Pertemuan luar biasa koalisi anti-ISIS, yang terbungkus rapi Selasa lalu (5/6/2015) di Paris adalah hal yang “ekstra” dan “biasa”.
Lebih dari 20 negara
bersama Amerika Serikat dan kroni regionalnya menaksir pendekatan dan
strategi mereka untuk mengalahkan kelompok teroris. Sebaliknya, PM Iraq
Haider Al Abadi menggebrak dengan menyalahkan kurangnya dukungan koalisi
terhadap militer Iraq, bahkan sikap koalisi lebih menguntunkan teroris
ISIL, hingga kejutan pengambil alihan Ramadi.
PM Iraq menyatakan kekuatan dunia telah
gagal di Iraq, kampanye pemboman udara yang dilakukan koalisi tidak
maskimal, intelijen, pengawasan dan pengintaian tidak dilakukan.
Sedangkan Iraq membutuhkan dukungan dari dunia tetapi kita tidak
mendapatkan itu. Dengan kata lain, aliansi pimpinan AS telah gagal di
Iraq.
Negara-negara yang tergabung dalam
pertemuan itu, mengatakan siap untuk memasok senjata pada tentara Irak,
pernyataan ini berulang kali mereka keluarkan sejak koalisi memulai
petualangannya di Iraq.
Sementara Rusia dan Iran telah
menyediakan senjata, pesawat, pikiran dan penasihat militer dalam perang
melawan teroris ISIS, namun yang cukup aneh, mereka tidak diundang pada
pertemuan ini.
Pasukan Koalisi banyak melakukan
kesalahan dan pelanggaran, mereka juga tidak memiliki mandat Dewan
Keamanan PBB. KTT tidak menyelidiki bagaimana ISIS membiayai pembelian
senjata dan merekrut tentara bayaran dari seluruh dunia. Seharusnya
mereka malu mereka karena memiliki hubungan keuangan dengan teroris
ISIS, terutama pembelian minyak.
Keterlibatan Amerika dalam kebangkitan
ISIS hampir tidak bisa dipungkiri. Beberapa sekutunya juga orang-orang
yang menciptakan ISIL di Iraq dan Suriah. Mereka sengaja membantu
kelompok ekstrimis untuk mengacau, polarisasi dan menciptakan
kekerasan seluruh wilayah.
AS mendorong perang proxy di
Suriah dengan bekerja sama dengan al-Nusra. Lampu hijau dari
negara-negara Teluk Persia dan Turki dalam upaya mempersenjatai aliansi
oposisi yang mencakup afiliasi al-Qaeda, telah membuat tumbuh suburnya
kelompok-kelompok ekstrimis di kawasan.
Jika mereka benar-benar ingin mengalahkan
ISIS dan al-Qaeda, seharusnya mereka berhenti memberdayakan, melatih
dan mempersenjatainya.
Sementara itu, koalisi pimpinan AS terus
mengadopsi strategi lamban, dengan tidak ada niat untuk pergi ke mana
pun kecuali mengulang apa yang sudah dilakukan. Sementara ISIS terus
mengancam bukan hanya rakyat Irak dan Suriah, tetapi juga seluruh dunia.
Ancaman regional dan global terbesar saat ini telah menyebabkan salah
satu perpindahan orang terbesar dalam sejarah. Hal ini juga memotivasi
salah satu perekrutan terluas pejuang asing yang pernah tercatat.
Kesalahan terbesar adalah adanya
kepentingan terhadap kelompok teroris yang beroperasi di Suriah dan
Iraq. Itulah yang koalisi lakukan sejauh ini, dan itulah sandiwara
pertemuan Paris 2/6, yang sejatinya hanya ingin menekan pemerintah Iraq.
(Arrahmah-News/myartikel/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email