Penangkapan wartawan Belanda Frederike Geerdink itu terjadi pada hari Minggu (6/9/15) yang menandai kedua kalinya ia ditahan oleh petugas keamanan Turki selama tahun ini, AFP melaporkan, mengutip posting Twitter yang mengatakan bahwa ia telah ditangkap di distrik Yuksekova di provinsi Hakkari Turki dan telah diinterogasi oleh jaksa negara.
Berbicara kepada penyiar Belanda NOS, ia lebih lanjut mengatakan bahwa pemerintah Turki telah menuduhnya memasuki “zona terlarang.” Namun dia bersikeras, bahwa “tidak ada tanda-tanda yang mengatakan Anda tidak bisa berada di sana.”
Menurut laporan itu, seorang pejabat Turki mengatakan bahwa Geerdink ditangkap karena “pelanggaran keamanan” ketika ia memasuki zona di mana izin diperlukan.
Reruntuhan di depan pangkalan militer Turki ditutupi oleh terpal setelah serangan bom yang diduga dilakukan oleh gerilyawan PKK Kurdi di kota Turki timur Dogubeyazit di Provinsi Agri, 2 Agustus 2015. (Foto oleh AFP)
Geerdink lebih lanjut mengatakan kepada NOS bahwa sebelum penahanannya, ia melaporkan sebanyak 32 aktivis menjadi perisai manusia di salah satu daerah di mana pasukan Turki sedang melakukan operasi militer terhadap militan Kurdi.
“Saya bersama dengan mereka [para aktivis] selama dua jam, tetapi ketika kami sampai di sana, jalan diblokir oleh tentara dan saya akhirnya ditahan dua hari di sana,” katanya seperti dikutip dalam laporan.
Kembali pada bulan Januari, Geerdink sempat ditahan oleh pihak berwenang Turki dengan tuduhan “menyebarkan propaganda untuk teroris Partai Buruh Kurdistan (PKK) yang dilarang. Namun dia dibebaskan di pengadilan di bulan April.
Geerdink, kata laporan itu, pindah ke Turki pada tahun 2006 dan melaporkan penduduk Kurdi di negara itu.
Perkembangan itu terjadi hanya beberapa hari setelah sebelumnya dua wartawan Inggris yang dipekerjakan oleh media yang berbasis di AS, Vice News juga ditahan saat melaporkan dari kota Diyarbakir yang mayoritas Kurdi pada akhir Agustus. Mereka ditahanan selama seminggu atas tuduhan dugaan terorisme.
Keduanya telah dibebaskan dan kembali ke Inggris. Namun penerjemahnya asal Irak tetap ditahanan.
Kekhawatiran kebebasan pers di Turki semakin meningkat sebagai akaibat tekanan terhadap awak media yang kritis terhadap pemerintah di tengah kampanye militer Ankara terhadap PKK.
PKK dan pasukan keamanan Turki saling menyerang setiap hari sejak Juli, ketika gencatan senjata dua tahun lalu dilanggar. []
(Mahdi-News/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email