Pesan Rahbar

Home » , » Taubat Yazid

Taubat Yazid

Written By Unknown on Friday 16 January 2015 | 19:58:00


Tanya: 

Apakah setelah kejadian tersebut Yazid bertaubat? Sebenarnya apakah taubat seseorang seperti dia dapat diterima?


Jawab: 

Untuk menjawab pertanyaan ini kita membutuhkan dua pembahasan; pembahasan seputar sejarah dan juga pembahasan ilmu kalam.

Pembahasan kedua dalam menjawab pertanyaan ini bergantung dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti apakah mungkin orang seperti ini mendapatkan taufiq untuk bertaubat setelah melakukan dosa luar biasa tersebut?

Jika memang ia bertaubat, apakah taubatnya memang benar-benar atau hanya sekedar berpura-pura?

Dengan membaca ayat-ayat dan riwayat yang menerangkan bahwa segala dosa dapat diampuni, apakah sebenarnya ada pengecualiannya?

dan pertanyaan-pertanyaan lain seperti itu…

Pertanyaan ini pada dasarnya adalah pertanyaan yang muncul dari jawaban pertanyaan yang lain, yaitu pertanyaan “Apakah Yazid benar-benar bertaubat dan membayar dosanya?”

Jika pertanyaan tersebut terjawab dengan jawaban “ya”, maka barulah kita bertanya kembali “Apakah taubatnya bisa diterima?”.

Tapi jika terbukti dalam sejarah Yazid sama sekali tidak menyesali perbuatannya, maka jelaslah permasalahannya.

Hampir semua sejarawan, ulama dan ahli hadis Islam meyakini Yazid sebagai seorang pendosa besar yang patut dikecam, terutama setelah terbukti ialah yang menciptakan peristiwa Asyura. Akan tetapi ada juga sebagian tokoh seperti Ghazali dalam Ihyaul Ulum-nya yang melarang kita melaknat Yazid karena mungkin dia telah bertaubat.

Ghazali yang dengan ketenarannya itu tidak diterima pendapatnya mengenai pembelaan terhadap Yazid. Banyak yang menentang pendapatnya, seperti Ibnu Jauzi (597 H.) yang sampai menulis satu kitab yang berjudul Arraddu Alal Mu’tashib Al Anid.

Akan tetapi di sepanjang masa sering terdengar bisik-bisik mengenai adanya kemungkinan Yazid bertaubat, khususnya dari para orientalis seperti Lamens, seorang Yahudi, dalam Maqalatu Dairatul Ma’arif Al Islam (cetakan pertama). Di kalangan Muslimin juga akhir-akhir ini sering terdengar hal yang sama. Dengan demikian kita merasa permasalahan ini sangat penting sekali untuk dibahas.

Di sini kita akan membawakan beberapa potong teks yang terdapat dalam beberapa sumber yang dijadikan oleh banyak orang sebagai dalil adanya kemungkinan Yazid bertaubat setelah peristiwa Asyura:

Ibnu Qutaibah dalam Al Imamah wal Siyasah[1] menulis: “Setelah kejadian-kejadian itu berlangsung di istana Yazid, ia menangis begitu lama sehingga hampir saja nyawa melayang dari tubuhnya karena kesedihan yang dirasa.”

Ketika kepala-kepala para syuhada dan juga para tawanan dihadirkan di istana Yazid, Yazid terharu dan menuding Ibnu Ziyad sebagai pelaku kejahatan lalu berkata, “Semoga Allah melaknat Ibnu Marjanah (Ubaidillah bin Ziyad) yang mencoreng mukaku di hadapan Muslimin sehingga aku dibenci oleh mereka!”[2]

Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa sebenarnya ia tidak ingin bersikap keras terhadap Imam Husain as. atas pertentangannya terhadap dirinya. Ia sama sekali tidak menerima terbunuhnya Al Husain as. lalu menuduh Ibnu Ziyad sebagai pembunuh Imam Husain as. yang sebenarnya.[3]

Ketika rombongan keluarga dan sahabat Imam Husain as. sedang bergerak menuju Madinah, Yazid berkata kepada Imam Sajjad as., “Semoga Allah melaknat Ibnu Marjanah. Sumpah demi Allah, jika seandainya aku yang berada di hadapan Al Husain as., maka aku akan memenuhi apapun yang ia minta dan aku tidak akan membiarkannya terbunuh meskipun apa yang kulakukan itu menyebabkan kematian anak-anakku sendiri.”[4]

Jika anggap saja kita mau menerima riwayat-riwayat di atas tanpa peduli dengan sanadnya, maka kita akan mendapatkan beberapa poin berikut ini:
Pertama, pelaku pembunuhan Imam Husain as. yang sbenarnya adalah Ibnu Ziyad dan Yazid sama sekali tidak memberikan perintah kepada Ibnu Ziyad untuk memenggal kepala beliau.
Kedua, Yazid sangat marah dan melaknat Ibnu Ziyad akibat perbuatannya.
Ketiga, Yazid sangat terharu dan menyesali terbunuhnya Imam Husain as.

