Pesan Rahbar

Home » , , » Konsekwensi membatalkan puasa

Konsekwensi membatalkan puasa

Written By Unknown on Friday, 16 January 2015 | 20:35:00


SOAL 795:
Apakah boleh mengikuti Ahlussunnah berkenaan dengan waktu ifthar (buka puasa) dalam pertemuan-pertemuan umum, forum-forum resmi dan lainnya? Dan apa yang wajib dilakukan oleh mukallaf jika ia menganggap hal itu bukan sebagai taqiyyah, dan tidak ada alasan syar’iy untuk menerapkannya?

JAWAB:
Mukallaf tidak diperbolehkan mengikuti yang lain tanpa memastikan masuknya waktu berkenaan dengan waktu buka puasa (ifthar), dan jika termasuk pada kondisi taqiyyah maka dia diperbolehkan berbuka, namun dia wajib mengqadhonya. Sebagaimana tidak boleh atas kehendak sendiri berbuka puasa, kecuali setelah memastikan tibanya waktu malam dan berakhirnya siang dengan menyaksikan sendiri atau berdasarkan bukti syar’iy (hujjah syar’iyah).

SOAL 796:
Jika saya sedang berpuasa, lalu dipaksa oleh ibu agar makan dan minum, apakah hal itu membatalkan puasa?

JAWAB:
Makan dan minum membatalkan puasa, meski karena ajakan atau desakan orang lain.

SOAL 797:
Jika suatu benda dimasukkan secara paksa ke dalam mulut seorang yang sedang berpuasa, atau kepalanya dibenamkan ke dalam air, apakah membatalkan puasa? Dan jika dipaksa membatalkan puasa, seperti jika diancam dengan kerugian pada harta atau jiwa apabila tidak makan.Lalu ia makan untuk menghindari bahaya itu. Apakah puasanya tetap sah ataukah tidak?

JAWAB:
Jika suatu benda dimasukkan  ke dalam tenggorokannya secara paksa atau kepalanya kebenamkan secara paksa ke dalam air, puasanya tidaklah batal. Namun, jika ia memakan sendiri benda yang membatalkan puasa atas dasar paksaan orang lain, maka batallah puasanya.

SOAL 798:
Pelaku puasa tidak mengetahui bahwa tidak boleh berbuka (ifthar) sebelum tergelincirnya matahari (zawal) apabila belum menacapai batas tarakhkhus. Lalu ia melakukan ifthar sebelum batas tarakkhush dengan anggapan sebagai musafir. Apa hukum puasanya? Dan apakah ia wajib mengqadha’nya ataukah ia dikenai hukum lain?

JAWAB:
Perbuatannya tersebut dihukumi seperti ifthar (membatalkan puasa) dengan sengaja.

SOAL 799:
Ketika terkena influensa dahak mengumpul dalam mulut. Alih-alih mengeluarkan, saya malah menelannya. Apakah puasa saya sah ataukah tidak? Saya telah melewati beberapa hari dalam bulan Ramadhan di rumah salah seorang kerabat. Karena terserang flu, di samping karena malu, saya terpaksa bertayamum dengan tanah sebagai ganti mandi wajib, dan baru mandi saat mendekati waktu dhuhur. Perbuatan ini telah saya lakukan berulangkali selama beberapa hari. Apakah puasa saya di hari-hari itu sah ataukah tidak? Dan jika tidak sah, apakah saya wajib membayar kaffarah ataukah tidak?

JAWAB:
Anda tidak dikenai hukum apa-apa karena saat berpuasa menelan dahak dan ingus. Meski demikian, berdasarkan ahwath, Anda wajib mengqadha’ puasa apabila menelan dahak yang sudah berada di ruang mulut. Berkenaan dengan tindakan meninggalkan mandi janabah sebelum subuh hari puasa, dan melakukan tayammum sebagai gantinya, apabila hal itu dikarenakan alasan syar’iy atau tayammum dilakukan di akhir waktu dan ketika  waktu sudah sempit, maka puasa anda sah. Jika tidak, maka batallah puasa anda selama beberapa hari itu.

SOAL 800:
Saya bekerja di tambang besi. Karakteristik pakerjaan saya mengharuskan saya masuk ke dalam tambang dan bekerja di situ setiap hari. Ketika menggunakan peralatan maka debu akan masuk ke mulut saya. Hal ini terjadi pada bulan-bulan lain sepanjang tahun. Apa tugas saya dalam kondisi begitu sahkah puasa saya ataukah tidak?

JAWAB:
Menelan debu saat sedang berpuasa membatalkan puasa.  Karena itulah, wajib menghindarinya. Namun puasa anda tidak batal apabila debu itu hanya masuk ke dalam mulut dan hidung, sementara anda tidak menelannya.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: