Pertanyaan:
Apabila seorang putri
dipaksa dan diancam untuk menikah kemudian punya anak, apakah akadnya
itu sah? Apakah keturunan yang dilahirkan juga itu bukan haram jadah?
Jawaban Global:
Apabila wanita dalam kawin paksa, kemudian setelah akad (meski dalam
waktu sekejap) rela atas pernikahan itu, maka akad yang dilangsungkan
itu sah. Bagaimanapun, anak yang disebutkan bukan merupakan anak haram
(haram jadah). Untuk telaah lebih jauh terkait dengan hal ini Anda dapat
merujuk pada indeks 10338 (Hukum Paksaan dalam Akad dan Anak Yang
Lahir) dan Indeks No. 37363 (Kerelaan Pasca Pernikahan dan Keabsahan
Akad) pada site Islam Quest ini.
Beberapa Lampiran:
Jawaban Marja Agung Taklid terkait dengan pertanyaan ini adalah sebagai berikut:[1]
Ayatullah Agung Khamenei (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila pria dan wanita atau salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah dan kemudian rela setelah membaca akad serta berkata bahwa kami rela atas akad tersebut maka akad yang dilangsungkan itu sah.
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Akad yang dilangsungkan dengan paksaan dan ancaman tidak sah dan dengan asumsi (tetap adanya) paksaan dalam melanjutkan pernikahan maka anak-anak yang lahir dari keduanya bukanlah keturunan haram (haram jadah).
Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila setelah akad ia menyatakan rela maka akad yang dilangsungkan itu sah.
Ayatullah Agung Nuri Hamadani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila wanita secara lahir menunjukkan ketidaksukaan dan jelas bahwa ia pada dasarnya rela atau nanti setelah akad akan rela, akad yang dilangsungkan itu sah.
Beberapa Lampiran:
Jawaban Marja Agung Taklid terkait dengan pertanyaan ini adalah sebagai berikut:[1]
Ayatullah Agung Khamenei (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila pria dan wanita atau salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah dan kemudian rela setelah membaca akad serta berkata bahwa kami rela atas akad tersebut maka akad yang dilangsungkan itu sah.
Ayatullah Agung Makarim Syirazi (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Akad yang dilangsungkan dengan paksaan dan ancaman tidak sah dan dengan asumsi (tetap adanya) paksaan dalam melanjutkan pernikahan maka anak-anak yang lahir dari keduanya bukanlah keturunan haram (haram jadah).
Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila setelah akad ia menyatakan rela maka akad yang dilangsungkan itu sah.
Ayatullah Agung Nuri Hamadani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila wanita secara lahir menunjukkan ketidaksukaan dan jelas bahwa ia pada dasarnya rela atau nanti setelah akad akan rela, akad yang dilangsungkan itu sah.
Referensi:
[1].
Pertanyaan fikih ini diajukan ke kantor Marja Agung Taklid, Kantor
Ayatullah Agung Khamenei, Kantor Ayatullah Agung Siistani, Kantor
Ayatullah Agung Makarim Syirazi, Kantor Ayatullah Agung Nuri Hamadani
oleh site Islam Quest dan diperbarui oleh ABNS.
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email