Tiada seorang nabi yang diganggu kaumnya seperti Nabi Muhammad saw. diganggu kaumnya!
Dan tiada nabi yang lebih sabar
dari Nabi Muhammad saw. dalam menghadapi gangguan kaumnya, baik yang
kafir maupun yang munafik atau yang lemah imannya!
Serta tiada dosa melebihi dosa
mengganggu Allah dan Rasul-Nya! Allah melaknat dan mencampakkan ke dalam
siksa pedih-Nya sesiapa yangberani-berani mengganggu rasul-Nya!
Allah SWT. berfirman:
إِنَّ الَّذينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ وَ أَعَدَّ لَهُمْ عَذاباً مُهيناً.
“Sesungguhnya orang-orang yang
menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di
akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. al
Ahzâb[33] ;57)
Keterangan:
Tentang ayat di atas, Ibnu Katsir
berkata, “Allah berfirman sembari mengancam dan manjanjikan siksaan atas
sesiapa yang mengganggu-Nya dengan melanggar perintah-perintah-Nya dan
menerjang larangan-larangan-Nya serta berterus-terus dalam melanggar.
Allah juga mengancam sesiapa yang mengganggu Rasul-Nya dengan
menisbatkan aib atau cacat –kami berlindung kepada Allah darinya-…. .”
Dan setelah menyebutkan perselisihat pendapat para ahli tafsir tentang
siapa atau kelompok mana yang dimaksud dengannya, di antaranya adalah
pendapat Ibnu Abbas ra. bahwa yang dimaksud dengannya adalah para
sahabat yang mengganggu Nabi saw. terkait dengan pernikahan beliau saw.
dengan Shaifyah binti Huyai ibn Akhthab, ia melanjutkan, “Yang zahir
bahwa ayat itu bersifat umum untuk siapapun yang mengganggu beliau
dengan bentuk gangguan apapun. Maka barang siapa mengganggu beliau
berarti ia benar-benar telah mengganggu Allah. Sebagaimana ta’at kepada
beliau adalah ta’at kepada Allah.”[1]
Asy Syaukani menjelaskan makna mengganggu
dengan: “Tindakan apapun yang tidak disukai Allah dan rasul-Nya berupa
maksiat. Sebab mustahil Allah terganggu. Adapun makna la’nah (laknat)
adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah. Dan Allah menjadikan
ganjaran itu di dunia dan di akhirat agar mereka diliputi laknat
sehingga tidak tersisa waktu hidup dan mati mereka melainkan
laknat/kutukan Allah mengena dan menyertai mereka.”[2]
Dalam ayat di atas Allah menegaskan bahwa
siapapun yang mengganggu Rasulullah saw. berarti ia menganggu Allah,
sebab seorang rasul selaku rasul tidak lain adalah utusan Allah, maka
siapapun yang mengganggunya berarti sebenarnya ia sedang bermaksud
mengganngu Allah. Dan Allah mencancam bagi yang mengganngu-Nya dan
mengganggu Rasul-Nya dengan kutukan/ laknatan yang akan mengena dan
menyertainya di sepanjang kehidupan dunia dan akhiratnya, selain Allah
siapkan siksa yang menghinakan kelak di hari kiamat ketika mereka
dicampakkan ke dalam api neraka!
Allah mengancamnya dengan laknat yang
artinya –seperti telah disebutkan- adalah diusir dan dijauhkan dari
rahmat Allah SWT. Dan rahmat Allah yang khusus bagi kaum Mukmin adalah
berbentuk bimbingan kepada keyakinan yang benar/haq dan hakikat keimanan
yang akan diikuti dengan amal shaleh. Jadi dijauhkan dari rahmat di
dunia berkonsekuensi terhalanginya orang tersebut dari mendapatkan
rahmat tersebut di atas sebagai balasan atas kejahatannya. Dan ia akan
menyebabkan terkuncinya hati dari menerima kebenaran, seperti ditegaskan
dalam firman-Nya:
لَعَنَّاهُمْ وَ جَعَلْنَا قُلُوبَهُم قاسِيَةً.
“Kami laknati mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS. Al Mâidah [5];13)
Sebagaimana mata hati mereka menjadi buta dan telinga battin mereka menjadi tuli. Allah SWT berfiaman:
أُلئكَ الذين لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُم و أَعْمَى أَبْصارَهُمْ.
“Mereka itulah orang-orang yang
dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan
penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47];23)
Inilah ganjaran mereka yang menggangggu
Rasulullah saw. di dunia. Adaapun ganjarang atas mereka di akhirat nanti
adalah dijauhkan dari rahmat kedekatan Allah. Mereka dihalau dari
mendapat anugrah-Nya. Dan setelah itu Allah menambahkan lagi dengan
firman-Nya: “dan (Allah) menyediakan baginya siksa yang menghinakan.”
Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang
menghinakan mereka, karena daahulu di dunia mereka mengganggu
Rasulullah saw. sebagai bentuk kecongkakan mereka terhadap Allah dan
Rasul-Nya, maka sekarang mereka dibalas dengan kehinaan abadi.
Salah Satu Bentuk Mengganggu Nabi saw.
Para ulama ahli tafsir Sunni menyebutkan
bahwa di antara sikap yang mengganggu dan menyakitkan hati Nabbi saw.
adalah ucapan sebagian sahabat bahwa ia akan menikahi seorang dari istri
beliau saw. jika nanti beliau mati. Maka Allah merekam sikap tidak
senonoh tersebut dalam firman-Nya:
وَ ما كانَ لَكُمْ أَنْ
تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَ لا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْواجَهُ مِنْ بَعْدِهِ
أَبَداً إِنَّ ذلِكُمْ كانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظيماً.
“….Dan tidak boleh kamu menyakiti
(hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat
besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. al Ahzâb[33];53)
Keterangan:
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah (dengan
melanggar perintahnya baik yang terkait dengan sikap kalian terhadap
istri-istri beliau atau dalam masalah-masalah lain) dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu ( menikahi istri-iastri beliau sepeninggal beliau) adalah (dosa yang) amat besar (dosanya) di sisi Allah.
Ayat ini mengesankan secara kuat bahwa
sebagian sahabat telah menyebut-nyebut niatan/ucapan yang disebut di
dalamnya bahwa ada di antara mereka yang berniat menikahi istri-istri
Nabi saw. sepeninggal beliau saw.
Beberapa riwayat telah direkan para Ahli
Hadis bahwa yang berbicara tidak sononoh itu adalah salah seorang
sahabat Nabi saw. Sementara beberapa riwayat lainnya menegaskan bahwa
sahabat yang dimaksud adalah Thalhal ibn Ubaidillah.
Jalaluddin as Suyuthi menyebutkan dalam kitab tafsir ad Durr al Mantsûr-nya delapan riwayat dalam masalah ini dari para muhaddis kenamaan Ahlusunnah, di antaranya adalah:
(1) Ibnu Jarir ath Thabari meriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, “Ada seorang datang menemui salah
seorang istri Nabi saw. lalu berbincang-bincang dengannya, ia adalah
anak pamannya. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Jangan kamu ulang lagi
perbuatan ini setelah hari ini!’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Dia
adalah anak pamanku dan aku tidak berbincang-bincang yang munkar
kepadanya dan dia pun tidak berbicara yang munkar kepadaku.’ Nabi saw.
bersabda, ‘Aku mengerti itu. Tiada yang lebih cemburu dibanding Allah
dan tiada seorang yang lebih pecemburu dibanding aku.’ Lalu ia
meninggalkan Nabi kemudian berkata, ‘Dia meralangku berbincang-bincang
dengan anak pamanku, jika ia mati aku benar-benar akan menikahinya.’
Maka turunlah ayat itu. …. “
(2) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari as
Siddi ra., ia berkata, “Telah samapai kepada kami berita bahwa Thalhah
berkata, ‘Apakah Muhammad menghalang-halangi kami dari menikahi
wanita-wanita suku kami, sementara ia menihaki wanita-wanita kami
setelah kematian kami? Jika terjadi sesuatu atasnya (mati_maksudnya) aku
akan nikahi istri-istrinya.” Maka turunlah ayat ini.
(3) Abdurrazzâq, Abdu ibn Humaid dan
Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Qatadah ra., ia baerkata, “Thahlah
berkata, ‘Jika Nabi wafat aku akan nikahi ‘Aisyah ra.” maka turunlah
ayat: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat… “
(4) Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Abu Bakar ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm tentang firman Allah: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat….”, ia berkata, “Ayat ini turun untuk Thalhah ibn Ubaidillah, sebab dia berkata, ‘Jika Rasulullah saw. aku akan nikahi Aisyah ra.’”[3]
Wallahu A’lam.
Khulashah:
Dari keterangan di atas dimengerti bahwa
karenan Allah SWT. tidak mungkin menimpa-Nya gangguan apapun baik secara
fisik maupun non fisik karena Dzat Allah Maha suci dari mengalami itu
semua. Maka Allah menetapkan manusia-manusia suci pilihan-Nya sebagai
barometer gangguan kepada Allah. Nabi Muhammad saw. adalah barometer
tersebut! Sesiapa yang mengganggu Nabi Muhammad saw. maka berarti ia
benar-benar telah mengganggu Allah SWT. Sebab beliau adalah duta Allah
dan hamba pilihan-Nya!
Referensi:
[1] Tafsir al Qur’an al Adzîm; Ibnu Katsir,4/517.
[2] Fathul Qadîr,4/302-303.
[3]
Baca ad Durr al Mantsûr,5/403-404, Tafsir Fathul Qadîr,4/298-300,
tafsir Ibnu Katsir,3/506, Tafsir Ma’âlim at Tanzîl,5/273, dll.
(Jakfari/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email