ibn Yahya telah meriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn Muhammad dari Ali ibn al-Hakam dari Aban ibn ‘Uthman dari ‘Abd Allah ibn abu Ya‘fur yang mengatakan berikut:

أنه حضر ابن أبي يعفور في هذا المجلس قال: سألت أبا عبدالله (عليه السلام) عن اختلاف الحديث يرويه من نثق به ومنهم من لا تثق به؟ قال إذا ورد عليكم حديث فوجدتم له شاهدا من كتاب الله أو من قول رسول الله (صلى الله عليه وآله) وإلا فالذي جاء كم به أولى به

“Di dalam sebuah perjumpaan yang mana Abu Ya’fur ada bersama, aku bertanya kepada Abu Abdillah(as) tentang perbezaan hadis yang diriwayatkan dari orang yang kami percayai dan tidak kami percayai.” Kemudian Imam membalas: “Jika kamu menjumpai sebuah hadis dan kami menjumpai bukti dari Quran untuk menyokongnya atau hadis dari Nabi(s) (maka ikutlah ia.)”

3) Rijal al-Kashi, hal.195

Imam Sadiq (a.s) bersabda tentang al-Moghira Ibn Sa`id:
“Sesungguhnya al Mughira ibn Sa’id telah menambah-nambah di dalam kitab-kitab hadis para sahabat bapaku. Beliau menambah perkara yang tidak disebutkan oleh bapaku. Oleh itu, takutlah Allah dan janganlah menerima apa sahaja yang didakwa dari kami yang mencanggahi perkataan Tuhan dan hadis Nabi(s).”

Hadis-hadis di atas, sebenarnya sangat selari dengan ayat Quran berikut yang mengatakan kita tidak boleh menolak sesebuah hadis hanya kerana kurangnya keboleh percayaan pada perawinya.

Quran; Surah 49, ayat 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya”

Maka berdasarkan ayat di atas, kita seharusnya menyelidiki dahulu kebenaran sesebuah hadis itu dan tidak terus menerima atau menolak hanya berdasarkan kredibiliti perawinya.

Perkara ini turut ditekankan oleh Syeikh al Kulaini, penulis kitab Al Kafi di dalam mukadimah kitabnya:
“Saudara ku, semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, sememangnya, tidak mungkin bagi sesiapa pun untuk membezakan -sekurang-kurangnya berdasarkan spekulasi dirinya sendiri- antara riwayat-riwayat dari para ulama yang mempunyai perbezaan dalam pengriwayatannya. Ini hanya dapat dilakukan dengan mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Imam(as): “Telitilah Al Quran, apa sahaja yang selari dengan Kitab Allah, maka ambillah. Apa sahaja yang menyanggahinya, tolaklah.”

Nota: Kata-kata Syeikh Al Kulaini ini sekaligus menafikan dakwaan sesetengah nasibi jahil bahawa beliau sendiri menyatakan kitabnya sahih.

Ada 2 sebuah lagi hadis yang menarik, yang mana para Aimmah(a) tidak membenarkan kita menolak mentah-mentah hadis yang dinisbahkan kepada mereka:

حدثنا محمد بن الحسين عن محمد بن اسماعيل عن حمزة بن بزيع عن على السنانى عن ابى الحسن ع انه كتب إليه في رسالة ولا تقل لما بلغك عنا أو نسب الينا هذا باطل وان كنت تعرفه خلافه فانك لا تدري لم قلنا وعلى أي وجه وصفة.

Muhammad b. al-Husayn meriwayatkan Muhammad b. Isma`il dari Hamza b. Bazi dari Ali the as-Sinani dari Abu ‘l-Hasan (as):
“Dan janganlah kamu katakan tentang apa yang telah sampai kepada kamu dari kami/ dinisbatkan kepada kamu, bahawa “ini adalah palsu”, walaupun kamu telah mengetahui lawannya. Ini sesungguhnya kerana kamu tidak mengetahui mengapa kami mengatakannya, dan berkaitan aspek apa yang disebutkan.” [Sumber: Basair Al-Darajat hal. 538].


[٩٦٩] ٢ – محمد بن الحسن الصفار في بصائر الدرجات، عن محمد بن الحسين بن أبي الخطاب، عن محمد بن سنان، عن عمار بن مروان، عن المنخل، عن جابر قال: قال أبو جعفر ع: قال رسول الله (ص): إن حديث آل محمد صعب مستصعب، لا يؤمن به إلا ملك مقرب أو نبي مرسل أو عبد امتحن الله قلبه للإيمان، فما ورد عليكم من حديث آل محمد فلانت له قلوبكم وعرفتموه، فاقبلوه وما اشمأزت قلوبكم وأنكرتموه فردوه إلى الله وإلى الرسول وإلى العالم من آل محمد، وإنما الهالك أن يحدث بشئ منه لا يحتمله فيقول: والله ما كان هذا ثلاثا.

Sesungguhnya hadis-hadis keluarga Muhammad adalah sangat sulit dan menyulitkan. Hanya malaikat muqarrab, atau Nabi yang diutus atau hamba yang mana Allah telah menguji imannya sahaja yang akan mempercayainya. Jadi apa sahaja yang datang kepada kamu dari hadis keluarga Muhammad, dan hati kamu ringan ke arahnya, maka terimalah. Jika hati kamu menafikannya, maka pulangkanlah ia pada ALlah, RasulNya atau alim dari keluarga Muhammad. Dan mereka yang dimusnahkan itu adalah mereka yang meriwayatkan sesuatu yang hati mereka membencinya lalu dia mengatakan “Demi Allah, ini bukanlah ia” sebanyak 3 kali.(Bermaksud menafikan hadis tersebut) [Sumber: Fusul al Muhimmah, bab 39].

_________________________________________


Hasil kodifikasi Hadis yang dilakukan oleh Muhammad ibn Syihab al Zuhri (51 – 125 H) dan Abu Bakar Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm dianggap sebagai kitab Hadis yang pertama ada dalam sejarah pembukuan Hadis. Namun karya kedua ulama tersebut tidak dapat dijumpai lagi saat sekarang ini. Setelah kedua tokoh tersebut maka bermuncullah sejumlah ulama Hadis yang menghimpun dan mengkodifikasi Hadis, sehingga lahirlah kitab-kitab hadis yang bervariasi jenis dan macamnya dilihat dari sistimatika penyusunannya.

Di antara kitab-kitab Hadis yang merupakan hasil kodifikasi para ulama tersebut yang masih dapat kita jumpai saat ini di antaranya adalah : kitab al Muwaththa’ yang disusun oleh Imam Malik ibn Anas . Kitab Al-Muwaththa’ ;Kitab ini adalah karya termashur Imam Malik di antara sejumlah karyanya yang ada. Disusunnya kitab ini adalah atas anjuran khalifah Abu Ja’far al Mansyur dari Dinasti Abbasiyah yang bertujuan untuk disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat Muslim dan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman hukum negara di seluruh dunia Islam dan juga akan digunakan sebagai acuan bagi para hakim untuk mengadili perkara-perkara yang diajukan kepada mereka serta menjadi pedoman bagi para pejabat pemerintah. Namun Imam Malik menolak tujuan yang diinginkan oleh khalifah tersebut, bahwa agar Al Muwaththa’ digunakan satu rujukan atau satu sumber saja dalam bidang hukum.

Menurut ibn al Hibah, Hadis yang diriwayatkan Imam Malik berjumlah seratus ribu Hadis, kemudia Hadis-hadis tersebut beliau seleksi dengan merujuk kesesuaian dengan alquran dan sunnah sehingga tinggal sepuluh ribu Hadis.Dari jumlah itu beliau lakukan seleksi kembali sehingga akhirnya yang dianggap mu’tamad berjumlah lima ratus Hadis.Beberapa kali dilakkukan revisi oleh Imam Malik atas Hadis yang dikumpulkan mengakibatkan kitab ini memiliki lebih dari delapan puluh naskah (versi), lima belas diantaranya yang terkenal adalah :
1. Naskah Yahya ibn Yahya al Laytsi al Andalusi, yang mendengar al Muwaththa’ pertama kali dari Abd al Rahman dan selanjutnya Yahya pergi menemui Imam Malik secara langsung sebanyak dua kali tanpa perantara.
2. Naskah Abi Mus’ab Ahmad ibn Abi Bakr al Qasim, seorang hakim di Madinah.
3. Naskah Muhammad ibn al Hasan al Syaibani, seorang murid Abu Hanifah dan murid Imam Malik.

Hadits-hadits palsu pada masa bani Umayyah, tidak akan “laku dijual” kalau masyarakat saat itu mau tetap menomorsatukan Al-Qur’an, di atas hadits-hadits.Oleh karena itu, untuk bisa melegitimasi kekuasaan bani Umayyah pada saat itu, harus dilakukan dua cara:
1. Buat hadits palsu sebanyak mungkin.
2. Palingkan perhatian kaum muslimin dari Al-Qur’an ke hadits-hadits. (agar bisa menelan hadits-hadits palsu tsb).

Kebencian keluarga Umayyah kepada Bani Hasyim sangat terkenal, misalnya Cucu Abu Sofyan membantai Imam Husain di Karballa.Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah.

Mu’awiyah adalah orang pertama yang tertarik ingin menulis sejarah dan membuat buat hadis hadis atau sunnah palsu. Ia mendapatkan sebuah sejarah masa lalu yang ditulis oleh seorang bernama Ubaid yang ia panggil dari Yaman.Ahmad Amin dalam bukunya Fajrul Islam, dan Abu Rayyah dalam bukunya Adhwa’ Ala Sunnah Al Muhammadiyah telah menggugat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, bahwa dia (Abu Hurairah) sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, padahal dia tidak pernah menulis. Ia hanya menceritakan hadits dari ingatannya.

Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah.

Zuhri adalah sejarawan pertama yang menulis sejarah Islam atas perintah dan pembiayaan langsung dari penguasa. Ia juga menulis kumpulan hadis. Karya Zuhri adalah salah satu sumber utama hadis hadis Bukhari. Zuhri sangat dekat dengan keluarga bangsawan, dan guru bagi putera putera nya.

Dua orang murid Zuhri yang bernama Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq menjadi sejarahwan terkenal. Musa dulunya adalah seorang budak dirumah Zubair. Karyanya merupakan karya yang terkenal untuk waktu yang lama. Anda akan menemukan referensi referensi nya di banyak buku buku sejarah.

Murid kedua, Muhammad bin ishaq adalah sejarahwan terkemuka bagi kaum sunni. Biografi Nabi karyanya berjudul “Sirah Rasulullah” masih menjadi sumber sejarah yang diakui dalam bentuk yang diberikan oleh Ibnu Hisyam, dan dikenal sebagai sirah Ibnu Hiysam.

Zuhri adalah orang pertama yang menyusun hadis seluruh sejarah dan kitab sunni setelah nya oleh orang orang yang berpengaruh dalam karya karya ini (Sumber : As Sirah An Nabawiyah, Syilbi, Sejarahwan Sunni Terkemuka, bagian 1 halaman 13-17).

Penjelasan diatas memberikan bukti dan fakta fakta berikut :
Kitab sejarah kaum sunni pertama kali disusun atas perintah langsung dari Dinasti Umayyah
Penulis pertama adalah Zuhri, lalu dilanjutkan oleh kedua musridnya, Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq.


Para penulis ini sangat dekat dengan keluarga Dinasti Umayyah

Penjahat penjahat inilah yang pertama kali menuliskan kitab kitab sejarah dan hadis. Mereka memalsukan hadis untuk membenarkan tindakan mereka dan menyatakan bahwa Nabi SAW telah memerintahkan untuk menaati mereka walaupun zalim. Sebuah hadis berlabel shahih yang menggelikan !!!!

Mayoritas Umat Merupakan Jama’ah pengikut Syi’ah Mu’awiyah (sunni sekarang) yang MERAMPAS kekuasaan , menindas dan melakukan diskriminasi terhadap Syi’ah Ali.. Mustahil Nabi SAW menyuruh anda mengikuti kaum mayoritas !!!

Banyak Hadis Hadis dan Kitab Sejarah Mazhab Sunni Telah Dipalsukan Oleh Penulis dari Dinasti Umayyah !!! Sehingga Syi’ah Hanya Menerima Sebagian Hadis dan Sirah Sunni Dan Mengingkari Keotentikan.

Sebagian Lagi Bukhari Menjadikan Salah Satu Sumber Utama Hadisnya dari ZUHRi Sang Pemalsu Hadis Dan Sejarah demi membenarkan tindakan Zalim Tiran Bani Umayyah.

Padahal Allah SWT berfirman : “Tidak seorang pun menyentuh (kedalaman makna Al Quran) kecuali hamba hamba yang disucikan” (Qs. Al Waqi’ah ayat 79).

Al-zuhri telah membuat hadits palsu. Hal ini dilakukannya karena ada “order special” dari khalifah bani umayyah di damaskus.

Kendati hadits tersebut termaktub dalam kitab sahih al-bukhari (kitab yang otentisitasnya tidak diragukan lagi oleh kaum muslim), sebagian diantaranya bikinan imam al-zuhri. Bukanlah sabda Nabi saw. Saya meragukan kredibilitas imam al-zuhri dan imam al-Bukhari, para pejabat itu telah memaksanya untuk menuliskan Hadits-hadits nabawi yang pada saat itu sudah ada tetapi belum terhimpun dalam suatu buku.

Ummat islam diharapkan tidak percaya sepenuhnya kepada imam al-Bukhari, sebagian omongan al-zuhri telah dianggap sebagai hadits Nabi SAW. DAN ITU kecerobohan mendasar imam al-bukhari.

terdapat dalam kitab Ibn Sa’ad dan Ibn ‘Asakir : al Zuhri mengatakan, “Inna haulai al umara akrahuna ‘ala kitabah alhadits” (sesungguhnya para pejabat itu telah memaksa kami untuk menulis Hadits). Artinya para pejabat itu telah memaksanya untuk menuliskan Hadits-hadits nabawi yang pada saat itu sudah ada tetapi belum terhimpun dalam suatu buku. JAdi Zuhri ada hubungan dengan Bani Umayyah dan pemanfaatan dirinya dalam pemalsuan hadits demi mengikuti hawa nafsu mereka.

(Jakfari/Syiah-Ali/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: