Pesan Rahbar

Home » » Wasiat Nabi Muhammad Saw Yang Terabaikan

Wasiat Nabi Muhammad Saw Yang Terabaikan

Written By Unknown on Monday, 16 March 2015 | 03:36:00


“Aku tinggalkan untuk kalian dua amanat, selama kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya. Salah satunya lebih agung dari yang lain. Yakni Kitab Allah (al-Qur’an), tali rahmat-Nya yang terbentang dari langit hingga bumi. Yang kedua adaah ‘itraty (kerabatku), yakni ahli baitku (keluargaku). Keduanya tidak akan berpisah di sisiku hingga masuk di haudh (telaga surga). Perhatikanlah bagaimana kalian akan bersikap dengan kedua amanat itu?” Demikian terjemahan redaksi hadits Nabi Muhammad saw dalam Sunan Turmidzi dari sekian banyak redaksi-redaksi hadits yang mempunyai makna hampir sama dan dapat dipastikan kesahihannya.

Namun dalam kenyataannya wasiat tersebut hampir tidak pernah disinggung dan “dihilangkan” dalam pendidikan dan pengajaran umat Islam. Hadits wasiat tersebut biasa dikenal dengan sebutan hadits al-Tsaqalain, dua perkara berat yang diamanahkan Rasulullah sw kepada umatnya. Hadits di atas bagi mayoritas kaum muslim mungkin terdengar baru bahkan mungkin dianggap hadits lemah karena galibnya mereka didengarkan, diajarkan, dan didoktrin dengan riwayat yang lain, yaitu “Wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal untuk kalian. Apabila kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya.Keduanya adalah Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”.

Padahal jika anda mempelajari dan mengetahui ilmu hadits, anda akan temukan bahwa kedua hadits yang kontradiksi tersebut memiliki perbedaan kualitas yang menonjol. Hadits yang pertama memiliki kualitas yang dapat diandalkan sedangkan hadits terakhir dapat dipastikan memiliki kualitas jauh lebih rendah dan lemah dari hadits pertama. Tidak percaya? Coba cari penelitian, takhrij kedua hadis tsaqalain di internet.


Fatwa Mufti Mazhab Syafi’i tentang Hadits Dua Wasiat Nabi saw

FATWA AL-ALIM AL-ALAMAH ASSAYYID ALHABIB HASAN BIN ALI BIN HASYIM BIN AHMAD BIN ALWY BA'AGIL AL-ALAWY MUFTI MAZHAB SYAFI'I DI MAKKAH ALMUKARRAMAH Wafat tahun 1335H.

Jawaban Mengenai Hadits, "Aku tinggalkan pada kalian Ats-tsaqalain (dua pusaka), yaitu Kitabullah (Alqur'an) dan Keluargaku (yaitu) Ahli Baitku".

Saya pernah ditanya mengenai hadits, "Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat setelah (berpegang teguh kepada) keduanya; kitabullah (Alqur'an) dan ........" apakah -kata penanya itu-hadits tsb shahih jika ditambah dengan kata-kata (akhirnya) 'itraty wa ahli baity (keluargaku yaitu ahli Baitku) atau mungkin yang benar, wasunnaty (dan sunnahku). Dia berharap agar dapat menjelaskan sanad hadits tsb.

Sebenarnya, hadits yang tsabit dan shahih adalah hadits yang berakhir dengan wa ahli baity. Sedang yang berakhir dengan kata-kata wa sunnaty itu bathil (salah) dari sisi matan dan sanadnya. Berikut penjelasan mengenai sanad hadits tsb.

Hadits tsb diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya (IV: 1873 no. 2408 cetakan Abdul-Baqy) dari Sayyidina Zaid bin Arqam r.a. Dia berkata, "Suatu hari Rasulullah s a w. Pernah berdiri dihadapan kami seraya berkhutbah disuatu tempat (kebun) kosong diantara Makkah dan Madinah. Beliau s a w memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya. Lalu menasehati dan mengingatkan (ummatnya). Kemudian bersabda, "Amma ba'du (adapun sesudah itu), ingatlah wahai sekalian manusia, sesunguhnya aku ini hanya manusia biasa, hampir-hampir (sebentar lagi) akan datang utusan Tuhanku (yang akan memanggilku ke Hadhrat-Nya), maka akupun (pasti) mengabulkannya. Dan aku akan meninggalkan pada kalian dua pusaka. Pertama, Kitabullah itu dan peganglah teguh-teguh." Beliau s a w. Memerintahkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an sebagai Kitabullah dan mendorong untuk mengamalkannya. Kemudian beliau saw bersabda, "Dan Ahli Baitku (keluargaku)."

Itulah Lafadh atau redaksi Imam Muslim. Dan diantara perawi lain yang meriwayatkan dengan redaksi seperti itu ialah Al-Darimy dalam Sunan-nya (II : 431 - 432) dengan isnad shahih seperti (terangnya) matahari. Ada juga perawi lain yang meriwayatkan hadits tsb seperti redaksi Imam Muslim itu.

Sedang riwayat Imam Turmudzi terdapat kata-kata, wa 'itraty ahli baity (dan keturunanku [yaitu] ahli baitku [keluarga rumahku])." Dalam Sunan Turmidzi (V: 663 no. 3788), Rasulullah s a w. Bersabda, "Sesungguhnya aku meninggalkan pada kalian apa yang jika kalian pegang (erat-erat) pasti kalian tidak akan sesat sudah aku (tiada). Salah satunya lebih agung dari pada yang lainnya, (yaitu) Kitabullah. Dia merupakan tali yang memanjang dari langit ke bumi. Dan keturunanku (yaitu) ahli baitku. Kedua pusaka itu tidak akan berpisah sehingga keduanya dapat mendatangkan haudh-telaga-kepadaku. Perhatikanlah (berhati-hatilah dan pikirkanlah) bagaimana kalian memperlakukan mereka sepeninggalku." Hadits shahih.

Adapun kata-kata wa sunnaty (dan sunnahku), saya tidak meragukan ke-maudhu'-annya karena ke-dha'if-an sanadnya, dan faktor-faktor lainnya yang sangat mempengaruhi kelemahannya.

Berikut ini isnad dan matan Hadits tsb.

Imam Al-Hakim meriwayatkan hadits tsb dalam Al-Mustadrak (I :93) dengan isnad dari Ibnu Abi Uwais dari ayahnya, dari Tsaur bin Zaid Al-Daily, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Diantaranya dalam sanad hadits tsb terdapat Ibn Abi Uwais dan ayahnya. Al-Hafidh Al-Mizzy dalam Tahdzib Al-Kamil (III : 127), mengenai biografi Al-Ibn-Ibn Abi Uwais - dan aku akan mengutip perkataan orang yang mencelanya, berkata Muawiyah bin Shalih dari Yahya bin Mu'in, "Abu Uwais dan putranya itu (keduanya) dha'if (lemah)." Dan dari Yahya ibn Mu'in juga, Ibn Abi Uwais dan ayahnya (suka) mencuri hadits." Dan dari Yahya juga, "Dia itu suka mengacaukan (hafalan) hadits (mukhallith) dan suka berbohong, dia tidak mengapa (dalam hadits)."

Tetapi menurut Abi Hatim, Ibn Abi Uwas itu tempat kejujuran (mahalluhu ash-shidq), dia terbukti lengah (dilengahkan / dibiarkan orang) (mughaffal). Imam Nasa'iy menilai dia dha'if (lemah). Dan masih menurut Imam Nasa'iy dalam kesempatan lain, dia tidak tsiqah. Menurut Abu Al-Qasim Al-Alka'iy, "Imam Nasa'iy sangat jelek menilainya sampai ke derajad matruk (Ibn Abi Uwais itu ditinggalkan orang)".

Menurut komentar Abu Ahmad binAdy, "Ibn Abi Uwais itu meriwayatkan dari pamannya (khal-nya) (yaitu) Malik yaitu berupa beberapa hadits gharib yang tidak diikuti oleh seorangpun (dari periwayat lain) (tidak ada mutaba'ah-nya).

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam muqaddimah Al-Fath Al-Bary (hlm. 391 terbitan Dar Al-Ma'rifah) mengenai Ibn Abi Uwais mengatakan, "atas dasar itu hadits dia -Ibn Abi Uwais-tidak dapat dipakai sebagai hujjah selain yang terdapat dalam As-shahih, karena celain yang dilakukan Imam Nasa'iy dan lain-lainnya .....".

Al-Hafizh Sayyid Ahmad bin As-Shadiq dalam Fath Al-Mulk Al-Aly (hlm 15) mengatakan, "Berkata Salamah bin Syabib, "Aku pernah mendengar Ismail bin Abi Uwais mengatakan, "Mungkin Aku membuat hadits (adhu'u al-hadits) untuk penduduk Madinah jika mereka berselisih pendapat mengenai sesuatu diantara mereka."

Jadi, dia-Ibn Abi Uwais - dituduh suka membuat hadits (maudhu'), dan Ibn Mu'in menilainya sebagai pembohong. Dan haditsnya yang mengandung kata-kata wa sunnaty tidak terdapat dalam salah satu dari Shahihain.

Adapun mengenai ayahnya, Abu Hatim Ar-Razy mengatakan, sebagaimana disebutkan didalam kitab anaknya Al-Jarh wa At-Ta'dil (V: 92), "Ditulis haditsnya, tetapi tidak dapat dijadikan hujjah, dan dia tidak kuat."

Dalam sumber yang sama, Ibn Abi Hatim mengutip dari Ibn Mu'in bahwa dia berkata dalam kitab Al-Jarh wa Ta'dil tsb, "Abu Uwais itu tidak tsiqah."

Menurut saya, sanad yang dimasuki atau dicampuri oleh dua orang yang telah kami paparkan itu tidak dapat menjadi shahih kecuali jika ada unta yang dapat masuk ke lubang jarum (mustahil). Apalagi jika telah terbukti bahwa apa yang telah mereka bawa dan datangkan itu bertentangan dengan hadits tsabit dan shahih. Pikirkanlah itu, semoga Allah memberikan hidayah pada kita semua.

Imam Al-Hakim telah mengakui ke dha'if-an hadits tsb, sehingga dia tidak menshahihkannya dalam Al-Mustadrak. Dia hanya menarik (mencarikan) syahid atau saksi penguat bagi hadits tsb, tetapi tetap saja lemah (wahin) dan isnadnya jatuh (saqith), sehingga tampaklah betapa sangat lemahnya hadits tsb.

Kami telah membuktikan bahwa Ibn Abi Uwais dan ayahnya sungguh - sungguh, salah satu diantara keduanya telah mencuri (membuat) hadits. (Sehingga haditsnya disebut maudhu', dibuat-buat).

Al-Hakim meriwayatkan (I : 93) hadits tsb, dia berkata, " saya telah menemukan syahid atau saksi penguat bagi hadits tsb dari hadits Abi Hurairah". Kemudian diriwayatkan dengan sanadnya melaui (jalan) Al-Dhaby: Telah menghaditskan kepada kami Shalih bin Musa At-Thalhy dari Abdul Aziz bi Rafi' dari Abu Shalih dari Abu Hurairah - secara marfu' (Rasulullah s a w bersabda), "Sesungguhnya aku meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat setelah keduanya. Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan berpisah sehingga keduanya mendatangkan (mengembalikan) telaga (haudh) kepadaku".

Menurut saya (Sayyid Hasan) hadits tsb juga maudhu' (dibuat-buat). Disini yang dibicarakan atau yang dikomentari hanya satu orang yaitu Shaleh bin Musa Al-Thalhy. Berikut ini penilaian para imam pakar hadits dari kalangan Kibar Al-Huffazh (penghafal terkenal) yang mencela Shaleh bin Musa Al-Thalhy sebagaimana terdapat dalam kitab Tahdzib Al-Kamal (XIII : 96),"Berkata Yahya bin Mu'in, "Laisa bi-syai'in (riwayat [hadits] tsb bukan apa-apa)." Abu Hatim Ar-Razy berkata, "Dha'if Al-Hadits (Haditsnya dha'if)."

Dia sangat mengingkari hadits dan banyak kemungkaran terhadap perawi yang tsiqah. Menurut penilaian Imam Nasa'iy, haditsnya tidak perlu ditulis. Atau pada kesempatan yang lain Imam Nasa'iy berkata, "Dia itu matruk al-hadits (haditsnya matruk / ditinggalkan)."

Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalany dalam Tahdzib At-Tahdzib (IV: 355) menyebutkan, "Ibn Hibban berkata bahwa Shaleh bin Musa meriwayatkan dari tsiqat apa yang tidak menyerupai hadits itsbat (yang kuat) sehingga yang mendengarkannya bersaksi bahwa riwayat tsb ma'mulah (diamalkan) atau maqbulah (diterima) tetapi tidak dapat dipakai untuk ber-hujjah. Abu Nu'aim berkata : "Dia itu matruk al-hadits, sering meriwayatkan hadits-hadits munkar."

Al-Hafizh dalam At-Taqrib juga menghukuminya sebagai rawi matruk (yang harus ditinggalkan) (Tarjamah 2891). Demikian pula Al-Dzahaby dalam Kasyif (2412), yang menyebutkan bahwa dia wahin (lemah). Menurut Al-Dzahaby dalam Al-Mizan (II : 302), hadits riwayat Shaleh bin Musa tsb termasuk kemungkaran yang dilakukannya.

Imam Malik menyebut hadits tsb dalam Al-Muwaththa' (I : 899 no. 3) tanpa sanad (jadi tidak ada asal-usulnya hadits itu / la aslu -pen). Tetapi hal itu tidak ada artinya, karena mengenai kelemahannya telah jelas.

Al-Hafizh Ibn Abdilbar dalam At-Tahmid (XXIV : 331) menyebutkan sanad ketiga mengenai hadits dha'if tsb, "Dan telah menghaditskan kepada kami Abdurrahman bin Yahya, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Ahmad bin Sa'id, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Muhammad ibn Ibrahim Al-Daibaly, dia berkata, "telah menghaditskan kepada kami Ali bin Zaid Al-Faraidhy, dia berkata, "telah mengahaditskan kepada kami Al-Haniny dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf, dari ayahnya, dari kakeknya (mengenai hadits tsb)".

Sekarang kita akan memperbincangkan satu illat atau penyakit saja, yaitu Katsir bin Abdullah yang terdapat dalam isnad hadits tsb. Menurut Imam Syfi'iy Rahimahullah Ta'ala - dia adalah salah satu punggung kebohongan. Sedang menurut Abu Dawud Rahimahullah Ta'ala, "dia adalah salah satu pembohong."

Ibn Hibban berkata, "Dia meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya suatu nuskhah (teks) yang maudhu' (dibuat-buat) yang tidak halal atau tidak pantas untuk dicantumkan didalam berbagai kitab dan tidak perlu diriwayatkan kecuali untuk (sisi) ta'ajjub (aneh karena keberaniannya dalam berbohong -pen).

Menurut penilaian Imam Nasa'iy dan Al-Darulquthny, dia matruk al-hadits (haditsnya ditinggalkan orang). Imam Ahmad berkata, "dia itu pengingkar hadits, dia tidak (mempunyai peran) apa-apa." Demikian pula menurut peniliaan Yahya bin Mu'in, bahwa dia tidak (bukan) apa-apa, (tidak ada apa-apanya), (bukan orang penting).

Saya (Sayyid Hasan bin Ali) berpendapat, sungguh salah jika Al-Hafizh Ibn Hajar Rahimahullah Ta'ala - dalam Taqrib menilainya sebagai dha'if saja, kemudian dia berkata, "sungguh berlebihan jika ada orang yang menuduh sebagai pembohong." Menurut saya (Sayyid Hasan), hal itu sama sekali tidak salah dan tidak berlebihan. Karena, seperti terlihat dari peniliaan para imam atau pakar hadits, dia memang pendusta. Bukankah Al-Dzahaby juga telah menilai dia (dalam Al-Kasyif) sebagai wahin (lemah). Dan memang dia demikian. Haditsnya maudhu'. Hadits tsb tidak cocok untuk diikuti (mutaba'ah) dan tidak perlu dicarikan syahid (saksi penguatnya). Bahkan harus dijauhi. Allah-lah yang memberi taufiq kepada kita semua.

Menurut Tuan Mutanaqidh - penentang atau sang kontroversial - dalam Dha'ifatih (IV : 361), hadits shahih dan tsabit (kuat) yang menyebutkan, "Wa 'itraty ahli baity (Dan keturunanku yaitu ahli baitku) menjadi syahid (saksi) atas (kebenaran dan keshahihan) hadits yang mengandung wa sunnaty (dan sunnahku). Yang demikian itu menurut saya (Sayyid Hasan bin Ali) termasuk yang layak untuk ditertawakan saja. Hanya Allah yang memberi hidayah kepada kita semua. Tanbih / Peringatan dari Alhabib Assayyid Hasan bin Ali. Sabda Rasulullah s a w., "Itraty Ahli Baity (Keturunanku [yaitu] ahli baitku atau keluargaku), maksudnya adalah istri-istrinya (?), keturunannya (dzurriyah-nya), dan yang lebih istimewa adalah Sayyidah Fathimah, Sayyidina Ali r a. - semoga Allah memuliakannya di surga, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain a.s, dan semoga mereka mendapat ke ridaan-Nya.

Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad s a w. Dalam sebuah hadits shahih dan tsabit. Diriwayatkan oleh Siti Aisyah r a. Dalam shahih Muslim (IV : 1883 no. 2424) dari Umar bin Abu Salamah, anak tiri Rasulullah s a w., sebagaimana dicantumkan dalam At-Turmudzi (V:663). Redaksinya dari beliau - Rahimahullah Ta'ala - dan lain-lainnya dengan isnad-isnad shahih. Dia berkata, "Ayat berikut ini turun kepada nabi s a w., Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu - hai ahli bait - dan membersihkan sebersih bersihnya (QS. Al-Ahzab: 33)." Ayat tsb turun kepada Nabi s a w di rumah Ummu Salamah r a. Lalu Nabi Muhammad s a w memanggil Sayyida Fathimah r a, Hasan dan Husain. Lalu Raulullah s a w menutipi mereka dengan kiswah (baju, kain) sedang Imam Ali r a. - wa karrama wajhah - ada dibelakang punggungnya (Nabi s a w). Beliau s a w pun menutupi dengan pakaian (kiswah).

Kemudian beliau s a w bersabda, "Allahumma (ya Allah), mereka itu ahli baitku, maka hilangkanlah dosa (kekejian dan kekotoran) dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya (bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya)." Ummu Salamah r a berkata, "Dan (apakah) aku beserta mereka wahai Rasulullah ?" Beliau bersabda, "Engkau mempunyai tempat tersendiri, dan engkau menuju kepada kebaikan."

Siapa yang membatasi Ahli Bait Rasulullah s a w hanya pada istri-istrinya saja, maka sungguh keliru. Karena hal itu bertentangan dengan ijmak dan sunnah yang shahih.

Dengan penjelasan tsb, jelas bahwa hadits, Kitabullah wa 'Itraty (Kitabullah dan keturunanku) adalah hadits shahih dan tsabit yang terdapat pada shahih Muslim. Kata-kata kitabullah wa sunnaty (kitab Allah dan Sunnahku) itu bathil - dari sisi isnad - dan tidak shahih. Maka saya menganjurkan kepada para khatib, imam dan mubaligh untuk segera meninggalkan pengucapan hadits-hadits yang tidak diriwayatkan dari Nabi Muhammad s a w. Dan hendaknya mereka juga tidak segan-segan untuk mengungkapkan hadits shahih dari Nabi Muhammad s a w yang terdapat dalam Shahih Muslim, yang antara lain menyebutkan, "Kitabullah wa Itraty ahli baity atau wa ahli baity".

Kamipun pesan kepada para penuntut ilmu (santri dan pelajar pada umumnya) untuk mempelajari ilmu hadits. Dan hendaklah mereka juga mau menyediakan waktu untuk mengenali hadits yang shahih dan dha'if sekaligus.

Allah SWT memfirmankan yang Hak dan benar. Dia menunjuki manusia dan makhluk-Nya ke jalan yang lurus dan benar. Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin. (Dikutip dari kitab Shahih Shifat Shalat An-Naby [Shalat Bersama Nabi s a w] karya Sayyid Hasan bin Ali Ba'Agil - Pustaka Hidayah - Bandung).


QASHIDAH ALHABIB ABDULLAH BIN ALWY ALHADDAD R.A.

Wahai Rasulullah keselamatan diberikan Tuhan atasmu.

Wahai orang yang bermartabat dan berbudi tinggi.
Lemah lembutmu wahai pemimpin tetangga. Wahai orang yang dermawan lagi mulia.
Kami tetangga di tanah haram (Makkah).Tanah haram yang baik dan berbuat baik.
Kami keturunan orang-orang yang tinggal ditempat itu.
Tempat yang aman tenteram dari rasa ketakutan.
Dengan ayat-ayat Al-Qur'an hati mereka telah ditunjuki. Semoga jangan diantara kami berhati lemah.
Kami kenal padang pasir dan ia mengenal kami. Shafa1) dan Baitullahil haram menawan hati kami.
Pada kami Mu'alla2), Khaif3) dan Mina4). Ketahuilah dan fahamilah benar-benar hal ini.
Pada kami seorang bapak5) sebaik-baik makhluk.
Sayyidina Ali yang diridhai dan keluarga dengan beliau.
Dari kedua cucunya6) kami berketurunan. Keturunan sejati, suci dan murni dari tiruan.
Berapa banyak imam-imam yang telah menggantikannya.
Diantaranya terkenal dengan gelar sayyid.
Dengan gelar itu mereka dipanggil dan disebut orang.
Gelar yang dimiliki oleh suatu ketururnan sejak dulu.
Diantaranya seperti Ali Zainal Abidin. Dan Anaknya Albagir, seorang wali yang terkenal baik.
Juga Al-Imam Ashshadiq seorang pemimpin yang bijaksana. Serta Ali yang sangat kuat keyakinannya.
Maka mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dan dengan karunia Allah mereka berbahagia.
Dan Mereka tidak mempunyai keinginan sesuatu kecuali Allah. Serta hanya kepada Al-Qur'an mereka berpegang.
Ahlul bait Nabi Musthafa yang suci dari dosa.
Ingatlah! Bahwa mereka adalah pengaman dimuka bumi ini.
Meraka ibarat bintang-bintang yang bercahaya dilangit.
Demikianlah Sunnatullah7) telah menentukanya.
Meraka ibarat kapal tempat untuk kita berlindung.
Apabila takut dari terjangan topan yang menyusahkan.
Berlindunglah kedalamnya, engkau akan terlepas dari
semua itu. Dan berpegang teguhlah kepada Allah serta
mintalah tolong kepada-Nya.
Ya Allah, jadikanlah kami orang yang berguna berkat mereka. Dan tunjukilah kami kebaikan atas sebab kehormatan mereka.
Dan matikanlah kami ya Allah, diatas jalan mereka.
Serta hindarkanlah kami ya Allah, dari segala macam
fitnah. (bacalah 3 X)


Catatan:

1) bukit Shofa

2) nama suatu tempat di Makkah

3) masjid Khaif di Mina, jama'ah haji disunnahkan sholat didalamnya.

4) Mina di dekat Makkah

5) Dinisbatkan kepada Nabi Muhammad s a w.

6) Imam Hasan dan Imam Husain.

Anda akan menjumpai banyak penelitan dan takhrij atas hadist tersebut yang dapat memahamkan kita semua meski anda bukan orang yang mumpuni masalah hadits. Anda dapat juga mengkrosceknya dengan puluhan kitab riwayat, rijal hadits yang tersebar gratis di dunia maya untuk menghilangkan rasa ketidakpercayan anda.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan dan kenapa wasiat Nabi Muhammad saw tersebut tidak menyebar luas sebagaimana riwayat lemah kedua yang sering kita dengar sewaktu sekolah, kuliah bahkan ketika khatib-khatib Jum’at mulai memerintahkan kita semua untuk bertakwa kepada Allah swt. Namun jika merunut sejarah peradaban Islam, ada masa-masa di mana ahli bait, keluarga Nabi Muhammad saw beserta para pengikutnya ditindas, dikejar-kejar bahkan dibunuh oleh pihak pemegang kekuasaan. Suatu masa dimana menyebut nama mereka merupakan sebuah tindakan kriminal yang dapat membunuh si pengucapnya. Yunus bin Ubaid berkata: “Aku bertanya kepada Hasan al-Basri: ‘Wahai Abu Sa’id, mengapa engkau katakan bahwa Rasululah saw bersabda demikian… demikian, sedangkan engkau sendiri tidak mengetahui asal-usulnya?’. Kemudian Hasan al-Basri menjawab: ‘Wahai kemenakanku, engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang orang lain belum pernah menanyakannya padaku, bukankah engkau mengerti bagaimana keadaan zaman yang kita hadapi sekarang ini, … ketahuilah … setiap engkau mendengar aku berkata “Rasulullah saw bersabda”, maka hadits itu adalah dari riwayat Ali bin Abi Thalib ra hanya saja sekarang ini kita berada dalam zaman di mana tidak boleh menyebut nama Ali bin Abi Thalib”. Di masa-masa itulah kemungkinan besar wasiat Nabi Muhammad saw mulai terpinggirkan dan tidak diajarkan pada umat Islam.

Apakah wasiat Nabi Muhammad saw yang merupakan bentuk pengutamaan beliau atas keluarganya seperti halnya tindakan nepotisme sahabat Utsman yang didorong oleh rasa kemanusiaannya, yang akhirnya kebijakan tersebut membunuh dirinya sendiri?

“Itulah (karunia) yang Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu upah untuk itu kecuali kasih sayang kepada keluarga”. dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan pula baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterimakasih.” (al-Syura: 23).

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 33).

Ayat di atas dan banyak hadits-hadits lain menunjukkan bahwa perintah Nabi Muhammad saw kepada semua umat Islam agar mencintai, mengutamakan, mengikuti, bahkan memasukkan ahli bait Nabi Muhammad saw dalam bacaan shalawat merupakan bagian dari perintah Allah Maha Bijaksana yang disampaikan melalui nabi-Nya.

Untuk keperluan perintah tersebut, Allah dengan cara-Nya yang misterius menyiapkan semua yang diperlukan. Allah menciptakan pribadi-pribadi suci berkualitas dari keturunan langsung Nabi Muhammad saw untuk menjaga umat Islam sampai akhir zaman. Merekalah yang disebut ahli bait Muhammad saw (setidaknya yang menjadi kesepakatan seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fatimah, Ali, dan kedua putranya Hasan dan Husain). Kedudukan tinggi mereka di sisi Allah dan Nabi-Nya diketahui dengan pasti tidak hanya oleh kalangan ulama biasa melalui banyaknya riwayat Nabi Muhammad tentang mereka. Kalangan ulama khash, sebagai pemegang rahasia Tuhan, pun mengetahui kedudukan mereka dengan jelas. Sebut saja Ibnu Arabi, ia memandang bahwa generasi Fatimah al-Zahra sebagai generasi suci secara dzati. “Sedekat-dekat manusia kepada Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, imam semesta dan pemegang rahasia para nabi seluruhnya”; “Akar dan pokok pohon Tuba berada di kediaman Ali bin Abi Thalib”, adalah beberapa pengakuan beliau akan keutamaan dan keunggulan Ahli bait Nabi Muhammad saw.

Contoh lainnya adalah Jalal al-Din al-Rumi. Ia menjuluki Ali bin Abi Thalib dengan lebih dari 50 gelar dalam Matsnawinya. Ali sebagai kebanggaan setiap Nabi; sebagai kebanggaan setiap wali; singa Tuhan; cahaya di atas cahaya; yang tenggelam dalam cahaya Allah, dan lain sebagainya.

Bahkan ketika mengomentari peristiwa pembunuhan Husain as, satu kejadian selain pembunuhan Yahya bin Zakariya as yang menyebabkan langit menangis darah, ia mengatakan: “Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad? Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang mukmin hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh”.

Akhirnya, Tuhan memberikan dua pilihan pada kita semua. Mengecewakan Nabi Muhammad saw atau mencintai ahli baitnya di zaman manusia mendapat kebebasan berpikir, bersuara dan berkeyakinan seperti sekarang ini.


Wasiat Rasulullah Kepada Ali Karramallahu Wajhah


Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia disisi Allah S.W.T. adalah yang paling memberi manfaat di antara mereka kepada manusia, dan orang yang paling buruk di sisi Allah S.W.T. orang yang panjang umurnya tapi buruk amalnya. Dan sebaik-baik manusia itu orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya”.

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda: Wahai Ali, orang yang celaka itu ada tiga tanda:
Memakan makanan yang haram, menjauhi orang ‘alim, shalatnya untuk sendiri.

Wahai Ali, orang yang berbuat dosa itu ada tiga tanda: Suka membuat kerusakan (suka mengacau), menyusahkan hamba-hamba Allah, menjauhi petunjuk.

Wahai Ali, orang zholim itu ada tiga tanda: Dia tidak memperdulikan sesuatu yang dia makan, mengerasi orang yang berhutang kepadanya, bertindak keras kepada orang berhutang apabila dia mendapatkannya.

Wahai Ali, orang munafik itu ada tiga tanda: Jika berkata dia dusta, apabila janji dia menyalahi janjinya, apabila di amanatkan dia berkhianat. Dan tidak berguna kepadanya nasehat.

Wahai Ali, bagi orang mu’min ada tiga tanda: Bersegera dalam taat kepada Allah, menjauhkan segala yang diharamkan, berbuat baik kepada orang yang berlaku buruk kepadanya.

Wahai Ali, Barangsiapa makan barang yang halal, jernilah agamanya, lembut hatinya dan terbuka do’anya. Barangsiapa makan barang yang subhat, keruh agamanya dan gelap hatinya. Barangsiapa makan barang yang haram matilah hatinya. menipis agamanya, lemah keyakinannya, Allah tutup do’anya dan akan mengurang ibadahnya.

Wahai Ali, Senantiasa orang yang beriman itu tambah meningkat dalam agamanya selama ia tidak makan barang yang haram, Dan Barangsiapa yang menjauhkan diri dari Ulama, maka akan mati hatinya (padam cahaya hatinya), dan akan buta ia terhadap perkara-perkara ibadah kepada Allah S.W.T.

Wahai Ali, Jauhilah olehmu kemarahan, karena sesungguhnya kemarahan itu dari Syaithan, dan dia akan menguasai dirimu ketika engkau dalam keadaan marah itu. Jauhilah olehmu dari sumpahan orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Allah S.W.T. akan mengabulkan sumpah itu, sekalipun dia orang kafir, karena kekafiran itu akan tetap pada dirinya.

Wahai Ali, Jangan engkau banyak bergurau, karena hal itu akan menghilangkan kewibawaanmu. Jangan engkau suka berbohong, karena hal itu akan menghilangkan cahayamu. Jauhilah olehmu dua sifat, yaitu kejemuan dan kemalasan, karena jika engkau jemu, engkau tidak akan sabar dalam menegakkan kebenaran yang haq, dan jika engkau malas, maka engkau tidak akan dapat melaksanakan kewajiban kamu yang haq.

Wahai Ali, manfaatkanlah empat perkara, sebelum datang empat perkara, yaitu: Manfaatkanlah masa mudamu sebelum engkau menjadi tua. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum engkau jatuh sakit. Manfaatkanlah masa jayamu sebelum engkau miskin. Manfaatkanlah masa hidupmu sebelum engkau datang ajalmu.

Wahai Ali, ada tiga perkara termasuk budi pekerti mulia, dari dunia sampai akhirat, yaitu: Memaafkan orang yang menzholimimu, menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya, menguasai amarah terhadap orang yang berbuat kejahilan padamu.

Wahai Ali, ada tujuh perkara, barangsiapa yang memilikinya maka sesungguhnya dia telah menyempurnakan hakikat keimanannya. Dan Pintu-pintu surga akan terbuka baginya. Tujuh perkara itu ialah: Sempurna wudlu’nya. Sempurna shalatnya. Meng-infaqkan zakat hartanya. Pandai mengekang hawa nafsu amarahnya. Pandai menjaga lidahnya. Selalu memohon ampun atas dosa-dosanya. Pandai memberi nasehat dan membimbing ahli keluarganya.

Wahai Ali, empat perkara yang barangsiapa memilikinya, Allah akan sediakan baginya bangunan yang khusus di Surga, yaitu: Melindungi anak yatim. Menasehati orang dhaif. Melindungi serta menyayangi kedua orang tua. Lemah lembut kepada pembantu-pembantunya. (*)

KH. Thobary Syadzily al Bantani

(Syiahali/Sulaiman-Djaya/Sunni-Syiah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: