Perdana Menteri Inggris, David Cameron
kembali memainkan double standard dengan menyatakan bahwa kerajaan
Inggris akan terus mendukung milisi “moderat” (FSA) untuk melawan
pemerintahan Suriah, sementara di waktu yang sama,Inggris juga merupakan
bagian dari sekutu AS yang menyatakan akan memerangi ISIS di Suriah dan
negara tetangganya, Irak.
Cameron menyatakan dukungan itu di parlemen pada hari Rabu (3/6) kemarin. Ia menegaskan akan terus melatih apa yang disebutnya milisi ”moderat” guna terus melanjutkan pemberontakan melawan pemerintahan Bashar al-Assad.
Teroris dari kelompok takfiri ISIS maupun
faksi-faksi militan lainnya telah menyebabkan krisis di Suriah karena
semuanya tak berhenti mempertontonkan kesadisannya dalam melawan negara
itu.
Setelah pernyataan dukungan tersebut,
Cameron justru balik menuduh pemerintah Suriahlah yang menjadikan
terorisme makin berkembang di wilayahnya,
“Di Suriah, keadaan jauh, jauh lebih
buruk, tapi kami tetap maju, bersama yang lain, dengan rencana untuk
melatih oposisi moderat Suriah dan mencoba membuat perubahan, ini adalah
strategi yang harus lanjutkan, tak perduli butuh waktu seberapa lama
untuk mencapai kesuksesan.”
Penegasan dukungan Cameron untuk milisi
“moderat” Suriah, sementara diwaktu yang sama Inggris juga menyatakan
bergabung dengan AS untuk memerangi ISIS di Suriah dan Irak adalah
sebuah permainan double standard. Karena pengamat menyatakan
sesungguhnya tidak ada milisi “moderat” di Suriah, semua milisi adalah
sama dan berideologi seperti ISIS.
Tony Cartalucci menulis dalam artikelnya yang berjudul “In Syria, There Are No Moderates“
: menyatakan, “… tidak pernah ada, dan juga tidak ada kelompok
“moderat” yang beroperasi di Suriah. Barat sengaja mempersenjatai dan
mendanai Al-Qaeda dan ekstremis lainnya sejak tahun 2007 dalam rangka
mempersiapkan pertumpahan darah dengan menunggangi isu sektarian guna
melayani kepentingan AS, Arab Saudi dan Israel. Kawanan teroris (baik
yang disebut moderat maupun ekstremis) beroperasi diberbagai tempat di
sepanjang perbatasan Suriah untuk memudahkan arus logistik dan senjata
dari negara-negara Barat. Tujuannya adalah untuk mengabadikan konflik,
dan akan menjadi legitimasi bagi mitra barat yang berbatasan dengan
Suriah dan untuk melakukan intervensi militer langsung (dengan alasan
mengamankan wilayahnya).
(Arrahmah-News/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email