Pesan Rahbar

Home » » Risalah Huquq; Hak Pelaku Keburukan

Risalah Huquq; Hak Pelaku Keburukan

Written By Unknown on Thursday, 29 January 2015 | 23:15:00


Manusia adalah makhluk sosial yang memenuhi kebutuhan hidupnya lewat interaksi, hubungan dan kerjasama dengan sesama. Kehidupan sosial atau kehidupan bermasyarakat memainkan peran dalam membangun kepribadian manusia. Karena itu, kita mesti memerhatikan perilaku dan tindakan dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu syarat utama dalam kehidupan bermasyarakat adalah memiliki jiwa pemaaf dan melupakan kesalahan orang lain terhadap kita. Orang yang pemaaf akan memiliki jiwa yang tenang. Tentunya memaafkan hanya bisa dibenarkan jika tidak melanggar hak-hak orang lain atau membuat orang yang melakukan kesalahan semakin terdorong untuk berbuat salah.

Di sisi lain, di dunia ini tak ada orang yang sempurna dan tanpa cacat atau kesalahan. Karena itu, sebisa mungkin kita mesti bisa bersabar jika menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Memaafkan dan mengampuni kesalahan adalah salah satu sifat Allah. Memaafkan adalah sifat ksatria dan orang-orang yang berjiwa besar. Orang yang menyandang sifat ini akan mudah memaafkan orang lain padahal dirinya mampu membalas kesalahan orang lain. Memaafkan akan membesarkan jiwa dan membebaskan diri manusia dari kekangan ego dan kesombongan. Memang, menutup mata dari gangguan orang sulit dilakukan. Tetapi kita diajarkan untuk bersabar sejauh kemampuan. Agama mengajarkan kepada kita untuk semampunya memadamkan amarah dan gejolak di hati. Dengan melatih diri, orang akan terbiasa sehingga ia akan terhiasi dengan sifat pemaaf.

Dalam sebuah hadis, Imam Ali as berkata, "Memaafkan adalah wajah insani yang paling indah." Membalas keburukan dan kesalahan orang dengan maaf dan ampunan, akan mendatangkan kesan yang sangat konstruktif pada diri manusia. Bahkan memaafkan akan membuat orang yang telah melakukan kesalahan dan keburukan akan merenungkan kesalahannya. Pada gilirannya hal itu akan membuatnya berpikir mengubah perilaku. Seorang ilmuan mengatakan, "Engkau memiliki kesempatan untuk memaafkan orang yang telah mengganggumu dan menikmati pemberian maaf itu. Ketika memilih untuk membalas kesalahannya berarti engkau telah menempatkan diri di tempat orang itu. Namun jika memaafkannya berarti engkau telah meraih posisi yang lebih baik darinya. Dia telah berbuat jahat sementara engkau memaafkan. Sebenarnya, memaafkan adalah pembalasan yang paling baik. Dengan memaafkan kita bisa mengalahkan lawan tanpa bentrokan dan memaksanya untuk tunduk di hadapan kita."

Memaafkan punya peran yang besar dalam menjaga kedamaian kehidupan bermasyarakat. Untuk itu Imam Sajjad dalam Risalatul Huquq menyinggung pula hak orang yang berbuat jahat kepada orang lain. Beliau mengatakan, "Hak orang yang karena takdir telah berbuat buruk terhadapmu dengan lisan atau perbuatan adalah, jika dia melakukannya karena sengaja hendaknya engkau memaafkannya supaya akar kebencian di antara kalian tercabut. Perlakukanlah masyarakat dengan akhlak yang seperti itu… Allah Swt berfirman, "Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan apa yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (Q.S. al-Nahl:126).

Imam Sajjad as dikenal sebagai figur manusia pemaaf. Beliau menyatakan bahwa kejahatan adalah tindakan yang dilakukan manusia karena kebodohannya. Dikisahkan bahwa suatu hari, sekelompok sahabat Imam Sajjad duduk bersama beliau. Tiba-tiba seseorang datang. Dengan tanpa mengindahkan akhlak, dia memaki dan menghujat Imam dengan kata-kata hinaan. Imam Sajjad as hanya berdiam diri dan mendengarkan kata-kata orang itu sampai selesai. Sementara, para sahabat Imam terbakar emosi karena kekurangajaran orang yang tiba-tiba datang dan masuk ke perkumpulan mereka itu. Imam meminta mereka untuk menahan diri. Orangpun lantas bergegas meninggalkan Imam dan para sahabatnya.

Beberapa saat setelah itu, Imam Sajjad bersama beberapa sahabatnya mendatangi rumah orang itu dan memanggilnya keluar. Orang tersebut keluar dengan congkak. Kepadanya Imam berkata, "Saudaraku, semua tuduhan yang kau nisbatkan kepadaku jika benar, maka aku memohon kepada Allah untuk memaafkanku. Tapi jika tuduhan itu tidak benar maka kepada Allah aku memohon untuk meliputimu dengan rahmatNya yang luas." Kata-kata lembut dari Imam Sajjad itu menimbulkan kesan yang sangat besar pada diri lelaki itu. Dia menyesali apa yang telah dilakukannya terhadap Imam. Dengan nada penuh hormat dan penyesalan dia berkata, "Wujudmu yang suci dan mulia sungguh jauh dari tuduhan-tuduhan itu. Akulah yang lebih pantas dengan sifat-sifat yang aku tuduhkan lewat lisanku itu."

Memaafkan akan lebih bernilai ketika seseorang mampu dan berkesempatan untuk membalas tapi dia memilih untuk memaafkan. Peristiwa penaklukan kota Mekah adalah pentas pemaafan dalam skala besar yang dilakukan oleh Nabi Saw. Saat itu beliau memasuki kota Mekah dengan pasukan besar yang tak mungkin bisa dilawan oleh kaum kafir Quresy. Lawan-lawan Nabi Saw membayangkan tak lama lagi mereka bakal dibalas karena kejahatan yang mereka lakukan terhadap Nabi. Akan tetapi semua terkejut ketika Nabi Saw mengumumkan bahwa beliau telah memaafkan mereka semua. Kisah itu terabadikan dalam sejarah yang menunjukkan kebesaran jiwa insan suci utusan Allah itu.

(IRIB-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: