Pesan Rahbar

Home » , , , , , » Sifat sifat jahiliah Mu’awiyah cs tidak hanya mengakibatkan pembunuhan terhadap syi’ah, pemerkosaan terhadap wanita syi’ah, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala kepala jenazah kaum syi’ah dijalan jalan, perampokan terhadap syi’ah, perbudakan terhadap wanita wanita syi’ah, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syi’ah Ali

Sifat sifat jahiliah Mu’awiyah cs tidak hanya mengakibatkan pembunuhan terhadap syi’ah, pemerkosaan terhadap wanita syi’ah, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala kepala jenazah kaum syi’ah dijalan jalan, perampokan terhadap syi’ah, perbudakan terhadap wanita wanita syi’ah, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syi’ah Ali

Written By Unknown on Monday, 18 August 2014 | 22:05:00

Di masa pemerintahan Mu’awiyah telah dibuat banyak sekali hadis palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Ali dan membesarkan ketiga khalifah Rasyidun yang lain, atas perintah Mu’awiyah, Para gubernur diwajibkan untuk mengkhotbahkan hadis hadis tersebut di seluruh masjid masjid , Hadis hadis ini dapat disebut ‘Hadis Penguasa’…

Membuat Hadis Palsu, Mu’awiyah Mengorganisir Hadis Palsu.
Di masa pernerintahan Banu ‘Umayyah selama 92 tahun ( Kecuali di zaman pemerintahan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang 2 setengah tahun )  telah dibuat banyak sekali hadis palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Ali dan membesarkan ketiga khalifah Rasyidun yang lain, atas perintah Mu’awiyah, raja pertama dalam sejarah Islam.

Para gubernur diwajibkan untuk mengkhotbahkan hadis hadis tersebut di seluruh masjid masjid dari ‘ufuk Timur ke ufuk Barat’.

Dengan demikian biarpun hadis ini jelas shahih, karena rangkaian isnadnya lengkap dan nama nama penyalur dapat dipercaya, ‘penyakit’ masih ada, yaitu yang bersumber dari kalangan sahabat sendiri atau tabi’in sendiri.

Hadis hadis ini dapat disebut ‘Hadis Penguasa’ karena diorganisir oleh pelaksana pemerintahan demi mempertahankan kedudukannya dan bersumber dari para sahabat dan tabi’in. Untuk memahami timbulnya hadis hadis  palsu jenis ini, perlu kita memahami sifat sifat jahiliah yang masih tersisa di zaman sahabat.

Sifat sifat jahiliah ini tidak hanya mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala kepala jenazah dijalan jalan, perampokan, perbudakan terhadap wanita wanita, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syi’ah Ali serta pelanggaran hak hak  azasi yang begitu dilindungi oleh Islam, tetapi juga pembuatan hadis palsu yang terencana.

Abu Ja’far AlIskafi menceritakan: Mu’awiyah memerintahkan para sahabat dan tabi’in untuk membuat riwayat yang memburuk burukkan Ali bin Abi Thalib, menyerangnya dan memakzulkannya, di antaranya Abu Hurairah, ‘Amr bin ‘Ash, Mughirah bin Syu’bah dan di antara tabi’in, Urwah bin Zubair.’  (Ibn AbilHadid, Syarh Nahju’lBalaghah, jilid 4, hlm. 63).

Mu’awiyah Mengorganisir Hadis Palsu.

Berapa banyak jumlah hadis palsu ini dapat dibayangkan dengan contoh berikut. Dari 600.000 (enam ratus ribu) hadis yang dikumpulkan alBukhari, ia hanya memilih 2.761 (dua ribu tujuh ratus enam puluh satu) hadis. 8 Muslim, dari 300.000 (tiga ratus ribu) hanya memiiih 4.000 (empat ribu). 9 Abu Dawud, dari 500.000 (lima ratus ribu) hanya memilih 4.800 (empat ribu delapan ratus) hadis. 10 Ahmad bin Hanbal, dari sekitar 1.000.000 (sejuta) hadis hanya memilih 30.000 (tiga puluh ribu) hadis.

Dinasti Umayyah Abbasiyah yang bermusuhan itu sepakat mengenai satu hal: mendiskreditkan para pengikut Ali.. Penulis zaman itu pun sedikit banyak harus memperhatikan pesanan dari istana, kalau masih mau menulis lagi. Dan mereka terpaksa menulis apa yang mereka tulis.

selama pemerintahan Banu Umayyah, cerca dan pelaknatan terhadap Ali bin Abi Thalib serta keluarga dan pengikutnya, selama itu, tidak ada sahabat atau tabi’in yang menyampaikan hadis ‘JANGAN CELA SAHABAT’ untuk menghentikan perbuatan yang dilakukan di atas mimbar masjid di seluruh negeri tersebut
Di masa pernerintahan Banu ‘Umayyah selama 92 tahun, 163 telah dibuat banyak sekali hadis palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Ali dan membesarkan ketiga khalifah Rasyidun yang lain, atas perintah Mu’awiyah, raja pertama dalam sejarah Islam.

Para gubernur diwajibkan untuk mengkhotbahkan hadis hadis tersebut di seluruh masjid masjid dari ‘ufuk Timur ke ufuk Barat’.

Dengan demikian biarpun hadis ini jelas shahih, karena rangkaian isnadnya lengkap dan nama nama penyalur dapat dipercaya, ‘penyakit’ masih ada, yaitu yang bersumber dari kalangan sahabat sendiri atau tabi’in sendiri.

Hadishadis ini dapat disebut ‘Hadis Penguasa’ karena diorganisir oleh pelaksana pemerintahan demi mempertahankan kedudukannya dan bersumber dari para sahabat dan tabi’in. Untuk memahami timbulnya hadis hadis palsu jenis ini, perlu kita memahami sifat sifat jahiliah yang masih tersisa di zaman sahabat. Sifat sifat jahiliah ini tidak hanya mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala kepala jenazah dijalan jalan, perampokan, perbudakan terhadap wanita wanita, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syi’ah Ali serta pelanggaran hakhak azasi yang begitu dilindungi oleh Islam, tetapi juga pembuatan hadis palsu yang terencana.

Abu Ja’far Al iskafi menceritakan: Mu’awiyah memerintahkan para sahabat dan tabi’in untuk membuat riwayat yang memburukburukkan Ali bin Abi Thalib, menyerangnya dan memakzulkannya, di antaranya Abu Hurairah, ‘Amr bin ‘Ash, Mughirah bin Syu’bah dan di antara tabi’in, Urwah bin Zubair.

Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa hukum fiqih yang berkembang di lembaga lembaga pemerintahan dan masyarakat didominir oleh keputusan keputusan hukum ‘Umar, Abu Bakar dan ‘Utsman. Dan sama sekali tidak memberi tempat kepada pikiranpikiran ‘Ali. Buah pikiran ‘Ali hanya berkembang dan diikuti oleh keluarga dan pengikutpengikutnya.

Ada seorang bernama Shaifi bin Fasil. Ia adalah sahabat Hujur. Ziyad menyuruh orang membawanya kepada Ziyad: ‘Hai, musuh Allah, apa pendapat Anda tentang Abu Turab’ Shaifi: ‘Aku tidak mengenal Abu Turab’.

Ziyad: ‘Engkau tidak mengenalnya? Apakah engkau kenal Ali bin Abi Thalib? Shaifi: ‘Ya’. Ziyad: ‘Dialah Abu Turab!’

Shaifi: ‘Bukan, beliau adalah ayah dari Hasan dan Husain!’ Qais menyela: ‘Bukanlah alAmir telah mengatakan ia Abu Turab dan engkau berani mengatakan tidak?

Shaifi: ‘Apakah bila alAmir berdusta, engkau mau aku berdusta juga? Dan aku bersaksi batil seperti dia?
Ziyad: ‘Ambil alat pemukul!’ dan seorang menyerahkannya. Ziyad melanjutkan: ‘Apa yang akan engkau katakan tentang Ali?

Shaifi: ‘Perkataan terbaik yang aku akan ucapkan bagi hamba dari hambahamba Allah. Aku memanggilnya Amiru’lmu’minin.

Ziyad: ‘Kamu semua, pukullah dia di bahunya dengan tongkat ini sampai dia jatuh lengket ke bumi’. Dan mereka memukulnya sampai ia ambruk dan Ziyad berkata: ‘Apa katamu tentang Ali?

Shaifi: ‘Demi Allah, andaikata kau bilang apa pun, aku hanya akan mengatakan yang aku tahu tentangnya’.
Ziyad: ‘Engkau laknati dia atau kupenggal lehermu!’ Shaifi: ‘Demi Allah bila kau lakukan lebih awal aku lebih senang dan engkau lebih susah!’ Ziyad: ‘Tingkatkan pukulannya kemudian masukkan ke dalam penjara!’ Sesudah itu ia dikirim ke Damaskus dan dibunuh bersamasama dengan Hujur dan teman temannya’.

Contoh dialog dengan Mu’awiyah:
‘Tatkala AlKhats’imi dibawa masuk menghadap Mu’awiyah ia berkata: ‘Allah, Allah wahai Mu’awiyah, Engkau akan meninggalkan rumah yang fana ini menuju rumah yang baka dan akan ditanyai apa yang engkau inginkan sebenarnya dengan membunuh kami dan mengucurkan darah kami?
Mu’awiyah: ‘Apa yang akan kau katakan tentang Ali? AlKhats’imi: ‘Apakah aku harus mengikuti perkataanmu, apakah engkau membebaskan diri dari ‘agama Ali’ yang sebenarnya adalah agama yang ditetapkan Allah?
Mu’awiyah tidak menjawab. Ia dimakzulkan, dan tidak boleh masuk Kufah dan meninggal di Mesir, sebulan sebelum Mu’awiyah.

Kemudian maju Abdurrahman bin Hassan. Mu’awiyah: ‘Apa yang akan engkau katakan tentang Ali?
Abdurrahman: ‘Bunuh saja saya dan jangan menanyai saya, karena Ali lebih baik dari engkau’. Mu’awiyah: ‘Demi Allah, aku tidak akan membunuhmu sampai kau mengabarkan kepadaku tentangnya’.
Abdurrahman: ‘Aku bersaksi bahwa ia adalah dari orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah dan yang mengajak kepada kebajikan dan menjauhi kejahatan, serta pemaaf’.

Mu’awiyah: ‘Dan apa pendapatmu tentang Utsman?’ Abdurrahman: ‘Ia adalah orang pertama yang membuka pintu kelaliman dan menutup pintupintu ‘haq’. Mu’awiyah: ‘Engkau membunuh dirimu sendiri!
Abdurrahman al’ Anzi: ‘Tidak, engkaulah yang membunuh orang yang bicara benar’. Dan Mu’awiyah mengirimnya kepada Ziyad dengan surat: ‘Amma ba’du. Aku kirim al’ Anzi ini kepadamu agar kau hukum dia dengan hukuman yang pantas baginya. Bunuhlah dia, dengan cara yang seburukburuknya’. Tatkala tiba di Kufah Ziyad mengirimnya, ke alNathif kemudian ia dikubur hidup-hidup.

Sahabatsahabat Hujur yang dibunuh adalah Syarik bin Syaddad alHadhrami,
Shaifi bin Fasil asySyaibani, Qabishah bin Dhabi’ah alAbbasi, Mahrz bin Syahhab alMunqari, Kadam bin Hayyan al’ Anzi dan Abdurrahman bin Hassan al’ Anzi.

Gubernur gubernur biasanya mengumpulkan anggota masyarakat di masjid dan lapangan. Mereka lalu dibimbing untuk melaknat Ali. Bila, menolak, mereka lalu dipancung.Ziyad, gubernur Kufah mengerahkan rakyat di depan pintu istananya dan memerintahkan mereka melaknat Ali.

AlBaihaqi menceritakan: ‘Mereka diperintahkan untuk memakzulkan Ali Karramallahu wajhahu, dan mereka lalu memenuhi masjid dan lapangan, dan yang menolak dipenggal kepalanya. Dan Ibnu alJauzi menceritakan: ‘Tatkala penduduk Kufah melemparnya dengan batu kerikil ia sedang khotbah, ia memotong tangan 80 orang dari mereka. Dengan ancaman akan merobohkan rumah rumah dan menebang pohonpohon kurma mereka, ia mengumpulkan mereka sehingga masjid dan lapangan penuh dan menyuruh mereka memakzul kan Ali serta memberi tahu bahwa bila mereka membangkang maka ia akan membasmi mereka, dan menghancurkan kampung mereka. Di antara mereka terdapat kaum Anshar.

Penyembelihan Terhadap Kaum Syi’i.
 
Mu’awiyah, disebut sebagai fi’ah albaghiah atau kelompok pemberontak
Mu’awiyah memberontak terhadap Ali. Sejak Utsman meninggal tahun 35H/656 M. Mu’awiyah melakukan tiga cara untuk melawan Ali bin Abi Thalib:
1. Melakukan pembersihan etnik terhadap Syi’ah Ali dengan melakukan jenayah ke wilayah Ali. Pembunuhan terhadap Syi’ah Ali dilakukan terhadap lelaki maupun anakanak. Perempuan dijadikan budak. Menyuruh seseorang melaknat Ali, dan bila ia menolak langsung dibunuh.
2.Melaknat Ali dalam khotbah khotbah Jum’at, IdulFithri dan IdulAdha diseluruh negara. Juga pada musim haji di Makkah.
3.Membuat hadis hadis palsu untuk menurunkan martabat Ali serendah rendahnyaDan membesarkan diri SAHABAT serta ketiga khalifah awal.

Membunuh, Sembelih Bayi, Perbudak Muslimah.
Tatkala khalifah Ali masih hidup, Mu’awiyah mengirim ‘malikil maut’ yang bernama Busr bin Arthat dengan 4.000 anggota pasukan berkeliling ke seluruh negeri untuk membunuh siapa saja pengikut dan sahabat Ali yang ia temui termasuk perempuan dan ana kanak kemudian merampas harta bendanya. Perempuan Muslimah ditawan dan dijadikan budak untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Busr melakukannya dengan baik sepanjang perjalannnya sampai ia tiba di Madinah dan ia telah membunuh ribuan Syi’ah Ali yang tidak bersalah. Abu Ayyub alAnshari rumahnya ditempati Rasul Allah saw tatkala baru sampai di Madinah ketika hijrahpejabat gubernur Ali di Madinah, melarikan diri ke tempat Ali di Kufah. Kemudian Busr ke Makkah dan membunuh sejumlah keluarga Abi Lahab. Abu Musa, gubernur Ali juga melarikan diri. Ia lalu ke Sarat dan membunuh semua yang turut Ali di perang Shiffin, sampai di Najran ia membunuh Abdullah bin ‘Abdul Madan alHarai dan anaknya, ipar keluarga Banu Abbas yang ditunjuk Ali sebagai gubernur.

Kemudian ia sampai di Yaman. Pejabat di sana adalah Ubaidillah bin Abbas. Ubaidillah melarikan diri tatkala mengetahui kedatangan Busr. Busr menemukan kedua anaknya yang masih balita. Ia lalu menyembelih dengan tangannya sendiri kedua anak itu di hadapan ibunya. Kekejamannya sukar dilukiskan dengan katakata dan memerlukan buku tersendiri.

Ia juga mengirim Sufyan bin ‘Auf alGhamidi dengan 6.000 prajurit menyerbu Hit 104 , alAnbar dan alMada’in. Disini mereka membunuh pejabat Ali Hassan bin Hassan alBakri dan orangorangnya.
Kemudian di Anbar mereka membunuh 30 dari seratus orang yang mempertahankan kota ini, mengambil semua barang yang ada, membumihanguskan kota alAnbar sehingga kota itu hampir lenyap. Orang mengatakan bahwa pembumi hangusan ini sama dengan pembunuhan,karena, hati korban sangat pedih sekali. Kepedihan Ali tidak terlukiskan sehingga ia tidak dapat membaca khotbahnya dan menyuruh maulanya yang bernama Sa’d untuk membacakannya.

AlAghani melukiskan bahwa setelah Ghamidi sampai di kota Anbar ia membunuh pejabat Ali dan juga membunuhi kaum lelaki maupun perempuan. Mu’awiyah juga mengirim Dhuhhak bin Qays alFihfi dengan pasukan yang terdiri dari 4.000 orang ke kota Kufah untuk membuat kekacauan dengan membunuh siapa saja yang ditemui sampai ke Tsa’labiah dan menyerang kafilah haji yang akan menunaikan haji ke Makkah serta merampok semua bawaan mereka. Kemudian ia menyerang alQutqutanah dan turut dibunuh kemanakan Ibnu Mas’ud, sahabat Rasul, ‘Amr bin ‘Uwais bin Mas’ud bersama pengikutnya.

Bumi disiram dengan darah orang yang tidak berdosa.Pembersihan etnik terhadap Syi’ah Ali berjalan dengan terencana dan mengenaskan. Kemudian Mu’awiyah mengirim Nu’man bin Basyir 105 pada tahun 39 H/659 M. menyerang ‘Ain atTarm 106 dengan 1.000 prajurit dan menimbulkan bencana. Di sana hanya ada seratus prajurit Ali. Perkelahian dahsyat terjadi. Untung, kebetulan ada sekitar 50 orang dari desa tetangga lewat. Pasukan Nu’man mengira bantuan datang untuk menyerang dan mereka pergi.

Penyembelihan Dimana Mana Sehingga Imam Hasan Berdamai.

yang meminumkan racun kepada Hasan adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais alKindi, dan Mu’awiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazid’. Dialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazid, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya.

Seorang wanita,Fakhitab binti Quraidhah bertanya kepada Mu’awiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fathimah?. ‘Ya aku bertakbir karena hatiku gembira’ . Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.Ia juga terkenal karena membunuh sahabat Rasul Allah saw Hujur bin ‘Adi dan kawan kawannya pada tahun 51 H/671 M karena tidak mau melaknat Ali.

Membunuh Muhammad bin Abu Bakar, Mempermainkan Jenazah Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula mula Ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimin. Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayat nyayat mayat, mengarak kepala kepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratusratus kilometer.

Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka. Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah Ali.

Abu alHusain Ali bin Muhammad bin Abi Saif alMadani dalam kitabnya alAhdats,berkata: Mu’awiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya. Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syi’ah Ali di Kufah. Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batangbatang pohon korma. Ia memburu dan mengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.

Di samping itu istri dan putriputri Syi’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun 39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya.Mu’awiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumahrumah Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu ‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad bin Abih, yang mula mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang ke Mu’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya. Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau mengakui Ziyad sebagai saudaranya.

Karena pernah bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka. Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’awiyah. Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan Sembilan tusukan”. Setelah ditusuk baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah matikepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan AzZamakhsyari dalam Rabi’alAbrar dan Suyuthi menceritakan: ‘Di zaman Banu ‘Umayyah lebih dari 70.000 mimbar digunakan melaknat Ali bin Abi Tholib’. Mimbarmimbar ini menyebar di seluruh wilayah dari ufuk Timur ke ufuk Barat. AlHamawi berkata: ‘Ali bin Abi Thalib dilaknat di atas mimbarmimbar masjid dari Timur sampai ke Barat kecuali masjid jami’ di Sijistan” 139 . Di masjid ini hanya sekali terjadi khatib melaknat Ali. Tetapi pelaknatan di mimbar haramain, Makkah dan Madinah, berjalan terus’.

Mu’awiyah menulis dan mengirim satu naskah kepada gubernurgubernurnya, sesudah ‘Tahun Persatuan’ (Am alJama’ah),agar memakzulkan siapa saja yang meriwayatkan Hadis yang mengutamakan Ali dan keluarganya (ahlu’lbait).

Suatu ketika Imam Zainal ‘Abidin bin Husain bin Ali bertanya kepada Marwan tatkala menyaksikan Marwan melaknat kakeknya yang sudah meninggal: ‘Mengapa engkau mencaci Ali? Marwan menjawab: ‘Karena pemerintahan kami tidak akan tegak selain berbuat demikian!’

Membuat Hadis Palsu, Mu’awiyah Mengorganisir Hadis Palsu.

Di masa pernerintahan Banu ‘Umayyah selama 92 tahun, telah dibuat banyak sekali hadis palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Ali dan membesarkan ketiga khalifah Rasyidun yang lain, atas perintah Mu’awiyah, raja pertama dalam sejarah Islam. Para gubernur diwajibkan untuk mengkhotbahkan hadishadis tersebut di seluruh masjidmasjid dari ‘ufuk Timur ke ufuk Barat’. Dengan demikian biarpun hadis ini jelas shahih, karena rangkaian isnadnya lengkap dan namanama penyalur dapat dipercaya, ‘penyakit’ masih ada, yaitu yang bersumber dari kalangan sahabat sendiri atau tabi’in sendiri. Khotbahkhotbah itu, begitu besar pengaruhnya sehingga pernah terjadi seorang bapak mengadu kepada penguasa karena istrinya telah menghinanya dengan menamakannya Ali.

Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa hukum fiqih yang berkembang di lembagalembaga pemerintahan dan masyarakat didominir oleh keputusankeputusan hukum ‘Umar, Abu Bakar dan ‘Utsman. Dan sama sekali tidak memberi tempat kepada pikiran pikiran ‘Ali. Buah pikiran ‘Ali hanya berkembang dan diikuti oleh keluarga dan pengikut pengikutnya.

=====================================================
Beberapa contoh kasus kekejaman rezim umayyah dapat dilihat sebagai berikut:
1. Membuat hadis palsu atas nama Rasulullah saw.
Setelah meninggalnya Nabi Muhammad saw, Rezim Umayyah membuat hadis palsu, ini termasuk profesi yang banyak dilakukan demi melanggengkan kekuasaan pemerintah yang korup. Membuat hadis palsu atas nama Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw sendiri telah memberikan wejangan “Barang siapa yang berbohong atas namaku, niscaya tempatnya adalah di neraka” (Sahih Bukhari, jilid 1, bab “Itsmu Man Kadziba ‘Ala an-Nabi”, hadis nomor 107, 108 dan 109).

Ancaman ini tidak mempan bagi mereka yang hatinya telah keras dan para pecinta dunia. Setelah wafatnya Rasulullah saw pembuatan hadis palsu sedemikian merajalelanya sehingga untuk membedakan mana hadis asli dan mana yang palsu sangat sulit. Cukup kita melihat bahwa sejarah mencatat ada sekitar tujuh ratus ribu lebih para pembuat hadis palsu lengkap dengan data-data pribadi (Al-Ghadir, jilid 5, hal 301-446).

2. Mengubah (tahrif) sebab turunnya ayat al-Quran.
Al-Quran adalah mukjizat ilahi dan sumber pengetahuan. Al-Quran belum pernah dirubah semenjak turunnya hingga sekarang dan akan datang. Kata-kata yang ada di dalamnya, tanpa kekurangan sedikitpun terjaga oleh mereka yang menghapalkannya. Akan tetapi, para pedagang hadis, penyembah dunia dalam baju ulama dan kelompok yang termarjinalkan selalu berusaha dengan segala cara untuk menafsirkan ayat al-Quran sesuai dengan kepentingan mereka.

Ahli-ahli tafsir menyebutkan:
“Pada malam hari di mana para pemimpin penyembah berhala Quraisy memutuskan untuk menyerang rumah Nabi Muhammad saw pada tengah malam dan membunuhnya, Nabi memerintahkan kepada Ali as untuk tidur di tempat pembaringannya. Karena Nabi hendak pergi melakukan hijrah”..

Pengorbanan yang dilakukan oleh Ali as dipuji oleh Allah swt lewat surat Baqarah ayat 207 (tafsir as-Tsa’labi, jilid 2, hal 125-126). “Dan ada sebagian manusia yang rela menjual (baca: mengorbankan) dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.
Samurrah bin Jundub, salah satu penjahat kelas kakap Bani Umayyah, menerima uang sebesar 400 ribu dirham untuk mengingkari turunnya ayat tersebut kepada Ali as. Ia menyampaikan di tempat umum bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan Abdurrahman bin Muljam. Ia tidak hanya mengingkari turunnya ayat tersebut terkait dengan pribadi Ali as, bahkan ia juga menambahkan bahwa ayat lain yang turun mengenai Ali as, ayat tentang orang-orang munafik (Syarah Nahjul Balaghah, Ibnu Abi al-Hadid, jilid 4, hal 73). Ayat tersebut berbunyi: “Dan ada sebagian orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu dan menjadikan Allah sebagai saksi (atas kebenaran) isi hatinya, sedangkan ia adalah musuh yang paling keras”. (Baqarah: 204).

Penafsiran semacam ini dari seorang Samurrah adalah sangat mudah. Pada zaman Ubaidillah bin Ziyad menjadi gubernur Irak, ia sebagai bupati Basrah. Kebenciannya terhadap Ahlul Bait Nabi saw dan pecinta mereka membuat ia membunuh sekitar 8 ribu orang. Kejahatan mereka hanya satu, mencintai keluarga Nabi Muhammad saw. Ia seakan tidak punya pikiran bahwa dari 8 ribu orang itu, ada yang sama sekali tidak berdosa di matanya. Ketika ditanya mengapa ia tega membunuh pecinta keluarga Nabi seperti itu? Ia menjawab “Dua kali lipat dari jumlah mereka pun aku berani membantai mereka” (Tarikh Thabari, jilid 4, hal 176, kejadian dekade lima puluhan Hijriah, Muassasah Mathbu’at A’lami).

3. Rekayasa keutamaan.
Sebagian dari penguasa yang tidak memiliki kelayakan, berusaha untuk mencitrakan dirinya sebagai orang yang layak dan memiliki keutamaan. Untuk itu ia memberi uang kepada orang-orang yang siap merekayasa keutamaan untuk diri dan keluarganya. Berusaha sedemikian rupa agar dia dan keluarganya dekat bahkan memiliki hubungan keluarga dengan Nabi Muhammad saw. Muawiyah yang berasala dari dinasti umayyah. Karena hubungannya dengan Utsman, ia memaksa sekelompok orang untuk merekayasa keutamaan Utsman. Akhirnya, muncul hadis-hadis yang dinukil langsung dari lisan Nabi Muhammad saw.

Para pembuat hadis palsu terkait dengan keutamaan Utsman sedemikian semangatnya sehingga lepas kontrol. Akhirnya, untuk mengontrol mereka, Muawiyah berkata: “Semestinya kalian juga melakukan hal yang kurang lebih sama terhadap Syaikhain, Abu Bakar dan Umar bin Khatthab” (Syarah Nahjul Balaghah, Ibnu Abi al-Hadid, jilid 11, hal 46).

4. Pengingkaran terhadap keutamaan Ahlul Bait Nabi.
Rekayasa keutamaan untuk kepentingan mereka adalah ciri khas kelompok ini. Hal yang mengejutkan adalah usaha untuk mengingkari sebuah keutamaan, khususnya keutamaan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Keutamaan yang telah diriwayatkan lewat hadis mutawatir dan sahih sekalipun. Ahmad bin Taimiyah adalah jagoannya dalam mengingkari keutamaan. Kegemarannya ini membuat Ibnu Hajar al-‘Asqallani berkata:
Ibn Taimiyah dalam dialognya dengan Ibnu Muthahhar (Allamah Hilli) sampai pada tahap mengingkari hadis sahih. Dalam Minhaj as-Sunnah berdasarkan sifatnya itu, ia mengingkari keutamaan Imam Ali as. Tidak cukup sampai di situ, ia menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut sebagai hadis bohong. Padahal, pada saat yang sama, ulama besar Ahli Sunah menukil hadis-hadis tersebut seperti:

a. Persaudaraan antara Nabi Muhammad saw dan Ali as dalam hadis “Muakhah”.
Setelah sampai di Madinah, Nabi mempersaudarakan setiap sahabat dengan lainnya. Sampai pada Ali as, Nabi mengangkatnya sebagai saudaranya. Ibnu Hajar (Fath al-Bari, jilid 7, hal 271), dengan tegas menolak pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap keutamaan Ali as. Ia mempertanyakan mengapa Ibnu Taimiyah mengingkari hadis ini, padahal para tokoh ahli hadis besar menukilnya. Ibnu Hajar sendiri setelah itu membeberkan filsafat persaudaraan yang dilakukan oleh Nabi.

b. Ali as tolok ukur kebenaran.
Hadis “Ali Ma’a al-Haq Wa al-Haq Ma’a Ali” (Ali senantiasa bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya), untuk menjelaskan bahwa dalam masalah-masalah akidah, sosial dan politik, maka kebenaran senantiasa ada di pihak Ali. Hadis ini diingkari oleh Ibnu Taimiyah karena jauhnya ia dari Ahlul Bait as. Padahal, para tokoh ahli hadis menukil hadis ini. Bahkan Fakh ar-Razi dalam bukunya menyebutkan bahwa hadis ini mutawatir (Mafatih al-Ghaib, jilid 1, hal 205).

Dua contoh di atas menunjukkan bagaimana dalam melakukan tablig, terjadi pendustaan terhadap keutamaan yang telah diterima oleh para ulama.

5. Mengusahakan adanya friksi dalam kelompok pengikut kebenaran.
Untuk mengokohkan posisi mereka, salah satu kekhususan lain yang perlu disebutkan adalah menyebarkan perselisihan di kalangan pecinta Ali as. Dalam peperangan antara Imam Ali as dan Muawiyah, tipuan yang dilakukan untuk merusak barisan Imam Ali as adalah dengan mengangkat mushaf. Tipuan berhasil membuat perselisihan di kelompok Ali as. Dari sini muncul kelompok dengan nama Khawarij. Mereka memaksa Imam Ali as untuk menerima gencatan senjata. Di akhir, mereka sendirilah yang kemudian menyesal menerima gencatan senjata tersebut. Mereka kemudian meminta kepada Imam Ali as untuk secara sepihak keluar dari perjanjian. Akhirnya, Imam Ali as menjadi korban dari perselisihan ini.

Kami mencukupkan ciri khas mereka dan pada kesempatan lain akan dijelaskan lebih luas.
————–
MUAWiYAH ( KHALiFAH SALAFi ) PEMALSU HADiS.
( kenapa ada ratusan ribu hadis palsu ??)
Dan kalau 3 khalifah melarang masyarakat untuk meriwayatkan hadis-hadis Nabi saw., Muawiyah malah memproduksi mesin-mesin pencetak dan pemalsu hadis. Allamah Amini di dalam kitab al-Ghadir menyebutkan 700 nama pemalsu hadis, lalu beliau mengatakan bahwa ada 684.408 hadis palsu hadis-hadis palsu yang merupakan produksi 41 orang dari 700 orang pemalsu hadis. ( Sumber : Kitab Al-Ghadir: 5/142-143).
—————
HADIS YANG MERUGiKAN AHLUL BAiT BATAL KESHAHiHAN NYA.
Imam Bukhari takut pada tekanan, sehingga sedikit bergaul dengan alawiyyin pada masa Abbasiyah…Bergaul dengan alawiyyin akan membahayakan keselamatannya, masa itu mengaku sebagai orang kafir jauh lebih selamat nyawa daripada mengaku sebagai syi’ah.

Penguasa Bani Umayyah ( kecuali Umar bin Abdul Aziz ) dan Separuh Penguasa Bani Abbasiyah KEKEJAMAN NYA melebihi Firaun, mereka dengan mudah membunuh orang orang yang tidak bersalah hanya karena ia syi’ah…Inilah yang membuat Bukhari menjauhi syi’ah.

Keadaan dimana pengikut syi’ah dikejar kejar tentu berpengaruh terhadap kodifikasi HADiS aswaja.. Hanya sekitar 100 tokoh syiah yang luput dari pantauan rezim yang menjadi rantai sanad 6 kitab hadis aswaja…
Kalau penguasa tidak kejam, bukan cuma 100 an perawi tapi mungkin bisa 1000 an….
Pembantaian terhadap kaum syi’ah imamiyah dengan kekejaman yang melebihi Firaun merupakan tindakan penghapusan hadis…
Pemberontakan Aisyah dan Mu’awiyah merupakan tindakan penghapusan hadis…
Pembantaian massal dalam tragedi Harrah oleh Yazid bin Mu’awiyah merupakan tindakan penghapusan hadis…
Betapa tidak ??
Bukankah orang yang sudah syahid seperti Ammar bin YAsir dan Hujur Bin Adi tidak bisa lagi menjadi sumber rantai sanad hadis ???
Orang tidak mengkaitkan sejarah rezim dengan ilmu hadis.
Bisakah anda menulis sesuatu dengan sempurna jika nyawa anda taruhannya ??
Kodifikasi hadis seperti kitab Bukhari Muslim dll terjadi pada masa Abbasiyah bukan ???
Wajarlah ilmu itrah ahlul bait dalam kitab hadis Aswaja Sangat sedikit …
Menangislah … menangislah…

Pemerintahan para penjahat melancarkan propaganda hingga ajaran itrah ahlul bait menjadi asing ditengah tengah umat…
MENiNGGAL KAN iTRAH AHLUL BAiT = MENiNGGALKAN ALQURAN.. Itrah ahlul bait dan Al Quran adalah satu tak terpisahkan… Bagaimana kita bisa memahami Al Quran dan ISlam jika hadis hadis yang dirawi dalam kitab hadis Aswaja sangat sedikit yang bersumber dari itrah ahlul bait dan para imam keturunan Nabi SAW ????

——————–
Ibnu Abi al Hadid menegaskan :“Kebanyakan hadis palsu tentang keutamaan sahabat itu diproduksi di masa kekuasaan rezim Umayyah, sebagai upaya orang-orang mendekatkan diri kepada mereka dengan anggapan bahwa hal demikian menyakitkan Bani Hasyim (keluarga besar Nabi saw.)”.

Dengan mudah kita menemukan hadis Abubakar, Umar, Usman masuk surga…
Kaum anshar dijamin …
Apa urgensi nya Nabi SAW mengeluarkan pernyataan demikian ???
Padahal mereka menentang ahlul bait
pelopornya kodifikasi hadis adalah Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain. Mereka itu adalah orang-orang yang serius mempertanyakan Hadis. Lalu, mereka mengakui Hadis-hadis yang mereka akui sebagai “Sahih”. Seandainya mereka tidak mempertanyakan Hadis, maka mereka tidak perlu melakukan koleksi Hadis sebagaimana yang telah berjalan selama lebih dari 200 tahun sepeninggal Nabi.

Ingat, Bukhari lahir pada 194 H, dan sebelum lahirnya tak ada orang yang melakukan seleksi Hadis. Artinya, sejak beliaulah orang-orang getol mempertanyakan Hadis dengan pelopornya Bukhari sendiri.
Pada masa pra-Bukhari, orang-orang Islam tidak mempertanyakan Hadis. Ya.., kalau dianggap ada Hadis yang dianggap merugikan kelompok (firqah)nya, ya dikeluarkan Hadis tandingan! Itulah yang terjadi sebelum pembukuan Hadis.

Nah, bila kita telah tahu bahwa Hadis Bukhari dan yang lain-lainnya itu hasil pilihan setelah mempertanyakan Hadis, maka jangan heran pula bila Hadis dari Bukhari pun harus dipertanyakan. Itulah yang terjadi selama ini, dan itu harus kita terima. Lha, kalau kita ingin tahu sahih-tidaknya semuah Hadis secara hakiki, ya setiap Hadis itu perlu kita uji kebenarannya, yaitu melalui verifikasi dengan ayat-ayat Alquran, fakta sejarah dan akal sehat.

sebagian besar hadis diriwayatkan secara “bil ma’na”. Artinya: sebagian besar hadis bukanlah rekaman asli ucapan Nabi sebagaimana adanya. Isi dan pesannya adalah dari Nabi, tetapi redaksinya boleh jadi dari perawi sendiri.

Saya kutipkan pendapat Rasyid Ridla dalam tafsir Al Manar, “Tidak ada keraguan lagi, bahwa sebagian besar hadis diriwayatkan secara ma’na, sebagaimana diketahui oleh semua orang dan disepakati oleh banyak ulama. Buktinya adalah perbedaan para perawi dalam kitab-kitab yang dianggap otoritatif dalam meriwayatkan redaksi hadis, bahkan hadis yang pendek sekalipun.” Hadis yang kemungkinan besar merekam secara persis ucapan Nabi adalah hadis-hadis yang masuk dalam kategori “hadis mutawatir”, katakan saja hadis yang populer. Menurut Rasyid Ridha, jumlahnya tak seberapa.

Saya sepakat dengan anda, bahwa tanpa harus mengurangi respek kita pada ulama klasik yang telah melakukan tadwin atas hadis, serta merumuskan metode “verifikasi” untuk menelusuri kesahihan sebuah hadis; tanpa mengurangi respek kita pada Al Bukhari, Muslim, Al Turmudzi, dll., saya kira ilmu mushthalah hadis seperti dikembangkan oleh ulama klasik itu memang belum bisa menjamin 100% kesahihan sebuah hadis. Banyak kejanggalan dalam periwayatan hadis seperti pernah diulas secara kontroversial oleh Mahmud Abu Rayyah dalam “Fi Al Sunnah Al Muhammadiyyah”.

Misalnya, seperti yang sudah sering diungkapkan, kenapa Abu Hurairah yang hanya bergaul dengan Nabi dalam waktu yang singkat meriwayatkan banyak sekali hadis, jauh lebih banyak dari Abu Bakar dan Umar — dua “confidant aide” Nabi. Misalnya lagi,
kenapa jarang ada riwayat tentang isi khutbah Jumat Nabi, padahal Jumatan adalah peristiwa sosial yang disaksikan oleh banyak orang, dan tentunya berlangsung secara reguler. Saya jarang menemukan suatu riwayat (untuk tidak mengatakan tak ada sama sekali) tentang isi khutbah Jumat Nabi. Yang ada adalah riwayat tentang bagaimana “cara” Nabi menyampaikan khotbah: konon, Nabi berkhutbah dengan suara keras, hingga wajahnya memerah.

Hal lain lagi adalah bahwa beberapa hadis diriwayatkan dengan redaksi yang berbeda-beda, kadang perbedaannya sangat besar, kadang kecil. Ini membuat kita menjadi ragu, apakah sebuah hadis benar-benar merupakan “replika” dari apa yang pernah disabdakan Nabi atau hanya merupakan pengisahan ulang dengan redaksi lain (riwayah bi al ma’na). Saya kira, sebagian besar hadis adalah “riwayah bil ma’na”.
————
MU’AWiYAH cs PRODUSEN HADiS PALSU.
Larangan penulisan bahkan periwayatan hadis telah membuka peluang lebar-lebar bagi pemalsuan Sunnah hal mana menimbulkan dampak negatif bagi kemurnian ajaran agama. Para umara’/penguasa berdiri tegak dalam tindak kejahatan atas agama ini, dan ulama penjual agama bergabung dalam gerbong mereka.
Sejarah mencatat peran aktif para penguasa, khususnya Mu’awiyah dalam merusak kemurnian sunah suci Nabi saw.. Para sejarahwan Islam membocorkan kepada kita beberapa data penting tentang hal itu. Abu Al Hasan Al Madaini –sebagaimana dikutip Ibnu Abi Al Hadid Al Mu’tazili Asy Syafi’i’- melaporkan bahwa Mu’awiyah meluncurkan enam surat kebijakan resmi rezimnya agar dijadikan kurikulum Negara dalam menyikapi agama Rasulullah saw. Di bawah ini akan saya sebutkan:

Surat Pertama:
Mu’awiyah menulis surat keputusan yang dikirimkan kepada para gubenur dan kepala daerah segera setelah ia berkuasa:

أن برِئَت الذمة مِمن روى شيئا فِي فَضْلِ أبِي تُراب و أهْلِ بَيْتِهِ .

“Lepas kekebalan bagi yang meriwayatkan sesuatu apapun tentang keutamaan Abu Thurab (Imam Ali as. maksudnya-pen) dan Ahlulbaitnya.” [1]

Maka setelah itu para penceramah di setiap desa dan di atas setiap mimbar berlomba-lomba melaknati Ali dan berlepas tangan darinya serta mencaci makinya dan juga Ahlulbaitnya. Masyarakat paling sengsara saat itu adalah penduduk kota Kufah sebab banyak dari mereka adalah Syi’ah Ali as. Dan untuk lebih menekan mereka, Mu’awiyah mengangkat Ziyad ibn Sumayyah sebagai gubeneur kota tersebut dengan menggabungkan propinsi Basrah dan Kufah. Ziyad menyisir kaum Syiah –dan ia sangat mengenali mereka, sebab dahulu ia pernah bergabung dengan mereka di masa Khilafah Ali as.. Ziyad membantai mereka di manapun mereka ditemukan, mengintimidasi mereka, memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka, menusuk mata-mata mereka dengan besi mengangah dan menyalib mereka di atas batang-batang pohon kurma. Mereka juga diusir dari Irak, sehingga tidak ada lagi dari mereka yang tekenal. [2]

Surat Kedua:
Kemudian Mu’awiyah menulis surat keputusan kedua yang ia kirimkan kepada para pejabat daerahnya:

ألاَّ يُجِيْزُوْا ِلأَحَدٍ مِنْ شِيْعَةِ عَلِيٍّ وَ أهْلِ بيْتِه شَهَادَةً .

“Jangan bolehkan siapapun dari Syiah Ali dan Ahlulbaitnya untuk memberikan kesaksian apapun!” [3]

Surat Ketiga:
Ia juga menulis:

أنْظُرُوا مَنْ قِبَلكُمْ مِن شِيْعَة عُثْمان وَ مُحِبِّيْهِ وَ أهْلِ وِلاَيَتِهِ وَ الَّذِيْنَ يَرْوُوْنَ فَضائِلَهُ وَ مَناقِبَهُ فَأَدْنُوا مَجالِسَهُم وَ قَرِّبُوْهُم وَ أكْرِمُوْهُم، وَ اكْتُبُوا لِيْ بِكُلِ مَا يَرْوِيْ كُلُّ رَجُلٍ مِْنهُم اسْمَهُ و اسْمَ أبِيْهِ وَ عَشِيْرَتِهِ.

“Perhatikan siapa saja dari syi’ah Utsman, yang mencintainya dan berwilayah dengannya serta yang meriwayatkan keutamaannya maka dekatkan majlis mereka, hormati mereka dan tuliskan untukku apa saja yang mereka riwayatkan berikut nama-nama mereka dan nama-nama ayah-ayah mereka.”

Setelah itu, kata Al Madaini, mereka berlomba-lomba memperbanyak keutamaan dan manaqib Utsman, karena iming-iming insentif menggiurkan yang diberikan Mu’awiyah berupa uang, baju dan tanah lahan, serta pemberian yang ia obral untuk orang-orang Arab maupun non Arab. Sehingga dalam waktu singkat di setiap daerah banjir hadis keutamaan Utsman, masing-masing berlomba-lomba mendapatkan kedudukan dunia.

Tidak seorang pun yang datang menemui aparat Mu’awiyah dengan meriwayatkan keutamaan Utsman kecuali namanya dicatat, ia dimuliakan dan diberi kemudahan pelayanan negara.Yang demikian berlangsung beberapa waktu sebelum kemudian Mu’awiyah menyusulnya dengan surat kebijakan ketiga.

Surat Keempat:
Mu’awiyah menulis surat ketiga kepada para gubenur dan kepala daerah:

إن الحديث في عثمان قد كثر و فشا في كل مصر و في كل وجهٍ و ناحية، فإذا جاءكم كتابي هذا فادعوا الناس إلى الرواية في فضائل الصحابة مفتعلة ، فإن هذا أحب إلَيَّ و أقر لعيني و أدحض لحجة أبي تراب و شيعته و أشد عليهم من مناقب عثمان و فضله.

“Sesungguhnya hadis tentang Utsman telah banyak dan tersebar di seluruh penjuru negeri. Maka apabila datang suratku ini kepadamu ajaklah orang-orang untuk meriwayatkan tentang keutamaan sahabat dan para khalifah terdahulu. Dan jangan biarkan sebuah hadis pun yang diriwayatkan kaum Muslim tentang keutamaan Abu Thurab melainkan datangkan kepadaku tandingannya untuk sahabat lain. [4] Yang demikian itu lebih aku sukai dan lebih mendinginkan mataku serta dapat mematahkan hujjah Abu Thurab dan Syi’ahnya, dan lebih menyakitkan mereka dari pada keutamaan Utsman!”

Setelah dibacakan surat tersebut di hadapan masyarakat, mereka berlomba-lomba meriwayatkan hadis-hadis palsu tentang keutamaan sahabat yang tidak ada hakikatnya. Orang-orang pun bersungguh-sungguh dalam meriwayatkannya sampai-sampai mimbar-mimbar menjadi ajang penyampaiannya. Para guru di sekolah-sekolah dibekali dengannya, dan mereka menyampaikan-nya kepada anak-anak didik mereka banyak dari hadis produk tersebut, sampai-sampai mereka meriwayatkannya dan mempelajarinya seperti mereka mempelajari Alquran. Mereka juga mengajarkannya kepada anak-ana perempuan dan istri-istri mereka di rumah-rumah, bahkan kepada para budak dan pembantu rumah tangga mereka. Kondisi ini terlangsung cukup lama.

Surat Kelima:
Mu’awiyah melengkapi kebijakannya dengan melayangkan surat ketetapan:

انْظُرُوْا إِلَى مَن قَامَتْ عليهِ الْبَيِّنَةُ أنَّهُ يُحِبُّ عَلِيًّا وَ أهْلَ بَيْتِهِ فَامْحُوْهُ مِنَ الدِّيوَانِ وَ أسْقِطُوا عَطَاءَهُ وَ رِزْقَهُ.

“Perhatikan siapa yang terbukti mencintai Ali dan Ahlulbaitnya maka hapuslah namanya dari catatan sipil negara, gugurkan uang pemberian untuknya!”

Surat Keenam:
Surat kelima itu, ia susul dengan surat susulan:

مَنْ اتَّهَمْتُمُوْهُ بِمُوَالاَةِ هَؤُلاَءِ القَوْمِ فَنَكِّلُوْا بِهِ وَ اهْدِمُوْا دَارَهُ.

“Barang siapa yang kamu curigai mencintai Ali dari mereka maka jatuhkan sangsi berat atasnya! Hancurkan rumahnya!”

Maka tidak ada yang menderita lebih dari penduduk Irak, khususnya kota Kufah, sampai-sampai seorang dari Syi’ah didatangi temannya yang ia percayai lalu masuk ke rumahnya dan ia menyampaikan beberapa rahasia, ia takut dari pembantu dan budaknya. Dan ia tidak menyampaikannya sebelum ia meminta sumpah dengan sumpah yang berat untuk tidak menyebarkannya.

Dampak Politik Mu’awiyah.
Ibnu Abi al Hadid dan Al Madaini melanjutkan, “Maka muncullah banyak hadis palsu dan kebohongan menyebar. Dan atasnya para fukaha dan jaksa (qadhi) serta para pejabat berjalan. Dan dampak paling berbahaya adalah yang dilakonkan oleh para qari’ yang berpura-pura khusyu’ dan kaum intelektual lemah (bodoh) yang menampakkan kekhusyu’an dan rajin ibadah, mereka membuat-buat hadis untuk mendapatkan hadiah dan kedudukan di sisi para penguasa. Dengannya mereka mendapatkan uang, tanah lahan dan rumah-rumah. Sampai-sampai hadis-hadis tersebut berpindah kepada orang-orang yang lurus dalam agamanya yang tidak membolehkan berbohong dan memalsu, mereka menerimanya serta meriwayatkannya dengan prasangka baik bahwa ia adalah benar (sabda Nabi saw.). Andai mereka tahu bahwa ia palsu pasti mereka tidak sudi meriwayatkannya dan tidak menganggapnya bagian dari agama. Kondisi ini berjalan hingga kesyahidan Imam Hasan ibn Ali as.. Maka bertambahlah kesengsaraan atas orang-orang baik, mereka khawatir atas keselamatan diri mereka atau mereka melarikan diri ke tempat terpencil yang aman. Kemudian kondisi semakin memburuk dengan kesyahidan Imam Husain ibn Ali as….

Abdul Malik ibn Marwan berkuasa ia bersikap sangat bengis terhadap Syi’ah, ia menunjuk Hajjaj ibn Yusuf sebagai gubenur, maka berlomba-lomba para ahli nusuk dan ibadah mendekatkan diri kepadanya dengan menampakkan kebencian kepada Ali dan mencintai musuh-musuhnya dan mencintai orang-orang yang dianggapnya sebagai musuh Ali. Lalu mereka berlomba-lomba membuat riwayat tentang keutamaan dan jasa-jasa mereka, dan berlomba-lomba menjatuhkan Ali as., mencacatnya, sampai-sampai ada seorang berdiri menghadap Hajjaj dan melapor, “Wahai Amir, keluargaku telah mendurhakaiku dengan memberiku nama Ali. Aku orang yang fakir, sengsara, aku butuh bantuan sang Amir.” Maka Hajjaj pun tertawa terbahak-bahak seraya mengatakan, “Sungguh indah caramu meminta bantuan!. Aku telah angkat kau menjadi pejabat di daerah itu ( untuk daerah yang ia sebutkan)”.

Ibnu Abi al Hadid menegaskan bahwa riwayat serupa juga dikeluarkan oleh Ibnu Arafah (yang dikenal dengan nama Nafthawaih), seorang tokoh dan pembesar Ahli Hadis, ia juga mengatakan bahwa “Kebanyakan hadis palsu tentang keutamaan sahabat itu diproduksi di masa kekuasaan rezim Umayyah, sebagai upaya orang-orang mendekatkan diri kepada mereka dengan anggapan bahwa hal demikian menyakitkan Bani Hasyim (keluarga besar Nabi saw.)”
Demikianlah gambaran ringkas situasi dan kondisi periwayatan hadis.

Mu’awiyah Membentuk Lembaga Pemalsuan Hadis (LPH).
Tidak puas hanya dengan memerintah masyarakat Muslim melaknati Imam Ali dan Ahlulbait Nabi saw. dalam berbagai kesempatan, tidak terkecuali ketika salat Jum’at, Mu’awiyah membentuk sebuah lembaga pemalsuan hadis untuk memutarbalikkan agama dan untuk mencoreng nama harum Ali dan Ahlulbait Nabi as. Ibnu Abi Al Hadid juga melaporkan bahwa “Sesungguhnya Mu’awiyah telah membentuk sebuah lembaga yang beranggotakan beberapa sahabat dan tabi’in yang bertugas memproduksi hadis-hadis palsu yang menjelek-jelekkan Ali as, agar orang mengecam dan mencelanya. Ia (Mu’awiyah) mengupah mereka dengan upah yang sangat besar, dan mereka pun memproduksi hadis-hadis sesuai dengan kehendak Mu’awiyah. Di antara mereka adalah Abu Hurairah, Amr bin Al ‘Ash, dan Mughirah bin Syu’bah. Sedangkan dari kalangan tabi’in adalah Urwah bin Zubair.

CATATAN KAKI:
[1] Ada kekhawatiran dari sebagian pemerhati bahwa sikap sebagian muhaddis kita terilhami oleh kebijakan Mu’awiyah di atas.
[2] Syarah Nahj al Balâghah, jilid III/juz 11/14-17.
[3] Bandingkan dengan sikap para muhaddis kita dalam menyikapi syi’ah Ali as. Ada kekhwatiran bahwa sikap itu adalah menifestasi dari politik Mu’awiyah!
[4] Contoh masalah ini banyak sekali, dapat Anda temukan pada hampir setiap hadis keutamaan Imam Ali as. ada hadis tandingan, seperti hadis Manzilah dll. Tetapi anehnya, meskipun ia dirangsang dengan rangsangang menggiurkan tetap saja ia tidak diriwayatkan kecuali melalui jalur-jalur lemah. “Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah akan menyempurnakan cahaya-Nya walaupn kaum Kâfir tidak menyukainya!”

Apapun alasan dan penyebabnya, pemalsuan hadis sudah sedemikian marak tak terkendali dan mencapai batas membahayakan kemurnian agama….
Apapun penyebabnya, hadis-hadis palsu ternyata telah membanjiri pasar-pasar hadis di berbagai kota ilmu Islam, tak terkecuali kota suci Madinah….
Apapun penyebabnya, berprofesi sebagai pembuat hadis palsu kian digemari banyak kalangan, tak terkecuali kaum Shalihin dan para pemuja sufisme ….
Apapun penyebabnya, akhirnya hadis palsu lebih diminati para pemulung hadis dan pemburu sunnah….
Betapapun usaha telah dicurahkan, tetap saja mencari hadis shahih di antara tumpukan hadis-hadis palsu hampir terasa mustahil dan membuat banyak pihak berputus asa… ia lebih langka dari sehelai bulu putih di atas punggung kuda hitam….
Ia lebih langka dari al kibrît al Ahmar ….
Kini dunia hadis Ahlusunnah telah kebanjiran hadis-hadis palsu dan mengalami krisis hadis shahih….
Itulah kira-kira dirasakan Imam Ahlusunnah, imam Dâr al Hijrah; Imam malik ibn Anas…
Banyak riwayat terpercaya melaporkan bahwa Imam Malik telah menghafal tidak kurang dari 100.000 hadis….
Dari jumlah itulah ia menyusun kitabMuwaththa’nya yang sangat ia bangakan dan juga dibanggakan para ulama; para fakih dan muhaddis Ahlusunnah, seperti Imam Syaf’iI dll.

Dalam kesempatan ini saya ingin berbagi informasi tentang banjir hadis di dunia hadis Ahlusunnah…
Jalaluddin as Suyuthi –seorang ulama, pakar haddis, ahhli fikih, dan bahasa- meraangkum laporan untuk kita dalam mukaddimah syarah Muwaththa’nya yang ia beri judul Tanwîr al Hawâlik….
  • Qadhi Abu Bakar ibn al Arabi meriwayatkan dalam syarahh at Turmudzi dari Ibnu Hubâb bahwa Malik telah meriwayatkan seratus ribu hadis. Ia menghimpunnya dalam Muwaththa’ sebanyaak sepuluh ribu, kemudian ia terus-menerus menyocokkannya dengan Al Qur’an dan Sunnah dan menguji kualitasnya dengan atsâr dan akhbâr, sehingga ia kembali (hanya menerima) lima ratus hadis saja.”
  • Al Kiya al Harâsi berkata, Sesungguhnya Muwaththa’ Malik terdiri dari sembilan ribu hadis, kemudian ia (Malik) terus-menerus memilih dan memilah sehingga tersisa hanya tujuh ratus hadis.”
  • Abu al Hasan ibn Fihr, meriwayatkan dari ‘Atîq ibn Ya’qub, ia berkata, “Malik memuat sekirat 10.000 hadis dalam Muwaththa’, lalu ia senantiasa menelitinya setia tahun, dan ia mengugurkan bagian-bagian tertentu darinya, sehingga tersisa yang sekarang ini.”
  • Sulaimn ibn Bilâl berkata, “Malik menulis Muwaththa’ dan di dalamnya terdapaat empat ribu hadis atau lebih, dan ketika ia mati yang tersisa hanya seribu hadis lebih sedikit. Setiaap tahun ia menyortirnya dan menyisakan yang dalam hematnya mengandung maslahat buat kaum Muslimin dan sesuai untuk agama.”
(Baca Tanwîr al Hawâlik,1/6 mukaddimah III)
Dari paparan di atas dapat kita saksikan betapa hadis palsu telah membanjiri dunia hadis Ahlusunnah….
Dari seratus ribu hadis yang diriwayatkan Malik dari para masyâikhnya, yang hampir keseluruhannya adalah berasal dari kota Madinah, ternyata Malik hanya mampu menyisakan sekitaar 1000 hadis saja…
itu pun masih ternyata masih banyak yang tidak layak dikelompokkan sebagai hadis shahih!!
Sehingga ada yang mengatakaan andai kematian Imam Malik ditangguhkan hingga setahun kemudian kuat kemungkinan ia akan menggugurkan seluruh isi kitab Muwaththa’ yang ia tulis selama empat puluh tahun itu. (Tentang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kitab Muwaththa’nya, baca Tanwîr al Hawâlik,1/6)
Ini semua bukti nyata bahwa hadis-hadis palsu telah membanjiri dunia hadis Ahlusunnah dan mereka sedang menghapi krisis hadis yang sangat serius!
Lalu, apa tidak mungkin hadis-hadis yang sekarang beredar atas nama agama itu adalah sebagian dari hadis-hadis palsu yang dibuang Imam Malik itu?
Siapa tau?
Kalau Imam Malik saja sudah kehilangan kepercayaan terhadap 99 persen hadis yang ia riwayatkan sendiri dari paara masyâikhnya, lalu kini apa yang masih bisa dipercaya?
Dari 100.000 hadis ternyata hanya 1000 yang dapat selamat!

Hadis Shahih Sunni Benar Benar Shahih ??

Dari 600.000 (enam ratus ribu) hadis yang dikumpulkan alBukhari, ia hanya memilih 2.761 (dua ribu tujuh ratus enam puluh satu) hadis. [1] Muslim, dari 300.000 (tiga ratus ribu) hanya memiiih 4.000 (empat ribu). [2] Abu Dawud, dari 500.000 (lima ratus ribu) hanya memilih 4.800 (empat ribu delapan ratus) hadis. [3], Ahmad bin Hanbal, dari sekitar 1.000.000 (sejuta) hadis hanya memilih 30.000 (tiga puluh ribu) hadis.[4]


Telaah Terhadap 700 Pembuat Hadis Palsu; Maudhlu’.

ukhari, Shahih Muslim, Shahih (Sunan) Ibnu Majah, Shahih (Sunan) Abu Dawud, Shahih (Jami’) Tirmidzi dan Shahih (Sunan) Nasa’i.[5]

Tetapi, bila kita baca penelitian para ahli yang terkenal dengan nama Ahlul Jarh wa’ Ta’dil, maka masih banyak hadis shahih ini akan gugur, kerana ternyata banyak di antara pelapor hadis, setelah diteliti lebih dalam adalah pembuat hadis palsu. AlAmini, misalnya, telah mengumpulkan tujuh ratus nama pembohong yang diseleksi oleh Ahlu’l Jarh wa Ta’dil Sunni yang selama ini dianggap adil atau jujur, dan hadis yang mereka sampaikan selama ini dianggap shahih dan tertera dalam buku shahih enam.

Ada di antara mereka yang menyampaikan, seorang diri, beriburibu hadis palsu. Dan terdapat pula para “pembohong zuhud” [6] , yang sembahyang, mengaji dan berdoa semalaman dan mulai pagi hari mengajar dan berbohong seharian. Para pembohong zuhud ini, bila ditanyakan kepada mereka, mengapa mereka membuat hadis palsu terhadap Rasul Allah saw yang diancam api neraka, mereka mengatakan bahwa mereka tidak membuat hadis terhadap (‘ala) Rasul Allah saw tetapi untuk (li) Rasul Allah saw. Maksudnya, mereka ingin membuat agama Islam lebih bagus. [7], Tidak mungkin mengutip semua. Sebagai contoh, kita ambil seorang perawi secara acak dari 700 orang perawi yang ditulis Amini. [8]

“Muqatil bin Sulaiman alBakhi, meninggal tahun 150 H/767 M. Ia adalah pembohong, dajjal dan pemalsu hadis. Nasa’i memasukkannya sebagai seorang pembohong; terkenal sebagai pemalsu hadis terhadap Rasul Allah sa Ia berkata terangterangan kepada khalifah Abu Ja’far alManshur: “Bila Anda suka akan saya buat hadis dari Rasul untukmu”. Ia lalu melakukannya. Dan ia berkata kepada khalifah alMahdi dari Banu Abbas: “Bila Anda suka akan aku buatkan hadis untuk (keagungan) Abbas’. AlMahdi menjawab: “Aku tidak menghendakinya!”[9].

Para pembohong ini bukanlah orang bodoh. Mereka mengetahui sifat-sifat dan cara berbicara para sahabat seperti Umar, Abu Bakar, Aisyah dan lainlain.
Mereka juga memakai nama para tabi’in seperti Ibnu Umar, ‘Urwah bin Zuba sebagai pelapor pertama, dan rantai sanad dipilih dari orang-orang yang dianggap dapat dipercaya. Hadishadis ini disusun dengan rapih, kadangkadang dengan rincian yang sangat menjebak. Tetapi kesalahan terjadi tentu saja kerana namanya tercantum di dalam rangkaian perawi. Dengan demikian para ahli tentang cacat tidaknya suatu hadis yang dapat menyusuri riwayat pribadi yang buruk itu, menolak Hadis-hadis tersebut. [10]

Demikian pula, misalnya hadishadis ang menggunakan kata-kata ‘mencerca sahabat’ tidak mungkin diucapkan Rasul, kerana katakata tersebut mulai diucapkan di zaman Mu’awiyah, lama sesudah Rasul wafat. Seperti kata-kata Rasul “Barang siapa mencerca sahabat-sahabatku maka ia telah mencercaku dan barang siapa mencercaku maka ia telah mencerca Allah dan mereka akan dilemparkan ke api neraka” yang banyak jumlahnya.[11].

Juga, hadishadis berupa perintah Rasul agar secara langsung atau tidak langsung meneladani atau mengikuti seluruh sahabat, seperti ‘Para sahabatku laksana bintang-bintang, siapa saja yang kamu ikuti, pasti akan mendopat petunjuk’ atau ‘Para sahabatku adalah penyelamat umatku’ tidaklah historis sifatnya.

Disamping perintah ini menjadi janggal, kerana pendengarnya sendiri adalah sahabat, sehingga menggambarkan perintah agar para sahabat meneladani diri mereka sendiri, sejarah menunjukkan bahwa selama pemerintahan Banu Umayyah, cerca dan pelaknatan terhadap Ali bin Abi Thalib serta keluarga dan pengikutnya, selama itu, tidak ada sahabat atau tabi’in yang menyampaikan hadis ini untuk menghentikan perbuatan tercela yang dilakukan di atas mimbar masjid di seluruh negeri tersebut. Lagi pula di samping fakta sejarah, alQur’an dan hadis telah menolak keadilan seluruh sahabat. [12]

Atau hadishadis bahwa para khalifah diciptakan atau berasal dan nur (sinar) yang banyak jumlahnya, sebab menurut AlQur’an manusia berasal dari Adam dan Adam diciptakan dari tanah dan tidak mungkin orang yang tidak menduduki jabatan dibuat dari tanah sedang yang ‘berhasil’menjadi khalifah dibikin dari nur.
Para ahli telah mengumpul para pembohong dan pemalsu dan jumlah hadis yang disampaikan.

Abu Sa’id Aban bin Ja’far, misalnya, membuat hadis palsu sebanyak 300.
Abu Ali Ahmad alJubari 10.000 Ahmad bin Muhammad alQays 3.000
Ahmad bin Muhammad Maruzi 10.000
Shalih bin Muhammad alQairathi 10.000 dan banyak sekali yang lain.
Jadi, bila Anda membaca sejarah, dan nama pembohong yang telah ditemukan para ahli hadis tercantum di dalam rangkaian isnad, Anda harus hati-hati.

Ada pula pembohong yang menulis sejarah dan tulisannya dikutip oleh para penulis lain. Sebagai contoh Saif bin Umar yang akan dibicarakan di bagian lain secara sepintas lalu. Para ahli telah menganggapnya sebagai pembohong. Dia menulis tentang seorang tokoh yang bernama Abdullah bin Saba’ yang fiktif sebagai pencipta ajaran Syi’ah. Dan ia juga memasukkan 150 [13] sahabat yang tidak pernah ada yang semuanya memakai nama keluarganya. Dia menulis di zaman khalifah Harun alRasyid. Bukunya telah menimbulkan demikian banyak bencana yang menimpa kaum Syi’ah. Bila membaca, misalnya, kitab sejarah Thabari dan nama Saif bin Umar berada dalam rangkaian isnad, maka berita tersebut harus diperiksa dengan teliti.

Referensi:
[1] Tarikh Baghdad, jilid 2, hlm. 8; AlIrsyad asSari, jilid 1, hlm. 28; Shifatu’s Shafwah, jilid 4, hlm. 143.
[2] Tarikh Baghdad, jilid 13, hlm. 101; alMuntazam, jilid 5, hlm. 3 2; Thabaqat al Huffazh, jilid 2, hlm. 151, 157; Wafayat alAyan, jilid 5, hlm. 194.
[3] Tarikh Baghdad jilid 9, hlm. 57; Thabaqat a1Huffazh, jilid 2, hlm. 154; alMuntazani, jilid 5, hlm. 97; Wafayat alA’yan jilid 2, hlm. 404.
[4] Tarikh Baghdad, jilid 4, hlm. 419420; Thabaqat a1Huffazh, jilid 2, hlm. 17; Tahdzib atTahdzib, jilid 1, hlm. 74; Wafayat alA’yan, jilid 1, hlm. 64.
[5] Menurut metode pengelompokan, hadits-hadits dibagi dalam Musnad, Shahih, Jami’, Sunan, Mujam dan Zawa’id.
[6] Zuhud = orang yang menjauhi kesenangan duniawi dan memilih kehidupan akhirat.
[7] AIAmini, alGhadir, Beirut, 1976, jilid 5, hlm. 209375.
[8] AIAmini, alGhadir, jilid 5, hlm. 266.
[9] Abu Bakar alKhatib, Tarikh Baghdad, jilid 13, hlm. 168; ‘Ala’udin Muttaqi alHindi, Kanzul- Ummal, jilid 5, hlm. 16, Syamsuddin adzDzahabi, Mizan alI’tidal, jilid 3, hlm. 196; alHafizh lbnu Hajar al’ Asqalani, Tahdzib atTahdzib, jilid 10, hlm. 284; Jalaluddin asSuyuthi, alLaAli ul Mashmu’ah, jilid 1, hlm. 168 jilid 2, hlm. 60, 122..
[10] Contoh-contoh Ahlul Jarh wa Ta’dil: Ibnu Abi Hatim arRazi, Ahlul Jarh wa Ta’dil (Ahli Cacat dan Penelurusan); Syamsuddin AzDzahabi, Mizan alI’tidal (Timbanga Kejujuran); Ibnu Hajar al’ Asqalani, Tahdzib atTahdzib (Pembetulan bagi Pembetulan) dan Lisan alMizan (Katakata Timbangan); ‘Imaduddin ibnu Katsir alBidayah wa’nNihayah (Awal dan Akhir), Jalaluddin AsSuyuthi,alLa’ali’ul Mashnu’ah (Mutiara-mutiara buatan), Ibnu Khalikan, Wafayat alA’yan wa Anba Abna azZaman (Meninggalnya Para Tokoh dan Berita Anakanak Zaman). Dan masih banyak lagi
.
[11] Lihat AIMuhibb Thabari, Riyadh anNadhirah, jilid 1, hlm. 30.
[12] Lihat Bab 19: ‘Tiga dan Tiga’ sub bab Sahabat Rasul.
[13] Seratus lima puluh.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: