Syiah mendiskreditkan sahabat-sahabat “besar” Nabi Saw seperti Abu
Bakar dan Umar. Abu Bakar adalah sahabat Nabi Muhammad SAW dalam gua
ketika peristiwa hijrah dan merupakan khalifah yang pertama. Begitu juga
Umar al-Khattab adalah sahabat Nabi Saw dan khalifah kedua.
Sesiapa yang mencaci sahabat digolongkan sebagai kafir serta
terkeluar dari Islam (Nabi Saw menyatakan sesiapa yang mencaci seorang
muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kafir[Sahih Bukhari, Jilid I
Hadith 48]).
[Nota: Syi’ah tidak mencaci sahabat-sahabat Nabi Saw tetapi
menunjukkan perbuatan mereka yang menyalahi al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Saw seperti yang tercatat dalam kitab-kitab sejarah dan Hadith. Mereka
menilai dan mengkritik perangai setengah sahabat dengan neraca al-Qur’an
dan Hadith Nabi Saw.] Dan jangan lupa! Nabi Muhammad Saw juga pernah
bersabda bahwa terdapat sahabat yang masuk neraka seperti dalam riwayat
Sahih Muslim dan Sahih Bukhari [akan dijelaskan di bawah].
Ibaratnya seperti orang tua yang mengkeritik anaknya, dan juga
seperti orang yang mempunyai sahabat yang baik yang mana sahabat
tersebut slalu mengkritik kesalahan agar ia berubah.
Dan istilah sahabat telah digunakan dalam al-Qur’an untuk Abu Bakar
dan ini menunjukkan beliau terjamin masuk syurga dan tidak melakukan
kesalahan.
Apakah kita lupa istilah sahabat juga digunakan dalam al-Qur’an
untuk teman Nabi Yusuf yang bukan beriman kepada Allah SWT ketika dalam
penjara? Sila baca Surah Yusuf untuk memuaskan hati kita (istilah sohibi
al-Sijni digunakan=sahabatku dalam penjara[nota:beliau bukan Islam dan
bersama Nabi Yusuf AS dalam penjara]). Memang Nabi Muhammad Saw
mempunyai sahabat-sahabat yang baik seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar
al-Ghifari, Salman al-Farisi dan sebagainya tetapi di Madinah juga ada
golongan munafiq yang dipanggil “sahabat” oleh Nabi Saw seperti Abdullah
bin Ubay bin Salool.
Dalam Sohih Bukhari juga diriwayatkan bahwa ada segolongan
“sahabat” yang bakal masuk neraka ketika berjumpa Nabi Muhammad Saw di
al-Haudh. Nabi Saw memanggil mereka dengan istilah ‘ashabi’ [sahabatku].
Sila rujuk Sahih Bukhari[Sahih Al-Bukhari, Jilid 4, hlm.94-96];Sahih
Muslim, Jilid IV, hadith 2133,2440.] Sahabat yang baik memang kita
hormati , sanjungi dan ikuti tetapi sahabat yang jahat seperti Muawiyah
yang menentang Imam Ali AS dan mencaci Ali AS di atas mimbar patutkah
kita berdiam diri? Bukankah pasukan Muawiyah terlibat membunuh Amar bin
Yasir dalam Perang Siffin? Nabi Saw pernah menyatakan sebuah hadith
dalam Sahih Bukhari menyifatkan orang yang terlibat dalam pembunuhan
Amar adalah golongan pemberontak dan Rasulullah Saw bersabda
[terjemahan]:…Kamu (Amar) mengajak kelompok itu menuju ke Jannah tetapi
kelompok itu mengajak ke neraka.” [Sahih Bukhari, Jilid II,Hadith 462].
Al-Qur’an memerintahkan kita taat kepada Ulil Amri – pada ketika
itu ialah Imam Ali AS sebagai khalifah yang sah dan wajib ditaati.
Adakah tindakan Muawiyah itu selaras dengan ajaran al-Qur’an dan tidak
boleh dikritik?
Kita ikuti sahabat yang baik dan kita tinggalkan contoh sahabat
yang jauh dari ajaran al-Qur’an dan Hadith Nabi Saw.Sejarah menunjukan
bahwa seorang sahabat bernama al-Walid bin Utbah dikaitkan dengan
asbabul nuzul ayat 6 Surah al-Hujurat iaitu menyatakan beliau seorang
fasiq. Qudamah bin Maz un seorang sahabat Badar dihukum had pada zaman
khalifah Umar kerana minum arak seperti dalam riwayat Sahih Bukhari.
Jika ada orang yang masih teguh dengan pendirian bahwa semua
sahabat adalah ‘adil maka apakah hukumnya Muawiyah mencari Ali di atas
mimbar? Apakah ijtihad Muawiyah boleh sampai mencaci Ali? Sebaliknya
orang yang mengkritik Muawiyah dikatakan mencaci sahabat Nabi Saw? Jika
seseorang yang menolak kekhalifahan Abu Bakar dianggap kafir, apakah
pula hukumnya orang yang menolak perlantikan Ali setelah ada Hadith
al-Ghadir yang menetapkan Ali AS sebagai khalifah selepas Nabi Saw
wafat? Bolehkah umat Islam memilih selain daripada yang telah ditetapkan
oleh Rasulnya?
Alllah SWT berfirman dalam Surah Hud:113,bermaksud:
Dan janganlah kamu cenderung kepada
orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh oleh
api neraka…”
Dan banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an yang menyuruh manusia berbuat
adil, dan melarang mereka dari berbuat zalim [nota: standard “adil”atau
sebaliknya adalah berpandukan Kitab Allah Azza Wa-Jalla dan tidak ada
sesiapa pun dikecualikan hatta para “sahabat” sekalipun].Balasan Allah
SWT di akhirat kelak berasaskan segala amalan manusia ketika hidup di
dunia – yang baik ke syurga dan yang buruk ke neraka.
Ini bermakna istilah “sahabatku”dalam Hadith Nabi Saw tidak
bermakna merujuk kepada semua sahabat [sekiranya jumlah yang hadir pada
Haji Wida’ iaitu seramai 140,000 atau 90,000 orang] adalah adil belaka.
Sahabat yang adil memang ada seperti Abu Dzar al-Ghiffari yang
dinyatakan sendiri oleh Nabi Muhammad Saw [terjemahan]:
”Tidaklah langit menaungi seseorang dan tidak bumi membawa seseorang
yang lebih jujur daripada Abu Dzar RA.”[Sunan al-Tirmidzi, Hadith
3889]. Begitu juga terdapat segolongan sahabat yang engkar mengikut
perintah Nabi Saw terutamanya selepas Nabi Saw wafat dan menjadi seteru
Ahlul Bayt AS [keluarga Nabi Saw] seperti yang tercatat dalam
kitab-kitab sejarah. Nabi Saw bersabda seperti yang diriwayatkan dalam
Sunan al-Tirmidzi, hadith 3878,[terjemahan]:
“Cintailah Allah kerana nikmat-nikmatnya yang diberikan kepadamu
dan cintailah aku kerana cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku
kerana cinta kepadaku.”.
Oleh itu sesiapa yang memusuhi Ahlul Bayt AS memang menjadi musuh Rasulullah Saw dan Allah SWT.
Bukankah Allah SWT telah melaknat golongan yang zalim dalam al-Qur’an ?
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) ke atas orang-orang yang zalim.”[Qur’an: 11: 18].
Satu hal yang disepakati oleh kaum muslimin bahwa jungjungan
kita nabi besar Muhammad saaw sangat perhatian dan sayang pada umatnya
serta sangat mengharap umatnya selalu berada dalam kebenaran.
Sebagaimana yang disaksikan oleh Allah swt dalam al-Quran, “la’allaka
baa khi’un nafsaka an la yakuunuu mukminuun” (Jangan kau binasakan
dirimu wahai Muhammad hanya karena mereka tidak mau beriman).
Maka dari itu tidak mungkin Rasulullah meninggalkan umat tanpa
menjelaskan kepada mereka apa yang harus dijadikan rujukan oleh umat
berkenaan dengan ajaran yang dibawa oleh beliau. Jika kita merujuk
kepada kitab-kitab hadis, maka kita akan menemukan bahwa Rasulullah saaw
telah berwasiat pada segenap umatnya untuk berpegang kepada dua hal
yaitu Alquran dan Keluarga suci beliau.
Riwayat ini dikenal dengan sebutan hadis Tsaqolain, yaitu hadis
yang mengutip perkataan Rasul saaw: “ya ayyuhannaas inii taraktu fi kum
ma in akhadlkum bihi lan tadlilluu kitaaballahi wa ‘itratii ahlu bayti”
(wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang
mana jika kalian mengambil nya kalian tidak akan sesat selama lamanya
yaitu kitab Allah dan keluargaku,ahlulbaytku).
Dalam lafadz yang lain Rasulullah saaw bersabda:
“yuusaku an yakti Rasulu rabbi faajibu wa inni taariku fiqumu
tsaqolain awwaluhumaa kitaabullahi fiihil huda wannuur wa ahlul baytii
adzkurkumullah fii ahlil bayti azdkurkumullah adzkurkumullah fi ahlal
bayti adzkurkumullah fii ahlal bayti”,
(Sungguh telah dekat datangnya utusan dari Tuhanku dan Aku harus
memenuhi panggilan-Nya dan Aku tinggalkan untuk kalian dua hal yang
berharga yang pertama adalah Kitab Allah yang mana di dalamnya ada
petunjuk dan cahaya yang kedua adalah Ahlul Baytku, aku peringatkan
terhadap Allah dalam keluargaku yang di ulangi oleh Rasulullah saaw tiga
kali).
Menjadi jelaslah bahwa hadis ini sangat berarti bagi kita sebagai
umat Muhammad saaw. Untuk itu sangatlah penting untuk di telaah karena
mengandung wasiat yang sangat berharga dari baginda Rasul saaw untuk
umatnya dalam meniti jalan yang lurus, tetap terjaga dari kesalahan
dalam memahami ajaran yang di bawa oleh Raasul saww. Arti pentingya dari
hadis ini karena menyangkut keselamatan kita di dunia dan akhirat.
Hadis ini juga menjelaskan kepada kita tentang rujukan yang terjamin
dari kesalahan, yang mana jika kita mengindahkan wasiat Nabi dalam hadis
Tsaqolain, umat islamakan benar-benar mendapatkan ajaran yang murni
yang di bawa oleh jungjungan kita Nabi besar Muhammad saaw .
Dalam menelaah satu hadis atau riwayat terlebih dahulu harus di
interogasi apakah hadis ini benar-benar bersumber dari Rasulullah saaw
atau tidak? Yang mana untuk mengetahui hal ini mengharuskan kita merujuk
kepada pakar-pakar hadis yang mengerti jalan dan sanad hadis.
Imam Suyuthi menyatakan bahwa hadis ini adalah shahih dan benar
sanadnya. Juga Imam at-Thabari menjelaskan bahwa hadis ini adalah hadis
shahih. At-Thabari menyatakan bahwa perawi-perawi hadis ini adalah
orang-orang yang bisa di percaya. Selain itu, bahwa yang meriwayatkan
hadis ini sangatlah banyak, diantaranya Muslim, at-Thurmudzi, Ahmad bin
Hambal, dan Hakim Annaisaburi. Dengan demikian sanad hadis ini menurut
kesaksian para ahli hadis adalah shahih dan benar. Sehingga, sedemikian
banyaknya yang meriwayatkan hadis ini tidak diragukan lagi bahwa hadis
ini benar-benar bersumber dari Rasulullah saaw yang disaksikan oleh
Allah bahwa beliau tidak pernah menyatakan sesuatu kecuali berdasarkan
wahyu dari pada Allah.
.
Kemudian setelah mengetahui bahwa hadis ini sanadnya shahih maka
kita harus menelaah isi dan kandungan hadis ini dan pesan apakah yang di
sampaikan oleh Rasul dalam sabdanya ini?
Dalam hadis ini Rasulullah mengisyaratkan bahwa Nabi akan segera
memenuhi panggilan Allah swt dan akan segera meninggalkan umat. Oleh
karena itu Rasulullah menyampaikan wasiatnya agar umat sepeninggal
beliau tidak tersesat dan jauh dari ajaran yang dibawa oleh Rasul. Rasul
dengan pasti mengetahui bahwa umat sepeninggal beliau akan kebingungan
berkenaan dengan siapa yang bisa dijadikan rujukan setelah Rasul saaw?
Siapakah yang akan menggantikan posisi Rasul setelah beliau, dimana
semua urusan yang berhubungan dengan ajaran ilahi harus merujuk
kepadanya. Baik yang berhubungan dengan aqidah, hukum, akhlaq, problem
social dan lainnya. Agar tidak kebingungan, Rasulullah saaw menjelaskan
rujukan yang harus di pegang oleh umat sepeniggal beliau saaw yaitu
kitab Allah dan keluarga suci Rasul.
Disini kita bertanya. Kenapa tidak cukup al-Quran saja? Kenapa
harus ada Ahlul Bayt di samping al-Quran? Jawabannya sangatlah jelas
bahwa al-Quran adalah kitab yang sangat dalam artinya, tidak semua orang
dapat memahami al-Quran secara sempurna. Al-Quran perlu penafsir yang
terjamin dari kesalahan, penafsir yang benar-benar menguasai al-Quran,
yang mana di zaman Rasululah saaw, beliau sendirilah yang berfungsi
sebagai penafsir al-Quran. Setelah beliau adalah Ahlul Bayt yang di
saksikan oleh Rasulullah sebagai mitra al-Quran. Karena Rasul mengetahui
bahwa hanya Ahlul Baytnya lah yang benar-benar sukses dalam mempelajari
dan mengamalkan ajaranya. Oleh karena itu Rasulullah saaw dalam M hadis
Tsaqolain berwasiat kepada umat untuk mengambil al-Quran dan Ahlul Bayt
sebagai pedoman dan landasan dalam memahai ajaran suci yang di bawa
oleh beliau. Hanya dengan berpegang kepada keduanya lah umat Islam bisa
terselamatkan dari ajaran yang tidak benar. Karena hal ini merupakan
jaminan dari baginda Rasul saaw sebagi bukti kasih sayang Rasul pada
pengikutnya.
Begitu besar kasih saying Rasul pada umatnya sehingga beliau sering
kali mewasiatlkan hal ini, bukan hanya satu kali Rasulullah menyabdakan
hadis ini. Akan tetapi Rasul mengucapkannya dalam beberapa kesempatan
sebagaimana yang di jelaskan oleh ulama-ulama Sunni. Seperti apa yang
disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya bahwa Rasulullah saaw
menyampaikan hadis Tsaqolain setelah beliau pergi dari Thaif mungkin
pada kesempatan ini awwal kali Rasul menyampaikannya. Rasul juga
menyampaikannya pada peristiwa Ghodir sebagaimana yang disampaikan oleh
at-Thobroni dalm kitabnya , juga tertera dalam kitab Kanzul Ummal ,
dimana Rasulullah saaw pada peristiwa tersebut melantik Imam Ali
sebagiai pengganti Beliau dan di baiat oleh sahabat yang hadir pada
peristiwa tersebut yang mana hadis Ghodir merupakan hadis yang penting
untuk dikaji dan ditelaah secara tersendiri.
Rasulullah juga mengucapkannya pada hajji wada, haji terakhir yang
di lakukan oleh baginda Rasul pada hari Arafah sebagaimana yang di
sebutkan oleh at-Turmudzi dalam shahihnya. Demikian pula untuk terakhir
kalinya Rasul mengucapkannya di waktu beliau sakit menjelang dipanggil
oleh Allah. Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa wasiat ini
sangatlah penting karena menyangkut keselamatan umat sehingga Rasul
mengulanginya dalam banyak kesempatan, namun demikian hadis yang penting
dan mashur ini banyak dilupakan oleh umat Islam. Justru sebaliknya,
bahkan yang banyak disampaikan oleh ulama ulama kita adalah hadis
Taqolain yang berbunyi, ‘kitab Allah dan sunnahku’.
Banyak ulama hadis yang menyatakan bahwa hadis Tsaqolain
‘Kitabullah dan Sunnati’ ini diriwayatkan secara mursal, yakni beberapa
perawinya tidak disebutkan, artinya tidak jelas siapa perawi-perawinya
tidak seperti hadis yang berbunyi kitab Allah dan Ahlul baytku
sebagaimana yang saya sebutkan tadi, namun demikian sebenarnya kalau
kita terima hadis sunnahku di atas hal itu tidak mengurangi arti dari
hadis Ahlul Baytku karena apabila kita katakan bahwa Rasul meninggalkan
dua hal kitab dan sunnah maka hadis taaqolain di atas adalah termasuk
sunnah yang harus dipegang dan ditaati. Sehingga dapat ditarik garis
bahwa ketaatan terhadap kepada Ahlul Bayt include didalamnya ketaan
terhadap sunnah rasul. Sehingga dalam mempelajari ajaran Allah juga
dalam memahami al-Quran, karena merekalah manusia yang di saksikan oleh
Rasulullah dalam hadis staqolain sebagai mitra Qur an, maka harus
diutamakan pendapatnya. Merekalah Ahlul Bayt sedikitpun tidak akan
pernah berpisah darinya. Dengan demikian mereka adalah mausia yang
terpelihara dari kebatilan dan dan kesesaatan sebagaiman yang dijelaskan
oleh Nabi dalam sabdanya.
Ketika Nabi menjadikan mereka sebagai rujukan yang terjamin dari
kesesatan maka otomatis mereka adalah manusia yang terpelihara dari
kesesatan, karena kalau tidak demikian maka tidak mungkin Nabi
memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada mereka. Dengan penjelasan
ini kita dapat menyimpulkan bahwa perselisihan yang ada di tubuh kaum
Muslimin, sehingga banyak golongan dan mazhab itu disebabkan mereka
tidak mengindahkan wasiat Nabi saaw, mereka meniggalkan Ahlul Bayt as,
bahkan sebagian kaum muslimin tidak mengenal Ahlul Bayt as. Mungkin hal
ini yang membuat Nabi mengulangi peringatannya kepada umat dalam hadis
tsaqolain untuk benar benar memperhatikan Ahlul Baytnya dalam sabdanya
sampai tiga kali, ‘adzkurkum fii ahli baiti’.
Rasulullah khawatir umatnya tidak akan memperhatikan Ahlul BaytNya
sepeninggal beliau, dan apa yang di khawatirkan oleh Baginda Rasul benar
benar terjadi. Sepeninggal Rasulullah umatnya tidak mengindahkan wasiat
Rasulullah saaw, bahkan sebagian besar dari mereka menzalimi Ahlul Bayt
as. Imam Ali yang di saksikan oleh Nabi sebagai orang yang selalu
berjalan di jalan yang benar dilaknat di mimbar-mimbar selama kurang
lebih 70 tahun. Imam Husain as yang sangat di cintai oleh baginda Rasul
diperangi dan dibantai di padang pasir Karbala beserta keluarga dan
sahabatnya, wanita wanita Ahlul Bayt diikat sebagai tawanan, diarak dari
Karbala menuju Syam (Syiria).
Umat bukan hanya tidak menjadikan Ahlul Bayt as sebagai rujukan
sebagaimana yang diwasiatkan oleh Nabi akan tetapi mereka memerangi
Ahlul Bayt as kecuali sebagian kecil dari umat yang selalu memegang
teguh wasiat Nabi dan menjadikan Ahlul Bayt sebagai Imam dan Rujukan
dalam mengambil ajaran suci baginda Rasul saaw. Seandaianya umat Nabi
mengindahkan wasiat Rasul niscaya Islam akan menjadi satu dan tidak kan
terpecah pecah menjadi beberapa golongan, sebagaimana Allah menganjurkan
kita untuk bersatu dan berpegang teguh pada tali Allah,’wa’tashimuu
bihablillahi jami’au wa la tafarrakuu’ (Hendaklah kalian semua berpegang
teguh pada tali Allah dan jangan bercerai-berai).
Yang dimaksud dengan tali Allah di sini adalah Ahlul Bayt as sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Syafii dalam syairnya:
لما رأ يت الناس قد ذهبت بهم مذاهبهم في ابحر الغي و الجهل ركبت علي إ
سم الله في سفن النجاة وهم آل بيت المصطفي خاتم الرسل أمسكت حبل الله
وهوولاءهم كما قد امرنا با التمسك بالحبل
“Tatkala aku melihat manusia telah tengelam dalam mazhab kesesatan
dan kebodohan aku menaiki bahtera penyelamat dengan menyebut nama Allah,
mereka itu adalah Ahlul Bayt penutup para Nabi. Aku pegang erat erat
tali Allah sebagimana yang diperintahkan oleh Allah sama seperti kita
diperintahkan untuk memegang tali”.
Dari sini tulisan di atas, kita mengetahui bahwa musibah umat yang
paling besar adalah ketika umat meninggalkan Ahlul Bayt, meninggalkan
pusaka Nabi. Dan sebaliknya keselamatan umat adalah ketika kita
berpegang teguh pada Ahlul Bayt as mengambil ajaran nabi dari mereka,
karena merekalah sumber yang jernih ynag terjamin dari kesalahan.
Mudah mudahan kita tidak termasuk dari orang orang yang meniggalkan
Ahlul Bayt as, mudah-mudahan kita di jadikan oleh Allah swt sebagai
ummat yang berpegang teguh pada ajaran suci Rasul lewat Keluarga suci
beliau, amien
(Syiah-Ali/ABNS)
(Syiah-Ali/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email