Oleh: Prof. Nasir Makarim Shirazi
Menghindari Kesalahan Besar
Salah satu sisi terpenting kehidupan Rasullah SAW adalah metoda kepemimpinannya yang unik. Sisi ini sering diabaikan karena mengaggap bahwa semua keberhasiIan dan kemenangan Rasulullah, bahkan semua Rasul, diraih berkat mukjizat mereka.
Benar bahwa para rasul mempunyai mukjizat dan mampu melaksanakan hal-hal yang luar biasa serta mendapat pertolongan Ilahi. Tapi melihat segala tindakan mereka dari sisi pandang mukjizat merupakan kesalahan besar, sebab mukjizat dan hal-hal luar biasa yang dilakukan para Rasul pada dasarnya merupakan kekecualian.
Mukjizat hanya digunakan saat mendesak, yaitu saat bukti kerasulan atau pelaksanaannya tidak dapat dilakukan kecuali melalui mukjizat. Sisi pandang mukjizat ini mengandung cacat besar. la dapat menghilangkan makna keteladanan para Rasul sehingga dapat mencegah kita meniru perilakunya sebagai manusia yang sadar, berilmu dan kompeten dalam seluruh segi kehidupan.
Singkat kata, semua bukti, balk yang bersifat rasional maupun yang berdasarkan Kitab dan Sunnah, menunjukkan bahwa para rasul, kecuali pada hal-hal yang sangat tertentu, menggunakan cara-cara biasa seperti yang dilakukan manusia lain dalam meraih cita-cita mereka.
Oleh sebab itu, kita mesti meneliti dengan seksama kehidupan mereka secara rinci, terutama yang berkaitan dengan masalah pengelolaan dan kepemimpinan, sehingga dengan demikian kita dapat menarik pelajaran bagi kehidupan kita.
Maka jika kita mempelajari cara hidup Nabi Muhammad SAW, dengan sudut pandang ini, sudah tentu kita akan menemukan berbagai fakta penting yang akan menuntun hidup kita dan menguntungkan dunia Islam secara keseluruhan.
Pemerintahan Masa Lalu dan Sekarang
Sudah barang tentu ilmu manajemen dan pemerintahan, sebagai sebuah disiplin ilmu, belum dikenal pada masa lalu. Tetapi bukan berarti tidak ada yang mengetahuinya. Para pembesar dunia sudah mempelajarinya melalui bakat ilahiah atau pengalaman pribadi, atau mungkin juga dari seorang guru, kemudian menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Keberhasilan mereka terutama bergantung pada cara mereka menerapkan prinsip-prinsip itu. Dalam kaitan ini, umumnya para ilmuwan membagi dasar-dasar manajemen atas empat bagian utama, meskipun kami pikir dapat ditambahkan dasar-dasar lain, yaitu :
1) pembuatan keputusan,
2) perencanaan,
3) pengaryaan orang-orang kompeten,
4) organisasi,
5) koordinasi,
6) motivasi,
7) prakiraan,
8) pengawasan,
9) bimbingan dan kepemimpinan dan
10) evaluasi faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan.
Tentu saja selain dasar-dasar di atas, seorang manajer atau pemimpin juga perlu memiliki lusinan kualitas lain yang tingkat kepentingannya bervariasi. Yang menarik adalah bahwa kesepuluh dasar di atas serta kualitas lainnya jelas dapat dilihat di dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Tapi tentu saja ini dapat dilihat jika kita membuang anggapan keliru bahwa segala yang terjadi merupakan mukjzat. Karena hanya dengan cara inilah kita dapat mengungkap dimensi manajemen dan kepemimpinan Rasulullah SAW yang unik dan memahami hal-hal terkecil yang berkaitan dengan sifat-sifatnya.
Seandainya pun kita mengabaikan tugas-tugas ilahiah yang dilaksanakan Rasulullah SAW sebagai Rasul terbesar, atau mungkin menyangkal semuanya, kita tetap tidak dapat menyangkal kenyataan bahwa Rasulullah sukses dan berhasil dalam segala segi, sekalipun ia memulai misi Islamnya pada masyarakat yang sangat primitif.
Rasulullah berhasil menyingkirkan berbagai rintangan, seperti kefanatikan kaum jahiliah, musuh-musuh yang kuat, serta kedunguan dan kebodohan penduduk. Rasul berhasil mengekspor revolusinya ke segala belahan dunia yang beradab pada zaman itu dan membuat 5 peradaban di sekitar Jazirah Arab yang tertarik padanya.
Selain menciptakan gerakan intelektual dan ilmiah, Rasulullah juga mendirikan pemerintahan yang kuat dan membuat Barat dan Timur tunduk di bawah panjinya. Sukses besar ini jelas menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemimpin yang luar biasa.
Selain itu, selama periode singkat pemerintahan Rasulullah, sekitar 80 peperangan besar dan kecil dipaksakan kepada beliau. Dalam waktu singkat beliau berhasil mengatasinya dan meraih demi kemenangan. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang komandan dan pemimpin yang tangguh.
Oleh karena itu, mengapa kita tidak mencari inspirasi dari prinsip-prinsip manajemen dan kepemimpinan seseorang yang demikian sukses itu, dalam kehidupan, perjuangan, dan gerakan Islam kita?
Prinsip-prinsip ini, sebagaimana terlihat ketika dilaksanakan, sangat efektif dan hasilnya sudah terbukti melalui pengalamanan. Kita akan sangat rugi jika kita meremehkan prinsip-prinsip manajemen Rasulullah SAW serta metode kepemimpinannya, dan hanya menerapkan prinsip-prinsip manajemen dan kepemimpinan ala Barat. Sudah tentu ini merupakan kesalahan besar dan akan mengakibatkan kerugian yang besar pula.
Contoh Kepemimpinan Rasul Saw
Kita dapat membagi sejarah Islam dalam dua tahap:
1) tahap revolusi intelektual dan kultural, dan
2) tahap revolusi militer dan politik.
Dengan kata lain, periode ketika Rasulullah SAW berada di Mekah sebelum hijrah dan periode ketika di Madinah setelah hijrah. Cara-cara yang ditempuh Rasulullah SAW dalam dua periode itu sungguh luar biasa dan mengandung banyak inspirasi.
Pada tahap pertama, yang pertama-tama perlu dikembangkan dan dilatih manusia-manusia dan pemikir-pemikir yang dapat mengemban tanggung jawab revolusi. Tingkat intelektual masyarakat Arab pada zaman itu sangat rendah. Tentu saja Rasulullah menghadapi banyak kesulitan dalam mendidik mereka dan mengubah budaya politeisme, penyembahan berhala, dan jahiliah menjadi budaya Tauhid dengan nilai-nilai harkat martabat kemanusiaan, vitalitas, pengetahuan, dan kesadaran.
Untuk mencapai tujuan ini, di satu pihak Rasulullah SAW memerintahkan para pengikut dan sahabatnya, yang jumlahnya sedikit dan baru saja bergabung, agar bangun malam, menunaikan shalat dan mengaji — tanpa diketahui musuh-musuhnya yang fanatik dan keras kepada — guna menimbulkan perubahan jiwa dalam diri mereka.
Di lain pihak, Rasul meminta mereka untuk meningkatkan tingkat berpikir mereka dengan mempelajari kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang luas sebagaimana terbukti dalam Surat Al-Muzzammil:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada slang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan masyriq (timur) dan maghrib (barat). Tiada Tuhan melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. 73 : 1-10).
Meskipun yang disapa dalam ayat di atas adalahRasulullah SAW, tetapi ayat-ayat selanjutnya menunjukkan bahwa orang-orang yang pertama beriman itu juga melaksanakan ibadah itu bersamanya.
