Pada tahun 1293 Hq, desa Shavand, Hamedan menyaksikan terkabulkannya hajat Ramezanali, tukang jahit sepatu yang tulus hatinya. Selama bertahun-tahun ia begitu berharap mendapat seorang keturunan. Untuk itu ia pergi berziarah ke makam suci Imam Husein as dan di sana ia menyampaikan hajatnya. Ia meminta keturunan agar dapat memberinya nama Hosseinqoli yang nantinya dipersiapkan untuk belajar ilmu-ilmu agama.
Ramezanali begitu semangat untuk mengirim anaknya belajar ilmu agama di hauzah ilmiah, sehingga menjadi seorang alim. Ia mengirim anaknya ke hauzah ilmiah Tehran dan di sana Hosseinqoli belajar di madrasah Marvi.
Tapi di masa itu pula, nama Haj Mulla Hadi Sabzavari, guru besar akhlak, filsafat dan hikmah begitu terkenal di seluruh Iran, sehingga membuat Mulla Hosseinqoli yang haus akan ilmu pengetahuan dan hikmah ini berharap dapat menimba ilmu dari beliau. Akhirnya, Mulla Hosseinqoli tidak sabar dan berangkat ke Sabzavar untuk belajar langsung kepada Mulla Sabzavari. Setelah belajar bersama Mulla Sabzavari, Mulla Hosseinqali kemudian pergi ke Najaf al-Asyraf dan belajar kepada Syeikh Murtadha Anshari dan setelah itu belajar kepada Sayid Ali Shoushtari.
Allamah Akhond Mulla Hosseinqoli Hamedani merupakan contoh sempurna seorang arif. Ia senantiasa mengingatkan murid-muridnya agar berlaku baik dengan masyarakat bila ingin Allah Swt ridha dengan mereka. Nasihat-nasihat akhlak beliau ini begitu meresap ke dalam hati murid-muridnya dan diamalkan oleh mereka.
Suatu hari cucu perempuan Mulla Hosseinqoli berkisah:
"Suatu hari Akhond Mulla Hosseinqoli sedang memberikan kuliah dan di tengah-tengah mengajar, beliau berkali-kali mengucapkan, "Bagus Sayid Muhammad! Bagus Sayid Muhammad Said!"
Mereka yang hadir merasa takjub dengan apa yang diucapkan oleh sang guru. Setelah kuliah selesai, mereka yang hadir bertanya kepada Sayid Muhammad Said yang juga merupakan murid dari Mullah Hosseinqoli. Mereka berkata, "Di mana saja engkau pada hari itu dan apa yang engkau kerjakan?"
Sayid Muhammad Said menjawab, "Saya sedang duduk di sebuah perahu yang sedang bergerak dari Kufah ke Karbala. Di pinggir saya ada seorang Arab yang tengah tertidur. Kepalanya menyandar di bahuku. Ia tertidur begitu pulas, sehingga suara ngoroknya terdengar dan air lurnya menetes ke bahuku. Saya tidak tega untuk membangungkannya dan saya membiarkan kondisi itu hingga sampai di Karbala."
Setelah menjelaskan kisah itu, para murid Mulla Hosseinqoli baru memahami bahwa apa yang diucapkan guru mereka di kelas akibat perbuatan baik yang dilakukan oleh Sayid Muhammad Said.
Benar, nafas malakuti dari guru-guru besarnya telah mendidik murid seperti Akhond Mulla Hosseinqoli Hamedani yang menjadi tempat turunnya cahaya malakuti, sehingga beliau juga berhasil mendidi para wali Allah di kelas akhlaknya. Kebanyakan muridnya menjadi para wali Allah yang cemerlang dan memiliki maqam yang tinggi."
Catatan:
1. Kadkhodazadeh, Abbasi, Kashf va Karamat Arefan.
2. Ahmad Julfai, 40 Qutb Erfan.
3. Qanbari, Mohammad, Chelcherag Salekan.
(IRIB-Indonesia/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email