Hari raya Nauruz, ya ini adalah hari raya yang sangat penting bagi negara Iran. Naurus atau tahun baru Nauruz jatuh setiap tanggal 1 Farfardin. Nauruz sebenarnya tradisi bangsa Persia lebih dari 2.500 tahun lalu. Pada hari-hari Nauruz, masyarakat Iran saling berkunjung ke rumah sanak keluarganya, layaknya Idul Fitri dan Idul Adha di Indonesia. Tradisi ini juga berlangsung di Afghanistan, Tajikistan, Azerbaijan, Turkmenistan, hingga Pakistan.
Pada hari Nauruz biasanya aktivitas sekolah, perkantoran dan perkuliahan di Iran diliburkan selama beberapa hari dengan tujuan agar masyarakatnya dapat saling bersilaturahmi dengan keluarganya. Puncak dari liburan Nauruz biasanya pada tanggal 13 Farfadin. Pada tanggal tersebut biasanya masyarakat Iran akan merayakannya dengan keluar rumah dan mencari tempat terbuka untuk makan bersama dan berkumpul dengan anggota keluarga.
Selain karena awal tahun baru Iran, disebut Nauruz juga karena awal masuknya musim semi. Sebab, berbeda dengan kita, Iran memiliki empat musim yang semua musimnya punya suasana tersendiri. Seperti musim dingin, waktu malam lebih panjang daripada siang hari begitupula sebaliknya.
Di sisi lain, kemajuan teknologi Iran sangat mengejutkan negera-negara musuhnya seperti Amerika, Israel, maupun Inggris. Semua ini diraih Iran setelah Revolusi Iran tahun 1979 di bawah pimpinan Ayatullah Imam Khomeini yang kini dijabat Ayatullah Ali Khamenei. Selain karena Revolusi kemajuan Iran juga akibat dari embargo Amerika dan sekutunya sehingga iran dapat menjadi negara yang lebih mandiri.
Masalah teknologi Iran, termasuk teknologi nuklirnya dalam beberapa tahun terakhir ini memang sangat populer di banyak media di dunia ini. Terlepas dari benar atau hanya propaganda media-media dunia, berita itu juga dijadikan referensi oleh sejumlah media massa Indonesia. Saking gencarnya berita tersebut, sedikit sekali atau malah bisa dikatakan tidak ada media kita yang menyorot tentang perkembangan budaya, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan seperti ilmu logika, filsafat, fikih, Alquran hingga pengetahuan pemikiran lainnya di Iran.
Terlepas dari perbedaan negeri para mullah dengan kita, satu persamaan yang patut dibanggakan adalah kita dan Iran sama-sama muslim. Bedanya, mayoritas masyarakat Iran dari total penduduknya yang berjumlah sekitar 75 juta jiwa adalah bermazhab Imamiah Istna Asyar (12 imam) atau biasa dikenal dengan Mazhab Syiah atau Mazhab Ja’fari. Selain Syiah, di negeri Salman Alfarisi ini juga cukup banyak penganut Mazhab Sunni. Selain islam di negeri Persia ini juga terdapat agama Nasrani dan Yahudi yang semuanya hidup berdampingan dengan damai.
Di Indonesia ada Maulid Nabi Mohammad SAW di Iran juga ada dan justrutidak hanya satu peringatan saja namun dua, yaitu kelahiran dan wafatnya Nabi Mohammad SAW. Di hari kelahiran dan wafatnya Rasullulah Iran selalu menjadikannya libur nasional selama beberapa hari yang selanjutnya akan digunakan untuk menggelar majelis di masjid masjid Iran, baik majelis dalam rangka maulid maupun majelis duka karena wafatnya Rasulullah.
Satu hal yang sangat berbeda dengan Indonesia , rakyat Iran dalam majelis duka sangat mudah menangis hingga bersedu-sedu ketika diceritakan tentang perjuangan dan kesedihan Rasulullah saat berdakwah hingga wafatnya. Mereka juga sangat mudah menangis ketika diceritakan syahidnya Fatimah , putri Rasulullah. Apalagi sejarah mencatat bahwa Imam Syiah yaitu Imam Ali, Hasan, Husein, dan seterusnya, kesemuanya syahid dengan cara diracun atau dibunuh. Tak hanya di Majelis duka, rakyat Iran asli juga kebanyakan akan menangis bila ada yang menceritakan sejarah perjuangan Rasullulah dan sahabatnya, jadi anda jangan coba coba membuat orang Iran menangis :D .
Salah satu tragedi hal yang paling ditangisi warga Iran selain wafatnya rasululah adalah pembantaian cucu kesayangan rasululah, Husein di Karbala, Irak, atau biasa dikenal dengan Asyura, oleh ribuan tentara bani Umayyah di bawah kekhalifahan Yazid bin Muawwiyah. Untuk peringatan ini, masyarakat Iran di mana-mana menggelar majelis duka hingga pawai besar-besaran. Dalam majelis itu juga mereka mendoakan orang yang syahid. Sangat berbeda dengan apa yang ada di Indonesia, kita di Indonesia justru hanya terbiasa memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad saw, dengan menghadirkan penceramah yang “wajib” bisa melucu. Seolah, tak lucu ya tidak laku. Seolah di Indonesia tidak tau bagaimana kerasnya perjuangan rasululah dalam menegakan agama islam. Sebagai umat islam Indonesia, kita juga harus meneladani bagaimana lembutnya hati masyarakat Iran dan bagaimana kemandirian serta perjuangan Iran demi memanjukan bangsanya.
(Teknooksigen/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email