Sikap damai lagi mesra terhadap para pembenci dan pencaci maki Imam
Ali dan Ahlulbait serta berbanggga dalam mengandalkan riwayat mereka
oleh para ulama hadis Sunni juga diperagakan Bukhari –Imam Besar Hadis,
bahkan mungkin diangap Imam teragung-. Dalam kitab Shahihnya yang
diyakini keshahihan seluruh hadis di dalamnya oleh ulama Sunni sehingga
menjadi pandangan resmi mazhab itu, telah
mengandalkan kaum
Nawâshib yang sangat membenci Imam Ali as. dan juga mencaci maki dan
menghina serta melaknati beliau as. sebagai sumber kepercayaan
agamanya. Ia banyak meriwayatkan dari kaum Nawâshib.
Ibnu Hajar dalam
Mukaddimah Fathu al Bâri
(kitab syarah terbesar atas Shahih Bukhari) menyebutkan daftar nama para
perawi hadis yang diandalkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya yang
dicacat para ulama. Di antara mereka adalah para perawi yang dicacat
karena alasan kenashibian/kebencian kepada Ali dan Ahlulbait.
Di bawah ini –demi menyingkat waktu pembaca- langsung saja saya sebutkan nama-nama mereka beriktu keterangan singkatnya:
- Tsaur ibn Yazîd ibn Ziyâd al Kilâ’I al Himshi asy Syâmi (w.153 H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan lima riwayat dalam berbagai bab, di antaranya pada bab:
al Buyû’ (jual beli),
al Jihâd dan
Kitab al Ath’imah (makanan), bab
Mâa Yuqâlu Idzâ Faragha Min Tha’âmihi (apa yang diucapkan jika selesai makan)
[1].
Imam Bukhari menyebutkan jalur darinya demikian: Telah menyampaikan
hadis kepada kami Ishaq ibn Yazîd ad Dimasyqi, ia berkata, telah
menyampaikan hadis kepada kami Yahya ibn Hamzah, ia berkata telah
menyampaikan hadis kepadaku Tsaur ibn Yazîd dari Khalid ibn Ma’dân ….
Tsuar Di Mata Ulama hadis Sunni
Yahya ibn Ma’in berkata,
“Aku tidak menyaksikan seorang pun yang meragukan bahwa ia adalah seorang panganut faham Qadariyah. [2]
Ahmad ibn Hanbal berkata,
“Tsaur berfaham Qadariyah. Dan adalah penduduk kota Himsh mengusirnya dari kota mereka. [3]
Ibnu Hajar berkata,
“Ia datang ke kota madinah maka Malik melaraang orang-orang untuk duduk bersamanya. Ia dituduh berfaham nushb (membenci Imam Ali dan Ahlulbait as.).”
Yahya ibn main berkata,
“Ia (Tsaur) sering duduk-duduk bersama kaum yang mencaci maki Ali. Akan tetapi ia sendiri tidak mencaci makinya.” [4]
Ibnu Jakfari berkata:
Pembelaan Yahya ibn Ma’in terhadap Tsuar di atas tidak benar sebab
terbukti bahwa Tsaur tidak hanya gemar dan menikmati duduk bersama kaum
yang menjadikan caci maki Imam Ali as. sebagai tema dan obyek
pembicaraan… akan tetapi ia juga sangat ganas dalam kebenciannya
terhadap Imam Ali as.; sahabat termulia dan khalifah keempat di kalangan
Ahlusunuhhah, menantu Nabi saw.
Al Ka’bi melaporkan dalam kitab
Qabûl al Khbâr bahwa Tsaur setiap kali menyebut Imam Ali as. selalu berkata,
“Aku tidak suka orang yang membunuh kakekku.”
[5]
Dan kakeknya terbunuh dalam peperangan Shiffîn di pihak Mu’awiyah yang
disabdakan Nabi saw. (sesuai riwayat Imam Bukhari) sebagai pemimpin
kelompok penganjur ke neraka jahannam.!!
Dan pembelaan seperti itu biasa dilakukan terhadap para perawi
pujaan mereka…. Karenanya tidak mengherankan jika Anda juga menemukan
pujian dan penghargaan atasnya oleh sebagian ulama dan tokoh sentral
Sunni, seperti
Yahya al Qaththân, yang memujinya dengan:
“Aku tidak pernah menyaksikan seorang penduduk kota Syâm yang lebih kokoh riwayatnya darinya.” Atau pembelaan Ibnu Hajar dengan kata-katanya,
“Para ulama bersepakat akan ketepatan riwayatnya.”
Anda berhak bertanya akan keseriusan para ulama Sunni dalam
menyikapi para pembenci dan pencaci maki sahabat, yang dalam rancangan
konsep mereka siapa pun yang membenci dan apalagi juga dilengkapi
dengan mencaci-maki sahabat Nabi saw. mereka kecam sebagai
zindiq,
fasik, pembohong yang tidak halal didengar hadisnya!! Lalu bagaimana
dengan perawi yang membenci dan mencai-maki Imam Ali as.? Apakah mereka
akan berkonsekuen dalam mengetrapkannya? Atau mereka akan melakukan
praktik “Tebang Pilih”! Jika seoraang perawi mencaci maki Mu’awiyah,
‘Amr ibn al ‘Âsh, Abu Hurairah, Utsman ibn ‘Affân, Umar ibn al
Khathtab, atau Abu Bakar misalnya, hukuman itu ditegakkan! Jika yang
dicaci dan dibenci saudara Rasulullah saw. dan menantu tercintanya; Ali
ibn Abi Thalib as. maka seakan tidak terjadi apa-apa! Seakan yang
sedang dicaci-maki hanya seorang Muslim biasa atau bisa jadi lebih
rendah dari itu…. Pujian dan sanjungan tetap dilayangkan… kepercayaan
terhadapnya tetap terpelihara… keimanannya tetap utuh… bahkan
jangan-jangan bertambah karena mendapat pahala besar di sisi Allah
kerenanya, sebab semua itu dilakukan di bawah bendera ijtihad dan
keteguhan dalam berpegang dengan as Sunnah!!
Mengapa kegarangan sikap dan ketegasan vonis itu hanyaa mereka
tampakkan dan jatuhkan ketika yang dicaci-maki dan dibenci adalah
sahabat selain Imam Ali as., betapapun ia seorang fasik berdasarkan nash Al Qur’an, seperti
al Walîd ibn ‘Uqbah! Sementara jika Ali as. atau sahabat dekatnya seperti
Ammar ibn Yasir, Salman al Farisi,
Abu Darr ra. dkk. yang dicaci-maki dan dibenci serta dilecehkan semua seakan tuli dan bisu….
Inilah yang menjadikan pera peneliti menaruh kecurigaan akan
ketulusan, kejujuran dan keseriusan para ulama Sunni dalam membela Ali
dan keluarga; Ahlulbait Nabi yang suci dan disucikan Allah.
- Ishâq ibn Suwaid ibn Hubairah at Tamîmi (w.131H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan hadis dalam
Kitab ash Shaum (puasa) digandeng dengan riwayat Khâlid al Hadzdzâ’.
Dalam
Hadyu as Sâri-nya,
Ibnu Hajar menegaskan bahwa
“Yahya ibn Ma’in, an Nasa’i dan al Ijli mentsiqahkannya, dan ia mengecam Ali ibn Abi Thalib.”[6]
Ibnu Hajar juga berkata dalam kitab
Tahdzîb at Tahdzîb, “Abu al ‘Arab ash Shaqali berkata dalam kitab adh Dhu’afâ’nya, ‘
Ia sangat mengecam/membenci Ali. Ia berkata, ‘Aku tidak suka Ali. Ia
tidak banyak hadisnya.’ Dan kemudian ia berkomentar, ‘Siapa yang tidak
mencintai sahabat maka ia bukan seorang yang tsiqah/jujur terpercaya
dan tidak ada kehormatan baginya.’”
[7]
Ibnu Jakfari berkata:
Semoga Allah merahmati
ash Shaqali dan membalasnya dengan kebaikan atas ketulusannya dalam membela kesucian Imam Ali as.
Akan tetapi yang disayangkan lagi mengherankan adalah sikap sebagian
ulama hadis Sunni yang masih sudi mempercayai perawi fasiq dan munafik
sepertinya sebagai sumber agama?!
Tidakkah kebenciannya terhadap Imam Ali as. yang mana kecintaan dan
kebencian kepadanya telah dijadikan barometer keimanan dan kemunafikan!
Lalu mengapakah Imam Bukhari dan ahli hadis lainnya seperti Muslim, an
Nasa’i dan Abu Daud mempercayainya sebagai penyambung lidah suci
Rasulullah?
Mengapakah Imam Bukhari mempercayainya dan menjadikannya hujjah
yang menyambungkan dirinya dengan Allah, sementara ia tidak sudi
meriwayatkan dari putra teladan Ahlulbait; Imam Ja’far ash Shadiq as.
dan meragukannya?
Adilkan sikap mereka itu?
Mereka Bangkit Geram Jika Selain Ali as. Yang Dikecam!
Benar seudaraku –semoga Allah merahmati Anda- bahwa jika yang
dikecam itu selain Imam Ali ibn Abi Thalib as. maka mereka tidak akan
ragu-ragu untuk spontan menjatuhkan vonis garang atas pelakunya…
Perhatikan caci-maki dan luapan kemarahan
adz Dzahabi atas
al Hafidz Ibnu Khirâsy
–kendati tadinya ia mensifatinya dengan beragam pujian akademik seperti
al Hâfidz/sangat hafidz yang dalam lagi luas pengetahuannya. Lalu
setelanya ia menuduhnya sebagai penganut faham Syi’ah dan membuat-buat
riwayat tentang kejelakekan Abu Bakar dan Umar… setelah itu semua ia
mengalamatkan kecamanannya atas Ibnu Khirâsy dengan kata-kata,
“Engkau
adalah seorang Zindiq, penentang kebenaran/al Haq. Semoga Allah tidak
pernah meridhaimu. Ibnu Khirâsy mati menuju selain raahmat Allah tahun
283 H.” [8]
Demikian pula dengan
Ibnu Hajar dalam kitab
Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi
Janâb al Asadi, ia menyebutkan bahwa ad Dûri menukil Yahya ibn Ma’in berkata tentangnya,
“Ia (Janâb) adalah seorang yang jelek. Ia mencaci Utsman…
Ahmad ibn Hanbal berkata,
“Ia adalah seorang yang jelek pendapatnya.
Ibnu Hibbân berkata,
“Tidak halal meriwayatkan hadis darinya.”
Ad Dâruquthni berkata,
“Ia adalah seorang yang jelek, berfaham Syi’ah yang kental. Ia mencaci-maki Utsman.”
Al Hakim berkata,
“Yahya dan Abdurrahman meninggalkan
meriwayatkan hadis darinya, dan keduanya telah berbuat baik, sebab ia
mencaci-maki Utsman. Dan barang siapa mencaci seorang sahabat maka ia
pantas untuk tidak diambil riwayatnya.
Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan yang lebih menyakitkan hati
para pecinta Ahlulbait Nabi as… di mana mereka bermesraan dengan para
pembenci Imam Ali as. dan mereka yang mencaci-makinya serta
melaknatinya… Namun terhadap seorang parawi yang sekedar bersikap
kurang menghormat kepada seorang ulama kebanggaan mereka –bukan seorang
sahabat besar!- hanya seorang ulama! Mereka segera beramai-ramai
mengecamnya! Bahkan melaknatinya!
Banyak contoh kasus dalam hal ini, akan tetapi saya hanya akan menyebutkan sekelumit saja.
Ibnu Hajar dalam kitab
Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Husain al Karâbisi, ia berkata,
“Berkata
al Khathib, ‘Hadisnya jarang sekali, sebab Ahmad ketika berbicara
tentang masalah Lafadz (ucapan/bacaan) Al Qur’an (apakah ia qadim atau
makhluq), al Karâbisi menyalahkan Ahmad, maka para ulama menjauhi dari
mengambil riwayat darinya. Dan ketika sampai kepada Yahya ibn Ma’in
berita bahwa ia berbicara menyalahkan Ahmad, ia melaknatinya. Dan ia
berkata, ‘Alangkah laiknya ia untuk dicambuk.’”
Sementara itu mereka juga mengatakan bahwa keyakinan Husain al al
Karâbisi dalam masalah ini adalah bahwa bacaan kita terhadap ayat-ayat
Al Qur’an adalah hâdits/bukan Qadîm. Keyakinan itu sama persis dengan
yang diyakini oleh banyak tokoh ulama hadis Sunni, seperti Imam
Bukhari, Hârits al Muhâsibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi dll.
Subhanallah. Imam Ali dikecam, mereka terdiam! Sementara Ahmad ibn
Hanbal disalahkan mereka bangkit melaknati yang menyalahkannya!!
Contoh kedua adalah pembelaan ulama Sunni terhadap Ibnu Mubârak. Ibnu Hajar dalam
Tahdzîb at Tahdzîb berkata ketika menyebut biografi Ibnu Mubârak, “Aswad ibn Salim berkata,
“Jika engkau melihat seorang menceloteh Ibnu Mubârak maka curigai kemurnian Islamya!.”
Membongkar contoh-contoh kasus dalam masalah ini akan menjadi panjang pembicaraan kita… Maka kami cukupkan sampai di sini.
Referensi:
[1] Shahih Bukari,7/106.
[2] Mîzân al I’tidâl,1/374, biografi
no.1406. Pernyataan Yahya di ataas juga disebutkan oleh Ibnu ‘Asâkir dalam Târîkh Damasqusnya,11/183/1058.
[3] Ibid.
[4] Hadyu as Sâri (Muqaddimah Fathu al Bâri),2/148. cet. Maktabah al Kulliyât al Azhâriyah-Kairo.
[5] Qabûl al Khbâr,2/158, Thabaqât; Ibnu Sa’ad,7/467.
[6] Hadyu as Sâri,2/143.
[7] Baca juga Hadyu as Sâri,2/143
[8] Baca Biografi al Hafidz Ibnu Khirâsy dalam kitab Tadzkiratul Huffâdz; adz Dzahabi.
Seperti Anda telah saksikan data-data dua perawi munafik yang
membenci Imam Ali as. namun demikian keduanya tetap menjadi tempat
kepercayaan Bukhari dalam meriwayatkan hadis-hadis Nabi Muhammad saw….
Kini pembaca kami ajak mengenali perawi kebanggaan Bukhari lainnya,
yang tidak kalah munafiknya di banding dengan dua parawi sebelumnya. Di
adalah:
Harîz ibn Utsman al Himshi (w. 163 H)
Perawi yang sangat membenaci Imam Ali as. lainnya yang diandalkan
dan dibanggakan Bukhari serta ia percaya sebagai penyambung lidah suci
Rasulullah saw. adalah Harîz ibn Utsman al Himshi. Seorang gembong kaum
munafikin yang sangat membenci Imam Ali as. Bukhrai meriwayatkan hadis
pada bab
al Manâqib dari Harîz ibn Utsman melalui jalur sebagai berikut:
1) Dari Ali ibn Ayyâsy, dan
2) Dari ‘Ishâm ibn Khâlid yang meriwayatkan dari Abdullah ibn Busr dan Abdul Wâhid ibn Abdullah an Nashri.
Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Gembong Nawâshib!
Ke
nashibian Harîz tidak samar bagi semua pengkaji yang
akrab dengan kajian sejarah para perawi hadis. Ia sangat membenci Imam
Ali as. dan tak henti-hentinya melaknati beliau as. di berbagai
kesempatan, khususnya dalam wirid harian seusai shalat!! Tidak cukup
itu, ia juga tidak segan-segan memalsu hadis yang menyelek-jelekkan
Imam Ali as.
Data-data di bawah ini cukup sebagai bukti:
Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pelaknat Imam Ali as.!
Ditanyakan kepada Yahya ibn Shaleh, “Mengapa Anda tidak menulis
hadis dari Harîz? Ia menjawab, ‘Bagaimana aku sudi menulis hadis dari
seorang yang selama tujuh tahun aku salat bersamanya, ia tidak keluar
dari masjid sebelum melaknat Ali tujuh puluh kali.’“
[1]
Ibnu Hibban juga melaporkan, “Ia selalu melaknat Ali ibn Abi Thalib
ra. tujuh puluh kali di pagi hari dan tujuh puluh kali di sore hari”.
Ketika ia ditegur, ia mengatakan, “Dialah yang memenggal kepala-kepala
leluhurku.”
[2]
Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pemalsu Hadis!
Dan tentang keberaniannya memalsu hadis, ikuti laporan Ismail ibn
Iyasy berikut ini, ia berkata, “Aku mendengar Harîz ibn Utsman berkata,
’Hadis yang banyak diriwayatkan orang dari Nabi bahwasannya beliau
bersabda kepada Ali,
“Engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa”, itu benar tetapi pendengarnya salah dengar. Aku bertanya, “Lalu redaksi yang benar bagaimana? Ia berkata, “
Engkau di sisiku seperti kedudukan Qarun di sisi Musa”.
Aku bertanya lagi, “Dari siapa kamu meriwayatkannya?” ia berkata, “Aku
mendengar Walîd ibn Abd. Malik mengatakannya dari atas mimbar”.
[3]
Ibnu Hajar berkata, “Al Azdi dalam kitab adh Dhu’afâ’ melaporkan
bahwa “Harîz ibn Utsman meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. hendak
menaiki
baghelnya
[4]
datanglah Ali lalu melepaskan pelananya agar beliau jatuh.” Setelahnya
al Azdi berkomentar, “Seorang yang seperti ini keadaannya tidak pantas
diambil riwayatnya.” Akan tetapi Ibnu Hajar –seperti kebiasaannya-
berusaha membela Harîz –si pemalsu hadis itu dengan mengatakan, “Mungkin
Harîz mendengar kisah itu dari al Walîd.”
[5]
Al Jauhari juga melaporkan kepada kita dengan sanadnya bersambung
kepada Mahfûdz, Ia berkata, “Aku bertanya kepada Yahya ibn Shaleh Al
Wahadhi, ‘Kamu telah meriwayatkan dari para guru sekelas Harîz, lalu
mengapakah kamu tidak meriwayatkan dari Harîz?’ Ia berkata, ‘Aku
pernah datang kepadanya lalu ia menyajikan buku catatannya, lalu aku
temukan di dalamnya, Si fulan telah menyampaikan hadis kepadaku dari
fulan… bahwa Nabi saw. menjelang wafat beliau berwasiat agar tangan Ali
ibn Abi Thalib di potong.”. Maka aku kembalikan buku itu dan aku tidak
menghalalkan diriku meriwayatkan darinya!!.
[6]
Hadis palsu riwayat Harîz inilah yang disinggung dalam laporan Ibnu
Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, kendati ia tidak membongkarnya
karena dianggap tidak layak disebutkan. Ibnu Adi berkata, “Yahya ibn
Shaleh al Wahhâdhi berkata, ‘Harîz ibn Utsman mendektekan kepadaku dari
Abdurrahman ibn Maisarah dari Nabi saw. sebuah hadis yang
menjek-jelekan Ali ib Abi Thalib yang tidak layak disebutkan. Sebuah
hadis yang sangat munkar, tiada meriwayatkan semisalnya melainkan orang
yanmg tidak bertaqwa kepada Allah. Al Wahhadhi, “Maka ketika ia
menyampaikan hadis itu kepadaku, aku tinggalkan dia.”
[7]
Ibnu Jakfari berkata:
Jika demikian keadaan dan kebusukan jiwa Harîz ibn Utsman … dan jika
demikian kualitas kejujurannya… dan jiika para gembong kaum munafikin
seperti al Walîd sebagai masyâikh kebanggaan Harîz yang juga
dibangggakan Adu Daud dkk. maka apa yang dapaat dikatakan kepada para
ulaama itu, khusunya Bukhari yang dengan bangga meriwayatkan dan
menghiasi kitab tershahihnya setelah al Qur’an al Karîm dengan
riwayatnya? Masihkan kita meragukan bahwa dunia hadis Sunni sedang
menghadapi masalah besar dengan mengandalkan kaum munafikin sebagai
sumber kepercayaaan dalam agama?!
Dan denga demikian pula apa nilai ucapan dan pembelaan Ibnu Hajar
terhadap kaum Nawâshib ketika ia mengatakan, “Dan yang terbanyak dari
mereka (para perawi) yang disifati dengan kenashibian -kebencian kepada
Imam Ali dan Ahlulbait as.- dikenal akan kejujuran tutur katanya dan
konsisten berpagang teguh dengan aagama. Berbeda dengan mereka yang
disifati dengan kerafidhian, rata-rata mereka itu adalah pembohong yang
tidak berhati-hati dalam menyampaikan berita… “
[8]
Tidakkah keberanian Harîz daalam memalsu hadis atas nama Nabi mulia
saw. sudah cukup sebagai bukti ketidak benaran pernyataan mumbang Ibnu
Hajar di atas?! Dimanakah kejujuran yang ia banggakan dari kaum Nawâshib
itu? Di manakah keteguhan keregamaan mereka yang ia banggakan? Apakah
melazimkan melaknat Ali as. setiap selesai shalat yang ia jadikan
dzikir harian itu yang dimaksud dengan keteguhan dalam beragama?
Ulama Hadis Ahlusunnah Membela Dan Mentsiqahkan Harîz ibn Utsman al Himshi!
Semua itu tidak rahasia lagi… Akan tetapi yang benar-benar
mengeharkan adalah ternyata tidak sedikit tokoh-tokoh besar hadis
Ahlusunnah menegaskan ketsiqahannya. Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan,
“Ia tsiqah, Ia tsiqah, ia tsiqah!”
[9]
Di sini, seperti Anda saksikan, Imam Ahmad (seorang tokoh terkemuka
empat Mazhab Sunni) tidak cukup sekali dalam mengapresiasi kejujuran
dan keadilan Harîz. Ia mengulanginya tiga kali. Menyematkan gelar
tsiqah kepaada seorang perawi adalah puncak pengandalan. Dan lebih dari
kata tsiqah, apabila kata itu diulang dua apalai tiga kali.
Itu artinya Harîz benar-benar menempati tempat istimewa dalam jiwa
Imam besar Ahhlusunnah. Selain Ahmad, Yahya ibn Ma’in dan para imam
hadis Sunni juga mentsiqahkannya. Demikian ditegaskan Ibnu Hajar dalam
Hadyu as Sâri-nya.
Abu Hatim menegaskan bahwa tidak ditemukan di kota Syam seorang parawi yang lebih kokoh darinya.
Ibnu Adi berkata, ‘Ia tergolong parawi kota Syam yang tsiqat/jujur terpercaya.”
Ahmad ibn Abi Yahya menukil Imam Ahmad sebagai mengakatan, “Ia (Harîz) seorang yang shahih hadisnya,
hanya saja ia mencaci maki Ali.”
Al Ijli berkata, “Ia (Harîz) seorang penduduk kota Syam yang tsiqah.
Dan ia mencerca dan mencaci maki Ali. Ia menghafal hadisnya.”
Dalam kesempatan lain ia berkata, “Ia kokoh riwayatnya dan ia sangat membenci Ali.”
Ibnu Ammâr berkata,
“Para ulama menuduhnya mencaci maki Ali, namun mereka tetap saja meriwayatkan hadis darinya, berhujjah dengannya dan tidak membuangnya.”
Tidak cukup itu, para ulama Ahlusunnah men
tsiqahkan seluruh guru/
masyâikh Harîz. Al âjuri meriwayatkan Abu Daud berkata, “Masyâikh Harîz seluruhnya adalah orang-orang jujur terpercaya/tsiqât.”
Duhaim berkata menyebutkan Harîz, “Ia seorang dari kota Himsh ,
bagus sanadnya, dan shahih hadisnya.” Dalam kesempatan lain ia berkata,
“Harîz adalah tsiqah.”
Dan masih banyak komentar lain sengaja saya tinggalkan….
Seorang Dajjal Kini Berubah Menjadi Dikultus!
Seperti telah diketahui bersama bahwa para ulama Ahlusunnah begitu
keras sikap mereka terhadap siapa saja yang berani menyebtuh garis
merah kehormatan sahabat Nabi saw. … Mereka mengeluarkan “surat
keputusan bersama/SKB” yang menvonis dajjal, zindiq dan kafir bagi
siapapun yang berani mencaci para sahabat (dan perlu Anda ketahui bahwa
dengan sekedar menyebut kesalahan dan/atau penyimpangan mereka saja
–tanpa disertai cacian- sudah dianggap mencaci maki sahabat).
Fatwa Sadis Abu Zur’ah!
Abu Zur’ah –seorang tokoh terkemuka Ahlusunnah, guru agung Imam
Muslim- telah mengeluarkan fatwa sadis namun saying tidak serius dalamm
menjalankannya!. Ia barkata,
“Jika engkau menyaksikan seorang
mencela-cela seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ketahuilah bahwa
ia adalah seorang zindîq.”[10]
Akan si dajjâl yang zindiq itu segera akan berubah menjadi seorang
parawi tersanjung apabila ia mengalamatkan laknatannya (bukan lagi
sekedar kritikan atau cacian semata) kepada manusia pertama yang
memeluk Islam, sahabat paling berjasa dalam Islam dan pribadi agung
yang paling dicintai Nabi saw…. semuanya akan berubah statusnya jika
yang dicaci maki dan yang dilaknati itu adalah Imam Ali as.! Si dajjal
kini pasti berubah menjadi manusia suci! Si Zindiq segera berubah
menjadi “Pembela dan Pendekar Sunnah”!
Apa yang kami katakana buikan sekedar teori belaka, tetapi data-data yang ada sepenuhnya mendukung kebenaran dan kevalidannya.
Coba Anda perhatikan data di bawah ini-
tapi tolong Anda
rahasiakan dokumen ini demi menjaga kemantapan keberagamaan kaum awam
terhadap mazhab mereka dan agar keimanan mereka kedapa kesucian para
ulama tidak guncang!! Dan kami masih memiliki segudang datav rahasia
lainnya, nantikan!!–
Ketika para ulama Ahlusunnah, di antaranya al Khathîb al Baghdâdi,
ketika menyebutkan biografi Talîd ibn Sulaimân al Muhâribi al Kûfi
(w.190 H), di antaranya menyebutkan pernyataan bersejarah Yahya ibn
Ma’în yang kemudian dijadikan pedoman seakan ia wahyu segar yang baru
dibawa turun malaikat Jibril as. dari langit ke tujuh. Yahya berkata,
“Talîd adalah seorang kadzdzâb/pembohong kelas kakap, ia mencaci maki
Utsman.
Dan setiap yang mencaci Utsman atau Thalhah atau
seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ia adalah Dajjâl, tidak layak
ditulis hadisnya. Atasnya laknat Allah, laknat para malaikat dan
laknat seluruh manusia!.”
[11]
Ibnu Jakfari Berkata:
Tidaklah salah jika ada yang bertanya kepada Tuan Ibnu Ma’in,
mengapakah Anda tidak tergugah bangkit marah “demi membela agama”
ketika Imam Ali as. dilaknati oleh seorang perawi? Justeru Anda
menyumbangkan kata-kata pujian sebagai bentuk kepercayaan dan
penghargaan!
Apakah Imam Ali as. halal untuk dilaknati dan dicaci maki?
Dan benar-benar membuat tidak habis-habis keterheran-heranan kita
adalah mereka mentsiqahkan sementara pada waktu yang sama mereka yang
mengatakan bahwa harîz sangat membenci Imam Ali as. dan tak
henti-hentinya maknati beliau as.! Sungguh membingungkan! Andai ketika
mentsiqahkan kaum Nawâshib/para pembenci Imam Ali dan keluarga suci
Nabi saw., seperti Harîz para ulama Sunni itu merahasiakan keterangan
tentang kebencian dan pelaknatan mereka (Nawâshib) itu! Tapi yang
mengehankan dan mungkin juga menyakitkan sebagian kaum Mukminin adalah
mereka sengaja menyebutkan kedengkian si perawi tertentu kepada Imam
Ali as., tetapi mereka tetap dengan sengaja mentsiqahkannya! Mungkin
itu sebagai sikap pamer sikap ideologis yang mereka tampilkan!
Allah A’lam.
Kesucian Mu’awiyah Garis Merah Di Mata Ulama Ahlusunnah!
Lebih dari itu, meyakini kesucian Mu’awiyah dari segala bentuk dosa
dan penyimpangan adalah sebuah kewajiban agama yang mana akan menjadi
gugur keimanan atau paling tidak keadilan seorang jika ia meragukannya
atau mencacinya!
Perhatikan sekalim lagi apa yang diabadikan para ulama Sunni dalam laporan mereka seperti di bawah ini:
Imam Ahmad ibn Hanbal menggugurkan keadilan Ubaidullah ibn Musa al
Absi hanya karena ia mendengarnya menyebut-nyebut kejelakan Mu’awiyah
ibn Abu Sufyân. Tidak cukup itu, ia (Ahmad) memaksa Yahya ibn Ma’in
agar menggugurkan keadilannya dan menghentikan meriwayatkan hadis
darinya. Ahmad mengutus seorang utusan khusus untuk menemui Yahya dan
menyampaikan pesannya:
أخوك أبو عبد الله أحمد بن حنبل يقرأ عليك السلام
ويقول لك: هو ذا تكثر الحديث عن عبيد الله وأنا وأنت سمعناه يتناول معاوية
بن أبي سفيان وقد تركت الحديث عنه.
“Saudaramu Ahmad ibn Hanbal menyampaikan salam atasmu dan berkata,
‘Inilah dia kamu berbanyak-banyak meriwayatkan hadis dari Ubaidullah,
sedangkan aku dan kamu mendengarnya menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah
ibn Abu Sufyan. Kini aku sedah meningggalkan meriwayatkan hadis
darinya.’”
[12]
Ibnu Jakfari:
Subhanallah, menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah
menggugurkan keadilan seorang perawi, sementara seorang perawi yang
siang malam melaknati Imam Imam Ali as. digelarinya dengan Tsiqah!
Tsiqah! Tsiqah! (3X)! mengapa? Apakah Mu’awiyah maksum, sehingga ia
tidak mungkin berbiah kejahatan, dosa dan kesalahan?
Tidakkah perintah melakinati Imam Ali as. di dalam setiap kesempatan
kegamaan atau kenegaraan oleh Mu’awiyah itu bukan sebuah kejahatan dan
kemunafikan yang haram untuk dibongkar dan disebut-sebut?
Bukankah pembantaian yang dilakukan Mu’awiyah terhadap para sahabat
Nabi saw. dan parav pecinta dan pengikut setia Imam Ali as. seperti
Hujr ibn Adi dkk. bukan sebuah kejahatan? Tidakkah ketetapan Allah SWT
atas yang membunuh seorang Mukmin itu neraka jahannam?!
Bukankah Nabi saw. –seperti diriwayatkan Bukhari sendiri- bersabda bahwa Mu’awiyah dan kelompoknya adalah
du’âtun ilan nâr/pengtanjur
kea pi neraka?! Lalu mengapakan menyebut-nyebut kejelekan panagnjur
kea pi neraka dihukimi gugur keadilannya? Sementara melaknati Imam Ali
as. mendapat “ajungan jempol”?!
Semoga nukilan atas nama Imam Ahmad itu hanya sebuah kepalsuan
belaka yang dibuat-buat oleh kaum Nawâshib yang mebawa-bawa nama besar
Imam Ahmad untuk melegalkan kesesatan mereka!
Referensi:
[1] Tahdzîb al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz,
Tarikh Damaskus,12/349.
[2] Al MajRûhuun,1/268.
[3]Tahdzîb
al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz, Tahdzîb al
Kamâl,5/577, Tarikh Baghdad.8,268 dan Tarikh Damaskus,12/349.
[4] Baghel adalah peranakan antara kuda dan keledai.
[5] Tahdzîb al Tahdzîb,2/207.
[6] Syarh Nahj al Balâghah; Ibnu Abi Al Hadid al Mu’tazili,4/70.
[7] Tahdzîb at Tahdzîb,2/207.
[8] Ibid.8/410.
[9] Tahdzîb al Kamâl,5/175.
[10] Ash Shawâiq al Muhriqah;Ibnu Hajar al Haitami, Penutup:211.
[11] Târikh Baghdâd,7/145, biografi
no.3582.
[12]Ibid. 14/427.
Gembong munafik lain yang dibanggakan riwayatnya oleh Bukhari dan para ulama hadis Sunni lainnya adalah‘Imrân ibn Haththân.
4) Imrân ibn Haththân -Gembong Kaum Khawârij-.
‘Imrân ibn Haththân. Nama lengkapnya adalah ‘Imrân ibn Haththân ibn
Dhabyân al Bashri (w.84H). karenanya sebagian ulama Sunni, seperti Ibnu
Hajar harus membelanya dengan segala cara dan dengan segala resiko
yang mungkin menimpa dunia hadis Sunni, walaupun dengan menjungkir
balikkan norma-norma keagamaan dan menelantarkan kaidah-kaidah yang
mereka bvangun sendiri!
Apapun yang akan terjadi dan seburuk apapun resiko yang akan terjadi
‘Imrân tetap harus dibela. Seribu satu uzur akan dicarikan…. Sebab
Bukhari –imam besar Ahli Hadis- telah meriwayatkan hadis darinya dan
mengandalkan pengambiilan ajaran agama darinya!!
Bukhari telah meriwayat hadis dari ‘Imrân ibn Haththân dalam bab
tentang mengenakan pakaian sutra dengan sanad Muhammad ibn Basysyâr…..
dari Yahya ibn Abi Katsîr dari‘Imrân ibn Haththân, ia berkata,
‘Aisyah ditanya tentang sutra…. “
[1] sementara para ulama menegaskan bahwa ia tidak pernah mendengar barang satu hadis pun dari A’isyah!
Al ‘Uqaili berkata, “‘Imrân ibn Haththân hadisnya tidak terdukung
oleh perawi jujur lainnya. Ia meyakini pandangan kaum Khawârij. Ia
menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah
mendengar hadis darinya.” Demikian juga, Ibnu Abdil Barr memastikan
bahwa ‘Imrân ibn Haththân tidak pernah mendengar hadis dari ‘Aisyah.
[2]
Siapa Sejatinya ‘Imrân ibn Haththân Ini?
Tidak diragukan lagi, semua tau bahwa ‘Imrân ibn Haththân adalah
gembong sekte sesat Khawârij dari kelompok al Qa’diyah. Lebih dari itu
ia adalah seorang penganjur kepada aliran sesatnya. Dialah yang
menggubah bait-bait syair memuji dan meratapi si pembunuh Imam Ali ibn
Abi Thalib as.
di antaranya adalah bait di bawah ini:
يا ضربة من تقي ما أراد بها * إلا ليبلغ من ذي العرش رضوان
إني لأذكره حينا فأحسبه * أوفى البرية عند الله ميزانا
“Duhai pukulan dari seorang yang bertaqwa yang tidak ia lakukan ** melainkan agar mencapai keridhaan Allah pemilik Arsy
Setiap kali aku mengingatnya aku yakin bahwa ** ia adalah orang yang paling berat timbangan kebajikannya di sisi Allah.
Ibnu Jakfari berkata: Tidak diragukan lagi bahwa
bait-bait syair itu sangat menyakitkan hati Rasulullah saw. dan hati
Ali ibn Abi Thalib as. lebih dari pukulan Abdurrahman ibn Muljam
(pembunuh Ali as.) itu sendiri! Bagaimana tidak?
Dan termasuk kurang hormat kepada Nabi dan Ali apabila kita
menyebut-nyebut nama-nama musuh Ahlulbait as. seperti Ibnu Muljam,
Imrân ibn Haththân, Umar ibn Sa’ad, Ziyâd, Mu’awiyah tanpa dibarengi
dengan kutukan dan laknatan.
Pembelaan Ulama Hadis Sunni Terhadap ‘Imrân ibn Haththân
Semua bukti kemunafikan ‘Imrân ibn Haththân telah diketahui ulama
hadis Sunni, namun demikian mereka tetap berusah dengan sekuat tenaga
membela dan mencarikan uzur untuknya. Dan sikap ulama Sunni yang
membanggakan kejujuran tutur katanya dan mengandalkannya dalam urusan
agama itu yang kami sayangkan! Imam Bukhari telah mempercayainya dalam
meriwayatkan hadis dalam kitab Shahihnya! Demikia juga dengan Abu Daud
dan an Nasa’i.
Al Ijli mentsiqahkannya. Untuk lebih lengkapnya saya akan
terjemahkan keterangan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap ‘Imrân ibn
Haththân dalam mukaddimah Fathu al Bârinya.
Ibnu Hajar berkata, “(
Kh –Bukhari-,
D –Abu Daud-,
S
–An Nasa’i-)‘Imrân ibn Haththân as Sudûsi, seorang penyair kondang. Ia
berfaham Khawâirij. Abu Abbas al Mubarrad berkata, ‘‘Imrân ibn Haththân
adalaah gembong/pinpinan, penyair dan khathib/juru dakwah sekte al
Qa’diyah.’ Al Qa’diyah adalah kelompok sempalan dari sekte Khawârij yang
berpandangan tidak perlu memberontak atas penguasa akan tetapi mereka
hanya merangsang untuk memberontak. Imrân adalah juru dakwah/penganjur
kepada mazhabnya. Dialah yang meratapi Abdurraman ibn Muljam; pembunuh
Ali –
Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya-
[3] dengan bait-bait syairnya yang terkenal.
Al Ijli mentsiqahkannya.
Qatadah berkata, ‘Ia (‘Imrân) tidak tertuduh kejujurannya dalam hadis.’
Abu Daud berkata, ‘Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih
jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij.’ Kemudian ia menyebutkan
‘Imrân dan beberapa orang Khawârij lainnya.
Ya’qub ibn Syaibah berkata, ‘Ia sezaman dengan beberapa orang sahabat Nabi. Dan ia di akhir urusannya berfaham Khawârij.’
‘Uqaili berkata, ‘Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.’
Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Bukhari hanya meriwayatkan satu hadis
darinya dari jalur Yahya ibn Abi Katsir darinya… hadis ini diriwayatkan
Bukhari dalam mutâba’ah. Di sisi Bukhari, hadis ini punya jalur-jalur
lain dari riwayat Umar dan lainnya….
Aku melihat sebagian imam (ulama besar) mengklaim bahwa Bukhari
meriwayatkan hadis darinya itu sebelum Imrâm berfamah Khawârij. Dan
uzur itu tidak kuat sebab Yahta ibn Abu Katsir itu meriwayatkan hadis
darinya di kota Yamâmah di saat Imrân melarikian diri dari kejaran
Hajjâj yang mencarinya untuk membunuhnya karena keyakinannya… kisah
lengkapnya dapat And abaca dalam kitab al Kâmil karya al Mudarrad dan
juga dalaam kitab-kitab lainnya. Abu Bakaar al Mûshili menceritakan
bahwa Imrân telah insaf/meninggalkan famah Khawarij di akhir usianya.
Jika ini benar maka iaa adaalaah uzur yang bagus.”
[4]
Ibnu Jakfari berkata: Kisah kembalinya Imrân dari faham Khawârij adalah sesuatu yang tidak berdasar
…
Adapun pembelaan Ibnu Hajar terhadap Bukhari bahwa ia meriwayatkan hadis itu dari ‘Imrân hanya dalam
mutâba’ah
yaitu hadis yang diriwayatkan sekedar untuk menjadi pendukung untuk
menguatkan hadis dari jalur lain adalah pembelaan yang mengada-ngada!!
Sebab apa perlunya mendukung sebuah hadis dengan membawakan hadis dari
riwayat ‘anjing nereka’ seperti ‘Imrân?
Adu Daud Membongkar Rahasia Ulama Hadis Sunni!
Dan dengan memerhatikan pernyataan sumbang Adu Daud din atas:
Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij, Anda
berhak curiga bahwa tenyata sepertinya tidak hanya Imrâm ibn Haththân
saja yang mereka banggakan dan percayai sebagai penyambung lidah suci
nabi Muhammad!! Akan ntetapi seluruh kaum Khawârij adalah kelompok
andalan dalam menyampaikan hadis Nabi saw. karena mereka adalah kelompok
paling jujur dalam bertutur kata dan meriwayatklan hadis Nabi saw.!
Sungguh luar biasa “kehati-hatian” ulama hadis itu sehingga mereka bangga meriwayatkan hadis dari anjing-anjing neraka!
[5]
Jika seorang gembong Khawârij yang sesat yang menyesatkan seperti
Imrân diyakini kejujurannya, maka sepertinya kita perlu mendefenisikan
ulang kata jujur dan kejujuran! Jika ada yang membanggakan membangun
agamanya dari riwayat-riwayat kaum munafikin maka apa yang bisa
dibayangkan tentang kualitas bangunan agama itu?
Inikah yang dibanggakan sebagian pihak bahwa dunia hadis Sunni telah rapi dan selektif?
Mengapakah Bukhari -imam teragung mereka- dan juga yang lainnya
membanggakan riwayat-riwayat seorang Imrân –si gembong kaum munafikin-?
Kenyataan Pahit Nasib Pasar Hadis Sunni!
Ada sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan yang dialami oleh dunia
hadis Sunni yaitu bahwa pasar hadis Sunni telah dibanjir oleh
hadis-hadis dari riwayat kaum sesat daan penyandang hawa nafsu alias
kaum ahli bid’ah!
Kendati –dalam teori mereka bersilang pendapat, apakah dibenarkan
mengambil riwayat dari kaum pembid’ah (maksudnya selain anggota
Ahlusunnah sendiri), ada yang membolehkan asal si pembid;ah itu bukan
penganjur kepada ksesataan bid’ah mazhabnya. Namun demikina dalam
praktiknya mereka telah benar-benar tenggelam dalam kubangan riwayat
kaum pembid’ah bahkan dengan riwayat-riwayat para penganjur kepadaa
kesesatan bid’ah mazhabnya! “imrân ibn Haththân adalaah satu dari
ratusan nama ahli bid’ah yang hadis riwayatnya telah membanjiri ‘Pasar
Hadis Sunni’!
Menyaksikan kenyataan ini apa kira-kira yang tersisa dari keseriusan
kata-kata Imam Nawawi dalam mukaddimah syarah Shahih Muslim yang
mengatakan bahwa prakti para Salaf dan Khalaf telah tetap bahwa mereka
hanya mau menerima riwayat, mendengar memperdengarkan dan berhujjah
dengan hadis-hadis riwayat kaum pembid’ah yang bukan penganjur/du’ât?
Sementara kitab-kitab dan jalur-jalur periwayatan para imam Ahlusunnah
dipenuhi dengan nama-nama gembong panganjur kepada kesesatan bid’ah
mazhabnya?
Dan menyaksikan kenyataan seperti itu Anda berhak ragu akan
kemurnian materi mazhab mereka yang ditegakkan di attas hadis-hadis
kaum pembid’ah yang tidak sedikit dari mereka disampin kesesatan bid’ah
mereka juga dikenal sebagai pembohong dan pemalsu hadis.
Dan jika mereka (ulama hadis Sunni) telah mengimani bahwa kaum
Khawârij adalah orang-orang yang jujur dalam tutur katanya sementara
mereka itu adalah kaum munafik… kama salahkah jika ada yang
menyimpulkan bahwa sebagian dari meteri ajaran Sunni itu adalah produk
kaum Khawarij… Terlepas dari benar atau palsunya kesimpulan Adu Daud
bahwa kaum Khawârij adalah kelompok yang paling jujr… terlepas dari
itu, sebenarnya aapa yang di katakana adalah membongkar sebuah
kenyataan bahwa sebenarnya para ulama Sunni sangat mengandalkan
hadis-hadis riwayat kaum Khawârij… Adapun tentang apresiasi Adu Daud
terhadap kejujuran mereka jelas-jelas sebuah kepalsuan sebab
danyataannya adalah sebaliknya… kaum Khawârij adalah kaum yang paling
benari memalsu hadis demi mendukung kesesatan mazhabnya… Dan analis
kejiwaaan pun pasti mendukung kesimpulan ini! Sebab siapapun yang
membangun akidah/mazhabnya di atas kerapuhan hujjah ia pasti akan sangat
membutuhkan kepada hujjah/nash keagamaan yang dapat mendukung
mazhabnya. Dan tidak ada peluang yang terbuka lebar bagi para pemalsu
yang sedang kelabakan mencari pembelaan untuk mazhabnya melebihi peluang
pemalsuan hadis atas nama Nabi saw…. dan kita senua yakin bahwa mazhab
Khawârij dengan bergabai penyimpangan ajarannya sangat lemah dan
karenanya ia sangat membutuhkan kepada hadis… karena tidak banyak (kalau
kita mengatakan tidak ada) hadis Nabi saw. yang mendukungnya maka
jalan satu-satunya adalah memalsu hadis atas nama Nabi saw.!
Ibnu Hajar membongkar sebuah dokumen penting pengakuan seuorang
berfaham Khawârij yang telah taubat (yang sepertinya diusahakan oleh
sebagian pihak untuk dirahasiaakan) bahwa
“Kaum Khawarij jika menyukai sesuatu pendapat ia buatkan hadis yang mendukungnya.” Baca keterangan Ibnu Hajar tentangnya dalam
Tahdzîb at Tahdzîb ketika ia menyebutkan biogafi Qadhi Abdullah ibn ‘Uqbah al Mishri yang dikenal dengan nama Ibnu Luhai’ah.
Referensi:
[1] Shahih Bukhari, Kitab al Libâs, hadis dengan
nomer.5387.
[2]
[3]
Sebagian pembenci Syi’ah Ahlulbait as. –yang selalu bekerja siang malam
untuk memecah belah kesatuan kaum muslimin dan menghasut agar tejadi
permusuhan antara Syi’ah dan Ahlusunnah selalu bergegas menjulurkan
lidah beracunnya menuduh siapapun yang mengucapkan ‘
Alaihi as Salâm/semoga
salam Allah atasnya’ setelah menyebut nama Imam Ali sebagai Syi’ah!!
Jadi apakah sekarang mereka akan mengarahkan panah pecarun mereka ke
jantung Ibnu Hajar dan menuduhnya sebagai Syi’ah kerena beliau
menyebutkannya?!
[4] Hadyu as Sâri; Muqaddimah Fahil Bâri,2/186-187.
[5] Dalam banyak hadis yang dishahihkan ulama Sunni sendiri diriwayatkan bahwa Nabi saw. menyebut kaum Khawarij sebagai
Kilâb Ahli an Nâr/ anijng penghuni neraka!