SOAL:
Kabilah-kabilah pengembara, terutama pada hari-hari perjalanan, tidak memiliki air yang cukup untuk mensucikan tempat keluarnya air kencing. Apakah cukup mensucikannya dengan kayu dan kerikil?
JAWAB:
Selain air, tidak ada benda yang dapat mensucikan tempat keluarnya air kencing. Jika tidak dapat mensucikannya dengan air, shalatnya (tetap) sah.
SOAL:
Apakah hukum mensucikan tempat keluarnya air kencing dan kotoran dengan air sedikit (qalil)?
JAWAB:
Untuk membersihkan tempat keluarnya air kencing cukup dengan membasuhnya dengan air satu kali, dan untuk mensucikan tempat keluarnya kotoran wajib membasuhnya sampai benda najis dan bekas-bekasnya hilang.
SOAL:
Biasanya, wajib bagi orang yang akan melakukan shalat melakukan istibra’ setelah kencing. Karena aurat saya terluka, maka ketika sedang melakukan istibra’, dan karena ditekan, darah keluar dan bercampur dengan air yang saya gunakan untuk bersuci. Akibatnya, menjadi najislah pakaian dan badan saya. Bila saya tidak melakukan istibra’, maka mungkin luka saya akan sembuh. Dapat dipastikan, akibat istibra’ dan pengerutan aurat, luka tersebut tidak akan sembuh. Jika keadaan demikian dibiarkan terus, maka luka tidak akan sembuh kecuali setelah tiga bulan. Maka saya ingin mendapatkan penjelasan Anda, apakah saya perlu istibra’ ataukah tidak?
JAWAB:
Istibra’ tidaklah wajib, bahkan jika menyebabkan mudharat tidak diperbolehkan. Namun demikian, jika setelah buang air kecil ia tidak melakukan istibra’, kemudian mengeluarkan cairan yang meragukan, maka cairan tersebut dihukumi sebagai air seni.
SOAL:
Setelah buang air kecil dan istibra’ , tanpa sengaja terkadang keluar cairan yang mirip dengan air seni. Apakah ia suci ataukah najis? Jika secara kebetulan seorang menyadari peristiwa ini setelah beberapa waktu, maka apakah hukum shalatnya yang telah lalu? Dan apakah dimasa mendatang ia diwajibkan untuk memeriksa adanya cairan yang keluar tanpa sengaja ini?
JAWAB:
Cairan yang keluar setelah melakukan istibra’ dan diragukan apakah air seni atau bukan, maka ia tidak dihukumi sebagai air seni melainkan dianggap suci, dan tidak diwajibkan memeriksa dan mencari dalam kasus demikian.
SOAL:
Jika berkenan, kami mohon Anda menjelaskan cairan yang keluar dari manusia?
JAWAB:
Cairan yang terkadang keluar sesudah air mani disebut wadziy, dan yang kadang kala keluar setelah air seni disebut wadiy, dan yang terkadang keluar setelah bercumbu antara suami isteri disebut madziy, dan semuanya suci dan tidak membatalkan kesucian.
SOAL:
Sebuah kursi toilet di pasang menghadap ke arah berlawanan dengan arah yang kami yakini sebagai arah kiblat, setelah beberapa waktu kami ketahui bahwa arah kursi tersebut terpaut antara 20 – 22 derajat dengan arah kiblat. Kami mohon Anda menjawab pertanyaan berikut; apakah wajib mengubah arah kursi tersebut ataukah tidak?
JAWAB:
Jika kadar penyimpangannya dari arah kiblat cukup untuk dapat disebut sebagai penyimpangan, maka tidak ada masalah dalam hal itu.
SOAL:
Saya punya penyakit pada saluran air seni. Setelah buang air kecil dan melakukan istibra’, air seni tidak berhenti, dan saya menemukan cairan. Saya telah berkonsultasi dengan dokter dan telah melaksanakan perintahnya, namun tidak membuahkan hasil. Apa tugas saya?
JAWAB:
Keraguan akan keluarnya air seni setelah melakukan istibra’ tidak perlu diperhatikan, seandainya Anda meyakini yang keluar itu adalah air seni yang menetes secara terus menerus, maka Anda wajib menjalankan tugas orang beser (maslus, orang yang tidak dapat menahan kencing) sebagaimana yang disebutkan dalam risalah amaliyah Imam Khomaini (qs.), selanjutnya tidak ada sesuatu yang wajib atas diri Anda.
SOAL:
Bagaimana cara melakukan istibra’ sebelum bersuci dari buang air (istinja’)?
JAWAB:
Tidak ada beda antara istibra’ yang dilakukan sebelum dan sesudah istinja’ dan mensucikan tempat keluarnya kotoran.
SOAL:
Untuk bekerja di sebagian perusahaan dan yayasan, seseorang diharuskan menjalani pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan, diantaranya dengan membuka aurat. Apakah hal itu diperbolehkan ketika seseorang membutuhkan pekerjaan?
JAWAB:
Tidak boleh bagi seorang mukallaf menyingkap auratnya di hadapan penonton yang terhormat, meskipun kekaryawanannya bergantung pada hal itu, kecuali jika meninggalkan pekerjaan adalah sulit baginya dan ia terpaksa harus mendapatkannya.
SOAL:
Tempat keluarnya kencing menjadi suci dengan berapa kali cucian?
JAWAB:
Tempat keluarnya kencing agar dianggap suci berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya dibasuh dua kali dengan air sedikit.
SOAL:
Bagaimana cara penyuciannya tempat keluarnya kotoran belakang?
JAWAB:
Tempat kotoraang belakang dapat disucikan dengan dua cara:
a. Disiram dengan air sehingga benda najisnya hilang, dan setelah itu tidak ada kewajiban membasuhnya lagi.
b. Benda najis dihilangkan dengan tiga batu yang suci, kain, atau sejenisnya. Jika dengan tiga batu benda najisnya belum hilang maka harus dihilangkan dengan batu yang lain sehingga benar-benar bersih (benda najisnya hilang). Boleh juga tiga batu/kain diganti dengan satu batu/kain, namun dilakukan pengusapan pada tiga sisi yang berbeda.
Post a Comment
mohon gunakan email