Imad Hasan mendekam 13 tahun di penjara Guantanamo karena salah terjemahan soal Al-Qaidah saat interogasi.
"Apakah kamu punya kaitan dengan Al-Qaidah?" tanya lelaki itu.
Pertanyaan itu diajukan di musim semi 2002 dan Imad Hasan tengah duduk di kursi dalam sebuah tenda kecil. Keduanya tangannya diikat ke belakang. Di depan dia berdiri seorang prajurit muda Amerika Serikat dan seorang penerjemah bahasa Arabnya.
Tentara Amerika itu bertanya dengan suara lantang memakai bahasa Inggris, sangat sulit dipahami Hasan. Sang penerjemah pun mengulangi tiap kata diucapkan serdadu itu dalam bahasa Arab sebisanya.
Selama berpekan-pekan, Hasan, pria mungil berusia 22 tahun, bersuara lembut, berkulit gelap, dan berambut ikal, ditahan pasukan Amerika di Afghanistan. Lahir dan besar di Yaman, pada musim panas 2001 dia terbang ke Faisalabad, Pakistan, untuk belajar Al-Quran di sebuah kampus kecil.
Tapi suatu malam di awal musim semi, aparat keamanan Pakistan menyerbu masuk ke dalam rumah dihuni Hasan bareng 14 pelajar asing lainnya. Mereka kemudian diangkut ke penjara. Setelah dua bulan dipukuli dan diinterogasi, Pakistan menyerahkan Hasan kepada militer Ameerika.
Akhirnya Hasan bertemu tentara muda Amerika itu dalam sebuah penjara di Kota Kandahar, Afghanistan. Bingung sekaligus takut, menurut para pengacaranya, Hasan memutuskan lebih baik berbicara jujur. "Ya," kata Hasan. Dia menunggu pertanyaan lanjutan namun tentara dan penerjemahnya itu kelihatan puas.
Bagi Amerika jawaban Hasan itu membuktikan pemuda Yaman ini memang berhubungan dengan Al-Qaidah, jaringan teroris bikinan Usamah Bin Ladin. Al-Qaidah diyakini bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001 merobohkan dua menara kembar World Trade Center di kota New York, Amerika, dan menewaskan sekitar tiga ribu orang.
Namun Al-Qaidah dimaksud Hasan adalah sebuah desa di Yaman berjarak sekitar 185 kilometer dari kampung halamannya. Tapi Al-Qaidah pun memiliki cabang di Yaman, yakni bernama AQAP (Al-Qaidah di Semenanjung Arab).
Gara-gara salah penerjemahan inilah, berminggu-minggu kemudian sipir penjara masuk ke dalam sel dihuni Hasan. Dia ditelanjangi dan cuma mengenakan celana pembalut untuk menutupi alat kelaminnya. Kedua mata dan telinganya lantas ditutup, tangannya diborgol, dan dia dibawa masuk ke dalam sebuah pesawat. Ketika mendarat Hasan segera sadar dia sudah menjejakkan kaki di penjara militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba.
Selama 13 tahun di sana Hasan menderita akibat siksaan hingga akhirnya dibebaskan pada 12 Juni 2015. Penjaga keamanan penjara menghampiri dia dalam sel pada suatu malaml, kemudian menelanjangi dan memakaikan celana pembalut. Sekali lagi, dengan kedua mata dan telinga ditutup, kedua tangan diborgol, Hasan memulai perjalanan panjang.
Kali ini dia mendarat di Oman. Negara Arab di Teluk Persia ini bersedia menampung Hasan karena alasan kemanusiaan.
(News-Week/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Papan penunjuk jalan menuju Desa Al-Qaidah di Yaman. (Foto: Twitter)
"Apakah kamu punya kaitan dengan Al-Qaidah?" tanya lelaki itu.
Pertanyaan itu diajukan di musim semi 2002 dan Imad Hasan tengah duduk di kursi dalam sebuah tenda kecil. Keduanya tangannya diikat ke belakang. Di depan dia berdiri seorang prajurit muda Amerika Serikat dan seorang penerjemah bahasa Arabnya.
Tentara Amerika itu bertanya dengan suara lantang memakai bahasa Inggris, sangat sulit dipahami Hasan. Sang penerjemah pun mengulangi tiap kata diucapkan serdadu itu dalam bahasa Arab sebisanya.
Selama berpekan-pekan, Hasan, pria mungil berusia 22 tahun, bersuara lembut, berkulit gelap, dan berambut ikal, ditahan pasukan Amerika di Afghanistan. Lahir dan besar di Yaman, pada musim panas 2001 dia terbang ke Faisalabad, Pakistan, untuk belajar Al-Quran di sebuah kampus kecil.
Tapi suatu malam di awal musim semi, aparat keamanan Pakistan menyerbu masuk ke dalam rumah dihuni Hasan bareng 14 pelajar asing lainnya. Mereka kemudian diangkut ke penjara. Setelah dua bulan dipukuli dan diinterogasi, Pakistan menyerahkan Hasan kepada militer Ameerika.
Akhirnya Hasan bertemu tentara muda Amerika itu dalam sebuah penjara di Kota Kandahar, Afghanistan. Bingung sekaligus takut, menurut para pengacaranya, Hasan memutuskan lebih baik berbicara jujur. "Ya," kata Hasan. Dia menunggu pertanyaan lanjutan namun tentara dan penerjemahnya itu kelihatan puas.
Bagi Amerika jawaban Hasan itu membuktikan pemuda Yaman ini memang berhubungan dengan Al-Qaidah, jaringan teroris bikinan Usamah Bin Ladin. Al-Qaidah diyakini bertanggung jawab atas serangan 11 September 2001 merobohkan dua menara kembar World Trade Center di kota New York, Amerika, dan menewaskan sekitar tiga ribu orang.
Namun Al-Qaidah dimaksud Hasan adalah sebuah desa di Yaman berjarak sekitar 185 kilometer dari kampung halamannya. Tapi Al-Qaidah pun memiliki cabang di Yaman, yakni bernama AQAP (Al-Qaidah di Semenanjung Arab).
Gara-gara salah penerjemahan inilah, berminggu-minggu kemudian sipir penjara masuk ke dalam sel dihuni Hasan. Dia ditelanjangi dan cuma mengenakan celana pembalut untuk menutupi alat kelaminnya. Kedua mata dan telinganya lantas ditutup, tangannya diborgol, dan dia dibawa masuk ke dalam sebuah pesawat. Ketika mendarat Hasan segera sadar dia sudah menjejakkan kaki di penjara militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba.
Selama 13 tahun di sana Hasan menderita akibat siksaan hingga akhirnya dibebaskan pada 12 Juni 2015. Penjaga keamanan penjara menghampiri dia dalam sel pada suatu malaml, kemudian menelanjangi dan memakaikan celana pembalut. Sekali lagi, dengan kedua mata dan telinga ditutup, kedua tangan diborgol, Hasan memulai perjalanan panjang.
Kali ini dia mendarat di Oman. Negara Arab di Teluk Persia ini bersedia menampung Hasan karena alasan kemanusiaan.
(News-Week/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email