Pesan Rahbar

Home » » Ahlu Sunnah dan Sahabat

Ahlu Sunnah dan Sahabat

Written By Unknown on Sunday 29 November 2015 | 23:09:00


Oleh: Nurul Huda

Tidak diragukan lagi bahwasanya dapat berbincang bincang dan melihat Rasul saww merupakan salah satu keistimewaan besar tersendiri yang mana ini hanya bisa didapat oleh orang-orang muslim sadrul Islam, dan para sahabat dalam naungan beliau bisa sampai pada kesempurnaan yang sangat tinggi, akan tetapi kalau kita perhatikan ayat ayat al-Qur’an dan hadis-hadis yang ada, kalau hanya sekedar berbincang-bincang dan melihat Rasul itu tidak dapat menjadi jaminan bahwasanya orang-orang tersebut terjaga dari dosa dan termasuk ahli surga, akan tetapi tetap butuh pada amal yang baik.

والعصر* انّ الانسان لفي خسرٍ * الاّ الذين آمنوا وعملوا الصّالحات وتواصوابالحقّ وتواصوب الصّبر

begitu juga tidak ada satu ayatpun yang mengatakan bahwasanya persahabatan menyebabkan kemaksuman, keadilan, atau taqwa, akan tetapi malah sebaliknya, ada beberapa ayat dimana menunjukkan bahwasanya ada sebagian orang yang melihat dan berbincang- bincang dengan Rasul saww, akan tetapi mereka lebih memilih kemunafikan dan sampai pada akhir ajalnya tetap mempertahankan jalannya tersebut. oleh karena itu jika ada pandangan yang mengatakan bahwasanya seluruh sahabat adalah orang-orang yang adil dan wajib mengikuti mereka, sesungguhnya pandangan tersebut tidaklah benar dan menyalahi al-Qur’an. Jadi bagaimana mungkin kita akan mengangap mereka semua adil sementara mereka telah memberikan tuduhan yang tidak patut kepada istri Nabi saww, dan Allah swt telah berfirman mengenai mereka (انّ الذين جا ؤوا بالافك عصبة منكم ) orang-orang yang membikin tuduhan dari diri kalian sendiri (sahabat)? Dan sebagian mereka seperti Qodamah bin mazun (قدمه بن مظعون) dimana sesuai dengan penjelasan Ahlus sunnah dia adalah orang yang meminum khamr, adapun yang lain seperti Walid bin uqbah dimana ayat al-Qur’an telah turun mengenai dia (ان جاءكم فاسق بنبأٍ) dan al-Qur’an telah mengenalkannya sebagai orang yang fasik, begitu juga Mughiroh adalah orang yang telah melakukan zina, dll[1]. Bagaimana diharuskan untuk mengikuti semua sahabat, sementara kebanyakan dari mereka memiliki kesalahan dalam berbicara, dan perangai, serta antara satu dengan yang lainnya saling berselisih faham, akidah dan siasat? Amirul Mukminin Ali as ketika dalam musyawarah (syuro) enam orang berkata saya mengamalkan sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah Rasul saww serta pendapat saya, dan saya menjahui metode Syaikhoin (Abu Bakar dan Umar). dan perselisihan diantara sahabat dalam masalah fikih dan politik tidak memerlukan penjelasan lagi, dengan berdasarkan ini :

a. apakah menelaah dan mengkaji kehidupan para sahabat, menjelaskan perbuatan perbuatan baik mereka, serta mengkritik perbuatan perbuatan salah mereka adalah hal yang menyalahi al-Qur’an ataukah malah selaras dengannya? salah satu Usuluddin yang mana yang tidak sesuai dengan metode ini? Tidakkah yang mengajarkan metode ini adalah al-Qur’an itu sendiri? Tidakkah Allah swt telah berfirman dalam al-Qur’an,

الأعراب اشدّ كفراً ونفاقاً و اجدر الا يعلمون حدود ما انزل الله …ومن الاعراب ما يتّخذ ما ينفق مغرماً و يتربص بكم الدوائر عليهم دائرة السوء….ومن الأعراب من يؤمن با لله واليوم الآخر ويتّخد ما ينفق قربات عند الله….والسّابقون الاوّلون من المهاجرين و الانصار….وممن حولكم من الاعراب منافقون ومن اهل المدينة مردوا علی النفاق لا تعلمهم نحن نعلمهم سنعذبهم مرّتين ثمّ يردون الی عذاب عظيم.[2]

Dalam ayat ini disamping al-Qur’an memuji sebagian kelompok dari sahabat, al-Qur’an juga membuka kedok sebagian dari mereka, dan Allah swt dalam ayat ini memperingatkan kepada Rasul saww bahwaanya orang-orang yang ada di sekelilingmu bukanlah orang yang berada dipihak kamu, akan tetapi sebagian dari arab dan badui adalah orang yang munafik, begitu juga sebagian dari orang-orang Madinah adalah orang yang munafik. Dan kamu hai Muhammad! Meskipun kamu adalah seorang Nabi, akan tetapi kamu tidak mengetahui mereka, dan kami tahu dan kami beritahu kamu. dan dengan segera Allah swt akan menyiksa mereka dengan dua kali adzab, lalu Allah swt akan mengembalikan mereka lagi ke siksa yang besar. Dengan berdasarkan ini,- dimana sekelompok yang ada disekeliling Rasul saww dimana Rasulpun tidak mengetahui akan niat, tujuan, serta aqidah mereka, dan mereka dianggap sebagai sahabat-, diklaim sebagai orang-orang munafik. Dalam ayat ayat yang lain, Allah swt membuka kedok sebagian dari para sahabat, diantara firman-firman-Nya adalah ان جاءكم فاسق بنبأٍ فتبيّنوا.. [3] dimana ayat ini berkenaan dengan Walid bin uqbah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam riwayat-riwayat Ahlus sunnah sendiri. Tidakkah riwayat ini ada dalam kitab Shahih bukhori kitab al-daawat bab fil haudz dimana Rasul saww bersabda, “dihari kiamat, sekelompok sahabat menemui saya, maka seketika itu mereka dengan segera menjauhkan sahabat dari telaga kautsar, saya berkata kenapa kalian menjauhkan mereka dariku? Mereka adalah sahabat-sahabatku? Mereka berkata, kamu tidak mengetahui apa yang telah mereka lakukan untuk Islam setelahmu, dan mereka kembali kemasa jahiliyyah dan telah murtad.” Dan beberapa riwayat lainnya -yang mana mengandung makna seperti ini -terdapat dalam kitab-kitabAhlus sunnah itu sendiri[4]. Oleh karena itu pemutlakan terhadap semua sahabat adalah pandangan yang menyalahi al qur’an, dan yang benar adalah kita mengatakan banyak dari kalangan sahabat yang mukmin dan adil, dan ada juga sekelompok dari sahabat yang memiliki iman hanya dari sisi lahiriah saja, bukan iman yang sejati dimana metode dan cara amali mereka telah direkam oleh sejarah dan menunjukkan akan hakekat ini.

b. Apakah dibenarkan – dengan menutup mata dan telinga kita- mengatakan bahwasanya semua sahabat adalah orang-orang yang baik dan segala yang telah mereka katakan dan mereka lakukan adalah dalil dan hujjah untuk kita meskipun amal-amal mereka menyalahi syareat?

c. Apakah dibenarkan bagi kita utnuk menjabarkan segala kesalahan kesalahan mereka dengan mengatakan mereka berijtihad? Jika mereka berijtihad mengapa kita tidak melakukan ijtihad? Jika yang lainnyapun juga melakukan ijtihad kenapa dikafirkan? Kenapa orang-orang yang melakukan pengkritikan berdasarkan al-Qur’an dan sunnah kalian kafirkan? Sungguh indah sekali apa yang telah diucapkan oleh Ulama besarnya Hanafi ibnu abiding, “pengkafiran yang tidak pada tempatnya adalah pekerjaannya orang-orang bodoh, bukan orang-orang mujtahid.”

d. Apakah metode ini tidak berlebih-lebihan? Bagaimana bisa mereka menisbatkan hal-hal yang lebih kepada selainnya, akan tetapi lalai akan perangainya sendiri? Memang secara lafzi mereka tidak mengatakan bahwasanya sahabat adalah orang-orang yang maksum, akan tetapi secara amali (praktek) mereka mengunggulkan para sahabat lebih dari batasan orang-orang maksum dan para Nabi, segala sesuatu yang mereka katakan dan mereka lakukan dianggap sebagai hujjah? Mereka menjelek-jelekkan orang-orang Syi’ah lantaran Syi’ah mengatakan akan keismatan para Imamnya, akan tetapi mereka sendiri mengangkat Umar bin Khattab setingkat dengan batasan Rasul saww, bahkan mereka lebih mengunggulkan dalam beberapa tingkatan, dan berkenaan dengan dia, mereka berkata, sering kali al-Qur’an diturunkan sesuai dengan keinginannya, dan Ahlus sunnah sendiri menulis kitab yang berjudul Muafiqot Umar. Ahlus sunnah mengamalkan perbuatan- perbuatan Umar meskipun amal tersebut adalah bid’ah, seperti shalat tarawih pada malam-malam bulan ramadhan dengan berjamaah, apakah ini tidak bid’ah? Bagaimana bisa -jika orang-orang Syi’ah mengamalkan sesuai dengan perkataannya Imam Shadiq as- orang-orang Ahlus sunnah mengatakan bahwasanya orang-orang Syi’ah memiliki keyakinan bahwasanya hukum hukum agama mereka diambil dari Imam Imam mereka, akan tetapi berkenaan dengan sahabat kenapa mereka percaya akan penisbahan sesuatu yang lebih dari apa yang dinisbatkan oleh Syi’ah? Mereka yang memberikan segala bentuk penisbahan kepada Syi’ah, alangkah tidak baiknya jika menengok perangai dan keyakinan mereka sendiri? Alangkah indahnya apa yang telah diucapkan oleh Amirul Mukminin Ali as, “cinta terhadap sesuatu itu membutakan dan menulikan manusia”يعمي ويصم) (حبّ الشّيئ. berlandaskankan ilmu apa (dari al-Qur’an dan riwayat) sehingga mereka menjabarkan bahwasanya perangnya Ali as dengan Muawiyah adalah hasil ijtihad, padahal dalam perang tersebut banyak sekali sahabat yang terbunuh? Jika di dalam ayat al-Qur’an Allah swt mengatakan bahwasanya, كنتم خير امّة اخرجت لنّاس وكذلك جعلناكم امّة وسطاً Umat Islam atau kaum Muhajirin dan Anshar dipuji dan dikenal, disini bukan berarti seluruh sahabat adalah orang-orang yang adil dan layak untuk dipuji, ayat ini tidak menunjukkan sama sekali akan keadilan sahabat, akan tetapi menunjukkan akan seluruh umat, dan dipujinya seluruh umat, bukan perindividu-perindividu. Kalau dalam ilmu usul diibaratkan dengan secara amul majmu’ bukan istighrok. Sewaktu seseorang mengatakan bahwasanya penduduk kota fulan lebih baik dan lebih utama dari kota fulan, disini dilihat secara global, bukan perindividu karena mungkin saja sebagian orang dari kota tersebut yang belum dikenal secara lebih baik dari kota ini, dan begitu juga keutamaan secara nasab disini sudah mencukupi, alhasil tidak pada semua individu dan juga tidak pada semua keadaan. Oleh karena itu bisa jadi ada kemungkinan salah seorang di zamannya Rasul saww adalah orang yang baik, akan tetapi setelah meninggalnya beliau, keadaanya berubah, sebagaimana riwayat-riwayat yang telah lewat telah mengisyaratkan pada sebagian individu- individu ini.


Referensi:
[1]– Usud al-Ghobah juz 4 dan 5 dibawah nama-nama yang telah disebutkan.
[2]– QS. al-Taubah: 97-101.
[3]– QS. al-Hujarat: 6.
[4]– Shohih Bukhori bab fi al-haudh juz 8 hlm. 13, 504, dan 505.

(Hauzah-Maya/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: