Menghadapi fenomena globalisasi, umat Islam lebih dituntut menjaga dua poin penting yaitu, pengokohan identitas dan reaksi timbal balik dengan fenomena tersebut. Pengokohan identitas bagi umat Islam ibarat imunisasi terhadap berbagai unsur buruk dan destruktif dalam gelombang globalisasi. Selain itu, dunia Islam juga harus menjaga persatuan dan kekompakan guna menjalin kerjasama erat di berbagai bidang. Hal itu akan sangat diperlukan di saat terjadi benturan dengan budaya asing. Bagaimanapun juga penolakan terhadap sebuah kebudayaan akan menuai ketidakpuasan dari pihak terkait dan hal ini telah terjadi.
Globalisasi dan Dunia Islam
Sebagian pihak memiliki pandangan yang cukup sederhana tentang globalisasi yaitu penyamaan lahiriah global. Artinya, globalisasi cukup dengan menyamakan tampilan lahiriah saja tanpa menyentuh sisi lainnya. Namun terbukti bahwa ide tersebut tidak berhasil baik pada masa lalu, kini, maupun era mendatang. Adapun di antara para pendukung makna penyatuan dalam globalisasi terdapat kelompok yang menyatakan bahwa globalisasi dapat direalisasikan jika didukung proses dialog antarperadaban.
Fenomena pokok yang menjadi perhatian kehidupan modern di antaranya adalah globalisasi budaya menyusul berbagai kemajuan yang telah dicapai di sektor teknologi informasi. Diperkirakan, globalisasi budaya akan menjadi topik menarik yang terus dikaji lebih mendalam pada era mendatang. Pada era globalisasi ini, tak satu pun negara yang dapat terbebaskan secara mutlak dari dampak globalisasi dalam pergolakan internasional.
Lahirnya fasilitas dan sarana informasi, perluasan ide post-modernisme, eskalasi bahaya lingkungan hidup, dan kian menipisnya batasan perekonomian sebuah negara, yang terakumulasi dalam globalisasi, kini menjadi topik paling tren dibahas. Dewasa ini, para cendikiawan dan pengamat berhasil mengungkap berbagai dimensi globalisasi. Tak diragukan lagi, pada masa mendatang akan muncul dimensi baru globalisasi. Saat ini, muncul dua ide yang masih diperdepatkan yaitu apakah globalisasi berarti penyamaan atau penyatuan.
Sebagian pihak memiliki pandangan yang cukup sederhana tentang globalisasi yaitu penyamaan lahiriah global. Artinya, globalisasi cukup dengan menyamakan tampilan lahiriah saja tanpa menyentuh sisi lainnya. Namun terbukti bahwa ide tersebut tidak berhasil baik pada masa lalu, kini, maupun era mendatang. Adapun di antara para pendukung makna penyatuan dalam globalisasi terdapat kelompok yang menyatakan bahwa globalisasi dapat direalisasikan jika didukung proses dialog antar peradaban.
Sebelum era globalisasi, pemerintah merupakan satu-satunya sarana dalam proses perpindahan budaya ke sebuah masyarakat lain. Artinya, transfer budaya pada era dahulu biasanya terjadi melalui kolonialisme atau penjajahan. Namun kini, kebudayaan setiap masyarakat cenderung didasari pada ideologi dan cara pandang masyarakat tersebut tentang kehidupan secara keseluruhan. Masyarakat dewasa ini terdiri atas berbagai golongan dengan kecenderungan dan idealisme yang plural. Perkembangan teknologi informasi merupakan faktor utama munculnya fenomena globaslisasi. Beragam ideologi dan pemikiran dengan sangat mudah dan cepat tersebar ke seluruh penjuru dunia. Pengaruhnya pun dapat dirasakan dalam kehidupan masyarakat. Batasan geografis sudah tidak lagi berfungsi sebagai tameng infiltrasi budaya asing.
Tak diragukan lagi bahwa globalisasi telah merambah ke seluruh elemen dalam kehidupan bermasyarakat temasuk di bidang sosial dan ekonomi. Dewasa ini, pemerintah tidak sepenuhnya bertindak secara tunggal, melainkan banyak faktor yang ikut andil dalam struktur pemerintahan. Di antara unsur yang paling berpengaruh dalam kebijakan pemerintah adalah investasi, teknologi, dan media massa. Sebab itu, tidak akan ada satu negara pun yang dapat secara mutlak terlepas dari dampak globalisasi.
Poin menarik lainnya adalah budaya mana yang akan mendominasi peradaban umat manusia. Banyak pihak yang berpendapat bahwa budaya Barat akan mendominasi dunia mengingat Barat memiliki kekuatan ekonomi dan teknologi yang kuat. Namun pendapat tersebut memiliki kekurangan yang sangat menonjol, bahwa sejak dahulu hingga kini tidak ada satu kebudayaan pun yang dapat menghapus kebudayaan masyarakat lain. Keragaman budaya akan terus terjadi selama terdapat perbedaan ideologi, lokasi, sejarah, dan pengalaman setiap individu. Kebudayaan lebih bergantung pada karakter setiap individu daripada tatanan dan sistem global.
Menghadapi fenomena globalisasi, umat Islam lebih dituntut menjaga dua poin penting yaitu, pengokohan identitas dan reaksi timbal balik dengan fenomena tersebut. Pengokohan identitas bagi umat Islam ibarat imunisasi terhadap berbagai unsur buruk dan destruktif dalam gelombang globalisasi. Selain itu, dunia Islam juga harus menjaga persatuan dan kekompakan guna menjalin kerjasama erat di berbagai bidang. Hal itu akan sangat diperlukan di saat terjadi benturan dengan budaya asing. Bagaimanapun juga penolakan terhadap sebuah kebudayaan akan menuai ketidakpuasan dari pihak terkait dan hal ini telah terjadi.
Tahap pengokohan identitas itu bukan berarti bahwa dunia Islam harus menutup seluruh pintu terhadap budaya asing. Karena jika tahap pengokohan identitas dilakukan dengan baik, umat Islam bahkan tidak perlu menututp satu pintu pun mengingat mereka terlebih dahulu telah membentengi diri mereka. Adapun poin kedua adalah reaksi timbal balik dunia Islam menghadapi globalisasi. Pada hakikatnya globalisasi merupakan sarana terbaik bagi umat Islam untuk memperkenalkan budaya dan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Seperti yang telah tercantum dalam Al Quran bahwa tidak ada pemaksaan dalam agama, umat Islam dapat menawarkan budaya, ideologi, dan gaya hidup Islami, kepada dunia dengan menampilkan keteladanan Rasulullah dan para nabi lainnya. Tauhid, kesederhanaan, kejujuran, dan etika, merupakan di antara hikmah Islami yang saat ini dinanti umat manusia modern. Peluang inilah yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh umat Islam dalam mewujudkan kehidupan dan masyarakat yang diridhoi oleh Allah.
(Syiahali/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email