Mengenai hal pertama, dalam sejarah dengan teramat jelas tercatat bukti-bukti kejahatan yang telah Yazid lakukan; dan dengan demikian jika Yazid mengaku tidak bersalah maka artinya adalah kebohongan yang nyata. Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, begitu tahta pemerintahan jatuh di tangan Yazid setelah kematian ayahnya, ia menuliskan sebuah surat yang diperuntukkan kepada Walid bin Utbah yang isinya, “Begitu suratku sampai di tanganmu, maka bergegaslah bawa Husain bin Ali dan Ibnu Zubair ke hadapanmu, mintalah baiat dari mereka berdua, dan jika mereka menolak, penggallah kepala mereka berdua dan bawa kepadaku.”[5]

Dalam sumber-sumber yang lain juga disebutkan bahwa begitu Yazid mengetahui keberadaan Imam Husain as. di Makkah, ia mengirimkan beberapa orang utusannya dan mereka ditugasi untuk membunuh beliau di saat melaksanakan ibadah hajinya.[6] Hal ini juga disinggung oleh Ibnu Abbas dalam suratnya yang ditulis untuk Yazid.[7] Juga pernah disebutkan juga bahwa ketika Imam Husain as. bergerak menuju Iraq, Yazid dengan segera menuliskan suratnya kepada Ibnu Ziyad untuk bersikap keras terhadap beliau[8] dan pada akhirnya Ibnu Ziyad sendiri mengaku bahwa Yazid memang memerintahkannya untuk membunuh Imam Husain as.[9]

Abdullah bin Abbas menulis sepucuk surat untuk Yazid dan dalam surat itu Ibnu Abbas menyebutnya sebagai pembunuh Imam Husain as. dan para pemuda keturunan Abdul Muthalib. Ia mencaci Yazid dengan berkata, “Jangan pernah kau kira aku lupa bahwa engkau telah membunuh Husain dan para pemuda keturunan Abdul Muthalib!”[10]

Kejahatan Yazid begitu jelas sekali. Anaknya sendiri yang bernama Mu’awiyah bin Yazid pada suatu hari pergi ke atas mimbar Masjid Jami’ Damaskus dan berbceramah sambil memaki ayahnya dengan berkata, “…dia telah membunuh keturunan Rasulullah saw.!”[11] Kesimpulannya, kenyataan bahwa Imam Husain as. dibunuh atas perintah Yazid tidak dapat diingkari lagi dan tercatat jelas dalam sejarah.[12]

Adapun mengenai kemarahan Yazid ketika mendengar Ibnu Ziyad memenggal kepala Imam Husain as., tak lain dan tak bukan hanyalah kebohongan semata. Terbukti dalam buku-buku sejarah bahwa ketika ia mendengar terbununhnya Imam Husain as. ia justru merasa bahagia dan bahkan memberikan acungan jempol kepada Ibnu Ziyad. Dalam kitabnya, Sibth bin Jauzi menceritakan pujian-pujian Yazid kepada Ibnu Ziyad, hadiah-hadiah berharga yang ia berikan kepadanya, pesta semalaman dengan acaara meminum minuman keras sekeluarga dan lain sebagainya. Ia juga menukilkan syair-syair Yazid yang kandungannya adalah dukungan serta pujiannya terhadap Ibnu Ziyad yang telah membunuh cucu nabi.[13]

Sejarah juga menceritakan bahwa Yazid sama sekali tidak punya niatan untuk menurunkan jabatan yang disandang Ibnu Ziyad di Iraq. Ibnu Ziyad tetap di jabatannya hingga tahun 63 H. dan saat Ibnu Zubair memimpin gerakan perjuangannya, Yazid meminta Ibnu Ziyad untuk ikut berperang melawannya.[14]

Oleh karenanya, jika seandainya ia menunjukkan kemarahannya atas terbunuhnya Imam Husain as., maka itu pasti karena ia berpura-pura. Saat itu banyak orang terbawa ucapan Zainab as. dan Imam Sajjad as. sehingga mereka membenci Yazid. Untuk menghilangkan kebencian inilah Yazid berpura-pura tidak terima akan perbuatan Ibnu Ziyad.

Adapun Yazid sangat bersedih dan menyesali kepergian Imam Husain as., ini juga jelas-jelas bohong. Dalam sejarah disebutkan dengan jelas bahwa ketika kepala-kepala para syuhada dan para tawanan dihadirkan ke hadapan Yazid di Damaskus, ia menampakkan kegirangannya lalu memukul gigi-gigi Imam Husain as. dengan tongkat kayu![15]

Ia juga tidak lupa membacakan syair-syairnya yang menandakan kebencian keluarga Umayah terhadap Bani Hasyim[16] karena pada suatu hari neneknya yang bernama Hindun, saudaranya Walid, dan beberapa orang dari keluarganya terbunuh di tangan para sahabat Rasulullah saw.

Dalam syairnya terdapat kata-kata yang menggambarkan kedangkalan pikirannya. Ia menganggap kenabian sebagai alasan untuk mendapatkan kekuasaan duniawi. Ia berkata, “Bani Hasyim telah bermain-main dengan kekuasaan ini. Sungguh tidak ada yang namanya kenabian dan juga tidak pernah turun yang namanya wahyu.”[17]

Ya, ia pasti menunjukkan kesedihannya saat itu; karena jika ia menunjukkan kegembiraannya di saat orang-orang di sekitarnya sedih pasti ia akan dihajar masa.


Sebagai penutup pembahasan ini, kami ingin menjelaskan dua permasalahan:

Pertama, kita pasti bisa membaca bahwa ketika ia menunjukkan rasa sedih atau kemarahan atas terbunuhnya Imam Husain as., di saat-saat seperti itu maka kenyataan yang sesungguhnya adalah kebalikannya. Ia hanya bersiasat. Sama sekali tidak ditemukan tanda-tanda ia menyesal dan bertaubat secara tulus. Oleh karena itu, kita musti menganalisa sikap Yazid tersebut dalam segi politik. Karena sikap yang demikian tidak dapat disebut dengan taubat sehingga kita musti bertanya-tanya lagi setelah itu, “Apakah boleh kita melaknat Yazid jika ia telah bertaubat?”

Kedua, jika Yazid benar-benar bertaubat, mari kita buktikan dengan melihat sikap dan perbuatannya setelah taubat itu. Dengan jelas sejarah menceritakan perilakunya sepanjang hidup yang jelas-jelas bertentangan dengan taubat. Dua tahun sebelum kepemimpinannya berakhir, ia melakukan dua kejahatan yang lain:
Membantai warga Madinah dan menghalalkan harta benda mereka untuk pasukannya selama tiga hari. Banyak para sahabat nabi yang terbunuh di kota itu. Kejadian ini dikenal dengan kejadian Harrah.[18]
Ia memerintahkan pasukannya untuk menyerang Makkah dan menginjak-injak kehormatan Ka’bah dengan cara membakarnya.[19]

Jika kita membaca sejarah, kita akan dapati bahwa Yazid bukan hanya tidak menyesali perbuatannya, bahkan ia terus melakukan kejahatan sesuka hatinya. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk melaknat Yazid.


Sumber: Dari buku Tanya Jawab Pilihan (Edisi Muharram)


Referensi:

[1] Al Imamah wal Siyasah, jilid 2, halaman 8.
[2] Sibth Ibnu Jauzi, Tadzkiratul Khawash, halaman 256.
[3] Al Kamil fi At Tarikh, jilid 2, halaman 578.
[4] Ibid.
[5] Tarikh Ya’qubi, jilid 2, halaman 241.
[6] Luhuf, halaman 82.
[7] Tadzkiratul Khawash, halaman 275 yang mana Ibnu Abbas berkata kepada Yazid, “Apakah engkau lupa bahwa engkau pernah mengirimkan utusanmu menuju Makkah untuk membunuh Al Husain as.?”; Tarikh Ya’qubi, jilid 2 halaman 249.
[8] Ibnu Abdur Rabbah, Al Aqdul Farid, jilid 5, halaman 130; Suyuthi, Tarikhul Khulafa, halaman 165.
[9] Tajarubul Umam, jilid 2, halaman 77
[10] Tarikh Ya’qubi, jilid 2, halaman 248.
[11] Ibid, jilid 2, halaman 254.
[12] Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, silahkan rujuk Arrikabul Husaini fis Syam wa minhu ilal Madinah Al Munawarah, jilid 6, yang merupakan bagian dari satu kumpulan Ma’ar Rikabil Husaini Minal Madinah Ilal Madinah, jilid 6, halaman 54-61.
[13] Tadzkiratul Khawash, halaman 29.
[14] Tajarubul Umam, jilid 2, halaman 77.
[15] Tarikh Ya’qubi, jilid 2, halaman 245.
[16] Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jilid 14, halaman 280.
[17] Maqtal Khwarazmi, jilid 2, halaman 58; Tadzkiratul Khawash, halaman 261.
[18] Al Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, halaman 593.
[19] Ibid, halaman 206.

(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: