Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Wasiat. Show all posts
Showing posts with label Wasiat. Show all posts

Wasiat Amirul Mu’minin as kepada Kumail ra


Sumber :
Buku : Syarah Doa Kumail
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan

Hasan bin Syu’bah Harrani, penulis Tuhaf Al-Uqul, menyantumkan hadis dengan silsilah sanad dari Sa’ad bin Zaid bin Arthah sebagai berikut: Aku bertemu dengan Kumail bin Ziyad ra, kemudian aku menanyakannya perihal keutamaan Amirul Mu’minin as.

Beliau menjawab: “Apakah kau ingin tahu apa yang Amirul Mu’minin as wasiatkan padaku?
Ketahuilah bahwa wasiat tersebut lebih baik bagimu daripada dunia dan seisinya.”
“Iya.” Jawabku.
Kemudian beliau melanjutkan, Amirul Mu’minin as mewasiatkan padaku: “Wahai Kumail, setiap hari, ucapkanlah Bismillahirrahmanirrahim, lalu lafadzkan dzikir La haula wa la quwwata illa billah, dan bertawakkallah kepada Allah Swt. Kemudian ucapkan nama-nama (para Imam) dan bershalawatlah untuk mereka.

Wahai Kumail, sesungguhnya Allah Swt mengajarkan adab kepada Nabi-Nya, dan Nabi Allah mengajarkannya padaku, kemudian aku mengajarkannya kepada orang-orang mu’min. Aku akan mewariskan adab kepada mereka yang mulia.

Wahai Kumail, tidak ada ilmu kecuali aku yang membukakannya, juga tidak ada suatupun kecuali Imam Al-Qa’im as yang menutupnya.
Wahai Kumail, para Nabi dan Imam berasal dari satu nasab dan pohon kebaikan, Sesungguhnya Allah Swt Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Wahai Kumail, janganlah menuntut ilmu kecuali dari kami, supaya dirimu tergabung bersama kami. Wahai Kumail, setiap amal perbuatanmu membutuhkam ma’rifat (setiap perbuatan harus dimulai dari ma’rifat).

Wahai Kumail, ucapkanlah “bismillah” sebelum makan. Dengannya kamu akan terhindar dari keburukan. Sesungguhnya nama Allah Swt adalah obat segala penyakit.

Wahai Kumail, ajaklah orang lain makan bersamamu dan janganlah bersifat bakhil. Karena bukan dirimu yang memberi mereka rizki, dan Allah Swt akan memberimu banyak pahala atas perbuatanmu itu.

Berbuat baiklah kepadanya (mereka yang makan bersamamu), berperilakulah dengan wajah yang ramah terhadap mereka. Juga janganlah mencela dan berbuat buruk kepada para pekerjamu. Wahai Kumail, ketika sedang makan, maka makanlah dengan perlahan, supaya mereka yang makan bersamamu dapat mengambil bagiannya.

Wahai Kumail, ketika kau selesai makan, bersyukurlah kehadirat Allah Swt atas rizkimu. Ucapkan rasa syukur ini dengan suara yang tinggi, sehingga yang lain akan ikut bersyukur, dengan inilah pahala dari Allah Swt akan bertambah.

Wahai Kumail, jangan penuhi lambungmu dengan makanan, simpanlah ruang untuk nafas dan air. Janganlah kau menyentuh makanan kecuali di waktu kau membutuhkannya. Dengan beginilah kau mengambil kekuatan darinya (yaitu makanan dapat ternutrisi dengan baik).

Ketahuilah, badan yang sehat adalah sedikit makan dan sedikit minum. Wahai Kumail, keberkahan harta terdapat dari orang yang memberi zakat, membantu sesama mu’min dan menyambung tali silaturrahmi.

Wahai Kumail, perbanyaklah memberi kepada mu’min yang ada di kaummu dibandingkan yang bukan mu’min dari kaummu. Dan perbanyaklah rasa kasih sayangmu pada mereka dan bersimpatilah pada mereka serta bersedekahlah pada kaum faqir miskin.

Wahai Kumail, jangan tinggalkan orang yang membutuhkan, walaupun sekedar memberinya setengah buah anggur ataupun kurma. Sesungguhnya di sisi Allah Swt, sedekah itu akan tumbuh.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya hiasan seorang mu’min adalah rendah diri, keindahannya adalah suci, kemuliaannya adalah mempelajari (hukum-hukum agama) dan kehormatannya adalah meninggalkan bincang-bincang.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya amal perbuatan seorang hamba setelah bersaksi kepada Allah Swt dan Auliya-Nya adalah kesucian, toleransi dan sabar.

Wahai Kumail, jangan tunjukkan kefaqiran dan kelemahanmu pada masyarakat sekitar. Sabarlah atas itu semua dan demi keridhaan Allah Swt, tutupilah itu semua dengan kemuliaan.

Wahai Kumail, bukan sesuatu yang patut dihalau untuk menceritakan rahasia pribadi kepada saudaramu. Namun saudara yang manakah?
Yaitu yang tidak meninggalkanmu di kala susah, menaungimu ketika dilanda kerugian dan tidak menghindar, ketika kau menanyakan sesuatu ia tidak berkhianat, tidak meninggalkanmu sendirian walaupun tahu kau tidak terkekang dan ketika kau terkekang ia akan menyeleseikannya.

Wahai Kumail, mu’min adalah cerminan mu’min. Yaitu mengatakan aibnya kepadanya, peduli dengan keadaanya serta membantu di kala fakir dan sakit.

Wahai Kumail, para mu’min saling bersaudara, di antara saudara tidak ada yang lebih tinggi dan lebih baik. Wahai Kumail, jika kau tidak menyukai saudaramu, berarti kau bukan saudaranya.
Mu’min adalah pengikut kami imam-imam ma’shum as serta yang mengatakan perkataan kami.
Maka barangsiapa yang melawan perkataan kami, maka terputuslah dari kami. Barangsiapa yang telah terpisah dari kami tidak akan bergabung dengan kami kelak. Maka (karena keadaan yang demikian) ia akan merasakan api yang paling hina.

Wahai Kumail, ia yang resah akan menampakkan kegundahan hatinya. Bagi ia yang menampakkan kegundahan hatinya, simpanlah rahasia tersebut. Jangan sampai kau sebarkan kepada yang lain. Karena menyebarkan rahasia seseorang tidak ada taubat di dalamnya. Dan dosa yang tidak memiliki taubat balasannya adalah api neraka.

Wahai Kumail, mengatakan rahasia keluarga Muhammad Saww adalah sesuatu yang tidak dapat dimaafkan dan tidak ada seorangpun yang dapat menanggungnya. Jangan katakan rahasia keluarga Muhammad Saww kecuali pada orang mu’min yang berhasil dan cerdas.

Wahai Kumail, ketika kau dalam kesulitan ucapkanlah “La haula wa la quwwata illa billah” maka dengan perantara itu Allah Swt akan menolongmu. Begitu pula dalam nikmat yang diperoleh ucapkan “Alhamdulillah” yang mana Allah Swt akan menambah nikmat tersebut. Juga ketika rizkimu terlambat datang beristighfarlah supaya Allah Swt membukakan jalan untuk perkaramu.

Wahai Kumail, iman terbagi dalam dua bagian: Mustaqar dan Mustauda’ (Yaitu iman yang kokoh dan iman yang palsu). Hindarilah iman yang palsu, jika berkehendak pastikan kau memiliki iman yang kokoh. Ketika kau telah berhasil mencapainya, lengkapi langkah-langkah prosedur setelahnya yaitu dengan tidak terseret kembali ke jalan yang menyimpang dan tidak kembali lagi.

Wahai Kumail, tidak diperkenankan bagi siapapun untuk meninggalkan amalan wajib dan bersusah-susah dalam menjalankan amalan sunnah. Wahai Kumail, selamatkan dirimu dengan perantara wilayah dan cinta supaya harta dan keturunanmu terbebas dari syeitan.

Wahai Kumail, sesungguhnya dosa-dosamu lebih banyak dari perbuatan baikmu. Kelalaianmu terhadap Allah Swt lebih banyak dari berdzikir dan mengingat-Nya. Nikmat Allah Swt lebih banyak daripada apa yang kau perbuat.

Wahai Kumail, kau tidak terpisah dari nikmat Allah Swt, dengan adanya Afiyat yang telah dianugerahkan kepadamu (yaitu sumber segala nikmat adalah Afiyat). Oleh karena itu, jangan pernah berhenti mengucap hamdalah, tamjid, tasbih, taqdis, rasa syukur dan mengingat-Nya.
Wahai Kumail, usahakan jangan seperti mereka yang Allah Swt berfirman: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 19).

Sebutan fasik telah diberikan pada mereka. Wahai Kumail, amal bukanlah mengerjakan shalat, berpuasa dan bersedekah melainkan shalat dengan hati yang suci, sesuai kehendak Allah Swt serta penuh dengan kekhusyuan. Perhatikan dengan pakaian apa, tanah yang bagaimana dan sajadah apa yang kau dirikan shalat dengannya?
Jika bukan sesuai syariat dan tidak halal maka shalatmu tidak akan diterima.

Wahai Kumail, dalam setiap kesatuan sosial terdapat kaum yang  sebagian (dari segi pemikiran) lebih tinggi dari yang lain. Maka dari itu hindarilah perbincangan dan perseteruan dengan yang hina. Apabila kau mendengar perkataannya bersabarlah dan jangan bangkit seketika. Sesungguhnya Allah Swt berfirman: Ketika lawan bicaranya adalah orang-orang yang bodoh, maka ia bersikap tenang menghadapi mereka (yaitu bersabar menghadapi perbuatan buruk mereka).
Wahai Kumail, katakanlah haq pada setiap keadaan, jadilah pelindung orang-orang taqwa, jauhilah orang-orang fasiq, hindari orang-orang munafik dan janganlah bergabung dengan para pengkhianat. Wahai Kumail, janganlah mengetuk pintu orang-orang dzhalim, dengan maksud ingin beraktivitas bersama-sama dengan mereka dan berniaga dengan mereka.

Hindarilah mengagung-agungkan mereka dan mematuhi mereka, ataupun hadir dalam acara mereka, yang mana ini akan menyebabkan murka Allah Swt. Jika kau terpaksa hadir dalam acara tersebut, maka berdzikirlah selalu kepada Allah Swt dan bertawakallah pada-Nya, berlindunglah kepada Allah Swt dari keburukan mereka, jangan terpengaruh dengan keindahan mereka, pungkiri perbuatan tersebut dan agungkanlah nama Allah Swt di depan mereka serta perdengarkanlah pada mereka kekuasaan Allah Swt. Karena, keabsahanmu berasal dari ini semua dan selamatlah dirimu dari keburukan mereka.

Wahai Kumail, apa yang diambil oleh lisan dan yang diucapkan adalah dari hati. Hati manusia terbentuk dari makanan. Lihatlah, dengan apa engkau memberi makan kepada hatimu? Apabila bukan dari jalan yang halal, maka Allah Swt tidak akan menerima tasbih dan zikirmu.
Wahai Kumail, ketahuilah bahwa kami tidak mengizinkan dan juga tidak rela terhadap seseorang yang meninggalkan amanah, apabila terdapat seseorang yang melakukan hal ini dengan alasan bahwa aku rela terhadap hal ini, maka sesunguhnya ini adalah sebuah dosa besar.

Dan api neraka menjadi jawaban bagi kebohongan tersebut. Aku bersumpah, satu jam sebelum wafat Rasulullah Saw, aku mendengar Rasul sampai tiga kali berkata, “kembalikanlah amanah kepada pemiliknya, baik orang baik maupun orang buruk, baik amanah itu kecil maupun besar.” Wahai Kumail, bukanlah perang dan jihad, melainkan bersama imam yang adil (yaitu dengan izinnya), dan shalat jamaah tidak menjadi hal yang dianjurkan (mustahab), melainkan bersama Imam yang memiliki kemuliaan (yaitu seorang imam diharuskan mempunyai kemuliaan lebih daripada ma’mumnya).

Wahai Kumail, aku bersumpah, aku bukan orang yang rela menjual harga diri guna menjadikan orang lain taap kepadaku. Aku tidak memberi uang sogok kepada kaum arab untuk memanggilku dengan panggilan Amirulmukminin.
Wahai Kumail, mereka yang mengambil keuntungan dari dunia, ketahuilah bahwasannya dunia adalah penipu, hanya akhirat yang kekal dan abadi. Wahai Kumail, semua orang akan pergi menuju akhirat, tetapi, apa yang kita inginkan dari akhirat adalah ridho Allah dan derajat tinggi surga dimana Allah Swt akan memberinya kepada orang-orang yang bertakwa.

Wahai Kumail, seseorang yang tidak bertempat di surga, maka kabarkan kepadanya akan azab pedih dan menyakitkan. Wahai Kumail, aku senantiasa bersyukur kepada Allah Swt dalam segala keadaan atas segala taufik yang telah diberikanNya kepadaku.


Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Wasiat Nabi Muhammad saw Yang Terabaikan


“Aku tinggalkan untuk kalian dua amanat, selama kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya. Salah satunya lebih agung dari yang lain. Yakni Kitab Allah (al-Qur’an), tali rahmat-Nya yang terbentang dari langit hingga bumi. Yang kedua adaah ‘itraty (kerabatku), yakni ahli baitku (keluargaku). Keduanya tidak akan berpisah di sisiku hingga masuk di haudh (telaga surga). Perhatikanlah bagaimana kalian akan bersikap dengan kedua amanat itu?” Demikian terjemahan redaksi hadits Nabi Muhammad saw dalam Sunan Turmidzi dari sekian banyak redaksi-redaksi hadits yang mempunyai makna hampir sama dan dapat dipastikan kesahihannya.

Namun dalam kenyataannya wasiat tersebut hampir tidak pernah disinggung dan “dihilangkan” dalam pendidikan dan pengajaran umat Islam. Hadits wasiat tersebut biasa dikenal dengan sebutan hadits al-Tsaqalain, dua perkara berat yang diamanahkan Rasulullah sw kepada umatnya. Hadits di atas bagi mayoritas kaum muslim mungkin terdengar baru bahkan mungkin dianggap hadits lemah karena galibnya mereka didengarkan, diajarkan, dan didoktrin dengan riwayat yang lain, yaitu “Wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal untuk kalian. Apabila kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya.Keduanya adalah Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”.
.
Padahal jika anda mempelajari dan mengetahui ilmu hadits, anda akan temukan bahwa kedua hadits yang kontradiksi tersebut memiliki perbedaan kualitas yang menonjol. Hadits yang pertama memiliki kualitas yang dapat diandalkan sedangkan hadits terakhir dapat dipastikan memiliki kualitas jauh lebih rendah dan lemah dari hadits pertama. Tidak percaya? Coba cari penelitian, takhrij kedua hadis tsaqalain di internet. Anda akan menjumpai banyak penelitan dan takhrij atas hadist tersebut yang dapat memahamkan kita semua meski anda bukan orang yang mumpuni masalah hadits. Anda dapat juga mengkrosceknya dengan puluhan kitab riwayat, rijal hadits yang tersebar gratis di dunia maya untuk menghilangkan rasa ketidakpercayan anda.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan dan kenapa wasiat Nabi Muhammad saw tersebut tidak menyebar luas sebagaimana riwayat lemah kedua yang sering kita dengar sewaktu sekolah, kuliah bahkan ketika khatib-khatib Jum’at mulai memerintahkan kita semua untuk bertakwa kepada Allah swt. Namun jika merunut sejarah peradaban Islam, ada masa-masa di mana ahli bait, keluarga Nabi Muhammad saw beserta para pengikutnya ditindas, dikejar-kejar bahkan dibunuh oleh pihak pemegang kekuasaan. Suatu masa dimana menyebut nama mereka merupakan sebuah tindakan kriminal yang dapat membunuh si pengucapnya. Yunus bin Ubaid berkata: “Aku bertanya kepada Hasan al-Basri: ‘Wahai Abu Sa’id, mengapa engkau katakan bahwa Rasululah saw bersabda demikian… demikian, sedangkan engkau sendiri tidak mengetahui asal-usulnya?’. Kemudian Hasan al-Basri menjawab: ‘Wahai kemenakanku, engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang orang lain belum pernah menanyakannya padaku, bukankah engkau mengerti bagaimana keadaan zaman yang kita hadapi sekarang ini, … ketahuilah … setiap engkau mendengar aku berkata “Rasulullah saw bersabda”, maka hadits itu adalah dari riwayat Ali bin Abi Thalib ra hanya saja sekarang ini kita berada dalam zaman di mana tidak boleh menyebut nama Ali bin Abi Thalib”. Di masa-masa itulah kemungkinan besar wasiat Nabi Muhammad saw mulai terpinggirkan dan tidak diajarkan pada umat Islam.

Apakah wasiat Nabi Muhammad saw yang merupakan bentuk pengutamaan beliau atas keluarganya seperti halnya tindakan nepotisme sahabat Utsman yang didorong oleh rasa kemanusiaannya, yang akhirnya kebijakan tersebut membunuh dirinya sendiri?

“Itulah (karunia) yang Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu upah untuk itu kecuali kasih sayang kepada keluarga”. dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan pula baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterimakasih.” (al-Syura: 23).
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 33).

Ayat di atas dan banyak hadits-hadits lain menunjukkan bahwa perintah Nabi Muhammad saw kepada semua umat Islam agar mencintai, mengutamakan, mengikuti, bahkan memasukkan ahli bait Nabi Muhammad saw dalam bacaan shalawat merupakan bagian dari perintah Allah Maha Bijaksana yang disampaikan melalui nabi-Nya.

Untuk keperluan perintah tersebut, Allah dengan cara-Nya yang misterius menyiapkan semua yang diperlukan. Allah menciptakan pribadi-pribadi suci berkualitas dari keturunan langsung Nabi Muhammad saw untuk menjaga umat Islam sampai akhir zaman. Merekalah yang disebut ahli bait Muhammad saw (setidaknya yang menjadi kesepakatan seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fatimah, Ali, dan kedua putranya Hasan dan Husain). Kedudukan tinggi mereka di sisi Allah dan Nabi-Nya diketahui dengan pasti tidak hanya oleh kalangan ulama biasa melalui banyaknya riwayat Nabi Muhammad tentang mereka. Kalangan ulama khash, sebagai pemegang rahasia Tuhan, pun mengetahui kedudukan mereka dengan jelas. Sebut saja Ibnu Arabi, ia memandang bahwa generasi Fatimah al-Zahra sebagai generasi suci secara dzati. “Sedekat-dekat manusia kepada Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, imam semesta dan pemegang rahasia para nabi seluruhnya”; “Akar dan pokok pohon Tuba berada di kediaman Ali bin Abi Thalib”, adalah beberapa pengakuan beliau akan keutamaan dan keunggulan Ahli bait Nabi Muhammad saw.

Contoh lainnya adalah Jalal al-Din al-Rumi. Ia menjuluki Ali bin Abi Thalib dengan lebih dari 50 gelar dalam Matsnawinya. Ali sebagai kebanggaan setiap Nabi; sebagai kebanggaan setiap wali; singa Tuhan; cahaya di atas cahaya; yang tenggelam dalam cahaya Allah, dan lain sebagainya.

Bahkan ketika mengomentari peristiwa pembunuhan Husain as, satu kejadian selain pembunuhan Yahya bin Zakariya as yang menyebabkan langit menangis darah, ia mengatakan: “Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad? Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang mukmin hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh”.

Akhirnya, Tuhan memberikan dua pilihan pada kita semua. Mengecewakan Nabi Muhammad saw atau mencintai ahli baitnya di zaman manusia mendapat kebebasan berpikir, bersuara dan berkeyakinan seperti sekarang ini.

Rasulullah Tidak Pernah Berwasiat Tentang Kepemimpinan Kepada Dirinya

Takhrij Atsar Aliy bin Abi Thalib : Rasulullah Tidak Pernah Berwasiat Tentang Kepemimpinan Kepada Dirinya
Kepemimpinan Imam Ali telah ditetapkan dalam hadis-hadis shahih, dibenarkan oleh mereka yang mengetahuinya dan diingkari oleh para pengingkar. Di antara pengingkaran mereka adalah mengait-ngaitkan “kepemimpinan Imam Ali” dengan ciri khas kaum Syiah. Sehingga siapapun yang menetapkan kepemimpinan Imam Ali maka ia adalah Syiah Rafidhah dan kafir. Sebagian pengingkar yang sok mengaku-ngaku ahlus sunnah, mengutip atsar dimana Imam Aliy mengakui bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepemimpinan kepada dirinya. Atsar tersebut dhaif sebagaimana yang telah kami bahas sebelumnya. Tulisan kali ini hanya pembahasan ulang yang lebih rinci untuk membuktikan bahwa atsar Imam Aliy tersebut dhaif sekaligus bantahan terhadap orang yang menguatkan atsar ini 
 
Perhatikan Website Dedengkot Wahabi Sebagai Berikut:
___________________________________________

‘Aliy bin Abi Thaalib : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Pernah Berwasiat tentang Kepemimpinan Kepada Dirinya



 
 
Di Blog ini pernah ditulis bahasan berjudul : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Pernah Berwasiat tentang Kepemimpinan kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Di antara dalil yang dibawakan, ada riwayat tentang pengakuan ‘Aliy bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berwasiat tentang kepemimpinan kepadanya, dengan disertai takhrij ringkas yang saya mengambil faedah dari takhrij Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth hafidhahullah. Pada kesempatan kali ini, saya akan mengulang dan sedikit meluaskan pembahasannya dengan mengetengahkan beberapa riwayat yang bersumber dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu yang menegaskan permasalahan sebagaimana tertera pada judul. Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan rahmat dan balasan jannah kepada Al-Khulafaaur-Raasyidiin, tidak terkecuali shahabat mulia : ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Dan...... menghancurkan kebusukan Syi’ah Raafidlah sehancur-hancurnya.....

Riwayat ‘Abdullah bin Sabu’ rahimahullah.
Sedikitnya ada lima jalur periwayatan, yaitu :
1.     Dari Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ahmad[1] dalam Al-Musnad 1/30, Ibnu Abi Syaibah[2] dalam Al-Mushannaf 14/596 & 15/118, Ibnu Sa’d[3] dalam Ath-Thabaqaat 3/20, Abu Ya’laa[4] dalam Al-Musnad no. 341, Al-Khallaal[5] dalam As-Sunnah no. 332, Al-Ashbahaaniy[6] dalam Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah no. 279, Ibnu ‘Asaakir[7] dalam At-Taariikh 42/538, dan Adl-Dliyaa’[8] dalam Al-Mukhtarah no. 594; semuanya dari jalan Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : Aku mendengar ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu berkata :
لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
"Sungguh akan diwarnai (darah) dari sini hingga sini, dan tidak menungguku selain kesengsaraan." Para shahabat bertanya : "Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada kami orang itu, agar kami bunuh keluarganya." Ali berkata; "Kalau begitu, demi Allah, kalian akan membunuh selain pembunuhku." Mereka berkata : "Angkatlah khalifah pengganti untuk memimpin kami !". ‘Aliy menjawab : "Tidak, tapi aku tinggalkan kepada kalian apa yang telah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tinggalkan untuk kalian". Mereka bertanya : "Apa yang akan kamu katakan kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?". Dalam kesempatan lain Wakii' berkata : "Jika kamu bertemu dengan-Nya?" ‘Aliy berkata : "Aku akan berkata : 'Ya Allah, Engkau tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika Engkau berkehendak, perbaikilah mereka dan jika Engkau berkehendak maka hancurkanlah mereka'" [lafadh dari Ahmad dalam Al-Musnad, 1/130].
Keterangan para perawinya :
·         Wakii’ bin Al-Jarraah bin Maliih Ar-Ruaasiy, Abu Sufyaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 196/197 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1037 no. 7464].
·          Sulaimaan bin Mihraan Al-Asadiy Al-Kaahiliy – terkenal dengan nama Al-A’masy; seorang yang tsiqah, haafidh, lagi ‘aalim terhadap qira’aat, wara’, akan tetapi sering melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 147/148 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 414 no. 2630].
·          Saalim bin Abi Ja’d Raafi’ Al-Ghaththafaaniy Al-Asyjaa’iy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, namun banyak melakukan irsal. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 97 H/98 H/100 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 359 no. 2183].
·            ‘Abdullah bin Sabu’/Subai’; seorang yang maqbuul. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh An-Nasaa’iy dalam Musnad ‘Aliy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 509 no. 3360].
Sanad riwayat ini lemah dikarenakan ‘Abdullah bin Sabu’ dan ‘an’anah dari Al-A’masy sedangkan ia seorang mudallis.
Wakii’ dalam membawakan sanad hadits ini mempunyai mutaba’ah dari
a.   Muhaadlir bin Al-Muwarri’; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[9] dalam At-Taariikh 42/538. Sanad riwayat ini ada kelemahan. Abu ‘Aliy Ahmad bin Muhammad bin Ibraahiim bin Yazdaad, saya belum menemukan biografinya. Adapun perawi lain adalah tsiqah, kecuali Muhaadlir, ia seorang yang yang shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 206 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 922 no. 6535]. Khusus riwayatnya dari Al-A’masy, Ibnu ‘Adiy mengatakan bahwa riwayatnya tersebut lurus (mustaqiimah).
b.   Abu Bakr bin ‘Ayyaasy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy[10] dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad 1/664-665 no. 1209 dan Ibnu ‘Asaakir[11] dalam At-Taariikh 42/538-539, keduanya dari jalan Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Al-‘Abbaas, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Haaruun, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim Asy-Syahiidiy, ia berkata : Aku mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy berkata dengan menyebutkan khutbah ‘Aliy di atas. Ishaaq bin Ibraahiim An-Nahdiy berkata :
سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: عِنْدِي فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ أَخْبَرَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَهُمْ بِهَذِهِ الْخُطْبَةِ
“Aku mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy berkata : ‘Menurutku, hadits ini sanadnya jayyid (baik). Telah mengkhabarkan kepadaku Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, bahwasannya ‘Aliy berkhutbah kepada mereka dengan khutbah tersebut” [selesai].
Keterangan para perawinya :
·           Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Al-‘Abbaas bin ‘Abdirrahmaan bin Zakariyyaa, Abu Thaahir Al-Mukhallish; seorang yang tsiqah. Lahir tahun 305 H dan wafat tahun 393 H [Taariikh Baghdaad 3/558-559 no. 1074 dan Mishbaahul-Ariib 3/166 no. 24403].
·           Muhammad bin Haaruun bin ‘Abdillah bin Humaid bin Sulaimaan bin Mayyaah, Abu Haamid Al-Hadlramiy – terkenal dengan nama Al-Ba’raaniy; seorang yang tsiqah. Lahir tahun 225 H/230 H, dan wafat tahun 321 H [Taariikh Baghdaad 4/569-571 no. 1733 dan Misbaahul-Ariib 3/244 no. 26024].
·          Ishaaq bin Ibraahiim bin Habiib bin Asy-Syahiid, Abu Ya’quub Al-Bashriy Asy-Syahiidiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 257 H. Dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Maraasiil, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 125 no. 326].
·           Abu Bakr bin ‘Ayyaasy bin Saalim Al-Asadiy Al-Kuufiy Al-Muqri’ Al-Hanaath; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid, namun ketika beranjak tua, hapalannya berubah/jelek, dan kitabnya adalah shahih. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 95 H/96 H/100 H, dan wafat tahun 194 H atau dikatakan setahun atau dua tahun sebelum itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1118 no. 8042].
Faedah :
ü  Al-Laalikaa’iy dalam hadits yang ia bawakan menisbatkan Ishaaq bin Ibraahiim dengan An-Nahdiy. Ini keliru, sebab yang terkenal menjadi murid Abu Bakr bin ‘Ayyaasy itu bukan An-Nahdiy, akan tetapi Asy-Syahiidiy. Inilah yang disebutkan Ibnu ‘Asaakir. 
ü  Perkataan Abu Bakr bin ‘Ayyaasy terhadap penghukuman sanad hadits yang ia bawakan (dari Al-A’masy, dari Saalim, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy) adalah shahih sanadnya sampai kepadanya. Dan sebagaimana telah dimaklumi bahwa tashhih seorang ulama terhadap sanad tertentu (mu’ayyan) dianggap merupakan tautsiq terhadap para perawinya. Oleh karena itu, penghukuman Abu Bakr bin ‘Ayyaasy ini mengkonsekuensikan adanya tautsiq (atau ta’dil secara umum) terhadap para perawinya, termasuk ‘Abdullah bin Sabu’. Oleh karena itu, – minimal - terangkatlah jahalatul-‘ain-nya meskipun dalam kitab al-jarh wat-ta’diil ia hanya ditautsiq oleh Ibnu Hibbaan yang terkenal mutasahil dalam pentautsiqan perawi majhuul. Penghukuman Ibnu Hajar dalam At-Taqriib dengan maqbuul bisa dibenarkan, karena perawi yang dihukumi dengan status ini adalah diterima jika ada mutaba’ah-nya.
2.     Dari Al-A’masy, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Riwayat Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dari Al-A’masy yang disebutkan di atas terdapat perselisihan.
Diriwayatkan oleh Ahmad[12] dalam Al-Musnad 1/156 & dalam Al-Fadlaail no. 1211 dan darinya Ibnu ‘Asaakir[13] dalam At-Taariikh 42/539-540 : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari Al-A’masy, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : ‘Aliy berkhutbah kepada kami : ...... (dengan khutbah semisal di atas)....”.
Keterangan para perawinya :
·            Al-Aswad bin ‘Aamir, Abu ‘Abdirrahmaan Asy-Syaamiy, terkenal dengan nama Syaadzaan; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 208 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 146 no. 508].
·            Salamah bin Kuhail bin Hushain Al-Hadlramiy, Abu Yahyaa Al-Kuufiy At-Tana’iy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-4. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat : Taqriibut-Tahdziib, hal. 402 no. 2521].
Abu Bakr bin ‘Ayyaasy dalam sanad riwayat ini mempunyai mutaba’ah dari :
a.      Jariir bin ‘Abdil-Hamiid.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa[14] dalam Al-Musnad no. 590 dan darinya Adl-Dliyaa’[15] dalam Al-Mukhtarah no. 595, Al-Mahaamiliy[16] dalam Al-Amaaliy no. 198, dan Ibnu ‘Asaakir[17] dalam At-Taariikh 42/540.
Jariir bin ‘Abdil-Hamiid bin Qurth Adl-Dlabbiy, Abu ‘Abdillah Ar-Raaziy Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang yang tsiqah shahiihul-kitaab (107/110-188 H). Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 188 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 196 no. 924].
b.      ‘Abdullah bin Daawud Al-Khuraibiy.
Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy[18] dalam Asy-Syarii’ah 3/267-268, Al-Mahaamily[19] dalam Al-Amaaliy no. 150, Ibnu ‘Asaakir[20] dalam At-Taariikh 42/541 dan Al-Mizziy[21] dalam Tahdziibul-Kamaal 15/5.
‘Abdullah bin Daawud bin ‘Aamir Al-Hamdaaniy Asy-Sya’biy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Khuraibiy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 213 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 503 no. 3317].
3.     Dari Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu (secara mursal ­tanpa menyebutkan ‘Abdullah bin Sabu’ ).
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad[22] dalam As-Sunnah no. 1249 & 1317 : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Abi Syaibah : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa bin Yamaan, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Al-A’masy, dari Saalim bin Abi Ja’d, ia berkata : Dikatakan kepada ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : .....(atsar)...”.
Sanad riwayat ini lemah.
Keterangan para perawinya :
·            ‘Utsmaan bin Muhammad bin Ibraahiim bin ‘Utsmaan Al-‘Absiy Abul-Hasan bin Abi SyaibahAl-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 156 H, dan wafat tahun 239 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Tahdziibut-Tahdziib, 7/151].
·            Yahyaa bin Yamaan Al-‘Ijliy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun banyak melakukan kekeliruan dan berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 189 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1070 no. 7729].
·            Sufyaan bin Sa’iid bin Masruuq Ats-Tsauriy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, haafidh, faqiih, ‘aabid, imam, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 97 H, dan wafat tahun 161 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 394 no. 2458].
4.     Dari Bakr bin Bakr, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Hakiim bin  Jubair, dari Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Aliy – secara mursal tanpa menyebutkan Ibnu Sabu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d[23] dalam Ath-Thabaqaat 3/29, Abu Nu’aim[24] dalam Akhbaar Ashbahaan 2/166 & 2/201, Ibnu Mandah[25] dalam Hadiits-nya no. 24, dan Ibnu ‘Asaakir[26] dalam At-Taariikh 42/537; semuanya dari jalan Bakr bin Bakr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hamzah Az-Zayyaat, dari Hakiim bin  Jubair, dari Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Aliy – tanpa menyebutkan ‘Abdullah bin Sabu’ sebagaimana riwayat jama’ah.
Sanadnya lemah dikarenakan Bakr bin Bakkaar dan Hakiim bin Jubair.
Keterangan para perawinya :
·            Bakr bin Bakkaar, Abu ‘Amru Al-Qaisiy. Jumhur ulama melemahkannya [Lisaanul-Miizaan, 2/339-340 no. 1566 dan Mishbaahul-Ariib 1/254 no. 5066].
·            Hamzah bin Habiib bin ‘Ammaarah Az-Zayyaat Al-Qaari’, Abu ‘Ammaarah Al-Kuufiy At-Taimiy; seorang yang shaduuq, zaahid, namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 80 H, dan wafat 156 H/157 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 271 no. 1526]. Namun yang benar ia seorang yang lebih mendekati tsiqah. Telah di-tsiqah-kan oleh Ahmad, Ibnu Ma’iin, Ibnu Hibbaan, Al-‘Ijliy, dan Al-Fasawiy. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia seorang laki-laki shaalih, memiliki beberapa hadits, shaduuq, lagi shaahibus-sunnah”. Adapun Al-Azdiy dan As-Saajiy mengkritik bahwa ia jelek hapalannya [lihat : Tahriirut-Taqriib, 1/322 no. 1518].
·            Hakiim bin Jubair Al-Kuufiy Al-Asadiy; seorang yang dla’iif dan dituduh ber-tasyayyu’. Termasuk thabaqah ke-5. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 265 no. 1476].
Tidak diragukan bahwa perawi yang gugur dalam sanad nomor 3 dan 4 adalah ‘Abdullah bin Sabu’. Ibnu ‘Asaakir rahimahullah berkata :
سالم لم يسمعه من علي، وإنما يرويه عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سبع.
“Saalim tidak mendengarnya dari ‘Aliy. Ia hanyalah meriwayatkannya melalui perantaraan ‘Abdullah bin Sabu’” [Taariikh Dimasyq, 42/537].
Catatan : Riwayat ini (no. 4) bisa digunakan sebagai qarinah tarjih dalam idlthirab sanad Al-A’masy.
5.     Dari Abaan bin Taghlib, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir[27] dalam At-Taariikh 42/541 : Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr Asy-Syiiruwiy, dan telah menceritakan kepada kami Abul-Mahaasin ‘’Abdurrazzaaq bin Muhammad darinya (ح). Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim Al-Waasithiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathiib; mereka berdua (Abu Bakr Al-Khathiib dan Abu Bakr Asy-Syiiruwiy) berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Qaadliy Abu Bakr Al-Hiiriy : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub Al-Asham : Telah menceritakan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al-Qurasyiy : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Al-Hasan bin Al-Furaat Al-‘Iraar : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar, dari Abaan bin Taghlab, dari Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy tiga tahun sebelum ia dibunuh : “.....(al-atsar)...”.
Melihat beberapa jalan riwayat di atas nampak bahwasannya jalan riwayat ‘Abdullah bin Sabu’ ini yang raajih adalah dari jalan Saalim bin Abi Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ – wallaahu a’lam –. Atau bisa jadi jalan riwayat Salamah bin Kuhail, dari ‘Abdullah bin Sabu’ juga mahfudh; atau dengan kata lain : ‘Abdullah bin Sabu’ mempunyai dua jalan, yaitu dari Saalim bin Abi Ja’d dan Salamah bin Kuhail. Dalam hal ini, Al-A’masy meriwayatkan dari dua jalan tersebut.
Kesimpulan riwayat ‘Abdullah bin Sabu’ ini adalah lemah dengan sebab ‘an’anah Al-A’masy dan majhuul-haal-nya ‘Abdullah bin Sabu’.
Riwayat Tsa’labah bin Yaziid rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar[28] dalam Al-Bahr no. 871 & dalam Kasyful-Astaar 3/204-205 no. 2572, Al-Baihaqiy[29] dalam Ad-Dalaail 6/439 & dalam Al-Qadlaa’ no. 404, dan Ibnu ‘Asaakir[30] dalam At-Taariikh 42/542; semuanya berasal dari jalan Abul-Jawaab, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Ammaar bin Ruzaiq, dari Al-A’masy, dari Habiib bin Abi Tsaabit, dari Tsa’labah bin Yaziid Al-Himmaaniy, ia berkata :
قَالَ عَلِيٌّ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ فَمَا يُحْبَسُ أَشْقَاهَا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُبَيْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ، أَنْ تَقْتُلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا، قَالَ: أَقُولُ لَهُمُ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ
‘Aliy berkata : “Demi Dzat yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan semua jiwa. Sungguh akan diwarnai darah dari sini hingga sini, yaitu dari kepala hingga jenggot. dan tidak menungguku selain kesengsaraan”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata : “Demi Allah wahai Amiirul-mukminiin, seandainya ada seorang laki-laki yang melakukan hal itu, sungguh akan kami  binasakan keluarganya”. ‘Aliy berkata : “Aku bersumpah kepada Allah bahwasannya engkau membunuh orang yang tidak membunuhku”. Mereka berkata : Wahai Amiirul-mukminiin, tidakkah engkau mengangkat khalifah pengganti untuk kami ?”. ‘Aliy menjawab : “Tidak. Akan tetapi aku akan meninggalkan kalian sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan kalian (tanpa mengangkat khalifah pengganti)”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata : “Lalu, apakah yang akan engkau katakan kepada Rabbmu apabila engkau menemui-Nya dimana engkau meninggalkan kami mengurus keadaan kami sendiri ?”. ‘Aliy menjawab : “Aku berkata : Engkau telah mengangkat aku sebagai khalifah di tengah-tengah mereka sesuai kehendak-Mu, kemudian engkau mematikanku dan aku tinggalkan Engkau di tengah-tengah mereka””.
Sanad riwayat ini lemah karena ‘an’anah Al-A’masy dan Habiib bin Abi Tsaabit, serta kelemahan Tsa’labah bin Yaziid.
Keterangan para perawinya :
·           Al-Ahwash bin Jawwaab Adl-Dlabbiy, Abul-Jawwaab Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 211 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 121 no. 291].
·           ‘Ammaar bin Ruzaiq  Adl-Dlabbiy/At-Tamiimiy, Abul-Ahwash Al-Kuufiy; seseorang yang dikatakan oleh Ibnu Hajar : ‘Tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bih)’. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 159 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 708 no. 4855].
·           Habiib bin Abi Tsaabit Qais bin Diinaar, Abu Yahyaa Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi jaliil, namun banyak melakukan tadlis dan irsal. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 119 [Taqriibut-Tahdziib, hal. 218 no. 1092].
·           Tsa’labah bin Yaziid Al-Himmaaniy Al-Kuufiy; seorang yang dikatakan Ibnu Haajar : “shaduuq, syii’iy. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh An-Nasaa’iy dalam Musnad ‘Aliy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 189 no. 855]. Namun yang benar ia seorang yang dla’iif [Tahriirut-Taqriib 1/200 no. 847, dan Tahdziibul-Kamaal 4/399 no. 849].
Dalam hal ini, Tsa’labah bin Yaziid menjadi syahid atas perkataan ‘Abdullah bin Sabu’ dalam riwayat sebelumnya.
Riwayat Syaqiiq Abu Waail rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim[31] dalam As-Sunnah no. 1158 & 1221, Al-Bazzaar[32] dalam Al-Bahr no. 565 & dalam Kasyful-Astaar 3/164 no. 2486, Al-Haakim[33] dalam Al-Mustadrak 3/79, Al-Baihaqiy[34] dalam Al-Kubraa 8/149 & dalam Ad-Dalaail 7/223 & dalam Al-I’tiqaad hal. 502, Ibnul-Bakhtariy[35] dalam Al-Amaaliy no. 42, dan Ibnu ‘Asaakir[36] dalam At-Taariikh 42/536-537; semuanya dari jalan Syabbaabah bin Sawwaar : Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Maimuun, dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan, dari Asy-Sya’biy, dari Syaqiiq, ia berkata :
قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَلا تَسْتَخْلِفُ ؟ قَالَ: مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفُ، وَإِنْ يُرِدِ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِالنَّاسِ خَيْرًا فَسَيَجْمَعْهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ، كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ عَلَى خَيْرِهِمْ
Dikatakan kepada ‘Aliy : “Tidakkah engkau mengangkat pengganti (khalifah) ?”. Ia menjawab : “Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat pengganti hingga aku harus mengangkat pengganti. Seandainya Allah tabaaraka wa ta’ala menginginkan kebaikan kepada manusia, maka Ia akan menghimpun mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka sebagaimana Ia telah menghimpun mereka sepeninggal Nabi mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka” [lafadh dari Al-Bazzaar].
Sanad ini lemah karena Syu’aib bin Maimuun. Selain itu juga tidak diketahui apakah ia mendengar hadits dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan sebelum atau setelah ikhtilaath-nya.
Keterangan para perawinya :
·       Syabbaabah bin Sawwaar Al-Fazaariy, Abu ‘Amru Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi haafidh, namun dituduh berpemikiran irjaa’. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 204 H/205 H/206 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal.439 no. 2748].
·           Syu’aib bin Maimuun Al-Waasithiy; seorang yang dla’iif namun ‘aabid (ahli ibadah). Termasuk thabaqah ke-3. Dipakaioleh An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib bersama Tahriir At-Taqriib, 2/118 no. 2807].
·     Hushain bin ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, Abul-Hudzail Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah namun berubah hapalannya di akhir hayatnya. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 43 H, dan wafat tahun 136 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 253 no. 1378].
·           ‘Aamir bin Syaraahiil Abu ‘Amru Al-Kuufiy – terkenal dengan nama Asy-Sya’biy; seorang yang tsiqah, masyhuur, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 103/104/105/106/107/110 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,  An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 475-476 no. 3109].
·           Syaqiiq bin Salamah Al-Asadiy, Abu Waail Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2, wafat pada pemerintahan ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 439 no. 2832].
Ketika menyebutkan biografi Syu’aib bin Maimuun, Ibnu Hajar rahimahullah menukil perkataan Muhammad bin Abaan Al-Waasithiy bahwa hadits di atas termasuk di antara hadits-hadits munkar Syu’aib, dimana hadits itu ma’ruuf dari riwayat Al-Hasan bin ‘Umaarah, dari Waashil bin Hayyaan, dari Syaqiiq Abu Waail [Tahdziibut-Tahdziib, 4/357].
Akan tetapi Al-Bazzaar rahimahullah setelah membawakan riwayat tersebut berkata :
لا نَعْلَمُهُ يُرْوَى عَنْ شَقِيقٍ، عَنْ عَلِيٍّ إِلا بِهَذَا الإِسْنَادِ
“Kami tidak mengetahui hadits tersebut diriwayatkan dari Syaqiiq, dari ‘Aliy, kecuali dengan sanad ini” [Kasyful-Astaar no. 2484].
Artinya, riwayat yang berasal Syaqiiq dari ‘Aliy menurut Al-Bazzaar hanyalah berasal dari jalan Syu’aib bin Maimuun ini, bukan dari jalan yang lain.
Riwayat ‘Amru bin Sufyaan rahimahullah.
Ada enam jalur periwayatan, yaitu :
1.     Dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari seorang laki-laki, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad[37] dalam Al-Musnad 1/114 & dalam Al-Fadlaail no. 477, ‘Abdullah bin Ahmad[38] dalam As-Sunnah no. 1327 & 1333, Ad-Daaruquthniy[39] dalam Al-‘Ilal 4/87 & 4/87-88, dan Nu’aim bin Hammaad[40] dalam Al-Fitan no. 174 & 196; dari tiga jalan (‘Abdurrazzaaq, Zaid bin Hubbaab, dan Abu Yahyaa Al-Himmaaniy), semuanya dari jalan Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Al-Aswad bin Qais, dari seorang laki-laki, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya ia pernah berkata saat perang Jamal :
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي إِمَارَةِ، وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ "
Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berwasiat/mengamanatkan kepada kami satu wasiatpun yang mesti kami ambil dalam masalah kepemimpinan. Akan tetapi hal itu adalah sesuatu yang  kita pandang menurut pendapat kita, kemudian diangkatlah Abu Bakr menjadi Khalifah, semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada Abu Bakr. Ia menjalankan (tampuk pimpinan) dan istiqamah di dalam menjalankannya, kemudian diangkatlah ‘Umar menjadi Khalifah semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada ‘Umar maka dia menjalankan (tampuk pimpinan) dan istiqamah di dalam menjalankannya sampai agama ini berdiri kokoh karenanya” [lafadh milik Ahmad].
Keterangan para perawinya :
·         Abdurrazzaaq bin Hammaam bin Naafi’ Al-Humairiy Al-Yamaaniy, Abu Bakr Ash-Shan’aaniy; seorang tsiqah, haafidh, penulis terkenal, namun kemudian mengalami kebutaan sehingga berubah hapalannya di akhir umurnya. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 126, dan wafat tahun 211 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 607 no. 4092].
NB : Riwayat Ahmad darinya adalah shahih, karena diambil sebelum berubah hapalannya. Ahmad berkata : “Kami menemui ‘Abdurrazzaaq sebelum tahun 200 H yang waktu itu penglihatannya masih baik/sehat. Barangsiapa yang mendengar darinya setelah hilang penglihatannya (buta), maka penyimakan haditsnya itu lemah (dla’iifus-samaa’)” [Taariikh Abi Zur’ah, hal. 215 no.  1160, ta’liq : Khaliil Al-Manshuur; Cet. Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1417].
·          Zaid bin Al-Hubbaab bin Ar-Rayyaan/Ruumaan At-Tamiimiy, Abul-Hasan Al-‘Ukliy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun sering keliru dalam hadits Ats-Tsauriy. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 230 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa’ah, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 351-352 no. 2136].
·       Abu Yahyaa Al-Himmaaniy, namanya adalah : ‘Abdul-Hamiid bin ‘Abdirrahmaan; seorang yang shaduuq, namun sering keliru (yukhthi’). Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 202 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 566 no. 3795].
Namun yang benar ia adalah seorang yang shaduuq, hasanul-hadiits. Telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’iin dalam mayoritas riwayat, An-Nasaa’iy dalam satu riwayat, Ibnul-Qaani’, dan Ibnu Hibbaan. Didla’ifkan oleh Ahmad, Ibnu Sa’d, dan Al-‘Ijliy dimana kemungkinan pendla’ifan ini dengan sebab ‘aqidah irjaa’ yang dituduhkan kepadanya [Tahriirut-Taqriib, 2/300-301 no. 3771 – dan tidak dikomentari oleh Dr. Al-Fakhl dalam Kasyful-Iihaam].
·            Sufyaan Ats-Tsauriy; telah lewat keterangan tentangnya.
·            Al-Aswad bin Qais Al-‘Abdiy/Al-‘Ijliy, Abu Qais Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-4. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 146 no. 511].
·            ‘Amru bin Sufyaan Ats-Tsaqafiy; akan dibahas kemudian.
2.     Dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari ‘Amru bin Sufyaan, dari ‘Aliy.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad[41] dalam As-Sunnah no. 1334, Ad-Daaruquthniy[42] dalam Al-‘Ilal 4/86, Al-Baihaqiy[43] dalam Ad-Dalaail 6/439 & dalam Al-I’tiqaad hal. 502-503, Al-Khathiib[44] dalam At-Taariikh 4/276-277, Al-Jurjaaniy[45] dalam Al-Amaaliy no. 13; dari dua jalan (‘Ishaam bin An-Nu’maan dan Al-Husain bin Al-Waliid), semuanya dari jalan Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari Sa’iid bin ‘Amru, ia berkata : ‘Aliy pernah berkhutbah kepada kami pada saat perang Jamal, ia berkata : “.....(al-atsar)...”.
Keterangan para perawinya :
·            ‘Ishaam bin An-Nu’maan; belum diketemukan biografinya.
·      Al-Husain bin Al-Waliid Al-Qurasyiy, Abu ‘Aliy/Abu ‘Abdillah Al-Faqiih An-Naisaabuuriy – laqab-nya adalah Kumail; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 202 H/203 H di Naisabuur. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara muallaq, Abu Daawud dalam Al-Masaail, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 251 no. 1368].
Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal 4/85 dan Al-Khathiib dalam Al-Fawaaid Ash-Shihhaah wal-Gharaaib menyebutkan bahwa jalan Ats-Tsauriy ini juga dibawakan oleh Yahyaa bin Yamaan.
Yahyaa bin Yamaan Al-‘Ijliy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun banyak melakukan kekeliruan dan berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 189 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1070 no. 7729].
Namun saya belum menemukan sanad lengkapnya dari kitab-kitab hadits yang ada.
Adz-Dzahabiy rahimahullah setelah menyebutkan riwayat tersebut, berkata : “Sanadnya hasan” [Taariikh Al-Islaam].
3.     Dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan, dari ayahnya, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad[46] dalam As-Sunnah no. 1336, Ad-Daaruquthniy[47] dalam Al-‘Ilal 4/86-87, Al-Baihaqiy[48] dalam Al-I’tiqaad hal. 503-504, Al-‘Uqailiy[49] dalam Adl-Dlu’afaa’ 1/165, dan Adl-Dliyaa’[50] dalam Al-Mukhtarah no. 470-471; semuanya dari jalan Abu ‘Aashim An-Nabiil, dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan, dari ayahnya, ia berkata : ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah berkhutbah dan berkata : “.....(al-atsar)...”.
Adl-Dlahhaak bin Makhlad bin Adl-Dlahhaak bin Muslim bin Adl-Dlahhaak Asy-Syaibaaniy, Abu ‘Aashim An-Nabiil Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 212 H atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 459 no. 2994]. Adapun Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan majhuul.
Ibnu Abi Haatim rahimahullah berkata :
سَعِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، رَوَى عَنْ أَبِيهِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، رَوَى عَنْهُ الأَسْوَدُ بْنُ قَيْسٍ فِي حَدِيثٍ تَفَرَّدَ أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ فِي إِدْخَالِهِ سَعِيدٍ فِي الإِسْنَادِ فِيمَا رَوَاهُ، عَنِ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَسْوَدِ، وَلَا يُتَابَعُ عَلَيْهِ
“Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan. Meriwayatkan dari ayahnya yang bernama ‘Amru bin Sufyaan. Meriwayatkan darinya Al-Aswad bin Qais dalam hadits dimana Abu ‘Aashim An-Nabiil bersendirian dalam measukkan Sa’iid dalam sanad riwayat yang ia bawakan dari Ats-Tsauriy, dari Al-Aswad. Ia tidak mempunyai mutaba’ah” [Al-Jarh wat-Ta’diil 4/56 dan Al-Mukhtarah di bawah no. 472].
4.     Dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, dari ‘Amru bin Sufyaan, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan juga oleh Aslam bin Sahl[51] dalam Taariikh Al-Waasith no. 303 : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdil-Malik, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Syu’aib, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihaab ‘Abdurrabih bin Naafi’, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, ia berkata : Dari ‘Amru bin Sufyaan : telah berkata ‘Aliy ridlwaanullahi ‘alaih pada waktu perang Jamaal : “.....(al-atsar).....”.
Fadhl bin Syu’aib mempunyai mutaba’ah dari Muhammad bin Khaalid bin ‘Abdillah.
Sanad riwayat ini lemah.
Keterangan para perawinya :
·        Muhammad bin ‘Abdil-Malik bin Marwaan bin Al-Hakam Al-Waasithiy, Abu Ja’far Ad-Daqiiqiy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 185 H, dan wafat tahun 266 H di Baghdaad. Dipakai oleh Abu Daawud dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 873 no. 6141].
·            Fadhl bin Syu’aib; belum ditemukan biografinya.
·        Muhammad bin Khaalid bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahmaan Ath-Thahhaan Al-Waasithiy; seorang yang dla’iif. Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 150 H, dan wafat tahun 240 H. Dipakai oleh Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 840 no. 5883].
Bahkan ia kedudukannya sangat lemah. Ia telah didustakan oleh Ibnu Ma’iin. Abu Ya’laa Al-Khaliiliy berkata : “Sangat lemah”. Ahmad bin Hanbal mengingkarinya [Tahdziibut-Tahdziib, 9/141-142 no. 199].
·     ‘Abdu Rabbihi bin Naafi’ Al-Kinaaniy Al-Hanaath, Abu Syihaab Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun banyak ragu (yahimu). Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 171 H/172 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 568 no. 3814].
Berikut perkataan para ulama tentangnya :
Yahyaa bin Sa’iid berkata : “Tidak haafidh”. Ahmad berkata : “Seorang laki-laki yang shaalih. Aku tidak mengetahui tentang dirinya, kecuali kebaikan”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Di lain riwayat ia berkata : “Abu Syihaab lebih aku sukai daripada Abu Bakr (bin ‘Ayyaasy) dalam segala hal”. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Ia tsiqah, banyak haditsnya, dan seorang laki-laki yang shaalih. Namun ia tidak kokoh (matiin). Para ulama membicarakan tentang hapalannya”. Al-‘Ijliy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Di tempat lain ia berkata : “Tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak kuat (laisa bil-qawiy)”. Ibnu Khiraasy berkata : “Shaduuq”. As-Saajiy berkata : “Shaduuq, namun banyak ragu”. Hal yang sama dikatakan Al-Azdiy, dimana ia menambahkan : “Sering keliru (yukhthi’)”. Al-Bazzaar berkata : “Tsiqah”. Ibnu Numair berkata : “Tsiqah, lagi shaduuq”. Abu Ahmad Al-Haakim berkata : “Tidak haafih menurut mereka (para ulama)”. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah, banyak haditsnya” [Tahdziibut-Tahdziib, 6/128-130 no. 271].
Adz-Dzahabiy berkata : ‘Shaduuq” [Al-Kasyif, 1/619 no. 3128]. Kesimpulan Adz-Dzahabiy inilah yang lebih tepat, wallaahu a’lam.
·            Ayah Al-Aswad bin Qais bernama : Qais Al-‘Abdiy, Abul-Aswad; seorang yang maqbuul, dan haditsnya yang diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy terdapat idlthiraab. Termasuk thabaqah ke-2. Dipakai oleh An-Nasaa’iy dalam Musnad ‘Aliy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 806 no. 5636].
5.     Dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhaariy[52] dalam Al-Kabiir 6/152 : Telah berkata Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Sufyaan, dari Al-Aswad bin Qais, dari ayahnya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Sanad riwayat ini lemah karena tidak diketahui apakah Qutaibah mendengar riwayat dari Jariir sebelum atau setelah masa ikhtilaathnya. Qais Al-‘Abdiy adalah seorang yang lemah.
Lima jalan periwayatan di atas merupakan perselisihan dalam jalan Sufyaan Ats-Tsauriy dari Al-Aswad bin Qais. Siapakah yang mendengar khutbah ‘Aliy ?. ‘Amru bin Sufyaan ataukah Qais Al-‘Abdiy ?. Jika kita melakukan pentarjihan, maka perawi yang mendengar khutbah ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah ‘Amru bin Sufyaan Ats-Tsaqafiy berdasarkan jalan riwayat no. 2, 3, dan 4. Inilah yang tertera dalam kitab-kitab biografi para perawi. Hal ini dikuatkan oleh jalan riwayat :
6.     Dari Marwaan bin Mu’aawiyyah, dari Musaawir Al-Warraaq, dari ‘Amru bin Sufyaan, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy[53] dalam Asy-Syarii’ah 2/441, Al-Haakim[54] dalam Al-Mustadrak 3/104, dan Al-Qaasim bin Tsaabit[55] dalam Ad-Dalaail fii Ghariibil-Hadiits 2/586 no. 307; dari dua jalan (Muhammad bin Wazzaan dan Al-Musayyib bin ‘Abdil-Malik), keduanya dari Marwaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Musaawir bin Al-Warraaq, dari ‘Amru bin Sufyaan, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pernah berkhutbah pada kami pada waktu perang Jamal : “.....(al-atsar)....”.
Sanad riwayat ini shahih sampai ‘Amru bin Sufyaan.
Keterangan para perawinya :
·        Marwaan bin Mu’aawiyyah bin Al-Haarits bin Asmaa’ bin Khaarijah Al-Fazaariy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi haafidh, namun ia sering melakukan tadlis pada nama-nama syuyuukh. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 193 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 932 no. 6619].
Namun dalam sanad Al-Aajurriy, ia telah menyebutkan tashrih penyimakan periwayatannya dari Musaawir dan menyebutkan secara tegas penisbatannya dengan Al-Warraaq.
·            Musaawir Al-Warraaq Al-Kuufiy, Asy-Syaa’ir; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 933 no. 6632].
Bahkan ia seorang yang tsiqah. Telah ditsiqahkan oleh Ibnu Ma’iin dan Ibnu Hibbaan. Ahmad berkata : “Aku berpendapat haditsnya tidak mengapa”. Al-Fasawiy berkata : “laki-laki shaalih, tidak mengapa dengannya” [Tahdziibut-Tahdziib 10/103 no. 190 dan Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 3/116 no. 4281].
Catatan : Al-Mizziy rahimahullah ketika menyebutkan biografi Al-Musaawir yang berstatus majhuul (bukan Al-Musaawir Al-Warraaq) menyebutkan hadits di atas adalah miliknya. Ini keliru, karena yang benar ia adalah hadits milik Al-Musaawir bin Al-Warraaq sebagaimana terdapat dalam riwayat Al-Aajurriy.
Riwayat ini adalah qarinah kuat yang dapat digunakan dalam pentarjihan karena ia di luar sanad mudltharib di atas.
Jika demikian, maka perawi mubham yang ada pada jalan riwayat no. 1 kemungkinan besar adalah ‘Amru bin Sufyaan.
Tersisa pembicaraan tentang siapakah perawi yang mendengar riwayat dari ‘Amru bin Sufyaan ?. Al-Aswad bin Qais, Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan, ataukan Qais Al-‘Abdiy ?. Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal 4/86 tidak menyimpulkan pentarjihan dan menghukumi sanad Ats-Tsauriy mudltharib.
Jalan riwayat Qais Al-‘Abdiy (no. 4) tidak shahih sampai Ats-Tsauriy. Adapun jalan riwayat Sa’iid bin ‘Amru bin Sufyaan (no. 3), walaupun dhahir sanadnya shahih, dikomentari oleh Ibnu Abi Haatim bahwa Abu ‘Aashim An-Nabiil tidak mempunyai mutaba’ah dalam periwayatan dari Sufyaan Ats-Tsauriy. Perkataan seperti ini dapat bermakna pen-ta’lil-an menurut ulama mutaqaddimiin, terutama jika terdapat perselisihan. Tersisa Al-Aswad bin Qais dalam riwayat no. 1 dan no. 2. Dikuatkan lagi dengan riwayat berikut :
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ  عَمْرِو  بْنِ  سُفْيَانَ ، قَالَ: خَطَبَ رَجُلٌ يَوْمَ الْبَصْرَةِ حِينَ ظَهَرَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ عَلِيٌّ: هَذَا الْخَطِيبُ الشَّحْشَحُ، " سَبَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ، وَثَلَّثَ عُمَرُ، ثُمَّ خَبَطَتْنَا فِتْنَةٌ بَعْدَهُمْ، يَصْنَعُ اللَّهُ فِيهَا مَا شَاءَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim : Telah menceritakan kepada kami Syariik, dari Al-Aswad bin Qais, dari ‘Amru bin Sufyaan, ia berkata : Seorang laki-laki berkhutbah pada peristiwa Bashrah (perang Jamal) ketika ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu memenangkan peperangan, lalu ‘Aliy berkata : “Khathiib ini pandai berbicara”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mendahului. Dan Abu Bakr pun menyusul, dan yang ketiga ‘Umar pun menyusul juga. Kemudian kami tertimpa fitnah setelah mereka. Allah berbuat padanya menurut kehendak-Nya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/147].
Riwayat ini adalah riwayat lain ‘Amru bin Sufyaan dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu saat perang Jamal. Sanadnya lemah dikarenakan Syariik berubah hapalannya ketika menjadi qadliy di Kuufah. Dan Abu Nu’aim termasuk orang yang mengambil riwayat Syariik di Kuufah. Akan tetapi riwayat ini dikuatkan dari selain jalan ‘Amru bin Sufyaan sehingga shahih.
Riwayat ini cukup memberikan syaahid bahwa Al-Aswad bin Qais lah yang mendengar riwayat ‘Amru bin Sufyaan, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Pernyataan ini dikuatkan lagi oleh riwayat Al-Baihaqiy rahimahullah tentang permasalahan yang lain :
وَرُوِّينَا عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا، قَالَ: " السَّكَرُ مَا حُرِّمَ مِنْ ثَمَرَتِهَا، وَالرِّزْقُ الْحَسَنُ مَا حَلَّ مِنْ ثَمَرَتِهَا "، أَخْبَرَنَاهُ أَبُو نَصْرِ بْنُ قَتَادَةَ، أَخْبَرَنَا مَنْصُورٌ النَّضْرَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَجْدَةَ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، وَأَبُو الأَحْوَصِ، وَسُفْيَانُ، وَشَرِيكٌ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَذَكَرَهُ،
Dan kami telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas tentang firman-Nya : ‘kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik’ (QS. An-Nahl : 67), ia berkata : “Minuman yang memabukkan adalah segala sesuatu yang diharamkan dari buahnya, sedangkan rizki yang baik adalah segala sesuatu yang dihalalkan dari buahnya”. Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nashr bin Qataadah : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Manshuur An-Nadlrawiy : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Najdah : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Manshuur : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, Abul-Ahwash, Sufyaan, dan Syaarik, (semuanya) dari Al-Aswad bin Qais, dari ‘Amru bin Sufyaan, dari Ibnu ‘Abbaas, kemudian ia menyebutkan riwayatnya...” [Ma’rifatu Sunan wal-Aatsaar no. 5226].
Sanad ini shahih hingga ‘Amru bin Sufyaan. Dalam sanad di atas, Syaarik dan Sufyaan (Ats-Tsauriy) meriwayatkan Al-Aswad bin Qais, dari ‘Amru bin Sufyaan, dari Ibnu ‘Abbaas; sama seperti riwayat keduanya dari ‘Amru bin Sufyaan dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum.
Keterangan para perawinya :
·           Abu Nashr bin Qataadah namanya adalah : ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz bin ‘Umar bin Qataadah, Abu Nashr An-Naisaabuuriy Al-Anshaariy An-Nu’maaniy Al-Busyairiy; seorang yang tsiqah, shahiihus-samaa’ [Ittihaaful-Murtaqiy, hal. 365-369 no. 126].
·           ‘Abbaas bin Al-Fadhl bin Zakariyyaa Al-Harawiy, Abu Manshuur An-Nadlruuyiy; seorang yang tsiqah lagi masyhuur. Termasuk thabaqah ke-12, dan wafat tahun 372 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 488 no. 3201].
·           Ahmad bin Najdah bin ‘Iryaan Al-Muhaddits Al-Qudwah, Abul-Fadhl Al-Harawiy; seorang yang tsiqah. Wafat tahun 296 H di Harraah [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 13/371 no. 294].
·      Sa’iid bin Manshuur bin Syu’bah Al-Khurasaaniy Abu ‘Utsmaan Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah mushannif. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 126 H/127 H/128 H/129 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 389 no. 2412].
·          Abu ‘Awaanah namanya : Al-Wadldlaah bin ‘Abdillah Al-Yasykuuriy, Abu ‘Awaanah Al-Waasithiy Al-Bazzaar; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 175/176 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1036 no. 7457].
·        Abul-Ahwash namanya adalah : Sallaam bin Sulaim Al-Hanafiy, Abul-Ahwash Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi mutqin, shaahibul-hadiits. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 179 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 425 no. 2718].
·           Sufyaan Ats-Tsauriy, telah lewat keterangan tentangnya.
·       Syariik bin ‘Abdillah bin Abi Syariik An-Nakha’iy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang yang shaduuq, namun banyak salahnya dan berubah hapalannya ketika menjabat qaadliy. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 177 H/178 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2802].
Dari riwayat ini didapatkan satu fiqh isnad bahwa ‘Amru bin Sufyaan yang meriwayatkan dari ‘Aliy adalah sama dengan ‘Amru bin Sufyaan yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhum. Ibnu Abi Haatim menyatukan nama ‘Amru bin Sufyaan dalam Al-Jarh wat-Ta’diil (6/234 no. 1297) yang mengkoreksi penulisan dalam kitab At-Taariikh Al-Kabiir-nya Al-Bukhaariy (yang membedakan kedua nama tersebut), dimana telah ma’ruuf diketahui bahwa sandaran penulisan kitab Al-Jarh wat-Ta’diil adalah kitab At-Taariikh Al-Kabiir dengan peringkasan, penambahan, dan pengkoreksian [Taisiru Diraasatil-Asaanid, hal. 130]. Penggabungan itulah yang ditempuh oleh Al-Mizziy rahimahullah dalam Tahdziibul-Kamaal-nya.
Ini sekaligus menjawab identitas ‘Amru bin Sufyaan, bahwasannya ia adalah seorang yang tsiqah atau minimal shaduuq. Telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan  Ibnu Hibbaan (Ats-Tsiqaat, 5/172), Al-‘Ijliy (Ma’rifatuts-Tsiqaat 2/177), dan Al-Haakim pada riwayatnya dari Al-‘Abbaas dalam Al-Mustadrak. Al-Bukhariy dalam Shahiih-nya memakainya secara mu’allaq. Ibnu Hajar menshahihkan sanad riwayatnya yang berasal dari Ibnu ‘Abbaas dari jalur Sufyaan, dari Al-Aswad, darinya, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa.
Oleh karena itu, kesimpulan jalan ‘Amru bin Sufyaan ini minimal berderajat hasan. Wallaahu a’lam.
Jalan-jalan riwayat di atas dikuatkan lagi oleh beberapa riwayat berikut :
Riwayat Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu.
Setelah membawakan riwayat Syaqiiq Abu Waail dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu di atas, Al-Baihaqiy rahimahullah berkata :
قُلْتُ: شَاهِدُهُ فِي الْحَدِيثِ الثَّابِتِ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ مَا أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ فِي الْفَوَائِدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ خَلِيٍّ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ أَبِي حَمْزَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ الأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ أَحَدَ الثَّلاثَةِ الَّذِينَ تِيبَ عَلَيْهِمْ، فَأَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ كَعْبٍ، أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ، أَخْبَرَهُ: " أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَرَجَ مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ، فَقَالَ النَّاسُ: يَا أَبَا الْحَسَنِ، كَيْفَ أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَصْبَحَ بِحَمْدِ اللَّهِ بَارِئًا، قَالَ: فَأَخَذَ بِيَدِهِ عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَقَالَ: أَنْتَ وَاللَّهِ بَعْدَ ثَلاثٍ عَبْدُ الْعَصَا، وَإِنِّي وَاللَّهِ لأَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْفَ يَتَوَفَّاهُ اللَّهُ مِنْ وَجَعِهِ هَذَا إِنِّي أَعْرِفُ وُجُوهَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عِنْدَ الْمَوْتِ، فَاذْهَبْ بِنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلْنَسْأَلْهُ فِيمَنْ هَذَا الأَمْرُ، فَإِنْ كَانَ فِينَا عَلِمْنَا ذَلِكَ، وَإِنْ كَانَ فِي غَيْرِنَا كَلَّمْنَاهُ، فَأَوْصَى بِنَا، قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّا وَاللَّهِ لَئِنْ سَأَلْنَاهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنَعَنَاهَا لا يُعْطِينَاهَا النَّاسُ بَعْدَهُ أَبَدًا، وَإِنِّي وَاللَّهِ لا أَسْأَلُهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ، عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ بِشْرِ بْنِ شُعَيْبٍ.
Aku (Al-Baihaqiy) berkata : Yang menjadi syahid riwayat tersebut (yaitu riwayat Syaqiiq dari ‘Aliy) adalah yang terdapat dalam hadits shahih dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu, yaitu sebagaimana : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh dalam Al-Fawaaid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin ya’quub, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khaalid bin Khaliy Al-Himshiy : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Syu’aib bin Abi Hamzah, dari ayahnya, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Ka’b bin Maalik Al-Anshaariy – dimana Ka’b bin Maalik adalah salah satu dari tiga orang yang diberikan ampunan oleh Allah (karena tidak ikut serta dalam perang Tabuk) : Bahwasannya Abdullah bin ‘Abbaas telah mengkhabarkan kepadanya : ‘Aliy bin Abi Thaalib keluar dari menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam saat beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau, orang-orang bertanya : "Wahai Abu Hasan, bagaimana keadaan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam?". Ia menjawab : "Alhamdulillah, beliau sudah sembuh". Ibnu Abbas berkata : “’Abbaas bin Abdul Muththalib memegang tangannya dan berkata : ‘Demi Allah, tidakkah kamu lihat bahwa beliau akan wafat tiga hari lagi ?. Sesungguhnya aku, demi Allah, melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam akan diwafatkan oleh Allah karena sakitnya ini. Sesungguhnya aku mengetahui wajah bani ‘Abdul-Muththallib ketika menghadapi kematiannya. Mari kita pergi menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, lalu kita tanyakan kepada siapa perkara (kepemimpinan) ini akan diserahkan? Jika kepada (orang) kita, maka kita mengetahuinya dan jika pada selain kita maka kita akan berbicara dengannya, sehingga ia bisa mewasiatkannya pada kita." Lalu ‘Aliy radliyallaahu 'anhu berkata : "Demi Allah, bila kita memintanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu beliau menolak, maka selamanya orang-orang tidak akan memberikannya kepada kita. Karena itu, demi Allah, aku tidak akan pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Ash-Shahiih, dari Ishaaq bin Bisyr bin Syu’aib” [Dalaailun-Nubuwwah, 7/223-224].
Setelah beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam wafat, ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pun menyatakan bahwa ia tidak pernah mendapat wasiat apapun tentang kepemimpinan dari beliau, sebagaimana :
Riwayat Qais bin ‘Ubaadah rahimahullah.
Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ، قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وَالْأَشْتَرُ إِلَى عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقُلْنَا: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً؟ قَالَ: لَا، إِلَّا مَا فِي كِتَابِي هَذَا، قَالَ: وَكِتَابٌ فِي قِرَابِ سَيْفِهِ، فَإِذَا فِيهِ: " الْمُؤْمِنُونَ تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ، أَلَا لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ، وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ، مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah, dari Qataadah, dari Al-Hasan, dari Qais bin ‘Ubaad, ia berkata : Aku pergi bersama Al-Asytar menuju ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Kami bertanya : “Apakah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat sesuatu kepadamu yang tidak beliau wasiatkan kepada kebanyakan manusia ?”. Ia berkata : “Tidak, kecuali apa-apa yang terdapat dalam kitabku ini”. Perawi berkata : Dan kitab yang terdapat dalam sarung pedangnya dimana padanya bertuliskan : ‘Orang-orang mukmin sederajat dalam darah mereka. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dimana orang-orang yang paling rendah dari kalangan mereka berjalan dengan jaminan keamanan mereka. Ketahuilah, tidak boleh dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir. Tidak pula karena membunuh orang kafir yang punya perjanjian dengan kaum muslimin. Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama) atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia seluruhnya” [Al-Musnad, 1/122; shahih].
Dan dalam riwayat Al-Haakim[56] dalam Al-Mustadrak (2/141) dan Al-Baihaqiy[57] dalam Al-Kubraa 8/193-194, pertanyaan Qais bin ‘Ubaad tersebut dikatakan kepada ‘Aliy pada waktu perang Jamal. Ini adalah syaahid yang cukup kuat bagi riwayat-riwayat yang di-takhrij di atas.
Didukung pula oleh :
Riwayat Abu Juhaifah radliyallaahu ‘anhu.
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: هَلْ عِنْدَكُمْ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرُ مَا فِي أَيْدِي النَّاسِ؟ قَالَ: لَا، إلَّا أَنْ يُؤْتِيَ اللَّهُ عَبْدًا فَهْمًا فِي الْقُرْآنِ وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ، قُلْتُ: وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ؟ قَالَ: الْعَقْلُ وَفِكَاكُ الْأَسِيرِ، وَأَنْ لَا يُقْتَلَ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ .
Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan, dari Mutharrif, dari Sya’biy, dari Abu Juhaifah, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : “Apakah di sisimu ada sesuatu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang tidak diketahui oleh orang-orang ?”. Tidak, kecuali Allah memberikan kepada seorang hamba pemahaman dalam Al-Qur’an dan apa yang terdapat dalam shahiifah (lembaran)”. Aku bertanya : “Apakah yang terdapat dalam shahiifah tersebut ?”. ‘Aliy menjawab : “Pembayaran diyat, pembebasan tawanan, dan tidak dibunuhnya orang mukmin karena membunuh orang kafir” [Al-Umm 7/195; shahih].
Ada beberapa lafadh pertanyaan Abu Juhaifah kepada ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa yang saling berdekatan maknanya, dan lafadh di atas adalah salah satu lafadh yang paling shahih. Dan berikut adalah lafadh yang dibawakan Al-Bazzaar rahimahullah :
حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ خَلِيفَةَ، قَالَ: نا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ؟ قَالَ: " لا، إِلا مَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ فَإِذَا فِيهَا: فِكَاكُ الأَسِيرِ، وَلا يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ، الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ ".
Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Khaliifah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Ismaa’iil, dari Asy-Sya’biy, dari Abu Juhaifah, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib : “Apakah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat kepadamu sesuatu yang tidak beliau wasiatkan kepada orang-orang ?”. Ia menjawab : “Tidak, kecuali yang ada dalam shahiifah ini”. Dalam shahiifah itu tertulis : ‘pembebasan tawanan, tidak boleh dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir, dan kaum muslimin sederajat dalam darah-darah mereka” [Al-Bahr no. 486; sanadnya hasan].
Semua perawinya tsiqaat, kecuali Khalaf bin Khaliifah.
Khalaf bin Khaliifah bin Shaa’id bin Baraam Al-Asyja’iy Abu Ahmad Al-Waasithiy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun bercampur hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 91 H/92 H, dan wafat tahun 181 H di Baghdaad. (91/92-181 H). Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 299 no. 1741].
Apa yang dikatakan oleh ‘Aliy ini dipersaksikan oleh shahabat sekaligus pendukungnya yang utama, ‘Ammaar bin Yaasir radliyallaahu ‘anhumaa :
Riwayat ‘Ammaar bin Yaasir radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبي نَضْرَةَ، عَنْ قَيْسٍ، قَالَ: قُلْتُ لِعَمَّارٍ: أَرَأَيْتُمْ صَنِيعَكُمْ هَذَا الَّذِي صَنَعْتُمْ فِيمَا كَانَ مِنْ أَمْرِ عَلِيٍّ، رَأْيًا رَأَيْتُمُوهُ، أَمْ شَيْئًا عَهِدَ إِلَيْكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَلَكِنَّ حُذَيْفَةَ أَخْبرَنِي، عَنِ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " فِي أَصْحَابي اثْنَا عَشَرَ مُنَافِقًا، مِنْهُمْ ثَمَانِيَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ "
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qataadah, dari Abu Nadlrah, dari Qais, ia berkata : Aku berkata kepada ‘Ammaar : “Apa pendapatmu tentang peperangan yang engkau lakukan dalam perkara ‘Aliy ini. Hal ini merupakan pendapat kalian saja ataukah ada sesuatu yang diwasiatkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian ?”. Maka ia (‘Ammaar) menjawab : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berwasiat kepada kami terhadap sesuatu yang tidak beliau wasiatkan kepada seluruh manusia. Akan tetapi Hudzaifah telah mengkhabarkan kepadaku, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Di antara shahabatku ada duabelas orang munafik. Delapan orang di antaranya yang tidak akan masuk surga hingga onta dapat masuk dalam lubang jarum” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/390; shahih].
Seluruh riwayat di atas jika kita gabungkan menjadi satu bukankah dapat menghasilkan satu kesimpulan yang pasti bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berwasiat apapun tentang kepemimpinan kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu ?. Belum lagi riwayat shahabat-shahabat lain selain ‘Aliy yang menegaskan ini. Seandainya wasiat atau amanat itu ada, tentu 'Aliy radliyallaahu 'anhu akan mengatakan pada setiap orang yang bertanya kepadanya. Dan kita tahu, 'Aliy bukanlah pendusta, bukan penakut, bukan pula munafik yang menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dijelaskan.
Sungguh, ada yang berharap seandainya riwayat-riwayat di atas tidak ada, terutama orang Syi’ah atau orang Syi’ah yang berpura-pura menjadi Ahlus-Sunnah. Riwayat-riwayat ini hanyalah menambah kedongkolan mereka terhadap Ahlus-Sunnah.
Allah ta’ala telah berfirman mengingatkan kita akan mereka :
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu" [QS. Aali ‘Imraan : 119].
Wallaahu ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’ – ngaglik, sleman, yogyakarta, 29052012].


[1]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[2]      Riwayatnya adalah :
14/596 :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ سُبَيْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، يَقُولُ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا فَمَا يُنْتَظَرُ بِالْأَشْقَى "، قَالُوا: فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: " إِذًا تَاللَّهِ تَقْتُلُونَ غَيْرَ قَاتِلِي ". قَالُوا: أَفَلَا تَسْتَخْلِفْ ؟ قَالَ: " لَا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّك إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْك وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
15/118 :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُبَيْعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ، قَالَ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا " يَعْنِي: لِحْيَتَهُ مِنْ رَأْسِهِ قَالُوا: أَخْبِرْنَا بِهِ ؛ نَقْتُلُهُ، قَالَ: " إِذًا بِاللَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي "، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: " لَا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ "، قَالَ: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ كُنْتُ فِيهِمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتهمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتهمْ "
[3]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ: " لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، فَمَا يُنْتَظَرُ بِالأَشْقَى "، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: " إِذًا وَاللَّهِ تَقْتُلُوا بِي غَيْرَ قَاتِلِي "، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، فَقَالَ: لا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ تَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[4]      Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنِ ابْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ: أَلا تَسْتَخْلِفُ ؟، قَالَ: " لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
[5]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ، قَالَ: ثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، يَقُولُ: " لَتُخَضَبَنَّ هَذِهِ، يَعْنِي لِحْيَتِهِ، مِنْ رَأْسِهِ، فِيمَا يُنْتَظَرُ بِالأَشْقِيَاءِ؟ قَالُوا: فَأَخْبِرْنَاهُ بِهِ نَبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذَنْ وَاللَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: أَلا تَسْتَخْلِفُ ؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكْكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا لَقِيتَهُ، قَالَ: أَقُولُ: اللَّهُمَّ تَرَكْتِنِي فِيهِمْ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[6]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُظَفَّرِ السَّمْعَانِيُّ، نا أَبُو حَامِدٍ الْمُطَّوِّعِيُّ، أنا أَبُو طَاهِرِ بْنِ مَهْرُوَيْهِ، أنا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، نا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، نا أَبُو بَكْرٍ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا وَكِيعٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: لَيَخْضِبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا فَمَا يَنْتَظِرُ الأَشْقَى؟ قَالُوا: فَأَخْبِرْنَا نَبِيدُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا وَاللَّهِ تَقْتُلُونَ غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: أَفَلا تَسْتَخْلِفُ ؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكْم عَلَى مَا تَرَكَكُمْ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ.
[7]      Riwayatnya adalah :
أخبرناه أبو علي الحسن بن المظفر، أنا أبو محمد.
ح وأخبرنا أبو القاسم بن الحصين، أنا أبو علي.
قالا : أنا أحمد بن جعفر، نا عبد الله، حدثني أبي، نا وكيع، نا الأعمش، عن سالم بن أبي الجعد، عن عبد الله بن سبع، قال : سمعتُ عليا يقول : لتخضبنّ هذه من هذا، فما ينتظر بي لأشقى؟. قالوا : يا أمير المؤمنين فأخبرنا به نبير عترته قال : أذا تالله تقتلون بي غير قاتلي، قالوا : فاستخلف علينا، قال ؛  لا، ولكن أترككم إلى ما ترككم إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم، قالوا : فما تقول لربك إذا أتيته ؟. - وقال وكيع مرة : إذا لقيته - قال : أقول : اللهم تركتني فيهم ما بدا لك، ثم قبضتني إليك وأنت فيهم، فإڽ شئتَ أصلحتهم، وإن شئت أفسدتهم.
[8]      Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو مُسْلِمٍ مُؤَيَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ، بِأَصْبَهَانَ، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ الْحُسَيْنَ بْنَ عَبْدِ الْمَلِكِ أَخْبَرَهُمْ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، أَنَا إِبْرَاهِيمُ، أَنَا مُحَمَّدٌ، أَنَا أَحْمَدُ، ثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ هُوَ الْقَوَارِيرِيُّ، ثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ: أَلا تَسْتَخْلِفُ، قَالَ: لا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
[9]      Riwayatnya adalah :
أَنْبَأنا أَبُو الْفَتْحِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ سَعِيدٍ الْحَدَّادُ، وَأَخْبَرَنِي أَبُو الْمَعَالِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْحُلْوَانِيُّ عَنْهُ، أنا أَبُو عَلِيٍّ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزْدَادَ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ فَارِسٍ، أنا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ بْنِ الْمُسَيِّبِ الضَّبِّيُّ، نا مُحَاضِرٌ، نا الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا، يَقُولُ: لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبِرْنَا بِهِ وَاللَّهِ لَنَبِيرَنَّ عِتْرَتَهُ، قَالَ: أُنْشِدُ اللَّهَ أَنْ يُقْتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: اسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لا، أَدَعُكُمْ إِلَى مَا وَدَعَكُمْ رَسُولُ اللَّهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ؟ قَالَ: أَقُولُ اللَّهُمَّ رَبِّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، فَلَمَّا قَبَضْتَنِي تَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ.
[10]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَبَّاسِ، قَالَ: ثنا مُحَمَّدُ بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ النَّهْدِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنِ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: خَطَبَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: مَا يَمْنَعُهُ أَنْ يَقُومَ، فَيَخْضِبَ هَذِهِ مِنْ هَذَا، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَمَا إِذْ عَرَفْتَهُ فَأَخْبَرَنَا نَبِيرَ عِتْرَتِهِ، فَقَالَ: أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلا قَتَلَ لِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَأَوْصِنَا، قَالَ: أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَّلَّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَيْهِ، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا قَدِمْتَ عَلَيْهِ؟ قَالَ: أَقُولُ: كُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ، حَتَّى تَوَفَّيْتَنِي، وَهُمْ عِبَادُكَ إِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ. سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: عِنْدِي فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ أَخْبَرَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَهُمْ بِهَذِهِ الْخُطْبَةِ
[11]     Riwayatnya adalah :
وَأَخْبَرَنَاهُ أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ السَّمَرْقَنْدِيِّ، وَأَبُو الْبَرَكَاتِ بْنُ الأَنْمَاطِيِّ، قَالا: أنا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ النَّقُّورِ، أنا أَبُو طَاهِرٍ الْمُخَلِّصُ، أنا مُحَمَّدُ بْنُ هَارُونَ الْحَضْرَمِيُّ، نا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الشهيدي، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: خَطَبَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: مَا يَمْنَعُهُ أَنْ يَقُومَ فَيُخَضِّبَ هَذِهِ مِنْ هَذَا، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَمَا إِذْ عَرَفْتَهُ فَأَرِنَاهُ نَبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: أُنْشِدُ اللَّهَ رَجُلا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَأَوْصِهِ، قَالَ: أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَلَكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُه "، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا قَدِمْتَ عَلَيْهِ؟ قَالَ: أَقُولُ كُنْتُ فِيهِمْ حَتَّى تَوَفَّيْتَنِي، وَهُمْ عِبَادُكَ إِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ. قَالَ: وسمعت أبا بَكْر بْن عياش، يَقُولُ: عندي فِي هذا الحديث إسناد جيد: أخبرني الأعمش، عَنْ سالم بْن أبي الجعد، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سبع أن عليا خطبهم بهذه الخطبة.
[12]     Riwayatnya adalah :
نا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  سَبُعٍ ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ، فَقَالَ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، قَالَ: قَالَ النَّاسُ: فَأَعْلِمْنَا مَنْ هُوَ، فَوَاللَّهِ لَنُبِيرَنَّهُ، أَوْ لَنُبِيرَنَّ عِتْرَتَهُ، قَالَ: أَنْشُدُكُمْ بِاللَّهِ أَنْ يُقْتَلَ بِي غَيْرُ قَاتِلِي، قَالُوا: إِنْ كُنْتَ قَدْ عَلِمْتَ ذَلِكَ اسْتَخْلِفْ إِذًا، قَالَ: لا، وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَلَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
[13]     Riwayatnya adalah :
فَأَخْبَرَنَاهُ أَبُو الْقَاسِمِ بْنُ الْحُصَيْنِ، أنا أَبُو عَلِيِّ بْنُ الْمُذْهِبِ. ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحَسَنُ بْنُ الْمُظَفَّرِ، أنا أَبُو مُحَمَّدٍ الْجَوْهَرِيُّ، قَالا: أنا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنِي أَبِي، نا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، أنا أَبُو بَكْرٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ، فَقَالَ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، قَالَ: قَالَ النَّاسُ: فَاعْلِمْنَا مَنْ هُوَ، وَاللَّهِ لَنَبِيرَنَّهُ أَوْ لَنَبِيرَنَّ عِتْرَتَهُ، قَالَ: أُنْشِدُكُمْ بِاللَّهِ أَنْ يُقْتَلَ غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: إِنْ كُنْتَ قَدْ عَلِمْتَ ذَلِكَ اسْتَخْلِفْ إِذَنْ، قَالَ: لا وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَّلَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
[14]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، يَعْنِي لِحْيَتَهُ مِنْ دَمِ رَأْسِهِ "، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللَّهِ لا يَقُولُ ذَاكَ أَحَدٌ إِلا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: " أَذْكُرُ اللَّهَ، أَوْ أَنْشُدُ اللَّهَ، أَنْ تُقْتَلَ بِي إِلا قَاتِلِي "، فَقَالَ رَجُلٌ: أَلا تَسْتَخْلِفُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟، قَالَ: " لا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِلَّهِ إِذَا لَقِيتَهُ؟، قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ تَرَكْتِنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[15]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمَجْدِ زَاهِرُ بْنُ أَحْمَدَ الثَّقَفِيُّ، بِأَصْبَهَانَ، أَنَّ الْحُسَيْنَ الْخَلَّالَ أَخْبَرَهُمْ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، أَنَا إِبْرَاهِيمُ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أَنَا أَبُو يَعْلَى، ثَنَا زُهَيْرٌ، ثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ، فَقَالَ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتَخْضُبَنَّ هَذِهِ فِي هَذِهِ، يَعْنِي لِحْيَتَهُ مِنْ دَمِ رَأْسِهِ، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللَّهِ لا يَفْعَلُ ذَاكَ أَحَدٌ إِلَّا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: أُذَكِّرُ اللَّهَ: أَوْ أَنْشُدُ اللَّهَ أَنْ يُقْتَلَ بِي إِلَّا قَاتِلِي، فَقَالَ رَجُلٌ: أَلَا تَسْتَخْلِفُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: لا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَا تَقُولُ لِلَّهِ جَلَّ ذِكْرُهُ إِذَا لَقِيتَهُ، قَالَ: أَقُولُ اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي، وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ.
[16]     Riwayatnya adalah :
ثنا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، ثنا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُبَيْعٍ، هَكَذَا قَالَ جَرِيرٌ، قَالَ: قَامَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ دَمِ هَذَا، قَالَ: لِحْيَتُهُ مِنْ دَمِ رَأْسِهِ، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللَّهِ، لا يَفْعَلُ ذَلِكَ أَحَدٌ إِلا أَبَدْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: أُذَكِّرُ اللَّهَ، وَأَنْشُدُ بِاللَّهِ تَعَالَى أَنْ يُقْتَلَ بِي إِلا قَاتِلِي، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: أَلا تَسْتَخْلِفُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟ فَقَالَ: لا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَنِي إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَا تَقُولُ لِلَّهِ إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: " اللَّهُمَّ، تَرَكْتِنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ أَنْ تَتْرُكَنِي، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[17]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَاهُ أَبُو الْمُظَفَّرِ الْقُشَيْرِيُّ، أنا أَبُو سَعْدٍ الأَدِيبُ، أنا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ. ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو سَهْلٍ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدَوَيْهِ، وَأَبُو مَنْصُورٍ الْحُسَيْنُ بْنُ طَلْحَةَ بْنِ الْحُسَيْنِ الصَّالْحَانِيُّ، قَالا: أنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَنْصُورٍ، أنا أَبُو بَكْرِ ابْنُ الْمُقْرِئِ، قَالا: أنا أَبُو يَعْلَى، نا زُهَيْرٌ وَقَالَ ابْنُ الْمُقْرِئِ: نا أَبُو خَيْثَمَةَ ـ نا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ ـ يَعْنِي لِحْيَتَهُ مِنْ دَمِ رَأْسِهِ ـ. قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللَّهِ لا يَفْعَلُ ذَلِكَ أَحَدٌ إِلا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: أَذْكُرُ اللَّهَ، أَوْ أُنْشِدُ اللَّهَ أَنْ يُقْتَلَ بِي إِلا قَاتِلِي، فَقَالَ رَجُلٌ: أَلا تَسْتَخْلِفُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟ قَالَ: " لا وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِلَّهِ إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ ".
وَأَخْبَرَنَاهُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ طَاوُسٍ، أنا أَبُو الْغَنَائِمِ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ، أنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ يَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّا ابْنِ الْبَيِّعِ، نا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمَحَامِلِيُّ، نا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، نا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، هَكَذَا قَالَ جَرِيرٌ، قَالَ: قَامَ عَلِيٌّ، فَقَالَ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ دَمِ هَذَا، قَالَ: لِحْيَتُهُ مِنْ دَمِ رَأْسِهِ، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: وَاللَّهِ لا يَفْعَلُ ذَلِكَ أَحَدٌ إِلا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: " أَذْكُرُ اللَّهَ وَأُنْشِدُ اللَّهَ أَنْ يُقْتَلَ إِلا قَاتِلِي " قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: أَلا تَسْتَخْلِفُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟ فَقَالَ: " لا وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَنِي إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِلَّهِ إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ أَنْ تَرَكْتَنِي، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي، وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ ".
[18]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْوَاسِطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، قَالَ: سَمِعْتُ الأَعْمَشَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ: مَا نَنْتَظِرُ الأَشْقَى، عَهِدَ إِلَيَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ دَمِ هَذَا "، قَالُوا: أَخْبِرْنَا بِقَاتِلِكَ حَتَّى نُبِيرَ عِتْرَتَهُ، قَالَ: أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، وَذَكَرَ الْحَدِيثَ
[19]     Riwayatnya adalah :
ثنا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ سُبَيْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ، وَهُوَ يَقُولُ: مَا يَنْتَظِرُ أَشْقَاهَا، عَهِدَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، وَأَشَارَ ابْنُ دَاوُدَ إِلَى لِحْيَتِهِ وَرَأْسِهِ، فَقَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَخْبِرْنَا مَنْ هُوَ حَتَّى نَبْتَدِرَهُ، فَقَالَ: أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: أَلا تَسْتَخْلِفُ ؟ قَالَ ابْنُ دَاوُدَ: وَسَقَطَ عَلَيَّ مَا بَعْدَ هَذَا "
[20]     Riwayatnya adalah :
فَأَخْبَرَنَاهُ أَبُو الْقَاسِمِ الْوَاسِطِيُّ، وَأَبُو مَنْصُورٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ خَيْرُونٍ، قَالا: أنا وَأَبُو الْحَسَنِ بْنُ سَعِيدٍ، نا أَبُو بَكْرٍ الْخَطِيبُ، أنا أَبُو عُمَرَ عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، نا الْقَاضِي أَبُو عَبْدُ اللَّهِ الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْمَحَامِلِيُّ، نا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُعَاوِيَةَ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَقُولُ: " مَا يَنْتَظِرُ أَشْقَاهَا عَهِدَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، وَأَشَارَ ابْنُ دَاوُدَ إِلَى لِحْيَتِهِ وَرَأْسِهِ، فَقَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبِرْنَا مَنْ هُوَ حَتَّى نَبْتَدِرَهُ، فَقَالَ: أُنْشِدُ اللَّهَ رَجُلا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: أَلا تَسْتَخْلِفُ؟ قَالَ ابْنُ دَاوُدَ: سَقَطَ عَلِيَّ مَا بَعْدَ هَذَا.
[21]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا بِهِ أَبُو الْحَسَنِ ابْنُ الْبُخَارِيِّ، وأَحْمَدُ بْنُ شَيْبَانَ، وزَيْنَبُ بِنْتُ مَكِّيٍّ، قَالُوا: أَخْبَرَنَا أَبُو حَفْصِ بْنُ طبرزد، قال: أَخْبَرَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ يَحْيَى بْنُ عَلِيِّ ابْنِ الطَّرَّاحِ، وأَبُو الْمَعَالِي عَبْدُ الْخَالِقِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ الْبَدِنِ، قَالا: أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرِ بْنُ الْمُسْلِمَةِ، قال: أَخْبَرَنَا قَاضِي الْقُضَاةِ أَبُو مُحَمَّدٍ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مَعْرِوفٍ، قال: قُرِئَ عَلَى أَبِي الْحَسَنِ مُحَمَّدِ بْنِ نُوحٍ الْجُنْدَيَسَابُورِيِّ، وأَنَا أَسْمَعُ، قال: أَخْبَرَنَا مُعَمَّرُ بْنُ سَهْلٍ، قال: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ هُوَ ابْنُ دَاوُدَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  سَبُعٍ ، قال: سَمِعْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ: " مَا يَنْتَظِرُ الأَشْقَى؟ عَهِدَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا "، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تُخْبِرُنَا بِهِ فُنُبِينَ عِتْرَتَهُ، قال: " أُنْشِدُ اللَّهَ امْرَءا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي ".
[22]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: " أَلا تُوصِي؟ قَالَ: مَا أَوْصَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَيْءٍ فَأُوصِي: اللَّهُمَّ إِنَّهُمْ عِبَادُكَ فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[23]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَكِيمٍ، قال: ثنا أَبِي، قال: ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، قال: ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٌّ، قَالَ: قِيلَ: " أَلَا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَـا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
[24]     Riwayatnya adalah :
2/166 :
حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَيَّانَ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَكِيمِ بْنِ أُسَيْدٍ، ثنا أَبِي، ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " قِيلَ: أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: " وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَّلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
2/201 :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ الْمُهْرَجَانِ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَاجِيَةَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ سَعِيدٍ الأَصْبَهَانِيُّ، ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا ". قَالَ: لِحْيَتُهُ مِنْ رَأْسِهُ. قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، مَا أَحَدٌ يَفْعَلُ هَذَا إِلا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ. قَالَ: " أُذَكِّرِ اللَّهَ، قُتِلَ بِي غَيْرُ قَاتِلِي " قَالُوا: اسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا. قَالَ: " لا، وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ". قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ أَبْقَيْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ أَنْ تُبْقِيَنِي، وَتَوَفَّيْتَنِي وَتَرَكْتَهُمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[25]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، ثنا حَكِيمُ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي جَعْدٍ، عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّهُ قَالَ: " لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ ". لِحْيَتَهُ مِنْ رَأْسِهِ، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا أَحَدٌ يَقُولُ ذَلِكَ إِلا أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ. قَالَ: " أُذَكِّرُ اللَّهَ عَبْدًا قَتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي ". قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: " لا وَلَكِنِّي أُوكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكِلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ". قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ: اللَّهُمَّ أَبْقَيْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ أَنْ تُبْقِيَنِي، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي فَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، إِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[26]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الشَّحَّامِيُّ، أنا أَبُو سَعْدٍ الْجَنْزَرُودِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنُ مِهْرَانَ، نا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الأَرْزُنَانِيُّ الأَصْبَهَانِيُّ، نا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدَانَ، نا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، نا حَمْزَةُ بْنُ حَبِيبٍ الزَّيَّاتُ، نا حَكِيمُ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: أَلَمْ يَأْنِ لأَشْقَاهَا لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ ؛ يَعْنِي: لِحْيَتَهُ مِنْ رَأْسِهِ، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَفَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا وَلَكِنْ أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَّلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَتْحِ نَصْرُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفَقِيهُ، وَأَبُو مُحَمَّدِ بْنُ طَاوُسٍ، قَالا: أنا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْخَطِيبِ، بِالأَنْبَارِ، أنا أَبُو عُمَرَ بْنُ مَهْدِيٍّ، أنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّفَّارُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ مَنْدَهْ، نا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، نا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، نا حَكِيمُ بْنُ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ: لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ يَعْنِي لِحْيَتَهُ مِنْ رَأْسِهِ، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا أَحَدٌ يَفْعَلُ ذَلِكَ إِلا أَبرنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: أُذَكِّرُ اللَّهَ عَبْدًا قَتَلَ بِي عَبْدًا قَاتِلِي قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَفَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا وَلَكِنِّي أَكِلُكُمْ إِلَى مَا وَكَلَكُمْ إِلَيْهِ نَبِيُ اللَّهِ " قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ قَالَ: " أَقُولُ اللَّهُمَّ أَبْقَيْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ أَنْ تُبْقِينِي، ثُمَّ تَوَفَّيْتَنِي فَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ إِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ.
[27]     Riwayatnya adalah :
أَنْبَأناهُ أَبُو بَكْرٍ الشِّيرُوِيُّ، وَحَدَّثَنَا أَبُو الْمَحَاسِنِ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْهُ.ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الْوَاسِطِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ الْخَطِيبُ، قَالا: أنا الْقَاضِي أَبُو بَكْرٍ الْحِيرِيُّ، نا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الأَصَمُّ، نا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيبَةَ الْقُرَشِيُّ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْعِرَارُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ قَبْلَ أَنْ يَضْرِبَ بِثَلاثٍ: أَيْنَ شَقِيُّكُمْ هَذَا؟ أَمَ وَاللَّهِ لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، قَالَ: فَلَمَّا ضُرِبَ دَخَلْتُ عَلَيْهِ، فَقُلْتُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ اسْتَخْلِفْ، قَالَ: " لا " قَالَ: فَقُلْتُ: اتَّقِ اللَّهَ فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ؟ قَالَ: " أَقُولُ تَرَكْتَهُمْ كَمَا تَرَكَهُمْ رَسُولُكَ "،.وَفِي حَدِيثِ الْخَطِيبِ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ ".
[28]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْجُنَيْدِ، قَالا: ثنا أَبُو الْجَوَابِ، قَالَ: ثنا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ الْحِمَّانِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ فَمَا يُحْبَسُ أَشْقَاهَا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُبَيْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ، أَنْ تَقْتُلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا، قَالَ: أَقُولُ لَهُمُ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ "
[29]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ الْحَافِظُ، حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّغَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو الْجَوَّابِ الأَحْوَصُ بْنُ جَوَّابٍ، حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: " وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ: لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ، فَمَا يَحْبِسُ أَشْقَاهَا؟ "، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَبُعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ لأَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: أَنْشُدُ أَنْ يُقْتَلَ بِي غَيْرُ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ: أَلا تَسْتَخْلِفُ؟، قَالَ: لا ! وَلَكِنِّي أَتْرُكْكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا لَقِيتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا؟، قَالَ: أَقُولُ اللَّهُمَّ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ "
[30]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْفُرَاوِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ، أنا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، نا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الصَّاغَانِيُّ، أنا أَبُو الْجَوَّابِ الأَحْوَصُ بْنُ جَوَّابٍ، نا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخَضَّبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ، لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ، فَمَا يُخْبِتَنَّ أَشْقَاهَا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَبْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ أَنَّ رَجُلا يَفْعَلُ ذَلِكَ لأَبرنَا عِتْرَتَهُ، فَقَالَ: " أُنْشِدُ اللَّهَ أَنْ يُقْتَلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي "، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَلا تَسْتَخْلِفُ؟ قَالَ: " لا وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "، قَالَ: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا لَقِيتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمْلا؟ قَالَ: " أَقُولُ اللَّهُمَّ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ ".
[31]     Riwayatnya adalah :
No. 1158 :
حَدَّثَنَا رِزْقُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، ثنا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: اسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، فَقَالَ: مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ إِنْ يُرِدِ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا سَيَجْمَعُهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ "
No. 1221 :
حَدَّثَنَا رِزْقُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، ثنا شَبَابَةُ، ثنا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ: اسْتَخْلِفَ، قَالَ: " مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفُ، وَلَكِنْ إِنْ يُرِدِ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا سَيَجْمَعُهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ عَلَى خَيْرِهِمْ "
[32]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي الْحَارِثِ، قَالَ: نا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، قَالَ: نا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ شَقِيقٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: " مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفَ عَلَيْكُمْ، وَإِنْ يُرِدِ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِالنَّاسِ خَيْرًا، فَسَيَجْمَعُهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ ".
[33]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمُزَكِّي بِمَرْوَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَائِنِيُّ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، ثنا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: " مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْتَخْلِفُ، وَلَكِنْ إِنْ يُرِدُ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا، فَسَيَجْمَعَهُمْ بَعْدِي عَلَى خَيْرِهِمْ، كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ عَلَى خَيْرِهِمْ ".
[34]     Riwayatnya adalah :
Al-Kubraa 8/149 :
وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بِشْرَانَ، بِبَغْدَادَ، أَنْبَأَ أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو الرُّزَازُ، ثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَرْزُوقٍ، ثَنَا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، ثَنَا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، ثَنَا حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: اسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، فَقَالَ: " مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفُ، وَلَكِنْ إِنْ يُرِدِ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا جَمَعَهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ، كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ "
Ad-Dalaail 7/223 :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمُزَكِّي بِمَرْوَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَائِنِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟، قَالَ: " مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفَ وَلَكِنْ إِنْ يُرِدِ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا، فَسَيَجْمَعُهُمْ بَعْدِي عَلَى خَيْرِهِمْ، كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ عَلَى خَيْرِهِمْ "
Al-I’tiqaad hal. 502 :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بِشْرَانَ، أنا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّزَّازُ، ثنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَرْزُوقٍ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سِوَارٍ، ثنا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، ثنا حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ: اسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، فَقَالَ: مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفَ، إِنْ يُرِدِ اللَّهُ بِالنَّاسِ خَيْرًا جَمَعَهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ
[35]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو عَوْفٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَرْزُوقٍ الْبزُورِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حُصَيْنُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفُ، وَلَكِنْ إِنْ أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِالنَّاسِ خَيْرًا جَمَعَهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ، كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ "
[36]     Riwayatnya adalah :
أخبرنا أبو القاسم السمرقندي، أنا أبو القاسم بن بُسُري وأبو مُحمد بن أبي عثمان وأبو طاهر القصَّاري.
ح وأنا أبو عبد الله محمد بن أحمد بن إبراهيم بن القصَّاري، أنا أبي.
قالوا : أنا إسماعيل بن الحسن الصرصري، نا الحسين بن إسماعيل المحاملي، نا الفضل بن سهل، نا شبَّابة، نا شعيب بن ميمون، عن حصين، عن الشعبي، عن أبي وائل قال : قيل لعلي : أَلَا تستخلف ؟. قال : ما استخلف النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فأستخلف
[37]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي إِمَارَةِ، وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ "
[38]     Riwayatnya adalah :
No. 1327 :
حَدَّثَنِي أَبِي، نا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، نا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " أَنَّهُ خَطَبَ لَمَّا فَرَغَ مِنَ الْجَمَلِ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي هَذِهِ الإِمَارَةِ وَلَكِنْ شَيْئًا رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا فَإِنْ يَكُنْ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنْ يَكُنْ خَطَأً فَمِنْ أَنْفُسِنَا، وَلِيَنَا أَبُو بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ رَحِمَهُ اللَّهُ، ثُمَّ وَلِيَنَا عُمَرُ مِنْ بَعْدِهِ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الإِسْلامُ بِجِرَانِهِ ثُمَّ مَضَى رَحِمَهُ اللَّهُ "
No. 1333 :
حَدَّثَنِي أَبِي، نا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، نا سُفْيَانُ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا فَآخُذُ بِهِ فِي الإِمَارَةِ وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا ثُمَّ اسْتَخْلَفَ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ وَاسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ "
[39]     Riwayatnya adalah :
4/87 :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدَانَ، قَالَ: ثنا شُعَيْبٌ، ثنا أَبُو يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ، قَالَ: ثنا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّهُ قَالَ: " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الْإِمَارَةِ أَمْرًا نَأْخُذُ بِهِ، وَلَكِنْ رَأَيْنَا رَأْيًا، فَإِنْ يَكُنْ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَمِنْ أَنْفُسِنَا، اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامُ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ إِنَّ الدِّينَ ضَرَبَ بِجِرَانِهِ، إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، فَيَعْفُوا اللَّهُ عَمَّنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ "
4/87-88 :
حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ الْقَاضِي، قَالَ: ثنا أَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ، وَالْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى، وَاللَّفْظُ لِأَحْمَدَ، قَالَا: ثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الْإِمَارَةِ بِأَمْرٍ نَأْخُذُ بِهِ، وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، فَإِنْ يَكُ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ، وَإِنْ يَكُ خَطَأٌ فَمِنْ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، يَغْفِرُ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ، أَوْ قَالَ: مَنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ شَاءَ "
[40]     Riwayatnya adalah :
No. 174 :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: " مَا عَهِدَ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ، إِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ رَأَيْتُهُ، فَإِنْ يَكُ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ، وَإِنْ يَكُ خَطَأً فَمِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا "
No. 196 :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي الإِمَارَةِ، وَلَكِنْ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، فَإِنْ يَكُ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ، وَإِنْ يَكُ خَطَأً فَمِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، يَعْفُو اللَّهُ عَمَّنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ "
[41]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ، عَنْ عِصَامِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: " خَطَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الإِمَارَةِ شَيْئًا نَأْخُذْ بِهِ، حَتَّى رَأَيْنَا مِنَ الرَّأْيِ أَنْ نَسْتَخْلِفَ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَأَى مِنَ الرَّأْيِ أَنْ يَسْتَخْلِفَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضُرِبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا هَذِهِ الدُّنْيَا فَكَانَتْ أُمُورٌ يَقْضِي اللَّهُ فِيهَا مَا أَحَبَّ "
قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ عِصَامُ بْنُ النُّعْمَانِ ابْنِ أَخِي خَالِدِ بْنِ أَخِي إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ الْبَجَلِيِّ أُخْبِرْتُ بِذَلِكَ
[42]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَاهُ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعْدَانَ، ثنا شُعَيْبُ بْنُ أَيُّوبَ، قَالَ: ثنا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ، عَنْ عِصَامِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: لَمَّا ظَهَرَ عَلِيٌّ عَلَى سُفْيَانَ يَوْمَ الْجَمَلِ، قَالَ " أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الْإِمَارَةِ شَيْئًا حَتَّى رَأَيْنَا مِنَ الرَّأْيِ أَنْ نَسْتَخْلِفَ أَبَا بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَأَى مِنَ الرَّأْيِ أَنْ يَسْتَخْلِفَ عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى ضَرَبَ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا هَذِهِ الدُّنْيَا فَكَانَتْ أُمُورٌ يَقْضِي اللَّهُ فِيهَا ".
[43]     Riwayatnya adalah :
Ad-Dalaail 6/439 :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الرُّوذْبَارِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ شَوْذَبٍ الْوَاسِطِيُّ بِهَا، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَيُّوبَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ الْحَفْرِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: لَمَّا ظَهَرَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى النَّاسِ يَوْمَ الْجَمَلِ، قَالَ: " أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الإِمَارَةِ شَيْئًا، حَتَّى رَأَيْنَا مِنَ الرَّأْيِ أَنْ نَسْتَخْلِفَ أَبَا بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَفَامَ حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَأَى مِنَ الرَّأْيِ أَنْ يَسْتَخْلِفَ عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينَ بِجِرَانِهِ، ثُمْ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا هَذِهِ الدُّنْيَا، فَكَانَتْ أُمُورٌ يَقْضِي اللَّهُ فِيهَا "
Al-I’tiqaad hal. 502-503 :
وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ الْحُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ الرُّوذْبَارِيُّ، أنا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ شَوْذَبٍ الْوَاسِطِيُّ، بِهَا، ثنا شُعَيْبُ بْنُ أَيُّوبَ، ثنا أَبُو دَاوُدَ الْحَفْرِيُّ ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: لَمَّا ظَهَرَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَلَى النَّاسِ يَوْمَ الْجَمَلِ، قَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الإِمَارَةِ شَيْئًا، حَتَّى رَأَيْنَا مِنَ الرَّأْيِ أَنْ نَسْتَخْلِفَ أَبَا بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى مَضَى لِسَبِيلِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَأَى مِنَ الرَّأْيِ أَنْ يَسْتَخْلِفَ عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ حَتَّى ضَرَبَ الدِّينَ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبوا هَذِهِ الدُّنْيَا، فَكَانَتْ أُمُورٌ يَقْضِي اللَّهُ فِيهَا مَا يَشَاءُ
Dalam sanad riwayat ini, Abu Daawud Al-Hafariy meriwayatkan dari Sufyaan secara mursal tanpa melalui perantaraan ‘Ishaam. Yang benar, adalah riwayat jama’ah yang menetapkan keberadaan ‘Ishaam antara Al-Hafariy dan Ats-Tsauriy, wallaahu a’lam.
[44]     Riwayatnya adalah :
أخبرنا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ يَحْيَى بْنِ جَعْفَرٍ الإِمَامُ، وَأَبُو الْفَرَجِ عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبُزَانِيُّ، جَمِيعًا بأصبهان قَالا: أخبرنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ بُنْدَارٍ الْمَدِينِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الصَّائِغُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ الْبَغْدَادِيُّ، عَنِ الْحَفَرِيِّ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شَقِيقٍ، عَنْ عَلِيٍّ، مِثْلَ حَدِيثِ قَبْلَهُ، أَنَّهُ خَطَبَ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ عَهْدًا، وَلَكِنَّهُ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ فَاسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ.
كَذَا رَوَيَاهُ لَنَا، فَقَالا: عَنْ عَمْرِو بْنِ شَقِيقٍ، وَإِنَّمَا هُوَ عَمْرُو بْنُ سُفْيَانَ. وَقَالا أَيْضًا: عَاصِم بْن النُّعْمَانِ وَإِنَّمَا هُوَ عَاصِمُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ أَبِي خَالِدِ ابْنِ أَخِي إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ،
[45]     Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْحَسَنِ، ثَنا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ السُّلَمِيُّ، ثنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْوَلِيدِ، ثنا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ الْعَبْدِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ، قَالَ: لَمَّا فَرَغَ عَلِيٌّ مِنَ الْجَمَلِ قَالَ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ شَيْئًا، وَلَكِنَّهُ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ فَإِنْ يَكُ صَوَابًا فَمِنَ اللَّهِ، وَإِنْ يَكُ خَطَأً فَمِنْ قِبَلِنَا، وُلِّيَ أَبُو بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ وُلِّيَ عُمَرُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الإِسْلامُ بِجِرِانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا فَيَعْفُو اللَّهُ عَمَّنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ "
[46]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ ثِقَةٌ، وَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وُجُودُ أَبِي عَاصِمٍ أَقَامَ إِسْنَادَهُ، قَالَ: " خَطَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ شَيْئًا وَإِنَّمَا هُوَ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ "
[47]     Riwayatnya adalah :
وَحَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْمَحَامِلِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْجَوَّانِ، قَالَ: ثنا أَبُو عَاصِمِ، عنُ سُفْيَانَ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَطَبَ عَلِيٌّ، فَقَالَ " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي هَذِهِ الْإِمَارَةِ شَيْئًا وَلَكِنَّهُ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ، اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخَلِفَ عُمَرُ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ ". وَانْتَهَى حَدِيثُ ابْنِ جَوَّانَ. وَزَادَ ابْنُ الْجُنَيْدِ " ثُمَّ أَنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، يَغْفِرُ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ "
[48]     Riwayatnya adalah :
وَرَوَاهُ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا فِي الإِمَارَةِ نَأْخُذُ بِهِ وَلَكِنَّهُ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ.اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ، فَأَقَامَ حَتَّى ضَرَبَ الدِّينَ بِجِرَانِهِ.أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ الْمُقْرِئُ، أنا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، ثنا يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ الْقَاضِي، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، ثنا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ، ثنا سُفْيَانُ فَذَكَرَهُ
[49]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ الْعَبْدِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَطَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ، وَلَكِنَّهُ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ، وَاسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، يَعْفُوا اللَّهُ عَمَّنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ "
[50]     Riwayatnya adalah :
No. 470 :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ نَصْرٍ، بِأَصْبَهَانَ، أَنَّ مَحْمُودَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ الصَّيْرَفِيَّ أَخْبَرَهُمْ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَهُوَ حَاضِرٌ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَاذَانَ، أَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْقَبَّابُ، أَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَاصِمٍ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، ثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: مَا عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الإِمَارَةِ شَيْئًا، وَلَكِنْ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ، فَاسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ ضُرِبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، وَيَعْفُو اللَّهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ
No. 471 :
أَخْبَرَنَا بَرَكَاتُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ طَاهِرٍ الْقُرَشِيُّ، بِدِمَشْقَ، أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَحْمَدَ بْنِ مَنْصُورٍ الْغَسَّانِيَّ أَخْبَرَهُمْ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، أَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الْحَدِيدِ، أَنَا جَدِّي أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ السُّلَمِيُّ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ سَهْلٍ الْخَرَائِطِيُّ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، ثَنَا عُمَرُ هُوَ ابْنُ شَبَّةَ، ثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي الإِمَارَةِ شَيْئًا وَلَكِنْ رَأْيٌ رَأَيْنَاهُ، فَاسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، وَاسْتُخْلِفَ عُمَرُ فَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ ضُرِبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، وَإِنَّ أَقْوَامًا طَلَبُوا الدُّنْيَا فَمَنْ شَاءَ اللَّهُ مِنْهُمْ أَنْ يُعَذِّبَ عَذَّبَ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَرْحَمَ رَحِمَ
[51]     Riwayatnya adalah :
ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، قَالَ: ثنا فَضْلُ بْنُ شُعَيْبٍ، قَالَ: ثنا ابْنُ شِهَابٍ عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ نَافِعٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: عَنْ عُمَرَ بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ عَلِيٌّ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ يَوْمَ الْجَمَلِ: " قُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِي إِمَارَةٍ عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ، وَلَكِنْ رَأَيْنَا رَأْيَنَا، فَاسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، ثُمَّ إِنَّ قَوْمًا طَلَبُوا الدُّنْيَا، يَعْفُو اللَّهُ عَمَّنْ شَاءَ، وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ".
قَالَ: ثنا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ثنا أَبُو شِهَابٍ، فَذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ نَحْوَهُ
[52]     Riwayatnya adalah :
قَالَ قتيبة حَدَّثَنَا جرير، عَنْ سُفْيَان، عَنِ الأَسْوَدِ بْن قيس، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَلِيّ، رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُم: " لم يعهد إلينا النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الإمرة شيئا
[53]     Riwayatnya adalah :
وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي دَاوُدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْوَزَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُسَاوِرٌ الْوَرَّاقُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ، فَقَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الإِمَارَةَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عَهْدًا فَنَتَّبِعَ أَمْرَهُ، وَلَكِنَّا رَأَيْنَاهَا مِنْ تِلْقَاءِ أَنْفُسِنَا، اسْتَخْلَفَ أَبُو بَكْرٍ رَحِمَهُ اللَّهُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتَخْلَفَ عُمَرُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ "
[54]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ الْخَلِيلِ الأَصْبَهَانِيُّ، ثنا مُوسَى بْنُ إِسْحَاقَ الْخَطْمِيُّ الْقَاضِي بِالرَّيِّ، ثنا الْمُسَيِّبُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، ثنا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، عَنْ سَوَّارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ يَوْمَ الْجَمَلِ، فَقَالَ: أَيْنَ مُرَوِّحِي الْقَوْمِ؟ قَالَ: قُلْنَا: هُمْ صَرْعَى حَوْلَ الْجَمَلِ، قَالَ: فَقَالَ: " أَمَا بَعْدُ، فَإِنَّ هَذِهِ الإِمَارَةَ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عَهْدًا يُتْبَعُ أَثَرُهُ، وَلَكِنَّا رَأَيْنَاهَا تِلْقَاءَ أَنْفُسِنَا، اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ ضَرَبَ الدَّهْرَ بِجِرَانِهِ "
[55]     Riwayatnya adalah :
وَقَالَ فِي حَدِيثِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " إِنَّ هَذِهِ الْإِمَارَةِ لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا فِيهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدًا نَتَّبِعُ أَثَرَهُ، وَلَكِنْ رَأَيْنَاهَا مِنْ تِلْقَاءِ أَنْفُسِنَا، أَصَبْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، اسْتَخْلَفَ أَبُو بَكْرٍ رَحِمَهُ اللَّهُ فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتَخْلَفَ عُمَرُ رَحِمَهُ اللَّهُ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ، وَطَلَبَ قَوْمٌ الدُّنْيَا، يُعَذِّبُ اللَّهُ، مَنْ يَشَاءُ، وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ". أخْبَرَنَاهُ أَبُو الْعَلَاءِ، قَالَ: نا الْمُسَيِّبُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، الدَّشَّاشُ، قَالَ: نا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، عَنْ سَوَّارٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ
[56]     Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، ثنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، وَعَبْدُ الْوَهَّابِ الْخَفَّافُ، قَالا: ثنا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ.وَأَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْقَطِيعِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، ثنا يَحْيَى، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادَةَ، قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَالأَشْتَرُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ، فَقُلْتُ: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَهْدًا دُونَ الْعَامَّةِ؟ فَقَالَ: لا، إِلا هَذَا، وَأَخْرَجَ مِنْ قِرَابِ سَيْفِهِ فَإِذَا فِيهَا: " الْمُؤْمِنُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، لا يُقْتَلْ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ وَلا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ " هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَلَهُ شَاهِدٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ
[57]     Riwayatnya adalah :
وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا الْعَبَّاسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، ثنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، وَعَبْدُ الْوَهَّابِ الْخَفَّافُ، قَالا: ثنا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ. ح قَالَ: وَأنبأ أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْقُطَيْعِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حدَّثَنِي أَبِي، ثنا يَحْيَى، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ، قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَالأَشْتَرُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ، فَقُلْتُ: " هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدًا دُونَ الْعَامَّةِ؟ فَقَالَ: لا، إِلا هَذَا، وَأَخْرَجَ مِنْ قِرَابِ سَيْفِهِ، فَإِذَا فِيهَا: الْمُؤْمِنُونَ تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، لا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ، وَلا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ "
   
 
__________________________________
Riwayat Abdullah bin Sabu’

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا، قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: ” اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ

Telah menceritakan kepada kami Waki’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Aliy [radiallahu ‘anhu] mengatakan Sungguh akan diwarnai dari sini hingga sini, dan tidak menungguku selain kesengsaraan.” Para shahabat bertanya “Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada kami orang itu, agar kami bunuh keluarganya”. Ali berkata “Kalau begitu demi Allah, kalian akan membunuh orang selain pembunuhku.” Mereka berkata “Angkatlah khalifah pengganti untuk memimpin kami”. ‘Aliy menjawab “Tidak, tapi aku tinggalkan kepada kalian apa yang telah Rasulullah [shallallaahu 'alaihi wasallam] tinggalkan untuk kalian”. Mereka bertanya “Apa yang akan kamu katakan kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?”. Dalam kesempatan lain Wakii’ berkata “Jika kamu bertemu dengan-Nya?” ‘Aliy berkata “Aku akan berkata Ya Allah, Engkau tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika Engkau berkehendak, perbaikilah mereka dan jika Engkau berkehendak maka hancurkanlah mereka [Musnad Ahmad 1/30].

Hadis dengan jalan ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 3/20, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 14/596 & 15/118, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no 341, Al Khallaal dalam As Sunnah no 332, Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Mukhtarah no 594 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/538. Semuanya dengan jalan sanad dari Waki’ dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’.

Waki’ mempunyai mutaba’ah dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy sebagaimana disebutkan Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul Al I’tiqaad 1/664-665 no 1209 dan Ibnu Asaakir dalam Tarikh Dimasyq 42/538-539 dengan jalan Ishaaq bin Ibrahim dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’. Ishaq bin Ibrahim berkata:

سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَيَّاشٍ، يَقُولُ: عِنْدِي فِي هَذَا الْحَدِيثِ إِسْنَادٌ جَيِّدٌ أَخْبَرَنِي الأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، أَنَّ عَلِيًّا خَطَبَهُمْ بِهَذِهِ الْخُطْبَةِ

Aku mendengar Abu Bakar bin ‘Ayyasy mengatakan “disisiku hadis ini sanadnya jayyid, telah mengabarkan kepadaku Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ bahwa Aliy berkhutbah kepada mereka dengan khutbah ini.

Orang itu setelah membawakan hadis ini berkata bahwa tashih Abu Bakar bin ‘Ayyasy terhadap sanad ini menunjukkan tautsiq terhadap para perawinya termasuk Abdullah bin Sabu’. Sehingga menurutnya terangkatlah jahatul ‘ainnya Abdullah bin Sabu’. Hujjah ini tertolak dengan alasan tashih tersebut tidaklah benar.

Abu Bakar bin ‘Ayyasy adalah perawi yang diperbincangkan keadaannya sebagian menta’dilkannya dan sebagian menjarh-nya karena terdapat kelemahan pada hafalannya bahkan Muhammad bin Abdullah bin Numair mendhaifkan hadisnya dari Al A’masy dan selainnya. Abu Bakar buruk hafalannya ketika beranjak tua. Ibnu Hajar berkata “tsiqah, ahli ibadah, buruk hafalannya di usia tua, dan riwayat dari kitabnya shahih” [At Taqrib 2/366].

Ishaq bin Ibrahim yang meriwayatkan dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy wafat pada tahun 257 H sedangkan Abu Bakar bin ‘Ayyasy wafat tahun 194 H. Jadi ada selang waktu sekitar 63 tahun, tidak diketahui apakah Ishaq bin Ibrahim meriwayatkan dari Abu Bakar sebelum atau setelah hafalannya berubah, berdasarkan tahun wafat mereka berdua besar kemungkinan ia mendengar hadis ini dari Abu Bakar setelah ia beranjak tua dan hafalannya berubah. Bagaimana mungkin tashih dari perawi seperti ini dijadikan hujjah?. Selain itu yang menguatkan bahwa tashih Abu Bakar bin ‘Ayyasy ini berasal dari hafalannya yang buruk adalah tadlis Al A’masy merupakan perkara ma’ruf di sisi Abu Bakar maka bagaimana mungkin ia mengatakan hadis tersebut sanadnya jayyid padahal di dalamnya ada ‘an anah dari Al A’masy,

وقال عبد الله بن أحمد عن أبيه في أحاديث الأعمش عن مجاهد قال أبو بكر بن عياش عنه حدثنيه ليث عن مجاهد

Abdullah bin Ahmad berkata dari ayahnya tentang hadis-hadis Al A’masy dari Mujahid, Abu Bakar bin Ayyasy yang meriwayatkan darinya [A’masy] berkata “telah menceritakan kepadanya dari Laits dari Mujahid” [At Tahdzib juz 4 no 386].

Apalagi hadis ini juga diriwayatkan oleh Aswad bin ‘Amir dari Abu Bakar bin ‘Ayyasy dengan sanad yang berbeda yaitu dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dan tanpa penyebutan tashih sanad yaitu sebagaimana disebutkan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya 1/156 dan Fadha’il Ash Shahabah no 1211

نا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ هُوَ ابْنُ عَيَّاشٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ  عَبْدِ  اللَّهِ  بْنِ  سَبُعٍ ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ

Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar dan ia adalah Ibnu ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata “Ali berkhutbah kepada kami”.

Aswad bin ‘Aamir wafat tahun 208 H yang berdekatan dengan wafatnya Abu Bakar bin ‘Ayyasy tahun 194 H. Walaupun tidak diketahui apakah Aswad bin ‘Aamir meriwayatkan sebelum atau sesudah Abu Bakar berubah hafalannya tetapi dilihat dari tahun wafat mereka maka Aswad bin ‘Aamir memiliki kemungkinan yang lebih besar meriwayatkan dari Abu Bakar sebelum hafalannya buruk. Maka riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy yang lebih rajih adalah riwayat ‘Aswad bin ‘Aamir darinya yaitu riwayat  Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’

Khutbah Imam Ali riwayat Abdullah bin Sabu’ ini juga diriwayatkan oleh Jarir bin ‘Abdul Hamiid dari Al A’masy yaitu sebagaimana disebutkan Abu Ya’la,

حَدَّثَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ

Telah menceritakan kepada kami Abu Khaitsamah yang berkata telah menceritakan kepada kami Jariir dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Saalim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkhutbah kepada kami [Musnad Abu Ya’la no 590].

Riwayat Jarir ini juga disebutkan Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Mukhtarah no 595, Al Muhaamiliy dalam Al Amaaliy no 198 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/540. Jarir memiliki mutaba’ah dari Abdullah bin Dawuud Al Khuraibiy sebagai mana disebutkan Ajjuriy dalam Asy Syari’ah,

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْوَاسِطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ، قَالَ: سَمِعْتُ الأَعْمَشَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Hamiid Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Dawud yang berkata aku mendengar Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari ‘Abdullah bin Sabu’ yang berkata aku mendengar Ali [radiallahu ‘anhu] di atas mimbar [Asy Syari’ah 3/267-268].

Riwayat Abdullah bin Dawud juga disebutkan Al Muhaamiliy dalam Al Amaaliy no 150 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/541.

Kalau kita melihat dengan baik maka riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawud dari Al A’masy tidaklah sama dengan riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy. Keduanya [Jarir dan 'Abdullah bin Dawud] menyebutkan dari Al A’masy dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ sedangkan Abu Bakar menyebutkan dari Al A’masy dari Salamah dari Abdullah bin Sabu’ tanpa menyebutkan Salim bin Abil Ja’d. Maka sungguh yang mengatakan bahwa riwayat tersebut sama adalah orang yang dibutakan matanya setelah dibutakan hatinya. Bagaimana tidak dikatakan buta, jika ia sendiri telah menuliskan riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawud tersebut!.

Yahya bin Yaman meriwayatkan dari Ats Tsawriy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d tanpa menyebutkan ‘Abdullah bin Sabu’,

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yamaan dari Sufyaan Ats Tsawriy dari Al A’masy dari Salim bin Abil Ja’d yang berkata dikatakan kepada Ali [radiallahu ‘anhu] [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1249 & 1317].

Setelah mengutip riwayat ini orang itu berkata “sanad riwayat ini lemah”. Kami katakan Yahya bin Yamaan ini kedudukannya tidak jauh berbeda dengan Abu Bakar bin ‘Ayyasy, Ibnu Hajar berkata tentang Yahya bin Yaman Al Ijliy shaduq ahli ibadah, banyak melakukan kesalahan, hafalannya berubah ketika beranjak tua [At Taqrib 2/319]. Lantas mengapa sebelumnya ia berhujjah dengan Abu Bakar bin ‘Ayyasy dan melemahkan Yahya bin Yamaan. Tidak lain itu karena akal-akalan nafsunya, dengan melemahkan riwayat Yahya bin Yamaan maka berkuranglah riwayat Al A’masy yang idhthirab.

Dan selanjutnya ia akan lebih gampangan mencari qarinah tarjih atas riwayat idhthirab Al A’masy. Orang itu membawakan riwayat tanpa jalur Al A’masy sebagai qarinah tarjih untuk membatalkan hujjah idhthirab Al A’masy dan menguatkan salah satu jalur yang ia inginkan. Berikut riwayat yang ia katakan sebagai qarinah tarjih,

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَكِيمٍ، قال: ثنا أَبِي، قال: ثنا بَكْرُ بْنُ بَكَّارٍ، قال: ثنا حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَلِيٌّ،

Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Muhammad bin Ibrahiim bin Hakiim yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Bakr bin Bakkaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Hamzah Az Zayyaat dari Hakiim bin Jubair dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy  [Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/29].

Riwayat ini lemah karena Bakr bin Bakkaar dan Hakim bin Jubair telah didhaifkan oleh sebagian ulama. Mengenai Bakr bin Bakkaar, Abu Ashim An Nabiil menyatakan ia tsiqat. Ibnu Abi Hatim berkata “dhaif al hadits, buruk hafalannya dan mengalami ikhtilath”. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”. Nasa’i terkadang berkata “tidak kuat” dan terkadang berkata “tidak tsiqat”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Al Uqailiy, Ibnu Jaruud dan As Saajiy memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [At Tahdzib juz 1 no 882]. Mengenai Hakim bin Jubair, Ahmad berkata “dhaif al hadits mudhtharib”, Ibnu Ma’in berkata “tidak ada apa-apanya”, Yaqub bin Syaibah berkata “dhaif al hadits”. Abu Zur’ah berkata “shaduq insya Allah”. Abu Hatim berkata “dhaif al hadits mungkar al hadits”. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Daruquthni berkata “matruk”. Abu Dawud berkata “tidak ada apa-apanya” [At Tahdzib juz 2 no 773].

Aneh bagaimana mungkin riwayat yang kedudukannya dhaif seperti ini dijadikan qarinah tarjih. Sungguh kami dibuat terheran-heran dengan caranyaberhujjah. Hal ini membuktikan bahwa ilmu hadis itu memang unik bisa diutak atik seenaknya demi kepentingan hawa nafsunya. Seandainya pun riwayat ini dijadikan tarjih riwayat A’masy maka itu menguatkan riwayat Yahya bin Yaman dari Ats Tsawriy dari A’masy dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu‘.

Kemudian orang itu mengutip pernyataan Ibnu Asakir bahwa Salim tidak mendengar dari Aliy dan ia hanyalah meriwayatkannya melalui perantara Abdullah bin Sabu’. Tentu saja pernyataan Ibnu Asakir adalah berlandaskan pada  riwayat-riwayat lain sedangkan zhahir riwayat Bakr bin Bakaar di atas adalah tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu’. Jika riwayat Bakr mau dijadikan qarinah tarjih idhthirab A’masy maka berhujjahlah dengan zhahir riwayat Bakr bukan dengan andai-andai riwayat lain. Hal ini menunjukkan bahwa cara berhujjah orang itu benar-benar sembarangan dan seenaknya saja.

Ada satu lagi riwayat Aban bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang dikutipnya yaitu riwayat dalam Tarikh Ibnu Asakir 42/541, yaitu dengan sanad sebagai berikut

أَنْبَأناهُ أَبُو بَكْرٍ الشِّيرُوِيُّ، وَحَدَّثَنَا أَبُو الْمَحَاسِنِ عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْهُ.ح وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ الْوَاسِطِيُّ، أنا أَبُو بَكْرٍ الْخَطِيبُ، قَالا: أنا الْقَاضِي أَبُو بَكْرٍ الْحِيرِيُّ، نا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الأَصَمُّ، نا أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَبِيبَةَ الْقُرَشِيُّ، نا يَحْيَى بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْعِرَارُ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبَانِ بْنِ تَغْلِبَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَبْعٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ

Telah memberitakan kepada kami Abu Bakar Asy Syiiruwiy dan telah menceritakan kepada kami Abu Mahaasin Abdurrazaq bin Muhammad darinya. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Qaasim Al Waasithiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Khatib. Keduanya berkata telah mengabarkan kepada kami Al Qaadhiy Abu Bakar Al Hirriy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Abbaas Muhammad bin Ya’qub Al Ashaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar dari Abaan bin Taghlib dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ yang berkata Aliy bin Abi Thalib berkata [Tarikh Ibnu Asakir 42/541].

Riwayat ini dhaif sanadnya sampai Aban bin Taghlib karena diriwayatkan oleh para perawi majhul sehingga juga tidak bisa dijadikan qarinah tarjih.
  1. Abu Hasan Aliy bin Muhammad bin Habiibah Al Qurasyiy disebutkan Ibnu Makula biografinya dalam Al Ikmal tanpa menyebutkan jarh dan ta’dil [Al Ikmal Ibnu Makula 3/120]
  2. Yahya bin Hasan bin Furaat Al ‘Iraar tidak ditemukan biografinya maka ia majhul tidak dikenal kredibilitasnya
  3. Muhammad bin Umar, tidak jelas siapa dirinya tetapi kemungkinan ia adalah Muhammad bin Abi Hafsh Al Athaar sebagaimana disebutkan Al Khatib bahwa ia meriwayatkn dari Aban bin Taghlib dan telah meriwayatkan darinya Yahya bin Hasan bin Furaat [Taliy Talkhiis Al Mutasyaabih 2/534]. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa ia adalah Muhammad bin Umar Al Anshariy dan mengutip jarh Al Azdiy yang berkata “dibicarakan tentangnya” [Lisan Al Mizan juz 5 no 489].
Seandainya pun riwayat ini dijadikan qarinah tarjih sanad A’masy maka riwayat ini menguatkan riwayat Abu Bakar bin A’yasy dimana A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’. Maka tetap saja dua riwayat yang dijadikan qarinah tarjih oleh orang itu malah semakin menguatkan adanya idhthirab pada sanad A’masy. Kedudukan sebenarnya adalah tidak ada qarinah tarjih yang menguatkan salah satu sanad dalam idhthirab Al Amasy di atas.
  1. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’  dari Aliy [riwayat Waki’]
  2. Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Abu Bakar bin ‘Ayyasy]
  3.  Al A’masy meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Sabu’ dari Aliy [riwayat Jarir dan Abdullah bin Dawuud]
  4. Al A’masy meriwayatkan dari Salim bin Abil Ja’d dari Aliy tanpa menyebutkan Abdullah bin Sabu’ [riwayat Yahya bin Yamaan dari Ats Tsawriy]
Tidak diragukan lagi kalau hadis ini mudhtharib dan sumbernya adalah Al A’masy dan dalam semua riwayatnya ia meriwayatkan dengan ‘an anah. Abdullah bin Sabu’ hanya dikenal melalui satu hadis ini saja dan ternyata sanadnya mudhtharib maka ia seorang yang statusnya majhul ‘ain dan hadisnya mudhtharib. Kedudukan riwayat Abdullah bin Sabu’ ini sudah jelas dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah.

Kemudian orang itu mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid Al Himmany yang ia katakan sebagai syahid perkataan Abdullah bin Sabu’. Riwayat ini disebutkan dalam Musnad Al Bazzar no 871, Kasyf Al Astaar no 2572, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, dan Tarikh Ibnu Asakir 42/542 semuanya dengan jalan sanad dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yaziid. Berikut riwayat Al Bazzar,

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْجُنَيْدِ، قَالا: ثنا أَبُو الْجَوَابِ، قَالَ: ثنا عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ ثَعْلَبَةَ بْنِ يَزِيدَ الْحِمَّانِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: ” وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذِهِ لِلِحْيَتِهِ مِنْ رَأْسِهِ فَمَا يُحْبَسُ أَشْقَاهَا، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُبَيْعٍ: وَاللَّهِ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لَوْ أَنَّ رَجُلا فَعَلَ ذَلِكَ أَبَرْنَا عِتْرَتَهُ، قَالَ: قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ، أَنْ تَقْتُلَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: لا، وَلَكِنِّي أَتْرُكُكُمْ كَمَا تَرَكَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَمَاذَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا أَتَيْتَهُ وَقَدْ تَرَكْتَنَا هَمَلا، قَالَ: أَقُولُ لَهُمُ اسْتَخْلَفْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ ثُمَّ قَبَضْتَنِي وَتَرَكْتُكَ فِيهِمْ

Telah menceritakan kepada kami Ibrahiim bin Sa’iid Al Jawhariy dan Muhammad bin Ahmad bin Al Junaid yang keduanya berkata telah menceritakan kepada kami Abul Jawaab yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ammaar bin Ruzaiq dari Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Tsa’labah bin Yazid Al Himmaniy yang berkata Aliy berkata “Demi Dzat yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan semua jiwa. Sungguh akan diwarnai darah dari sini hingga sini, yaitu dari kepala hingga jenggot. dan tidak menungguku selain kesengsaraan”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata “Demi Allah wahai Amiirul-mukminiin, seandainya ada seorang laki-laki yang melakukan hal itu, sungguh akan kami  binasakan keluarganya”. Aliy berkata “Aku bersumpah kepada Allah bahwasannya engkau membunuh orang yang tidak membunuhku”. Mereka berkata “Wahai Amiirul-mukminiin, tidakkah engkau mengangkat khalifah pengganti untuk kami?”. ‘Aliy menjawab “Tidak. Akan tetapi aku akan meninggalkan kalian sebagaimana Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] telah meninggalkan kalian”. ‘Abdullah bin Subai’ berkata “Lalu, apakah yang akan engkau katakan kepada Rabbmu apabila engkau menemui-Nya dimana engkau meninggalkan kami mengurus keadaan kami sendiri?”. Aliy menjawab “Aku berkata Engkau telah mengangkat aku sebagai khalifah di tengah-tengah mereka sesuai kehendak-Mu, kemudian engkau mematikanku dan aku tinggalkan Engkau di tengah-tengah mereka [Musnad Al Bazzaar no 871].

Riwayat ini sanadnya dhaif karena ‘an anah Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit, keduanya dikenal sebagai mudallis. Ad Daruquthni memasukkan riwayat ini sebagai bagian dari idhthirab Al A’masy dan mengatakan tidak dhabit sanadnya [Al Ilal no 396]. Disebutkan oleh Adz Dzahabiy dalam Tarikh Al Islam 3/647 dan Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti’ab 3/1125 yang mengutip riwayat Tsa’labah bin Yazid yaitu sampai lafaz “tidak ada yang menungguku selain kesengsaraan” tanpa menyebutkan lafaz Abdullah bin Sabu’ berkata. Disini terdapat qarinah yang menunjukkan illat [cacat] bahwa Al A’masy menampuradukkan antara hadis Tsa’labah bin Yazid dan hadis Abdullah bin Sabu’. Maka riwayat Tsa’labah bin Yazid tidak bisa dijadikan syahid riwayat Abdullah bin Sabu’ karena keduanya berasal dari idhthirab Al A’masy.

Riwayat Syu’aib bin Maimun.
Riwayat ini disebutkan dalam Musnad Al Bazzar no 565, Mustadrak Al Hakim 3/79, As Sunnah Ibnu Abi ‘Ashim no 1158 & 1221, Sunan Baihaqy 8/149, Ad Dalaa’il Baihaqiy 7/223, Al I’tiqaad Baihaqiy 502, Amaliy Ibnu Bakhtariy no 42 dan Tarikh Ibnu Asakir 42/536-537 dengan sanad dari Syabaabah bin Sawwar dari Syu’aib bin Maimun dari Hushain bin ‘Abdurrahman dari Syaqiiq Abu Waiil dari Aliy [radiallahu ‘anhu]. Berikut riwayat Al Bazzar

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي الْحَارِثِ، قَالَ: نا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، قَالَ: نا شُعَيْبُ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ شَقِيقٍ، قَالَ: قِيلَ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَلا تَسْتَخْلِفُ عَلَيْنَا؟ قَالَ: ” مَا اسْتَخْلَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْتَخْلِفَ عَلَيْكُمْ، وَإِنْ يُرِدِ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِالنَّاسِ خَيْرًا، فَسَيَجْمَعُهُمْ عَلَى خَيْرِهِمْ كَمَا جَمَعَهُمْ بَعْدَ نَبِيِّهِمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خَيْرِهِمْ

Telah menceritakan kepada kami Ismaiil bin Abil Haarits yang berkata telah menceritakan kepada kami Syabaabah bin Sawwaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Maimun dari Hushain bin ‘Abdurrahman dari Asy Sya’biy dari Syaqiiq yang berkata Dikatakan kepada Aliy “Tidakkah engkau mengangkat pengganti?”. Ia menjawab “Rasululah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] tidak mengangkat pengganti maka haruskah aku mengangkat pengganti. Seandainya Allah tabaaraka wa ta’ala menginginkan kebaikan kepada manusia, maka Ia akan menghimpun mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka sebagaimana Ia telah menghimpun mereka sepeninggal Nabi mereka di atas orang yang paling baik di antara mereka [Musnad Al Bazzaar no 565].

Riwayat ini dhaif karena Syu’aib bin Maimun. Abu Hatim dan Al Ijliy berkata “majhul”. Bukhari berkata “fiihi nazhar”. Ibnu Hibban menyatakan ia meriwayatkan hadis-hadis mungkar dari para perawi masyhur tidak bisa dijadikan hujjah jika menyendiri. [At Tahdzib juz 4 no 68]. Ibnu Hajar berkata “dhaif ahli ibadah” [At Taqrib 1/420]. Daruquthni berkata “tidak kuat” [Al Ilal no 493]. Al Uqailiy memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa 2/182-183 no 703]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 74].

Selain itu riwayat Syu’aib bin Maimun ini lemah karena idhthirab. Amru bin ‘Aun meriwayatkan hadis ini dari Syu’aib bin Maimun dari Abu Janaab Al Kalbiy dari Abu Wail dari Aliy sebagaimana disebutkan Al Uqaili dalam Adh Dhu’afa 2/182-183 no 703. Abu Janaab seorang yang diperbincangkan termasuk mudallis thabaqat ketiga dan membawakan riwayat ini dengan ‘an anah.

Ibnu Hajar mengutip perkataan Muhammad bin Abaan Al Washithiy bahwa hadis Syu’aib ini termasuk hadis mungkarnya karena ma’ruf bahwa hadis ini diriwayatkan Hasan bin Umarah dari Washil bin Hayyaan dari Syaqiiq [At Tahdzib juz 4 no 608]. Kemudian orang itu berusaha membuat syubhat dengan mengutip pernyataan Al Bazzar “kami tidak mengetahui hadis tersebut diriwayatkan dari Syaqiiq dari Aliy kecuali dengan sanad ini” [Kasyf Al Astaar no 2484]. Artinya menurut Al Bazzar riwayat Syaqiiq dari Aliy hanya berasal dari jalur Syu’aib bin Maimun bukan dari jalur lain.

Perkataan ini tidak ada artinya karena yang mengetahui menjadi hujjah bagi yang tidak mengetahui. Muhammad bin Aban Al Wasithiy jelas lebih mengetahui dibanding Al Bazzar karena ia meriwayatkan langsung dari Syu’aib bin Maimun dan sezaman dengan Hasan bin Umarah. Apalagi riwayat Hasan bin Umaarah ini telah disebutkan Daruquthni dalam kitabnya Al Ilal [Al Ilal no 493]. Diantara riwayat Hasan bin Umarah telah diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Fadha’il Ash Shahabah no 622,

حدثنا الحسين نا عقبة بن مكرم الضبي قثنا يونس بن بكير عن الحسن بن عمارة عن الحكم وواصل عن شقيق بن سلمة قال قيل لعلي الا توصي قال ما أوصى رسول الله صلى الله عليه وسلم فاوصى ولكن ان يرد الله بالناس خيرا فسيجمعهم على خيرهم كما جمعهم بعد نبيهم على خيرهم

Telah menceritakan kepada kami Husain yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Makram Adh Dhabbiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair dari Hasan bin Umarah dari Al Hakam dan Washil dari Syaqiiq bin Salamah yang berkata dikatakan kepada Aliy “tidak engkau berwasiat?”. Aliy berkata “Rasulullah tidak berwasiat maka mengapa aku berwasiat?” tetapi jika Allah menghendaki kebaikan bagi manusia maka ia akan menghimpun mereka di atas orang yang paling baik diantara mereka sebagaimana Allah menghimpun atas mereka sepeninggal Nabi mereka di atas orang yang paling baik diantara mereka [Fadha’il Ash Shahabah Ahmad bin Hanbal no 622].

Yunus bin Bukair dalam periwayatannya dari Hasan bin Umarah memiliki mutaba’ah dari Ja’far bin ‘Aun sebagaimana yang disebutkan Abu Thalib Al Harbiy dalam Fadha’il Abu Bakar no 19. Hasan bin Umaarah adalah seorang yang disepakati dhaif matruk bahkan ia dinyatakan pendusta dan meriwayatkan hadis maudhu’. Maka benarlah apa yang dinukil Ibnu Hajar bahwa hadis Syu’aib bin Maimun ini termasuk diantara hadis-hadis mungkarnya.

Riwayat ‘Amru bin Sufyan.
Riwayat ‘Amru bin Sufyan ini memiliki banyak jalur periwayatan yang jika dikumpulkan akan nampak idhthirab pada sanad-sanadnya. Orang itu berusaha menguatkan hadis ini dengan menafikan idhthirab pada sanad-sanad riwayat ‘Amru bin Sufyan. Iaberusaha menerapkan metode tarjih untuk menguatkan hujjahnya tapi sayang sekali terlihat jelas bahwa apa yang ia lakukan hanya akal-akalan basi demi membela hadis yang sesuai dengan hawa nafsunya. 

Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad 1/114, Fadha’il Ash Shahabah Ahmad bin Hanbal no 477, As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1333, Al Ilal Daruquthni no 442 dengan jalan sanad dari ‘Abdurrazaaq dari Sufyan dari Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy. Berikut riwayat Ahmad dalam Musnad-nya

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ يَوْمَ الْجَمَلِ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم لَمْ يَعْهَدْ إِلَيْنَا عَهْدًا نَأْخُذُ بِهِ فِي إِمَارَةِ، وَلَكِنَّهُ شَيْءٌ رَأَيْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنْفُسِنَا، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ، رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، ثُمَّ اسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى عُمَرَ، فَأَقَامَ وَاسْتَقَامَ، حَتَّى ضَرَبَ الدِّينُ بِجِرَانِهِ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq yang memberitakan kepada kami Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy [radiallahu ‘anhu] bahwa ia berkata pada saat perang Jamal “Sesungguhnya Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] tidak pernah berwasiat kepada kami satu wasiatpun yang mesti kami ambil dalam masalah kepemimpinan. Akan tetapi hal itu adalah sesuatu yang kami pandang menurut pendapat kami, kemudian diangkatlah Abu Bakar menjadi Khalifah, semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada Abu Bakar. Ia menjalankan dan istiqamah di dalam menjalankannya, kemudian diangkatlah Umar menjadi Khalifah semoga Allah mencurahkan rahmatnya kepada Umar maka dia menjalankan dan istiqamah di dalam menjalankannya sampai agama ini berdiri kokoh karenanya [Musnad Ahmad 1/114].

Abdurrazzaq dalam periwayatannya dari Sufyan memiliki mutaba’ah yaitu Zaid bin Hubaab sebagaimana yang disebutkan dalam As Sunnah Abdullah bin Ahmad bin Hanbal no 1327 dan Abul Yahya Al Himmaniy sebagaimana disebutkan dalam Al Ilal Daruquthniy no 442. Riwayat ini sanadnya shahih sampai Aswad bin Qais. Tidak diketahui laki-laki yang meriwayatkan dari Aliy maka hadis tersebut kedudukannya dhaif.
Kemudian diriwayatkan dalam As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1334, Al Ilal Daruquthniy no 442, Ad Dalaa’il Baihaqiy 6/439, Al I’tiqaad Baihaqiy hal 502-503 dan Tarikh Al Khatib 4/276-277 dengan jalan sanad dari Sufyan dari Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sufyan dari Aliy. Berikut sanadnya dalam riwayat Abdullah bin Ahmad bin Hanbal

حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، نا أَبُو دَاوُدَ الْحَفَرِيُّ، عَنْ عِصَامِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، قَالَ: ” خَطَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْجَمَلِ

Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Al Hafariy dari ‘Ishaam bin Nu’maan dari Sufyaan dari Al Aswad bin Qais dari ‘Amru bin Sufyan yang berkata “Ali berkhutbah pada saat perang Jamal [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1334].

Dalam riwayat Baihaqiy yaitu dalam Ad Dalaa’il dan Al I’tiqaad disebutkan bahwa Syu’aib bin Ayuub meriwayatkan dari Abu Dawud Al Hafariy dari Sufyan tanpa menyebutkan ‘Ishaam bin Nu’man. Hal ini keliru, karena dalam riwayat Daruquthni disebutkan dari Syu’aib bin Ayuub dari Abu Dawud Al Hafariy dari ‘Ishaam bin Nu’maan dari Sufyan. Kemudian dalam riwayat Al Khatib disebutkan dari Al Hafariy dari ‘Aashim bin Nu’maan dari Sufyan. 

Riwayat ini sanadnya dhaif atau tidak tsabit sampai Aswad bin Qais karena ‘Ishaam bin Nu’man atau ‘Aashim bin Nu’man adalah seorang yang majhul tidak diketahui kredibilitasnya bahkan namanya pun tidak jelas apakah ‘Ishaam ataukah ‘Aashim dan yang meriwayatkan darinya hanya satu orang yaitu Abu Dawud Al Hafariy.

‘Ishaam bin Nu’maan dalam periwayatannya dari Sufyaan memiliki mutaba’ah yaitu dari Husain bin Walid sebagaimana disebutkan dalam Amaliy Al Jurjaniy no 13 yaitu dengan jalan sanad berikut

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ الْحَسَنِ، ثَنا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ السُّلَمِيُّ، ثنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْوَلِيدِ، ثنا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ الْعَبْدِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Al Husain bin Al Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yazid As Sulamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Waliid yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats Tsawriy dari Aswad bin Qais Al ‘Abdiy dari ‘Amru bin Sufyan Ats Tsaqafiy [Amaliy Al Jurjaniy no 13].

Sanad ini dhaif jiddan atau tidak tsabit sanadnya sampai Aswad bin Qais karena Muhammad bin Yazid As Sulamiy, Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 9 no 15677]. Daruquthni berkata “dhaif” [Ma’usuah Qaul Daruquthni no 3424]. Daruquthni juga berkata “ia memalsukan hadis dari para perawi tsiqat” [Ta’liqat Daruquthni ‘Ala Al Majruuhiin Ibnu Hibban 1/277]. Al Khatib berkata “matruk al hadits” [Tarikh Baghdad 2/289].

Kemudian disebutkan dalam As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1336, Al Ilal Daruquthni no 442, Al I’tiqaad Baihaqiy hal 503-504, Adh Dhu’afa Al Uqailiy 1/165, Al Mukhtaran Al Maqdisiy no 470 & 471, dengan jalan sanad dari Abu Ashim An Nabiil dari Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari Ayahnya dari Aliy. Berikut sanadnya dalam riwayat Abdullah bin Ahmad,

حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ ثِقَةٌ، وَأَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Muhammad bin ‘Abdurrahiim tsiqat menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim dari Sufyaan dari Al Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari ayahnya [As Sunnah Abdullah bin Ahmad no 1336].

Riwayat ini sanadnya shahih sampai Al Aswad bin Qais dan Abu Ashim An Nabiil adalah Dhahhak bin Makhlaad Asy Syaibaniy termasuk perawi Bukhari Muslim yang dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Al Ijliy dan Ibnu Sa’ad. Umar bin Syabbah berkata “demi Allah aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya”. Al Khaliliy berkata disepakati atasnya zuhud, alim, agamanya dan keteguhannya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat ma’mun” [At Tahdzib juz 4 no 793]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat lagi tsabit” [At Taqrib 1/444].

Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan tidak dikenal kredibilitasnya atau majhul, yang meriwayatkan darinya hanya Al Aswad bin Qais yaitu dalam hadis ini. Ibnu Abi Hatim dalam biografi Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan berkata

سعيد بن عمرو بن سفيان روى عن ابيه عمرو بن سفيان روى عنه الاسود بن قيس في حديث تفرد أبو عاصم النبيل في ادخاله سعيدا في الاسناد فيما رواه عن الثوري عن الاسود ولا يتابع عليه

Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan meriwayatkan dari ayahnya ‘Amru bin Sufyan, telah meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais dalam hadis dimana Abu ‘Aashim An Nabiil bersendirian dalam memasukkan Sa’id dalam sanad yang ia riwayatkan dari Sufyan dari Al Aswad, ia tidak memiliki mutaba’ah [Al Jarh Wat Ta’dil 4/53 no 230].

Kemudian orang itu berkata perkataan Ibnu Abi Hatim ini dapat bermakna penta’lilan menurut ulama mutaqaddimin terutama jika terdapat perselisihan. Perkataan ini tidak ada nilainya, pernyataan Ibnu Abi Hatim “tidak memiliki mutaba’ah” tidak sedikitpun memudharatkan riwayat Abu ‘Aashim An Nabiil karena ia seorang yang tsiqat tsabit. Seandainya pun ada perselisihan maka dilihat siapa yang berselisih dengan Abu ‘Aashim An Nabiil tersebut bukannya sembarangan berkata ma’lul [cacat].

قال قتيبة حدثنا جرير عن سفيان عن الأسود بن قيس عن أبيه عن علي رضى الله تعالى عنهم لم يعهد إلينا النبي صلى الله عليه وسلم في الإمرة شيئا

Qutaibah berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Sufyaan dari Al Aswaad bin Qais dari ayahnya dari Ali radiallahu ta’ala ‘anhum “Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepada kami sedikitpun tentang kepemimpinan” [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6 no 2565].

Orang itu setelah mengutip hadis ini berkata sanad riwayat ini lemah karena tidak diketahui apakah Qutaibah mendengar dari Jarir sebelum atau sesudah masa ikhtilathnya. Pernyataan ini patut diberikan catatan karena riwayat Qutaibah dari Jarir telah disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Maka disini terdapat qarinah yang menguatkan bahwa Qutaibah mendengar dari Jarir sebelum masa ikhtilathnya itu pun jika memang benar Jarir bin Abdul Hamiid mengalami ikhtilath. Sanad riwayat Bukhari ini shahih sampai Al Aswad bin Qais [setidaknya shahih sesuai dengan syarat Bukhari Muslim].

Yang perlu diperhatikan adalah Bukhari tidak memasukkan hadis ini dalam biografi Qais Al Abdiy ayah Aswad bin Qais sebagaimana bisa dilihat dalam biografi Qais [Tarikh Al Kabir juz 7 no 663]. Bukhari malah memasukkan hadis di atas dalam biografi ‘Amru bin Sufyan [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6 no 2565]. Hal ini menunjukkan bahwa hadis di atas adalah bagian dari idhthirab riwayat ‘Amru bin Sufyan.
Hal ini telah disinyalir oleh Ibnu Hajar. Dalam biografi Qais Al Abdiy ia mengutip riwayatnya dalam Musnad Ali yang dikeluarkan Nasa’i dari Ali tentang kepemimpinan kemudian mengutip berbagai riwayat ‘Amru bin Sufyan [At Tahdzib juz 8 no 733]. Setelah itu dalam At Taqrib ia berkata

قيس العبدي والد الأسود مقبول من الثانية وفي الحديث الذي أخرجه له النسائي اضطراب

Qais Al Abdiy ayahnya Al Aswad maqbul termasuk thabaqat kedua dan hadisnya yang dikeluarkan oleh Nasa’i idhthirab [At Taqrib 2/36].

Dengan kata lain tidak tsabit periwayatannya dari Ali tentang hadis ini karena hadis ini sendiri idhthirab pada sanadnya. Benarkah demikian? Tentu jika mengumpulkan riwayat yang shahih, yang dhaif dan yang tidak ternukil sanad lengkapnya maka akan banyak sekali bukti bahwa hadis tersebut idhthirab. Dan seandainya kita hanya mengumpulkan riwayat yang sanadnya shahih hingga Al Aswad bin Qais [sebagaimana yang telah dibahas di atas] maka idhthirab itu pun juga nampak jelas
  1. Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari seorang laki-laki dari Aliy
  2. Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari ayahnya dari Aliy
  3. Riwayat Sufyan dari Al Aswad bin Qais dari ayahnya dari Aliy
Daruquthni dan Al Khatib menyatakan bahwa hadis ‘Amru bin Sufyan tersebut idhthirab dan menisbatkan hal itu pada Ats Tsawriy. Menurut kami diantara Sufyan Ats Tsawriy dan Al Aswad bin Qais, yang lebih mungkin mengalami idhthirab adalah Al Aswad bin Qais karena tingkat ketsiqatan dan dhabit Sufyan Ats Tsawriy lebih tinggi dari Al Aswad bin Qais.

Ada riwayat ‘Amru bin Sufyan yang lain tentang hadis ini yang sanadnya tidak melalui jalur Al Aswad bin Qais Al Abdiy yaitu riwayat dengan sanad berikut:

وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي دَاوُدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْوَزَّانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُسَاوِرٌ الْوَرَّاقُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُفْيَانَ

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayuub bin Muhammad Al Wazzaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Marwan yang berkata telah menceritakan kepada kami Musawwir Al Warraaq dari ‘Amru bin Sufyaan [Asy Syari’ah Al Ajjuriy 2/441].

Riwayat ini mengandung illat [cacat] yaitu Marwan bin Mu’awiyah Al Fazaariy ia seorang tsiqat hafizh tetapi sering melakukan tadlis dalam penyebutan nama-nama gurunya [At Taqrib 2/172]. Penyifatan Ibnu Hajar terhadap Marwan ini berdasarkan pernyataan ulama mutaqaddimin seperti Ibnu Ma’in yang menyatakan bahwa ia sering mengubah nama gurunya sebagai bentuk tadlisnya dan pernyataan Abu Dawud bahwa ia sering membolak balik nama, dan Marwan dikenal sering meriwayatkan dari syaikhnya para perawi majhul [At Tahdzib juz 10 no 178]. 

Apa yang dilakukan Marwan bin Mu’awiyah itu dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah tadlis syuyukh yaitu mengubah nama syaikh [gurunya] untuk menutupi kelemahan hadis yang dibawakan. Hadis di atas termasuk dalam tadlis Marwan bin Muawiyah dengan berbagai qarinah berikut
  1. Tidak dikenal Marwan meriwayatkan dari Musawwir Al Warraaq atau tidak dikenal Marwan sebagai murid Musawwir Al Warraaq, tidak ditemukan baik dalam biografi Marwan bin Muawiyah dan biografi Musawwir Al Warraaq bahwa mereka memiliki hubungan guru dan murid.
  2.  Disebutkan dalam biografi perawi bahwa riwayat di atas adalah milik Musawwir yang tidak dikenal nasabnya sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dan Al Mizziy. Ibnu Hajar berkata ia adalah syaikh [guru] Marwan bin Mu’awiyah yang majhul [At Taqrib 2/174]. Adz Dzahabiy juga menyatakan ia majhul [Al Mizan no 8448 & Al Mughni no 6183]
  3. Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Marwan bin Mu’awiyah meriwayatkan hadis ini dari Sawwaar perawi yang majhul sebagaimana disebutkan Al Qaasim bin Tsabit dalam Ad Dalaa’il Fii Gharibil Hadits 2/586 no 307 dan Al Hakim dalam Al Mustadrak 3/104.
Jadi hadis ini sebenarnya diriwayatkan oleh Marwan dari salah satu syaikhnya yang majhul yaitu Musawwir atau Sawwaar [tidak jelas siapa namanya] kemudian Marwan dalam salah satu periwayatannya mengubahnya menjadi Musawwir Al Warraaq sebagai salah satu bentuk tadlis syuyukh-nya. 

Terdapat Illat [cacat] lain dalam riwayat Marwan bin Mu’awiyah di atas, Al Mu’allimiy menyebutkan bahwa Marwan bin Mu’awiyah pernah melakukan tadlis taswiyah selain tadlis suyukh [At Tankiil hal 431]. Hal ini juga diisyaratkan Abu Dawud dalam Su’alat Al Ajjury bahwa Marwan pernah meriwayatkan dari Abu Bakar bin ‘Ayasy dari Abu Shalih dan menghilangkan nama seorang perawi di antara keduanya [Su'alat Abu Dawud Al Ajjuriy no 204]. Pentahqiq kitab Su’alat Abu Dawud tersebut berkomentar bahwa Marwan bin Muawiyah melakukan tadlis taswiyah dan tadlis syuyukh. Ibnu Ma’in menyebutkan bahwa perawi yang dihilangkan namanya itu adalah Al Kalbiy [Tarikh Ibnu Ma'in riwayat Ad Duuriy no 2241]. 

Perawi yang melakukan tadlis taswiyah maka hadisnya diterima jika ia menyebutkan sima’ hadisnya dari Syaikh [gurunya] dan gurunya tersebut juga menyebutkan sima’-nya dari gurunya. Intinya terdapat lafaz tahdits atau sima’ hadis pada dua thabaqat dari perawi yang tertuduh tadlis taswiyah. Bahkan beberapa ulama mensyaratkan bahwa lafaz tahdits atau sima’ itu harus ada pada setiap thabaqat sanad sampai ke sahabat. Dalam riwayat di atas Marwan bin Mu’awiyah memang menyebutkan lafaz sima’ dari syaikh-nya Musawwir tetapi ia tidak menyebutkan lafaz sima’ Musawwir dari ‘Amru bin Sufyan, maka hadisnya tidak bisa diterima. Bisa saja diantara Musawwir dan ‘Amru bin Sufyan terdapat perawi dhaif atau majhul yang dihilangkan namanya oleh Marwan bin Mu’awiyah.

Secara keseluruhan hadis ‘Amru bin Sufyan yang melalui jalan Al Aswad bin Qais dan yang melalui jalan Musawwir kedudukannya dhaif dan bisa dikatakan tidak ada asalnya atau berasal dari perawi majhul. Riwayat Al Aswad bin Qais tersebut mudhtharib dan sumber idhthirabnya adalah Al Aswad bin Qais. Disebutkan bahwa Ali bin Madini menyatakan Al Aswad bin Qais meriwayatkan dari beberapa perawi majhul yang tidak dikenal [At Tahdzib juz 1 no 622]. Jadi sangat mungkin bahwa riwayat ini diambil Aswad dari perawi yang majhul kemudian Al Aswad mengalami kekacauan dalam periwayatannya. Hal ini bersesuaian dengan kelemahan hadis ‘Amru bin Sufyan yang diriwayatkan Marwan bin Mu’awiyah yaitu berasal dari perawi majhul.

‘Amru bin Sufyan dalam hadis Aliy ini pun juga seorang yang majhul. Orang itu melakukan dalih akrobatik untuk menyatakan ‘Amru bin Sufyan ini tsiqat atau minimal shaduq. Sebelumnya kami pernah menyatakan bahwa ‘Amru bin Sufyan dalam hadis ini yang meriwayatkan dari Aliy berbeda dengan ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas. Hal ini telah dinyatakan oleh Bukhari dan Ibnu Hibban.

عمرو بن سفيان سمع بن عباس رضى الله تعالى عنهما قوله روى عنه الأسود بن قيس

‘Amru bin Sufyan mendengar dari Ibnu Abbas radiallahu ta’ala ‘anhuma dan meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6 no 2564].

Disini Bukhari menetapkan bahwa ‘Amru bin Sufyan mendengar dari Ibnu ‘Abbas dan meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais. Sedangkan untuk ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ali, Bukhari berkata

عمرو بن سفيان أن عليا رضى الله تعالى عنه قاله أبو داود الحفري عن الثوري عن الأسود بن قيس وقال أبو عاصم عن سفيان عن الأسود عن سعيد بن عمرو بن سفيان عن أبيه عن علي قال قتيبة حدثنا جرير عن سفيان عن الأسود بن قيس عن أبيه عن علي رضى الله تعالى عنهم لم يعهد إلينا النبي صلى الله عليه وسلم في الإمرة شيئا

‘Amru bin Sufyaan bahwa Aliy [radiallahu ta’ala anhu], dikatakan Abu Dawud Al Hafariy dari Ats Tsawriy dari Al Aswad bin Qais dan berkata Abu ‘Aashim dari Sufyan dari Al Aswad dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dari ayahnya dari Aliy . Qutaibah berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Sufyaan dari Al Aswaad bin Qais dari ayahnya dari Ali radiallahu ta’ala ‘anhum “Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepada kami sedikitpun tentang kepemimpinan” [Tarikh Al Kabir Bukhari juz 6 no 2565].

Jadi terlihat jelas bahwa hujjah Bukhari membedakan keduanya adalah berdasarkan fakta bahwa ‘Amru bin Sufyan dalam hadis Aliy itu berasal dari hadis yang idhthirab. Maka disini Bukhari tidak menetapkan bahwa yang meriwayatkan dari ‘Amru bin Sufyan adalah Al Aswad bin Qais. Tentu saja hujjah Bukhari jelas lebih kuat dibandingkan dengan hujjah orang itu yaitu riwayat yang hanya menunjukkan bahwa kedua ‘Amru bin Sufyan [baik dari Ibnu Abbas atau Aliy] telah meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais.
Hujjah orang itu keliru karena ia menafikan fakta bahwa ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy muncul atau ditetapkan keberadaannya dari hadis yang idhthirab. Penerapan metode tarjih olehnya itu bisa dibilang hanya akal-akalan semata. Karena pentarjihannya itu tidak sesuai dengan kaidah ilmu hadis. Bagaimana tidak dikatakan akal-akalan kalau hasil akhir tarjihnya malah menetapkan riwayat dhaif bahwa Aswad meriwayatkan dari ‘Amru bin Sufyan dari Aliy sebagai riwayat yang tsabit. Riwayat dhaif inilah yang dijadikan sandaran oleh orang itu untuk menetapkan bahwa Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy dan Ibnu Abbas itu adalah orang yang sama.

عمرو بن سفيان يروى عن بن عباس روى عنه الأسود بن قيس

Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan telah meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 5 no 4419].

Disini Ibnu Hibban menetapkan bahwa ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas itu telah meriwayatkan darinya Aswad bin Qais. Hal ini berbeda dengan ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy, Ibnu Hibban berkata tentangnya

عمرو بن سفيان يروى عن على روى عنه سعيد بن عمرو بن سفيان

‘Amru bin Sufyan meriwayatkan dari Aliy dan telah meriwayatkan darinya Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 5 no 4480].

Hujjah Ibnu Hibban membedakan kedua ‘Amru bin Sufyan tersebut karena berbeda periwayatan keduanya  dan perawi yang meriwayatkan dari keduanya. Hujjah Ibnu Hibban ini terbukti dari riwayat yang telah dibahas di atas. Sebenarnya jika kita memaksakan diri untuk menerapkan metode tarjih maka riwayat yang paling shahih sanadnya sampai Aswad bin Qais dan menetapkan dari mana Aswad bin Qais mengambil riwayat adalah riwayat Abu ‘Aashim An Nabiil yang menetapkan bahwa Aswad meriwayatkan dari Sa’id bin ‘Amru bin Sufyan dan Sa’id bin ‘Amru meriwayatkan dari ayahnya ‘Amru bin Sufyan. Maka baik dengan metode tarjih atau jamak berbagai riwayat ‘Amru bin Sufyan didapatkan kesimpulan bahwa ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy berbeda dengan ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas.

Orang itu mengutip bahwa Ibnu Abi Hatim menyatukan kedua ‘Amru bin Sufyan tersebut dalam kitabnya Al Jarh Wat Ta’dil dan mengoreksi Bukhari yang membedakan kedua perawi tersebut. Pernyataannya ini patut ditinjau kembali, inilah yang ditulis Ibnu Abi Hatim

عمرو بن سفيان روى عن ابن عباس قوله عزوجل (تتخذون منه سكرا ورزقا حسنا) روى عنه الاسود بن قيس، سمعت ابى يقول ذلك

‘Amru bin Sufyan meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas firman Allah ‘azza wajalla “kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik” telah meriwayatkan darinya Al Aswad bin Qais, aku mendengar ayahku berkata demikian [Al Jarh Wat Ta’dil 6/234 no 1297].

Apa yang ditulis oleh Ibnu Abi Hatim adalah biografi ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ibnu Abi Hatim menggabungkan kedua perawi ‘Amru bin Sufyan tersebut. Jadi pernyataan bahwa Ibnu Abi Hatim mengoreksi apa yang ditulis Bukhari itu adalah asumsi orang itu sendiri.

Kalau memang Ibnu Abi Hatim menggabungkan kedua ‘Amru bin Sufyan maka ia akan menyebutkan dalam biografinya bahwa ‘Amru bin Sufyan itu meriwayatkan dari Aliy dan Ibnu Abbas dan telah meriwayatkan darinya Aswad bin Qais. Itulah yang namanya menggabungkan. Atau mungkin Ibnu Abi Hatim akan menyatakan secara langsung bahwa Bukhari keliru karena membedakan keduanya, hal ini yang sering dilakukan Ibnu Abi Hatim dalam kitabnya, ia pernah berkata

وفرق البخاري بين موسى الشوعبى وموسى ابى عمر الذي يروى عن القاسم بن مخيمرة روى عنه معاوية بن صالح فسمعت ابى يقول: هما واحد

Dan Bukhari telah membedakan antara Musa Asy Syar’abiy dan Musa Abi Umar yang meriwayatkan dari Qaasim bin Mukhaimarah yang meriwayatkan darinya Muawiyah bin Shalih, maka aku mendengar ayahku berkata “keduanya adalah orang yang sama” [Al Jarh Wat Ta’dil 8/169 no 750].

Bukhari memang membedakan keduanya dalam Tarikh Al Kabir. Bukhari menyebutkan Musa Asy Syar’abiy dalam Tarikh Al Kabir juz 7 no 1218 &  dan menyebutkan Musa Abi Umar dalam Tarikh Al Kabir juz 7 no 1239.

الوليد بن ابى الوليد مولى عبد الله بن عمر أبو عثمان المدنى، ويقال مولى لآل عثمان بن عفان روى عن ابن عمر وعثمان بن عبد الله بن سراقة وعبد الله بن ديناروعقبة بن مسلم روى عنه بكير بن الاشج وابن الهاد والليث بن سعد وحيوة بن شريح سمعت ابى يقول ذلك. نا عبد الرحمن قال سئل أبو زرعة عنه فقال: ثقة. قال أبو محمد جعله البخاري اسمين فسمعت ابى يقول هو واحد

Walid bin Abi Walid maula ‘Abdullah bin Umar Abu Utsman Al Madaniy, dikatakan ia maula keluarga Utsman bin ‘Affan, meriwayatkan dari Ibnu Umar, Utsman bin ‘Abdullah bin Suraaqah, Abdullah bin Diinar, dan Uqbah bin Muslim. Telah meriwayatkan darinya Bukair bin Al Asyaj, Ibnu Haad, Laits bin Sa’ad dan Haywah bin Syuraih, aku mendengar ayahku mengatakan demikian. Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman yang berkata Abu Zur’ah ditanya tentangnya, ia berkata “tsiqat”. Abu Muhammad berkata Bukhari menjadikannya sebagai dua nama maka aku mendengar ayahku mengatakan sebenarnya dia adalah satu orang yang sama [Al Jarh Wat Ta’dil 9/19-20 no 83].

Bukhari menyebutkan biografi Walid maula keluarga Utsman dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 2545 & menyebutkan biografi Walid bin Abi Walid dalam Tarikh Al Kabir juz 8 no 2546. Dengan contoh-contoh di atas maka dapat dipahami bahwa jika memang Ibnu Abi Hatim ingin mengoreksi Bukhari dengan menggabungkan kedua perawi yang dipisahkan Bukhari maka Ibnu Abi Hatim akan menyebutkan dengan jelas penggabungannya [misalnya dalam kasus ‘Amru bin Sufyan, jika memang Ibnu Abi Hatim menggabungkan kedua ‘Amru bin Sufyan maka Ibnu Abi Hatim akan menyebutkan bahwa ‘Amru meriwayatkan dari Aliy dan Ibnu Abbas atau menyatakan dengan jelas bahwa Bukhari keliru.
Dalam kitabnya Al Jarh Wat Ta’dil, Ibnu Abi Hatim hanya menyebutkan biografi ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan telah meriwayatkan darinya Aswad bin Qaais tanpa menyebutkan kalau ‘Amru bin Sufyan tersebut meriwayatkan dari Aliy. Ibnu Abi Hatim tidak menyebutkan biografi ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy bin Abi Thalib. Hal ini bisa saja dipahami bahwa Ibnu Abi Hatim bertawaqquf tentang Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy.

Pendapat yang rajih adalah ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas berbeda dengan ‘Amru bin Sufyan yang meriwayatkan dari Aliy. Yang pertama telah tsabit bahwa Aswad bin Qais meriwayatkan darinya sedangkan yang kedua tidak tsabit Aswad bin Qais meriwayatkan darinya karena hadisnya mudhtharib.

Telah shahih Riwayat dimana Imam Ali mengakui bahwa dirinya adalah pemimpin atau berhak akan khilafah.

حدثني روح بن عبد المؤمن عن أبي عوانة عن خالد الحذاء عن عبد الرحمن بن أبي بكرة أن علياً أتاهم عائداً فقال ما لقي أحد من هذه الأمة ما لقيت توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا أحق الناس بهذا الأمر فبايع الناس أبا بكر فاستخلف عمر فبايعت ورضيت وسلمت ثم بايع الناس عثمان فبايعت وسلمت ورضيت وهم الآن يميلون بيني وبين معاوية

Telah menceritakan kepadaku Rawh bin Abdul Mu’min dari Abi Awanah dari Khalid Al Hadzdza’ dari Abdurrahman bin Abi Bakrah bahwa Ali mendatangi mereka dan berkata Tidak ada satupun dari umat ini yang mengalami seperti yang saya alami. Rasulullah SAW wafat dan akulah yang paling berhak dalam urusan ini. Kemudian orang-orang membaiat Abu Bakar terus Umar menggantikannya, maka akupun ikut membaiat, pasrah dan menerima. Kemudian orang-orangpun membaiat Utsman maka akupun ikut membaiat, pasrah dan menerima. Dan sekarang mereka cenderung antara aku dan Muawiyah” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 1/294 dengan sanad shahih].

وعن ابن عباس أن عليا كان يقول في حياة رسول الله صلى الله عليه و سلم  إن الله عز و جل يقول { أفإن مات أو قتل انقلبتم على أعقابكم } والله لا ننقلب على أعقابنا بعد إذ هدانا الله تعالى والله لئن مات أو قتل لأقاتلن على ما قاتل عليه حتى أموت والله إني لأخوه ووليه وابن عمه ووارثه فمن أحق به مني رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح

Dan dari Ibnu Abbas bahwa Aliy berkata ketika semasa hidup Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam] bahwa Allah ‘azza wajalla berfirman “maka apakah jika dia mati atau terbunuh kalian berbalik kebelakang”. Demi Allah kami tidak akan berbalik ke belakang setelah Allah memberikan hidayah kepada kami. Demi Allah jika Beliau wafat atau terbunuh maka aku akan berperang di atas jalan yang Beliau berperang sampai aku wafat. Demi Allah aku adalah Saudaranya, Waliy-nya, anak pamannya, dan pewarisnya maka siapakah yang lebih berhak terhadapnya daripada aku. Diriwayatkan Ath Thabraniy dan para perawinya perawi shahih [Majma' Az Zawaid Al Haitsamiy 9/134].

Riwayat Ath Thabrani memang diriwayatkan oleh para perawi tsiqat atau shaduq hanya saja riwayat tersebut mengandung illat [cacat]. Riwayat tersebut dibawakan oleh Simmak bin Harb dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Simmak telah diperbincangkan oleh sebagian ulama karena buruk hafalannya dan sebagian ulama telah memperbincangkan riwayatnya dari Ikrimah. Maka riwayat Ibnu Abbas tersebut sanadnya lemah tetapi bisa dijadikan i’tibar. Matan riwayat Ibnu Abbas juga mengandung makna yang jelas diantaranya bahwa Aliy merasa lebih berhak atas Nabi karena Beliau adalah Wali-nya. Makna Waliy disini tidak tepat dikatakan sebagai penolong atau teman karena jika memang begitu maka semua kaum mukminin adalah Waliy bagi Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam]. Padahal penyebutan Waliy disana oleh Imam Aliy adalah keutamaan dan kekhususan dirinya atas yang lain sehingga Beliau lebih berhak atas Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam]. Maka tidak lain makna Waliy tersebut adalah kedudukan Waliy yang diberikan oleh Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam] sebagaimana nampak dalam beberapa hadis diantaranya hadis berikut

حدثنا يوسف بن موسى ، قال : ثنا عبيد الله بن موسى ، عن فطر بن خليفة ، عن أبي إسحاق ، عن عمرو ذي مر ، وعن سعيد بن وهب ، وعن زيد بن يثيع ، قالوا : سمعنا عليا ، يقول : نشدت الله رجلا سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم ، يقول يوم غدير خم لما قام ، فقام إليه ثلاثة عشر رجلا ، فشهدوا أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قال : ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم ، قالوا : بلى يا رسول الله ، قال : فأخذ بيد علي ، فقال : من كنت مولاه فهذا مولاه ، اللهم وال من والاه ، وعاد من عاداه ، وأحب من أحبه ، وأبغض من أبغضه ، وانصر من نصره ، واخذل من خذله

Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Musa dari Fithr bin Khaliifah dari Abu Ishaaq dari ‘Amru Dziy Murr dan dari Sa’id bin Wahb dan dari Zaid bin Yutsai’, mereka berkata “kami mendengar Ali mengatakan aku meminta dengan nama Allah agar laki-laki yang mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata pada hari ghadir kum untuk berdiri, maka berdirilah tiga belas orang, mereka bersaksi bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “bukankah aku lebih berhak atas kaum muslimin lebih dari diri mereka sendiri”, mereka menjawab “benar wahai Rasulullah” [perawi] berkata maka Beliau memegang tangan Aliy dan berkata “barang siapa yang aku adalah maulanya maka dia ini adalah maulanya, ya Allah belalah orang yang membelanya, musuhilah yang memusuhinya, cintailah yang mencintainya, bencilah yang membencinya, tolonglah yang menolongnya dan hinakanlah yang menghinakannya. [Musnad Al Bazzar 1/460 no 786]

أخبرنا احمد بن شعيب ، قال : اخبرنا الحسين بن حريث المروزي ، قال : اخبرنا الفضل بن موسى ، عن الاعمش ، عن ابي اسحاق عن سعيد بن وهب قال : قال علي كرم الله وجهه في الرحبة : أنشد بالله من سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم غدير خم يقول : ان الله ورسوله ولي المؤمنين ، ومن كنت وليه فهذا وليه ، اللهم وال من والاه وعاد من عاداه ، وانصر من نصره

Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Syu’aib yang berkata telah mengabarkan kepada kami Husain bin Huraits Al Marwaziy yang berkata telah mengabarkan kepada kami Fadhl bin Muusa dari Al A’masy dari Abu Ishaaq dari Sa’id bin Wahb yang berkata Ali [karamallahu wajhah] berkata di tanah lapang “aku meminta dengan nama Allah siapa yang mendengar Rasulullah SAW pada hari Ghadir Khum berkata “Allah dan RasulNya adalah waliy [pemimpin] bagi kaum mukminin dan siapa yang menganggap aku sebagai waliy [pemimpinnya] maka dia ini [Aliy] menjadi pemimpinnya, ya Allah  belalah orang yang membelanya dan musuhilah orang yang memusuhinya dan tolonglah orang yang menolongnya [Tahdzib Al Khasa’ais no 93].

Hadis ghadir kum adalah hujjah kepemimpinan Imam Aliy, terlepas apakah itu ditafsirkan kepemimpinan dalam agama ataupun pemerintahan, hadis tersebut menyatakan dengan jelas dimana Imam Ali sebagai maula bagi kaum muslimin. Perselisihan mengenai hadis ini terletak pada makna dari lafaz “maula”. Mereka para pengingkar menolak makna maula atau waliy disana sebagai pemimpin, menurut mereka maula disana bermakna penolong.

Memang benar bahwa lafaz “maula” memiliki banyak makna tetapi tentu tidak boleh seseorang seenaknya menolak satu makna dan beralih pada makna lain yang sesuai dengan hawa nafsunya. Makna “maula” dalam hadis Ghadir kum harus dipahami sesuai dengan konteks kalimat yang digunakan bukan dengan konteks asal-asalan atau dibuat-buat untuk menyebarkan syubhat. Maula atau Waliy pada hadis ghadir kum di atas bermakna orang yang berhak atau memegang urusan orang banyak, hal ini nampak dari kalimat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]

ألست أولى بالمؤمنين من أنفسهم

“bukankah aku lebih berhak atas kaum muslimin lebih dari diri mereka sendiri”.

Kemudian Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] melanjutkan “maka barang siapa yang aku adalah maulanya maka Aliy adalah maulanya”. Lafaz ini jelas terikat dengan pernyataan Beliau sebelumnya bahwa Beliau lebih berhak atas kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri. Dan siapa yang menganggap Nabi sebagai maulanya yaitu sebagai orang yang berhak atas dirinya maka ia hendaknya menganggap Aliy juga sebagai maulanya. Artinya sebagaimana Nabi lebih berhak atas kaum muslimin dibanding diri mereka maka Aliy pun lebih berhak atas kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri. Tentu saja makna “maula” atau “waliy” yang sesuai dengan makna ini adalah pemimpin bukan penolong.

Hal ini dikuatkankan pula oleh hadis marfu’ Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Imam Ali adalah waliy atau khalifah bagi setiap muslim sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ أَبِي بَلْجٍ ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ لِعَلِيٍّ : ” أَنْتَ وَلِيُّ كُلِّ مُؤْمِنٍ بَعْدِي

Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah dari Abi Balj dari ‘Amru bin Maimun dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda kepada Aliy “engkau Waliy setiap mukmin sepeninggalku” [Musnad Abu Dawud Ath Thayalisi 1/360 no 2752]

ثنا محمد بن المثنى حدثنا يحيى بن حماد عن أبي عوانة عن يحيى ابن سليم أبي بلج عن عمرو بن ميمون عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعلي أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنك لست نبيا إنه لا ينبغي أن أذهب إلا وأنت خليفتي في كل مؤمن من بعدي

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hamad dari Abi ‘Awanah dari Yahya bin Sulaim Abi Balj dari ‘Amr bin Maimun dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda kepada Ali “Kedudukanmu di sisiku sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa hanya saja engkau bukan seorang Nabi. Sesungguhnya tidak sepatutnya aku pergi kecuali engkau sebagai khalifahku untuk setiap mukmin sepeninggalku [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1188].

Ini adalah hadis yang jelas menyatakan bahwa Imam Aliy adalah khalifah atau waliy [pemimpin] bagi setiap mukmin sepeninggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Bisa dimaklumi kalau para pengingkar akan berusaha keras menolak hadis ini dan menyebarkan syubhat untuk mentakwilkan hadis ini karena tidak sesuai dengan keyakinan mereka. Silakan saja, memang sudah menjadi tingkahpara pengingkar, jika ada hadis Ibnu Abbas yang matannya tidak jelas tentang khalifah dan sesuai dengan hawa nafsunya maka ia akan mengambilnya tetapi jika hadis Ibnu Abbas yang jelas-jelas menyatakan khalifah dan menentang hawa nafsunya maka ia akan mencari-cari cara untuk menolak atau menyebarkan syubhat. Orang seperti ini tidak pantas bicara sok soal dalil karena hakikat sebenarnya dirinya hanya berpegang pada hawa nafsunya.
Diantara orang yang kami maksud ada yang berpegang pada atsar Imam Aliy yang sebenarnya tidak sedang membicarakan soal khilafah atau wasiat khilafah.

حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ، قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وَالْأَشْتَرُ إِلَى عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقُلْنَا: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً؟ قَالَ: لَا، إِلَّا مَا فِي كِتَابِي هَذَا، قَالَ: وَكِتَابٌ فِي قِرَابِ سَيْفِهِ، فَإِذَا فِيهِ: ” الْمُؤْمِنُونَ تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ، أَلَا لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ، وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ، مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah, dari Qataadah, dari Al-Hasan, dari Qais bin ‘Ubaad, ia berkata Aku pergi bersama Al-Asytar menuju ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Kami bertanya “Apakah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat sesuatu kepadamu yang tidak beliau wasiatkan kepada kebanyakan manusia?”. Ia berkata “Tidak, kecuali apa-apa yang terdapat dalam kitabku ini”. Perawi berkata “dan kitab yang terdapat dalam sarung pedangnya dimana padanya bertuliskan ‘Orang-orang mukmin sederajat dalam darah mereka. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dimana orang-orang yang paling rendah dari kalangan mereka berjalan dengan jaminan keamanan mereka. Ketahuilah, tidak boleh dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir. Tidak pula karena membunuh orang kafir yang punya perjanjian dengan kaum muslimin. Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia seluruhnya” [Musnad Ahmad bin Hanbal 1/122].

Pertanyaan Qais bin ‘Ubaad di atas bukan tentang wasiat khilafah atau imamah melainkan tentang perjalanan Imam Aliy dalam perang Jamal tersebut. Hal ini nampak dalam riwayat Yunuus dari Hasan Al Bashriy dari Qais bin ‘Ubaad berikut

حدثنا عبد الله حدثني إسماعيل أبو معمر ثنا بن علية عن يونس عن الحسن عن قيس بن عباد قال قلت لعلي أرأيت مسيرك هذا عهد عهده إليك رسول الله صلى الله عليه و سلم أم رأى رأيته قال ما تريد إلى هذا قلت ديننا ديننا قال ما عهد إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم فيه شيئا ولكن رأى رأيته

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Isma’iil Abu Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah dari Yunus dari Al Hasan dari Qais bin ‘Ubaad yang berkata aku berkata kepada Aliy “apakah keberangkatanmu ini adalah wasiat dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] terhadapmu ataukah berasal dari pendapatmu?. Aliy berkata “apa yang kamu inginkan dengan hal ini?”. Aku berkata “agama kami, agama kami”. Aliy berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak berwasiat sesuatu tentangnya tetapi ini adalah pendapat dariku” [Musnad Ahmad 1/148 no 1270].

Jadi maksud dari Hadis Hasan Bashriy  dari Qais bin ‘Ubaad di atas adalah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mewasiatkan kepada Imam Ali tentang keberangkatannya dalam perang Jamal. Hal itu berasal dari pendapat Imam Ali sendiri. Tidak ada hadis ini bicara soal khalifah atau imamah, orang itu [baca : Abul Jauzaa'] yang berhujjah dengan hadis ini hanya menunjukkan kelemahan akalnya saja. Sebagai informasi saja, riwayat Yunus dari Hasan itu lebih tsabit dibanding riwayat Qatadah dari Hasan dengan dua alasan
  1. Para ulama telah menguatkan riwayat Yunus dari Hasan sebagaimana Abu Zur’ah berkata Yunus lebih aku sukai dari Qatadah dalam riwayat dari Hasan
  2. Qatadah telah disifatkan sebagian ulama dengan tadlis maka riwayatnya disini mengandung illat [cacat] karena ia membawakannya dengan ‘an anah apalagi jika terdapat perselisihan.
Kemudian orang itu mengutip pula riwayat Abu Juhaifah yang sebenarnya juga tidak berbicara soal khalifah atau imamah.

أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: هَلْ عِنْدَكُمْ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرُ مَا فِي أَيْدِي النَّاسِ؟ قَالَ: لَا، إلَّا أَنْ يُؤْتِيَ اللَّهُ عَبْدًا فَهْمًا فِي الْقُرْآنِ وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ، قُلْتُ: وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ؟ قَالَ: الْعَقْلُ وَفِكَاكُ الْأَسِيرِ، وَأَنْ لَا يُقْتَلَ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ

Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan, dari Mutharrif, dari Sya’biy, dari Abu Juhaifah, ia berkata Aku bertanya kepada ‘Aliy [radliyallaahu ‘anhu] “Apakah di sisimu ada sesuatu dari Nabi [shallallaahu ‘alaihi wa sallam] yang tidak diketahui oleh orang-orang?”. Tidak, kecuali Allah memberikan kepada seorang hamba pemahaman dalam Al-Qur’an dan apa yang terdapat dalam shahiifah”. Aku bertanya  “Apakah yang terdapat dalam shahiifah tersebut?”. Aliy menjawab “Pembayaran diyat, pembebasan tawanan, dan tidak dibunuhnya orang mukmin karena membunuh orang kafir” [Al Umm Syafi’i 7/195].

حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ خَلِيفَةَ، قَالَ: نا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ: هَلْ عَهِدَ إِلَيْكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ؟ قَالَ: ” لا، إِلا مَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ فَإِذَا فِيهَا: فِكَاكُ الأَسِيرِ، وَلا يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ، الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ

Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Khaliifah, ia berkata telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Ismaa’iil, dari Asy-Sya’biy, dari Abu Juhaifah, ia berkata Aku bertanya kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib “Apakah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat kepadamu sesuatu yang tidak beliau wasiatkan kepada orang-orang?”. Ia menjawab “Tidak, kecuali yang ada dalam shahiifah ini”. Dalam shahiifah itu tertulis ‘pembebasan tawanan, tidak boleh dibunuh seorang mukmin karena membunuh orang kafir, dan kaum muslimin sederajat dalam darah-darah mereka” [Musnad Al Bazzar no 486].

Maksud pertanyaan Abu Juhaifah kepada Aliy [radiallahu ‘anhu] adalah apakah di sisi Aliy ada wasiat berupa wahyu atau catatan tertulis yang tidak diketahui dan tidak diwasiatkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada orang-orang. Hal ini nampak lebih jelas dalam riwayat Abu Juhaifah berikut

حدثنا أحمد بن منيع حدثنا هشيم أنبأنا مطرف عن الشعبي حدثنا ابو حجيفة قال قلت لعلي يا أمير المؤمنين هل عندكم سوداء في بيضاء ليس في كتاب الله ؟ قال لا والذي فلق الحبة وبرأ النسمة ما علمته إلا فهما يعطيه الله رجلا في القرآن وما في الصحيفة قلت وما في الصحيفة ؟ قال العقل فكاك الأسير وأن لا يقتل مؤمن بكافر

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Husyaim yang berkata telah memberitakan kepada kami Mutharrif dari Asy Sya’bi yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Juhaifah yang berkata aku berkata kepada Aliy “wahai amirul mukminin apakah disisimu ada catatan hitam diatas putih yang tidak ada dalam kitab Allah?” Aliy berkata “tidak, demi Yang menciptakan biji-bijian dan menciptakan jiwa, aku tidak mengetahui kecuali pemahaman yang Allah berikan kepada seseorang tentang Al Qur’an dan shahifah. Aku berkata “apa yang ada dalam shahifah?”. Aliy menjawab “diyat, pembebasan tawanan, dan tidak dibunuh seorang mu’min karena membunuh orang kafir” [Sunan Tirmidzi 4/24 no 1412, shahih].

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا مُطَرِّفٌ أَنَّ عَامِرًا حَدَّثَهُمْ عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ مِنْ الْوَحْيِ إِلَّا مَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ لَا وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ مَا أَعْلَمُهُ إِلَّا فَهْمًا يُعْطِيهِ اللَّهُ رَجُلًا فِي الْقُرْآنِ وَمَا فِي هَذِهِ الصَّحِيفَةِ قُلْتُ وَمَا فِي الصَّحِيفَةِ قَالَ الْعَقْلُ وَفَكَاكُ الْأَسِيرِ وَأَنْ لَا يُقْتَلَ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuunus yang berkata telah menceritakan kepada kami Zuhair yang berkata telah menceritakan kepada kami Mutharrif bahwa ‘Aamir menceritakan kepada mereka dari Abi Juhaifah [radiallahu ‘anhu] yang berkata aku berkata kepada Aliy [radiallahu ‘anhu] “apakah di sisimu ada wahyu selain apa yang ada dalam kitab Allah?”. Aliy berkata “tidak demi Yang menciptakan biji-bijian dan menciptakan jiwa, aku tidak mengetahui kecuali pemahaman yang Allah berikan kepada seseorang tentang Al Qur’an dan shahifah. Aku berkata “apa yang ada dalam shahifah?”. Aliy menjawab “diyat, pembebasan tawanan, dan tidak dibunuh seorang mu’min karena membunuh orang kafir” [Shahih Bukhari 4/69 no 3047].

Jadi kalau kita mengumpulkan keseluruhan riwayat Abu Juhaifah dari Aliy maka didapatkan bahwa Abu Juhaifah sebenarnya tidak sedang menanyakan wasiat khalifah atau Imamah tetapi wasiat berupa wahyu yang tidak disampaikan kepada orang-orang. Hal ini dikuatkan pula oleh hadis selain riwayat Abu Juhaifah

وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب وأبو كريب جميعا عن أبي معاوية قال أبو كريب حدثنا أبو معاوية حدثنا الأعمش عن إبراهيم التيمي عن أبيه قال خطبنا علي بن أبي طالب فقال من زعم أن عندنا شيئا نقرأه إلا كتاب الله وهذه الصحيفة ( قال وصحيفة معلقة في قراب سيفه ) فقد كذب فيها أسنان الإبل وأشياء من الجراحات وفيها قال النبي صلى الله تعالى عليه وسلم المدينة حرم ما بين عير إلى ثور فمن أحدث فيها حدثا أو آوى محدثا فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه يوم القيامة صرفا ولا عدلا وذمة المسلمين واحدة يسعى بها أدناهم ومن ادعى إلى غير أبيه أو انتمى إلى غير مواليه فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه يوم القيامة صرفا ولا عدلا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, Zuhair bin Harb dan Abu Kuraib, semuanya dari Abu Mu’awiyah. Abu Kuraib berkata telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya yang berkata Ali bin Abi Thalib berkhutbah kepada kami “Barang siapa mengatakan bahwa kami memiliki sesuatu yang kami baca selain Kitab Allah dan Shahifah ini [berkata Ayah Ibrahim : lembaran yang tergantung di sarung pedangnya] maka sungguh dia telah berdusta. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang umur unta dan diyat. Di dalamnya juga terdapat perkataan Nabi SAW “Madinah itu adalah tanah haram dari ‘Air hingga Tsaur. Barang siapa yang membuat maksiat di Madinah atau membantu orang yang membuat maksiat maka dia akan mendapat laknat Allah, para malaikat dan umat manusia seluruhnya dan tidak akan diterima taubat dan tebusannya di hari kiamat kelak. Jaminan perlindungankaum muslimin itu sama dan berlaku pula oleh orang yang terendah dari mereka. Barangsiapa menasabkan diri kepada orang yang bukan ayahnya atau menisbatkan diri kepada selain maulanya maka dia akan mendapat laknat Allah, para malaikat dan umat manusia seluruhnya dan tidak akan diterima taubat dan tebusannya di hari kiamat kelak [Shahih Muslim 2/994 no 1370].

Jadi yang diingkari Imam Aliy dalam hadis Muslim di atas adalah anggapan bahwa Beliau memiliki kitab lain yang Beliau baca selain Kitab Allah dan shahifah yang dimaksud. Lagi-lagi tidak ada dalam hadis Muslim di atas keterangan soal khilafah atau imamah.

Dari semua ini kita dapatkan kesimpulan yang pasti bahwa Imam Ali mengakui kepemimpinannya dan tidak pernah mengingkari kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah menetapkan kepemimpinannya. Disini terbukti pula bahwa para pengingkar hanya mencari syubhat basa basi kemudian membungkusnya dengan slogan ilmiah palsu untuk mengecoh kaum awam mereka. Sungguh mereka berharap bahwa seandainya semua orang bodoh seperti pengikut mereka sehingga bisa tertipu oleh dalil-dalil palsu yang mereka buat. Pembahasan di atas tidak lain untuk membuktikan kedustaan mereka dan tentu saja akan menambah kedongkolan hati mereka para. Ada baiknya kita mengingat firman Allah SWT yang sangat sesuai untuk mereka

هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman” dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah [kepada mereka] “Matilah kamu karena kemarahanmu itu” [QS. Aali ‘Imraan : 119].

Sebelum kami menutup pembahasan kali ini maka kami akan menyatakan dengan jelas pandangan kami dalam perkara ini untuk menutup syubhat pengingkar dan pendengki. Tidak dipungkiri kalau keyakinan Imamah Aliy bin Abi Thalib adalah bagian dari Aqidah Syiah tetapi kami bukanlah penganut Syiah. Pandangan kami berdasarkan analisis kami sendiri terhadap hadis-hadis yang kami pelajari sebagaimana dalam pembahasan di atas.

Kami tidak pula menetapkan Kepemimpinan dua belas Imam Syiah seperti yang telah dikenal menjadi dasar bagi Aqidah Syiah, karena kami belum menemukan dalil shahih tentang nama dua belas Imam yang dimaksud. Kami tidak pula berpandangan bahwa para sahabat yang membaiat Abu Bakr, Umar dan Utsman sebagai kafir, cukuplah kami berpandangan sebagaimana Imam Aliy yang walaupun mengakui bahwa dirinya yang paling berhak dalam masalah khalifah tetapi Beliau tidak mengkafirkan para sahabat yang menerima kepemimpinan ketiga khalifah sebelumnya. Inilah pandangan kami dan kami tidak peduli dengan lisan busuk para pengingkar yang gemar menuduh kami sebagai Syiah Rafidhah. Jika kami yang membela Ahlul Bait dikatakan Syiah Rafidhah maka mereka para penuduh itu hakikatnya adalah Nashibi.

Note : Tulisan ini merevisi tulisan sebelumnya dengan pokok bahasan yang sama. Secara keseluruhan kesimpulan tulisan di atas tidak jauh berbeda dengan tulisan sebelumnya hanya saja ada beberapa perincian yang ditambahkan.
 

Terkait Berita: