Berawal dari membuka file-file lama [sambil mengingat kenangan semasa
muda] kami membaca tulisan tempo dulu dari seseorang yang begitu
bersemangat membela keutamaan Muawiyah. Diantara pembelaannya, ia
menolak pernyataan Ishaq bin Rahawaih yang menyatakan
“Tidak ada satupun hadis shahih keutamaan Muawiyah”. Dikatakan salafy kalau Atsar Ibnu Rahawaih tersebut tidak tsabit karena terdapat perawi yang majhul.
أنبأنا زاهر بن طاهر أنبأنا أحمد بن الحسن
البيهقى حدثنا أبو عبد الله الحاكم قال سمعت أبا العباس محمد بن يعقوب بن
يوسف يقول سمعت أبى يقول سمعت إسحاق بن إبراهيم الحنظلي يقول : لا يصح عن
النبي صلى الله عليه وسلم في فضل معاوية بن أبى سفيان شئ
Telah menceritakan kepada kami Zahir
bin Thahir yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Husain
Al Baihaqi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al
Hakim yang berkata aku mendengar Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin
Yusuf yang berkata aku mendengar ayahku berkata aku mendengar Ishaq bin
Ibrahim Al Hanzali yang berkata “Tidak sahih satu hadispun dari Nabi SAW tentang keutamaan Muawiyah bin Abu Sufyan” [Al Maudhu’at Ibnu Jauzi 2/263]
Mereka yang menolak atsar ini menyatakan
kalau Ya’qub bin Yusuf adalah seorang yang majhul sehingga tidak bisa
dijadikan hujjah. Perkataan ini tidaklah benar, atsar ini shahih karena
Ya’qub bin Yusuf ayah Al Asham adalah seorang yang shaduq hasanul hadis
dan ia sahabat Ishaq bin Rahawaih. Tidak ada satupun ulama hadis yang
menjarh-nya dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqah
diantaranya Muhammad bin Makhlad Ad Duuriy, Abdurrahman bin Abi Hatim,
Muhammad bin Qasim Al Atakiiy dan Anaknya Abul Abbas Al ‘Asham Muhammad
bin Ya’qub bin Yusuf.
- Zahir bin Thahir
disebutkan oleh Adz Dzahabi bahwa ia seorang Syaikh Alim Al Muhaddis Al
Mufid Al Mu’ammar [As Siyar 20/9] telah meriwayatkan darinya sekumpulan
para hafizh. Ibnu Najjar menyatakan kalau ia seorang yang shaduq [Lisan
Al Mizan juz 2 no 1892]
- Ahmad bin Husain Al Baihaqi
atau yang lebih dikenal dengan Imam Baihaqi penulis kitab Sunan yang
masyhur. Adz Dzahabi menyebutnya Al Hafizh Allamah Tsabit Al Faqih
Syaikh Al Islam [As Siyar 18/163]
- Abu Abdullah Al Hakim adalah
Al Hafizh penulis kitab Mustadrak yang terkenal. Al Khalili menyatakan
ia tsiqat [Al Irsyad 2/492]. Al Khatib juga menyatakan ia seorang Hafizh
dan tsiqat [Tarikh Baghdad 3/93 no 1096]
- Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf yang
dikenal dengan Al ‘Asham. Adz Dzahabi menyebutnya Al Imam Al Muhaddis.
Al Hakim menukil dari Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Abu Nu’aim bin
Adiy dan Ibnu Abi Hatim bahwa Al ‘Asham seorang yang tsiqat [As Siyar
15/452-458 no 258]
- Ya’qub bin Yusuf bin Ma’qil bin Sinan
adalah Ayah Al ‘Asham keterangan tentangnya disebutkan oleh Adz Dzahabi
dalam biografi Al ‘Asham. Adz Dzahabi menyebutkan kalau ia adalah
sahabat Ishaq bin Rahawaih dan Ali bin Hujr dimana Al Hakim telah
memujinya dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat yaitu
Muhammad bin Makhlad Ad Duury, Abdurrahman bin Abi Hatim, Muhammad bin
Qasim Al Atakiiy dan anaknya Abul Abbas Al ‘Asham [As Siyar 15/453]. Muhammad bin Makhlad seorang Imam yang tsiqat ma’mun [Su’alat Hamzah 1/29 no 38]. Abdurrahman bin Abi Hatim adalah Al Imam Al Hafizh Syaikh Al Islam [Tazkirah Al Huffaz 3/34 no 812]. Muhammad bin Qasim Al Atakiiy seorang Al Imam Al Muhaddis Al Manhsur yang dikatakan shaduq [As Siyar 15/529 no 305] dan Al ‘Asham
telah disebutkan kalau ia seorang Imam Muhaddis yang tsiqat. Tidak ada
satupun ulama yang mencacatkan Ya’qub bin Yusuf bahkan telah
meriwayatkan darinya para Imam Hafizh yang tsiqat maka kedudukan dirinya
adalah shaduq hasanul hadis. Apalagi disebutkan kalau ia adalah sahabat
Ishaq bin Rahawaih maka penyimakannya dari Ishaq adalah shahih.
- Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali atau
yang dikenal Ishaq bin Rahawaih adalah seorang Al Imam Al Hafizh Al
Kabir dimana Nasa’i menyatakan tsiqat ma’mun dan Abu Zur’ah berkata “aku
tidak pernah melihat seorang yang lebih hafizh dari Ishaq” [Tadzkirah
Al Huffaz 2/17-18 no 440]. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang hafizh
mujtahid yang tsiqat [At Taqrib 1/78 no 332]
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun memperingatkan Khalid bin walid yang mencela Abdurrahman bin Auf.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا تسبوا أصحابي، فو الّذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل أحدٍ ذهباً ما بلغ مُدَّ أحدهم ولا نصيفه
“Jangan kalian maki sahabatku, demi yang jiwaku ada
di tanganNya. Seandainya salah seorang kalian menginfakan emas sebesar
gunung uhud, tidaklah mampu menyamai satu mud pun amal mereka bahkan
setengahnya.”
(HR. Bukhari No. 3470, Muslim No. 2540, Abu Daud No. 4658, Ibnu Majah No. 161, At Tirmidzi No. 3861. Al Baihaqi dalam As Sunannya No. 20696, dan lainnya. Hadits ini diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah dan Abu Said Al Khudri).
Syi’ah justru menjadikan hadits ‘JANGAN CELA SAHABATKU” untuk menyudutkan Mu’awiyah, karena Mu’awiyah
telah memerintahkan para khathib Jumat untuk memaki Ali bin Thalib
Radhiallahu ‘Anhu di atas mimbar selama Mu’awiyah hidup.
1. Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhu Memerintahkan Membunuh dan Makan Harta secara batil
Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash
Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا بالباطل. ونقتل أنفسنا
“Inlah anak pamanmu, Mu’awiyah, dia memerintahkan kami untuk memakan
harta kami secara batil dan memerintahkan kami membunuh jiwa-jiwa
kami.”
(HR. Muslim No. 1844)
- Mu’awiyah Peminum Khamr
Tuduhan ini berdasarkan riwayat:
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي
حُسَيْنٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا
وَأَبِي عَلَى مُعَاوِيَةَ فَأَجْلَسَنَا عَلَى الْفُرُشِ، ثُمَّ أُتِينَا
بِالطَّعَامِ فَأَكَلْنَا، ثُمَّ ” أُتِينَا بِالشَّرَابِ فَشَرِبَ
مُعَاوِيَةُ، ثُمَّ نَاوَلَ أَبِي، ثُمَّ قَالَ: مَا شَرِبْتُهُ مُنْذُ
حَرَّمَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” ثُمَّ قَالَ
مُعَاوِيَةُ: كُنْتُ أَجْمَلَ شَبَابِ قُرَيْشٍ وَأَجْوَدَهُ ثَغْرًا،
وَمَا شَيْءٌ كُنْتُ أَجِدُ لَهُ لَذَّةً كَمَا كُنْتُ أَجِدُهُ وَأَنَا
شَابٌّ غَيْرُ اللَّبَنِ، أَوْ إِنْسَانٍ حَسَنِ الْحَدِيثِ يُحَدِّثُنِي
Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab yang
berkata kepadaku Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Buraidah yang berkata “Aku dan Ayahku datang ke tempat
Muawiyah, ia mempersilakan kami duduk di hamparan . Ia menyajikan
makanan dan kami memakannya kemudian ia menyajikan minuman, ia
meminumnya dan menawarkan kepada ayahku. Dia berkata: “Aku tidak
meminumnya sejak diharamkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”.
Muawiyah berkata “aku dahulu adalah pemuda Quraisy yang paling rupawan
dan aku dahulu memiliki kenikmatan seperti yang kudapatkan ketika muda
selain susu dan orang yang baik perkataannya berbicara kepadaku”. (HR. Ahmad No. 22941, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf,
11/94-95, tetapi tidak ada teks: ” …. dan menawarkan kepada ayahku.
Dia berkata: “Aku tidak meminumnya sejak diharamkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 27/127. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan; isnadnya qawwi-kuat ).
3. Mu’awiyah menghalalkan riba
Berikut riwayatnya:
حدثنا هشام بن عمار، حدثنا يحيى بن حمزة، حدثني برد بن سنان، عن إسحاق
ابن قبيصة، عن أبيه؛ أن عبادة بن الصامت الأنصاري، النقيب، صاحب رسول الله
صلى الله عليه وسلم غزا، مع معاوية، أرض الروم. فنظر إلى الناس وهم
يتبايعون كسر الذهب بالدنانير، وكسر الفضة بالدراهم. فقال: يا أيها الناس،
إنكم تأكلون الربا. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ((لا تبتاعوا
الذهب بالذهب إلا مثلا بمثل. لا زيادة بينهما ولا نظرة)) فقال له معاوية:
يا أبا الوليد، لا أرى الربا في هذه إلا من كان نظرة. فقال عبادة: أحدثك عن
رسول الله صلى الله عليه وسلم وتحدثني عن رأيك! لئن أخرجني الله، لا
أساكنك بأرض لك علي فيها إمرة. فلما قفل لحق بالمدينة. فقال له عمر بن
الخطاب: ما أقدمك يا أبا الوليد؟ فقص عليه القصة، وما قال من مساكنته.
فقال: ارجع يا أبا الوليد إلى أرضك. فقبح الله أرضا لست فيها وأمثالك. وكتب
إلى معاوية: لا إمرة لك عليه. واحمل الناس على ما قال، فإنه هو الأمر.
Bercerita kepada kami Hisyam bin ‘Imar, bercerita kepada kami
Yahya bin Hamzah, bercerita kepada saya Burdun bin Sinan, dari Ishaq bin
Qabishah dari Ayahnya bahwa Ubadah bin Shamit Al Anshari seorang Utusan
Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi
berperang bersama Muawiyah ke negeri Rum. Suatu saat Ia melihat
orang-orang tukar menukar emas dengan menambah beberapa dinar sebagai
tambahan dan tukar menukar perak dengan tambahan beberapa dinar. Maka
Ubadah bin Shamit berkata “Wahai manusia sesungguhnya kamu melakukan riba karena aku mendengar RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda
“Tidak ada tukar menukar antara emas dengan emas kecuali setara dengan
tidak menambah dan tidak menuggu (tunai)”. Muawiyah berkata kepadanya “
Wahai Abu Walid aku tidak melihat itu sebagai riba kecuali jika memang
menunggu waktu”. Ubadah berkata “Aku berkata kepadamu hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang kamu berbicara dengan akal pikiranmu sendiri. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengeluarkan
aku, aku tidak mau tinggal di negeri yang sama denganmu sedang engkau
menjadi pemimpinnya”. Ketika Ubadah kembali ke Madinah maka Umar
bertanya kepadanya “Apa yang membuatmu kembali wahai Abul Walid?”. Maka
dia menceritakan perselisihannya dengan Muawiyah serta janjinya untuk
tidak tinggal di tanah yang sama dengan Muawiyah. Umar berkata
“kembalilah kamu ke negerimu Abul Walid, semoga Allah menjauhkan
kebaikan suatu negri yang tidak memiliki dirimu dan orang-orang
sepertimu”. Kemudian Umar menulis surat kepada Muawiyah “kamu tidak
berhak memerintahnya dan perintahkan orang-orang untuk mengikuti
ucapannya (Abul Walid) karena dialah yang benar”. (HR. Ibnu Majah No. 18. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 18)
baca juga :
حدثنا عبيدالله بن عمر القواريري حدثنا حماد بن زيد عن أيوب عن أبي
قلابة قال كنت بالشام في حلقة فيها مسلم بن يسار فجاء أبو الأشعث قال قالوا
أبو الأشعث أبو الأشعث فجلس فقلت له حدث أخانا حديث عبادة بن الصامت قال
نعم غزونا غزاة وعلى الناس معاوية فغنمنا غنائم كثيرة فكان فيما غنمنا آنية
من فضة فأمر معاوية رجلا أن يبيعها في أعطيات الناس فتسارع الناس في ذلك
فبلغ عبادة بن الصامت فقام فقال إني سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم
ينهى عن بيع الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير
والتمر بالتمر والملح بالملح إلا سواء بسواء عينا بعين فمن زاد أو ازداد
فقد أربى فرد الناس ما أخذوا فبلغ ذلك معاوية فقام خطيبا فقال ألا ما بال
رجال يتحدثون عن رسول الله صلى الله عليه و سلم أحاديث قد كنا نشهده ونصحبه
فلم نسمعها منه فقام عبادة بن الصامت فأعاد القصة ثم قال لنحدثن بما سمعنا
من رسول الله صلى الله عليه و سلم وإن كره معاوية ( أو قال وإن رغم ) ما
أبالي أن لا أصحبه في جنده ليلة سوداء قال حماد هذا أو نحوه
Telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar Al Qawariri
yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayub
dari Abi Qilabah yang berkata “Ketika berada di Syam, saya mengikuti
suatu halaqah dan disana ada Muslim bin Yasar, kemudian datanglah Abul
Asy’ats. Lalu orang-orang berkata “Abul Asy’ats telah datang, Abul
Asy’ats telah datang”. Ketika ia duduk, aku berkata kepadanya
“ceritakanlah hadis kepada saudara kami yaitu hadis Ubadah bin Shamit”.
Dia menjawab “baiklah, suatu ketika kami mengikuti perperangan dan di
dalamnya ada Muawiyah, lalu kami mendapatkan ghanimah yang banyak
diantaranya ada wadah yang terbuat dari perak. Muawiyah kemudian
menyuruh seseorang untuk menjual wadah tersebut ketika orang-orang
menerima bagian harta ghanimah maka orang-orang ramai menawarnya . Hal
itu terdengar oleh Ubadah bin Shamit maka ia berdiri dan berkata
“Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang
jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam kecuali
dengan takaran yang sama dan tunai, barangsiapa melebihkan maka ia telah
melakukan riba”. Oleh karena itu orang-orang menolak dan tidak jadi
mengambil wadah tersebut. Hal itu sampai ke telinga Muawiyah maka dia
berdiri dan berkhutbah, dia berkata: “Kenapa ada
beberapa orang menyampaikan hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam padahal kami telah bersama Beliau dan kami tidak pernah
mendengar hal itu dari Beliau”. Kemudian Ubadah bin
Shamit berdiri dan mengulangi ceritanya dan berkata: “Sungguh kami akan
selalu meriwayatkan apa yang kami dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun
Muawiyah membencinya” atau dia berkata “Saya tidak peduli walaupun akan
dipecat dari tentaranya di malam hari yang gelap gulita”. Hammad
mengatakan: ini atau yang seperti itu ”. (HR. Muslim No. 1587, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 10260, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 5/297).
4. Dari Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ
قَالَ فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ اذْهَبْ وَادْعُ لِي
مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ قَالَ ثُمَّ قَالَ لِيَ
اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ هُوَ يَأْكُلُ
فَقَالَ لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ
“Saya bermain bersama anak-anak lalu datang Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
saya bersembunyi di belakang pintu. Beliau datang dan mengeluarkan saya
dan berkata: pergilah dan panggilah Muawiyah kepada saya. Maka saya
mendatanginya, dan berkata: “Dia sedang makan.” Kemudian Nabi memintaku
lagi: “Pergilah dan panggil Muawiyah kepadaku.” Saya katakana; “Dia
masih makan.” Maka Nabi bersabda: “Semoga Allah tidak mengenyangkan
perutnya.”
(HR. Muslim No. 2604).
Bagaimana kita akan mengatakan Muawiyah seorang sahabat suci dari
Rasul. Sedangkan tiap tindakan dan perbuatannya memusuhi (kalau tidak
dapat dikatakan membunuh) keluarga Rasul yang sangat dicintai.
Bagaimana mungkin Muawiyah yang kekafirannya melebihi Firaun bisa
dianggap sahabat Nabi, sejak kapan ia bersahabat dengan Nabi.saw? Dia
bukan sahabat Nabi.saw tapi hanya seorang yang hidup sejaman dengan
Nabi.saw yang ditakdirkan untuk menyelewengkan ajaran Islam.
Sebenar-benarnya Muawiyah adalah pecundang yang dengan hina kalah
perang dengan kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi.saw, tapi karena
tidak ada jalan lain maka dia pura-pura masuk Islam agar selamat
jiwanya.
Di kemudian hari dia membuktikan kekafirannya dengan membalas
kekalahannya itu dengan menyembelih orang2 dekat Nabi.saw beserta anak
cucunya dan menyelewengkan Islam, merampok dan merusak ka’bah.
Sebagaimana Firaun menyembelih umat Bani Israil begitulah dia menyembelih umat Muhammad.saw bahkan lebih kejam dari Firaun.
Dan, jaman sekarang masih ada juga manusia sepertinya yaitu sebagian
orang yang mengaku dirinya sebagai ulama lalu menunggangi agama demi
ambisi pribadi, kepetingan politik, dan kedudukan atau demi mendapat
kehormatan dalam masyarakat. Nah, yang model beginian ini juga dapat
digolongkan sebagai muawiyah muawiyah versi baru yang kekejianya setara
atau melebihi Muawiyah asli.
nda harus ingat Muawiyah bukan saja MEMBANGKANG Tapi juga
1. membunuh orang2 MUKMIN
2. Berpesta pora
3. Minum khamar
4.Mendhalimi para Mukmin (memenjarakan/membunuh siapa yang menolak mencaci Imam Ali dan Ahlulbait Nabi.
5.Melanggar Pernjajian (mereka yang mengkhianati perjajian adalah munafik)
6. Dan masih banyak pebuatan2nya yang harusnya tdk dilaksanakan oleh orang2 beriman.
JADI APAKAH MUAWIYAH TERMASUK ORANG BERIMAN? Wasalam
Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam : Bantahan Terhadap Salafy.
Tidak diragukan kalau Muawiyah pernah menjadi sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi hal ini tidak membuatnya menjadi
orang suci seperti yang digembar-gemborkan oleh para nashibi. Muawiyah
termasuk sahabat yang cukup banyak membuat penyimpangan dalam syari’at.
Ini bukan tuduhan atau celaan tetapi fakta yang tertera dalam berbagai
kitab hadis yang tidak pernah diungkapkan oleh salafy nashibi dengan
dalih
“menahan diri dari mencaci sahabat”. Salafy nashibi bisa dibilang cinta mati terhadap sahabat yang suka
“memusuhi ahlul bait”.
Jika syiah mencela sahabat mereka naik pitam menyesatkan dan teriak
sana sini tetapi jika Muawiyah mencela Imam Ali mereka mati-matian
membela Muawiyah.
Dan yah mungkin kita sebagai ahlus sunnah harus mengingat kembali
tragedy mengerikan karena ulah anaknya Muawiyah yang bernama Yazid yaitu
pembantaian terhadap Ahlul Bait Nabi Imam Husain AS beserta
keluarganya. Anehnya dengan fakta ini tahukah para pembaca bahwa di
bawah kolong langit hanya ada satu kaum yang dengan getol membela Yazid
bahkan membuat-buat
“keutamaan Yazid bin Muawiyah” yaitu salafy nashibi.
.
Keutamaan Muawiyah?
Sebelum membahas lebih rinci hadis ini maka kami katakan terlebih
dahulu metode yang benar dalam penilaian adalah tidak hanya bergantung
pada satu atau beberapa hadis saja. Apalagi jika membahas kedudukan
seorang seperti Muawiyah. Oleh karena itu kami telah banyak membahas
berbagai tulisan tentang Muawiyah. Salafy sangat bersemangat dalam
membela orang-orang yang menyakiti dan memusuhi Ahlul Bait bahkan dengan
dalih-dalih yang naïf terkesan ilmiah bagi orang awam tetapi jika
diteliti baik-baik jelas sangat dipaksakan. Dalih pertama yang
menggelikan adalah ia mengutip ayat Al Qur’an berikut
لَقَدْ تابَ اللهُ عَلَى النَّبِيِّ والمُهاجِرينَ والأنْصارِ الَّذينَ
اتَّبَعُوهُ في سَاعَةِ العُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ ما كادَ يَزِيغُ قُلوبُ
فَريقٍ مِنهم ثُمَّ تابَ عَلَيْهِم، إنَّهُ بِهِم رَؤوفٌ رَحيمٌ
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang
Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa
kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling,
kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka” [QS. At-Taubah : 117].
Kami tidak mengerti dari mana datang pikiran yang menyatakan ayat ini sebagai keutamaan bagi Muawiyah, mengingat
Muawiyah bukanlah orang yang ikut berhijrahatau orang dari golongan Muhajirin dan
bukan pula orang dari golongan Anshar yang merupakan penduduk Madinah.
Dalihnya yang kedua adalah hadis Ummu Haram dimana salafy nashibi itu
ingin menunjukkan keutamaan Muawiyah dan anaknya Yazid. Berikut hadis
yang dimaksud
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ
مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ
أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي سَاحَةِ حِمْصَ
وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ عُمَيْرٌ
فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ
الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي يَغْزُونَ
مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا فِيهِمْ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata telah
menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan bahwa
‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya bahwa dia
pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang singgah dalam
perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di rumahnya, dan
Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata “Maka Ummu Haram bercerita
kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang
dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya [pahala]“. Ummu Haram
berkata : Aku katakan : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di
antara mereka ?”. Beliau bersabda : “Ya, kamu termasuk dari mereka”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda : “Pasukan dari
umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar [Romawi] akan
diberikan ampunan”. Aku katakan : “Apakah aku termasuk di antara mereka,
wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak” [Shahih Al-Bukhaariy no. 2924].
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ يَزِيدَ الدِّمَشْقِيُّ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ
عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ أَنَّ عُمَيْرَ بْنَ الْأَسْوَدِ الْعَنْسِيَّ
حَدَّثَهُ أَنَّهُ أَتَى عُبَادَةَ بْنَ الصَّامِتِ وَهُوَ نَازِلٌ فِي
سَاحَةِ حِمْصَ وَهُوَ فِي بِنَاءٍ لَهُ وَمَعَهُ أُمُّ حَرَامٍ قَالَ
عُمَيْرٌ فَحَدَّثَتْنَا أُمُّ حَرَامٍ أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ أُمَّتِي
يَغْزُونَ الْبَحْرَ قَدْ أَوْجَبُوا قَالَتْ أُمُّ حَرَامٍ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَنَا فِيهِمْ قَالَ أَنْتِ فِيهِمْ ثُمَّ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ جَيْشٍ مِنْ
أُمَّتِي يَغْزُونَ مَدِينَةَ قَيْصَرَ مَغْفُورٌ لَهُمْ فَقُلْتُ أَنَا
فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لَا
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Yaziid Ad-Dimasyqiy : Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Tsaur bin Yaziid, dari Khaalid bin Ma’daan :
Bahwasannya ‘Umair bin Al-Aswad Al-‘Ansiy telah menceritakan kepadanya :
Bahwa dia pernah menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit ketika dia sedang
singgah dalam perjalanan menuju Himsh. Saat itu dia sedang berada di
rumahnya, dan Ummu Haram ada bersamanya. ‘Umair berkata : Maka Ummu
Haram bercerita kepada kami bahwa dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda :
“Pasukan dari umatku yang pertama kali berperang dengan mengarungi lautan, telah diwajibkan padanya (pahala surga)”.
Ummu Haram berkata : Aku katakan :
“Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”.
Beliau bersabda:
“Ya, kamu termasuk dari mereka”.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda :
“Pasukan dari umatku yang pertama kali akan memerangi kota Qaishar (Romawi) akan diberikan ampunan (dari dosa)”.
Aku katakan:
“Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Tidak”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2924].
Hadis hadis laut tentang keutamaan Muawiyah PALSU karena :
1. Nabi SAW difitnah berdua dua an dengan isteri orang (ummu haram) sambil tertidur dalam pangkuan wanita lain
2. Hadis tersebut memfitnah bahwa dikepala NAbi banyak kutunya …
. Mereka salafiyun mengandalkan sejarah bahwa Muawiyah ikut berperang
mengarungi lautan dan Yazid orang yang memerangi kota Qaishar. Tetapi
tentu saja hujjah seperti ini adalah buntung karena mereka tidak
memperhatikan fakta historis lain yang bisa menjungkirbalikkan
pendalilan mereka.
tertera dalam riwayat berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى
مَالِكٍ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أُمِّ حَرَامٍ بِنْتِ مِلْحَانَ
فَتُطْعِمُهُ وَكَانَتْ أُمُّ حَرَامٍ تَحْتَ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ
فَدَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمًا فَأَطْعَمَتْهُ ثُمَّ جَلَسَتْ تَفْلِي رَأْسَهُ فَنَامَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ
يَضْحَكُ قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ
مِنْ أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَرْكَبُونَ
ثَبَجَ هَذَا الْبَحْرِ مُلُوكًا عَلَى الْأَسِرَّةِ أَوْ مِثْلَ
الْمُلُوكِ عَلَى الْأَسِرَّةِ يَشُكُّ أَيَّهُمَا قَالَ قَالَتْ فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَدَعَا
لَهَا ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ وَهُوَ يَضْحَكُ
قَالَتْ فَقُلْتُ مَا يُضْحِكُكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ نَاسٌ مِنْ
أُمَّتِي عُرِضُوا عَلَيَّ غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَا قَالَ فِي
الْأُولَى قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ
يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ أَنْتِ مِنْ الْأَوَّلِينَ فَرَكِبَتْ أُمُّ
حَرَامٍ بِنْتُ مِلْحَانَ الْبَحْرَ فِي زَمَنِ مُعَاوِيَةَ فَصُرِعَتْ
عَنْ دَابَّتِهَا حِينَ خَرَجَتْ مِنْ الْبَحْرِ فَهَلَكَتْ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, ia berkata : Aku
membacakan (hadits) di hadapan Maalik, dari Ishaaq bin ‘Abdillah bin Abi
Thalhah, dari Anas bin Maalik : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
menemui Ummu Haram binti Milhan – isteri ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit –
yang kemudian ia (Ummu Haram) menghidangkan makanan untuk beliau.
Setelah itu Ummu Haram menyisir rambut beliau, hingga Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam tertidur.
Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa. Ummu Haram bertanya :
“Apa yang menyebabkanmu tertawa wahai Rasulullah ?”.
Beliau bersabda : “Sekelompok umatku diperlihatkan Allah ta’ala
kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah mengarungi lautan dengan
kapal, yaitu para raja di atas singgasana atau bagaikan para raja di
atas singgasana”- perawi ragu antara keduanya – .
Ummu Haram berkata :
“Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka.”
Kemudian beliau mendoakannya. Setelah itu beliau meletakkan kepalanya
hingga tertidur. Tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa.
Ummu Haram berkata : Lalu aku kembali bertanya :
“Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa ?”.
Beliau menjawab :
“Sekelompok umatku diperlihatkan Allah Ta’ala kepadaku, mereka berperang di jalan Allah…” – sebagaimana sabda beliau yang pertama – .
Ummu Haram berkata : Lalu aku berkata :
“Wahai Rasulullah, doakanlah agar aku termasuk di antara mereka !”.
Beliau bersabda : “Kamu termasuk dari rombongan pertama”.
Pada masa (kepemimpinan) Mu’aawiyah, Ummu Haram turut dalam pasukan
Islam berlayar ke lautan (untuk berperang di jalan Allah). Ketika
mendarat, dia terjatuh dari kendaraannya hingga meninggal dunia
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 1912].
Disebutkan dalam sejarah bahwa Yazid bin Muawiyah inilah yang
memerintahkan untuk memerangi dan membunuh penduduk Madinah pada
peristiwa Al Harrah yang mengerikan padahal terdapat hadis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا حسين بن علي الجعفي عن زائدة عن
سليمان عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال المدينة
حرم فمن أحدث فيها حدثا أو آوى محدثا فعليه لعنة الله والملائكة والناس
أجمعين لا يقبل منه يوم القيامة عدل ولا صرف
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang
berkata menceritakan kepada kami Husain bin ‘Ali Al Ja’fi dari Za’idah
dari Sulaiman dari ‘Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang berkata “Madinah adalah tanah haram, barangsiapa
yang melakukan perbuatan keji di dalamnya atau mendukung orang yang
melakukan perbuatan keji tersebut maka untuknya laknat Allah,
malaikat-malaikatnya dan manusia seluruhnya, dan tidak diterima taubat
dan tebusan baginya” [Shahih Muslim 2/999 no 469].
Perhatikan baik-baik hadis ini dan silakan pikirkan, bagaimana bisa
salafy nashibi itu mengklaim keutamaan Yazid padahal dapat dilihat bahwa
ia telah melakukan perbuatan keji kepada penduduk Madinah dan
berdasarkan hadis shahih
akan mendapat laknat dari Allah SWT dan tidak diterima taubatnya. Dari sisi ini saja kita dapat menyatakan bahwa
Yazid bin Muawiyah tidak termasuk kedalam golongan mereka yang mendapatkan keutamaan hadis Ummu Haram.
Belum lagi jika dimasukkan kekejian lainnya seperti pembantaian
keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita katakan kalau
mereka yang membela Yazid akan mendapat percikan keburukannya.
Begitu pula halnya dengan Muawiyah, banyak fakta historis yang justru
menjungkirbalikkan pemahaman salafy terhadap keutamaan Muawiyah.
Bukankah dalam sejarah diketahui kalau Muawiyah ini membunuh Hujr bin
‘Ady padahal ia seorang sahabat Nabi dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Nabi SAW bersabda “Mencaci seorang Muslim adalah kefasiqan dan Membunuhnya adalah kekufuran”. [Shahih Bukhari no 48, no 6044 dan no 7076].
Sejarah membuktikan bahwa Muawiyah telah melakukan keduanya, ia
mencela Imam Ali dan memerintahkan orang lain untuk mencela Imam Ali dan
ia pula yang memerintahkan membunuh Hujr bin Ady radiallahu ‘anhu.
Bukankah fakta sejarah menunjukkan kalau Muawiyah memerangi Imam Ali
dalam perang Shiffin tanpa alasan yang haq sehingga membuat terbunuhnya
sahabat yang mulia Ammar bin Yasir radiallahu’ anhu:
ويقول ويح عمار تقتله الفئة الباغية يدعوهم إلى الجنة ويدعونه إلى النار قال فجعل عمار يقول أعوذ بالرحمن من الفتن
Dan Rasulullah SAW bersabda “kasihan Ammar, ia dibunuh oleh
kelompok pembangkang. Ia mengajak mereka ke surga, mereka malah
mengajaknya ke neraka. Ammar berkata “Aku berlindung kepada Ar Rahman
dari fitnah”. [Musnad Ahmad 3/90 no 11879 shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth].
Dengan melihat hadis ini, coba ingat-ingat wahai pembaca apakah pernah salafy menyebutkan
salah satu keutamaan Muawiyah adalah pembangkang yang mengajak ke neraka. Bisa dipastikan mereka tidak pernah dan tidak akan pernah mau mengungkapkannya. Dengan dalih
“menahan diri mencela sahabat” mereka bungkam dan lucunya malah menampakkan hal yang sebaliknya berusaha mencari-cari keutamaan Muawiyah.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عفان قال ثنا حماد بن سلمة قال انا أبو
حفص وكلثوم بن جبر عن أبي غادية قال قتل عمار بن ياسر فأخبر عمرو بن العاص
قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ان قاتله وسالبه في النار
فقيل لعمرو فإنك هو ذا تقاتله قال إنما قال قاتله وسالبه
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah
menceritakan kepadaku Ayahku yang menceritakan kepada kami ‘Affan yang
berkata menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah yang berkata
menceritakan kepada kami Abu Hafsh dan Kultsum bin Jabr dari Abi
Ghadiyah yang berkata “Ammar bin Yasar terbunuh kemudian dikabarkan hal
ini kepada Amru bin ‘Ash” [Amru] berkata “aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “yang membunuhnya dan merampas
miliknya berada di neraka”. Dikatakan kepada Amru “bukankah kamu
membunuhnya” ia berkata “sesungguhnya [Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam] berkata yang membunuhnya dan merampas miliknya”[Musnad Ahmad 4/198 no 1711 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”].
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الرزاق قال ثنا معمر عن طاوس عن أبي
بكر بن محمد بن عمرو بن حزم عن أبيه قال لما قتل عمار بن ياسر دخل عمرو بن
حزم على عمرو بن العاص فقال قتل عمار وقد قال رسول الله صلى الله عليه و
سلم تقتله الفئة الباغية فقام عمرو بن العاص فزعا يرجع حتى دخل على معاوية
فقال له معاوية ما شانك قال قتل عمار فقال معاوية قد قتل عمار فماذا قال
عمرو سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول تقتله الفئة الباغية فقال له
معاوية دحضت في بولك أو نحن قتلناه إنما قتله علي وأصحابه جاؤوا به حتى
القوه بين رماحنا أو قال بين سيوفنا
Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang menceritakan
kepadaku ayahku yang menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq yang berkata
menceritakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu Thawus dari Abu Bakar bin
Muhammad bin ‘Amru bin Hazm dari ayahnya yang berkata “ketika Ammar bin
Yasar terbunuh maka masuklah ‘Amru bin Hazm kepada Amru bin ‘Ash dan
berkata “Ammar terbunuh padahal sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkata “Ia dibunuh oleh kelompok pembangkang”. Maka ‘Amru bin
‘Ash berdiri dengan terkejut dan mengucapkan kalimat [Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un] sampai ia mendatangi Muawiyah. Muawiyah berkata
kepadanya “apa yang terjadi denganmu”. Ia berkata “Ammar terbunuh”.
Muawiyah berkata “Ammar terbunuh, lalu kenapa?”. Amru berkata “aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Ia dibunuh
oleh kelompok pembangkang”. Muawiyah berkata “Apakah kita yang
membunuhnya? Sesungguhnya yang membunuhnya adalah Ali dan sahabatnya,
mereka membawanya dan melemparkannya diantara tombak-tombak kita atau ia
berkata diantara pedang-pedang kita [Musnad Ahmad 4/199 no 17813 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth].
Perhatikanlah perkataan Muawiyah dimana ia mengatakan
kalau Imam Ali lah yang membunuh Ammar,
apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membunuh
sahabat-sahabat yang syahid pada perang badar dan uhud?, naudzubillah
cara berpikir macam apa itu. Bukankah sangat jelas ini adalah celaan
yang nyata dari Muawiyah kepada Imam Ali. Kita serahkan hal ini kepada
Allah SWT. Tidak diragukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda tentang Ammar
“ia dibunuh oleh kelompok pembangkang” dan disebutkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
“bahwa yang membunuh Ammar dan merampas miliknya akan berada di neraka”.
Sejarah membuktikan kalau kelompok yang membunuh Ammar bin Yasir adalah
kelompok Muawiyah dalam perang Shiffin. Pernahkah salafy membahas ini
dalam keutamaan Muawiyah bin Abu Sufyan? Jawabannya tidak pernah, mereka
memang punya kebiasaan pilih-pilih hadis dan mendistorsi hadis-hadis
shahih yang tidak sesuai keyakinan mereka.
Kalau kita teruskan pembahasan secara historis ini maka terdapat
fakta lain yang cukup mengejutkan. Muawiyah yang dikatakan oleh pengikut
salafiyun sebagai sahabat yang mulia ternyata juga meminum khamar.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا زيد بن الحباب حدثني حسين ثنا عبد الله
بن بريدة قال دخلت أنا وأبي على معاوية فأجلسنا على الفرش ثم أتينا بالطعام
فأكلنا ثم أتينا بالشراب فشرب معاوية ثم ناول أبي ثم قال ما شربته منذ
حرمه رسول الله صلى الله عليه و سلم
Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah
menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami
Zaid bin Hubab yang berkata telah menceritakan kepadaku Husain yang
berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah yang
berkata “Aku dan Ayahku datang ke tempat Muawiyah, ia mempersilakan
kami duduk di hamparan . Ia menyajikan makanan dan kami memakannya
kemudian ia menyajikan minuman, ia meminumnya dan menawarkan kepada
ayahku. Ayahku berkata “Aku tidak meminumnya sejak diharamkan Rasulullah
SAW”… [Musnad Ahmad 5/347 no 22991 Syaikh Syu’aib berkata “sanadnya kuat”].
Tentunya sebagai seorang sahabat yang dikatakan mulia oleh sebagian
orang sudah pasti mengetahui dengan jelas bahwa meminum khamar itu
haram. Sangat jelas dalam Al Qur’an dan hadis.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يونس بن محمد ثنا فليح عن سعد بن عبد
الرحمن بن وائل الأنصاري عن عبد الله بن عبد الله بن عمر عن أبيه أن النبي
صلى الله عليه و سلم قال لعن الله الخمر ولعن شاربها وساقيها وعاصرها
ومعتصرها وبائعها ومبتاعها وحاملها والمحمولة إليه وآكل ثمنها
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan
kepadaku ayahku yang menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad yang
menceritakan kepada kami Fulaih dari Sa’d bin ‘Abdurrahman bin Wail Al
Anshari dari ‘Abdullah bin Abdullah bin Umar dari ayahnya bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Allah melaknat khamar, dan
melaknat yang meminumnya, yang menuangkannya, yang membuatnya dan yang
meminta dibuatkan, yang menjualnya, yang mengangkutnya dan yang meminta
diangkut dan yang memakan keuntungannya[Musnad Ahmad 2/97 no 5716, Syaikh Syu’aib berkata “shahih dengan jalan-jalannya”].
Kita masih dapat meneruskan fakta historis lain tentang Muawiyah.
Tahukah para pembaca pemimpin seperti apa Muawiyah. Hadis Shahih
membuktikan dengan jelas pemimpin seperti apa Muawiyah.
حدثنا زهير بن حرب وإسحاق بن إبراهيم ( قال إسحاق أخبرنا وقال زهير
حدثنا جرير ) عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبدالرحمن بن عبد رب الكعبة قال
دخلت المسجد فإذا عبدالله بن عمرو بن العاص جالس في ظل الكعبة والناس
مجتمعون عليه فأتيتهم فجلست إليه فقال كنا مع رسول الله صلى الله عليه و
سلم في سفر فنزلنا منزلا فمنا من يصلح خباءه ومنا من ينتضل ومنا من هو في
جشره إذ نادى منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم الصلاة جامعة فاجتمعنا
إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا
عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم وينذرهم شر ما يعلمه لهم وإن أمتكم
هذه جعل عافيتها في أولها وسيصيب آخرها بلاء وأمور تنكرونها وتجيء فتنة
فيرقق بعضها بعضها وتجيء الفتنة فيقول المؤمن هذه مهلكتي ثم تنكشف وتجيء
الفتنة فيقول المؤمن هذه هذه فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته
منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الي يحب أن يؤتى إليه
ومن بايع إماما فأعطاه صفقة يده وثمرة قلبه فليطعه إن استطاع فإن جاء آخر
ينازعه فاضربوا عنق الآخر ) فدنوت منه فقلت أنشدك الله آنت سمعت هذا من
رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ فأهوى إلى أذنيه وقلبه بيديه وقال سمعته
أذناي ووعاه قلبي فقلت له هذا ابن عمك معاوية يأمرنا أن نأكل أموالنا بيننا
بالباطل ونقتل أنفسنا والله يقول { يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم
بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله
كان بكم رحيما } [ 4 / النساء / 29 ] قال فسكت ساعة ثم قال أطعه في طاعة
الله واعصه في معصية الله
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Ishaq bin
Ibrahim (Ishaq berkata telah mengabarkan kepada kami dan Zuhair berkata
telah menceritakan kepada kami Jarir) dari ‘Amasy dari Zaid bin Wahb
dari Abdurrahman bin Abdi Rabbi Al Ka’bah yang berkata Aku pernah masuk
ke sebuah masjid, kulihat Abdullah bin Amr’ bin Ash sedang duduk dalam
naungan Ka’bah dan orang-orang berkumpul di sekelilingnya. Lalu aku
mendatangi mereka dan duduk disana, dia berkata “Dahulu kami bersama
Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan kemudian kami singgah di suatu
tempat. Diantara kami ada yang memperbaiki tendanya, menyiapkan panah
dan menyiapkan makanan hewan tunggangannya. Ketika itu seorang penyeru
yang diperintahkan Rasulullah SAW menyerukan “Marilah shalat
berjama’ah”. Kami berkumpul menuju Rasulullah SAW dan Beliau bersabda
“Sesungguhnya tidak ada Nabi sebelumKu kecuali menjadi kewajiban baginya
untuk menunjukkan umatnya kepada kebaikan yang diketahuinya serta
memperingatkan mereka akan keburukan yang diketahuinya bagi mereka.
Sesungguhnya UmatKu ini adalah umat yang baik permulaannya akan tetapi
setelahnya akan datang banyak bencana dan hal-hal yang diingkari. Akan
datang suatu fitnah yang membuat sebagian orang memperbudak yang lain.
Akan datang suatu fitnah hingga seorang mukmin berkata “inilah
kehancuranku”. Kemudian fitnah tersebut hilang dan datanglah fitnah yang
lain hingga seorang mukmin berkata “inilah dia, inilah dia”. Maka
barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam
surga hendaklah ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari
akhir serta memperlakukan manusia sebagaimana yang ia suka untuk
dirinya. Barangsiapa yang membai’at seorang Imam dan setuju dengan
sepenuh hati maka hendaklah ia mentaatinya semampunya. Lalu jika yang
lain hendak merebutnya maka bunuhlah ia”. Aku mendekatinya seraya
berkata “Demi Allah apakah engkau mendengar ini dari Rasulullah SAW?.
Maka dia (Abdullah bin Amr bin Ash) mengisyaratkan dengan tangan pada
kedua telinga dan hatinya sambil berkata “Aku mendengar dengan kedua
telingaku dan memahaminya dengan hatiku”. Aku berkata kepadanya “Ini
Anak pamanmu Muawiyah dia memerintahkan kami untuk memakan harta
diantara kami secara bathil dan saling membunuh diantara kami”. Padahal
Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil kecuali dengan perniagaan
yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu”{An Nisa ayat 29}.
Lalu dia diam sejenak dan berkata “Taatilah dia dalam ketaatan kepada
Allah dan langgarlah ia dalam bermaksiat kepada Allah ” [Shahih Muslim 3/1472 no 1844].
Ternyata terbukti dalam hadis shahih bahwa
Muawiyah adalah seorang pemimpin yang zalim.
Dalam pemerintahannya bermunculan celaan dan cacian terhadap Imam Ali
baik darinya ataupun para pejabatnya. Ia pula yang memerintahkan
membunuh Hujr bin Adi sahabat Nabi yang mulia, tidak takut meminum
khamar, memerintahkan untuk memakan harta secara bathil dan membunuh
orang-orang muslim. Jadi sangat bisa dimaklumi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda:
حدثني إبراهيم بن العلاف البصري قال سمعت سلاماً أبا المنذر يقول قال
عاصم بن بهدلة حدثني زر بن حبيش عن عبد الله بن مسعود قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم إذا رأيتم معاوية بن أبي سفيان يخطب على المنبر فاضربوا
عنقه
Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Alaf Al Bashri yang
berkata aku telah mendengar dari Sallam Abul Mundzir yang berkata telah
berkata Ashim bin Bahdalah yang berkata telah menceritakan kepadaku Zirr
bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata Rasulullah SAW
bersabda “Jika kamu melihat Muawiyah bin Abi Sufyan berkhutbah di
mimbarKu maka tebaslah lehernya” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 5/130 dengan sanad yang hasan].
Kami katakan kepada pengikut salafy nashibi pecinta Muawiyah, jangan
merasa bahwa cuma kalian orang yang tahu sejarah dan ilmu hadis. Di
dunia ini ada banyak manusia yang tidak terikat doktrin salafy nashibi
yang mampu membahas sejarah secara objektif. Kami pribadi tidak perlu
mencela Muawiyah, bagi kami itu tidak perlu. Cukuplah bagi kami
memaparkan apa-apa saja yang telah ia lakukan yang terpampang jelas
dalam sejarah dan hadis. Terdapat hadis shahih yang menyebutkan kalau
Muawiyah mati tidak di atas agama islam. Salafy nashibi berusaha
melemahkan hadis tersebut dengan syubhat-syubhat yang tidak ilmiah.
Salah satu syubhat yang mereka katakan adalah hadis tersebut
bertentangan dengan keutamaan Muawiyah dalam hadis Ummu Haram. Kami
jawab:
- Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam adalah hadis yang jelas
membicarakan tentang pribadi Muawiyah, penunjukkannya sangat jelas
sedangkan hadis Ummu Haram tidak jelas membicarakan keutamaan Muawiyah.
Tidak ada hal yang patut dipertentangkan, hadis Ummu Haram bersifat umum
sedangkan hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam bersifat khusus.
Jadi kedua hadis ini masih bisa dikompromikan dalam arti Muawiyah tidak
termasuk dalam keutamaan hadis Ummu Haram. Ada banyak sekali pasukan
yang ikut bertempur di laut, mereka yang dengan ikhlas bertempur karena Allah SWT dan syahid disana maka wajib atas mereka pahala.
Sedangkan mereka yang menginginkan harta dan kekuasaan atau setelah
peristiwa itu mereka melakukan keburukan atau maksiat atau menentang
Allah SWT dan Rasul-Nya maka tidak ada alasan untuk tetap menyatakan
keutamaan mereka.
- Hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam sangat klop dengan
berbagai fakta historis dan hadis-hadis shahih tentang penyimpangan yang
dilakukan Muawiyah. Memang sezalim apapun seorang yang mengaku muslim
bukan hak kita untuk menyatakan ia kafir tetapi pada kasus Muawiyah
terdapat hadis shahih yang dengan jelas menyatakan ia mati tidak dalam
agama islam.
Syubhat berikutnya dari salafy nashibi adalah mereka menyatakan matan
hadis tersebut idhthirab dan sanadnya memiliki illat. Kami akan
tunjukkan bahwa pernyataan mereka hanyalah dalih yang dicari-cari.
Pembahasan Matan Hadis Yang Dikatakan Idhthirab.
Inti dari syubhat salafy nashibi adalah mereka membawakan hadis lain
dimana mereka mengatakan kalau orang yang dimaksud bukanlah Muawiyah
tetapi Hakam bin Abil Ash. Berikut hadis yang mereka jadikan hujjah:
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو قَالَ كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَقَدْ ذَهَبَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ يَلْبَسُ ثِيَابَهُ
لِيَلْحَقَنِي فَقَالَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ لَيَدْخُلَنَّ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ
لَعِينٌ فَوَاللَّهِ مَا زِلْتُ وَجِلًا أَتَشَوَّفُ دَاخِلًا وَخَارِجًا
حَتَّى دَخَلَ فُلَانٌ يَعْنِي الْحَكَمَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan
kepada kami ‘Utsmaan bin Hakiim dari Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif
dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : Kami pernah duduk-duduk di sisi
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ketika itu ‘Amru bin Al-’Aash
pergi berjalan dengan mengenakan baju untuk menemuiku. Beliau bersabda
[sementara kami berada di sisinya ] “Sungguh akan datang kepada kalian
seorang laki-laki yang dilaknat”. Maka demi Allah, semenjak beliau
mengatakan itu, aku selalu melihat-lihat ke dalam dan ke luar hingga
datanglah si Fulan, yaitu Al Hakam [Musnad Ahmad 2/163 no 6520 dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib].
Sekarang perhatikan matan hadis
“Muawiyah tidak mati di dalam agama islam”.
Jika diperhatikan dengan baik. Apa yang disematkan kepada Al Hakam dan
Muawiyah jelas berbeda, orangnya berbeda, hadis yang diucapkan juga
berbeda:
عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند النبي صلى الله عليه وسلم فقال
يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت على غير ملتي، قال وكنت تركت
أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية
Dari Abdullah bin Amru yang berkata aku duduk bersama Nabi SAW
kemudian Beliau bersabda ”akan datang dari jalan besar ini seorang
laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”.
Aku berkata “Ketika itu, aku telah meninggalkan ayahku yang sedang
mengenakan pakaian, aku khawatir kalau ia akan datang dari jalan
tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari jalan tersebut”[Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121].
Pada hadis Ahmad tentang Al Hakam disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
“Sungguh akan datang kepada kalian seorang laki-laki yang dilaknat”sedangkan pada hadis Al Baladzuri tentang Muawiyah disana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan
“akan datang dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya tidak berada dalam agamaKu”.
Al Hakam seorang yang dilaknat dan Muawiyah mati tidak dalam agama
islam, kedua hadis tersebut benar tidak ada perselisihan matan dan
dimana letak idhthirab yang dimaksud?. Kedua hadis tersebut bisa saja
merujuk pada dua peristiwa yang berbeda dimana peristiwa yang satu
membicarakan Al Hakam dan peristiwa lain membicarakan Muawiyah. Apakah
Abdullah bin ‘Amru bin Ash seumur hidupnya bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam hanya satu kali saja duduk bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam?. Atau kedua hadis tersebut merujuk peritiwa yang sama
dimana pada bagian pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membicarakan tentang Al Hakam dan setelah itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam membicarakan tentang Muawiyah [atau sebaliknya].
Pembahasan Illat Sanad Hadis.
Salafy nashibi berusaha melemahkan hadis ini dengan menunjukkan kelemahan pada ‘Abdurrazaq bin Hammam. Logika salafy itu adalah
ia
menunjukkan adanya idhthirab dan menjadikan idhthirab ini bagian dari
kesalahan Abdurrazaq karena ia berubah hafalannya di usia senja.
Kami tekankan kembali tidak ada yang namanya idhthirab pada matan hadis
tersebut, itu cuma akal-akalan salafy. Kedua hadis baik menyebutkan Al
Hakam dan Muawiyah adalah benar. Pertama-tama mari kita lihat kembali
sanad hadis tersebut
حدثني إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص
Telah menceritakan kepadaku Ishaq dan Bakr bin Al Haitsam yang
keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq bin Hamam
yang berkata telah memberitakan kepada kami Ma’mar dari Ibnu Thawus dari
ayahnya dari Abdullah bin Amru bin Ash [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120].
Abdurrazaq bin Hammam adalah seorang hafizh yang tsiqat, satu-satunya
kelemahan yang dituduhkan padanya adalah soal ia berubah hafalannya
pada usia senja ketika matanya telah buta.
و قال أبو زرعة الدمشقى ، عن أبى الحسن بن سميع ، عن أحمد بن صالح
المصرى : قلت لأحمد بن حنبل : رأيت أحدا أحسن حديثا من عبد الرزاق ؟ قال :
لا . قال أبو زرعة : عبد الرزاق أحد من ثبت حديثه
Abu Zur’ah ad-Dimsayqi berkata dari Abul Hasan bin Sami’, dari
Ahmad bin Shalih al-Mishri yang berkata Aku berkata kepada Ahmad bin
Hanbal ”Adakah kau lihat orang yang lebih baik haditsnya daripada
’Abdurrazaq?” beliau menjawab ”tidak”. Abu Zur’ah berkata ”Abdurrazaq
adalah salah seorang yang kuat haditsnya.”[Tahdzib Al Kamal 18/56 no 3415]
و قال يعقوب بن شيبة ، عن على ابن المدينى ، قال : لى هشام بن يوسف :
كان عبد الرزاق أعلمنا و أحفظنا . قال يعقوب : و كلاهما ثقة ثبت .
Ya’qub bin Syaibah berkata, dari ’Ali ibnul Madini yang berkata
Hisyam bin Yusuf berkata kepadaku “Abdurrazaq itu orang yang lebih ’alim
dan hafizh daripada kami.” Ya’qub berkata keduanya [Hisyam bin Yusuf
dan ’Abdurrazaq] adalah sama-sama tsiqat tsabit [Tahdzib Al Kamal 18/58 no 3415]
و قال أبو بكر بن أبى خيثمة : سمعت يحيى بن معين و قيل له : إن أحمد بن
حنبل قال : إن عبيد الله بن موسى يرد حديثه للتشيع ، فقال : كان والله
الذى لا إله إلا هو عبد الرزاق أغلى فى ذلك منه مئة ضعف ، و لقد سمعت من
عبد الرزاق أضعاف أضعاف ما سمعت من عبيد الله .
Abu Bakr bin Abi Khaitsamah berkata aku mendengar Yahya bin Main
ketika ada yang berkata padanya ”Sesungguhnya Ahmad bin Hanbal berkata,
bahwa sesungguhnya ’Ubaidillah bin Musa membantah hadits ’Abdurrazaq
dikarenakan tasyayu’-nya.” Lantas Ibnu Ma’in membantah ”Demi Allah yang
tidak ada sesembahan yang haq untuk di sembah melainkan Dia, ’Abdurrazaq
itu jauh lebih bernilai darinya berkali-kali lipat. Dan sungguh aku
telah mendengar dari ’Abdurrazaq berkali-kali lipat daripada aku
mendengar dari ’Ubaidillah.” [Tahdzib Al Kamal 18/59 no 3415]
و قال أبو زرعة الدمشقى : قلت لأحمد بن حنبل : كان عبد الرزاق يحفظ
حديث معمر ؟ قال : نعم . قيل له : فمن أثبت فى ابن جريج عبد الرزاق أو محمد
بن بكر البرسانى ؟ قال : عبد الرزاق قال : و أخبرنى أحمد بن حنبل ، قال :
أتينا عبد الرزاق قبل المئتين و هو صحيح البصر و من سمع منه بعدما ذهب بصره
، فهو ضعيف السماع .
Abu Zur’ah Ad Dimasyq berkata Aku bertanya kepada Ahmad bin
Hanbal ”Apakah ’Abdurrazaq mengahafal haditsnya Ma’mar?” beliau menjawab
: ”iya”. Ada yang bertanya pada beliau ”Mana yang lebih tsabit dari
Ibnu Juraij, ’Abdurrazaq atau Muhammad bin Bakr Al Barsaani?” beliau
menjawab ”Abdurrazaq”. [Abu Zur’ah berkata] Ahmad bin Hanbal
memberitakan kepadaku ”Kami mendatangi ’Abdurrazaq sebelum tahun 200 H
dan beliau dalam keadaan sehat matanya. Barangsiapa yang mendengarkan
darinya setelah ia buta maka pendengarannya lemah [Tahdzib Al Kamal 18/8 no 3415].
عبد الرزاق بن همام بن نافع الحميري مولاهم أبو بكر الصنعاني ثقة حافظ مصنف شهير عمي في آخر عمره فتغير وكان يتشيع .
’Abdurrazaq bin Hammam bin Nafi’ Al Himyari maula mereka Abu Bakr
Ash Shan’ani seorang yang tsiqat hafizh penulis [mushannaf] yang
terkenal, buta pada akhir usianya maka hafalannya berubah dan ia
bertasyayyu’ [At Taqrib 1/599].
Kesimpulannya
’Abdurrazaq bin Hammam seorang hafiz yang tsiqat
dan tsabit dalam hadis, sebelum buta ia seorang yang tsiqat mutlak
tetapi setelah buta hafalannya berubah sehingga pendengaran hadis
setelah ia buta mengandung kelemahan. Mengenai tasyayyu’ Abdurrazaq
bin Hammam itu tidaklah membahayakan hadisnya karena ia sendiri
mengutamakan Abu Bakar dan Umar dibanding Imam Ali bahkan dalam Tahrir
At Taqrib dinyatakan bahwa penisbatan tasyayyu’ terhadap ‘Abdurrazaq
tidaklah tsabit. [Tahrir At Taqrib no 4064].
Yang meriwayatkan hadis ini dari ‘Abdurrazaq bin Hammam adalah Ishaq
bin Abi Israil seorang hafizh yang tinggal di Baghdad dan wafat tahun
246 H. sedangkan ‘Abdurrazaq adalah seorang hafizh yang tinggal di
Shan’a wafat tahun 211 H. ‘Abdurrazaq buta matanya pada tahun 200 H atau
setelahnya, jadi perawi yang mendengar hadis darinya sebelum tahun 200 H
jelas shahih.
Ishaq bin ‘Abi Israil pergi ke Shan’a dan mendengar hadis dari para hafizh disana sebelum tahun 200 H.
Bukti untuk hal ini adalah Abu Dawud telah meriwayatkan hadis dari
Ishaq bin ‘Abi Israil [Abu Ya’qub Al Baghdadi] dari Hisyam bin Yusuf As
Shan’ani dimana Ishaq bin ‘Abi Israil meriwayatkan hadis dengan lafal
“telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf” [Sunan
Abu Dawud 1/607 no 1985]. Hisyam bin Yusuf Ash Shan’ani adalah seorang
qadhi di Shan’a yang wafat pada tahun 197 H [At Taqrib 2/268]. Jadi
Ishaq bin ‘Abi Israil datang ke Shan’a dan mendengar hadis dari ulama
disana seperti Hisyam bin Yusuf dan ‘Abdurrazaq bin Hammam sebelum tahun
197 H. Pada saat itu jelas ‘Abdurrazaq bin Hammam seorang yang hafiz
tsiqat tsabit secara mutlak.
Illat [cacat] lain yang ditunjukkan salafy adalah pernyataan Al
Khallal yang dikutip oleh Ibnu Qudamah bahwa ‘Abdurrazaq bin Hammam
meriwayatkan hadis ini dari Ma’mar dari Ibnu Thawus yang mendengar dari
Furkhaasy dari ayahnya Ibnu Thawus dari ‘Abdullah bin ‘Amru:
وسألت أحمد، عن حديث شريك، عن ليث، عن طاوس، عن عبدالله بن عمرو، قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “يطلع عليكم رجل من أهل النار”، فطلع
معاوية قال: إنما ابن طاوس، عن أبيه، عن عبد الله بن عمرو أو غيره، شك فيه
قال الخلال: رواه عبدالرزاق، عن معمر، عن ابن طاوس، قال: سمعت فرخاش يحدث
هذا الحديث عن أبي، عن عبد الله ابن عمرو.
Dan aku pernah bertanya kepada Ahmad tentang hadits Syariik, dari
Laits, dari Thaawuus, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata “Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ‘Akan datang kepada
kalian seorang laki-laki dari kalangan penghuni neraka’. Lalu muncullah
Mu’aawiyyah”.Ahmad berkata “Hadits itu hanyalah diriwayatkan oleh Ibnu
Thawus, dari ayahnya, dari Abdulah bin ‘Amru atau selainnya, ia [Thawus]
ragu-ragu dalam penyebutannya. Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar,
dari Ibnu Thaawuus. Ia [Ibnu Thawuus] berkata Aku mendengar Furkhaasy
menceritakan hadits ini dari ayahku, dari ‘Abdullah bin ‘Amr” [Al Muntakhab minal-‘Ilal lil-Khallaal, hal. 228 no. 136].
Salafy mengatakan bahwa hadis ini mengandung idhthirab pada sanadnya karena
Ibnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya tanpa perantara dan
Ibnu Thawus meriwayatkan dari ayahnya melalui perantara Furkhaasy seorang yang majhul, sehingga nampak adanya idhthirab pada sanad tersebut yang mungkin bersumber dari ‘Abdurrazaq bin Hammam.
Pernyataan salafy ini ma’lul, sangat jelas keliru bagi mereka yang meneliti sanad hadis tersebut dengan baik.
Hadis yang tsabit sanadnya adalah
riwayat Ishaq bin ‘Abi Israil dari ‘Abdurrazaq dari Ma’mar dari Ibnu
Thawus dari Ayahnya dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash. Sedangkan
pernyataan Al Khallal bahwa ‘Abdurrazaq meriwayatkan dari Ma’mar dari
Ibnu Thawus dari Furkhaasy dari ayah Ibnu Thawus dari ‘Abdullah bin
‘Amru
jelas tidak tsabit atau inqitha’. Al Khallal lahir pada
tahun 234 H [As Siyar 14/297 no 193] sedangkan ‘Abdurrazaq bin Hammam
wafat pada tahun 211 H [At Taqrib 1/599]. Ketika Al Khallal lahir
‘Abdurrazaq bin Hammam sudah lama wafat, sanadnya inqitha’ [terputus]
sedangkan Ibnu Abi Israil meriwayatkan langsung dari ‘Abdurrazaq. Jadi
periwayatan Ishaq bin Abi Israil dari ‘Abdurrazaq lebih tsabit sedangkan
pernyataan Al Khallal inqitha’ atau terputus sanadnya. Bagaimana
mungkin dikatakan sanadnya idhthirab kalau yang satu tsabit dan yang
satunya inqitha’. Jelas sekali berdasarkan metode ilmu hadis bahwa sanad
yang tsabit lebih rajih.
Al Baladzuri termasuk ulama besar, Adz Dzahabi menuliskan keterangan tentang Al Baladzuri dalam kitabnya
As Siyar dan
Tadzkirah Al Huffazh.
Adz Dzahabi menyebut ia seorang penulis Tarikh yang masyhur satu
thabaqat dengan Abu Dawud, seorang Hafizh Akhbari Allamah [Tadzkirah Al
Huffazh 3/893]. Disebutkan kalau ia seorang yang alim dan mutqin [Al
Wafi 3/104]. Tidak ada alasan untuk menolak atau meragukan Al Baladzuri,
Ibnu Hajar telah berhujjah dengan riwayat-riwayat Al Baladzuri dalam
kitabnya diantaranya dalam Al Ishabah, Ibnu Hajar pernah berkata
“dan diriwayatkan oleh Al Baladzuri dengan sanad yang la ba’sa bihi” [Al
Ishabah 2/98 no 1767]. Penghukuman sanad la ba’sa bihi oleh Ibnu Hajar
berarti ia sendiri berhujjah dan menta’dil Al Baladzuri. Soal kedekatan
kepada penguasa itu tidaklah merusak hadisnya karena banyak para ulama
yang dikenal dekat dengan penguasa tetapi tetap dijadikan hujjah seperti
Az Zuhri dan yang lainnya. Para ulama baik dahulu maupun sekarang tetap
menjadikan kitab Al Balazuri sebagai sumber rujukan baik sirah ansab
maupun hadis.
Syubhat salafy yang lainnya adalah ia membawakan hadis keutamaan Imam
Hasan sebagai Sayyid yang akan mendamaikan dua kelompok kaum muslimin:
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ حَدَّثَنَا أَبُو
مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ سَمِعَ أَبَا بَكْرَةَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَالْحَسَنُ إِلَى جَنْبِهِ
يَنْظُرُ إِلَى النَّاسِ مَرَّةً وَإِلَيْهِ مَرَّةً وَيَقُولُ ابْنِي
هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ
مِنْ الْمُسْلِمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah telah menceritakan kepada
kami Ibnu ‘Uyainah telah menceritakan kepada kami Abu Muusaa, dari
Al-Hasan bahwasannya ia mendengar Abu Bakrah Aku mendengar Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda – ketika itu
Al-Hasan berada di samping beliau, sesekali beliau melihat ke arah orang
banyak dan sesekali melihat kepadanya “Sesungguhnya anakku ini adalah
sayyid [pemimpin] dan semoga dengan perantaraannya Allah akan
mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin”[Shahih Bukhaariy no 3746].
Menjadikan hadis ini sebagai penentang
hadis Muawiyah mati tidak dalam agama islam jelas
tidak tepat. Logika sederhana saja misalnya jika dalam kelompok
Muawiyah tersebut terdapat orang munafik atau orang kafir yang
ikut-ikutan memecah belah, maka apakah penyebutan
“kelompok besar dari kaum muslimin” tidak
bisa digunakan. Ya tetap bisa, seandainya ada satu atau dua orang yang
kafir di kelompok Muawiyah dan mayoritasnya muslim maka tetap bisa
disebut kelompok besar kaum muslimin. Selain itu peristiwa antara Imam
Hasan dan Muawiyah terjadi jauh sebelum Muawiyah wafat bahkan sebelum
Muawiyah memerintah kaum muslimin, jadi sangat tidak tepat untuk
dijadikan penentang hadis yang menjelaskan Muawiyah ketika matinya tidak
dalam agama islam. Lagi-lagi logika sederhana kalau awalnya ada seorang
muslim yang rajin ibadah kemudian ia mati dalam keadaan kafir maka
apakah ada orang yang akan menolak sambil berkata
“dia tidak mati kafir karena dulu waktu muda saya tahu dia muslim”. Seorang muslim yang menjadi murtad atau menjadi kafir adalah sesuatu yang bisa saja terjadi.
Ada logika salafy yang lebih parah, ia mengatakan
mungkinkah Imam Hasan akan berdamai pada orang yang nantinya mati bukan diatas agama islam. Dari
dulu penyakit salafy adalah mereka jadi pura-pura bodoh kalau terkait
dengan pembelaan terhadap Muawiyah. Kalau mau diperhatikan dengan baik
Muawiyah itu sudah salah dari sisi manapun.
Khalifah yang sah pada saat itu sudah jelas Imam Hasan dan apa dasarnya
Muawiyah menentang, tidak lain itu disebabkan Muawiyah memang
menginginkan kursi kekhalifahan makanya ia tidak mau taat kepada Imam
Hasan. Bukannya itu yang dilihat salafy eh malah mereka memuliakan
Muawiyah dengan alasan Imam Hasan telah berdamai dengannya. Apa salafy
itu buta kalau awalnya Imam Hasan memerangi Muawiyah?. Imam Hasan
berdamai dengan Muawiyah untuk menyelamatkan darah kaum muslimin karena
Beliau tidak suka melihat lebih banyak lagi darah kaum muslimin yang
tertumpah dalam masalah ini. Lagipula pada saat itu Muawiyah menampakkan
keislaman dan tentu seseorang itu dinilai berdasarkan apa yang nampak
darinya, soal perkara mau jadi apa ia nanti itu urusannya dengan Allah
SWT.
Bukankah terdapat hadis Rasulullah SAW yaitu Hadis Al Haudh dimana
Rasulullah SAW menjelaskan kalau diantara sahabatnya aka ada yang murtad
sepeninggal Beliau sehingga tertolak di Al Haudh. Apakah pernah
Rasulullah SAW menghisab atau menghukum sahabat-sahabat tersebut ketika
Beliau masih hidup?. Apakah pernah Rasulullah SAW menyebut para sahabat
itu dengan kata-kata “kafir” atau “murtad”?. Adakah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membedakan perlakuan terhadap mereka?.
Jelas tidak, manusia tidak dihukum atas apa yang belum ia lakukan.
Mengapa pula salafy itu mengherankan Imam Hasan yang berdamai dengan
kelompok pembangkang yaitu Muawiyah dan pengikutnya. Dengar baik-baik
wahai salafy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja pernah
berdamai dengan orang-orang kafir di Hudaibiyah. Semua itu mengandung
hikmah yang diketahui oleh orang-orang yang mengetahuinya. Jadi logika
pincang ala skizoprenik seperti itu tidak usah dipamerkan dalam tulisan
ilmiah. Sebenarnya tidak ada ruang bagi salafy untuk menolak riwayat Al
Baladzuri tersebut dengan syarat mereka melihat rangkaian hadis-hadis
tentang Muawiyah, tidak hanya apa yang kami paparkan disini tetapi juga
hadis-hadis lain yang menunjukkan apa saja yang telah ia lakukan baik
dalam sejarah maupun hadis.
Di kalangan ulama yang terpercaya ternyata ada juga yang mengakui
kalau Muawiyah tidak mati di atas agama Islam. Ulama yang dimaksud
adalah Ali bin Ja’d Abu Hasan Al Baghdadi:
سمعت أبا عبد الله، وقال له دلويه: سمعت علي بن الجعد يقول: مات والله معاوية على غير الإسلام
Aku mendengar Abu ‘Abdullah [Ahmad bin Hanbal] yang berkata
Dulwaih berkata aku mendengar dari ‘Ali bin Ja’d yang berkata “demi
Allah, Muawiyah mati bukan dalam agama islam” [Masa’il Ahmad bin Hanbal riwayat Ishaq bin Hani no 1866].
Ahmad bin Hanbal jelas orang yang terpercaya. Dulwaih adalah Ziyad bin
‘Ayub perawi Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, Abu Hatim berkata
“shaduq” Nasa’i menyatakan tsiqat, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats
Tsiqat dan Daruquthni berkata “tsiqat ma’mun”. [At Tahdzib juz 3 no 654]
Ibnu Hajar berkata “hafizh tsiqat” [At Taqrib 1/317]. Ali bin Ja’d
sendiri seorang yang tsiqat, perawi Bukhari dan ‘Abu Dawud, Ibnu Ma’in
berkata “tsiqat shaduq”, Abu Zur’ah berkata “shaduq dalam hadis”. Abu
Hatim menyatakan ia seorang yang mutqin shaduq. Shalih bin Muhammad
menyatakan tsiqat, Nasa’i berkata “shaduq”. Daruquthni berkata “tsiqat
ma’mun”. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat tsabit” [At Tahdzib juz 7 no 502].
Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At Taqrib 1/689]. Jika Ali bin
Ja’d yang dengan jelas menyatakan Muawiyah mati bukan dalam agama islam
tetap dinyatakan tsiqat dan dijadikan hujjah hadisnya, maka atas dasar
apa pengikut salafiyun itu mencela kami dalam masalah ini. Apakah hanya
karena dengki? Atau memang begitu tabiat para pengingkar.
Apakah para pendengki dan pengingkar itu mau menerima kebenaran ini?
Sepertinya tidak karena pengalaman membuktikan salafy nashibi tidak akan
pernah mau menerima hal-hal yang bertentangan dengan doktrin mahzab
mereka. Mereka sok berkata “jangan bertaklid” padahal diri sendiri penuh
dengan taklid. Kesimpulannya : Hadis Al Baladzuri bahwa Muawiyah mati
tidak dalam agama islam adalah shahih. Akhir kata kami akan mengutip
perkataan salafy
Sebagaimana tergambar pada omongan seorang Raafidliy sebelum membawakan riwayat Al Balaadzuriy :
Terdapat hadis yang mungkin akan mengejutkan sebagian orang terutama
akan mengejutkan para nashibi pecinta berat Muawiyah yaitu hadis yang
menyatakan kalau Muawiyah mati tidak dalam agama Islam. Kami akan
mencoba memaparkan hadis ini dan sebelumnya kami ingatkan kami tidak
peduli apapun perkataan [baca: cacian] orang yang telah membaca tulisan
ini. Apa yang kami tulis adalah hadis yang tertulis dalam kitab. Jadi
kami tidak mengada-ada.
Kita katakan : Kami tidak pernah terkejut dengan tulisan Anda –
walhamdulillah – , karena memang itulah tabiat Anda dan orang-orang yang
sepemahaman dengan Anda semenjak beratus-ratus tahun lalu, tidak ada
perubahan – kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah ta’ala.
Baguslah kalau anda sekarang mengakui kalau diri anda termasuk
“nashibi pecinta berat Muawiyah”.
Dan bicara soal tabiat, justru tabiat anda dan orang-orang sepemahaman
dengan anda inilah yang melahirkan banyak perpecahan di kalangan kaum
muslim. Kelompok seperti anda yang suka merendahkan kelompok muslim lain
dengan gelar-gelar ejekan memang sudah ada dari berates-ratus tahun
lalu, malah semakin parah di zaman sekarang. Semoga Allah SWT memberikan
hidayah kepada anda dan yang lainnya untuk menerima kebenaran.
Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak
sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”.
Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia
anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi
dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat
buat !
Tidak ada kesepakatan sunni – syi’ah tentang keorisinilan semua hadis Nabi SAW, ini berbeda dengan masalah ayat ayat Al Quran.
Karena hadis sunni tidak dihapal dan tidak dicatat sejak awal secara
sistematis, maka ahlul hadis sunni kebingungan untuk memastikan mana
hadis yang betul betul berasal dari Nabi (orisinil) dan mana hadis yang
dibuat buat…
Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi..
Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis
yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat antek antek raja zalim
!!
Pertanyaan :
- Apakah Bukhari maksum sehingga kitab hadisnya 100% benar ?
- Ada hadis hadis dalam kitab Bukhari yang saling bertentangan, Apakah
masuk akal Nabi SAW mengucapkan sabda sabda yang saling saling
berlawanan alias plin plan ??? Ingat, Nabi SAW itu maksum (infallible).
Legenda :
1. Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits)
tapi hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000
hadits lainnya sirna ditelan zaman ????????????? Apakah yang hilang itu
benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
2. Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya
dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits
saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan
593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ?????? Apakah yang hilang itu
benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak
sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”.
Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis tetapi Cuma 7000 yang dia
anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi
dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat
buat !
3. Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal
300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal
300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak
itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali,
dan banyak Imam Imam Lainnya juga gemar mengedit dan meringkas ringkas
hadis…. Kenapa hadis sunni diedit dan diringkas ??? ya agar mazhab sunni
tetap tegak, segala bau syi’ah dibuang dari hadis.
Bukhari manusia super ??? 16 tahun adalah 8.409.600 menit, jika dalam
tempo 16 tahun Bukhari mampu mengumpulkan 600 ribu hadis saja berarti
Bukhari adalah manusia super yang mampu mencari, menyeleksi dan
menshahihkan 1 hadis dalam tempo 14 menit !!! itu belum dipotong waktu
makan – shalat – tidur – perjalanan… Wow !!
60 minit x 24 jam x365hari x 16 tahun =8.409.600 minit (16 tahun)
hadis yang dikumpul 600,000 dalam tempoh 16 tahun.
8.409.600 dibahagi 600.000 =14,016 minit untuk 1 hadis
adakah imam bukhari mampu mencari,menyeleksi dan mensahihkan hadith itu dalam tempoh 14,016 minit?
itu belum ditolak waktu tidur,makan,solat,aktiviti memanah dan lain
lain.jika ditolak waktu itu mungkin masanya lagi kurang mungkin sekitar 7
minit saja masa yang tinggal.
belum dikira lagi masa perjalanan dari kota ke kota lain dalam mencari hadith.
kita selalu diberikan angka angka ini untuk mewujudkan kekaguman
kepada imam bukhari.tapi adakah angka ini betul setelah dikira
berasaskan matematik.
Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya
adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin
Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama
Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal
194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang
masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk
Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah lepasan Rusia, yang waktu
itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah
Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan
filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan
ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan
lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah.
Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang
masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia
mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu
beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18
tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat
Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, Bukhari menghimpun hadits-hadits shahih
dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh
80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru
beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali
bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al
Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan
Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip
dalam kitab Shahih-nya.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah
Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim
bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim).
Penelitian Hadits.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan
waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para
perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara
kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah,
Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari
sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali.
Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari
merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan,
melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat,
diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan
apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah
(kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan
sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang
dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu
dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari
hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia
menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang
diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan
meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang
diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu
memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara
berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan.
Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam
kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata
pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan
atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat
dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara
berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada
kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada
159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat
berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli
hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata
karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Sesungguhnya Islam yang berusaha diterapkan oleh keturunan umayyah
dan berusaha untuk mengatur umat Islam dengan Islamnya itu. Mempunyai
pengaruh dan idiologi yang sangat berbahaya bagi umat Islam.Karena kita
dapati bahwa sekte atau kelompok ini dan Islam yang terdapat dalam
ajaran-ajarannya serta strategi-strateginya secara umum berusaha
mengarah kepada sekelompok cendikiawan muslim untuk memberikan
dasar-dasar serta berpendapat dengan Islam yang telah diusahakan oleh
bani umayyah.
Lebih berbahaya lagi adalah, kelompok ini berusaha mengaku sebagai
Islam Sahabat atau Ahlusunnah wal Jamaah. Ini adalah beberapa bahaya
yang sangat mendasar. Sementara Islam danajaran-ajaran yang terdapat
dalam madrasah sahabat memiliki banyak perbedaan yang sangat asasi, baik
dari sisi Islamnya, langkah-langkahnya, idiologinya dengan Islam yang
diterapkan oleh Bani Umayyah. Objek inilah yang harus kita pisahkan
antara Mazhab Ahlusunnah Wal Jamaah dengan Mazhab Bani Umayyah.
Karena itu, kejadian in ibukan saja kejadian sejarah. Tentang
bagaimana masuk Islamnya Bani Umayyah pada futuh Makkah, sedangkan
mereka termasuk
tulaqa(artinya-orang-orang yang
dibebaskan oleh Nabi saww), bagaimana mereka dapat berkuasa sementara
mereka tidak memiliki keahlianagama dan pengetahuan begitupun muawiyah
dan keluarganya?. dan bagaimana merekadapat mengaku sebagai Amirul
Mukminin kepada kaum muslimin ?, dan mengaku sebagaiKhalifah Rasulullah
saww dan Muslimin ?.
Sesungguhnya Islamnya tersebut adalah Islam versi Umawi yaitu
Muawiyah bin Abi Sofyan sangat bertolakbelakang dengan Islam Muhammadi
atau Nabawi atau hakiki yang mana Rasul sawwingin mendidik umat dengan
Islam yang hakiki.
Oleh karena itu, KetikaMuawiyah bin Abi Sofyan memperoleh kekuasaan
politik dan menjadi seorangkhalifah serta menjadi Amirul Mukminin yang
kemudian dikenal dengan nama Islam Bani Umayyah, ia segera melakukan
beberapa hal setelah itu.
Pertama :
Muawiyah bin Abi Sofyan menetapkan untuk menyebut Ali dan
keutamaan-keutamaannya dan mengganti semua riwayat dariRasul saww dan
juga apa-apa yang telah diriwayatkan dari parasahabat tentang Ali dan
keutamaan-keutamaannya dengan cara mengurangi keutamaan-keutamaan Ali.
Pertanyaannya adalah :
Benarkah Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh demikian ?
Jawabnya terdapat :
Didalam kitab
Shahih Muslim, kitab keutamaan
Sahabat,bab keutamaan Ali bin Abi Thalib Jilid 2 halaman 448 hadis ke
2404, cetakan DarFikr tahun 1414 / 1993 (karangan Muslim bin Hajjaj
An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M / 204-261 H):
Dari Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqos dari ayahnya
iaberkata : ” Muawiyah telah memerintahkan Sa’ad, apa yang mencegah
engkau dari mencaci Abu Turab ?. Sa’ad menjawab: ” aku ingat Tiga hal
yang Rasul saww pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya,
karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai
daripada unta merah. :
- Ali berkata kepada Rasul Saww : ” Ya Rasulullah
engkau tinggalkan akubersama para wanita dan anak-anak kecil ? kemudian
Rasulullah menjawab :”tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku
sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidakada Nabi
setelahku.[Untuk lebih jelasnya, tentang apa yangdimaksud oleh Rasul
saww dengan kedudukan tersebut maka silahkan buka Qs.20:30-32 "(yaitu)
Harun, saudaraku teguhkanlah dengan dia kekuatanku danjadikankanlah dia
sekutu dalam urusanku"hadis initerdapat pula dalam Bukhori Jilid 2
halaman 300.]
- Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang Khaibar:
“Pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai
Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rosulnya mencintai dia.” [(buka Qs.
3:31). dalam ayat tsb menjelaskan bahwa amirul mukminin adalah sebagai
tolok ukur yang paling utama bagi orang yang mengikuti Rasulullah saww.
Dan hadis ini pun terdapat dalam kitab Bukhori Jilid 3 halaman 51. Rasul
saww bersabda : "panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali
menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada
matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya,maka Allah memberikan
kemenangan ditangannya.]
- Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” kemudian Rasul saww memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : ” Ya Allah merekalah keluargaku. [Hadis
ini menggugurkan pendapatyang mengatakan bahwa Istri-istri Nabi
termasuk Ahlu Bait yang disucikan sesuci-sucinya sebagaimana yang
terdapat dalam Qs. 33 : 33.]
Sementara Ibn Taymiyah adalah orang yang selalu meragukan semua
riwayat yang didalamnya meriwayatkan keutamaan Ali dan Ahlul Bait.
Ketika kita sampai kepada nas-nas diatas kita mendapatkan kejelasan
bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan memang benar telah memerintahkan Sa’ad
bin Abi Waqqos untuk mencaci Ali. Hal itu, diperjelas oleh Ibn Taimiyah
dalam kitabnya Minhajussunnah An-nabawiyah Jilid 5 halaman 23, terbitan
Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004 (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin,
lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H)
Ibn Taimiyah berkata : “
Adapun hadis Sa’ad ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memerintahkanpadanya untuk mencacimaki Ali lalu ia menolak”.
Dari perkataannya tersebut menunjukan bahwa Ibn Taymiyah memahami benar maksud dari hadis Sohih Muslim diatas?
Muawiyah adalah seorang sahabat, yang meminta sahabat lain untuk
mencaci Ali. Bukankah hal ini termasuk mengurangi keutamaan sahabat ?
Dalam kitab
Shawaiq al Muqriqah,
terbitan Maktabah Al Qohirah, cetakan ke 2 tahun 1385 H / 1965 M.Pada halaman 211, (karangan Ibn Hajar Al Haitami, lahir 1504 wafat 1567 M /909-974 H) :
” Telah berkata Imam pada zamannya Abu Zur’ah Arrozi
paling mulianyadiantara guru-guru Muslim, ia berkata : “jika kamu
melihat seseorang mengurangi salah seorang sahabat Rasul saww.
Ketahuilah sesungguhnya dia zindiq.
Dalam kitab yang sama dia berkata :” Abu Zur’ah Arrozi adalah orang yang duduk bersama Imam Ahmad bin Hanbal.
Bagaimana dengan Muawiyah bin Abi Sofyan yang menyuruh Sa’ad
bin Abi Waqos untuk mencaci Ali. Bukankah Ali termasuk sahabat
Rasulullah juga ?
Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa nas-nas yang menyatakan “Islam
senantiasa Mulia hingga12 kholifah, semuanya dari Quraisy”, Ibn Taimiyah
berkeyakinan bahwa dari 12 khalifah tersebut yang ke 7 dan ke 8 nya
adalah dari Bani Umayah, bahkan dia meragukan apakah Ali termasuk dari
mereka atau tidak ?.
Kedua:
Di dalam kitab
Minhajus-Sunah An-Nabawiyah Jilid 8 halaman 238 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H) :
Maka para khalifah itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan
Ali kemudian diangkatlah seseorang yang disepakati manusia. ia
mendapatkan kemuliaan, dan kekuasaan ia adalah Muawiyah dan anaknya
Yazid kemudian Abdul Malik bin Marwan dan ke empat anaknya diantara
mereka adalah Umar bin Abdul Aziz. Yang ke 8 dari 12 khalifah itu adalah
mereka yang telah mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Dan
sebagian daripara pembesar itu dari Bani Umayah.
Dengan kata lain
Ibn Taymiyah tidak memasukkan Al-Hasan dan
Al-Husain termasuk dari 12 Khalifah dan tidak termasuk para pembesar
yang mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Secara tidak langsung
Ibn Taimiyah lebih mengutamakan Yazid daripada Al-Hasan dan Al-Husain.
Sekarang nampak jelas bagi kita, bahwa mazhab Ibn Taymiyah sangat condong kepada Bani Umayah.
Ibn Taymiyah berkata : “Sebagian dari
faktor-faktor semua itu adalah bahwa sesungguhnya mereka berada pada
awal Islam dan era kejayaan. Kemudian Ibn Taimiyah berkata: ” yang
sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah
dikarenakan dua hal, salah satunya adalah ” perbincangan mereka
menjelek-jelekankan Ali” – (artinya caci maki mereka kepada Ali).
Ibn Taymiyah tidak berkata pelaknatan atau cacian mereka kepada Ali,
akan tetapi menyepelekan masalah tersebut, dengan begitu dia dapat
mengelabui dan menipu umat Islam terhadap sesuatu yang telah dilakukan
Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait as.
Anehnya, Apabila menjelek-jelekan khalifah pertama,
kedua dan ke tiga merupakan musykilah yang besar, namun apabila
menjelek-jelekan Ali tidak termasuk musykilah yang besar.!
Kemudian
Ibn Taymiyah berkata :
“yang dimaksud disini adalah sesungguhnya hadis
yang didalamnya menyebutkan 12 khalifah, baik Ali ditetapkan termasuk
darinya atau tidak adalah sama saja. (pen.Ibn taimiyah berusaha meragukan kembali, dengan alasan umat tidak sepakat terhadap Ali)
Kita kembali kepada nas yang disebutkan oleh Ibn Taymiyah yang berkata:
” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam
kepada Bani Umayah karena dua hal salah satu dari keduanya adalah
perbincangan mereka tentang Alidan yang kedua mengakhirkan waktu Sholat.
Ibn Taymiyah berkata :
“Oleh karena itu, Umar bin Maroh Al Jumali telah
meriwayatkan setelahkematiannya, dikatakan kepadanya. Apa yang telah
Allah lakukan dengan semua itu? Ia (Umar bin Maroh Al Jumali) berkata :
Allah telah mengampuniku karena aku selalu menjaga sholat-sholatku pada
waktunya, dan karena kecintaanku kepada Ali bin Abi Thalib. Ini adalah
orang yang menjaga dua sunnah. Oleh karena itu, seseorang harus
berpegang teguh dengan sunnah ketika telah bermunculan bid’ah” (
pen. Dari perkataannya Ibn Taymiyah mengakui bahwa cinta kepada Ali
termasuk dari sunnah Nabawiyah. sekarang jelas bahwa Ibn Taimiyah
kebanyakan lupa.)
Qs. 42 :23 (asy-Syura;23):
قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ
فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا
حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu
upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada Al Qurba.” Dan siapa
yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannyaitu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Swt telah mewajibkan
kepada kita untuk mencintai Al Qurba sebagai upah atas dakwah Rasul
saww,
Siapakah Al Qurba yang wajib kita cintai itu ? mereka adalah
Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk beberapa kitab berikut :
- Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 hal.16, terbitan Dar Fikr tahun 1424 H/ 2003M
- Tafsir fakhrurozi Jilid 14 hal.167, terbitan Dar Fikr tahun 2002/1423
- Mustadrak Al hakim Jilid 3 hal.51, terbitan Dar fikr tahun 2002/1422
- Fusulul Muhimmah hal. 27 karangan Ibn Shobag, terbitan Dar Adwa, cetakan ke dua
- Tafsir Baidowi Jilid 4 hal. 53, terbitan Dar Fikr
- Yanabiul Mawaddah karangan Al Qunduzy Al Hanafi, terbitan Muassasah Al Ilmiyah Beirut. dll
Qs 3:61(Ali Imran ;61) :
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ
فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا
وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ
لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah
datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya):
“Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri
kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah
kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”
Demikianlah riwayat-riwayat mereka mengenai kecintaan kepada para
khalifah Bani Umayyah, sementara cinta kepada Ali terdapat dalam Al
Qur’an. dan mereka wahabi selalu berkata :”kami pun mencintai Ali dan
Ahlul Baitnya.”..!
jawabannya adalah : Jelas, mereka harus mencintai Ali dan Ahlul Bait, karena jika tidak maka mereka keluar dari Islam.
Dan Harus diketahui bahwa kecintaan kita kepada Ahlul Bait bukanlah
suatu keberuntungan bagi Ahlul Bait akan tetapi manfaat kecintaan
tersebut kembali kepada diri kita sendiri.Karena mencintai mereka adalah
kewajiban dari Allah swt.
Ketiga:
Di dalam kitab Minhajus-Sunnah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 244,
terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah
Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M/ 661-728 H):
” Dan juga, sungguh kondisi politik lebih tertata
/ tertib pada masa Muawiyah sebagaimana belum tertata pada masa Ali,
maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik daripada para
pejabat Ali”.(pen. Kalau ukurannya seperti itu kenapa Allah swt tidak mensucikan Muawiyah bin Abi Sofyan saja ???)
Para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan antara lain : Amr bin Ash, Mughiroh bin Syu’bah, Basar bin Arthat,Marwan, Hakam dan orang-orang yang telah dilaknat Rasul saww.
Jadi,
Ibn Taimiyah mengangap tingkatan dan kedudukan mereka ini lebih utama
dari pada Salman, Abu Dzar,dan Amar. Demikianlah keyakinan Ibn Taimiyah
mengenai sahabat.!
Siapakah para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan itu ?
Ibn Taymiyah berkata : “Para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman.”
Siapakah Syiah Usman itu?
Ibn Taymiyah berkata : “mereka itu adalah Nashibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
Kalau begitu dimana kewajiban cinta kepada Ahlul Bait ??
Ibn Taimiyah berkata : “Syiah Usman dan Nashibi keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali diatas semua standar.
Jadi Ibn Taymiyah meyakini bahwa orang-orang yang membenci Ali,
keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali dan orang-orang yang
mencintai Ali.
Kemudian
Ibn Taymiyah berkata :
” Para sahabat Ali itu tidak memiliki ilmu,
agama, keberanian dan kedermawanan. Dan keadaan mereka tidak baik
didunia maupun diakhirat.”
Artinya para pejabat Usman dan Syiahnya yang kemudian mereka menjadi Syiah Muawiyah. Menurut Ibn Taymiyah Mereka itu berilmu, beragama, berani, dan dermawan lebih utama daripada sahabat Ali as.
Demikianlah idiologi Ibn Taimiyah yang memperkuat existensi mazhab Bani Umayyah hingga sekarang.
Jadi, jawaban bagi orang yang mengatakan bahwa ini hanya kejadian
sejarah saja, adalah salah besar, karena sekarang hadir dalam kehidupan
kita dalam bentuk pemikiran, aqidah, agama, keimanan, serta politik,
dll.
Dinasti Umawi dari pertama kali masuk Islam, telah menipu Islam dan
Nabi saw secara sembunyi-sembunyi. Mereka ingin mengatur Islam Nabi yang
asli dan Ali serta Ahlul Baitnya hingga para sahabat yang mengagungkan
Ali dan Ahlul Bait.
“Golongan Umawi telah menipu Nabi serta
dakwahnya, kita telah mengetahui, bagaimana Islamnya pemimpin Umawi
yakni Abu Sofyan, dan kita tahu bagaimana tidak tersisa sedikitpun untuk
Umawiyin kedudukan-kedudukan apapun secara aklamasi dalam lingkungan
Islam, yangmana kemunculan Islam membawa keberuntungan dan kemenangan
bagi pihak Bani Hasyim, dalam naungan Islam, mereka mempersiapkan
langkah awal untuk diri mereka sendiri dan mengutamakan kekuasaan, dan
mereka telah mendapatkan dalam kekuasaan Yazid bin Abi Sofyan dan
Muawiyah setelahnya di Syam. Langkah pertama, mereka dapat menginjakkan
kaki-kaki mereka, setelah itu mereka mendapatkan kesempatan untuk
bangkit melakukan kejahatan-kejahatan atau teror.”
(Al Imam Husain karangan Abdullah Al Alili (dari madrasah sahabat) pada hal 31)
Dalam kitab yang sama pada bab Inqilab Umawi atau Atsauroh Hukumah Al Khulafa hal 55.
“Sungguh kebanyakan mereka menjauhkan penisbatan
pembrontakan kudeta ini kepada kelompok Umawi, padahal kudeta yg di
maksud itu adalah Bani Umayah. akan tetapi kita memiliki nas nas dan
yang pasti tidak ada yang sanggup menyanggah atau melawan. sesungguhnya
aku menasihati kepada setiap orang yang sibuk dengan sejarah, bahwa pada
situasi atau era ini hendaknya mereka mengutamakan diantara
pelajaran-pelajaran mereka itu sebuah kitab yang berjudul “ An Niza’
Wattakhosum Fima Baina Bani Umayyah Wa Bani Hasyim (artinya keributan dan perselisihan yang terjadi antara Bani Umayah dan Bani Hasyim )“ karangan Taqiyudin Al Miqrizi yang mana didalamnya Al Miqrizi berkata :
“Tujuan pokok kelompok ini adalah mengumpulkan hukum-hukum yang dibuat oleh Bani Umayyah. Yang
Kemudian lahirlah ajaran-ajaran Islam versi Umawi melalui
riwayat-riwayat palsu tentang keutamaan-keutamaan Muawiyah bin Abi
Sofyan yang mereka terapkan dan menyingkirkan keutaman-keutamaan Ali.
Adapun diantara pokok-pokok penting akidah madrasah Ahlul Bait adalah
keyakinan mereka akan kemaksuman Ali dan Ahlul Bait. sementara madrasah
sahabat atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah tidak meyakini kemaksuman Ali dan
Ahlul Bait.
Adapun yang membedakan, antara madrasah sahabat dengan mazhab Bani
Umayyah adalah mereka Ahlusunnah meyakini dan mengakui kedudukan tinggi
yang dimiliki Ali dan Ahlul Baitnya. dan juga meyakini bahwa Ali serta
Ahlul Baitnya memiliki kedudukan-kedudukan, keutamaan-keutamaan, serta
menganggap kecintaan kepada Ahlul Bait adalah iman, dan membenci mereka
adalah kufur. paling tidak mereka meyakini Ali dan Fatimah atau Ali
saja.
Berbeda dengan mazhab Bani Umayah yang selalu berusaha menyingkirkan
Ali dari semua keutamaan-keutamaan serta kedudukan-kedudukannya.
Apa buktinya, kalau Islam versi Bani Umayyah berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaannya?
Buktinya adalah mereka mensunahkan membenci Ali, mencacinya, dan
berlepas diri darinya diatas mimbar-mimbar mereka. Hal itu diperkuat
oleh Ibn Taimiah salah seorang dari para syekh Umawi dengan mengatakan
:
Sesungguhnya para pejabat Muawiyah mereka adalah para pejabat Usman, dan mereka adalah orang-orang yang membenci Ali.
Di dalam kitab Faidul Qodir Jilid 3 halaman 18 hadis ke 2631,
terbitan Dar Fikr, cetakan pertama, tahun 1426 – 1427 H, (karangan
Muhammad Abd Rouf lahir th 1545 wafat 1622 M / 952 – 1031 H) :
Rasul saw bersabda : “sesungguhnya
aku tinggalkan pada kalian dua khalifah satu adalah Kitabullah tali
yang terbentang antara langit dan bumi,dan yang kedua adalah Itrohku
Ahlul Baitku. Sungguh keduanya tidak akan pernah berpisah hingga
menjumpaiku di telaga .
Al Manawi mengomentari hadis ini : “ Itrohku Ahlul Baitku
mereka adalah Ashabul Kisa, Allah telah menjaga mereka dari dosa dan
mensucikan mereka sesuci-sucinya. dan disebut orang-orang yang di
haramkan menerima zakat.
dan diperkuat oleh Qurtubi yang menggatakan :
” Wasiat ini dan penguatan agung ini menetapkan akan wajibnya menghormati kelurganya-pen. Ahlul bait-,
berbuat baik kepada mereka, menghormati dan mencintai merekaadalah
kewajiban yang di fardukan, yang mana tidak ada alasan bagi seseorang
menyimpang darinya. hal ini seiring dengan sesuatu yang telah diketahui
melalui karakteristik mereka dengan Nabi Saw karena mereka bagian
darinya, sebagaimana Nabi Saw bersabda : ” Fatimah bagian dariku “. Pada
saat yang sama Bani Umayah menolak kebenaran-kebenaran dengan cara
menentang. Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait, menawan wanita-wanita
dan anak-anak kecil mereka, membakar rumah-rumah mereka, merendahkan
kemulian dan keutamaan mereka, serta menganggap sunnah mencaci dan
melaknat mereka, mereka telah menentang Rasul saw dalam wasiatnya dan
memutarbalikan maksudnya”
Apa kata Ibn Taimiyah ? musykilah Bani Umayah adalah perbincangan
mereka tentang Ali dan tidak berkata cacimaki mereka pada Ali, kata Ibn
Taimiyah dalam kitabnya.
Apa yang telah dilakukan Bani Umayyah kepada Ahlul Bait, yangmana Allah swt telah memerintahkan untuk mencintai mereka.-
kami tidak mengatakan taat pada mereka?
Para ulama bersepakat atas wajibnya mencintai Ahlul Bait,
menghormati, dan bersolawat kepada mereka. Tidak ada yang berbeda
pendapat tentangnya kecuali dia keluar dari Islam. Oleh Karena itu,
hendaknya kita tidak mencampuradukkan antara mazhab Bani Umayyah dengan
madrasah sahabat atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Apakah benar masalah seputar caci maki Bani Umayyah terhadap Ali terdapat dalam kitab-kitab hadis dan kitab-kitab sejarah ???
Dalam kitab Tarikh Thabari Jilid 2 halaman 239, terbitan Maktabah At
Taufiqiyah (karangan Abu Ja’far At-Thabari, lahir 839 wafat 923 M / 224 –
310 H) :
“Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sofyan ketika
melantik Mughiroh bin Syu’bah di Kufah pada bulan jumady tahun 41 H, dia
memanggilnya. Lalu dia (Muawiyah bin Abi Sofyan) mengucapkan puja puji kepada Allah Swt kemudian berkata :
“Aku ingin mewasiatkan kepadamu mengenai banyak hal, dan aku
serahkan karena aku percaya terhadapmu atas sesuatu yang membuat aku
rido dan membahagiakan kekuasaanku, dan memperbaiki kepemimpinanku,
namun aku tidak mau meninggalkan wasiat padamu mengenai satu hal
:”Janganlah kamu berhenti dari mencaci dan menghina Ali, berkasih
sayanglah kepada Usman dan memintakan ampunan untuknya, dan celalah para
sahabat Ali, serta asingkanlah mereka, dan jangan hiraukan
ucapan-ucapan mereka, dengan memuji Syiah Usman
ridwanallah alaih, dekatilah, dan dengarkanlah mereka, Mugiroh bin
Syu’bah menjawab :” sungguh aku telah melakukannya sebelum aku
diperintahkan, dan aku telah mengerjakannya sebelum kamu dan selain
kamu”
Mugiroh bin Syu’bah berkuasa di kufah sebagai pelayan
Muawiyah selama 7 tahun beberapa bulan. Dan itu adalah pejalanannya yang
terbaik, dan kecintaannya yang sangat terhadap kesejahteraan, hanya
saja ia tidak pernah meninggalkan menghina Ali dan senantiasa
melakukannya dan selalu mencela pembunuh Usman, serta melaknat mereka,
berdoa untuk Usman dengan rahmat dan ampunan dan mensucikan para
sahabatnya…..
Bagaimana riwayat ini dengan hadis yang terdapat dalam Sohih Muslim
ketika Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh Sa’ad bin Abi Waqqos untuk
mencela Ali ??
Mustadrak Al Hakim Jilid 1 halaman 493, terbitan Dar Fikr tahun 1422
H/2002M (karangan Abu Abdillah Al Hakim An-naisabury, lahir 933 – 1015
M/321– 405 H) :
Dari Zaid bin ‘Alaqoh dari pamannya : “ Sungguh
Mughiroh bin Syu’bah mencaci Ali bin Abi Thalib. Kemudian Zaid bin Arqom
berdiri seraya berkata :
“Hai, Mughiroh, tidakkah engkau tahu sesungguhnya Rasul saw
telah melarang mencacimaki orang mati. Kenapa engkau mencaci Ali
sementara ia telah meninggal..?
Disini Zaid bin Arqom tidak mengatakan : ”kenapa engkau mencacimaki
Ali, padahal dia adalah Nafsunnabi ( diri Nabi ), yang mencintai Allah
dan Rasulnya, yang termasuk khalifah ke empat, dan yang……dst,
sesungguhnya Zaid bin Arqom tidak mampu melakukan semua itu, karena dia
takut terhadap kezaliman Bani Umayah).
Pertanyaannya sekarang adalah kenapa sebagian ulama meragukan kitab Mustadrak Sohihain ?
Dalam Kitab
Silsilah Al-Ahadis Sohihah, Jilid 5 halaman 520,
terbitan maktabah Ma’arif, cetakan pertama tahun 1422 H/ 2002 M
(karangan Muhammad Nasirudin Albani, lahir 1914 wafat 1999 M/ 1332-1420
H) :
Al-Hakim telah mengeluarkan hadis dari Zaid bin
‘Alaqoh, dari pamannya : Sesungguhnya Mugiroh bin Syu’bah telah
mencacimaki Ali bin Abi Thalib……. Al-Hakim berkata :” Hadis tersebut
Sohih menurut syarat Muslim ” dan Adz dzahabi menyepakatinya. Aku (Al-Bani) berkata :” dan itu sebagaimana yang telah dikatakan oleh keduanya ……………….dst.
Jadi Al-Bani dan Adz-Dzahabi keduanya mensohihkan hadis berikut ini
: “sesungguhnya mugiroh bin syu’bah telah mencacimaki Ali” dan cacimaki ini diriwayatkan didalam Tarikh At Thabari tentang wasiat Muawiyah.
Padahal Adz-Dzahabi termasuk dari mazhab Umawy bukan dari madrasah Sahabat atau Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Didalam kitab Siyar ‘Alam An-Nubala Jilid 12 halaman 573-574,
terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin
Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
“Aku telah mengumpulkan jalur-jalur hadis
”burung” kedalam satu bagian. Dan jalur-jalur hadis “ siapa yang
menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”, adalah hadis
paling sohih. Dan yang paling sohih dari hadis tersebut adalah hadis
yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari Ali yang berkata:” Sesungguhnya
Nabi saw mengamanahkan kepadaku: ” sungguh tidak ada yang mencintaimu
kecuali mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali munafik”, disini
terdapat tiga masalah[1] ada segolongan yang mencintainya dan ada golongan Nasibi yang membenci Ali karena kebodohan mereka “.
Dengan maksud untuk membebaskan Muawiyah bin Abi Sofyan dan Bani Umayyah.
Sementara dalam kitab yang sama ketika sampai pada Abu Bakar pada Jilid 12 halaman 266 :
Dari Jabir : seorang mukmin tidak membenci Abu Bakar dan Umar, dan seorang munafik tidak akan mencintai keduanya,
hadisnya diabaikan dan matannya benar[2]
Akan tetapi hadis tersebut dikenal tidak sohih.
Semua nas dan ketetapan mengenai keutamaan Ali biasanya mazhab bani
Umayyah langsung memberikannya kepada orang lain dengan tujuan untuk
menghilanglah keutamaan-keutamaan Ali.
———
Note :
- Didalam hadis itu tidak ditujukan untuk Ali, karena tidak
menyebutkan sanadnya siapa yang meriwayatkan dalam sohih Muslim
tersebut, akan tetapi permasalahannya ada pada matan hadisnya
- walaupun sanadnya bohong, namun untuk Ali ada permasalahan dikarenakan matannya
Di dalam kitab
Fathul Bari Jilid 9 hadis ke 3649,
terbitan Dar Fikr, cetakan pertama tahun 1425/2005, (karangan Ibn Hajar
Al ‘Asqolani, lahir 1372 wafat 1448 M / 773-852) : kitab keutamaan
sahabat, Manaqib Al-Anshari, Al Maghozi berkata :
“Manusia terbagi dua kelompok. (sebelum peristiwa bani Umayyah dan Muawiyah) Akan
tetapi para pembuat bid’ah hanya sedikit, kemudian terjadilah pada
pemerintahan Ali apa yang terjadi, yang kemudian lahirlah kelompok lain
yang memeranginya. (Ketika sampai pada masalah kekuasaan maka terdapat tiga kelompok yang berkeyakinan untuk memerangi Ali) Yang
kemudian diperparah oleh para khotib. Mereka mengurangi keutamaan Ali,
dan menjadikan laknat kepadanya dimimbar-mimbar sebagai sunnah, dari
situ manusia kemudian terpecah menjadi tiga kelompok dalam masalah hak
Ali.
- Kelompok Ahlu sunnah : kelompok ini sering
diistilahkan dengan madrasah sahabat, mereka adalah orang-orang yang
menghormati, mencintai serta mengagungkan Ali dan
keutamaan-keutamaannya.
- Kelompok Khawarij – para pembuat bid’ah.
- Kelompok Bani Umayyah yaitu orang-orang yang memerangi Ali dan para pengikutnya.
Kelompok yang ketiga inilah yang ingin kita jelaskan kepada manusia mengenai karakter mereka dan ciri-cirinya.
Kita tahu bahwa menurut keyakinan madrasah Ahlul Bait, Ali adalah
khalifah pertama yang haq secara hukum. Sementara kelompok lain
berkeyakinan bahwa Ali adalah Imam muslimin, khalifah ke empat dan salah
satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dengan surga.
Namun, Berbeda jauh dengan kelompok Bani Umayyah yang ingin
menjadikan sebuah sunnah dengan cara melaknat Ali, mencaci, membenci dan
memeranginya.
Didalam kitab Sohih Muslim, Jilid 2 halaman 979 hadis ke 2404, kitab
keutamaan sahabat, bab keutamaan Ali bin Abi Thalib, cetakan Dar Fikr
tahun 1414 / 1993, (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th
820 wafat th 875 M / 204-261 H):
“ Muawiyah bin Abi Sofyan telah memerintah sa’ad’. ( Ada orang berkata : dalam hadis tersebut tidak ditemukan bahwa Muawiyah telah memerintah Sa’ad untuk mencacimaki Ali )
Lalu Muawiyah berkata : “ Apa yang mencegah engkau dari mencaci maki Abu Turab ??
Sa’ad menjawab: “ Aku ingat Tiga hal yang Rasul
saw pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena
seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada
unta merah.
- Ali berkata kepada Rasul :Ya Rasulullah engkau tinggalkan
aku bersama para wanita dan anak-amak kecil ? kemudian Rasulullah
menjawab : “Tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana
kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku.
- Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang khaibar” pasti
akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah
dan Rasulnya dan Allah serta Rasulnya mencintai dia. Rasul
saw bersabda :” panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui
beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya
kemudian menyerahkan panji kepadanya, maka Allah memberikan kemenangan
ditangannya.
- Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil
anak-anak kami dan anak-anak kalian” Rasul saw memanggil Ali, Fatimah,
Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : Ya Allah merekalah keluargaku.
Dalam kitab Sunan Ibn Majah Jilid 1 halaman 7, terbitan Dar fikr,
(karangan Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qozwini lahir 824 wafat 887
M/ 209-273 H) Pada Mukaddimah kitabnya ia berkata :
” Kami telah menyebutkan hukum-hukum syekh
Muhammad Nasiruddin Albani atas hadis-hadis. Satu persatu hadis yang
telah dinukil dari kitab-kitabnya sohihi sunan. Dan medoifkannya lalu
kami susun semua itu sebagai berikut .
Jadi nas-nas yang diriwayatkan disini, apabila kita temukan terdapat
didalam sumber hadis dia (albani) berkata “ sohih”. Ini pensohihan
(hadis) menurut Alamah AlBani. sementara kita mengetahui pendirian
Albani terhadap madrasah sahabat dan kelompok salafi.
Di dalam hadis ke 121:
“Shohih (diantara dua sisi) telah berkata kepada
kami Ali bin Muhammad, telah berkata kepada kami Abu Muawiyah, telah
berkata kepada kami Musa bin Muslim dari Abi Sabith dia adalah
Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqos berkata : ” Muawiyah mengutarakan
sebagian hajatnya, kemudian masuklah Sa’ad menemuinya, lalu keduanya
memperbincangkan Ali – pen. Muawiyah dan Sa’ad- lalu (Muawiyah)menerimanya,
kemudian marahlah Sa’ad seraya berkata :” engkau mengatakan hal ini
kepada seorang lelaki yang aku pernah mendengar Rasul saw bersabda “
barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya maka Ali adalah
pemimpinnya pula” dan aku mendengar Rasul saw bersabda :” engkau dariku
sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi
setelahku”, dan aku pernah mendengar Rasul saw bersabda:” suatu hari
pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai
Allah dan Rasulnya.
Jika ini tidak dianggap cacian, dan bukti akan kebencian Muawiyah terhadap Ali, maka bukti apa lagi ?
Sedangkan mereka (kelompok Bani Umayyah) selalu berkata : “sesungguhnya syiah Ahlul Bait dan para pengikutnya selalu mencacimaki sahabat ?”
Bagaimana dengan hadis diatas yang menjelaskan bahwa Muawiyah bin Abi
Sofyan telah melaknat Ali diatas mimbar-mimbar dan menjadikannya
sunnah hingga puluhan tahun ?. Dan bagaimana dengan riwayat yang
menyatakan bahwa : ” janganlah engkau mencaci maki sahabat-sahabatku…”
Pandangan-pandangan berikut : “
mereka berijtihad tapi salah “, dan pandangan-pandangan
“tinggalkanlah apa yang telah terjadi diantara para sahabat Rasulullah saw, dan tentang keadilan para sahabat “.
Semua itu adalah isu dan propaganda yang dihembuskan guna membela Muawiyah bin Abi Sofyan dan keturunannya.
Kesimpulannya adalah : Muawiyahlah yang telah memulai sunnah yang buruk ini..!
Rasul saww bersabda :
“Barang siapa yang menjalankan sunnah yang baik
maka pahalanya bagi dia, dan barang siapa yang menjalankan sunnah yang
buruk maka baginya balasannya dan balasan orang yang mengamalkan nya
hingga hari kiamat.
Di dalam kitab Minhajussunah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 466
terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah
Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
“Maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah
lebih baik dari pada pejabat Ali, dan para pejabat Muawiyah adalah Syiah
Usman, mereka itu adalah Nasibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
.
.
Marwan bin Hakam termasuk dari Syiah Usman.
Aisyah berkata kepada Marwan bin Hakam :
” Engkau wahai Marwan , aku bersaksi bahwa Rasul
saw telah melaknat bapakmu sementara engkau masih dalam sulbinya.
(terdapat dalam kitab shahabat Fil Mizan)
.
SIAPAKAH NASHIBI ITU..?
Dalam Siyar A’lam An Nubala terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006
M, dengan tahkik Syuaib Al Arnaut Jilid 18 halaman 184, (karangan
Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
Ibn Hazm berkata :
“Dan yang bertambah didalam hatinya, adalah
ke-syiaahnnya Ibn Hazm kepada pembesar Bani Umayah yang terdahulu maupun
yang kemudian, dan keyakinannya terhadap sahnya kepemimpinan mereka,
sampai dia (Ibn Hazm) dinisbatkan sebagai nashibi.
Syuaib Al Arnut (muhaqik kitab Siyaru A’lam An-Nubala)
berkata :
Nashibi adalah benci kepada Ali r.a dan berwilayah kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.
Sementara khawarij benci kepada Ali tapi tidak berwilayah kepada Muawiyah dan keluarganya.
Menurut Ibn Taimiyah :
Mereka Nashibi itu adalah orang-orang yang
membenci Ali dan berwilayah kepada Muawiyah. namun jika dia mencintai
Ali (bukan meyakini kemaksumannya) dan mengakui keutamaan-keutamaannya
tetapi berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan maka dia syiah. Hal ini
masih berlaku hingga zaman kita sekarang.
Contohnya adalah :
Al Hakim An-Naisabury, dia termasuk diantara orang
yang meyakini bahwa seluruh sahabat itu baik serta meyakini syariat
khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, akan tetapi apa pendapat Adzahabi
terhadap Al Hakim An-Naisabury ?
Di dalam kitab Siyarul A’lam An-Nubala, Jilid 17, terbitan Darul
hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir
1275-1347 M / 673-748 H): dalam terjemah ke 100 (Al-Hakim An-Naisaburi):
” Dia (AL HAKIM) telah
mengarang, lalu mengeluarkan, membedah, dan menimbang, kemudian
mensohihkan, dan dia termasuk dari lautan ilmu namun sedikit syiah.”
Apa penyebab Al Hakim An Naisaburi dituduh syiah..?
Pada kitab yang sama halaman 168 :
Dan dia (Alhakim) berprinsip bahwa sesungguhnya hadis tersebut sohih menurut syarat bukhori dan muslim, -sebagian hadis-hadis itu-diantaranya
adalah hadis tentang burung, hadis man kuntu maulah fa aliyun maulah,
sementara ahli hadis telah mengingkari semua itu, ini adalah cerita yang
kuat. Maka ia menerima dan mengeluarkan hadis tentang burung dalam
mustadraknya ? (kenapa Alhakim mengeluarkan hadis burung itu ? )
sementara dia (Adzahabi) meyakini bahwa seandainya benar ada seseorang
yang lebih utama dari Ali setelah Nabi.Karena Al-hakim mengatakan : “Seandainya hadis ini sohih ketika ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Rasulullah. Karena Rasul saw berdoa :Ya Allah utuslah kepadaku mahlukmu yang paling aku cintai”.
Adz-Dzahabi menjelaskan dalam kitab Tadzkiratil Huffadz, Jilid 2 halaman 103 dia berkata :”
“Adapun hadis burung, memiliki banyak sekali
jalur-jalurnya. Sungguh aku telah mengarangnya secara terpisah serta
mengumpulkannya (jalur-jalurnya) yang mengharuskan agar hadis tsb memiliki aslinya.
Dia (Adz-Dzahab
i)
berkata :
“Mengabarkan kepadaku Ahmad (Fulan) dari Ibn
Thohir, bahwa dia bertanya kepada Abu Ismail bin Muhammad Alharwi
tentang Abi Abdillah Alhakim. Lalu dia menjawab :” seorang yang
terpercaya dalam hadis, seorang rafidoh (syiah) yang buruk. – pen. Kenapa ia rofidoh yang buruk ?, karena Al-Hakim menukil riwayat-riwayat tentang keutamaan Ali-. “ Dan dia(Alhakim) berpaling dari Muawiyah dan keluarganya. (
yaitu Yazid, Walid, Mugiroh bin Syu’bah dll dengan istilah Ibn Taimiyah
: Sungguh Islam berada pada masa kejayaan dan kemakmuran di zaman
mereka ).
Contoh lainnya adalah :
Al-Allamah Ibn Abil Hadid juga dituduh syiah..!
Meskipun dalam pembukaan kitabnya yaitu kitab Syarah Nahzul Balagoh, (Ibn Abil Hadid, lahir th 1190 wafat 1258 M/ 586-656 H).
dia (Ibn Abil Hadid) mengatakan :
” Aku berkeyakinan terhadap syariat yang
disyariatkan oleh khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Dan tidak meyakini
pandangan-pandangan nas…
dan dia sangat menolak keras tuduhan syiah pada dirinya, akan tetapi
semuanya itu tidak memberi manfaat kepada mereka (kelompok Umawy).
selama Ibn Abil Hadid berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan, dan selama
dia tidak membenci Ali. Maka dia akan tetap dituduh syiah.
Pada umumnya para ulama itu mencintai Ahlul Bait dikarenakan ayat Qs. 42 :23 yang penuh barkah yang bebunyi
katakanlah wahai Muhammad aku tidak meminta upah kepada kalian atas seruanku kecuali kecintaan kalian kepada Al Qurba”. Dan disisi lain merekapun mengagungkan musuh-musuh Ahlul Bait.
Qs. 58 :22. :
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka
itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu
adalah golongan yang beruntung.
Sekarang perhatikanlah
apa komentar Ibn Taimiyah dalam kitabnya pada Jilid 6 halaman 201:
“Adapun yang termasuk syiah Usman (para pejabat
Usman) adalah orang yang mencacimaki Ali, dan menampakkan semua itu
diatas mimbar-mimbar dan di tempat-tempat lainnya.“
Di dalam kitab
Siyar A’lam An Nubala, jilid 10 nomer
113, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M. (karangan Syamsuddin
Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
Terjemah al madaini : ”Dia
keheran, dalam memahami sejarah-sejarah, peperangan kecil, hari-hari
arab membenarkan apa-apa yang ia nukil yang sanadnya bersambung keatas.
Dia lahir tahun 230.
Dalam kitab yang sama jilid 10 halaman 402 :
Almadaini bercerita bahwa dia pernah menemui
Al-Makmun “ lalu ia menceritakan hadis-hadis tentang Ali, kemudian
melaknat Bani Umayyah.
Aku (Al-Madaini) berkata: Al-Mutsanna bin
Abdillah Al-Ansori telah menceritakan padaku, ia berkata : pada saat aku
berada di Syam, aku tidak mendengar nama Ali, nama Hasan. aku hanya
mendengar nama Muawiyah, Yazid, Al-Walid. kemudian aku melewati seorang
lelaki yang berada di pintu. seraya berkata :” berilah dia minum ya
Hasan”.
lalu aku bertanya : apakah engkau namai Hasan ?, dengan cepat
dia menjawab: ” Anak-anakku Hasan, Husain, dan Ja’far. Karena semua
penduduk Syam menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah Allah,
kemudian lelaki tersebut melaknat anaknya dan mencacinya,( kenapa?)
Sesungguhnya budaya tersebut telah mengakar di Syam. Bahwa sesungguhnya
menamakan anak-anaknya dengan nama-nama Hasan, Husain agar supaya dia
tidak lupa mencaci dan melaknat Ahlul Bait. Karena apabila menamakan
anaknya Yazid, dia akan lupa melaknat Al Hasan dan Al Husain. Inilah
didikan Bani Umayyah.
Aku berkata (Al Mutsanna kepada lelaki dari penduduk Syam itu) : ”aku kira engkau penduduk Syam yang baik, kalau begitu Neraka Jahannam tidak lebih buruk daripada kamu. Lalu Al-Makmun berkata (kepada Almadaini) :” Sungguh Allah swt telah menjadikan orang yang melaknat pada masa hidup dan meninggal mereka (Ahlul Bait). Dianggap Nasibi.
Dalam Aqdil Farid, Jilid 5 halaman 114 (karya Ibn Abdu Robah Al Andalusi, lahir 860 wafat 940 M / 246-328 H) :
Muawiyah berangkat haji kemudian dia masuk kota
madinah. Dan dia ingin melaknat Ali diatas mimbar Rasulullah,
disampaikan kepadanya(muawiyah) :” bahwa disini ada Sa’ad bin Abi Waqqos, dan kami tidak melihat dia ridha dengan hal ini (melaknat Ali), maka utuslah kepada Sa’ad dan tariklah jubahnya. Maka (Muawiyah) mengutusnya dan menyebutkan kepadanya sebutan itu (keinginan Muawiyah melaknat Ali), maka dia berkata (Sa’ad) :
jika engkau lakukan, aku akan keluar dari masjid dan tidak akan kembali
lagi. Maka Muawiyahpun menunda melaknat Ali hingga Sa’ad meninggal
dunia. Dan ketika (Sa’ad) telah meninggal dunia dia melaknatnya (Muawiyah melaknat diatas mimbar) serta menetapkan kepada para gubernurnya untuk melaknat Ali diatas mimbar-mimbar. Dan merekapun melakukannya.
Kemudian Ummu Salamah Istri Nabi menulis surat kepada
Muawiyah: ”Sungguh kalian sedang melaknat Allah dan Rasulnya diatas
mimbar-mimbar kalian yang secara tidak langsung kalian sedang melaknat
Ali bin Abi Thalib sekaligus orang yang sangat mencintainya, dan aku
bersaksi sesungguhnya Allah dan Rasulnya lebih mencintai dia”.
Di sini Ummu Salamah tidak mengatakan
“Kalian melaknat Ali” tapi Ummu Salamah mengatakan “Kalian melaknat Allah dan Rasul-Nya” (yang mana Imam Ali as adalah diri Nabi saww , melaknat Imam Ali berarti Melaknat Rasulullah saww).
Hasan ‘Alî as-Saqqof, juga turut mengambil bagian dalam celaan dan cercaan terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan . Dia berkata :
“Mu’awiyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan sahabat
dan selain sahabat hanya untuk mencapai kekayaan duniawi.” [Ta’lîq
as-Saqqof terhadap kitab Daf’u Syubahit Tasybîh hal. 237.]
Sayyid Quthb beliau tidak hanya mencela Mu’âwiyah, namun juga ‘Utsmân bin ‘Affân.
HiZBUT TAHRiR ????
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rhm beserta murid dan simpatisannya
beranggapan bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan bukanlah seorang sahabat.
Hizbut Tahrir –berdalih dengan atsar Ibnul Musayyib rhm yang
berpendapat bahwa status sahabat diperoleh jika ia mengikuti minimal
satu atau dua peperangan bersama nabi dan hidup bersama nabi minimal
satu atau dua tahun.
Sedangkan Mu’âwiyah, ia masuk Islâm dan usianya masih 13 tahun. Tidak
ada riwayat yang menjelaskan bahwa ia pergi dan tinggal di Madinah pada
masa Rasul Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam masih hidup dan menyertai
beliau. Rasulullah tinggal di Makkah selama beberapa waktu yang singkat
yang tidak memenuhi lamanya Mu’âwiyah masuk dalam definisi sahabat,
karena itulah Mu’âwiyah bukanlah seorang sahabat. Demikian pernyataan
penulis al-Mulif al-Fikri hal. 148.
Diantara pencela sahabat Mu’âwiyah dari kalangan kontemporer lainnya
adalah, Syaikh Taqîyuddîn an-Nabhânî rahimahullâhu, pendiri harokah
(pergerakan) internasional, Hizbut Tahrîr (Partai Pembebasan/Liberation
Party). Beliau bahkan meragukan status sahabat Mu’âwiyah, agar sifat
‘adâlah (kredibilitas) Mu’âwiyah dapat dilunturkan dengan mudah sehingga
mudah untuk dicela.
Syaikh Taqîyuddîn an-Nabhânî ghofarollahu lahu wa lanâ berkata :
معاوية بن أبي سفيان رأى الرسول واجتمع به, وكل من رأى الرسول واجتمع به
فهو صحابي, فالنتيجة أن معاوية بن أبي سفيان صحابي, وهذه النتيجة خطأ,
فليس كل من رأى الرسول واجتمع به صحابي, وإلا لكان أبو لهب صحابياً
“Mu’âwiyah bin Abî Sufyân berjumpa dan berkumpul dengan Nabî,
sedangkan setiap orang yang berjumpa dan berkumpul bersama nabî adalah
sahabat, sehingga konklusinya Mu’âwiyah bin Abî Sufyân adalah seorang
sahabat. Konklusi ini salah, karena tidak setiap orang yang melihat dan
berkumpul dengan Nabî otomatis adalah seorang sahabat. Jika demikian
keadaannya maka tentulah Abū Lahab bisa dikatakan sebagai Sahabat.”
[asy-Syakhshiyah al-Islâmîyah Juz I hal. 43].
Pendapat Syaikh an-Nabhânî ini ditegaskan kembali oleh pengikut
Hizbut Tahrir, sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab “al-Mulif
al-Fikrî” (hal. 148) :
الصحابي وكل من تتحقق فيه معنى الصحبة, وفُسِّر بأنه إذا صحب النبي ـ
صلى الله عليه وسلم ـ سنة أو سنتين, وغزا معه غزوة أو غزوتين, ومعاوية أسلم
وعمره 13 سنة, ولم يرد أنه ذهب إلى المدينة وسكن فيها في حياة الرسول ـ
صلى الله عليه وسلم ـ وصاحَبَه, والرسول مكث في مكة مدة قصيرة لا تتحقق
فيها معنى الصحبة, وعليه فمعاوية ليس صحابياً
“Sahabat dan setiap orang yang terpenuhi padanya definisi sahabat,
telah dijelaskan (bahwa ia disebut sebagai sahabat) apabila ia menyertai
Nabî Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam selama setahun atau dua tahun dan
turut serta di dalam satu atau dua peperangan. Sedangkan Mu’âwiyah, ia
masuk Islâm dan usianya masih 13 tahun. Tidak ada riwayat yang
menjelaskan bahwa ia pergi dan tinggal di Madinah pada masa Rasul
Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam masih hidup dan menyertai beliau.
Rasulullah tinggal di Makkah selama beberapa waktu yang singkat yang
tidak memenuhi lamanya Mu’âwiyah masuk dalam definisi sahabat, karena
itulah Mu’âwiyah bukanlah seorang sahabat.”.
Akhirnya, dengan mencopot status sahabat Mu’âwiyah, maka sah-sah saja
mencela (jarh) dan menghujat (tho’n) Mu’âwiyah, serta menuduhnya dengan
berbagai tuduhan keji. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh
Muhammad asy-Syuwaikî, mantan anggota Hizbut Tahrir di dalam buku
beliau, “ash-Showâ`iq al-Hâwiyah” (hal. 37), beliau berkata :
ثم إن نفيهم ـ أي حزب التحرير ـ لصحبة معاوية جعلهم يتطاولون عليه
ويجرحونه, فقد جاء في كتاب “نظام الحكم في الإسلام” وهو من منشورات حزب
التحرير الطبعة الثانية 1374هـ ـ 1953م والثالثة 1410هـ ـ 1990م والطبعة
الرابعة 1417هـ ـ 1996م والطبعة السادسة وأظنها الخامسة لكنهم أخطأوا ربما
في الطباعة وهي مؤرخة 1422هـ ـ 2002م وكل هذه الطبعات ذكرت معاوية وتهجمت
عليه منذ خمسين عاماً, وذلك في باب (ولاية العهد من الكتاب المذكور),
فقالوا عنه: إنه ابتدع منكراً, وإنه يحتال على النصوص الشرعية, وإنه يتعمد
مخالفة الإسلام, وإنه لا يتقيد بالإسلام, وإن طريقة اجتهاده على أساس
المنفعة لا على أساس الإسلام.
“Sesungguhnya penafian Hizbut Tahrir terhadap status sahabat
Mu’âwiyah, menyebabkan mereka dapat mendiskreditkan dan mencela
Mu’âwiyah. Di dalam buku “Nizhâmul Hukmi fîl Islâm” yang termasuk
publikasi Hizbut Tahrir pada cetakan ke-2 (th. 1374/1953), ke-3 (th.
1410/1990), ke-4 (th. 1417/1996) dan cetakan ke-6 yang saya kira
sebenarnya adalah cetakan ke-5 (th. 1422/2002), mungkin salah cetak.
Seluruh cetakan buku ini menyebut Mu’âwiyah dan mendiskreditkan beliau
semenjak 50 tahun lalu. Hal ini terdapat di dalam Bab “Wilâyatul Ahdi
minal Kitâbil Madzkūr”, dimana mereka mengatakan bahwa Mu’âwiyah telah
mengada-adakan suatu kemungkaran dan melakukan penipuan terhadap
nash-nash syariat. Beliau bersandar kepada sesuatu yang menyelisihi
Islâm dan tidak mengikat diri dengan Islâm, serta metode ijtihadnya
berdiri di atas landasan keuntungan semata bukan di atas landasan
Islâm.”
Demikian pula di dalam buku “al-Kurôsah” atau “Izâlatul Utrubah”,
karya para pemuda (Syabâb) Hizbut Tahrir, mereka menuduh Mu’âwiyah bahwa
beliau telah melakukan kelicikan dan pengkhianatan, serta mencuri
kekuasaan. Hal ini terdapat di dalam bab “Mughtashob as-Sulthah.”
Dengan mengeluarkan status Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai sahabat,
mereka dapat dengan mudah menjarh dan mencela Mu’awiyah Radhiyallahu
‘anhu, bersamaan dengan itu mereka berkilah : “Kami tidak pernah mencela
Sahabat karena seluruh sahabat adalah adil (kredibel), sedangkan
Mu’awiyah bukanlah seorang sahabat.”
Abu Hassan seorang Syiah menulis e mail kepada saya mengenai Muawiyah r.a , saya titipkan tulisannya di sini :
Muawiyah penulis wahyu.
Kalau Ibnu Ishak yang banyak meriwayat kisah sejarah dituduh
mengada adakan cerita untuk kebaikan Shiah, Wallahuaklam, tapi cerita
Muawiyah sebagai penulis wahyu pun saya tidak dapat terima bulat-bulat.
Setahu saya, Muawiyah tetap tinggal di Mekah walaupun selepas pembukaan
Mekah pada tahun 8 hijrah. Kemungkinan terjadi perjumpaan nya dengan
Rasulallah hanya semasa penaklukan Mekah dan haji Wada’ saja. Waktu itu
siapalah Muawiyah hingga Rasulallah nak bagi perhatian kepadanya. Beribu
–ribu tokoh Islam dari berbagai puak dan sanak saudara beliau turut
mahu berjumpa Rasulallah juga. Saudara percayakah bahawa Abu Sofian
yang terpaksa memeluk Islam akan bawa anaknya Muawiyah untuk menjadi
penulis wahyu seolah olah nilai wahyu bagitu besar dan benar disisinya.
Abu Sofian ni, kalau ia beriman dengan al Quran , dah lama ia masuk
Islam.
Kalau benar pun Muawiyah menjadi penulis wahyu atau
penulis rasulallah, ayat apa yang ditulisnya. Surat kepada siapa yang ia
tulis. Saudara harus faham bahawa sangat sadikit ayat yang turun semasa
pembukaan Mekah dan Haji Wida’, jadi apa pentingnya penulisan Muawiyah
ini jika dibandingkan dengan lebih 6000 ayat al Quran. Menjadi penulis
tak ada apa kelebihan pun , ramai yang menjadi penulis wahyu , Siapa
yang pandai menulis boleh menulis ayat al Quran yang didengarinya
termasuk juga Muawiyah. Saudara tahu kenapa rasulallah memilih beberapa
orang sebagai penulis wahyunya? Jawapannya mudah dan saudara mampu
fikir sendiri. Keadaan ini tidak sesuai dengan Muawiyah yang tinggal di
Mekah.
Lagi keanihan pandangan Ulama AS dalam masalah ini.
Dalam Blok saudara yang saya telah baca, seorang penulis dalam
mengkritik syiah, lantas berhujah bahawa orang shiah memusuhi Muawiyah
sebenarnya antara lain bermaksud untuk menolak kesahihan al Quran
kerana Muawiyah adalah seorang penulis Wahju Rasulallah.
Saya tidak mempunyai kata kata yang sesuai terhadap
penulis yang ….. ini. Apakah dia ingat jika Muawiyah tidak menulis, al
Quran tidak dapat ditulis oleh orang lain kah? Apa dia tak mengajikah
sejarah al quran diturunkan dan bagaimana pemeliharaan terhadapnya
dilakukan? Inilah yang saya katakan bahawa kebanyakan hujah AS tidak
mampu bertahan apabila berhadapan dengan Akal (logic).
jawaban ustad
syi’ah ali &
AHLUL BAIT NABI SAW:
Apakah Mu’awiyah Termasuk Penulis Wahyu?
Dipastikan bahwa Mu’awiyah masuk Islam setelah Fathu Makkah, pada
tahun ke-10 H. Pada waktu itu Al-Quran sudah mulai mendekati
kesempurnaan dalam proses turunnya wahyu itu kepada Nabi Saw. Namun
seperti yang dikatakan oleh sejarawan bahwa pembukaan kota Makkah itu
jatuh pada tahun ke-8 H dan pada tahun itulah Abu Sufyan masuk Islam.
Saat itu Mu’awiyah tidak mengikuti jejak ayahnya dan justru mengirim
surat kepada Abu Sufyan yang isinya mencerca bapaknya karena ia masuk
Islam.
Ketika Islam telah tersebar ke semua pelosok Jazirah Arab, bahkan
hingga keluar Arab barulah Mu’awiyah menyatakan masuk Islam. Setelah
masuk Islam ia banyak dihina oleh kaum Muslimin, mereka membencinya
karena kelakuannya yang buruk. Untuk itulah Abbas bin Abdul Muthalib
mengusulkan kepada Nabi Saw agar ia diberi pekerjaan hingga kaum
Muslimin berhenti membencinya. Maka Nabi saw pun memberikan pekerjaan
sebagai sekretaris dalam surat menyurat Nabi Saw kepada orang-orang yang
akan beliau dakwahi, dengan demikian terpenuhilah permintaan pamannya
Abbas. (
Ibnu Abi Al-Hadid mengatakan di dalam kitabnya
Syarh Nahjul Balaghah juz 1, “
Mu’awiyah
termasuk salah satu dari sekretaris Nabi saw, namun terdapat perbedaan
pendapat, apakah dia termasuk penulis wahyu juga)
Muawiyah ra. meriwayatkan hadits dari Rasulullah sebanyak seratus
enam puluh tiga hadits. Beberapa sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan
hadits darinya antara lain: Abdullah bin Abbas, Abdulah bin Umar,
Abdullah bin Zubair, Abu Darda’, Jarir aI-Bajali, Nu’man bin Basyir dan
yang lain. Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain: Sa’id bin
al-Musayyib, Hamid bin Abdur Rahman dan lain-lain.
ini contoh hadis palsu berlabel shahih tentang ayah mu’awiyah yang
menceritakan Mu’awiyah adalah penulis wahyu : Telah meriwayatkan Imam
Muslim didalam Sohihnya dari hadits Ikrimah bin Ammar, dari Abi Zamil
Sammak bin Walid dari Ibnu Abbas bahwasanya Abu sofyan Berkata : Wahai
Rasulullah berikanlah tiga perkara kepadaku? Rasulullah menjawab: “ya”.
Beliau berkata: perintahkanlah aku supaya memerangi orang-orang kafir
sebagaimana dulu aku memerangi orang-orang Islam., Rasulullah menjawab:
“ya”, Beliau berkata lagi: dan Muawiyah engkau jadikan sebagai penulis
disisimu? Rasulullah menjawab: “ya”.
Menjadi Penulis Wahyu Bukan Keutamaan Mu’awiyah.
Suatu ketika pernah saya membaca buku seorang Syaikh Salafy yang
berkaitan dengan keutamaan Muawiyah. Kurang lebih Syaikh itu mengecam
mereka yang menjelek-jelekkan Muawiyah. Syaikh itu menuduh mereka yang
menolak keutamaan Muawiyah sebagai antek-antek orientalis yang ingin
menjatuhkan nama Islam. Menurutnya Muawiyah adalah seorang penulis wahyu
dan menolak hal ini sama halnya dengan meragukan Al Quran sendiri.
Alasan ini terlalu aneh bagi saya. Bukankah yang menulis wahyu itu
ada banyak dan lagipula apa benar menjadi penulis wahyu adalah keutamaan
yang begitu besarnya sehingga siapapun yang menjadi penulis wahyu tidak
boleh dikecam perilakunya. Lantas bagaimana dengan hadis berikut:
عن أنس بن مالك قال كان منا رجل من بني النجار قد قرأ البقرة وآل عمران
وكان يكتب لرسول الله صلى الله عليه و سلم فانطلق هاربا حتى لحق بأهل
الكتاب قال فرفعوه قالوا هذا قد كان يكتب لمحمد فأعجبوا به فما لبث أن قصم
الله عنقه فيهم فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا
فحفروا له فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها ثم عادوا فحفروا له
فواروه فأصبحت الأرض قد نبذته على وجهها فتركوه منبوذا
Dari Anas bin Malik yang berkata “Di antara kami ada seorang
laki-laki dari Bani Najjar yang telah membaca surah Al Baqarah dan surah
Ali Imran dan ia seorang penulis wahyu untuk Rasulullah SAW. Kemudian
ia pergi melarikan diri dan bergabung bersama Ahli Kitab yang
menyanjungnya. Mereka berkata ”Orang ini pernah menjadi penulis wahyu
bagi Muhammad” sehingga mereka pun mengaguminya. Tidak beberapa lama
kemudian Allah menimpakan bencana pada orang itu hingga kematiannya.
Mereka para ahli kitab menggali kuburan untuknya dan menguburkannya.
Keesokan harinya bumi telah memuntahkan jasad orang itu ke permukaan.
Mereka ahli kitab itu pun menggali kuburan kembali dan menguburkannya
tetapi keesokan harinya bumi kembali memuntahkan jasad orang itu.
Lagi-lagi mereka menggali kuburan dan menguburkan jasad orang itu dan
begitu pula keesokan harinya bumi memuntahkan kembali jasad tersebut.
Akhirnya mereka ahli kitab membiarkan jasad orang itu terbuang.
(Shahih Muslim juz 4 hal 2145 hadis no 14 tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi).
Sepertinya nasib seorang Penulis wahyu dalam hadis ini benar-benar
sangat buruk sehingga bumi tidak bersedia menerima jasadnya. Apa yang
terjadi, bukankah menjadi seorang penulis wahyu adalah keutamaan yang
sangat besar. Ah entahlah, saya tidak terlalu mengerti hadis ini.
Mu’awiyah Adalah Pembunuh Imam Hasan.
Dalam pembunuhan Imam Hasan, cucu Nabi Saw, kalaupun Mu’awiyah
disebut bukan pelakunya tetapi ia adalah penghasut yang mengakibatkan
terbunuhnya Al-Hasan. Para sejarahwan, dan ahli hadis Ahlussunnah telah
menulis, di antaranya
Ibnu Abdi al-Barr dalam kitab
al-Isti’ab,
al-Mas’udi dalam kitab
Itsbatu al-Wasiyyah,
Abu Al-Faraj dalam kitab
Maqatilu al-Thalibin, meriwayatkan sebuah hadis yang bersumber dari Sa’ad bin Mughirah ia berkata, “
Mu’awiyah
mendatangi anak perempuan dari Asy’ats, dan berkata, ‘Saya akan
mengawinkanmu dengan anakku Yazid, dengan syarat kau harus meracun Hasan
bin Ali.’ Kemudian dia diberi hadiah seratus dirham. Perempuan itu
menerima syarat tersebut dan tidak lama kemudian ia berhasil meracuni
Imam Hasan.”.
Hal ini sudah menjadi berita yang diakui kebenarannya, mengenai
Mu’awiyah yang menjadi sebab terbunuhnya Imam Hasan bin Ali, sebagaimana
dinukil oleh
Sabath ibn al-Jauzi di dalam kitabnya
Tadzkiratul Khawash, dalam judul, “
Sebab Meninggalnya Hasan”, juga telah dinukil oleh
Ibnu Hajar dalam kitab
Shawaiq al-Muhriqah, akhir bab ke-10.
Juga telah dikutip dari beberapa ahli hadis dan ahli sejarah di antaranya
Abdu al-Barr dalam kitabnya
al-Isti’ab,
Ibnu Jarir al-Thabari dalam
Tarikh-nya,
mereka berkata bahwa ketika Mu’awiyah mendapat berita tentang kematian
Hasan bin Ali, dia tampak gembira. Demikian pula orang-orang yang berada
disekelilingnya.
Di sini saya hanya akan menukilkan sebagian dari dalil al-Quran dan
hadis dan dari sikapnya yang bertolak belakang dengan konsep Islam dan
kaum muslimin.Firman Allah SWT, “
Dan kami tidak menjadikan mimpi
yang telah kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi
manusia dan demikian pula pohn kayu terkutuk dalam al-Quran dan kami
mankut-nakuti mereka tetapi yang demikian itu hanyalah menambah
kedurhakaan mereka.” (QS. Al-Israa: 60).
Ahli tafsir terkemuka seperti Allamah
al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya
ad-Durr al-Mantsur,
Fakhrurazi dalam
Tafsir al-Kabir, menukil beberapa priwayatan dengan jalan yang beragam tetapi mempunyai satu makna.
Disebutkan
bahwa Rasulullah Saw memimpikan Bani Umayyah yang hendak menyerang
mimbar Nabi Saw dengan serangan yang kejam, bagaikan monyet yang sedang
menyerang manusia. Hal itu cukup merisaukan Nabi Saw, hingga turunlah
ayat tersebut. Jadi Bani Umayyah itulah yang disebutkan bagaikan “Pohon
kayu yang terlaknat.” Sudah pasti otak pelakunya adalah Abu Sufyan dan orang-orang sesudahnya yaitu Mu’awiyah, Yazid dan Marwan.
Ayat kedua yang menjadi dalil bahwa Bani Umayyah itu terlaknat, adalah firman Allah Swt, “
Maka
apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan akan memutuskan hubungan keluarga? Mereka itulah orang-orang
yang dilaknat Allah dan ditulikannya telinga mereka dan dibutakannya
penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 32-33).
Siapakah orang lebih banyak membuat kerusakan ketika dia berkuasa?
Dan siapa pula orangnya yang lebih memutuskan silaturahmi terhadap
Rasulullah Saw dibanding dengan Mu’awiyah? Sejarah telah membuktikan hal
itu dan tidak seorang sejarahwan pun yang mengingkarinya bahwa
Mu’awiyah itu yang paling banyak merusak dan memutuskan silaturahmi.
Ayat ketiga adalah firman Allah Swt, “
Sesungguhnya orang-orang
yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan
di akhirat dan menyediakan siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57).
Apakah Anda sekalian akan memungkirinya, bahwa Mu’awiyah banyak
menyakiti Nabi Muhammad Saw dan cucunya Al-Hasan dan Al-Husain serta
para sahabat dekat Rasulullah Saw seperti Ammar bin Yasir, Hujr bin
‘Adi, Amr bin Al-Hamak Al-Khaza’i? Apakah menyakiti hati sahabat dekat
Nabi Saw, anak-anak Nabi dan para pemimpin kaum Mukmin itu tidak
termasuk menyakiti Allah dan Rasul-Nya? Sedangkan ayat-ayat di atas
telah nyata menggambarkan persoalan kekejian tingkah laku Mu’awiyah.
Allah Swt telah menyatakan, “
Yaitu hari yang tidak berguna bagi
orang-orang zalim permintaan maafnya, dan bagi merekalah laknat dan bagi
merekalah tempat tinggal yang buruk.” (QS. Al-Mu’min: 53).
Firman Allah Swt lainnya, “
Sesungguhnya laknat Allah adalah atas
ornag-orang yang zalim” (QS. Hud: 18) dan, “Kemudian salah seorang
penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: ‘Kutukan
Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-A’raaf: 44)
Apakah semua penjelasan ini membuat para ulama dan mereka yang mencari keadilan tetap mengingkari kezaliman Mu’awiyah?
Mu’awiyah Pembunuh Orang-orang Mukmin.
Allah Swt berfirman, “
Barangsiapa membunuh orang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam. Dia kekal di dalamnya
dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya. Dan Dia menyiapkan azab yang
besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93).
Berapa puluh orangkah jumlah kaum mukmin yang baik dan sahabat terpilih yang dibunuh oleh Mu’awiyah?
Apakah belum jelas bagi kalian riyawat-riwayat yang telah kami
nukilkan yang sumbernya dari kitab-kitab yang ada di kalangan para ulama
besar Ahlussunnah bahwa yang membunuh Imam Hasan bin Ali as, cucu
kesayangan Rasulullah Saw dengan racun yang dilakukan oleh seorang
perempuan bernama Ja’dah binti al-Asy’ats, atas perintah Mu’awiyah
dengan janji akan dikawinkan dengan anaknya Yazid?
Mu’awiyah telah membunuh Hujr bin ‘Adi, sahabat Nabi Saw beserta
tujuh orang lainnya dari sahabat orang-orang mukmin. Apa yang sebenarnya
dia inginkan?
Ibnu Abdul Barr dalam
kitab Al-Isti’ab, dan
Ibnu Atsir dalam
kitab Al-Kamilmenyebutkan, “
Sesungguhnya
Hujr adalah salah seorang sahabat Nabi Saw yang dekat dan utama yang
telah dibunuh oleh Mu’awiyah bersama tujuh orang sahabat lainnya, hanya
karena keengganan mereka untuk melaknat Ali bin Abi Thalib.”.
Ibnu Asakir,
Ya’kub bin Sufyan dalam
Tarikhnya dan
Al-Baihaqi dalam
Al-Dala’ilmenyebutkan bahwa
Mu’awiyah
mengubur Abdurrahman bin Hassan al-Anzi hidup-hidup. Ia adalah salah
satu dari tujuh orang yang terbunuh bersama Hajar bin Adi.
Bukankah pembunuhan Ammar bin Yasir sahabat Rasulullah Saw juga
dilakukan oleh tentara Mu’awiyah? Para ulama dan ahli hadis menyatakan
bahwa Nabi Saw jauh sebelumnya pernah berkata kepada Ammar, “
Wahai Ammar! Pada suatu saat nanti engkau akan dibunuh oleh kelompok orang yang membenci kamu.”
Apakah kalian memungkiri hadis Nabi Saw yang menyatakan bahwa
pembunuhan terhadap Ammar pada perang Shiffin dilakukan oleh Mu’awiyah
dan tentaranya?!
Bukankah pembunuhan terhadap sahabat Nabi Saw yang terhormat Malik
al-Asytar itu juga dilakukan oleh Mu’awiyah dengan cara meracunnya?
Bukankah para sahabat Mu’awiyah juga membunuh Muhammad bin Abu Bakar
dengan tidak memberinya minum serta membakar tubuhnya? Dan ketika
Mu’awiyah mendengar kabar kematiannya dia bergembira dan memuji
pekerjaan mereka.
Bukankah ia juga menyuruh anak buahnya untuk membunuh orang-orang
Syiah pendukung Ali bin Abi Thalib dan para penolongnya dari Ahlulbait?
Bukankah ia juga telah mengirim tentara untuk menjarah harta benda milik orang-orang mukmin?
Kekejaman Basir bin Arthah.
Di antara perbuatan Mu’awiyah yang paling buruk dan tindakannya yang
paling keji adalah mengutus Basir bin Arthah yaitu manusia kejam dan
bengis, menuju Madinah, Makkah, Thaif, Najran, Suriah dan Yaman.
Kemudian memerintahkannya untuk membantai orang-orang dewasa dan
anak-anak, merampas harta mereka serta melenyapkan semua undang-undang
yang berlaku.
Kekejaman Basir bin Arthah ini dinukil oleh banyak ahli sejarah Ahlussunnah di negerinya di antaranya
Abu Faraj al-Ishbahani, Allamah
al-Samhudi dalam
kitab Tarikh al-Madinah dan
Wafa’u al-Wafi,
Ibnu Hallikan,
Ibnu Asakir,
at-Thabari dalam kitab-kitab sejarahnya,
Ibnu Abi Al-Hadid dalam
Syarh Nahjul Balaghah, juz 2 disebutkan,
Mu’awiyah
memanggil Basir bin Arthah yang sangat keras hati, yang dijuluki
sebagai pembunuh professional yang berdarah dingin untuk mencegat
jalan-jalan menuju Hijaz, Madinah dan Makkah hingga ke Yaman, seraya
berkata kepadanya, ‘Wahai Basir katakan kepada mereka yang melewati
jalan tersebut, kalau dirinya menginginkan selamat dan dapat kembali ke
negara masing-masing hendaklah ia mentaati Mu’awiyah. Ingatkan mereka
bahwa mereka telah di kepung serta perintahkan mereka untuk membaiatku.
Seandainya mereka menolak bunuhlah mereka dan bunuh juga orang-orang
Syiah yang taat kepada Ali dimana pun mereka berada!”.
Basir bin Artha mentaati dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh
Mu’awiyah dengan menghadang semua orang yang melewati jalan-jalan
menuju Makkah, Yaman, Hijaz dan Madinah serta memasuki daerah-daerah
yang dia lewati kemudian membunuh orang-orang yang dia temui, hingga
akhirnya memasuki rumah Abdullah bin Abbas yang kebetulan tidak di
rumah, maka serta merta dia merebut dua anaknya yang masih kecil dari
pelukan ibunya, dan dengan tangan dinginnya dia menyembelih kedua anak
tersebut dengan disaksikan langsung oleh ibunya yang menatapnya dengan
penuh ketakutan.
Ibnu Abi Al-Hadid dalam
Syarh Nahjul Balaghah juz 2 menyebutkan bahwa
orang-orang
yang terbunuh di tangan Basir berjumlah hampir 30.000 orang dan juga
membakar dengan api sebuah kampung beserta para penduduknya yang masih
berdiam di sana.
Apakah kekejaman yang dilakukan oleh Mu’awiyah dan Yazid masih Anda
ragukan? dan juga Anda masih belum mau melaknat keduanya serta
orang-orang yang sejalan dengan keduanya?
Mu’awiyah Memberikan Perintah Melaknat Imam Ali bin Abi Thalib.
Di antara dalil yang memperjelas kekafiran Mu’awiyah dan sahabatnya
adalah perintahnya terhadap kaum Muslimin untuk melaknat Ali dan memaksa
mereka agar melakukannya dengan ancaman yang berat. Dia perintahkan
orang-orang agar melakukan kemungkaran tersebut pada setiap khutbah
Jumat mereka. Perbuatan Mu’awiyah ini telah tertulis dengan sangat jelas
di dalam banyak kitab sejarah, baik yang bersumber dari kalangan Syiah
sendiri ataupun dari kitab-kitab tarikh dan/atau hadits kalangan
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Mu’awiyah membunuh kaum Mukmin yang berusaha mencegah dan membangkang
peraturan itu seperti Hujr bin Adi dan para sahabatnya. Seluruh ulama
Islam telah menetapkan hadits mutawatir ketika
Nabi Saw bersabda,
“Barangsiapa mencaci Ali, berarti dia telah mencaci diriku dan barang
siapa mencaciku, berarti dia telah mencaci Allah Swt!”
Banyak dari kalangan ulama besar Ahlussunnah seperti
Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya
Al-Musnad,
An-Nasa’i dalam kitabnya
Al-Khasha’is,
Al-Tsa’labi dalam
tafsirnya,
Fakhrurrazi dalam
kitab tafsirnya,
Ibnu Abi Al-Hadid dalam
Syarh Nahjul Balaghah, Allamah
Al-Kanji Asy-Syafi’i dalam
Kifayatut Thalib,
Sabath bin Al-Jauzidalam
Al-Tadzkirah,
Syaikh Al-Qundusi Al-Hanafi dalam
Yanabi‘
AL-Mawaddah, Allamah
Al-Hamdani dalam
Mawaddatu al-Qurba,
Al-Dailami dalam
Firdaus,
SyaikhMuslim bin Hajjaj dalam Shahih-nya (Shahih Muslim), Muhammad bin Thalhahdalam
Mathalibu al-Su’al,
Ibnu Shabagh al-Maliki dalam
al-Fushul,
Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak,
Al-Khatib al-Khawarizmi dalam
Al-Manaqib,
Syaikhul Islam Al-Humawaini dalam
Al-Fara’idh,
Al-Faqih Asy-Syafi’i Ibnu Al-Maghazili dalam
Al-Manaqib,
Thabari dalam
Adz-Dzakha’ir,
Ibnu Hajar dalam
As-Sawa’iq al-Muhriqahdan lain-lainnya dari para ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah.
Hadis yang diriwayatkan oleh mereka sangatlah banyak, di antaranya sabda Nabi Saw, “
Barangsiapa menyakiti Ali, maka dia telah menyakitiku, dan barangsiapa yang menyakitiku maka laknat Allah baginya.“
Ibnu Hajar meriwayatkan sebuah hadis yang lebih umum dan lebih mencakup persoalan di atas, yaitu dalam
al-Shawa’iq bab
tentang peringatan bagi orang-orang yang membenci Ali, ia berkata bahwa
Nabi
Saw bersabda, “Wahai Bani Abdul Muthalib! Aku memohon kepda Allah bagi
kalian tiga hal; Agar menguatkan kedudukan kalian, memberikan petunjuk
bagi orang yang masih tersesat di antara kalian, dan mengajarkan
orang-orang yang bodoh di antara kalian, dan aku juga memohon kepada
Allah agar kalian menjadi orang-orang yang mulia dan pengasih. Oleh
karena itu apabila ada seseorang yang menganggap dirinya suci, membasuh
kakinya dan sebagian tubuhnya untuk berwudhu kemudian ia shalat dan
berpuasa tetapi dia membenci Ali dan Ahlulbaitku, dia akan masuk neraka.”
Dalam hadis lain
Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa
menjelek-jelekkan Ahlulbaitku maka ia termasuk orang yang murtad kepada
Allah dan keluar dari Islam dan barangsiapa menyakiti Ahlulbaitku maka
laknat Allah kepadanya dan barang siapa menyakitiku di dalam
Ahlulbaitku, maka ia telah menyakiti Allah. Sesungguhnya Allah
mengharamkan surga kepada orang-orang yang menzalimi Ahlulbaitku atau
memerangi mereka, atau membantu atas pembunuhan terhadapnya, atau
orang-orang yang menghinanya.”
Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam
Musnad, dan yang lainnya dari ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahwasannya
Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa menyakiti Ali, maka pada hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan Nasrani atau Yahudi.”
Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya
Al-Kamil serta yang lainnya dari ahli sejarah Ahlussunnah bahwa
Mu’awiyah
ketika melaksanakan doa kunut pada shalat Shubuh, ia melaknat Ali,
Al-Hasan, Al-Husain , Ibnu Abbas dan Malik Al-Asytar.
Apa yang Anda katakan setelah disampaikannya hadis-hadis yang
terdapat dalam kitab-kitab ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah tidak
ada seorangpun dari ulama besar Ahlussunnah yang mengingkarinya.
Telah diketahui bahwa diantara masalah pokok dalam Islam yang telah
disepakati adalah barangsiapa melaknat atau menghina Allah Swt dan
Rasul-Nya maka ia adalah orang
kafir yang najis dan
terlaknat.
Ada sebuah hadis yang telah diriwayatkan oleh
Allamah Al-Kanji Asy-Syafi’i, seorang
ahli fiqih di dua tanah suci Makkah dan Madinah, juga seorang pemberi
fatwa Iraq dan ahli hadis di negri Syam. Hadis ini juga bersumber dari
seorang hafizh atau penghafal Al-Quran,
Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf Al-Quraisyi, yang terkenal dengan Allamah
Al-Kanji, penulis
kitab Kifayatut Thalib, dinukil dalam
bab 10dengan
sanad yang bersambung kepada Ya’qub bin Ja’far bin Sulaiman, ia
berkata, saya berada bersama bapakku, Abdullah bin Abbas dan Said Ibnu
Jabir yang membawa kami melewati tepian sumur Zamzam. Tiba-tiba ada
sebuah kaum dari penduduk Syam yang mencerca Ali, Abdullah bin Abbas
kemudian berkata kepada Said, ‘Kembalilah kepada mereka.’ Dan ketika
unta yang mereka tumpangi tiba di tempat mereka berkumpul, Ibnu Abbas
berkata, ‘Adakah di antara kalian yang sedang menghina Allah?’ Mereka
berata, ‘Mahasuci Allah! Tak seorang pun di antara kami yang menghina
Allah!’ Ibnu Abbas melanjutkan, ‘Adakah di antara kalian yang sedang
menghina Nabi Saw?’ Mereka menjawab, ‘Tentu tidak seorang pun dari kami
yang menghina Nabi Saw.’ Ia berkata, ‘Siapa di antara kalian yang
menghina Ali bin Abi Thalib?’ Mereka serempak berkata, ‘Kalau ini memang
ada.’ Dia berkata, ‘Saya bersaksi kepada Nabi Saw bahwa saya telah
mendengar darinya pernah berkata kepada Ali, ‘Barangsiapa menghinamu
berarti ia telah menghinaku dan barangsiapa menghinaku ia telah menghina
Allah, dan barangsiapa menghina Allah, ia akan dicampakkan ke dalam api
neraka!“
Hadis ini diriwayatkan oleh banyak para ulama besar Ahlussunnah yang
sanadnya bersambung ke Ibnu Abbas. Mereka itu antara lain adalah
Allamah al-hafizh al-Faqih Ibnu al-Maghazili dalam kitabnya
Manaqib al-Imam Ali, dalam hadis no. 447. Dikeluarkan juga oleh
al-Muhibb at-Thabari dalam kitab Riyadh
an-Nadhirah, juz 2 melalui jalan al-Malla dalam kitab sejarahnya. Demikian pula
al-Muwafiq al-Khawarizmi meriwayatkan di dalam kitabnya
Manaqib,
Allamah Zarnadi dalam kitab
Nuzhum Durur al-Samthin.
Orang Yang Mencaci Ali Adalah Kafir dan Munafik.
Banyak dari kalangan ulama besar kalian Ahlusunah meriwayatkan dari
Nabi
Saw, dengan sabdanya, “Barangsiapa mencintai Ali, ia adalah orang
mukmin dan barangsiapa membencinya, ia adalah orang munafik.” Hadis semacam ini banyak diriwayatkan oleh para ahli hadis besar dari kalangan Ahlussunnah, seperti
Jalaluddin As-Suyuti dalam
Ad-Durr Al-Mantsur,
Al-Tsa’labi dalam kitab
Tafsir-nya, Allamah
Al-Hamdani dalam
Mawaddatu Al-Qurba,
Ahmad bin Hanbal dalam
Musnad,
Ibnu Hajar dalam
Shawa’iq,
Al-Khawarizmi dalam
Manaqib, Allamah
Ibnu Maghazilidalam
Manaqib,
Hafizh al-Qunduzi al-Hanafi dalam
Yanabi al-Mawaddah,
Ibnu Abi Al-Hadid dalam
Syarh Nahjul Balaghah,
Thabrani dalam
Aushath,
Muhibb Thabaridalam
Dzakha’irul Uqbah,
An-Nasa’i dalam
Khashais, Allamah
Al-Kanji Asy-Syafi’idalam kitab
Kifayatut Thalib,
Muhammad bin Thalhah dalam
Mathalibu al-Su’al,
Sabath al-Jauzi dalam
Tadzkiratul Khawash,
Ibnu al-Shabagh al-Maliki dalam
Fushul Al-Muhimmah, dan lain-lainnya.
Mereka seluruhnya mengeluarkan hadis dengan sanad-sanad mereka dan
dengan jalan yang beragam pula, sehingga kedudukan hadis itu termasuk
dalam kategori hadis
Mutawatir, dimana semua telah bersepakat
bahwa orang munafik dan orang kafir yang disebabkan karena mencaci dan
menyakiti Ali bin Abu Thalib, niscaya akan masuk neraka.
Saya akan menukilkan hadis yang diriwayatkan oleh
Allamah al-Kanji asy-Syafi’idalam bab 3 dari kitab Kifayatut Thalib, dengan
sanad
yang bersambung sampai Musa bin Tharif dari Ubayah dari Ali bin Abu
Thalib, ia berkata, “Saya adalah pembagi ahli neraka pada hari kiamat,
dan saya akan mengatakan kepada para hamba Allah, ‘Ambillah orang-orang
ini untuk bagian neraka, atau hindarkan orang ini darinya.‘” Demikian pula apa yang diriwayatkan oleh
Al-Hafizh Abu Al-Qasim Al-Dimasyq dalam kitab
Tarikh-nya serta yang lainnya. Semua itu merupakan hadits yang disandarkan secara
marfu’ kepada Nabi Saw.
Kemudian Allamah
al-Kanji berkata,
“Sebagian
orang mengatakan bahwa hadis ini dha’if. Saya katakan bahwa Muhammad bin
Manshur al-Tusi pernah duduk bersama Ahmad bin Hambali, ketika datang
seseorang yang bertanya kepada Ahmad bin Hambali, ‘Wahai Abdullah,
bagaimana pendapat engkau tentang sebuah hadis yang menyebutkan bahwa
Ali adalah pembagi neraka?’ Kemudian Ahmad bin Hanbal menjawab, ‘Apa
yang engkau ragukan dari hadis ini? Bukankah Nabi Saw pernah bersabda
kepada Ali, ‘Tidak ada yang mencintaimu kecuali orang yang beriman, dan
tidak ada yang membencimu kecuali orang munafiq?’ Kemudian orang itu
menjawab, ‘Benar ya Ahmad!’ ‘Maka dimana tempat orang-orang Mukmin?’ ‘Di
Surga’. ‘Dan dimana letak orang-orang Munafik di akhirat kelak?’ Dia
menjawab, ‘Di neraka.’ Kemudian Ahmad bin Hanbali melanjutkan, ‘Oleh
karena itulah Ali menjadi pembagi para penghuni surga dan neraka.‘” (kitab
Thabaqat-nya imam
Ahmad bin Hanbal)
Allah Swt berfirman, “
Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari api neraka.” (QS. An-Nisa: 154).
Ali Sebaik-baik manusia, Barang Siapa Menentangnya Dia Telah Kafir.
Dalam kitab
Kifayatut Thalib fi Manaqib Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, bab 62 hal 118-119, karangan
Imam Haramain mufti bagi orang-orang Iraq, seorang ahli hadis di negri Syam, ia merupakan sumber rujukan bagi para penghafal hadis, itulah
Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Muhammad al-Qursy al-Kanji Asy-Syafi’iyang wafat pada tahun 658 H. Diriwayatkan dari sanadnya yang bersambung pada jabir bin Abdullah al-Anshari ia
berkata
bahwa saat itu tengah bersama Nabi Saw, ketika Ali bin Abi Thalib
datang menemui beliau dan disambutnya dengan gembira, lalu Nabi berkata
kepadaku, ‘Telah datang kepadamu saudaraku.’ Kemudian beliau menoleh ke
Ka’bah dan menyentuhnya seraya berkata, ‘Demi jiwaku yang berada di
tangan Dia, sesungguhnya Ali dan keluarganya adalah orang-orang yang
memperoleh kemenangan di hari kiamat kelak. Dia adalah yang pertama kali
memperoleh keimanan, yang paling memenuhi perjanjiannya dengan Allah,
paling menegakkan perintah Allah, paling adil di hadapan rakyat, paling
mampu membagi urusan dengan bijak, dan kemuliaannya yang paling agung.’”
Kemudian
al-Kanji berkata, “
Setelah itu turunlah
ayat Allah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
mereka adalah sebaik-baik makhluk.’ (QS. Al-Bayyinah: 7)
Sahabat-sahabat Nabi Saw pun setiap berjumpa dengan Imam Ali selalu menyambutnya dan berkata, “
Telah datang sebaik-baik makhluk”.
Al-Kanji melanjutkan, “
Demikianlah apa yang telah diriwayatkan oleh seorang ahli hadis dari Syam dalam kitabnya Tarikh Ibnu Asakir, dengan jalan periwayatan yang bermacam-macam.
Hadis tersebut disebutkan juga oleh seorang ahli hadis dari Iraq, juga
seorang ahli sejarah Ahllussunnah—saya kira beliau adalah Khatib
Baghdadi—yang diriwayatkan dari Zarrin dari Abdullah dari Ali, dia
berkata bahwa Nabi Saw bersabda, “
Barangsiapa tidak menyebutkan bahwa Ali adalah sebaik-baik manusia, maka dia telah kafir!”
Dalam sebuah periwayatan yang lain yang bersumber dari Hudzaifah, berkata bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “
Ali adalah sebaik-baik manusia, barangsiapa menentangnya, dia telah kafir!” Demikian apa yang telah diriwayatkan oleh
Hafizh al-Dimasyq dalam kitab
Tarikh an al Khatib al-Hafizh. Ditambahkan dalam periwayatannya juag yang bersumber dari Jabir, dia berkata bahwa Nabi saw telah bersabda, “
Ali adalah sebaik-baik manusia. Barangsiapa menentangnya, maka dia telah kafir.”
Dalam
riwayat lain yang bersumber dari seorang ahli hadis dari Syam, dari
Salim dari Jabir dia berkata bahwa dia ditanya tentang Ali, dia
menjawab, bahwa Ali adlah sebaik-baik manusia. Barangsiapa memusuhinya,
maka dia telah kafir.
Atha meriwayatkan dari Aisyah, bahwa suatu hari dia ditanya tentang Ali, maka Aisyah menjawab, “
Ali adalah sebaik-baik manusia. Tidak ada yang meragukannya keuali orang kafir.”
Al-Kanji berkata, “
Demikianlah apa yang telah disebutkan al-Hafizh Ibnu Asakirketika
menceritakan tentang riwayat kehidupan Imam Ali bin Abu Thalib di dalam
kitab Tarikh-nya juz ke 50. karena buku tersebut terdiri dari ratusan
juz, beliau hanya menyebutkan tentang kedudukan dan keutamaan Ali dalam 3
juz saja.
Mencintai Ali Adalah Keimanan Dan Membencinya Adalah Kekafiran dan Kemunafikan
Disebutkan oleh
Ibnu Shabagh al-Maliki di dalam kitab
al-Fushul al-Muhimmah yang dinukil dari kitab
al-Ali, karangan
Ibnu Khalawiyah dari Abu Sa’id Al-Khudri, Nabi Saw berkata kepada Ali, “
Kecintaan
kepadamu merupakan keimanan. Rasa benci kepadamu adalah kemunafikan.
Orang yang pertama kali masuk surga adalah orang yang mencintaimu dan
orang yang pertama kali masuk neraka adalah orang yang membencimu.”
Diriwayatkan oleh
al-Hamdani dalam kitabnya
Mawaddah al-Qurba, bab Mawaddh ketiga, juga Syaikh Islam
Humawaini dalam kitabnya
Fara’idus Simthain, Rasulullah Saw bersabda, “
Tidak ada orang yang mencintai Ali kecuali orang mukmin dantidak ada yang membencinya kecuali orang kafir.” Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Saw berbicara kepada Ali, ‘
Tidak ada yang mencintaimu kecuali orang mukmin, dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik.” (Terdapat juga di kitab
Nahjul Balagah khutbah ke-22, 148, 172 dan 156. Kitab
al-Imamah wa al-Siyasah hal 48, ulama besar Ahlussunnah
Ibnu Qutaibah)
Diriwayatkan oleh
Muhammad bin Thalhah dalam kitabnya
Mathalib al-Sual dan
Ibnu Shabagh al-Maliki dalam
al-Fushul meriwayatkan dari
Imam at-Turmudzi dan
An-Nasa’i dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “
Saya tidak pernah mendapatkan orang munafik pada masa Rasulullah kecuali mereka yang membenci Imam Ali!”
“The erroneous fable still persists that Mu’awiya was a scribe who
wrote down the revelations of Allah’s Messenger. The truth is that when
Abu Sufyan embraced Islam, he besought the Prophet to give Mu’awiya some
measure of position in the eyes of the Arabs; thus he would be
compensated of being slow to embrace Islam and of being one of those who
had no precedence in the new religion. So the Prophet used Mu’awiya for
writing letters and contracts and agreements. But none of the
companions ever said that he wrote down any of the Prophet’s
revelations, as was asserted by Mu’awiyas partisans after he had assumed
the throne. But this is what happens in all such cases”.(Social Justice
in Islam by Sayyid Qutb, English translation by John B. Hardie, page
215).
Ada yang mau memberikan pendapat? Silakan, silakan
.
Sengaja saya buka artikel ini dengan ayat Al Qur’an untuk mendapat
keberkahan dan agar ia menjadi petunjuk bagi kita dalam kajian ini.
Allah SWT berfirman:
الْمُنافِقُونَ وَ الْمُنافِقاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ
يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَ يَقْبِضُونَ
أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنافِقينَ هُمُ
الْفاسِقُونَ.
“Orang-orang munafik laki- laki dan perempuan, sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan
melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya.
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka.
Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang- orang yang fasik.” (QS.
At taubah[9];67).
Ayat di atas menggambarkan kepada kita sebuah kondisi yang terjalin
antara kaum munafiqîn dan munâfiqât. Kondisi hubungan yang terjalin di
antara mereka itu adalah disatukan oleh
walâ’, idiologi dan
kepentingan serta kesamaan kualitas mental dan kejiwaan. Mereka saling
membela dan saling tolong menolong dalam menghadang dan menentang
kebenaran.
Mereka akan saling memberikan pembelaan, dukungan dan akan berusaha
sekuat tenagga untuk mengharumkan nama-nama busuk mereka yang telah
tercemar dengan kemunafikan, kejahatan atas agama dan kemanusian, dan
pengkhianatan-pengkhianatannya.
Kaum Munafikin yang telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya itu
ternyata tidak kesulitan mendapat para pembela di kehidupan dunia ini.
Namun siapakah gerangan yang membela mereka di hadapan Allah SWT kelak?!
Allah berifrman menjelaskan kenyataan ini:
ها أَنْتُمْ هؤُلاءِ جادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَياةِ
الدُّنْيا فَمَنْ يُجادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَمْ مَنْ
يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكيلاً.
“Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat
untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang
akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat Atau
siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah).” (QS. An
Nisaâ’[4]:109).
Kenyataan ini juga terjadi terhadap Mu’awiyah (yang ditegaskan Nabi sebagai pimpinan
Fiatun Bâghiyatun/kelompok
yang menentang kebenaran, dan menganjurkan kepada api neraka). Ternyata
ia juga mendapat pembelaan dari sekelompok orang atau pihak-pihak yang
menyanjung idealisme Mu’awiyah dan keluarga Bani Umayyah.
Berbagai kejahatannya ditutup-tutupi …. apabila tak mampu mereka
tutup-tutupi, mereka mencarikan seribu satu alasan untuk membelanya,
atau membuat-buat kepalsuan atas nama Nabi saw. hadis-hadis yang
menyanjungnya seakan sebagai titisan Ruh suci yang dipersembahkan untuk
penduduk bumi… inilah yang terjadi…. dan apabila ternyata ada ulama yang
bangkit membuktikan keburukan, pengkhiatan dan kemunafikan Mu’awiyah
atau membuktikan bahwa tidak pernah barang sekali pun Nabi saw. bersabda
memujinya, maka para
anshâr dan
awliyâ’/para pembela
keluarga Bani Umayyah bangkit beramai-ramai membelanya dan menuduh
siapapun yang berani membongkar fakta-fakta di atas sebagai membenci dan
menghina sahabat Nabi saw.!
Di antara ulama Ahlusunnah yang dengan berani menyuarakan kebanaran tentang hakikat keburukan Mu’awiyah adalah
Ishaq ibn Râhawaih al-Handhali. Setelah
penelitian panjang dan mendalam tentang berbagai kepalsuan yang banyak
dilakukan musuh-musuh Islam atas nama Nabi suci Muhammad saw., ia
membongkar dengan berani bahwa tidak ada satupun hadis shahih yang
memuji Mu’awiyah yang pernah disabdalan lisan suci Rasulullah saw. ….
Demikian juga dengan Imam an-Nasa’i.
Menyaksikan ketegasan pernyataan tersebut, maka para sisa-sisa pemuja
kesesatan Mu’awiyah tidak terima… mereka memcari-cari berbagai alasan
untuk membela tuan mereka…. akhirnya mereka memutuskan untuk mengakatan
bahwa pernyataan itu tidak shahih pernah disampaikan oleh sang alim,
pakar hadis itu! Usaha itu mereka dukung dengan alasan bahwa ternyata
penukil ucapan itu masih
majhûl/belum dikenal…. .
Haulasyiah berkata:
Kita katakan bahwa riwayat ini tidak shahih, karena di dalam sanadnya
terdapat rowi yang bernama Ya’qub bin Yusuf Al-Asham ayahnya Muhammad
bin Ya’qub bin Yusuf dia Majhul (tidak diketahui keadaannya). Maka jika
suatu riwayat atau hadits yang didalam sanadnya terdapat rowi majhul,
baik majhul ‘ain atau majhul hal haditsnya tidak dapat diterima terlebih
dijadikan sebagai sandaran.
(haulasyiah -meluruskan-pemahaman-tentang-shahabat-muawiyah-bag1)
Akan tetapi usaha itu, sepertinya memilukan dan sekaligus memalukan, sebab;
Pertama: Pengingkar pernyataan itu harus mengajukan bukti bahwa ia
majhûl atau pencacatan lainnya oleh sebagian ahli
Jarh wa ta’dîl, sebab tidak benar menerima pencacatan yang tidak disertai dengan pembuktian.
Kedua: Ternyata pernyataan dan penegasan
Ishaq ibn Râhawai al-Handhali telah
dinukil dan dibenarkan oleh para pakar, peneliti dan korektor hadis
ulung Ahlusunnah…. setiap kali berbicara tentang cacatnya hadis-hadis
keutamaan Mu’awiyah yang banyak beredar di kalangan sebagian masyarakat
berkat usaha getol pemalsu, para ulama tersebut mengajukan pernyataan
Ishaq sebagai bukti penguat dan penegasan seorang pakar yang mumpuni di
bidangnya dengan menyebut silsilah, mata rantai riwayat penukilannya
tanpa sedikitpun mempermasalahkannya atau mempermasalahkan kejujuran si
penukilnya! Bukankah ini bukti kuat bahwa pernyataan itu bersih dari
tuduhan yang dilontarkan para pemuja kesesatan Mu’awiyah?!
Ketiga: Selain itu tidak jarang kita
menemukan di antara pakar dan korektor hadis Ahlusunnah yang menyebutkan
penegasan Ishaq tersebut dengan tanpa menyebut silsilah, mata rantai
riwayat yang menyambungkan kepada Ishaq, dan memastikan bahwa
demikianlah pendapat dan penegasan Ishaq ibn Rahawaih al-Handhali! Dan
itu artinya bahwa kebenaran bahwa pernyataan itu benar-benar telah
diucapkan Ishaq ibn Rahawaih adalah sesuatu yang masyhur dan pasti
sehingga tidaklah terlalu perlu untuk repot-repot menyebutkan sanadnya.
Penyebutan sanad itu diperlukan untuk sesuatu yang belum pasti!
Keempat: Andai mereka telah rampung
mencacat dan melemahkan pernyataan Ishaq ibn Rahawaih, lalu apa yang
mereka katakan tentang pernyataan serupa dari Imam
an-Nasa’i dan ulama lain dan dari
Ibnu Hajar,
al-Mubârakfûri dan lain-lain? Apa pendapat mereka tentang pernyataan
Imam Ahmad ibn Hanbal, seperti akan kami sebutkan di bawah nanti?
Di bawah ini, saya ajak para pemerhati untuk menyimak komentar para pakar dan korektor hadis Ahlusunnah tentang pernyataan
Ishaq al-Handhali.
1) Ibnu al-Jawzi (w. 507H).
Setelah menyebutkan beberapa contoh hadis palsu buatan kaum munafikun
yang memuji Mu’awiyah, Ibnu al- Jawzi mengakhirinya dengan menyebutkan
pernyataan Ishaq ibn Rahawaih sebagai bukti penguat bahwa tidak satupu
hadis
fadhâilMu’awiyah yang shahih.
Dengan sanad bersambung kepada Ya’qub ibn Yusuf, ia berkata, “Aku
mendengar Ishaq ibn Ibrahim al-Handhali (Ibnu Râhawaih) berkata:
لا يَصِحُّ عن النبي (ص) فِيْ فضلِ معاوية بن أبي سفيان شيْيٌْ.
“Tidak shahih sesuatu apapun dari Nabi saw. tentang keutamaan Mu’awiyah.”
Kemudian ia mendukungnya dengan penegasan Imam Ahmad ibn Hanbal yang
membongkar latar belakang pemalsuan atas nama Nabi saw. untuk memuji
Mu’awiyah.
Abdullah putra Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya, “Apa pendapatmu
tentang Ali dan Mu’awiyah? Lalu ia menundukkan kepalanya sejenak
kemudian berkata:
إيشْ أقول فيهِما. إنَّ علِيُّا عليه اللسلام كان كثيرَ الأَعداء،
فَفَتَّشَ أَعداْؤه لَهُ عيبًا فلَمْ يَجِدُوه، فَجاءُوا إلى رجُلٍ قد
حاربَهُ و قاتلَهُ فَأَطروه كيادًا منهم لهُ.
“Apa yang harus aku katakan tentang keduanya? Sesunggguhnya Ali (‘Alaihis Salam)
adalah seorang yang banyak musuhnya, maka musuh-musuhnya mencari-cari
kesalahanya, namun mereka tidak menemukannya, lalu mereka menuju kepada
seorang yang telah memeranginya untuk mereka puji sebagai makar jahat
mereka terhadap Ali.” (Baca al-Mawdhû’at; Ibnu al Jawzi,1/335).
Inilah
khitam miski, penutup yang indah yang disebutkan Ibnu
al-Jawzi ketika menutup rangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis
keutamaan Mu’awiyah.
Dan pada pernyataan Imam Ahmad di atas terlihat jelas bagi kita
motivasi pemalsuan hadis keutamaan Mu’awiyah atas nama Nabi saw. atau
pujian lain dari para sahabat atau lainnya. Ia hanya murni kepalsuan
yang dimotivasi oleh kedengkian…. Dan kedengkian itu sekarang diwarisi
oleh para pendengki dan musuh-musuh Imam Ali as, dengan memuji Mu’awiyah
dan membela kesesatannya.
2) Al-Aini
Dalam syarah Bukharinya,
al-‘Aini menegaskan, “Jika Anda berkata, ‘Telah datang banyak hadis tentang
fadhîlah/keutamaan
Mu’awiyah’, maka saya akan menjawabnya, ‘Ya, benar, akan tetapi tidak
satupun yang shahih dari sisi sanadnya.Demikian
nashsha, ditegaskan
oleh Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta ulama lainnya. Karenanya Bukhari
dalam Shahihnya berkata, ‘Bab yang menyebut Mu’awiyah’ beliau tidak
mengatakan bab tentang keutamaan atau keistimewaan.!
3) Ibnu Hajar al-Asqallani (w. 852H)
Ibnu Hajar al-Asqallâni mempertegas masalah ini ketika ia menjelaskan alasan penamaan bab dengan
Bab Dzikru Mu’awiyah (sebutan
Mu’awiyah) oleh Bukahri…. ia menyebutkan mengapa Imam Bukhari tidak
menyebut nama bab itu dengan bab keutamaan Mu’awiyah? Sebab keutamaan
tidak dapat disimpulkan dari hadis dalam bab tersebut….
Ibnu Hajar juga menyebutkan antek-antek Mu’awiyah dan Bani Umayyah
yang dengan tanpa rasa malu menulis buku yang menghimpun hadis-hadis
palsu keutamaan Mu’awiyah. Para antek tersebut adalah
Ibnu Abu ‘Âshim, Abu Umar, Gulam Tsa’lab dan Abu Bakar an-Naqqâsy.
Setelahnya, Ibnu Hajar mengutip penegasan Ishaq ibn Râhawai seperti
yang dikutip Ibnu al-Jawzi dan juga penegasan Imam Ahmad. Dan setelahnya
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa pernyataan Imam Ahmad itu menunjuk kepada
hadis-hadis palsu yan diproduksi para pemalsu. Setelahnya Ibnu Hajar
mempertegas dengan mengatakan:
وقَد ورد في فضائل معاوية أحاديثُ كثيرةٌ لكن ليسَ فيها ما يَصِحُّ من
طريق الإسناد، و بذلكَ جزمَ إسحاق بن راهويه و النسائي و غيرُهما.
“Dan telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mua’wiyah akan
tetapi tidak satupun yang shahih dasi sisi sanad. Dan dengan ini Ibnu
Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.” (Baca Fath
al-Bâri,14/254-255).
Di sini Anda saksikan bahwa Ibnu Hajar –
Khatimatul Huffâdz,
penutup para pakar hadis, korektor ulung sunnah- telah memastikan bahwa
demikianlah pendapat Ishaq ibn Râhawai, an-Nasa’i dan beberapa ulama
lain. Ia tidak sedikit pun mengesankan adanya keraguan pada kebenaran
penukilan ucapan dan pandangan itu!
4) As Suyuthi (w.911 H)
Dalam kitab
al-La’âli al-Mashnû’ah,
Jalaluddin as-Suyuthi menukil penegasan Ishaq ibn Râhawai dengaan tanpa
sedikit pun mengisyaratkan adanya cacat pada jalur penukilannya. Bahkan
penegasan itu ia sebutkan sebagai bukti kebenaran kesimpulan yang ia
yakini. (baca
al-La’âli al-Mashnû’ah,1/424. Maktabah at-Tijâriyah-Mesir).
5) Asy-Syaukâni (w.1250 H)
Dalam kitab
al-Fawâid al-Majmû’ah,
Asy-Syaukâni juga menukil pernyataan Ishaq ibn Râhawaih ketika menutup
serangkaian pembuktian kepalsuan hadis-hadis keutamaan Mu’awiyah, dan
beliau tidak sedikitpun mempermasalahkan para perawi dalam sanad
penukilan tersebut. (Baca
al-Fawâid al-Majmû’ah:407. Dar al-Kotob al-Ilmiyah-Beirut).
6) Al Mubârakfûri (w. 1353H)
Dalam
at-Tuhfah al-Ahwadzi yang ditulis untuk mensyarahkan kitab Sunan at-Turmudzi, penulisnya; al-Mubârakfûri menegaskan,
“Ketahuilah
bahwa telah datang banyak hadis tentang keutamaan Mu’awiyah, akan
tetapi tidak satupun darinya yang shahih dari sisi sanad. Dan dengan ini
Ibnu Râhawai dan an-Nasa’i serta lainnya menegaskan.”
Kemudian beliau menyebutkan pernyataan Ishaq ibn Râhawai dan Imam
Ahmad sebagai dikutip Ibnu al-Jawzi, tanpa sediktipun meragukan
keshahihan penukilan tersebut!
Bahkan lebih dari itu, dua hadis yang dibawakan at-Turmudi tentang keutamaan Mu’awiyah ia tegakan sebagai tidak shahih.
Hadis pertama:
Dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Ya Allah jadikan Mu’awiyah seorang pemberi petunjuk dan diberi ia petunjuk dan berilah petunjuk orang lain dengannya.”
Tentang hadis ini ia menegaskan, “Al-Hâfidz berkata, ‘Sanadnya tidak shahih.’”
Hadis kedua:
“Ya Allah berilah petunjuk orang dengan Mu’awiyah.”
Hadis ini ia pastikan bahwa pada mata rantai periwayatannya terdapat seorang yang bernama Amr ibn Wâqid ad-Dimasyqi, ia
matrûk/harus dibuang hadisnya. (Baca
at-Tuhfah al-Ahwadzi,10/ 339-340. al-Maktabab as-Salafiyah- Madinah munawwarah).
Demikianlah kita saksikan bagaimana para ulama, pakar dan korektor
hadis telah sepakat menukil dan membenarkan pernyataan tersebut dari
Ishaq ibn Rahawaih.
Lalu apa nilai pengingkaran antek-antek bani Umayyah di zaman kita
ini? Tidak ada alasan lain bagi mereka selain semangat menyanjung
Mu’awiyah seperti yang pernah dilakuakkn para pendahulu mereka yang
dikecam Imam Ahmad ibn Hambal. Apa yang mereka lakukan hari ini sama
dengan apa yang dilakukan para pendahulu mereka. Hati mereka serupa!
Maha benar Allah dengan firman-Nya:
كَذَلِكَ قَالَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِم مِّثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوْبُهُمْ .
“Demikian pula, orang-orang sebelum mereka telah mengatakan
seperti ucapan mereka ini. Hati mereka serupa.” [QS. Al Baqaraah
[2];118]
_____________________________________________________
Al-Nasa’i adalah salah seorang ahli hadits, dan kitabnya termasuk
salah satu pegangan dalam Sunni. Tatkala berada di Kufah, ia
mengumpulkan hadits tentang keutamaan Imam Ali. ia ditanya oleh
sahabatnya, “Dari tadi anda ini meriwayatkan keutamaan Ali tetapi tidak
meriwayatkan keutamaan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan”. Al-Nasa’i
menjawab, “Tidak apa-apa. Saya tidak menemukan satu hadis pun yang sahih
yang meriwayatkan tentang keutamaan Mu’awiyah kecuali hanya satu”. Lalu
sahabat itu meminta, “Ya riwayatkan yang satu itu”. Al-Nasa’i kemudian
mengatakan, “Rasulullah pernah menyuruh Ibn Abbas, yang sedang bermain
untuk memanggil Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Pada panggilan pertama, Ibn
Abbas melaporkan bahwa Mu’awiyah sedang makan dan tidak bisa memenuhi
panggilan Rasulllah. Pada panggilan yang kedua kalinya, Mu’awiyah juga
sedang makan. Kemudian waktu itu Rasulullah mendoakannya. Doa ini
diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut, “Mudah-mudahan Allah tidak
mengenyangkan perutnya”.
Seketika itu marahlah orang-orang yang mendengar al-Nasa’i menyatakan
hal itu. akhirnya al-Nasa’i dipukuli, kemudian dia diangkut ke daerah
lain dan meninggal di tengah perjalanan
.
Alhasil, doa, laknat Nabi atau apapun sebutannya itu pun diijabah Tuhan.
Ketika Mu’awiyah menjadi penguasa, dia hampir tidak bisa berhenti
makan. Bahkan ketika perutnya sudah besar dia masih terus ingin makan.
Adapun hadits tersebut adalah:
حدثنا محمد بن المثنى العنزي. ح وحدثنا ابن بشار (واللفظ لابن المثنى).
قالا: حدثنا أمية بن خالد. حدثنا شعبة عن أبي حمزة القصاب، عن ابن عباس،
قال: كنت ألعب مع الصبيان. فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فتواريت خلف
باب. قال فجاء فحطأني حطأة. وقال “اذهب وادع لي معاوية” قال فجئت فقلت: هو
يأكل. قال ثم قال لي “اذهب فادع لي معاوية” قال فجئت فقلت: يأكل. فقال “لا
أشبع الله بطنه”. قال ابن المثنى: قلت لأمية: ما حطأني؟ قال: قفدني قفدة.
Liat Shahih Muslim, Kitab al-Birr wa al-Shilah wa al-Adab
Tidak percaya? Cek dalam biografi al-Nasa’i dalam kitab-kitab rijal hadith.