Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Kajian Kisah. Show all posts
Showing posts with label Kajian Kisah. Show all posts

Tuhan dan Roti


Ibu: “Tahukah engkau bahwa Tuhan ada di sana ketika engkau mencuri roti dari dapur?”
“Ya”
“Dan Ia mengawasimu sepanjang waktu?”
“Ya”
“Kaupikir, apa yang Ia katakan kepadamu?”
“Ia berkata, ‘Tidak ada orang lain di sini, hanya kita berdua – ambillah dua’.”[]

Gereja Hutan

Pada suatu waktu dulu, ada hutan, di mana burung-burung bernyanyi di waktu siang, dan serangga di waktu malam. Pepohonan tumbuh segar dan bunga-bunga berkembang dan segala macam mahkluk berkeliaran dalam kebebasan.

Dan semua orang, yang masuk di dalamnya, masuk dalam kesunyian, tempat kediaman Tuhan, yang bersemayam dalam keheningan dan keindahan alam.

Tetapi kemudian tiba masa ketidak-sadaran, ketika menjadi mungkin bagi orang untuk membangun gedung seribu kaki tingginya dan merusak sungai dan hutan dan gunung dalam sebulan. Lalu rumah-rumah ibadat dibangun dari kayu-kayu hutan dan dari batu-batu di bawah tanah hutan. Kubah, menara dan puncak menara menjulang tinggi di langit. Udara penuh dengan suara dan lonceng, dengan doa dan nyanyian dan khotbah.

Dan Tuhan tiba-tiba tak punya rumah.[]

Naik ke Surga Atau Mati
Seorang pastor masuk ke tempat minum dan menjadi marah karena ada banyak sekali anggota jemaahnya yang ada di sana. Ia mengumpulkan mereka dan membawa masuk ke gereja.

Kemudian dengan sungguh-sungguh ia berkata, “Semua yang ingin masuk surga, maju ke sebelah kiri.” Semua maju ke sebelah kiri, kecuali satu orang yang tetap tinggal di tempatnya.

Pastor memandang orang itu dengan galak dan berkata, “Engkau tidak ingin masuk surga?” “Tidak,” kata orang itu. “Apakah engkau bermaksud tetap berdiri di situ dan mengatakan kepada saya bahwa engkau tidak ingin masuk surga kalau engkau mati?”

“Tentu saya ingin masuk surga kalau saya mati. Saya pikir pastor mau ke surga sekarang!”[]

Putra Seorang Rabbi Menjadi Kristen

 Rabbi Abraham hidup sebagai teladan. Dan ketika tiba waktunya, ia meninggalkan dunia ini, diiringi puji berkat jemaahnya, yang telah menganggap dia sebagai orang suci dan sumber penyebab utama semua berkat, yang mereka terima dari Tuhan.

Tidak lain di seberang sana, sebab para malaikat keluarga menyongsong dia dengan sambutan puji-pujian. Selama pesta itu rabbi nampak menunduk dan sedih. Ia memegang kepala di tangannya dan tidak mau dihibur. Ia akhirnya dibawa di hadapan Tahta Pengadilan, di mana ia merasa diliputi Cintakasih agung yang tanpa batas dan ia mendengar Suara lembut-mesra tiada taranya berkata, “Apakah yang membuat engkau sedih, putraku?”

“Tuhan Yang Tersuci,” jawab rabbi, “Aku tidak layak akan semua kehormatan, yang dilimpahkan padaku ini. Meski aku dianggap teladan bagi umat, tentu ada sesuatu yang keliru di dalam hidupku, sebab anakku tunggal, tak peduli teladan dan ajaranku, meninggalkan kepercayaan kami dan menjadi seorang Kristen.”

“Jangan ini merisaukan engkau, anakku. Aku tahu betul bagaimana perasaanmu, sebab aku punya anak, yang berbuat hal yang sama.”[]

Awas, Kalau Kulihat Kau Berdoa
Gereja atau Sinagoga itu harus mengumpulkan dana untuk bisa berjalan. Nah, ada sebuah sinagoga Yahudi di mana orang tidak mengedarkan peti dana seperti di gereja-gereja Kristen.

Cara mereka mencari dana dengan menjual karcis tempat pada hari Pesta-pesta besar, sebab di situ jemaat yang datang banyak dan orang bersikap murah hati. Pada hari seperti itu anak kecil datang ke Sinagoga untuk mencari ayahnya, tetapi petugas tidak mengizinkannya masuk, karena ia tidak punya karcis.

“Tetapi,” kata si anak, “ini perkara penting sekali.”
“Semua berkata begitu,” jawab petugas, tak tergerakkan.

Anak jadi putus-asa dan mulai mendesah: “Maaf tuan, biar aku masuk. Ini soal hidup atau mati. Hanya satu menit saja.”

Petugas melunak! “Yah, sudah, kalau penting sekali,” katanya. “Tetapi awas, kalau kulihat engkau berdoa.”

Agama teratur tertib, sayangnya punya banyak kelemahan juga.[]

Source: Anthony de Mello SJ, “Doa Sang Katak 1”, Yogyakarta: Kanisius, Cet. 12, 1996).

Kisah Cinta Abadi Layla dan Majnun


Kisah Qais yang menjadi gila (majnun) karena kerinduannya pada Layla

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan Anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”

Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.

Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.

Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.

Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.

Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan Beban malu pada masyarakat sekitar.

Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”

Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.

Ia menghirup angin dari Barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.

Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.

Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.

Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.

Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.

Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.

Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.

Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.

Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu “Cinta dan Kekayaan”.

Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”

Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi awan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,” pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”

Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai kesamaan dengan yang dimiliki Laila.

Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya, Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha mengelabuinya.

Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.

Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan Altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.

Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.

Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu.

Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.

Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.

Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan Beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.

Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.

Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan Kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan Kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam potongan-potongan Kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.

Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.

Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini Berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini Berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.

Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.

Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.

Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang Bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.

Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan ketenangan Batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi.

Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku, sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila”.

Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah Anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.

Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila.

Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam, padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya.

Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana, yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama bermalam-malam.

Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.

Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan Beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.

Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminumAnggur Cinta-Ku?”

Sang Sufi pun Bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, “Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri.”

Diambil dari Negeri Sufi ( Tales from The Land of Sufis )

Tentang Penulis Laila Majnun, Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami qs :
Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau & Syirin. Kisah sedih Laila & Majnun , dimana Majnun yang Berarti “Tergila-gila akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya gila. Kisah cinta ini dibaca selama berabad-abad, ratusan tahun jauh sebelum Romeo & Julietnya Wiliam Shakespeare sehingga Kisah Laila & Majnun terkenal sebagai kisah cintanya Persia .

__________________

Imam Ali as dan Penjual Kurma


Seorang budak perempuan meletakkan kurma di hadapan tuannya. Si tuan melihat kurma tersebut dan kemudian memandang budak tersebut dengan rasa marah. Budak perempuan itu menundukkan kepalannya. Tiba-tiba kedengaran suara sang tuan bergema di udara,"Ini kurma apa yang kamu beli? Segera kembalikan kurma ini dan ambil uangnya!"

Tangan budak perempuan itu bergetar dan hati kecilnya hancur. Bakul berisi kurma itu diambilnya dan dibawa berjalan. Diperjalanan dia berpikir sendirian, "Mungkinkah lelaki sipenjual kurma itu kasihan pada diriku dan mengambil kurma ini semula?" Tetapi ketika wajah garang sipenjual itu terbayang, kekecewaan melanda jiwanya. Budak perempuan itu berdoa meminta bantuan dari Tuhan semoga kurma itu bisa dikembalikan.

Dia melewati lorong-lorong dan jalan-jalan kecil sehingga tiba di pasar. Kata-kata yang ingin diungkap kepada si penjual berulang kali dihapalkan dan dia memperlahankan langkahnya ketika mendekati toko penjual kurma.Si penjual sedang bercakap dengan seorang lelaki. Budak perempuan itu melap peluh yang keluar dari dahinya dengan tangan bajunya, dia melangkah beberapa tapak menghampiri sang penjual dan memberi salam. Lelaki penjual kurma mendengar suara budak perempuan itu dan melihat kepadanya. Si budak perempuan merasa akan pandangan tajam sipenjual kurma. Si penjual kurma berkata, "Apa yang engkau mau?"

Budak perempuan itu berkata, "Saya minta maaf, tuan saya tidak menginginkan kurma ini dan meminta saya memulangkannya."

Lelaki penjual kurma yang mendengar kata-kata ini, mengerutkan wajahnya dan suaranya seperti panah yang menusuk hati budak perempuan itu. Penjual itu berkata, "Apa maksudmu tuanmu tidak menginginkan kurma ini? Aku tidak akan mengambil kurma ini. Jika dia ingin, dia sendiri harus datang ke sini untuk mendapatkan kurma yang diingininya."

Budak perempuan itu tidak dapat memberi jawaban. Bagaimanapun juga dia harus memulangkan kurma tersebut. Sekali lagi dia meminta kepada si penjual, "Tuan, aku meminta supaya engkau ambillah kurma ini dariku dan jika aku pulang ke rumah dengan kurma ini, tuanku akan menghukum aku. Sipenjual dengan suara yang lebih kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganku. Jika tidak ingin, engkau tidak perlu membelinya dariku, jika sampai malampun engkau meminta dan merayu kepadaku, tidak ada faedahnya. Seperti yang telah aku katakan barang yang telah dijual tidak akan aku ambil kembali."

Budak perempuan yang mendengar ucapan si penjual merasa kecewa. Dia melangkah dua tapak kebelakang. Dia duduk di satu sudut dan kepalanya diletakkan diatas lututnya yang kurus. Ketika itu air matanya mengalir deras. Pada saat yang sama dia merasakan ada bayang seseorang diatas kepalanya. Dia mengangkatkan kepalanya dan matanya memandang seorang lelaki yang dikenali. Dia memiliki wajah yang baik. Pandangannya dipenuhi dengan kasih sayang. Dengan melihat kepada lelaki itu, cahaya harapan kembali kejiwanya. Lelaki itu berkata, "Ada apa anakku? Apa yang telah terjadi?"

Budak perempuan itu dengan tangannya menunjuk ke arah toko kurma berkata, "Orang ini, tempat aku membeli kurma,  dan enggan mengambilnya semula. Tuanku tidak menginginkan kurma ini. Lelaki baik itu mengambil bakul kurma dari tangan budak perempuan tersebut dan dibawanya ke arah toko kurma. Ketika itu si lelaki itu berkata kepada penjual kurma, "Wahai lelaki! Budak perempuan ini tidak  bersalah, ambil kembali kurma ini dan pulangkan uangnya."

Sipenjual yang melihat lelaki ini, menarik mukanya dan dengan suara yang kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganmu. Mengapa engkau turut campur dalam urusan orang lain? Lebih baik engkau tinggalkan perkara ini dan pergilah."

Orang-orang yang lalu lalang dan sebagian pemilik toko yang ada di situ mendengar suara lelaki penjual kurma itu, segera pergi ke arah toko tersebut. Banyak orang yang  mengenali lelaki baik itu dan dengan hormat melihat ke arahnya. Pada waktu itu ada seorang dari kalangan rakyat berkata kepada penjual kurma, "Diamlah! Apakah engkau tidak mengenali lelaki ini? Dia adalah Amirul Mukminin Ali."

Mendengar nama Ali, lelaki penjual kurma merasa terkejut dan bimbang. Dia tidak tahu apa yang harus diucapkan dan apa yang harus dilakukannya.

Lelaki penjual kurma dengan suara tersekat-sekat dan ucapan yang terpotong-potong meminta maaf dari Imam Ali as dan menyesali perilaku buruknya. Imam Ali as ketika melihat akan kesan penyesalan diwajah penjual kurma berkata, "Jika engkau mengubah perilakumu, aku akan memaafkanmu."

Dengan cara ini, sipenjual kurma itu memulangkan uang kepada budak perempuan tersebut dan mengambil kembali kurmanya. Kebaikan Imam Ali menyentuh perasaan budak perempuan itu dan ia mengucapkan syukur kepada Tuhan atas segala karunia-Nya.

Rasulullah Saw bersabda, "Allah menyukai orang mempermudah ketika berjual beli dan membayar serta menerima uang."

Imam Sajjad, Teladan Pengabdian


Tanggal lima Sya'ban tahun 38 H seorang manusia mulia lahir ke dunia. Beliau adalah Imam Ali bin Husein yang dikenal dengan panggilan Imam Ali Zainal Abidin. Beliau juga dijuluki dengan sebutan Imam Sajjad, karena tekun beribadah dan bersujud kepada Allah Swt. Selain dekat dengan Tuhan, Imam Sajjad juga dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, penyantun terutama kepada orang miskin, anak yatim dan orang-orang tertindas.

Manusia mulia ini juga dikenal dengan doa-doanya yang memiliki ketinggian bahasa dan kedalaman maknanya yang menjulang. Beliau menjalani malam dengan doa dan ibadah kepada sang maha Pencipta. Tentang ini, Imam Baqir as, putra Imam Sajjad berkata, "Ketika semua orang di rumah tertidur di awal malam, ayahku, Imam Sajjad bangun mengambil wudhu dan shalat dua rakaat. Kemudian beliau mengambil bahan makanan dalam karung dan memanggulnya sendirian menuju daerah orang-orang miskin dan membagikan makanan kepada mereka. Tidak ada seorangpun yang mengenalnya. Setiap malam orang-orang miskin menunggu beliau di depan rumah mereka untuk menerima jatah makanannya. Tapak hitam dipunggung ayahku merupakan bukti bahwa beliau memanggul sendiri makanan yang dibagikan kepada orang miskin."

Salah satu karakteristik manusia sejak dulu hingga kini adalah hidup bermasyarakat. Dalam interaksi sosial, potensi setiap orang akan muncul untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing sekaligus orang lain. Demikian juga dengan kita sebagai anggota masyarakat. Kita tidak bisa hidup seorang diri tanpa orang lain. Menurut Imam Sajjad, hanya Allah yang tidak membutuhkan yang lain, kita sebagai makhluk saling membutuhkan. Untuk itu, ketika seseorang berkata, "Tuhanku, jadikan aku orang yang tidak membutuhkan orang lain," beliau berkata. Jangan begitu, setiap orang membutuhkan orang lain. Seharusnya beginilah doamu, "Tuhanku! Jadikan aku orang yang tidak membutuhkan orang-orang yang buruk."

Sejatinya, persahabatan dan pengabdian terhadap sesama merupakan salah satu sifat terpuji manusia. Setiap anggota masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan ini. Imam Zainal Abidin dalam Risalah Huquq menyinggung hak antarsesama manusia. Dengan cemerlang, Imam Sajjad menjelaskan bagaimana hak pemimpin terhadap bawahannya dan sebaliknya. Tidak hanya itu, Imam Sajjad juga menjelaskan bagaimana hubungan keluarga menyangkut hak orang tua terhadap anaknya dan sebaliknya, hak bertetangga, berteman dan hak terhadap harta.

Menurut Imam Sajjad, manusia adalah pelayan bagi yang lain, sehingga di masyarakat tumbuh budaya gotong-royong dan saling membantu. Di bagian lain Imam Sajjad mengungkapkan perkataan tentang saudara. Beliau berkata, "Saudara yang buruk adalah orang yang memperhatikanmu ketika keadaan lapang, namun menjauhi ketika sulit." Untuk itu seorang mukmin berkewajiban untuk berbuat baik kepada orang lain.

Dalam pandangan Imam Sajjad, melayani orang lain memiliki berbagai dampak yang sangat besar baik di dunia maupun di akhirat. Salah satunya yang paling natural adalah membantu orang yang terkena musibah dan membutuhkan pertolongan. Imam Sajjad berkata, "Di dunia ini tidak ada yang lebih mulia dari berbuat baik kepada saudara."

Imam Sajjad dalam berbagai riwayat lain menjelaskan bahwa orang yang membantu orang lain akan mendapat ganjaran pahala akhirat, ampunan dosa, kedudukan yang tinggi di surga serta pahala lainnya. Beliau berkata, "Tuhanku, semoga shalawat tercurah atas Muhammad dan keluarganya.., anugerahilah tanganku ini agar bisa berbuat baik kepada orang lain, dan jangan rusakkan kebaikan itu dengan riya dalam diriku."

Imam Sajjad bahkan dalam doanyapun memberikan contoh bagaimana mengabdi dan melayani kebutuhan orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Imam Zainal Abidin kepada putranya berkata, "Barang siapa yang meminta tolong padamu untuk melakukan suatu pekerjaan baik, maka lakukanlah. Jika kamu ahlinya maka lakukan dengan sebaik-baiknya, Jika bukan engkau telah berbuat baik."

Pengabdian adalah tindakan yang dilakukan untuk memenuhi hak orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini meliputi hubungan antar sesama manusia, hubungan dengan Tuhan, dan alam semesta.

Pengabdian terhadap masyarakat akan memiliki kedudukan tinggi bukan diukur dari seberapa besar pekerjaan itu. Tapi, kualitas layanan dan ketulusan niatlah yang menjadi ukuran dari bernilai atau tidaknya pekerjaan itu. Dengan demikian akan menciptakan sebuah ketenangan spiritual bagi seseorang yang bisa berbuat kebaikan bagi orang lain. Terkait hal ini Imam Sajjad berkata, "Sikap bersahabat dan bersaudara seorang mukmin kepada saudara mukmin lainnya adalah ibadah."

Di bagian lain, Imam Sajjad mengingatkan nilai spiritual berbuat baik kepada orang lain dengan mengatakan, " Allah akan menggembirakan orang yang telah menggembirakan saudaramu."

Imam Sajjad dengan tanpa pamrih dan hanya mengharap keridhaan Allah berbuat baik terhadap orang lain. Ketika bersama rombongan bergerak menuju Mekah untuk menjalankan ibadah haji, beliau meminta supaya pengurus rombongan tidak memperkenalkan jati dirinya kepada yang lain. Dengan cara ini rombongan lain tidak mengenalinya, dan beliau bisa leluasa melayani keperluan mereka yang hendak berangkat untuk menunaikan ibadah haji.

Dalam sebuah perjalanan seseorang mengenalinya dan berkata, "Apakah kalian tahu siapa pemuda ini " Ia tidak lain adalah Ali bin Hussein. Rombongan itu berlari mendekati Imam Sajjad dan memberi hormat serta memohon maaf karena tidak mengenalinya. Imam berkata, "Suatu hari saya berangkat bersama rombongan haji dan anggota rombongan mengenalnya dan menghormatiku, sebagaimana mereka menghormati Rasulullah. Akhirnya merekalah yang melayani keperluanku bukan sebaliknya. Padahal saya ingin melayani keperluan mereka. Inilah alasan saya tidak ingin dikenali oleh mereka."

Nasihat Imam Ali as kepada Sahabat Kumail


Sumber :
Buku : Syarah Doa Kumail.
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan.

Ya Tuhanku, bumi tak pernah kosong dari orang-orang yang memelihara hujah Allah, Demi Allah, jumlah mereka sedikit, tetapi mereka besar dalam kehormatan di hadapan Allah.
Melalui mereka Allah menjaga hujah-hujah-Nya dan bukti-bukti-Nya sampai mereka mengamanatkannya kepada orang lain seperti mereka sendiri dan menebarkan benihnya di hati orang-orang yang sama dengan mereka.
Pengetahuan telah mengantarkan mereka kepada pernahaman yang sesungguhnya, dengan demikian mereka mengaitkan dirinya dengan semangat keyakinan. Mereka mengentengkan apa yang dianggap sukar oleh orang-orang yang mengentengkan. Mereka sangat mencintai apa yang dianggap aneh oleh orang jahil. Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh mereka di sini, tetapi ruh mereka berada di atas. Mereka adalah para khalifah Allah di bumi dan penyeru kepada agama-Nya.
Betapa rindu saya akan melihat mereka. Pergilah sekarang, Kumail, ke mana saja Anda mau.

Kumail, ilmu lebih baik dari harta, karena ilmu melindungimu sedangkan harta harus kau lindungi.
Harta berkurang ketika dibelanjakan, tetapi ilmu justeru bertambah saat kau bagikan. Segala sesuatu yang kau peroleh dari pengumpulan harta akan sirna bersama dengan habisnya harta, tetapi apa yang kau peroleh berkat ilmumu akan menetap meski setelah engkau tiada.

O Kumail! Ilmu itu kekuatan dan ia bisa memerintahkan ketaatan. Seorang yang berilmu saat hidupnya akan membuat orang menuruti dan mengikutinya, dan ia dihormati meski setelah kematiannya.

Ingatlah bahwa ilmu itu pengatur dan kekayaan adalah yang diaturnya. Wahai Kumail, pengetahuan adalah iman yang diamalkan. Bersamanya manusia mendapat ketaatan dalam hidupnya dan nama baik setelah matinya. Pengetahuan adalah penguasa sedang harta dikuasai.

Wahai Kumail, orang yang mengumpul harta adalah orang mati sekalipun mereka masih hidup, sementara orang yang berilmu adalah orang yang hidup abadi sepanjang zaman, mungkin tubuh mereka telah lenyap, tapi nama mereka berada di hati (manusia).

Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Wasiat Amirul Mu’minin as kepada Kumail ra


Sumber :
Buku : Syarah Doa Kumail
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan

Hasan bin Syu’bah Harrani, penulis Tuhaf Al-Uqul, menyantumkan hadis dengan silsilah sanad dari Sa’ad bin Zaid bin Arthah sebagai berikut: Aku bertemu dengan Kumail bin Ziyad ra, kemudian aku menanyakannya perihal keutamaan Amirul Mu’minin as.

Beliau menjawab: “Apakah kau ingin tahu apa yang Amirul Mu’minin as wasiatkan padaku?
Ketahuilah bahwa wasiat tersebut lebih baik bagimu daripada dunia dan seisinya.”
“Iya.” Jawabku.
Kemudian beliau melanjutkan, Amirul Mu’minin as mewasiatkan padaku: “Wahai Kumail, setiap hari, ucapkanlah Bismillahirrahmanirrahim, lalu lafadzkan dzikir La haula wa la quwwata illa billah, dan bertawakkallah kepada Allah Swt. Kemudian ucapkan nama-nama (para Imam) dan bershalawatlah untuk mereka.

Wahai Kumail, sesungguhnya Allah Swt mengajarkan adab kepada Nabi-Nya, dan Nabi Allah mengajarkannya padaku, kemudian aku mengajarkannya kepada orang-orang mu’min. Aku akan mewariskan adab kepada mereka yang mulia.

Wahai Kumail, tidak ada ilmu kecuali aku yang membukakannya, juga tidak ada suatupun kecuali Imam Al-Qa’im as yang menutupnya.
Wahai Kumail, para Nabi dan Imam berasal dari satu nasab dan pohon kebaikan, Sesungguhnya Allah Swt Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Wahai Kumail, janganlah menuntut ilmu kecuali dari kami, supaya dirimu tergabung bersama kami. Wahai Kumail, setiap amal perbuatanmu membutuhkam ma’rifat (setiap perbuatan harus dimulai dari ma’rifat).

Wahai Kumail, ucapkanlah “bismillah” sebelum makan. Dengannya kamu akan terhindar dari keburukan. Sesungguhnya nama Allah Swt adalah obat segala penyakit.

Wahai Kumail, ajaklah orang lain makan bersamamu dan janganlah bersifat bakhil. Karena bukan dirimu yang memberi mereka rizki, dan Allah Swt akan memberimu banyak pahala atas perbuatanmu itu.

Berbuat baiklah kepadanya (mereka yang makan bersamamu), berperilakulah dengan wajah yang ramah terhadap mereka. Juga janganlah mencela dan berbuat buruk kepada para pekerjamu. Wahai Kumail, ketika sedang makan, maka makanlah dengan perlahan, supaya mereka yang makan bersamamu dapat mengambil bagiannya.

Wahai Kumail, ketika kau selesai makan, bersyukurlah kehadirat Allah Swt atas rizkimu. Ucapkan rasa syukur ini dengan suara yang tinggi, sehingga yang lain akan ikut bersyukur, dengan inilah pahala dari Allah Swt akan bertambah.

Wahai Kumail, jangan penuhi lambungmu dengan makanan, simpanlah ruang untuk nafas dan air. Janganlah kau menyentuh makanan kecuali di waktu kau membutuhkannya. Dengan beginilah kau mengambil kekuatan darinya (yaitu makanan dapat ternutrisi dengan baik).

Ketahuilah, badan yang sehat adalah sedikit makan dan sedikit minum. Wahai Kumail, keberkahan harta terdapat dari orang yang memberi zakat, membantu sesama mu’min dan menyambung tali silaturrahmi.

Wahai Kumail, perbanyaklah memberi kepada mu’min yang ada di kaummu dibandingkan yang bukan mu’min dari kaummu. Dan perbanyaklah rasa kasih sayangmu pada mereka dan bersimpatilah pada mereka serta bersedekahlah pada kaum faqir miskin.

Wahai Kumail, jangan tinggalkan orang yang membutuhkan, walaupun sekedar memberinya setengah buah anggur ataupun kurma. Sesungguhnya di sisi Allah Swt, sedekah itu akan tumbuh.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya hiasan seorang mu’min adalah rendah diri, keindahannya adalah suci, kemuliaannya adalah mempelajari (hukum-hukum agama) dan kehormatannya adalah meninggalkan bincang-bincang.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya amal perbuatan seorang hamba setelah bersaksi kepada Allah Swt dan Auliya-Nya adalah kesucian, toleransi dan sabar.

Wahai Kumail, jangan tunjukkan kefaqiran dan kelemahanmu pada masyarakat sekitar. Sabarlah atas itu semua dan demi keridhaan Allah Swt, tutupilah itu semua dengan kemuliaan.

Wahai Kumail, bukan sesuatu yang patut dihalau untuk menceritakan rahasia pribadi kepada saudaramu. Namun saudara yang manakah?
Yaitu yang tidak meninggalkanmu di kala susah, menaungimu ketika dilanda kerugian dan tidak menghindar, ketika kau menanyakan sesuatu ia tidak berkhianat, tidak meninggalkanmu sendirian walaupun tahu kau tidak terkekang dan ketika kau terkekang ia akan menyeleseikannya.

Wahai Kumail, mu’min adalah cerminan mu’min. Yaitu mengatakan aibnya kepadanya, peduli dengan keadaanya serta membantu di kala fakir dan sakit.

Wahai Kumail, para mu’min saling bersaudara, di antara saudara tidak ada yang lebih tinggi dan lebih baik. Wahai Kumail, jika kau tidak menyukai saudaramu, berarti kau bukan saudaranya.
Mu’min adalah pengikut kami imam-imam ma’shum as serta yang mengatakan perkataan kami.
Maka barangsiapa yang melawan perkataan kami, maka terputuslah dari kami. Barangsiapa yang telah terpisah dari kami tidak akan bergabung dengan kami kelak. Maka (karena keadaan yang demikian) ia akan merasakan api yang paling hina.

Wahai Kumail, ia yang resah akan menampakkan kegundahan hatinya. Bagi ia yang menampakkan kegundahan hatinya, simpanlah rahasia tersebut. Jangan sampai kau sebarkan kepada yang lain. Karena menyebarkan rahasia seseorang tidak ada taubat di dalamnya. Dan dosa yang tidak memiliki taubat balasannya adalah api neraka.

Wahai Kumail, mengatakan rahasia keluarga Muhammad Saww adalah sesuatu yang tidak dapat dimaafkan dan tidak ada seorangpun yang dapat menanggungnya. Jangan katakan rahasia keluarga Muhammad Saww kecuali pada orang mu’min yang berhasil dan cerdas.

Wahai Kumail, ketika kau dalam kesulitan ucapkanlah “La haula wa la quwwata illa billah” maka dengan perantara itu Allah Swt akan menolongmu. Begitu pula dalam nikmat yang diperoleh ucapkan “Alhamdulillah” yang mana Allah Swt akan menambah nikmat tersebut. Juga ketika rizkimu terlambat datang beristighfarlah supaya Allah Swt membukakan jalan untuk perkaramu.

Wahai Kumail, iman terbagi dalam dua bagian: Mustaqar dan Mustauda’ (Yaitu iman yang kokoh dan iman yang palsu). Hindarilah iman yang palsu, jika berkehendak pastikan kau memiliki iman yang kokoh. Ketika kau telah berhasil mencapainya, lengkapi langkah-langkah prosedur setelahnya yaitu dengan tidak terseret kembali ke jalan yang menyimpang dan tidak kembali lagi.

Wahai Kumail, tidak diperkenankan bagi siapapun untuk meninggalkan amalan wajib dan bersusah-susah dalam menjalankan amalan sunnah. Wahai Kumail, selamatkan dirimu dengan perantara wilayah dan cinta supaya harta dan keturunanmu terbebas dari syeitan.

Wahai Kumail, sesungguhnya dosa-dosamu lebih banyak dari perbuatan baikmu. Kelalaianmu terhadap Allah Swt lebih banyak dari berdzikir dan mengingat-Nya. Nikmat Allah Swt lebih banyak daripada apa yang kau perbuat.

Wahai Kumail, kau tidak terpisah dari nikmat Allah Swt, dengan adanya Afiyat yang telah dianugerahkan kepadamu (yaitu sumber segala nikmat adalah Afiyat). Oleh karena itu, jangan pernah berhenti mengucap hamdalah, tamjid, tasbih, taqdis, rasa syukur dan mengingat-Nya.
Wahai Kumail, usahakan jangan seperti mereka yang Allah Swt berfirman: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 19).

Sebutan fasik telah diberikan pada mereka. Wahai Kumail, amal bukanlah mengerjakan shalat, berpuasa dan bersedekah melainkan shalat dengan hati yang suci, sesuai kehendak Allah Swt serta penuh dengan kekhusyuan. Perhatikan dengan pakaian apa, tanah yang bagaimana dan sajadah apa yang kau dirikan shalat dengannya?
Jika bukan sesuai syariat dan tidak halal maka shalatmu tidak akan diterima.

Wahai Kumail, dalam setiap kesatuan sosial terdapat kaum yang  sebagian (dari segi pemikiran) lebih tinggi dari yang lain. Maka dari itu hindarilah perbincangan dan perseteruan dengan yang hina. Apabila kau mendengar perkataannya bersabarlah dan jangan bangkit seketika. Sesungguhnya Allah Swt berfirman: Ketika lawan bicaranya adalah orang-orang yang bodoh, maka ia bersikap tenang menghadapi mereka (yaitu bersabar menghadapi perbuatan buruk mereka).
Wahai Kumail, katakanlah haq pada setiap keadaan, jadilah pelindung orang-orang taqwa, jauhilah orang-orang fasiq, hindari orang-orang munafik dan janganlah bergabung dengan para pengkhianat. Wahai Kumail, janganlah mengetuk pintu orang-orang dzhalim, dengan maksud ingin beraktivitas bersama-sama dengan mereka dan berniaga dengan mereka.

Hindarilah mengagung-agungkan mereka dan mematuhi mereka, ataupun hadir dalam acara mereka, yang mana ini akan menyebabkan murka Allah Swt. Jika kau terpaksa hadir dalam acara tersebut, maka berdzikirlah selalu kepada Allah Swt dan bertawakallah pada-Nya, berlindunglah kepada Allah Swt dari keburukan mereka, jangan terpengaruh dengan keindahan mereka, pungkiri perbuatan tersebut dan agungkanlah nama Allah Swt di depan mereka serta perdengarkanlah pada mereka kekuasaan Allah Swt. Karena, keabsahanmu berasal dari ini semua dan selamatlah dirimu dari keburukan mereka.

Wahai Kumail, apa yang diambil oleh lisan dan yang diucapkan adalah dari hati. Hati manusia terbentuk dari makanan. Lihatlah, dengan apa engkau memberi makan kepada hatimu? Apabila bukan dari jalan yang halal, maka Allah Swt tidak akan menerima tasbih dan zikirmu.
Wahai Kumail, ketahuilah bahwa kami tidak mengizinkan dan juga tidak rela terhadap seseorang yang meninggalkan amanah, apabila terdapat seseorang yang melakukan hal ini dengan alasan bahwa aku rela terhadap hal ini, maka sesunguhnya ini adalah sebuah dosa besar.

Dan api neraka menjadi jawaban bagi kebohongan tersebut. Aku bersumpah, satu jam sebelum wafat Rasulullah Saw, aku mendengar Rasul sampai tiga kali berkata, “kembalikanlah amanah kepada pemiliknya, baik orang baik maupun orang buruk, baik amanah itu kecil maupun besar.” Wahai Kumail, bukanlah perang dan jihad, melainkan bersama imam yang adil (yaitu dengan izinnya), dan shalat jamaah tidak menjadi hal yang dianjurkan (mustahab), melainkan bersama Imam yang memiliki kemuliaan (yaitu seorang imam diharuskan mempunyai kemuliaan lebih daripada ma’mumnya).

Wahai Kumail, aku bersumpah, aku bukan orang yang rela menjual harga diri guna menjadikan orang lain taap kepadaku. Aku tidak memberi uang sogok kepada kaum arab untuk memanggilku dengan panggilan Amirulmukminin.
Wahai Kumail, mereka yang mengambil keuntungan dari dunia, ketahuilah bahwasannya dunia adalah penipu, hanya akhirat yang kekal dan abadi. Wahai Kumail, semua orang akan pergi menuju akhirat, tetapi, apa yang kita inginkan dari akhirat adalah ridho Allah dan derajat tinggi surga dimana Allah Swt akan memberinya kepada orang-orang yang bertakwa.

Wahai Kumail, seseorang yang tidak bertempat di surga, maka kabarkan kepadanya akan azab pedih dan menyakitkan. Wahai Kumail, aku senantiasa bersyukur kepada Allah Swt dalam segala keadaan atas segala taufik yang telah diberikanNya kepadaku.


Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Nabi Saw: Ketahuilah, Surat Al-Lail Diturunkan Kepada Ali


Hari itu, setelah menunaikan shalat Ashar, seorang lelaki mendekati Imam Ali as dan berkata, "Wahai Ali! Ada yang ingin saya sampaikan kepadamu dan saya berharap engkau sudi memenuhinya."

Imam Ali as melihatnya dan berkata, "Katakan apa yang engkau mau."

Lelaki menjelaskan, "Tetangga dekat rumah saya memiliki pohon kurma di rumahnya. Waktu itu ada angin kencang dan burung, lalu buah kurmanya terjatuh di halaman rumah kami. Saya dan anak-anak memungutnya dan memakannya. Suatu hari saya mendatanginya dan meminta agar ia menghalalkan kurma yang kami makan, tapi ia tidak rela. Sudikah engkau menjadi perantara antara kami dengannya untuk mendapatkan kehalalan dari kurma yang kami makan itu?"

Imam Ali as tidak pernah menolak untuk melakukan perbuatan baik. Tanpa banyak berpikir, beliau langsung mengikuti lelaki itu dan menemui pemilik pohon kurma. Ketika Imam Ali as melihat pemilik pohon kurma, beliau berkata, "Sudikah anda merelakan tetanggamu yang telah memakan buah kurma yang terjatuh? Semoga Allah Swt juga rela kepadamu."

Tetangga lelaki itu menolak permintaan Imam Ali as. Tapi Imam Ali as tidak berputus asa. Untuk kedua kalinya beliau mengulangi permintaan yang sama. Tapi pria itu tetap menolak. Untuk yang ketiga kalinya, Imam Ali as berkata, "Bila engkau merelakan tetanggamu, Demi Allah, saya akan menjadi jaminan dari Rasulullah Saw bahwa Allah Swt akan menganugerahimu sebuah kebun di surga."

Aneh, orang itu tidak menerimanya!

Imam Ali as kembali berkata, "Apakah engkau mau menukar rumahmu dengan satu dari kebun milikku?"

Pria itu menjawab, "Iya, saya mau menukar rumahku dengan kebunmu."

Imam Ali as memandang lelaki yang memintanya sebagai perantara guna menyelesaikan masalahnya dan berkata, "Sejak saat ini, rumah ini juga menjadi milikmu. Allah Swt memberkatimu dan rumah ini halal bagimu."

Keesokan harinya, setelah menunaikan shalat Subuh di masjid, Nabi Muhammad Saw menghadap para jamaah shalat dan berkata, "Tadi malam, siapa di antara kalian yang melakuan perbuatan baik?"

Karena tidak ada yang menjawab, Nabi Saw kembali berkata, "Kalian akan mengucapkannya, atau aku yang mengatakan?"

Ali as berkata, "Wahai Rasulullah! Silahkan anda yang mengatakan."

Nabi Muhammad Saw berkata, "Saat ini Jibril mendatangi aku dan berkata, ‘Tadi malam Ali melakukan perbuatan baik.' Saya bertanya kepadanya, ‘Apa yang dilakukannya?' Sebagai jawabannya, Jibril membawakan surat al-Lail kepadaku."

Setelah itu Nabi Saw berkata, "Wahai Ali! Engkau membenarkan surga dan mengganti kebunmu dengan rumah dan memberikan rumah itu kepada lelaki itu?"

Dengan wajah gembira Imam Ali as berkata, "Benar, wahai Rasulullah!"

Nabi Saw Bersabda, "Ketahuilah bahwa surat al-Lail diturunkan dengan sebab perbuatan baik yang engkau lakukan."

Setelah itu Nabi Saw mencium dahi Ali as dan berkata, "Saya adalah saudaramu dan engkau adalah saudaraku."

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Orang yang Paling Mulia di Sisi Nabi Saw


Halimah Sa'diah adalah orang yang menyusui Muhammad Saw sewaktu kecil dan menjadi ibu susu beliau. Halimah Sa'diah mengasuh Nabi Saw selama beberapa tahun. Hal ini menciptakan hubungan emosional yang dekat antara Nabi Saw dan Halimah, sehingga hidup berjauhan tak jarang memunculkan kerinduan di antara mereka.

Beberapa tahun lewat dan waktu itu Muhammad telah diutus menjadi Nabi. Suatu hari beliau melihat anak perempuan Halimah yang juga saudari sesusuan beliau. Menyaksikan saudari sesusuannya, Nabi Saw begitu terlihat gembira dan segera beliau melepaskan jubahnya lalu dihamparkan di atas tanah menyambut tamu yang sekaligus saudarinya agar duduk di atas hamparan jubahnya. Dengan penuh kasih sayang dan wajah yang tersenyum, Nabi Saw melayani tamunya dan menanyakan keluarganya...

Setelah anak perempuan Halimah Sa'diah mengucapkan selamat tinggal, saudara lakinya datang mendekati Nabi Saw. Rasulullah Saw terlihat gembira bertemu dengan saudara sesusuannya. Dengan tersenyum, beliau melayaninya dan berbicara dengan lemah lembut kepadanya. Akhirnya, iapun mengucapkan selamat tinggal kepada Nabi Saw dan ingin  kembali ke rumah.

Para sahabat Nabi Saw berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah! Saudari dan saudara Anda ke sini mendatangi Anda, tapi sikap dan perilaku Anda kepada saudari Anda lebih baik dan akrab ketimbang dengan saudaru anda. Apa sebabnya?"

Nabi Saw menjawab, "Rupanya kalian memperhatikan hal ini. Ketahuilah bahwa saudari sesusuanku itu lebih menghormati kedua orang tuanya ketimbang saudara lakinya. Oleh karenanya, sudah selayaknya bila utusan Allah Swt lebih menghormatinya."

Sumber: "Sad Pand va Hekayat" Nabi Muhammad Saw.

Ketaatan pada Ali dalam Puisi Fathimah


Mengkaji posisi dan maqam Sayidah Fathimah az-Zahra as sebagai penghulu wanita di mata Rasulullah Saw, ayahnya dan begitu juga di hadapan Imam Ali as, suaminya akan memberikan gambaran ketinggian pribadi yang disebut Ummul Aimmah atau ibu para Imam as ini. Sayidah Fathimah as memiliki maqam yang tinggi di mata suaminya dan kisah berikut ini dapat menggambarkan hal itu.

Suatu hari ada seorang yang lapar mengetuk pintu rumah Imam Ali as dan meminta bantuan kepada pemilik rumah. Pada waktu Imam Ali as menyampaikan permintaan orang miskin yang dalam keadaan lapar itu kepada istrinya, Sayidah Fathimah as dalam bentuk puisi. Dalam puisinya itu, Imam Ali as mengingatkannya untuk membantu orang yang lapar ini.

Sayidah Fathimah az-Zahra as menjawab puisi suaminya dengan empat baris puisi juga:

اَمرُکَ سَمعٌ یَابنَ عَمٌ وَ طاعَةُ

ما بی مِن لُومٍ وَ لا ضاعَةُ

اُطعِمُهُ وَ لا اُبالی الساعَةَ

اَرجُو اِذاً اَشبَعتُ مِن مُجاعَة
Amruka Sam'un Yabna ‘Ammi Wa Thaa'athun
Maa Bii Min Laumin Wa Laa Dha'ah
Ath'imuhu Wa Laa Ubaali as-Saa'ah
Arjuu Idzan Asyba'tu Min Muja'ah

Aku menaati perintahmu, wahai anak pamanku
Aku tidak akan menegur dan merasa kehilangan
Aku memberinya makan dan tidak memikirkan diriku
Aku ingin berkorban di jalan Allah dengan perut lapar. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Nahj al-Hayah, hadis 103, hal 186.

Kisah Allamah Thabathabai


Tidak ada seorangpun di dunia yang selalu hidup nyaman tanpa pernah menghadapi masalah dan kesulitan. Orang bijak mengatakan, jika dalam kehidupan engkau hanya meniru gaya hidup orang lain dan mengikuti apa yang dilakukan kebanyakan orang, maka tak akan ada sisi kehidupannya yang bisa dibanggakan. Sebagian pakar pendidikan meyakini bahwa setiap manusia punya karakter, bakat dan potensi khas dirinya yang harus ia aktualisasikan. Jarang ada orang yang mampu mengaktualisasikan potensi dan bakat alamiahnya dengan baik. Salah satu yang berhasil dalam hal ini adalah Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai. Beliau adalah ulama besar yang mampu melahirkan perubahan fundamental pada dunia pemikiran. Tak syak, Allamah layak masuk ke dalam jajaran ilmuan dan ulama Islam yang paling menonjol di dunia modern.

Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah mufassir besar, filosof teras atas dan sufi yang arif. Beliau getol memarakkan dunia pemikiran filsafat dan irfan serta aktif dalam mengajar tafsir al-Quran. Selain menulis banyak buku, beliau juga mendidik murid-murid yang di kemudian hari menjadi tokoh dan ilmuan besar Islam seperti Ayatullah Murtadha Muthahhari yang membentengi Islam dari serangan pemikiran-pemikiran asing dan ateis.

Meski sudah banyak buku dan makalah yang ditulis untuk mengenalkan sosok ulama besar ini, namun belum ada yang bisa mengungkap kepribadian agung yang namanya akan selalu abadi di dunia pemikiran dan tafsir al-Quran ini.

Allamah Thabathabai terlahir dengan nama Mohammad Hossein di keluarga yang taat di kota Tabriz, barat laut Iran pada penghujung bulan Dzulhijjah tahun 1321 Hijriah bertepatan dengan tahun 1904 Masehi. Di Tabriz, keluarga Thabathabai dikenal sebagai keluarga terpandang dari keturunan Nabi Saw. Beliau adalah keturunan Sirajuddin Abdul Wahhab yang dikenal karena perannya yang berhasil menghentikan peperangan besar antara Iran dan pemerintahan Ottoman pada tahun 920 Hijriah.

Sejak usia lima tahun Sayid Mohammad Hossein Thabathabai sudah kehilangan kasih sayang ibundanya yang wafat meninggalkannya untuk selama-lamanya. Derita itu lengkap saat berusia sembilan tahun dengan wafatnya ayah beliau. Sejak itulah, Sayid Mohammad Hossein hanya hidup bersama adik lak-lakinya. Namun demikian, Allah Swt tak pernah membiarkan hamba-Nya hidup tanpa pengawasan. Perlindungan dan inayah Allah ibarat atap yang selalu menaungi hidupnya.

Mengenai masa-masa sulit itu, Allamah bercerita, "Sejak kanak-kanak, aku sudah merasakan derita menjadi anak yatim. Tapi Allah Swt berkenan memberikan anugerah-Nya kepada kami. Dia telah memudahkan urusan ekonomi untuk kami. Pengemban wasiat ayahku menjalankan wasiat beliau, mengasuh aku dan adikku dan memperlakukan kami dengan perlakuan akhlak Islam."

Allamah Thabathabai mengawali jenjang pendidikannya dengan belajar al-Quran, bahasa Persia dan pelajaran-pelajaran yang umumnya didapatkan anak-anak seusianya. Periode itu berlangsung selama enam tahun sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mengenai jenjang pendidikan ini, beliau bercerita:
"Pada mulanya ketika masih belajar ilmu Sharaf, aku tidak bernafsu untuk melanjutkan sekolah. Karena itu semua yang diajarkan di kelas tidak bisa aku cerna dengan baik. Empat tahun berlalu begitu saja. Tapi Allah Swt menurunkan inayah-Nya kepadaku dan mengubah diri ini sehingga aku berubah menjadi orang yang tidak bisa lepas dari belajar dan selalu haus untuk memperoleh kesempurnaan. Sejak saat itu sampai proses pendidikanku berakhir yang kurang lebih berlangsung selama 17 tahun aku tak pernah merasa letih dan jenuh dari belajar, menelaah dan berpikir…

Kutinggalkan semua persahabatan dengan orang-orang yang bukan ahli ilmu. Akupun merasa cukup dengan makan, tidur dan kehidupan ala kadarnya, dan sisa waktu kugunakan untuk belajar. Sering aku lewatkan malam sampai pagi dengan belajar dan membaca, khususnya di musim panas. Setiap hari, pelajaran besok pagi sudah aku pelajari malam sebelumnya sehingga saat berada di kelas, aku sudah menguasai pelajaran yang disampaikan guru. Aku selalu berusaha memecahkan masalah pelajaran dengan cara apapun. Karena itu, di kelas, tak ada pertanyaan yang aku sampaikan kepada guru berkenaan dengan pelajaran."

Dengan keuletan dan ketekunan yang tiada tara, Sayid Mohammad Hossein Thabathabai mempelajari fiqih, ushul, filsafat dan ilmu kalam dengan berguru kepada para ulama di kota kelahirannya. Selain mengasah otak dengan tekun belajar, beliau juga berhasil menguasai seni tulis dan kaligrafi. Tahun 1925, Sayid Mohammad Hossein yang baru berusia 21 tahun sudah menguasai berbagai ilmu keislaman.

Melihat kecerdasan dan ketekunannya, Sayid Mohammad Hossein dianjurkan oleh guru-gurunya untuk melanjutkan pendidikan di kota Najaf. Di kota itu dia bisa berguru kepada para ulama besar di hauzah ilmiah Najaf. Di Najaf, beliau bertemu dengan sufi dan arif besar Ayatullah Sayid Ali Qadhi Thabathabai. Melihat pemuda yang haus ilmu itu, sang alim menasehatinya, untuk menyertakan tahdzibun nafs atau penyucian jiwa dalam proses belajar. Nasehat dan bimbingan ruhani Ayatullah Qadhi sangat membekas pada diri dan jiwa Sayid Mohammad Hossein. Di situlah, pemuda yang kelak menjadi ulama besar ini mulai meniti jalan suluk dan irfan.

Allamah Thabathabai berada di Najaf selama sebelas tahun. Selama itu, beliau berguru kepada para ulama untuk melengkapi pendidikannya di berbagai disiplin ilmu Islam. Dari sekian banyak guru, pengaruh Ayatollah Qadhi pada diri Allamah sangat besar. Mengenai gurunya ini, Allamah mengatakan, "Apa yang aku punya kudapatkan dari almarhum Qadhi."

Tahun 1935, Allamah Thabathabai kembali ke Iran karena masalah ekonomi yang melilit keluarganya di Tabriz. Beliau terpaksa meninggalkan Najaf dan kembali ke kampung halamannya untuk bertani di ladang peninggalan ayahnya. Semua itu dilakukan demi membantu perekonomian keluarga. Namun jauh dari dunia ilmu sangat menyiksa Allamah. Pada tahun 1946, beliau pergi ke kota Qom. Di kota inilah beliau menyewa sebuah kamar untuk diri dan keluarganya demi memulai satu periode kehidupan yang sangat sederhana. Meski hidup sulit, namun berada di lingkungan hauzah ilmiah Qom memberinya kesempatan emas untuk ikut memarakkan dunia keilmuan disana.

Allamah mencermati kekosongan yang ada di lingkungan hauzah ilmiah Qom dan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim. Pada tahap berikutnya, beliau membuka kelas pengajaran filsafat dan tafsir al-Quran. Dua cabang ilmu itu sengaja beliau pilih karena panggilan tugas dan kewajiban yang dirasakannya. Berkat ketulusan dan keuletannya, beliau berhasil merampungkan karya besarnya di bidang tafsir al-Quran yaitu kitab tafsir al-Mizan. Sementara, dalam mengajar filsafat beliau mendapatkan kendala besar karena adanya penentangan dari sebagian kalangan akan materi pelajaran ini. Namun berkat kesopanan dirinya dan dukungan para ulama besar, satu persatu rintangan berhasil disingkirkan. Kelas-kelas pelajaran filsafat yang dibuka oleh Allamah menjadi pusat penempaan pemikiran. Kelas itulah yang mencetak para ilmuan pemikiran seperti Ayatullah Muthahhari. Di forum-forum filsafat itu, pemikiran filsafat Barat khususnya marxisme dan materialisme menjadi bahan kajian dan kritik.

Nama Allamah Thabathabai sebagai ilmuan dan filosof dikenal bukan hanya di Iran tapi juga di manca negara. Banyak pemikir Barat yang datang ke Iran untuk bertemu dan mengadakan dialog dengan ulama besar ini, di antaranya adalah Henry Corbin, cendekiawan besar asal Perancis.

Akhirnya pada tanggal 15 November 1981, rakyat Iran dan dunia keilmuan dikejutkan oleh berita duka wafatnya Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai. Prosesi pemakaman ulama, mufassir, filosof dan sufi besar ini dihadiri oleh ribuan orang termasuk para ulama dan cendekiawan hauzah dan universitas.
Sebagian orang tak ubahnya bagai pelita benderang yang menerangi dan memberi kehangatan bagi orang lain. Orang-orang seperti ini tak pernah mengenal kata lesu, bodoh, dan jumud. Mereka ibarat mentari yang memberi kehidupan dan menyuburkan bunga dan tanaman. Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu figur yang menerangi umat manusia dengan cahaya keilmuan dan makrifatnya. Beliau bukan hanya filsuf dan mufassir besar dunia Islam, tapi juga memberi keteladanan kepada masyarakat dan umat lewat budi pekerti, perangai dan perbuatannya.

Hubungan Allamah dengan istri, anak-anak, masyarakat dan para ulama mengandung pelajaran yang sangat berharga. Beliau mementaskan kehidupan seorang insan mulia yang sebenarnya di depan umat.
Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai, ulama yang saleh dan arif ini melewatkan setiap malam untuk beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya sampai tiba waktu subuh. Di bulan Ramadhan, sejak terbenamnya matahari hingga waktu sahur beliau asyik beribadah. Mulutnya tak pernah berhenti berzikir dan perhatiannya selalu tertuju kepada Sang Khaliq.

Aktivitas keilmuan yang menyita banyak waktunya tak membuat ulama yang bersahaja dan tulus ini lupa akan tawasul kepada Nabi Saw dan Ahlul Bait AS. Menurut beliau, semua keberhasilan yang berhasil dicapainya adalah berkat bimbingan manusia-manusia suci itu dan tawasul kepada mereka. Ketika nama Nabi atau salah seorang maksum disebut, ekspresi wajah beliau menunjukkan rasa hormat kepada nama itu, terlebih kepada Imam Mahdi af. Beliau menyebut Nabi Saw dan Fatimah Zahra as sebagai manusia-manusia agung dengan kedudukan maknawi yang tak terbayangkan.

Putri Allamah Thabathabai saat menceritakan akhlak ayahnya mengatakan, "Beliau benar-benar mempraktekkan akhlak Nabi Saw di dalam rumah. Beliau tak pernah marah. Kami tak pernah mendengar suara beliau yang tinggi. Meski lemah lembut tapi beliau tegas. Ayah sangat memperhatikan shalat di awal waktu… Tak pernah beliau menolak memberi kepada orang yang memerlukan. Beliau sangat disiplin dan semua pekerjaan dilakukannya dengan rapi dan terprogram. Sebab, ayah meyakini bahwa tertib dan disiplin akan membantu meninggikan jiwa seseorang. Di rumah, beliau tidak melimpahkan pekerjaan pribadinya kepada orang lain. Meski sangat sibuk, setiap hari beliau selalu menyisihkan waktu satu jam di siang hari untuk bersama keluarga. Allamah sangat penyayang kepada anak-anaknya terutama kepada anak perempuan. Menurut beliau, anak perempuan adalah nikmat dan hadiah Ilahi yang sangat berharga. Di rumah, beliau membaca al-Quran dengan suara keras supaya anak-anak terbiasa mendengar bacaan wahyu Allah…"

Putri Allamah melanjutkan, "Ayah memperlakukan ibuku dengan penuh hormat dan kasih sayang. Seakan beliau selalu merindukan ibuku. Tak pernah aku melihat mereka bertengkar. Mereka berdua benar-benar seperti dua sahabat yang akrab. Mengenai ibuku, ayah mengatakan, ‘Tanpa dukungannya aku tak akan bisa menulis buku dan mengajar... Ketika aku sedang berpikir atau menulis, istriku tak pernah mengajakku berbicara agar tidak membuyarkan konsentrasiku. Untuk menghilangkan keletihanku, setiap jam dia mengetuk pintu kamarku dan membawakan secangkir teh untukku… Dialah yang membuatku berhasil. Dia benar-benar sahabatku… Setengah dari pahala setiap buku yang kutulis adalah miliknya."

Ketika istrinya jatuh sakit tahun 1965, Allamah tak mengizinkannya bangkit dari pembaringan untuk melakukan pekerjaan rumah. Putri Allamah bercerita, "27 hari sebelum wafatnya, ibuku jatuh sakit. Selama itu, ayah meliburkan semua kegiatannya untuk dengan setia menemani ibu dan merawatnya."

Salah satu sifat menonjol yang ada pada orang-orang saleh dan bertakwa adalah tawadhu dan rendah hati. Kerendahan hati Allamah nampak dari caranya berjalan dan pakaiannya yang sangat sederhana. Meski terkenal dan sangat dihormati oleh masyarakat tapi beliau tetap menempatkan diri seperti orang lain dan tak segan berdiri di antrian untuk membeli roti. Salah seorang murid beliau menceritakan, "30 tahun lamanya aku menyertai Allamah. Beliau sangat peduli dengan siapa saja yang menunjukkan minat belajar. Dengan semua santri, beliau sangat ramah sehingga masing-masing merasa sebagai orang yang paling dekat dengan beliau."
Budi pekerti dan perangainya yang luhur menarik hati semua orang. Allamah tak pernah merasa dirinya unggul di atas orang lain. Beliau bahkan tak pernah menyebut penemuan ilmiahnya sebagai hasil pemikirannya sendiri. Salah seorang murid beliau mengatakan, "Allamah menerangkan hasil penemuan ilmiahnya dengan bahasa yang sangat sederhana sehingga kami menyangkanya sebagai masalah yang biasa. Tapi setelah merujuk dan menelaah buku-buku di bidang ini kami baru sadar bahwa apa yang disampaikan Allamah ternyata buah pemikiran beliau sendiri."

Dalam mengajar dan berhubungan dengan murid-muridnya, Allamah tak pernah bersikap kasar. Kata-katanya selalu lembut. Beliau bahkan tak suka disebut ‘guru' oleh murid-muridnya. Dalam kaitan ini beliau mengatakan, "Aku tidak menyukai sebutan itu. Sebab kita berkumpul di sini untuk bersama-sama dan saling membantu memahami hakikat dan ilmu Islam."

Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang ulama besar Iran dan murid Allamah Thabathabai yang menonjol menceritakan,"Tahun 1971, ketika hendak menunaikan ibadah haji, aku mendatangi Allamah untuk meminta restu. Kepada beliau aku meminta nasehat yang bisa menjadi bekal dalam perjalanan ini. Beliau menyebutkan ayat al-Quran, Fadzkuruunii adzkurkum, yaitu, ‘Ingatlah Aku maka Aku akan selalu mengingat kalian'. Lalu beliau berkata, ‘Jika Allah mengingat manusia, maka Dia akan membebaskannya dari kebodohan. Jika dia menghadapi kebuntuan Allah akan membukakan jalan baginya. Jika dia menemukan masalah dalam akhlak, Allah yang memiliki Asmaul Husna dan sifat-sifat yang mulia akan mengingatnya."

Salah seorang tokoh Marxisme yang masuk Islam setelah berdialog dengan Allamah Thabathabai mengatakan, "Allamah Thabathabai telah menjadikanku insan yang bertauhid. Kami berdialog selama delapan jam. Beliau telah membuat seorang komunis menjadi orang yang beragama dan seorang marxis menjadi insan yang bertauhid. Beliau mendengar berbagai kata hinaan dari orang kafir tapi tak terusik dan tak terbawa emosi."

Suatu hari seorang ulama di hauzah ilmiah Qom memuji kitab tafsir al-Mizan karya Allamah Thabathabai di depan beliau. Allamah melirik ulama itu dan mengatakan, "Jangan kau puji seperti itu. Aku takut pujianmu membuatku senang sehingga menghilangkan keikhlasan dan niat mendekatkan kepada Allah."
Salah seorang ulama menyodorkan makalah ilmiah kepada Allamah untuk mendapat koreksian beliau. Setelah menelaah makalah itu, Allamah berkata, "Mengapa kau menulis doa untuk dirimu sendiri ‘Ya Allah beri aku taufik memahami ayat-ayat Ilahi? Mengapa kau tidak menyertakan orang lain di jamuan Ilahi?"
Sejak lama, Allamah mempunyai hubungan yang erat dan akrab dengan Imam Khomeini. Beliau mendukung penuh gerakan revolusi Islam di Iran. Allamah tak pernah melalaikan masalah politik. Beliau merasa tersiksa dengan kondisi yang ada di masa sebelum revolusi dan sangat membenci rezim Pahlevi. Suatu ketika pemerintah AS mengundang Allamah untuk mengajar filsafat Timur di negara itu. Washington meminta Shah untuk menyampaikan undangan tersebut. Shah bahkan menjanjikan gelar doktor honorer untuk ulama ini. Namun Allamah dengan tegas menolak undangan AS dan menampik pemberian gelar doktoral dari Shah. Jawaban itu membuat istana berang, dan Allamahpun ditekan. Menghadapi tekanan, Allamah Thabathabai mengatakan, "Aku tak pernah takut menghadapi Shah dan tak akan pernah bersedia menerima pemberian gelar doktoral darinya."

Kelebihan lain yang ada pada diri Allamah adalah jiwa seninya yang menggelora dan tersalurkan lewat puisi. Beliau banyak meninggalkan karya-karya puisi diantaranya Mara Tanha Bord, Payam-e Nasim, dan Honar-e Eshq.

Ilmu merupakan bekal paling penting dalam kehidupan yang memberi manusia kekuatan dan kemampuan. Untuk memperoleh ilmu dan menyingkap tabir-tabir rahasia alam, para ilmuan telah menanggung jerih payah dan bekerja tanpa mengenal lelah.Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu ilmuan pemikir yang telah bersusah payah dan menanggung banyak kesulitan dalam menimba ilmu dan mengembangkan pemikirannya.

Allamah Thabathabai sangat menghargai pemikiran, dan beliau juga suka berpikir. Beliau sendiri mengatakan, "Setiap hari aku menghabiskan masa enam jam sehari untuk makan, tidur dan ibadah. 18 jam sisanya kugunakan untuk berpikir. Terkadang di tengah berpikir aku terlelap tidur. Saat terjaga, kulanjutkan berpikir dari saat terlelap."

Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir. Nabi Saw dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa berpikir sesaat lebih utama dari ibadah selama tujuh puluh tahun. Al-Quran al-Karim dalam banyak ayat sucinya juga menyeru manusia untuk berpikir. Berpikir akan alam penciptaan akan menambah pengetahuan manusia dan membawanya menuju ke arah kesempurnaan maknawiyah.

Meski sangat mementingkan perenungan dan pemikiran, Allamah Thabathabai menyatakan bahwa berpikir saja tidak cukup membawa manusia kepada kesempurnaan dan kesejahteraan hakiki. Sebab, manusia harus terlebih dahulu mengikuti ajaran kitabullah dan Sunnah Nabi Saw. Allamah mengatakan, "Hikmah yang tidak mengajak kepada syariat bukan hikmah yang hakiki." Karena itu, beliau tidak menyukai orang yang secara lahirnya suci namun asing dari perenungan dan tidak pula orang yang logis dan gemar berargumentasi tapi tidak patuh kepada ajaran agama.

Menurut Allamah, agama dan akal selalu berjalan beriringan. Namun demikian, ketika pendekatan nalar tak mampu mengungkap masalah agama, hakikat ajaran agama harus diterima dengan lapang dada dan penuh kepasrahan. Sebab, agama datang dari Yang Maha Mengetahui dan Akal Yang Tak Terbatas. Kegemaran kepada masalah pemikiran mendorong Allamah Thabathabai untuk menyelami ilmu pemikiran khususnya filsafat. Filfasat mengajak manusia untuk menenungkan alam dan terbang di alam pemikiran.

Selain pakar filsafat Islam, Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai juga menguasai filsafat Barat dan mengenal dengan baik pemikiran para filsuf Barat. Menurutnya, filsafat adalah salah satu alat terbaik untuk memahami ayat-ayat al-Quran dan hadis dengan lebih baik. Karena itu, beliau meyakini bahwa filsafat sangat berhubungan dengan agama. Allamah bisa disebut sebagai filsuf Muslim pertama yang mengkomparasikan filsafat Islam dengan filsafat materialis. Sebab, sebelum beliau, jarang ditemukan filsuf yang menguasai filsafat Islam dan Barat sekaligus. Berkat usahanya, filsafat hidup kembali di dunia keilmuan. Bisa dikata bahwa Allamah adalah filsuf yang membuka lembaran baru dalam sejarah filsafat Islam.

Allamah Thabathabai meyakini bahwa antara agama dan filsafat Ilahiyah bukan hanya tak ada pertentangan tapi justeru ada hubungan yang tak terpisahkan antara keduanya. Beliau mengatakan, "Adalah kezaliman besar ketika orang memisahkan antara filsafat ilahi dan agama Ilahi… Adakah jalan untuk memperoleh pengetahuan kecuali dengan berargumentasi dan berdalil? Jika satu-satunya jalan menuju pengetahuan adalah dengan berargumentasi dan berdalil, bagaimana mungkin para nabi menyeru manusia kepada hal yang bertentangan dengan fitrah dan naluri mereka dan mengajak mereka untuk menerima apa saja tanpa dalil?" Allamah melanjutkan, "Yang benar adalah bahwa metode para nabi dalam mengajak manusia kepada kebenaran tidak terpisah dari argumentasi dan logika."

Menurut Allamah, pelajar agama mesti membekali diri dengan filsafat dan mantiq untuk membantunya memahami agama dengan baik. Salah seorang murid Allamah mengatakan, "Di sekolah agama ada kepercayaan umum bahwa seorang pelajar lebih baik mempelajari dengan hadis-hadis dari para maksumin terlebih dahulu sebelum belajar filsafat. Tapi Allamah berpandangan lain. Menurut beliau, hadis-hadis banyak mengandung masalah logika yang mendalam dan argumentasi filsafat. Bagaimana orang bisa memasuki lautan hadis yang luas dan dalam tanpa terlebih dahulu mempelajari filsafat dan mantiq yang mengasah otak dan akal manusia?"

Dapat dikata bahwa ada dua hal yang mendorong Allamah mementingkan filsafat. Pertama, karena filsafat membantu memahami hakikat agama dengan lebih baik, dan kedua, menjawab serangan kritik para pemikir materialis terhadap Islam. Mengenai hal ini, Allamah menceritakan, "Ketika tiba di kota Qom, kau melihat bahwa masyarakat kita perlu mengenal Islam dari sumber-sumber aslinya yang dengan masyarakat bisa membela ajaran agama. Karena itu, di lingkungan hauzah kita harus punya mata pelajaran yang membekali santri dan pelajar agama dengan kemampuan berargumentasi logis sehingga bisa membela hakikat ajaran agama dan menjawab kritik yang ada. Tak ada jalan untuk mewujudkannya kecuali dengan filsafat."

Allamah punya metode yang mendasar dalam mengajarkan filsafat. Salah satu karya besar beliau di bidang filsafat adalah buku "Ushul Falsafeh va Raveshe Realism'. Buku ini menjelaskan filsafat Islam secara singkat tapi padat. Selain memaparkan filsafat Islam, buku ini juga menjelaskan pandangan para pemikir besar Eropa. Buku tersebut diberi penjalasan secara panjang lebar oleh salah satu murid Allamah yang menonjol, yaitu Syahid Muthahhari. Penjelasan itu sekaligus membuat buku karya Allamah ini menjadi salah satu karya ilmiah besar.

Henry Corbin, pemikir dan filsuf Perancis tertarik memperdalam filsafat Timur setelah membaca ‘Hikmah al-Isyraq' karya Suhrawardi. Ketika mendengar tentang keberadaan ulama dan filsuf Islam bernama Allamah Thabathabai di Iran, Corbin datang ke Iran untuk menemui sang ulama. Dia menanyakan banyak hal kepada Allamah, khususnya tentang ajaran Islam. Lewat Henry Corbin, Allamah mengenalkan Islam ke dunia Barat. Dalam hal ini, beliau mengatakan, "Adalah kemurahan Allah yang telah mengenalkan ajaran Islam ke dunia lewat ilmuan ini." Yang dimaksud adalah Henry Corbin. Corbin dan timnya, menerbitkan majalah di Perancis yang mengenalkan Islam dan mazhab Syiah ke dunia Barat.

Suatu hari Allamah terlibat pembicaraan dengan Henry Corbin. Kepadanya beliau mengatakan, "Dalam ajaran Islam, seluruh tempat di dunia ini tanpa kecuali adalah tempat ibadah. Jika seseorang ingin melaksanakan shalat, berdoa atau bersujud dia bisa melakukannya di mana saja. Tapi dalam ajaran Kristen tidak demikian. Orang Kristen harus melakukan ibadah di tempat yang khusus dan di waktu yang khusus pula. Karena itu jika seorang penganut agama Kristen menghadapi kondisi spiritual yang mengajaknya untuk beribadah, misalnya di tengah malam, apa yang bisa dilakukannya? Dia harus menunggu hari Minggu ketika pintu gereja terbuka. Ini berarti terputusnya hubungan manusia dengan Tuhannya." Corbin membenarkan kata-kata Allamah dan mengatakan, "Kritik ini tepat. Alhamdulillah agama Islam telah menjaga hubungan antara manusia dengan Tuhannya kapanpun dan di manapun juga."

Allamah Thabathabai dalam filsafat sosial dan politik Islam punya pandangan yang menarik. Mengenai pemerintahan yang kejam dan despotik, beliau mengatakan, "Rezim kekuasaan yang bobrok melahirkan kekacauan dan kebejatan di tengah masyarakat manusia. Orang yang baik akan terpaksa harus terjun ke tengah medan untuk memperbaiki kondisi dan menyingkirkan rezim penguasa itu. Dan ini adalah misi para nabi dan wali yang paling suci dan penting. Fakta inilah yang bisa dilihat dari sejarah kehidupan manusia-manusia agung itu."

Allamah meyakini bahwa keadilan sosial dan interaksi yang sehat antara manusia serta penghormatan kepada martabat manusia hanya bisa terwujud di bawah naungan hukum Ilahi. Terkait masa kegaiban Imam Maksum Allamah beliau meyakini kepemimpinan Islami seorang fakih sebagai satu keharusan. Masalah ini dikupas oleh beliau dalam bukunya berjudul ‘Risalah al-Wilayah'.

Salah satu kelebihan yang ada pada diri Allamah Thabathabai adalah penguasaannya atas berbagai bidang ilmu. Ketekunan dalam belajar telah membawanya menjadi salah satu ulama dan tokoh besar. Selain filsafat Islam dan Barat, beliau juga menguasai pendapat berbagai mazhab dan agama lain. dalam diskusi dengan para tokoh berbagai mazhab dan agama Allamah selalu menguasai medan pembicaraan. Beliau bahkan cukup piawai dalam menafsirkan teks-teks rujukan utama agama-agama dan mazhab-mazhab lain.

Salah seorang murid Allamah menceritakan, "Selain kedalaman ilmunya terkait agama dan budaya Islam, ada satu hal yang sangat mengagumkan bagiku pada diri Allamah Thabathabai, yaitu kelapangan hati beliau untuk mendengar semua pendapat. Beliau dengan seksama mendengarkan perkataan orang. Allamah sangat peduli dengan ilmu. Mungkin pengalaman yang kami dapatkan bersama beliau tak bisa ditemukan di tempat lain. Bersama beliau kami mempelajari terjemahan Injil, Upanishad Hindu, Sutta Budha dan Tao Te Ching. Beliau menafsirkan kitab-kitab itu sedemikian mendalam seakan ikut terlibat dalam penulisannya."

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, "Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina." Penyebutan negeri Cina adalah untuk menunjukkan tempat terjauh yang mesti didatangi untuk mengejar ilmu. Artinya, lewat hadis ini Nabi Saw mendorong umatnya untuk menimba ilmu dengan menanggung segala kesulitan dan kesusahan. Allamah setiap hari selalu memperkaya diri dengan ilmu lewat penelaahannya pada pemikiran agama-agama lain. Beliau menguasai ajaran agama-agama Asia Timur. Beliau meyakini bahwa kebenaran yang murni ada pada al-Quran. Meski demikian, agama-agama yang lain pun juga tak kosong dari kebenaran dan hakikat. Karena itu beliau menghormati ajaran agama-agama lain.

Kecintaannya yang luar biasa kepada kitab suci al-Quran telah mendorong ulama besar ini untuk menulis kitab tafsir al-Mizan, sebuah kitab tafsir yang sangat mendalam. Metode penulisannya adalah menafsirkan ayat dengan bantuan ayat lain. Faker Meibadi, salah satu murid Allamah menyebut metode khas tafsir ini sebagai keistimewaan al-Mizan seraya mengatakan, "Tafsir al-Mizan ditulis dengan metode al-Quran dengan al-Quran, metode yang mengikuti cara para Imam Maksum as menafsirkan kitab suci ini. Dengan cara ini Allamah menghidupkan kembali metode penafsiran para Imam di zaman ini."

Meski menggunakan metode menafsirkan ayat dengan ayat lain, tapi Allamah juga tidak melupakan hadis-hadis dari Nabi dan Ahli Bait dalam al-Mizan. Mengenai metode Ahli Bait dalam menafsirkan al-Quran, Allamah mengatakan, "Meskipun al-Quran menegaskan bahwa Nabi Saw dan Ahli Bait as adalah penjelas dan penafsir makna dan kandungan al-Quran, tapi metode yang mereka gunakan adalah menafsirkan al-Quran dengan al-Quran dan inilah yang diajarkan al-Quran sendiri. Dari banyak riwayat dapat kita fahami bahwa dalam menafsirkan al-Quran Nabi dan Ahlul Bait hanya menggunakan ayat-ayat al-Quran saja."

Allamah dalam tafsir al-Mizan membahas banyak hal terkait masalah-masalah kontemporer dan ideologi-ideologi masa kini secara mendalam. Beliau menyebut berbagai kritik yang datang dari Timur dan Barat terhadap Islam lalu menjawabnya dengan sempurna. Singkatnya, tafsir al-Mizan adalah kitab tafsir yang menjadikan al-Quran sebagai poros bahasan dan landasan dalam menafsirkan ayat-ayat Ilahi. Kitab ini juga menyebutkan berbagai pandangan dan pemikiran yang ada lalu menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah.

Syahid Muthahhari terkait kitab al-Mizan mengatakan, "Dalam menulis tafsirnya, Allamah Thabathabai mendapat inayah dan ilham dari Allah."

Allamah sendiri menjelaskan, "Ada satu fakta dalam Al-Quran yang tidak terbantahkan yaitu bahwa setiap kali seorang manusia masuk ke dalam naungan kepasrahan dan wilayah Ilahi dia akan semakin mendekat ke lembah kesucian dan keagungan. Saat itu pintu-pintu langit akan terbuka baginya dan dia akan mampu melihat hakikat di balik ayat-ayat Allah dan nur Ilahi yang tak bisa disaksikan oleh orang lain."
Kitab tafsir ini juga membahas masalah akhlak dan irfan secara mendalam. Dengan ungkapan-ungkapan yang singkat tapi padat, Allamah mengajak pembaca kepada penyucian diri dan liqaullah. Al-Mizan membahas pula masalah sastra dan tata bahasa Arab dengan detil. Tak heran jika pembaca tak merasa bahwa penulisnya adalah seorang berkebangsaan Iran, bukan penulis Arab.

Selain tafsir al-Mizan, Allamah Thabathabai juga meninggalkan banyak tulisan berbobot lainnya. Diantaranya adalah Bidayatul Hikmah. Buku ini mengajarkan dasar-dasar filsafat. Bidayatul Hikmah menjadi buku panduan pelajaran filsafat di hauzah ilmiah dan perguruan tinggi di Iran. Setelah buku ini, santri atau mahasiswa bisa melanjutkan pendidikan filsafat dengan mempelajari Nihayatul Hikmah yang juga ditulis oleh Allamah. Kitab kedua ini membahas filsafat lebih mendalam dari kitab Bidayatul Hikmah.

Allamah juga menulis buku ushul fiqih yaitu Hasyiyah atau catatan untuk kitab Kifayatul Ushul. Buku beliau yang lain adalah ‘Shie dar Islam' yang sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, ‘Kholase-ye Taalim-e Islam' dan ‘Ravabet-e Ejtemai'e Islam'. dalam upaya mengenalkan agama Islam secara singkat beliau menulis buku Amuzesh'e Din yang mengulas apa saja yang berhubungan dengan Islam dan hal-hal yang paling mendasar dalam agama ini. Ada pula buku-buku lainnya yang membahas tentang teologi seperti Rasail Tauhidiyah terdiri atas 26 risalah yang membahas tentang ketuhanan, sifat Allah dan perbuatan Allah. Allamah juga meninggalkan menulis kumpulan puisi yang ditulisnya dalam bahas Persia. Selain itu beliau juga menulis buku tentang sejarah biografi Nabi Saw berjudul Sunan al-Nabi dan buku akhlak berjudul Lubbul Lubab yang merupakan kumpulan materi pelajaran akhlak beliau.

Allamah Thabathabai adalah sosok ulama yang menguasai ilmu fikih, ushul, matematika dan astronomi secara mendalam. Beliau belajar matematika dari ulama Najaf bernama Sayid Abul Qasim Khonsari yang dikenal sebagai pakar matematika di zaman itu. Dalam tata bahasa dan sastra Arab, Allamah punya kepandaian yang luar biasa. Selain itu, beliau juga tergolong sebagai arsitek Islam yang ulung. Sejumlah bangunan dan gedung dibuat dengan rancangan beliau. Ketika tiba di kota Qom, Allamah masuk ke madrasah Hujjatiyah. Pengurus Hujjatiyah berencana melakukan perluasan sekolah agama tersebut yang saat itu tergolong kecil dengan bangunannya yang sangat sederhana. Menurut rencana Hujjatiyah akan diperluas dengan sejumlah kamar, kelas, perpustakaan dan masjid.

Banyak insinyur dan arsitek dari Tehran dan sejumlah kota lainnya yang mengajukan rancangan bangunan. Tak ada satupun yang menarik hati pengurus madrasah. Akhirnya, Allamah Thabathabai membuat denah bangunan dengan rancangannya. Melihat denah dan rancangan bangunan itu, pengurus Hujjatiyah menyatakan setuju. Akhirnya, Madrasah atau pusat sekolah agama itupun di bangun berdasarkan rancangan Allamah Thabathabai. Beliau pula yang menjadi pengawas pembangunannya.

Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang murid Allamah yang paling menonjol mengatakan, "Allamah Thabathabai memiliki ruh dan spiritualitas yang sangat tinggi. Ketika masuk ke pembahasan tentang Allah, nampak sekali beliau tenggelam dalam suasana spiritual yang mengagumkan." Apa yang dikatakan oleh Ayatollah Javadi diakui oleh banyak ulama. Mereka mengagumi keadaan spiritual Allamah Thabathabai yang sangat istimewa. Dalam hal irfan, beliau sangat menguasai kitab al-Futuhat al-Makkiyah karya Ibnu Arabi.
Tentang Allamah Thabathabai, Ayatullah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Paras maknawiyah Allamah Thabathabai menampilkan gambaran seorang manusia berbobot dengan iman kuat dan irfan hakiki yang diiringi dengan ilmu yang luas dan mendalam. Kombinasi semua itu pada diri Allamah membuktikan bahwa Islam bisa menggabungkan antara gelora cinta yang dalam dengan logika yang kuat pada diri seorang ulama."

Terkait Berita: