Kabel Saudi membuka tutup dari
rahasia sebuah kediktatoran yang tak menentu yang tidak hanya merayakan
pemenggalan manusia ke 100-nya tahun ini, namun juga sudah menjadi
ancaman bagi negara-negara tetangganya dan dirinya sendiri,” ungkap
penerbit WikiLeaks, Jullian Assange pada pernyataannya, Sabtu (20/6).
Dokumen-dokumen pemerintah Saudi yang
bocor itu antara lain berisi surat-menyurat antara kementrian Luar
Negeri Saudi dan Kedutaan Besar Saudi di Canberra yang berisikan
upaya-upaya berkelanjutan Saudi untuk mempengaruhi opini politik dan dan
relijius dalam komunitas-komunitas Islam dan Arab Australia.
Dokumen-dokumen itu antara lain berisi
instruksi dari pemerintah Saudi kepada Kedubesnya di Canberra terkait
pembayaran subsidi besar-besaran dari Kementrian Kebudayaan dan
Informasi Saudi kepada surat kabar-surat kabar Arab dan
organisasi-organisai media di Australia, yang mengacu kepada beberapa
cek yang persatunya senilai 10.000 dolar atau 40.000 dolar.
Kedubes Saudi juga diperintahkan untuk
memberi perhatian khusus terhadap keyakinan relijius dan politik
mahasiswa Saudi yang sedang belajar di Australia dimana laporan atas
mereka kemudian dikirim ke Mabahith, Direktorat Investigasi Umum dari
kementrian Dalam Negeri, yakni polisi rahasia Saudi yang bekerja sama
dengan keamanan dalam negeri dan kontra intellijen. Diungkapkan juga
bahwa direktorat itu telah merekomendasikan agar pemerintah Saudi
mendanai pembangunan masjid-masjid dan aktifitas-aktifitas komunitas
muslim Australia.
Dokumen-dokumen itu menunjukkan
kekhawatiran besar Saudi atas upaya tokoh-tokoh syiah Australia yang
bergabung dalam Dewan Federasi Islam Australia. Kerajaan itu juga
mendanai kunjungan-kunjungan tokoh-tokoh wahabi ke Australia untuk
membendung pengaruh Syiah disana.
Pihak WikiLeaks mengatakan bahwa bocoran
itu juga berisi komunikasi antara pemerintah Saudi dan
kedutaan-kedutaannya di seluruh dunia dengan menyediakan wawasan kunci
terhadap operasi-operasi keraajaan dan bagaimana kerajaan mengelola
aliansianya serta mengkonsolidasikan posisinya sebagai superpower di
wilayah Timur-Tengah, termasuk dengan cara menyuap dan memilih
perwakilan dan lembaga-lembaga utama.
Dokumen-dokumen itu mengungkap upaya
ekstensif Saudi untuk mempengaruhi dan menetralisir opini kritis media
asing (agar tak mengecam Saudi), termasuk melalui penyebar luasan
subsidi dan penggunaan kontribusi moneter.
“Kebanyakan pemerintah-pemerintah dunia
terlibat kampanye hubungan masyarakat untuk menangkis kritik dan
membangun hubungan dengan daerah-daerah yang telah berhasil dipengaruhi.
Saudi Arabia berusaha mengontrol citranya dengan cara pemantauan media
dan membeli kesetiaan dari Australia sampai Kanada beserta seluruh
wilayah-wilayah diantaranya,” ungkap WikiLeaks dalam pernyataan
tertulisnya.
WikiLeaks mencatat bahwa Kementrian Luar
Negeri Saudi mengakui telah terjadi pembobolan di jaringan komputernya
bulan lalu. Pembobolan keamanan itu dilakukan oleh sebuah kelompok yang
menamakan dirinya Pasukan Cyber Yaman dimana Saudi Arabia saat ini
terlibat intervensi militer dalam perang sipil Yaman.
Menurut WikiLeaks dokumen-dokumen yang
bocor itu antara lain berisi ratusan ribu halaman yang berupa gambar
yang dipindai dari teks Arab, puluhan ribu file teks, lembar-lembar
kerja dan email-email yang telah diletakkan dalam basis data pencarian.
Hingga kini, Kedubes Arab Saudi masih belum mau dimintai konfirmasi mengenai hal ini.
Jumat 19 Juni pukul 01:00, WikiLeaks
mulai menerbitkan ”Kabel Saudi” yang berisi lebih dari setengah juta
pesan dan dokumen lainnya dari Departemen Luar Negeri Saudi yang berisi
komunikasi rahasia dari berbagai kedutaan Saudi di seluruh dunia.
(Sumber; The Sidney Morning Herald).
Aliran Dana Saudi ke Wahabi Indonesia
Belum keluarnya dokumen operasi Saudi di
Indonesia bukan berarti negara ini aman dari dana-dana siluman, dan
bukan berarti itu tidak ada. Sejumlah studi tentang gerakan wahabisasi
di Indonesia, telah membuktikan adanya aliran dana ke kantong
ustad-ustad wahabi yang menjalankan mega proyek Saudi di Indonesia.
Studi itu, juga membuktikan bahwa paham
Wahabi cepat berkembang di Indonesia karena adanya aliran dana yang tak
terbatas. Di Indonesia tak hanya tanahnya yang subur, berbagai ideologi
juga tumbuh subur, termasuk ideologi Wahabi. Apalagi gerakan Wahabi
masuk dengan pola yang terorganisir rapi, dengan segudang dana.
Akibatnya penyebaran paham formalisasi
agama dan pemaksaan ideologi semakin merebak karena didukung dengan
sumber dana yang kuat serta penyusupan yang sudah terencana. Usaha-usaha
penyusupan secara finansial ini banyak dilakukan kepada orang-orang
‘terkemuka’ yang diduga bisa ‘dibeli’. Apalagi jika orang tersebut
adalah salah satu pejabat negara, atau bahkan seorang ‘ulama’ yang
memang tergoda ingin menikmati dana tersebut karena tergiur dengan
jumlahnya yang cukup fantastis hingga rela menjadi saluran penyebaran
ideologi ini.
Dan inilah salah satu penyebab utama
perubahan ideologi dan politik di Indonesia masa sekarang. Inilah bentuk
intervensi mereka terhadap bangsa Indonesia yang oportunis dan korup,
ulama ‘karbitan’ dan kebodohan muslim Indonesia, sehingga orang-orang
seperti ini ada yang sadar dan tidak sadar telah membiarkan begitu saja
terlaksananya agenda terselubung yang merupakan benih bahaya laten bagi
bangsa dan negara.
Arus dana ini tidak hanya membiayai
gerakan terorisme, tetapi juga penyebaran ideologi dalam usaha
wahabisasi global yang nyaris luput dari perhatian publik. Padahal dari
sinilah fenomena infiltrasi paham garis keras memperoleh kesempatan,
dukungan dan dorongan yang luar biasa kuat sehingga menjadi bisnis yang
menguntungkan bagi ‘agen’-nya. Gerakan transnasional wahabi
memanfa’atkan kesempatan ini di Indonesia dan menyusup kesemua bidang
kehidupan bangsa.
Mereka berusaha mengubah wajah Islam
Indonesia yang santun dan toleran agar seperti wajah mereka yang
sombong, garang, kejam, penuh kebencian, dan merasa berhak untuk
menguasai. Kekerasan ini bisa kita lihat dalam beberapa aspek seperti,
kekerasan doktrinal, tradisi, budaya dan sosiologis. Pertodollar wahabi
yang sangat besar jumlahnya masuk ke Indonesia, dilakukan dengan cara
menjual agama, mengabdi pada tujuan wahabi yang sebenarnya; memaksakan
ideologi, mendirikan negara khilafah dan menguasai pemerintah.
Stephen Sulaiman Schwartz dengan
jelas dan meyakinkan, memaparkan aliran dana wahabi dalam usaha-usaha
wahabisasi global dan aksi-aksi terorisme internasional yang dilakukan
atas nama agama tersebut. Dalam konflik Bosnia, misalnya-dengan dalih
membela muslim Bosnia dari ethnic cleansing, wahabi mengambil
kesempatan untuk menyebarkan ideologinya dengan membangun infrastruktur
pendidikan dan peribadatan hanya sebagai camugflage penyebaran ideologi mereka. (Stephen Sulaiman Schwatrz, ‘The Two Faces of Islam; Saud Fundamentalism and Its Role in Terrorism (2002)).
Sejak 30 tahun yang lalu penguasa saudi
wahabi telah membelanjakan uang yang mungkin sudah lebih dari USD 90
milyar yang disalurkan melalui Rabithat al’Alam al-Islami, International
Islamic Relief Organitation (IIRO), dan yayasan-yayasan lain keseluruh
dunia untuk membela diri dan memperbaiki citra mereka melalui wahabisasi
global. Di Indonesia, Rabithat al’Alam al-Islami dan IIRO menyalurkan
dananya-diantaranya-melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII),
LIPIA, MMI, Kompak, HTI, PERSIS dan lain-lain.
Pemerintah Saudi sendiri mengakui bahwa
hingga tahun 2003 sudah membelanjakan uang sebesar US$ 70 M (baca
dalam ‘How Billion in Oil Money Spawned a Global Terror Network’, dalam
US News & World Report, 15 Desember 2003).
(Arrahmah-News/myartikel/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email