Ibadah dan membaca Qur’an ini merupakan amalan kontinyu kaum Muslimin di bawah bimbingan Rasul. Sesekali ayat-ayat baru diwahyukan pada Rasul untuk memberikan pelajaran baru. Cara ini sungguh efektif. Ia telah mengubah orang-orang yang lemah, tak berkualitas, dan dungu menjadi umat yang sadar, tidak memen tingkan diri sendiri, tabah, teguh, setia, dan percaya diri. Mereka adalah orangorang yang mampu mengadakan perubahan besar dalam lingkungan itu dalam waktu yang sangat singkat dan mampu menyebarkan revolusi dengan dimensi politiknya, militer dan kebudayaan — setelah hijrah ke Madinah — bahkan ke luar Hijaz, hingga Ethopia, dan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Kaisar Romawi Timur dan wilayah-wilayah lain.
Cara ini berlangsung terus hingga suatu waktu, tibalah saatnya bagi Rasulullah SAW, sebagai seorang guru dan pemimpin besar, melihat bahwa beliau harus memberi istirahat dan memperingan programnya. Rasul memulai tugas ini setelah mendapat wahyu dengan turunnya ayat terakhir surat Al-Muzzammil:
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 73:20).
Cara yang ditempuh Rasul ini berlangsung hingga tiga tahun. Tapi ia telah berhasil menanamkan akar yang dalam di hati kelompok kecil ini. Orang-orang inilah yang dengan moral tinggi, gigih melawan musuh yang berjumlah lebih besar dan tidak pernah rela membiarkan cahaya Islam dipadamkan oleh kencangnya angin kefanatikan kaum Jahiliyah.
Ketika tiba saatnya bagi Rasululah SAW menyeru umat secara terbuka, beliau menyampaikan tujuan risalah yang dibawanya dan mengatakan segalanya pada rakyat. Pada periode ini, beliau mampu menjalani masa tugasnya dengan baik sekali. Itu karena kepiawaiannya dalam memimpin.
Hari demi hari Rasul mencapai persatuan yang lebih balk di antara para pengikutnya dan semakin memperkuat tujuan spiritual mereka, sehingga talk ada yang lebih penting bagi mereka selain Allah, ridha-Nya, mempertahankan Al-Qur’an, dan membela Rasullulah SAW.
Hari demi hari Rasul berhasil menarik penduduk masuk Islam, mendidik mereka dan membangun kerjasama yang baik di antara mereka. Akhirnya, setelah jumlah pengikutnya cukup banyak dan cukup terdidik, para dai’nya mempersiapkan pangkalan di kota Madinah, yang memiliki kesiapan lebih baik bagi syi’ar Islam; kemudian Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Meskipun hijrah itu dilaksanakan atas perintah Allah dan dengan pertolongan-Nya, tapi bagaimana pun orang akan terkejut bila menganalisa hal-hal kecil dalam perjalanan yang penuh bahanya ini, seperti bagaimana Rasulullah SAW dapat lolos dari kepungan musuh, bagaimana ia bersembunyi di Gua Tsur — tempat yang tidak terletak di arch menuju Medinah. Musuh tidak bakal menyangka kemungkinan gua itu menjadi tempat persembunyiannya — dan bagaimana ia menempuh jarak 500 km dengan cara sedemikian rupa sehingga musuh yang mencarinya ke segala tempat tidak dapat menemukannya. Siapa pun yang memikirkan hal ini dengan seksama akan mengakui kebijakan Rasulullah yang luar biasa, perencanaannya yang cermat dan kelihaiannya yang taktis dan unik.
Pendirian dan Pengaturan Pemerintahan
Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, kota yang tidak banyak dikenal dan terdiri dari berbagai suku. Kesulitan terbesar adalah adanya tiga suku Yahudi yang kuat, yakni Bani Qurayzah, Bani al-Nadir dan Bani Qaynuqa.
Tetapi sejak semula Rasulullah SAW telah meletakkan landasan revolusi politik dan militernya, dan mendirikan sebuah pemerintahan. Rasul telah mengorganisasikan berbagai unsur pemerintahannya.
Rasulullah SAW mendirikan baitul mal. Tidak lama setelah didirikan baitul mal, turunlah wahyu tentang perintah zakat yang memperkuat dasar keuangan baitul mal. Kemudian setelah turun perintah jilhad dibentuklah pasukan pertahanan untuk menghadapi serangan musuh. Yang terpenting, ialah shalat 5 waktu, yang menyeru para pengikutnya 5 kali dalam 24 jam untuk datang ke masjid sebagai pusat spiritual, memberikan kesempatan untuk mangajarkan perintah dan ajaran Allah kepada umatnya setiap hari.
Pendidikan yang diajarkan setiap hari ini sangat memajukan para pengikutnya, meningkatkan tingkat berpikir mereka, pertahanan terhadap musuh, dan meningkatkan kesiapan dan kerelaan mereka untuk melaksanakan segala jenis aural kebaikan dan pengorbanan jiwa.
Rasulullah Saw Dalam Menghadapi Musuh
Kepiawaian Rasul Saw dalam memimpin tampak ketika beliau harus menghadapi banyak musuhnya, termasuk ketiga suku bangsa Yahudi yang kuat yang hidup di Madinah. Yang lebih mengejutkan adalah, menurut sejarah, suku bangsa yang kaya, kuat dan mempunyai banyak pasukan ini menetap di Madinah hanya karena mereka telah membaca dari kitab-kitab suci mereka tentang muculnya Rasul yang dijanjikan dari wilayah ini.
Namun karena mereka menganggap kehadiran Nabi Muhammad SAW membahayakan kepentingan mereka, ketiga golongan itu menjadi musuh yang pertama kali dihadapi Rasul.
Musuh lain, yang lebih keras kepada dari suku Yahudi itu, adalah musyrikin Jazirah Arab, terutama penduduk Mekkah, yang memandang penyebaran Islam sebagai bahaya bagi adat dan kepentingan mereka. Tetapi Rasulullah SAW tidak pernah menghadapi musuh-musuhnya sekaligus. Melainkan satu per satu, dan ketika tiba saatnya setelah menentukan waktu yang tepat, dan dengan rencana yang cermat, Rasul mengalahkan mereka satu per satu.
Sebagai contoh, Rasul memikul berbagai halangan dan rintangan dari ketiga suku Yahudi di atas begitu lama. Tetapi beliau kalahkan mereka masingmasing pada waktu yang berbeda, pada saat yang tepat, setelah Rasul memperoleh bukti nyata pelanggaran perjanjian oleh mereka.
[1] Tahun ke-2 Hijriyah, setelah menundukkan kaum musyrik pada perang Badr, Rasul Saw mengalihkan perhatian pada suku Yahudi Banu Qaynuqa. Suku ini melanggar perjanjian dengan membunuh seorang Muslim dan menganiaya seorang Muslimah.
Berkat moral tinggi kaum Muslimin dan dengan semangat kemenangan perang Badr yang telah diraihnya, Rasul menaklukkan suku ini. Di sini tindakkan Rasulullah didasarkan perintah Al-Qur’an: “Dan jika kamu khawatir akan pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal [8] : 58)
Ayat ini merujuk pada pengkhianatan Bani Qaynuqa. Rasulullah SAW mengepung mereka dengan ketat sehingga mereka menyerah takluk. Rasul tidak membunuh mereka karena beberapa penduduk Madinah menjadi penengah, tapi mensyaratkan mereka meninggalkan Madinah. Akhirnya mereka pindah.
[2] Pada tahun ke-4 Hijriah, Rasulullah SAW, mengalihkan perhatian kepada Bani Al-Nadir. Suku bangsa ini bersekongkol membunuh Rasulullah SAW. Akan tetapi, segera setelah rencana mereka bocor dan perasaan kaum Muslim bangkit karenanya, Rasul memperoleh kesempatakan baik untuk menundukkan kekuatan mereka. Rasulullah mengepung benteng pertahanan mereka dan memaksa mereka pindah dari Madinah.
Tetapi sebelum pergi mereka memusnahkan rumah dan benteng mereka agar tidak jatuh ke tangan kaum Muslim, meskipun sebelumnya kaum Muslim juga sibuk menghancurkannya agar dapat mendudukinya. Mengenai peristiwa ini Al-Qur’an memaparkan:
“…mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mu’min. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr [59]:2)
[3] Beberapa saat setelah peristiwa ini pada tahun ke-5 Hijriah, Perang Ahzab (persekongkolan atau persekutuan suku-suku), yang merupakan pameran kekuatan terpenting kaum musyrikin, berakhir dengan kemenangan Muslimin.
Pasukan Musyrikin yang dikalahkan kembali ke Mekkah. Berkat moral tinggi kaum Muslim yang bangkit karena kemenangan itu serta perlanggaran menyolok suku bangsa Bani Quraizah atas perjanjian mereka, pengkhianatan dan kerjasama mereka dengan kaum musyrik Quraisy dalam Perang Ahzab, Rasul mengepung seluruh benteng suku ini dan mengalahkan mereka. Al-Qur’an merujuk peristiwa ini dalam ayat berikut:
“Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan tanah yang belum kamu injak . Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab [33]:26-27)
Bila kita pelajari setiap peperangan ini, juga rencana dan penetapan waktu serta lokasinya secara rinci dan seksama, jelaslah betapa metoda yang ditempuh Rasul Saw dilandaskan pada prinsip-prinsip yang cermat dan tepat. Semua itu perlu dipelajari secara terpisah.
[4] Pada tahun ke-6 Hijriah, terjadi peristiwa perjanjian perdamaian Hudaybiyyah, yang dalam Al-Qur’an disebut al-Fath al-Mubin (kemenangan nyata). Persiapan Rasul Saw pada kesempatan ini dan siasat khusus yang diambilnya, yang dimaksudkan untuk membuat takut dan menjatuhkan moral musuh sungguh hebat.
Rincian perjanjian damai ini dan keuntungan Rasul Saw dari perjanjian ini patut diperhatikan. Yang lebih hebat lagi adalah bagaimana Rasul Saw, setelah berjaya menghadapi setiap serangan dari pihak Musyrikin dan memperolah keuntungan atas moral kaum Muslim yang tinggi setelah kemenangan Hudaibiyyah, berjaya menghadapi persekongkolan Yahudi Khaibar dan berhasil menaklukkan mereka.
Yang paling menakjubkan adalah peristiwa besar yang terjadi pada tahun 8 H., yakni penaklukan kota Mekkah, benteng terpenting musuh kuat Islam. Ini dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan rencana dan koordinasi yang tepat, sehingga bila seseorang mempelajari pembebasan kota Mekkah langkah demi langkah, pada setiap langkah ia akan takjub pada kepiawaian kepemimpinan Rasul Saw yang luar biasa.
Meskipun peristiwa ini merupakan ekspedisi militer Rasul yang terbesar, tetapi Rasul menaklukan benteng penting dan kuat musuh itu tanpa pertumpahan darah atau pertikaian.
Rasul memberikan amnesti umum pada penduduk Mekkah dengan pengumuman “Pergilah, kalian bebas”. Hal ini bertentangan dengan semangat penuh dendam bangsa Arab yang terkenal itu dan kebiasaan balas-dendam kaum tiran dan para penakluk zaman itu; dan sudah barang tentu di luar perhitungan.
Akibatnya kaum Musyrikin berbondong-bondong mendatangi Rasul dan memeluk Islam, sebagaimana dirujuk pada ayat: “dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,” (QS. Al-Nashr [110] :2).
Dengan demikian kekuatan Rasululllah SAW menyatu di seluruh Jazirah Arab.
Maka untuk memahami secara rinci metode perencanaan, organisasi, dan kepemimpinan Rasulullah SAW yang luar biasa itu, satu-satunya cara ialah dengan mendalami SEJARAH kehidupan Rasulullah secara rinci dan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an yang saling berkaitan.
(Theistitute/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email