Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Imam Ali As. Show all posts
Showing posts with label Imam Ali As. Show all posts

Inilah Rahasia Sujud

Salat adalah sebuah ibadah sangat penting yang dijadikan oleh para imam maksum Ahlul Bait as sebagai tolok ukur pengikut sejati mereka.

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ditanya tentang hikmah sujud. Beliau menjawab,
Sujud pertama berarti: Pada awal mulanya saya berasal dari tanah. Ketika engkau mengangkat kepala dari sujud (pertama), lintaskan dalam hatimu: Saya dihidupkan dari dalam tanah.

Sujud kedua berarti: Saya akan kembali masuk ke dalam tanah. Dan sewaktu kamu mengangkat kepala (dari sujud kedua), itu berarti: Pada hari Kiamat, saya akan dibangkitkan dari kubur.”

۞ مِنْهَا خَلَقْنَٰكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَىٰ

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,(QS, Thoha [22], 55).

Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan,  
“Sujud adalah untuk Allah. Oleh karena itu, dilarang sujud di atas sesuatu yang dimakan dan dikenakan sebagai pakaian, yang merupakan pusat perhatian pecinta dunia. Sujud harus menjadikan manusia tertuju kepada Allah, bukan tertuju pada perut, pakaian dan hal-hal materi lainnya.”

Imam Ali bin Abi Thalib berkata,
Bentuk lahir sujud adalah meletakkan kening di atas tanah dengan ikhlas dan khusuk. Adapun batin sujud adalah menjauhkan hati dari semua perkara yang semu, mengikatkan hati dengan sumber kekekalan, serta melepaskan diri dari kesombongan, fanatisme dan seluruh kebergantungan duniawi.” []

(MahdiNews/ABNS)

Pemerintahan Imam Mahdi dan Hak-hak Kewarganegaraan


Peneliti Mahdawiyah mengatakan bahwa jika kita menghendaki masyarakat dinamis, religius, dan Islami dan kita dapat menjaga hak-hak kewarganegaraan di samping keadilan sosial, maka dengan memanfaatkan al-Quran dan hadis kita mesti menerapkan program-program dan tujuan-tujuan pemerintahan Imam Mahdi As untuk terwujudnya hak-hak kewarganegaraan di dalam bidang-bidang budaya, sosial, ekonomi, dan pengadilan. 
 
Hujjatul Islam Mahdi Yusufiyan, Peneliti Mahdawiyah, di dalam wawancara dengan Shabestan di Qum, Iran, dengan mengisyaratkan bahwa salah satu bagian terpenting di dalam masyarakat kekinian adalah wacana hak-hak kewarganegaraan, mengatakan bahwa salah satu kebutuhan individu-individu yang penting dan serius di masa kini adalah hak-hak seseorang dalam suatu pemerintahan dan bagaimana ia menuntut hak-hak itu.

Ia menambahkan, “Dalam pandangan Islam, manusia di manapun ia berada, baik di kota dan aktif dalam masyarakat sosial atau di daerah terpencil, memiliki kehidupan individual dan hak-hak yang harus dipersiapkan kemungkinan terwujudnya oleh pemerintah dan negara Islam.”
“Untuk menjalaskan hak-hak ini, pertama-tama kita harus mengetahui pengertian hak, karena yang dimaksud dengan hak adalah suatu keutamaan yang diperuntukkan kepada individu dan berdasarkan hal itu ia memiliki kebebasan untuk menciptakan sesuatu atau ia memiliki prioritas yang lebih dibandingkan orang lain,” ungkapnya.
“Menjaga hak-hak kewarganegaraan membutuhkan perhatian terhadap piagam hak-hak kewarganegaraan Islam seperti menjaga kemuliaan dan nilai-nilai tinggi kemanusiaan, pencapaian puncak kesempurnaan manusia dan keutamaan akhlak berdasarkan keimanan, ketakwaan, meraih pengetahuan dan kemajuan tertinggi, kebebasan politik dan sosial, hak penentuan nasib (kehadiran masyarakat di dalam perkara-perkara yang berhubungan dengannya), perwujudan masyarakat yang stabil yang diliputi keselamatan dan keharmonisan, kedinamisan dan keceriahan, kesearahan dan kesepakatan menyeluruh,” jelasnya.
“Penerapan keadilan khususnya keadilan pengadilan, penghapusan diskriminasi yang tidak adil, perwujudan perundangan dan persamaan semua individu di hadapan hukum, penciptaan keamanan di beragama bidang kehidupan termasuk keamanan sosial, etika, akidah, ekonomi…memiliki kesejahteraan relatif dan fasilitas kesejahteraan yang dibutuhkan seperti keluarga, kemampuan keuangan yang memadai, kepemilikan pribadi, perumahan, pekerjaan, dan pendapatan halal…merupakan piagam hak-hak kewarganegaraan dalam masyarakat hari ini,” tandasnya.
Keadilan Menyeluruh di dalam Pemerintahan Imam Mahdi As
Yusufiyan mengungkapkan, “Imam Shadiq As bersabda, sumpah atas nama Tuhan, keadilan niscaya akan masuk ke rumah-rumah masyarakat sebagaimana udara dingin dan panas masuk ke rumah-rumah. Ini menunjukkan keadilan menyeluruh Imam Mahdi As seperti menghidupkan al-Quran dan sunnah yang sebagaimana disabdakan Imam Ali As, suatu waktu yang hawa nafsu yang menjalankan roda pemerintahan, Imam Mahdi As akan bangkit dan akan menggantikannya dengan hidayah dan keselamatan dan di suatu masa yang pandangan pribadi mendahului al-Quran, beliau akan mengarahkan pikiran-pikiran pribadi ke al-Quran dan menjadikannya sebagai hukum di masyarakat.”  

Agama dan Keteraturan Umum, Fitrah Manusia


Orang-orang berakal dan bijak tidak akan membuang dan membiarkan undang-undang yang bersumber dari hukum alam dan tidak hanya mencukupkan undang-undang buatannya sendiri. Kemestian perkara manusia memutuskan untuk tidak berpaling dari keteraturan alam sehingga terpaksa menerima resiko-resikonya.
Ayatullah Muhammad Khamenei, Direktur Institut Hikmah Islam Sadra, menulis dalam makalahnya  yang berjudul ‘Filsafat dan Keteraturan Umum’ di dalam acara peringatan filosof besar Mulla Sadra pada hari yang lalu bahwa keteraturan umum, berdasarkan sabda Imam Ali As dalam khutbah 151 Nahjul Balaghah adalah dasar pilar-pilar ketaatan, ibaratnya sebagai tali yang merajut masyarakat untuk menggapai tujuannya sendiri, jika tujuan itu digambarkan sebagai lapisan jiwanya dan lapisan-lapisan ini dijalin dan dirangkai bersama, maka tali ini akan semakin kuat dan manusia dapat menjaga dirinya dari keterjatuhan ke dalam jurang dengan berpegang kepadanya.

Menurutnya ‘keteraturan’ bermakna, menyusun segala sesuatu secara berdampingan dengan sistimatis, teratur, dan sesuai. “Dalam ungkapan lain, keteraturan adalah setiap sesuatu ditempatkan pada posisinya masing-masing, definisi ini juga diterapkan dalam makna keadilan,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, “Jika dipandang secara teliti maka definisi itu sama dengan definisi hikmah dan sejatinya hikmah adalah menguatkan sesuatu dan setiap pilar, dasar, cabang ditempatkan pada posisinya masing-masing.”

Menurutnya kata ‘umum’ berarti tidak terkhusus kepada individu, kelompok, dan suku tertentu melainkan mencakup semua individu, oleh karena itu ‘keteraturan umum’ bermakna suatu keteraturan yang meliputi seluruh individu dan karena dalam bidang hukum tertera bahwa setiap undang-undang mencakup seluruh individu masyarakat untuk keberlangsungan kehidupannya masing-masing.

Mengenai urgensi keteraturan umum ini, ia menegaskan, “Tanpa keteraturan, yang akan muncul adalah kekacauan dan anarkis, dan hal ini buruk bagi semua individu. Di samping keteraturan hukum, kita juga memiliki keteraturan umum alam yang berlangsung di alam eksistensi. Keteraturan di alam ini bersifat alami dan hakiki yang Sang Pencipta alam yang Mahaesa dan Mahatunggal telah mencipta suatu kemajemukan yang teratur dan berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi dan dipengaruhi, inilah keteraturan hakiki itu.”

Apakah keteraturan hukum dapat dikaitkan dengan keteraturan alam? Ia menjelaskan bahwa Sang Pencipta alam mewujudkan keteraturan hakiki untuk sistem keteraturan kehidupan manusia, Dia mengetahui manusia memerlukan suatu keteraturan, karenanya Dia mengirimkannya yang kemudian kita namakan sebagai agama yang mencakup seluruh persoalan hukum, kewajiban, dan hak manusia serta ibadah. Agama ini dapat menjamin kemakmuran, kebaikan, dan kebahagiaan manusia yang al-Quran mengistilahkannya sebagai fitrah.

“Hubungan antara keteraturan hukum dan keteraturan hakiki (alam) seperti kaitan antara hikmah teoritis dan hikmah praktis,” tandasnya. Dan ia menambahkan bahwa hikmah teoritis adalah rangkaian pandangan-pandangan, perspektif-perspektif, dan pengetahuan-pengetahuan tentang hakikat alam, oleh karena itu pengetahuan tentang hakikat-hakikat inilah yang menyingkap bahwa keteraturan adalah fitrah manusia yang diinginkannya secara hakiki dan mendasar, dari sinilah kemudian muncul akhlak, pengaturan keluarga, pengaturan masyarakat, dan politik sipil (madani). Dan apabila hikmah teoritis itu tidak ada maka hikmah praktis pun tiada.

“Dengan demikian, keteraturan hukum dan sosial secara umum harus bersumber dari keteraturan alam dan pertentangannya dengan keteraturan umum di dalam masyarakat manusia akan mewujudkan kekacauan dan kerusakan, sebagaimana jika keteraturan di alam sudah sirna maka hancurlah alam. Mewujudkan keteraturan umum di dalam masyarakat berangkat dari kaidah alam. Manusia tidak dipaksa mengikuti suatu keteraturan (agama) yang akan menyampaikannya kepada tujuannya sebagaimana makhluk lainnya, melainkan diberikan dan ditunjukkan jalan (agama) dan diberikan kebebasan untuk menitinya. Orang-orang yang berakal niscaya menerima dan mengikutinya secara sukarela,” tegasnya.

(Shabestan)

Media Sosial, Penebar Kerusakan di Akhir Zaman


Hadis-hadis tentang akhir zaman mengisahkan banyak realita yang sangat mengerikan. Masa depan yang suram dan jauh dari nilai kemanusiaan sedang menanti generasi umat manusia ini.
Tentu, maksud hadis-hadis ini adalah masyarakat yang menjauhkan diri dari tuntunan Ilahi dan merasa cukup dengan akal pikiran mereka sendiri.

Dalam sebuah prediksi tentang etika dan spiritualitas masyarakat manusia di masa depan, Rasulullah saw pernah bersabda, “Satu hal pertama yang akan diangkat dari umat ini adalah rasa malu dan amanat,” (Nahj Al-Fashāhah, jld. 1, hlm. 197).

Malah dalam hadis lain, Rasulullah saw menekankan bahwa masa yang akan datang kelak akan lebih buruk dibandingkan dengan masa sebelumnya. Beliau bersabda, “Tidak akan datang masa kepada kalian kecuali masa setelahnya akan lebih buruk darinya,” (Yawm Al-Khalāsh, jld. 1, hlm. 8430.

Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Kala itu, keburukan dan bid’ah dari satu tahun lebih buruk daripada tahun sebelumnya,” (Muntakhab Al-Atsar, hlm. 431).

Malah dalam sebuah hadis ditegaskan, masyarakat sudah tidak merasa malu ketika melakukan keburukan dan mereka rela mengeluarkan biaya mahal untuk menyewa penyanyi maksiat, (Bihār Al-Anwār, jld. 52, hlm. 264).

Prediksi negatif tentang masa depan suram ini sekarang sedang terjadi di masa kita. Keburukan dan kerusakan berlaju dengan pesat, dan tak ada satu pun kekuatan yang bisa membendungnya. Semua dekadensi ini sudah merasuki seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat kita, baik dalam rumah tangga dan kehidupan sosial sehari-hari. Semua ini dipermudah dengan kehadiran fasilitas-fasilitas jejaring sosial dimulai dari situs jejaring sosial hingga telpon genggam yang bisa dengan mudah dibawa. Yang menarik, tak seorang pun bisa mengontrol aktivitas virtual yang terjadi di jejaring-jejaring sosial ini.

(Shabestan)

Kezuhudan Imam Mahdi, Teladan Kemanusiaan


Imam Mahdi As seperti para Imam suci lainnya memiliki kesempurnaan akhlak dan karakter khusus. Dari aspek bahwa para Imam suci Ahlulbait adalah manusia-manusia sempurna dan merupakan teladan dalam semua aspek bagi kemanusiaan, mereka pun memiliki akhlak baik seperti kezuhudan dalam tingkatan yang tertinggi.
Salah satu pertanyaan yang banyak meliputi benak manusia, bagaimana Imam Mahdi As meruntuhkan beragam sistem-sistem politik yang didukung oleh pemikiran dan kekuatan yang banyak kemudian mendirikan satu sistem yang global?

Apa sistem dan program pemerintahan Imam Mahdi As yang bersih dari segala bentuk kezaliman,  penindasan, korupsi, dan kelaparan?

Kesempurnaan akhlak

Sebagaimana para Imam suci lainnya, Imam Mahdi As memiliki kesempurnaan akhlak dan karakter yang khusus. Para Imam suci Ahlulbait adalah manusia-manusia sempurna dan teladan dalam semua aspek bagi manusia, mereka pun memiliki akhlak baik seperti kezuhudan dalam tingkatan yang tertinggi.

Imam Ridha As bersabda, “Mahdi adalah seorang yang paling berilmu, paling sabar,dan paling bertakwa. Beliau sangat dermawan dari semua manusia dan lebih berani serta yang paling menghamba.

Ketakutan kepada Tuhan

Ka'ab mengatakan, kerendahan hati dan ketakutan Imam Mahdi di hadapan Tuhan seperti kerendahan elang di hadapan dua sayapnya. Mungkin maksud Ka’ab adalah walaupun burung elang itu sangat kuat, namun kekuatannya sepenuhnya bergantung kepada kemampuan sayap-sayapnya yang jika kedua sayapnya tidak memberikan bantuan kepadanya maka jatuhlah ia ke bumi. Meskipun Imam Mahdi As sebagai pemimpin Ilahi yang paling kuat dan tangguh, namun kekuatan ini bersumber dari Tuhan yang jika sedetik saja Dia tidak menolongnya maka mustahil beliau dapat melanjutkan aktivitasnya, dari aspek ini dikatakan bahwa beliau sangat khusyu’ dan khudhu’ di hadapan Tuhan.

Zuhud
Imam Shadiq As bersabda, “Mengapa Anda ingin mempercepat kemunculan Imam Mahdi? Tuhan tahu pakaiannya tidak lembut, makanannya gandum (yang kualitas rendah), pemerintahnya pedang, dan kematian dalam bayangan pedang.”

Utsman bin Himad mengatakan, saya hadir dalam majelis Imam Shadiq As dan seseorang mengatakan kepada beliau, Ali bin Abi Thalib memakai pakaian yang tidak lembut yang nilainya empat dirham, tapi Anda mengenakan pakaian yang sangat mahal, beliau menjawab, Ali As ketika mengenakan pakaian itu tidak diprotes oleh orang-orang dan memakai pakaian yang terbaik yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu.

Ketika Imam Mahdi As bangkit dan berkuasa, beliau memakai pakaian seperti pakaian Ali As dan mengikuti garis-garis besar politik dan kebijakan Imam Ali As.

Sumber: Nesyonehoye Daulat-e Mau’ud (Tanda-tanda Pemerintahan yang Dijanjikan), Hujjatal Islam Najm al-Din Tabasi.

(Shabestan)

Salat, Tiket Seorang Mukmin Memasuki Surga


“Salat, doa, dan penghambaan sudah ada di sepanjang sejarah umat manusia. Seluruh agama dari nabi pertama hingga nabi terakhir menekankan masalah ini. Para figur teragung sejarah di setiap masa berkomitmen menegakkan salat. Wasiat pertama para nabi dan wali Ilahi adalah salat.”
Begitu hal ini ditegaskan oleh Hujjatul Islam Hamid Reza Sulaimani kepala pelaksana Badan Penegakan Salat Nasional Republik Islam Iran (RII) pada acara apresiasi para penegak salat hari ini.

Langkah pertama setelah Rasulullah saw diangkat menjadi nabi, lanjut Sulaimani, adalah menegakkan salat, dan itu pun dengan partisipasi para figur agung sejarah; yakni Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Khadijah Kubra. Tindakan pertama beliau setelah berhijrah ke Madinah Munawwarah adalah membangun rumah Allah yang memainkan peran signifikan dalam setiap fenomena sosial masyarakat.

Di bagian lain orasi, Hujjatul Islam Saulaimani menyinggung sikap dan kebiasaan Rasulullah saw ketika mendengar panggilan untuk salat. Beliau berubah seratus persen begitu mendengar suara azan. Para imam Ahlul Bait as juga demikian. Dalam sebuah surat kepada para gubernur, Amirul Mukminin as menekankan supaya mereka mengalokasikan waktu terbaik untuk mengerjakan salat.

“Pertanyaan pertama yang akan diajukan kepada para hamba setelah kematian kelak adalah salat. Untuk menaiki sebuah pesawat, kita harus menggunakan tiket khusus sehingga kita diizinkan masuk. Tiket seorang mukmin untuk memasuki surga adalah salat. Ketika para penghuni Neraka Jahanam ditanyakan mengapa mereka dijebloskan ke dalam penjara, al-Quran menyebutkan sederetan daftar tentang hal ini. Salah satunya adalah mereka tidak memiliki hubungan yang baik dengan salat,” tukas Sulaimani.

(Shabestan)

Imam Bukhari dan Perawi Pencaci-Maki Sahabat Nabi saw.!!


Sikap damai lagi mesra terhadap para pembenci dan pencaci maki Imam Ali dan Ahlulbait serta berbanggga dalam mengandalkan riwayat mereka oleh para ulama hadis Sunni juga diperagakan Bukhari –Imam Besar Hadis, bahkan mungkin diangap Imam teragung-. Dalam kitab Shahihnya yang diyakini keshahihan seluruh hadis di dalamnya oleh ulama Sunni sehingga menjadi pandangan resmi mazhab itu, telah mengandalkan kaum Nawâshib yang sangat membenci Imam Ali as. dan juga mencaci maki dan menghina serta melaknati beliau as. sebagai sumber kepercayaan agamanya. Ia banyak meriwayatkan dari kaum Nawâshib.

Ibnu Hajar dalam Mukaddimah Fathu al Bâri (kitab syarah terbesar atas Shahih Bukhari) menyebutkan daftar nama para perawi hadis yang diandalkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya yang dicacat para ulama. Di antara mereka adalah para perawi yang dicacat karena alasan kenashibian/kebencian kepada Ali dan Ahlulbait.

Di bawah ini –demi menyingkat waktu pembaca- langsung saja saya sebutkan nama-nama mereka beriktu keterangan singkatnya:
  • Tsaur ibn Yazîd ibn Ziyâd al Kilâ’I al Himshi asy Syâmi (w.153 H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan lima riwayat dalam berbagai bab, di antaranya pada bab: al Buyû’ (jual beli), al Jihâd dan Kitab al Ath’imah (makanan), bab Mâa Yuqâlu Idzâ Faragha Min Tha’âmihi (apa yang diucapkan jika selesai makan)[1]. Imam Bukhari menyebutkan jalur darinya demikian: Telah menyampaikan hadis kepada kami Ishaq ibn Yazîd ad Dimasyqi, ia berkata, telah menyampaikan hadis kepada kami Yahya ibn Hamzah, ia berkata telah menyampaikan hadis kepadaku Tsaur ibn Yazîd dari Khalid ibn Ma’dân ….


Tsuar Di Mata Ulama hadis Sunni
Yahya ibn Ma’in berkata, “Aku tidak menyaksikan seorang pun yang meragukan bahwa ia adalah seorang panganut faham Qadariyah. [2]
Ahmad ibn Hanbal berkata, “Tsaur berfaham Qadariyah. Dan adalah penduduk kota Himsh mengusirnya dari kota mereka. [3]
Ibnu Hajar berkata, “Ia datang ke kota madinah maka Malik melaraang orang-orang untuk duduk bersamanya. Ia dituduh berfaham nushb (membenci Imam Ali dan Ahlulbait as.).”
Yahya ibn main berkata, “Ia (Tsaur) sering duduk-duduk bersama kaum yang mencaci maki Ali. Akan tetapi ia sendiri tidak mencaci makinya.” [4]

Ibnu Jakfari berkata:
Pembelaan Yahya ibn Ma’in terhadap Tsuar di atas tidak benar sebab terbukti bahwa Tsaur tidak hanya gemar dan menikmati duduk bersama kaum yang menjadikan caci maki Imam Ali as. sebagai tema dan obyek pembicaraan… akan tetapi ia juga sangat ganas dalam kebenciannya terhadap Imam Ali as.; sahabat termulia dan khalifah keempat di kalangan Ahlusunuhhah, menantu Nabi saw.

Al Ka’bi melaporkan dalam kitab Qabûl al Khbâr bahwa Tsaur setiap kali menyebut Imam Ali as. selalu berkata, “Aku tidak suka orang yang membunuh kakekku. [5] Dan kakeknya terbunuh dalam peperangan Shiffîn di pihak Mu’awiyah yang disabdakan Nabi saw. (sesuai riwayat Imam Bukhari) sebagai pemimpin kelompok penganjur ke neraka jahannam.!!

Dan pembelaan seperti itu biasa dilakukan terhadap para perawi pujaan mereka…. Karenanya tidak mengherankan jika Anda juga menemukan pujian dan penghargaan atasnya oleh sebagian ulama dan tokoh sentral Sunni, seperti Yahya al Qaththân, yang memujinya dengan: “Aku tidak pernah menyaksikan seorang penduduk kota Syâm yang lebih kokoh riwayatnya darinya.” Atau pembelaan Ibnu Hajar dengan kata-katanya, “Para ulama bersepakat akan ketepatan riwayatnya.”

Anda berhak bertanya akan keseriusan para ulama Sunni dalam menyikapi para pembenci dan pencaci maki sahabat, yang dalam rancangan konsep mereka siapa pun yang membenci dan apalagi juga dilengkapi dengan mencaci-maki sahabat Nabi saw. mereka kecam sebagai zindiq, fasik, pembohong yang tidak halal didengar hadisnya!! Lalu bagaimana dengan perawi yang membenci dan mencai-maki Imam Ali as.? Apakah mereka akan berkonsekuen dalam mengetrapkannya? Atau mereka akan melakukan praktik “Tebang Pilih”! Jika seoraang perawi mencaci maki Mu’awiyah, ‘Amr ibn al ‘Âsh, Abu Hurairah, Utsman ibn ‘Affân, Umar ibn al Khathtab, atau Abu Bakar misalnya, hukuman itu ditegakkan! Jika yang dicaci dan dibenci saudara Rasulullah saw. dan menantu tercintanya; Ali ibn Abi Thalib as. maka seakan tidak terjadi apa-apa! Seakan yang sedang dicaci-maki hanya seorang Muslim biasa atau bisa jadi lebih rendah dari itu…. Pujian dan sanjungan tetap dilayangkan… kepercayaan terhadapnya tetap terpelihara… keimanannya tetap utuh… bahkan jangan-jangan bertambah karena mendapat pahala besar di sisi Allah kerenanya, sebab semua itu dilakukan di bawah bendera ijtihad dan keteguhan dalam berpegang dengan as Sunnah!!

Mengapa kegarangan sikap dan ketegasan vonis itu hanyaa mereka tampakkan dan jatuhkan ketika yang dicaci-maki dan dibenci adalah sahabat selain Imam Ali as., betapapun ia seorang fasik berdasarkan nash Al Qur’an, seperti al Walîd ibn ‘Uqbah! Sementara jika Ali as. atau sahabat dekatnya seperti Ammar ibn Yasir, Salman al Farisi, Abu Darr ra. dkk. yang dicaci-maki dan dibenci serta dilecehkan semua seakan tuli dan bisu….

Inilah yang menjadikan pera peneliti menaruh kecurigaan akan ketulusan, kejujuran dan keseriusan para ulama Sunni dalam membela Ali dan keluarga; Ahlulbait Nabi yang suci dan disucikan Allah.
  • Ishâq ibn Suwaid ibn Hubairah at Tamîmi (w.131H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan hadis dalam Kitab ash Shaum (puasa) digandeng dengan riwayat Khâlid al Hadzdzâ’.
Dalam Hadyu as Sâri-nya, Ibnu Hajar menegaskan bahwa “Yahya ibn Ma’in, an Nasa’i dan al Ijli mentsiqahkannya, dan ia mengecam Ali ibn Abi Thalib.”[6]

Ibnu Hajar juga berkata dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, “Abu al ‘Arab ash Shaqali berkata dalam kitab adh Dhu’afâ’nya, ‘Ia sangat mengecam/membenci Ali. Ia berkata, ‘Aku tidak suka Ali. Ia tidak banyak hadisnya.’ Dan kemudian ia berkomentar, ‘Siapa yang tidak mencintai sahabat maka ia bukan seorang yang tsiqah/jujur terpercaya dan tidak ada kehormatan baginya.’” [7]

Ibnu Jakfari berkata:
Semoga Allah merahmati ash Shaqali dan membalasnya dengan kebaikan atas ketulusannya dalam membela kesucian Imam Ali as.
Akan tetapi yang disayangkan lagi mengherankan adalah sikap sebagian ulama hadis Sunni yang masih sudi mempercayai perawi fasiq dan munafik sepertinya sebagai sumber agama?!

Tidakkah kebenciannya terhadap Imam Ali as. yang mana kecintaan dan kebencian kepadanya telah dijadikan barometer keimanan dan kemunafikan! Lalu mengapakah Imam Bukhari dan ahli hadis lainnya seperti Muslim, an Nasa’i dan Abu Daud mempercayainya sebagai penyambung lidah suci Rasulullah?
Mengapakah Imam Bukhari mempercayainya dan menjadikannya hujjah yang menyambungkan dirinya dengan Allah, sementara ia tidak sudi meriwayatkan dari putra teladan Ahlulbait; Imam Ja’far ash Shadiq as. dan meragukannya?
Adilkan sikap mereka itu?

Mereka Bangkit Geram Jika Selain Ali as. Yang Dikecam!
Benar seudaraku –semoga Allah merahmati Anda- bahwa jika yang dikecam itu selain Imam Ali ibn Abi Thalib as. maka mereka tidak akan ragu-ragu untuk spontan menjatuhkan vonis garang atas pelakunya… Perhatikan caci-maki dan luapan kemarahan adz Dzahabi atas al Hafidz Ibnu Khirâsy –kendati tadinya ia mensifatinya dengan beragam pujian akademik seperti al Hâfidz/sangat hafidz yang dalam lagi luas pengetahuannya. Lalu setelanya ia menuduhnya sebagai penganut faham Syi’ah dan membuat-buat riwayat tentang kejelakekan Abu Bakar dan Umar… setelah itu semua ia mengalamatkan kecamanannya atas Ibnu Khirâsy dengan kata-kata, “Engkau adalah seorang Zindiq, penentang kebenaran/al Haq. Semoga Allah tidak pernah meridhaimu. Ibnu Khirâsy mati menuju selain raahmat Allah tahun 283 H.” [8]

Demikian pula dengan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Janâb al Asadi, ia menyebutkan bahwa  ad Dûri menukil Yahya ibn Ma’in berkata tentangnya, “Ia (Janâb) adalah seorang yang jelek. Ia mencaci Utsman…

Ahmad ibn Hanbal berkata, “Ia adalah seorang yang jelek pendapatnya.
Ibnu Hibbân berkata, “Tidak halal meriwayatkan hadis darinya.”
Ad Dâruquthni berkata, “Ia adalah seorang yang jelek, berfaham Syi’ah yang kental. Ia mencaci-maki Utsman.”
Al Hakim berkata, “Yahya dan Abdurrahman meninggalkan meriwayatkan hadis darinya, dan keduanya telah berbuat baik, sebab ia mencaci-maki Utsman. Dan barang siapa mencaci seorang sahabat maka ia pantas untuk tidak diambil riwayatnya.

Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan yang lebih menyakitkan hati para pecinta Ahlulbait Nabi as… di mana mereka bermesraan dengan para pembenci Imam Ali as. dan mereka yang mencaci-makinya serta melaknatinya… Namun terhadap seorang parawi yang sekedar bersikap kurang menghormat kepada seorang ulama kebanggaan mereka –bukan seorang sahabat besar!- hanya seorang ulama! Mereka segera beramai-ramai mengecamnya! Bahkan melaknatinya!

Banyak contoh kasus dalam hal ini, akan tetapi saya hanya akan menyebutkan sekelumit saja.
Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Husain al Karâbisi, ia berkata, “Berkata al Khathib, ‘Hadisnya jarang sekali, sebab Ahmad ketika berbicara tentang masalah Lafadz (ucapan/bacaan) Al Qur’an (apakah ia qadim atau makhluq), al Karâbisi menyalahkan Ahmad, maka para ulama menjauhi dari mengambil riwayat darinya. Dan ketika sampai kepada Yahya ibn Ma’in berita bahwa ia berbicara menyalahkan Ahmad, ia melaknatinya. Dan ia berkata, ‘Alangkah laiknya ia untuk dicambuk.’”

Sementara itu mereka juga mengatakan bahwa keyakinan Husain al al Karâbisi dalam masalah ini adalah bahwa bacaan kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an adalah hâdits/bukan Qadîm. Keyakinan itu sama persis dengan yang diyakini oleh banyak tokoh ulama hadis Sunni, seperti Imam Bukhari, Hârits al Muhâsibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi dll.
Subhanallah. Imam Ali dikecam, mereka terdiam! Sementara Ahmad ibn Hanbal disalahkan mereka bangkit melaknati yang menyalahkannya!!

Contoh kedua adalah pembelaan ulama Sunni terhadap Ibnu Mubârak. Ibnu Hajar dalam Tahdzîb at Tahdzîb berkata ketika menyebut biografi Ibnu Mubârak, “Aswad ibn Salim berkata, “Jika engkau melihat seorang menceloteh Ibnu Mubârak maka curigai kemurnian Islamya!.”
Membongkar contoh-contoh kasus dalam masalah ini akan menjadi panjang pembicaraan kita… Maka kami cukupkan sampai di sini.


Referensi:
[1] Shahih Bukari,7/106.
[2] Mîzân al I’tidâl,1/374, biografi no.1406. Pernyataan Yahya di ataas juga disebutkan oleh Ibnu ‘Asâkir dalam Târîkh Damasqusnya,11/183/1058.
[3] Ibid.
[4] Hadyu as Sâri (Muqaddimah Fathu al Bâri),2/148. cet. Maktabah al Kulliyât al Azhâriyah-Kairo.
[5] Qabûl al Khbâr,2/158, Thabaqât; Ibnu Sa’ad,7/467.
[6] Hadyu as Sâri,2/143.
[7] Baca juga Hadyu as Sâri,2/143
[8] Baca Biografi al Hafidz Ibnu Khirâsy dalam kitab Tadzkiratul Huffâdz; adz Dzahabi.

Seperti Anda telah saksikan data-data dua perawi munafik yang membenci Imam Ali as. namun demikian keduanya tetap menjadi tempat kepercayaan Bukhari dalam meriwayatkan hadis-hadis Nabi Muhammad saw…. Kini pembaca kami ajak mengenali perawi kebanggaan Bukhari lainnya, yang tidak kalah munafiknya di banding dengan dua parawi sebelumnya. Di adalah:

Harîz ibn Utsman al Himshi (w. 163 H)
Perawi yang sangat membenaci Imam Ali as. lainnya yang diandalkan dan dibanggakan Bukhari serta ia percaya sebagai penyambung lidah suci Rasulullah saw. adalah Harîz ibn Utsman al Himshi. Seorang gembong kaum munafikin yang sangat membenci Imam Ali as. Bukhrai meriwayatkan hadis pada bab al Manâqib dari Harîz ibn Utsman melalui jalur sebagai berikut:
1) Dari Ali ibn Ayyâsy, dan
2) Dari ‘Ishâm ibn Khâlid yang meriwayatkan dari Abdullah ibn Busr dan Abdul Wâhid ibn Abdullah an Nashri.


Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Gembong Nawâshib!
Kenashibian Harîz tidak samar bagi semua pengkaji yang akrab dengan kajian sejarah para perawi hadis. Ia sangat membenci Imam Ali as. dan tak henti-hentinya melaknati beliau as. di berbagai kesempatan, khususnya dalam wirid harian seusai shalat!! Tidak cukup itu, ia juga tidak segan-segan memalsu hadis yang menyelek-jelekkan Imam Ali as.

Data-data di bawah ini cukup sebagai bukti:

Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pelaknat Imam Ali as.!
Ditanyakan kepada Yahya ibn Shaleh, “Mengapa Anda tidak menulis hadis dari Harîz? Ia menjawab, ‘Bagaimana aku sudi menulis hadis dari seorang yang selama tujuh tahun aku salat bersamanya, ia tidak keluar dari masjid sebelum melaknat Ali tujuh puluh kali.’“[1]

Ibnu Hibban juga melaporkan, “Ia selalu melaknat Ali ibn Abi Thalib ra. tujuh puluh kali di pagi hari dan tujuh puluh kali di sore hari”. Ketika ia ditegur, ia mengatakan, “Dialah yang memenggal kepala-kepala leluhurku.”[2]

Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pemalsu Hadis!
Dan tentang keberaniannya memalsu hadis, ikuti laporan Ismail ibn Iyasy berikut ini, ia berkata, “Aku mendengar Harîz ibn Utsman berkata, ’Hadis yang banyak diriwayatkan orang dari Nabi bahwasannya beliau bersabda kepada Ali, “Engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa”, itu benar tetapi pendengarnya salah dengar. Aku bertanya, “Lalu  redaksi yang benar bagaimana? Ia berkata, “Engkau di sisiku seperti kedudukan Qarun di sisi Musa”. Aku bertanya lagi, “Dari siapa kamu meriwayatkannya?” ia berkata, “Aku mendengar Walîd ibn Abd. Malik mengatakannya dari atas mimbar”.[3]

Ibnu Hajar berkata, “Al Azdi dalam kitab adh Dhu’afâ’ melaporkan bahwa “Harîz ibn Utsman meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. hendak menaiki baghelnya[4] datanglah Ali lalu  melepaskan pelananya agar beliau jatuh.” Setelahnya al Azdi berkomentar, “Seorang yang seperti ini keadaannya tidak pantas diambil riwayatnya.” Akan tetapi Ibnu Hajar –seperti kebiasaannya- berusaha membela Harîz –si pemalsu hadis itu dengan mengatakan, “Mungkin Harîz mendengar kisah itu dari al Walîd.”[5]

Al Jauhari juga melaporkan kepada kita dengan sanadnya bersambung kepada Mahfûdz, Ia berkata, “Aku bertanya kepada Yahya ibn Shaleh Al Wahadhi, ‘Kamu telah meriwayatkan dari para guru sekelas Harîz, lalu  mengapakah kamu tidak meriwayatkan  dari Harîz?’ Ia berkata, ‘Aku pernah datang kepadanya lalu ia menyajikan buku catatannya, lalu  aku temukan di dalamnya, Si fulan telah menyampaikan hadis kepadaku dari fulan… bahwa Nabi saw. menjelang wafat beliau berwasiat agar tangan Ali ibn Abi Thalib di potong.”. Maka aku kembalikan buku itu dan aku tidak menghalalkan diriku meriwayatkan darinya!!.[6]

Hadis palsu riwayat Harîz inilah yang disinggung dalam laporan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, kendati ia tidak membongkarnya karena dianggap tidak layak disebutkan. Ibnu Adi berkata, “Yahya ibn Shaleh al Wahhâdhi berkata, ‘Harîz ibn Utsman mendektekan kepadaku dari Abdurrahman ibn Maisarah dari Nabi saw. sebuah hadis yang menjek-jelekan Ali ib Abi Thalib yang tidak layak disebutkan. Sebuah hadis yang sangat munkar, tiada meriwayatkan semisalnya melainkan orang yanmg tidak bertaqwa kepada Allah. Al Wahhadhi, “Maka ketika ia menyampaikan hadis itu kepadaku, aku tinggalkan dia.”[7]
 
Ibnu Jakfari berkata:
Jika demikian keadaan dan kebusukan jiwa Harîz ibn Utsman … dan jika demikian kualitas kejujurannya… dan jiika para gembong kaum munafikin seperti al Walîd sebagai masyâikh kebanggaan Harîz yang juga dibangggakan Adu Daud dkk. maka apa yang dapaat dikatakan kepada para ulaama itu, khusunya Bukhari yang dengan bangga meriwayatkan dan menghiasi kitab tershahihnya setelah al Qur’an al Karîm dengan riwayatnya? Masihkan kita meragukan bahwa dunia hadis Sunni sedang menghadapi masalah besar dengan mengandalkan kaum munafikin sebagai sumber kepercayaaan dalam agama?!

Dan denga demikian pula apa nilai ucapan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap kaum Nawâshib ketika ia mengatakan, “Dan yang terbanyak dari mereka (para perawi) yang disifati dengan kenashibian -kebencian kepada Imam Ali dan Ahlulbait as.- dikenal akan kejujuran tutur katanya dan konsisten berpagang teguh dengan aagama. Berbeda dengan mereka yang disifati dengan kerafidhian, rata-rata mereka itu adalah pembohong yang tidak berhati-hati dalam menyampaikan berita… “[8] Tidakkah keberanian Harîz daalam memalsu hadis atas nama Nabi mulia saw. sudah cukup sebagai bukti ketidak benaran pernyataan mumbang Ibnu Hajar di atas?! Dimanakah kejujuran yang ia banggakan dari kaum Nawâshib itu? Di manakah keteguhan keregamaan mereka yang ia banggakan? Apakah melazimkan melaknat Ali as. setiap selesai shalat yang ia jadikan dzikir harian itu yang dimaksud dengan keteguhan dalam beragama?

Ulama Hadis Ahlusunnah Membela Dan Mentsiqahkan Harîz ibn Utsman al Himshi!
Semua itu tidak rahasia lagi… Akan tetapi yang benar-benar mengeharkan adalah ternyata tidak sedikit tokoh-tokoh besar hadis Ahlusunnah menegaskan ketsiqahannya. Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan, “Ia tsiqah, Ia tsiqah, ia tsiqah!”[9]

Di sini, seperti Anda saksikan, Imam Ahmad (seorang tokoh terkemuka empat Mazhab Sunni) tidak cukup sekali dalam mengapresiasi kejujuran dan keadilan Harîz. Ia mengulanginya tiga kali. Menyematkan gelar tsiqah kepaada seorang perawi adalah puncak pengandalan. Dan lebih dari kata tsiqah, apabila kata itu diulang dua apalai tiga kali.

Itu artinya Harîz benar-benar menempati tempat istimewa dalam jiwa Imam besar Ahhlusunnah. Selain Ahmad, Yahya ibn Ma’in dan para imam hadis Sunni juga mentsiqahkannya. Demikian ditegaskan Ibnu Hajar dalam Hadyu as Sâri-nya.

Abu Hatim menegaskan bahwa tidak ditemukan di kota Syam seorang parawi yang lebih kokoh darinya.
Ibnu Adi berkata, ‘Ia tergolong parawi kota Syam yang tsiqat/jujur terpercaya.”
Ahmad ibn Abi Yahya menukil Imam Ahmad sebagai mengakatan, “Ia (Harîz) seorang yang shahih hadisnya, hanya saja ia mencaci maki Ali.”

Al Ijli berkata, “Ia (Harîz) seorang penduduk kota Syam yang tsiqah. Dan ia mencerca dan mencaci maki Ali. Ia menghafal hadisnya.”
Dalam kesempatan lain ia berkata, “Ia kokoh riwayatnya dan ia sangat membenci Ali.”
Ibnu Ammâr berkata, “Para ulama menuduhnya mencaci maki Ali, namun mereka tetap saja meriwayatkan hadis darinya, berhujjah dengannya dan tidak membuangnya.”

Tidak cukup itu, para ulama Ahlusunnah mentsiqahkan seluruh guru/masyâikh Harîz. Al âjuri meriwayatkan Abu Daud berkata, “Masyâikh Harîz seluruhnya adalah orang-orang jujur terpercaya/tsiqât.”
Duhaim berkata menyebutkan Harîz, “Ia seorang dari kota Himsh , bagus sanadnya, dan shahih hadisnya.” Dalam kesempatan lain ia berkata, “Harîz adalah tsiqah.”
Dan masih banyak komentar lain sengaja saya tinggalkan….



Seorang Dajjal Kini Berubah Menjadi Dikultus!
Seperti telah diketahui bersama bahwa para ulama Ahlusunnah begitu keras sikap mereka terhadap siapa saja yang berani menyebtuh garis merah kehormatan sahabat Nabi saw. … Mereka mengeluarkan “surat keputusan bersama/SKB” yang menvonis dajjal, zindiq dan kafir bagi siapapun yang berani mencaci para sahabat (dan perlu Anda ketahui bahwa dengan sekedar menyebut kesalahan dan/atau penyimpangan mereka saja –tanpa disertai cacian- sudah dianggap mencaci maki sahabat).

Fatwa Sadis Abu Zur’ah!
Abu Zur’ah –seorang tokoh terkemuka Ahlusunnah, guru agung Imam Muslim- telah mengeluarkan fatwa sadis namun saying tidak serius dalamm menjalankannya!. Ia barkata, “Jika engkau menyaksikan seorang mencela-cela seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindîq.”[10]
 
Akan si dajjâl yang zindiq itu segera akan berubah menjadi seorang parawi tersanjung apabila ia mengalamatkan laknatannya (bukan lagi sekedar kritikan atau cacian semata) kepada manusia pertama yang memeluk Islam, sahabat paling berjasa dalam Islam dan pribadi agung yang paling dicintai Nabi saw…. semuanya akan berubah statusnya jika yang dicaci maki dan yang dilaknati itu adalah Imam Ali as.! Si dajjal kini pasti berubah menjadi manusia suci! Si Zindiq segera berubah menjadi “Pembela dan Pendekar Sunnah”!

Apa yang kami katakana buikan sekedar teori belaka, tetapi data-data yang ada sepenuhnya mendukung kebenaran dan kevalidannya.

Coba Anda perhatikan data di bawah ini- tapi tolong Anda rahasiakan dokumen ini demi menjaga kemantapan keberagamaan kaum awam terhadap mazhab mereka dan agar keimanan mereka kedapa kesucian para ulama tidak guncang!! Dan kami masih memiliki segudang datav rahasia lainnya, nantikan!!

Ketika para ulama Ahlusunnah, di antaranya al Khathîb al Baghdâdi, ketika menyebutkan biografi Talîd ibn Sulaimân al Muhâribi al Kûfi (w.190 H), di antaranya menyebutkan pernyataan bersejarah Yahya ibn Ma’în yang kemudian dijadikan pedoman seakan ia wahyu segar yang baru dibawa turun malaikat Jibril as. dari langit ke tujuh. Yahya berkata, “Talîd adalah seorang kadzdzâb/pembohong kelas kakap, ia mencaci maki Utsman. Dan setiap yang mencaci Utsman atau Thalhah atau seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ia adalah Dajjâl, tidak layak ditulis hadisnya. Atasnya laknat Allah, laknat para malaikat dan laknat seluruh manusia!.[11]

Ibnu Jakfari Berkata:
Tidaklah salah jika ada yang bertanya kepada Tuan Ibnu Ma’in, mengapakah Anda tidak tergugah bangkit marah “demi membela agama” ketika Imam Ali as. dilaknati oleh seorang perawi? Justeru Anda menyumbangkan kata-kata pujian sebagai bentuk kepercayaan dan penghargaan!
Apakah Imam Ali as. halal untuk dilaknati dan dicaci maki?

Dan benar-benar membuat tidak habis-habis keterheran-heranan kita adalah mereka mentsiqahkan sementara pada waktu yang sama mereka yang mengatakan bahwa harîz sangat membenci Imam Ali as. dan tak henti-hentinya maknati beliau as.! Sungguh membingungkan! Andai ketika mentsiqahkan kaum Nawâshib/para pembenci Imam Ali dan keluarga suci Nabi saw., seperti Harîz para ulama Sunni itu merahasiakan keterangan tentang kebencian dan pelaknatan mereka (Nawâshib) itu! Tapi yang mengehankan dan mungkin juga menyakitkan sebagian kaum Mukminin adalah mereka sengaja menyebutkan kedengkian si perawi tertentu kepada Imam Ali as., tetapi mereka tetap dengan sengaja mentsiqahkannya! Mungkin itu sebagai sikap pamer sikap ideologis yang mereka tampilkan! Allah A’lam.

Kesucian Mu’awiyah Garis Merah Di Mata Ulama Ahlusunnah!
Lebih dari itu, meyakini kesucian Mu’awiyah dari segala bentuk dosa dan penyimpangan adalah sebuah kewajiban agama yang mana akan menjadi gugur keimanan atau paling tidak keadilan seorang jika ia meragukannya atau mencacinya!

Perhatikan sekalim lagi apa yang diabadikan para ulama Sunni dalam laporan mereka seperti di bawah ini:
Imam Ahmad ibn Hanbal menggugurkan keadilan Ubaidullah ibn Musa al Absi hanya karena ia mendengarnya menyebut-nyebut kejelakan Mu’awiyah ibn Abu Sufyân. Tidak cukup itu, ia (Ahmad) memaksa Yahya ibn Ma’in agar menggugurkan keadilannya dan menghentikan meriwayatkan hadis darinya. Ahmad mengutus seorang utusan khusus untuk menemui Yahya dan menyampaikan pesannya:

أخوك أبو عبد الله أحمد بن حنبل يقرأ عليك السلام ويقول لك: هو ذا تكثر الحديث عن عبيد الله وأنا وأنت سمعناه يتناول معاوية بن أبي سفيان وقد تركت الحديث عنه.

“Saudaramu Ahmad ibn Hanbal menyampaikan salam atasmu dan berkata, ‘Inilah dia kamu berbanyak-banyak meriwayatkan hadis dari Ubaidullah, sedangkan aku dan kamu mendengarnya menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Kini aku sedah meningggalkan meriwayatkan hadis darinya.’”[12]

Ibnu Jakfari:
Subhanallah, menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah menggugurkan keadilan seorang perawi, sementara seorang perawi yang siang malam melaknati Imam Imam Ali as. digelarinya dengan Tsiqah! Tsiqah! Tsiqah! (3X)! mengapa? Apakah Mu’awiyah maksum, sehingga ia tidak mungkin berbiah kejahatan, dosa dan kesalahan?

Tidakkah perintah melakinati Imam Ali as. di dalam setiap kesempatan kegamaan atau kenegaraan oleh Mu’awiyah itu bukan sebuah kejahatan dan kemunafikan yang haram untuk dibongkar dan disebut-sebut?
Bukankah pembantaian yang dilakukan Mu’awiyah terhadap para sahabat Nabi saw. dan parav pecinta dan pengikut setia Imam Ali as. seperti Hujr ibn Adi dkk. bukan sebuah kejahatan? Tidakkah ketetapan Allah SWT atas yang membunuh seorang Mukmin itu neraka jahannam?!

Bukankah Nabi saw. –seperti diriwayatkan Bukhari sendiri- bersabda bahwa Mu’awiyah dan kelompoknya adalah du’âtun ilan nâr/pengtanjur kea pi neraka?! Lalu mengapakan menyebut-nyebut kejelekan panagnjur kea pi neraka dihukimi gugur keadilannya? Sementara melaknati Imam Ali as. mendapat “ajungan jempol”?!

Semoga nukilan atas nama Imam Ahmad itu hanya sebuah kepalsuan belaka yang dibuat-buat oleh kaum Nawâshib yang mebawa-bawa nama besar Imam Ahmad untuk melegalkan kesesatan mereka!


Referensi:
[1] Tahdzîb al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz, Tarikh Damaskus,12/349.
[2] Al MajRûhuun,1/268.
[3]Tahdzîb al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz, Tahdzîb al Kamâl,5/577, Tarikh Baghdad.8,268 dan Tarikh Damaskus,12/349.
[4] Baghel adalah peranakan antara kuda dan keledai.
[5] Tahdzîb al Tahdzîb,2/207.
[6] Syarh Nahj al Balâghah; Ibnu Abi Al Hadid al Mu’tazili,4/70.
[7] Tahdzîb at Tahdzîb,2/207.
[8] Ibid.8/410.
[9] Tahdzîb al Kamâl,5/175.
[10] Ash Shawâiq al Muhriqah;Ibnu Hajar al Haitami, Penutup:211.
[11] Târikh Baghdâd,7/145, biografi no.3582.
[12]Ibid. 14/427.


Gembong munafik lain yang dibanggakan riwayatnya oleh Bukhari dan para ulama hadis Sunni lainnya adalah‘Imrân ibn Haththân.

4) Imrân ibn Haththân -Gembong Kaum Khawârij-.
‘Imrân ibn Haththân. Nama lengkapnya adalah ‘Imrân ibn Haththân ibn Dhabyân al Bashri (w.84H). karenanya sebagian ulama Sunni, seperti Ibnu Hajar harus membelanya dengan segala cara dan dengan segala resiko yang mungkin menimpa dunia hadis Sunni, walaupun dengan menjungkir balikkan norma-norma keagamaan dan menelantarkan kaidah-kaidah yang mereka bvangun sendiri!

Apapun yang akan terjadi dan seburuk apapun resiko yang akan terjadi ‘Imrân tetap harus dibela. Seribu satu uzur akan dicarikan…. Sebab Bukhari –imam besar Ahli Hadis- telah meriwayatkan hadis darinya dan mengandalkan pengambiilan ajaran agama darinya!!

Bukhari telah meriwayat hadis dari ‘Imrân ibn Haththân dalam bab tentang mengenakan pakaian sutra dengan sanad  Muhammad ibn Basysyâr….. dari Yahya ibn Abi Katsîr dari‘Imrân ibn Haththân, ia berkata, ‘Aisyah ditanya tentang sutra…. “[1] sementara para ulama menegaskan bahwa ia tidak pernah mendengar barang satu hadis pun dari A’isyah!

Al ‘Uqaili berkata, “‘Imrân ibn Haththân hadisnya tidak terdukung oleh perawi jujur lainnya. Ia meyakini pandangan kaum Khawârij. Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.” Demikian juga, Ibnu Abdil Barr memastikan bahwa ‘Imrân ibn Haththân tidak pernah mendengar hadis dari ‘Aisyah.[2]

Siapa Sejatinya ‘Imrân ibn Haththân Ini?
Tidak diragukan lagi, semua tau bahwa ‘Imrân ibn Haththân adalah gembong sekte sesat Khawârij dari kelompok al Qa’diyah. Lebih dari itu ia adalah seorang penganjur kepada aliran sesatnya. Dialah yang menggubah bait-bait syair memuji dan meratapi si pembunuh Imam Ali ibn Abi Thalib as. di antaranya adalah bait di bawah ini:


يا ضربة من تقي ما أراد بها * إلا ليبلغ من ذي العرش رضوان
إني لأذكره حينا فأحسبه * أوفى البرية عند الله ميزانا

“Duhai pukulan dari seorang yang bertaqwa yang tidak ia lakukan ** melainkan agar mencapai keridhaan Allah pemilik Arsy
Setiap kali aku mengingatnya aku yakin bahwa ** ia adalah orang yang paling berat timbangan kebajikannya di sisi Allah.


Ibnu Jakfari berkata: Tidak diragukan lagi bahwa bait-bait syair itu sangat menyakitkan hati Rasulullah saw. dan hati Ali ibn Abi Thalib as. lebih dari pukulan Abdurrahman ibn Muljam  (pembunuh Ali as.) itu sendiri! Bagaimana tidak?
Dan termasuk kurang hormat kepada Nabi dan Ali apabila kita menyebut-nyebut nama-nama musuh Ahlulbait as. seperti Ibnu Muljam, Imrân ibn Haththân, Umar ibn Sa’ad, Ziyâd, Mu’awiyah tanpa dibarengi dengan kutukan dan laknatan.

Pembelaan Ulama Hadis Sunni Terhadap ‘Imrân ibn Haththân
Semua bukti kemunafikan ‘Imrân ibn Haththân telah diketahui ulama hadis Sunni, namun demikian mereka tetap berusah dengan sekuat tenaga membela dan mencarikan uzur untuknya. Dan sikap ulama Sunni yang membanggakan kejujuran tutur katanya dan mengandalkannya dalam urusan agama itu yang kami sayangkan! Imam Bukhari telah mempercayainya dalam meriwayatkan hadis dalam kitab Shahihnya! Demikia juga dengan Abu Daud dan an Nasa’i.

Al Ijli mentsiqahkannya. Untuk lebih lengkapnya saya akan terjemahkan keterangan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap ‘Imrân ibn Haththân dalam mukaddimah Fathu al Bârinya.

Ibnu Hajar berkata, “(Kh –Bukhari-, D –Abu Daud-, S –An Nasa’i-)‘Imrân ibn Haththân as Sudûsi, seorang penyair kondang. Ia berfaham Khawâirij. Abu Abbas al Mubarrad berkata, ‘‘Imrân ibn Haththân adalaah gembong/pinpinan, penyair dan khathib/juru dakwah sekte al Qa’diyah.’ Al Qa’diyah adalah kelompok sempalan dari sekte Khawârij yang berpandangan tidak perlu memberontak atas penguasa akan tetapi mereka hanya merangsang untuk memberontak. Imrân adalah juru dakwah/penganjur kepada mazhabnya. Dialah yang meratapi Abdurraman ibn Muljam; pembunuh Ali –Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya-[3] dengan bait-bait syairnya yang terkenal.

Al Ijli mentsiqahkannya.
Qatadah berkata, ‘Ia (‘Imrân) tidak tertuduh kejujurannya dalam hadis.’
Abu Daud berkata, ‘Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij.’ Kemudian ia menyebutkan ‘Imrân dan beberapa orang Khawârij lainnya.
Ya’qub ibn Syaibah berkata, ‘Ia sezaman dengan beberapa orang sahabat Nabi. Dan ia di akhir urusannya berfaham Khawârij.’
‘Uqaili berkata, ‘Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.’
Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Bukhari hanya meriwayatkan satu hadis darinya dari jalur Yahya ibn Abi Katsir darinya… hadis ini diriwayatkan Bukhari dalam mutâba’ah. Di sisi Bukhari, hadis ini punya jalur-jalur lain dari riwayat Umar dan lainnya….

Aku melihat sebagian imam (ulama besar) mengklaim bahwa Bukhari meriwayatkan hadis darinya itu sebelum Imrâm berfamah Khawârij. Dan uzur itu tidak kuat sebab Yahta ibn Abu Katsir itu meriwayatkan hadis darinya di kota Yamâmah di saat Imrân melarikian diri dari kejaran Hajjâj yang mencarinya untuk membunuhnya karena keyakinannya… kisah lengkapnya dapat And abaca dalam kitab al Kâmil karya al Mudarrad dan juga dalaam kitab-kitab lainnya. Abu Bakaar al Mûshili menceritakan bahwa Imrân telah insaf/meninggalkan famah Khawarij di akhir usianya. Jika ini benar maka iaa adaalaah uzur yang bagus.”[4]

Ibnu Jakfari berkata: Kisah kembalinya Imrân dari faham Khawârij adalah sesuatu yang tidak berdasar
Adapun pembelaan Ibnu Hajar terhadap Bukhari bahwa ia meriwayatkan hadis itu dari ‘Imrân hanya dalam mutâba’ah yaitu hadis yang diriwayatkan sekedar untuk menjadi pendukung untuk menguatkan hadis dari jalur lain adalah pembelaan yang mengada-ngada!! Sebab apa perlunya mendukung sebuah hadis dengan membawakan hadis dari riwayat ‘anjing nereka’ seperti ‘Imrân?

Adu Daud Membongkar Rahasia Ulama Hadis Sunni!
Dan dengan memerhatikan pernyataan sumbang Adu Daud din atas: Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij, Anda berhak curiga bahwa tenyata sepertinya tidak hanya Imrâm ibn Haththân saja yang mereka banggakan dan percayai sebagai penyambung lidah suci nabi Muhammad!! Akan ntetapi seluruh kaum Khawârij adalah kelompok andalan dalam menyampaikan hadis Nabi saw. karena mereka adalah kelompok paling jujur dalam bertutur kata dan meriwayatklan hadis Nabi saw.!
Sungguh luar biasa “kehati-hatian” ulama hadis itu sehingga mereka bangga meriwayatkan hadis dari anjing-anjing neraka![5]

Jika seorang gembong Khawârij yang sesat yang menyesatkan seperti Imrân diyakini kejujurannya, maka sepertinya kita perlu mendefenisikan ulang kata jujur dan kejujuran! Jika ada yang membanggakan membangun agamanya dari riwayat-riwayat kaum munafikin maka apa yang bisa dibayangkan tentang kualitas bangunan agama itu?
Inikah yang dibanggakan sebagian pihak bahwa dunia hadis Sunni telah rapi dan selektif?
Mengapakah Bukhari -imam teragung mereka- dan juga yang lainnya membanggakan riwayat-riwayat seorang Imrân –si gembong kaum munafikin-?

Kenyataan Pahit Nasib Pasar Hadis Sunni!
Ada sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan yang dialami oleh dunia hadis Sunni yaitu bahwa pasar hadis Sunni telah dibanjir oleh hadis-hadis dari riwayat kaum sesat daan penyandang hawa nafsu alias kaum ahli bid’ah!

Kendati –dalam teori mereka bersilang pendapat, apakah dibenarkan mengambil riwayat dari kaum pembid’ah (maksudnya selain anggota Ahlusunnah sendiri), ada yang membolehkan asal si pembid;ah itu bukan penganjur kepada ksesataan bid’ah mazhabnya. Namun demikina dalam praktiknya mereka telah benar-benar tenggelam dalam kubangan riwayat kaum pembid’ah bahkan dengan riwayat-riwayat para penganjur kepadaa kesesatan bid’ah mazhabnya! “imrân ibn Haththân adalaah satu dari ratusan nama ahli bid’ah yang hadis riwayatnya telah membanjiri ‘Pasar Hadis Sunni’!

Menyaksikan kenyataan ini apa kira-kira yang tersisa dari keseriusan kata-kata Imam Nawawi dalam mukaddimah syarah Shahih Muslim yang mengatakan bahwa prakti para Salaf dan Khalaf telah tetap bahwa mereka hanya mau menerima riwayat, mendengar memperdengarkan dan berhujjah dengan hadis-hadis riwayat kaum pembid’ah yang bukan penganjur/du’ât? Sementara kitab-kitab dan jalur-jalur periwayatan para imam Ahlusunnah dipenuhi dengan nama-nama gembong panganjur kepada kesesatan bid’ah mazhabnya?

Dan menyaksikan kenyataan seperti itu Anda berhak ragu akan kemurnian materi mazhab mereka yang ditegakkan di attas hadis-hadis kaum pembid’ah yang tidak sedikit dari mereka disampin kesesatan bid’ah mereka juga dikenal sebagai pembohong dan pemalsu hadis.

Dan jika mereka (ulama hadis Sunni) telah mengimani bahwa kaum Khawârij adalah orang-orang yang jujur dalam tutur katanya sementara mereka itu adalah kaum munafik… kama salahkah jika ada yang menyimpulkan bahwa sebagian dari meteri ajaran Sunni itu adalah produk kaum Khawarij… Terlepas dari benar atau palsunya kesimpulan Adu Daud bahwa kaum Khawârij adalah kelompok yang paling jujr… terlepas dari itu, sebenarnya aapa yang di katakana adalah membongkar sebuah kenyataan bahwa sebenarnya para ulama Sunni sangat mengandalkan hadis-hadis riwayat kaum Khawârij… Adapun tentang apresiasi Adu Daud terhadap kejujuran mereka jelas-jelas sebuah kepalsuan sebab danyataannya adalah sebaliknya… kaum Khawârij adalah kaum yang paling benari memalsu hadis demi mendukung kesesatan mazhabnya… Dan analis kejiwaaan pun pasti mendukung kesimpulan ini! Sebab siapapun yang membangun akidah/mazhabnya di atas kerapuhan hujjah ia pasti akan sangat membutuhkan kepada hujjah/nash keagamaan yang dapat mendukung mazhabnya. Dan tidak ada peluang yang terbuka lebar bagi para pemalsu yang sedang kelabakan mencari pembelaan untuk mazhabnya melebihi peluang pemalsuan hadis atas nama Nabi saw…. dan kita senua yakin bahwa mazhab Khawârij dengan bergabai penyimpangan ajarannya sangat lemah dan karenanya ia sangat membutuhkan kepada hadis… karena tidak banyak (kalau kita mengatakan tidak ada) hadis Nabi saw. yang mendukungnya maka jalan satu-satunya adalah memalsu hadis atas nama Nabi saw.!

Ibnu Hajar membongkar sebuah dokumen penting pengakuan seuorang berfaham Khawârij yang telah taubat (yang sepertinya diusahakan oleh sebagian pihak untuk dirahasiaakan) bahwa “Kaum Khawarij jika menyukai sesuatu pendapat ia buatkan hadis yang mendukungnya.” Baca keterangan Ibnu Hajar tentangnya dalam Tahdzîb at Tahdzîb ketika ia menyebutkan biogafi Qadhi Abdullah ibn ‘Uqbah al Mishri yang dikenal dengan nama Ibnu Luhai’ah.


Referensi:
[1] Shahih Bukhari, Kitab al Libâs, hadis dengan nomer.5387.
[2]
[3] Sebagian pembenci Syi’ah Ahlulbait as. –yang selalu bekerja siang malam untuk memecah belah kesatuan kaum muslimin dan menghasut agar tejadi permusuhan antara Syi’ah dan Ahlusunnah selalu bergegas menjulurkan lidah beracunnya menuduh siapapun yang mengucapkan ‘Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya’ setelah menyebut nama Imam Ali sebagai Syi’ah!! Jadi apakah sekarang mereka akan mengarahkan panah pecarun mereka ke jantung Ibnu Hajar dan menuduhnya sebagai Syi’ah kerena beliau menyebutkannya?!
[4] Hadyu as Sâri; Muqaddimah Fahil Bâri,2/186-187.
[5] Dalam banyak hadis yang dishahihkan ulama Sunni sendiri diriwayatkan bahwa Nabi saw. menyebut kaum Khawarij sebagai Kilâb Ahli an Nâr/ anijng penghuni neraka!

Tragedi Pembunuhan: Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar

Sekilas kisah sejarah Muhammad bin Abu Bakar


Ditulis Oleh: Hibba Firdous

Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula-mula ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimin.

Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayatnyayat mayat, mengarak kepalakepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratusratus kilometer. Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka.

Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah Ali.

Abu alHusain Ali bin Muhammad bin Abi Saif alMadani dalam kitabnya alAhdats, berkata:
Mu’awiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya. Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syi’ah Ali di Kufah. Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batangbatang pohon korma. Ia memburu dan mengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.

Di samping itu istri dan putriputri Syi’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun 39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya...

Mu’awiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumah-rumah Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu ‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang ke Mu’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya.

Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau mengakui Ziyad sebagai saudaranya. Karena pernah bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.

Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’awiyah.

Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan sembilan tusukan”. Setelah ditusuk baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati kepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan Mu’awiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Aminah binti al Syarid yang sedang berada di penjara Mu’awiyah. Kepala itu dilemparkan ke pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya kemudian mencium bibirnya berkata:
Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma..

Baca disini selanjutnya ,klo punya nyali ingin mau tau kejahatan junjungan wahabi si Muawiyah grin emotikon
www.alhassanain.com/indonesian/show_book.php…

Sekilas Jawaban https://syiahali.wordpress.com dan http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/ sebagai berikut:

Imam Ali sangat mencintai Muhammad bin Abu Bakar, ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Muhammad bin Abu Bakar: Pembela Sejati Ali

Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.
Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.

Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad bin Abubakar air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.”.

Wallahualam.

TERBONGKARNYA MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN

Imam Malik Riwayatkan Hadits bahwa : Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

Hadit tersebut dimuat di kitab ini:
Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

وحدثني عن مالك عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أنه بلغه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لشهداء أحد هؤلاء اشهد عليهم فقال أبو بكر الصديق ألسنا يا رسول الله بإخوانهم أسلمنا كما أسلموا وجاهدنا كما جاهدوا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بلى ولكن لا أدري ما تحدثون بعدي فبكى أبو بكر ثم بكى ثم قال أإنا لكائنون بعدك
 
Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah SAW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”. (Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987).

Penjelasan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitabnya Al Muwatta.Dari hadis di atas diketahui bahwa:
  • Para Syuhada Uhud lebih utama dari Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW telah memberikan kesaksian kepada Mereka
  • Rasulullah SAW tidak memberikan kesaksian kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW tidak mengetahui apa yang akan mereka perbuat sepeninggal Beliau SAW.

CATATAN RINGKAS ULAMA AHLU SUNAH YANG RIWAYATKAN ANCAMAN SAHABAT YANG AKAN MEMBAKARAN RUMAH FATIMAH AZ ZAHRA

Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi SyaibahAnsab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad:
 
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).

Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.


Ibnu Abi Syaibah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab seperti Musnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata ”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.


Muhammad bin Bisyr
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
  • Yahya bin Main telah mentsiqahkannya
  • Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”
  • Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”
  • An Nasai berkata “Ia tsiqah”.


Ubaidillah bin Umar
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”
  • Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”
  • Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”
  • An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”
  • Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
  • Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
  • Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.


Zaid bin Aslam 
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadzjilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
  • Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”
  • Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah(teladan)
  • Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah
  • Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah.Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
  • Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”
  • Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”
  • Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”
  • An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.

TERBONGKARNYA  MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN, Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma Sholi ala Muhammad wa aali Muhammad
Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa  pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi syiahnews.wordpress.com memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.
 
Sumber Dokumen Surat antara Muawiyah dan Muhamad b Abu Bakr
Terselip bukti dalam  tebalnya kitab-kitab sejarah tentang fenomena nasib kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib yang seharusnya dapat berjalan begitu Rasulullah saww  tetapi kemudian berpindah tangan. Banyak orang berdalih bahwa kekhalifahan yang ada lahir dari kewajaran secara alami, tanpa proses fait a coumpli …. benarkah ?
 
sejahrawan  besar ahlu sunnah Baladzuri dalam kitabnya Ansab al Asyraf jilid II hal  393-397, Nasr bin Muhazin dalam karyanya Waq’at ash Shiffin hal 118-121; Ibnu Abil al Hadid, Syarh  Nahjul Balaghah jilid III hal 188, Mas’udi pada karyanya Murudz Dzahab jil III hal 465, Abdul Malik  bin Husain al Islami pada kitabnya Samth an Nujum al ‘awaliJilid II hal 465  mendokumentasikan surat menyurat antara Muawiyah dan Muhammad b abu bakar yang kemudian membongkar misteri bagaimana kekhalifahan itu berpindah tangan, dan berikut adalah isi surat tersebut :
 
Isi Surat Muhammad bin Abu Bakr Kepada Muawiyyah b Abu Sofyan
 
Dari Muhammad Bin Abu Bakar,
kepada si tersesat Muawiyyah bin Shakhr
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah !
Amma ba’du, sesungguhnya Allah swt, dengan keagungan dan kekuasaan-Nya, menciptakan makhluk-Nya tanpa main-main. Tiada celah kelemahan dalam kekuasaan_Nya. Tiada berhajat Dia terhadap hamba-Nya. Ia menciptakan mereka untuk mengabdi kepada-Nya. Dia menjadikan orang yang terseesat atau orang yang lurus, orang yang malanbg dan orang yang beruntung.
 
Kemudian, dari antara mereka, Dia Yang Maha Tahu memilih dan mengkhususkan Muhammad SAW dengan pengetahuan-Nya. Dia jugalah yang memilih Muhammad saw berdsarkan ilmu-Nya sendiri untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengemban wahyu-Nya. Dia mengutusnya sebagai rasul dan npembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
 
Dan orang pertama yang menjawab dan mewakilinya, mentaatinya, mengimaninya, membenarkanya, menyerahkan diri kepada Allah dan menerima Islam sebagai agamanya, adalah saudarantya dan misanya Ali bin Abi Thalib, yang membenarkan yang ghaib. Ali mengutamakannya dari semua kesayanganya, menjaganya pada setiap ketakutan, membantunya dengan dirinya sendiri pada saat-saat mengerikan, memerangi perangnya, berdamai dengan perdamaianya, melindungi Rasulullah dengan jiwa raganya siang maupun malam, menemaninya pada saat-saat yang  menggetarkan, kelaparan serta dihinakan. Jelas tiada yang setara dengannya  dalam berjihad. Tiada yang dapat menandinginya di antara para pengikut dan tiada yang mendekatinya dalam amal perbuatanya.
Dan saya heran melihat engkau hendak menandinginya ! engkau adalah engkau ! sejak awal Ali unggul dalam setiap kebajikan, paling tulus dalam niat, keturunannya paling bagus, istrinya adalah wanita utama. Dan pamanya (ja’far) syahid di perang Mu’tah Dan seorang pamanya lagi (Hamzah) adalah penghulu para syuhada perang uhud. Ayahnya adalah penyokong Rasulullah saw dan istrinya.
Dan engkau adalah orang yang terlaknat, anak orang terkutuk. Tiada hentinya engkau dan ayahmu menghalangi jalan Rasululah saw. Kamu berdua berjihad untuk memadamkan nur Ilahi, dan kamu berdua melakukannya dengan menghasud  dan menghimpun manusia, menggunakan kekayaan dan mempertengkarkan berbagai suku. Dalam keadaan demikian ayahmu mati. Dan engkau melanjutkan perbuatanya seperti itu pula.
 
Dan saksi-saksi perbuatan engkau adalah orang-orang yang meminta-minta perlindungan engkau, yaitu dari kelompok musuh Rasulullah yang memberontak, kelompok pemimpin-pemimimpinm yang munafiq dan pemecah belah dalam melawan Rasulullah saw.
 
Sebaliknya sebagai saksi bagi Ali dengan keutamaanya yang terang dan keterdahuluanya (dalam islam) adalah penolong-penolongnya yang keutamaan mereka telah disebutkan di dalam Al Qur’an, yaitu kaum muhajirin dan anshar. Dan mereka itu mertupakan pasukan yang berada di sekitarnya dengan pedang-pedang mereka dan siap menumpahkan darah untuknya. Mereka melihat keutamaan pada dirinya yang patut di taati dan malapetaka bila mengingkari .
 
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris dan pelaksana wasiat rasulullah saw, ayah anak-anak Rasulullah saw, pengikut pertama, dan yang terakhir menyaksikan Rasulullah saw, teman berbincang, penyimpan rahasia  dan serikat Rasulullah saw dalam urusanya. Rasulullah saw memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedangkan engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.
 
Tiada peduali keuntungan apa pun yang engkau peroleh dari kefasikanmu di dunia ini dan bahkan Ibnu al ash menghanyutkan engkau dalam kesesatanmu, akan tampak bahwa waktumu berakhir sudah dan kelicikanmu tidak akan ampuh lagi. Maka akan menjadi jelas bagimu siapa yang akan memiliki masa denpan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang tidak engkau pikirkan.
 
Kepada-Nya engkau berbuat Licik, Allah menunggu untuk menghadangmu, tetapi kesombongfanmu membuat engkau jauh dari Dia.
Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk.
 
Balasan Muawiyyah b Abu Sofyan kepada Muhammad b Abu Bakar
dari Muawiyyah bin Abu Sufyan,
Kepada  Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah
Telah sampai kepadaku suratmu, yang menyebut Allah Yang Maha Kusa dan Nabi Pilihan-Nya, dengan kata-kata yang engkau rangkaukan. Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu. Engkau menyebut hak Ibnu Abi Thalib dan keterdahuluan serta kekerabatannya dengan Nabi Allah saw dan bantuan serta pertolongannya kepada Nabi pada setiap keadaan genting.
 
Engkau juga berhujjah dengan keutamaan orang lain dan bukan keutamaanmu. Aneh, engkau malah mengalihkan keutamaanmu kepada Orang lain.
 
Dijaman Nabi saw, kami dan ayahmu telah melihat dan tidak memungkiri hak Ibnu Abi Thalib. Keutamaanya jauh di atas kami. Dan Allah SWT memilih dan  mengutamakan Nabi sesuai janji-Nya. Dan melalui Nabi Dia menampakkan dakwah-Nya dan menjelaskan hujjah-Nya. Kemudian mengambil Nabi saw ke sisi-Nya.
 
Ayahmu dan faruqnya (umar) adalah orang-orang pertama yang merampas hak ibnu Abi Thalib. Hal ini diketahui umum.
 
Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar, tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar. Hasrat mereka bertambah besar. Akhirnya Ali membaiat Abu Bakar dan berdamai dengan mereka berdua.
 
Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka. Tidak juga mereka menyampaikan kepadanya rahasia mereka, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka. 
 
Kemudian bangkitlah orang ketiga, yaitu usman yang menuruti tuntunan mereka. Engkau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakan yang dilakukan Usman agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi mengembangkan maksud-maksdu buruk terhadapnya dan engkau bangkit melawanya. Engkau menunjukkan permusuhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan-keinginanmu sendiri.
 
Hai putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang engkau lakukan, Jangan engkau menempatkan dirimu melebihi apa yang dapat engkau urusi., engkau tidak dapat menemukan seseorang yang mempunyai kesabaran yang lebih besar dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada suatu peristiwa. Tak ada yang dapat menyamainya. 
 
Ayahmu bekerja sama dengan dia mengukuhkan kekuasaanya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, maka ketajhuilah ayahmu yang mengambil alih kekuasaan ini, dan kami menjadi sekutunya. Apbila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. 
 
Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan Ali seperti ini dihadapan kami, dan kami pun mengikutinya, maka cacat apapun yang akan kamu dapatkan, maka arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri atau berhentilahg turut campur.
Salam bagi orang yang kembali.

Mungkinkah AL QURAN menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??


Kaum sunni menyatakan : “keadilan semua sahabat Nabi SAW sudah diabadikan oleh Al Quran, baca surat ini surat itu….”

Salafi Wahabi menyatakan : “Al Quran menjamin keadilan semua sahabat Nabi SAW”
Qs.Ali Imran Ayat 110 bukan memuji semua sahabat Nabi SAW, “umat terbaik”  yang dimaksudkan disana adalah Ahlulbait Nabi SAW.

Imam Syafi’i  dianggap tidak tsiqah menurut Yahya bin Mu’in alias ibnu Mu’in ulama ahli jarh wa at ta’dil mazhab sunni. Karena Imam Syafi’i tidak menerima pengakuan riwayat hadis dari empat orang sahabat Nabi SAW yaitu Mu’awiyah, Amru bin Ash, Mughirah dan Ziyad.

***
Siapakah Amr bin Ash ??
Amru bin Ash bin Wa’il bin Hisyam (583-664) (Arab:عمرو بن العاص) atau lebih dikenal dengan nama Amru bin Ash adalah Sahabat NabiMuhammad.

Pada awalnya Beliau pernah mengambil bagian dalam peperangan menetang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim. Ia masuk Islambersama Khalid bin Walid. Enam bulan setelah masuk Islam, beliau bersama Rasulullah SAW menaklukan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi perang.

Beliau adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan Mesir dari cengkraman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gubernurMesir oleh Umar bin Khattab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya Muawiyah bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gubernur Mesir. Panglima Amru mengerahkan tentara yang al-Quran menjujung diujung tombak, ia menggunakan cara ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi Thalib menghentikan serangan.

Amr bin Ash merupakan penipu ulung sekutu Mu’awiyah. Bersama Mu’awiyah dalam Perang Shiffin menyebabkan 90-120 ribu orang dari kaum muslimin terbunuh.Amru bin Ash lah yang mempraktekkan penipuan dengan meletakkan Al Quran diatas tombak untuk mencegah kekalahan Mu’awiyah. Dalam urusan tahkim, Amr bin Ash menipu Abu Musa Al Asy’ari dan menjadi penyebab munculnya kelompok Khawarij

***

Siapakah Ziyad ??
Ziyad termasuk rekan rekan kriminal Mu’awiyah. Menurut sejarah, Abu Maryam penjual minuman keras membawakan minuman khamar untuk ABU SUFYAN. Ayah Mu’awiyah ini meminta seorang pelacur, maka ABU MARYAM  memberinya, kemudian benih Ziyad berasal dari Abu Sufyan. Dimasa Mu’awiyah, Abu Maryam juga datang kepadanya dan memberi saksi bahwa  “Ziyad lahir dari benih ayahmu di malam itu dan dia adalah saudaramu”
Mu’awiyah mengaku bahwa “Ziyad adalah anak ayahku dan saudaraku”

***

Siapakah Mughirah bin Syu’bah ??
Pengawal kriminal Mu’awiyah ini adalah orang yang telah menyakiti Fatimah Az Zahra dengan sarung pedang dalam penyerangan kerumah beliau. Mughirah yang menodrong Mu’awiyah supaya mengangkat Yazid sebagai khalifah.

Menurut sejarah, Mughirah mengaku bahwa setelah masuk Islam berbuat zina dengan 300 wanita. Populer dalam sejarah tentang kasus perzinaan nya dengan Ummu Jamil di BASRAH dan laporannya sampai kepada UMAR.

Al Mughirah bin Syu’bah  
Al Mughirah bin Syu’bahDia putra Abu Amir Al Amir Abu Isa.Dia salah seorang pembesar sahabat yang dikenal pemberani dan ahli strategi.Dia juga salah satu orang yang ikut dalam Ba’iah Ar-Ridhwan. 
 Selain itu, Al Mughirah bin Syu’bah adalah pria berpostur tinggi dan berwibawa. Dia kehilangan salah satu matanya saat perang Yarmuk. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi saat perang Qadisiyah.

Dia juga orang yang cerdik, hingga dijuluki dengan Mughirah Ar-Ra’yi (Mughirah yang cerdik).
Diriwayatkan dari Az-Zuhri, dia berkata, “Ada lima orang yang lihai dalam memfitnah. Dari golongan Quraisy adalah Umar dan Mu’awiyah, dari golongan Anshar adalah Qais bin Sa’ad, dari golongan Tsaqif adalah Al Mughirah, dan dari golongan Muhajirin adalah Abdullah bin Budail bin Waraqa’ Al Khuza’i. Yang menjadi pengikut Ali adalah Qais bin Sa’ad dan Ibnu Budail, sedangkan Al Mughirah bin Syu’bah diturunkan.”

Diriwayatkan dari Zaid bin Adam, bahwa Umar telah mengganti gelar Al Mughirah bin Syu’bah dengan panggilan Abu Abdullah. Dia berkata, ‘Apakah Isa mempunyai ayah?’.’
Al Mughirah bin Syu’bah berkata, “Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, golongan Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud kepada Nabi SAW. Delegasi itu berbicara dengan beliau sambil memegangi jenggotnya, sedangkan aku berdiri di hadapan Nabi SAW sambil bersandar pada sebuah besi. Aku lalu berkata kepada Urwah, ‘Hentikan tanganmu mempermainkan jenggot sebelum (pedangku) ini sampai kepadamu’. Urwah menjawab, ‘Siapa ini wahai Muhammad? Betapa bengis dan menakutkan wajahnya’. Nabi SAW menjawab, ‘Keponakanmu’. Urwah berkata, ‘Wahai pengkhianat, demi Allah, baru kemarin aku mencuci bekas-bekas kejahatanmu’.’

Yang dimaksud Urwah dengan perkataannya ini adalah bahwa Al Mughirah bin Syu’bah sebelum masuk Islam telah membunuh 13 orang bani Malik dari Tsaqif. Oleh karena itu, orang-orang Tsaqif ingin membalas dendam kepadanya, yaitu bani Malik, keluarga korban yang terbunuh dan kelompok Ahlaf adalah kelompoknya Al Mughirah. Urwah menuntut denda atas jatuhnya korban 13 orang. Setelah itu perkaranya beres.

Diriwayatkan dari A1 Mughirah, dia berkata, “Aku adalah orang terakhir yang menyaksikan pemakaman Rasulullah SAW. Ketika Ali keluar dari makam Nabi, aku melempar cincinku ke dalam liang lahad beliau dan berkata, ‘Wahai Abu Hasan, cincinku!’ Ali berkata, ‘Turun dan ambil sendiri cincinmu’. Aku kemudian turun lalu mengusapkan tanganku pada kain kafan beliau, lantas keluar.’

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar mengangkat Al Mughirah bin Syu’bah menjadi Gubemur Bahrain. Dikarenakan rakyat Bahrain sangat membencinya, maka Khalifah Umar mencopotnya dari jabatan tersebut. Rakyat Bahrain khawatir Umar mengutusnya kembali ke Bahrain, maka kepala distrik mereka berkata kepada rakyat Bahrain, ‘Jika kalian menuruti perintah kami maka Umar tidak akan mengutus Al Mughirah kembali kepada kita’. Rakyat Bahrain berkata, ‘Perintahlah kami!’ Kepala distrik berkata, ‘Kumpulkanlah uang seratus ribu hingga aku pergi kepada Umar dan aku akan mengatakan bahwa Al Mughirah telah berkhianat dengan ini dan dia memberikannya kepadaku’.

Akhirnya penduduk Bahrain mengumpulkan seratus ribu kepada pemimpin distrik itu dan dia pergi menemui Umar serta mengatakan seperti itu. Umar kemudian memanggil Al Mughirah untuk menginterogasi dirinya. Namun Al Mughirah menjawab, ‘Bohong. Semoga Allah meluruskanmu, tetapi yang benar adalah dua ratus ribu’. Umar berkata, ‘Mengapa kamu berbuat curang seperti itu?’ Dia menjawab, ‘Keluarga dan kebutuhan’. Umar berkata kepada orang kafir itu, ‘Apa pendapatmu?’ Dia menjawab, ‘Tidak. Demi Allah, aku akan berkata jujur kepadamu, bahwa dia tidak memberi apa-apa kepadaku baik sedikit maupun banyak’. Umar berkata pada Al Mughirah, ‘Mengapa kamu berbuat seperti itu?’ Al Mughirah menjawab, ‘Orang jelek ini ingin memfitnahku, maka aku ingin mempermalukannya’.”

Diriwayatkan dari Simak bin Salamah, dia berkata, “Orang yang pertama kali menerima ucapan selamat atas kepemimpinannya adalah Al Mughirah bin Syu’bah.”

Maksudnya, perkataan muadzin ketika imam (pemimpin) keluar untuk melaksanakan shalat diucapkan kepadanya, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tetap dilimpahkan kepadamu wahai pemimpin.’

Diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, ia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada yang lain, ‘Allah marah kepadamu sebagaimana Amirul Mukminin marah kepada Al Mughirah, ia diturunkan dari jabatan gubernur Bashrah dan dipindahkan ke Kufah’.”
Al-Laits berkata, “Penyerbuan kota Adzarbaijan terjadi pada tahun 22 Hijriyah, dibawah pemimpin Al Mughirah bin Syu’bah. Ada yang mengatakan bahwa Al Mughirah membuka kota Hamazan melalui agresi militer.”
AI-Laits berkata, “Ketika Al Mughirah dicopot dari jabatannya saat Mu’awiyah menjadi khalifah, dia sempat menulis surat kepadanya.”

Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Umar, dia berkata, ‘Al Mughirah pernah menulis surat kepada Mu’awiyah, lalu mengingatkan bahwa usianya semakin pendek, keluarganya terancam, dan orang Quraisy akan memberontak kepadanya. Surat Al Mughirah itu kemudian dibacakan kepada Mu’awiyah dan pada saat itu Ziyad berada di hadapannya. Ziyad lalu berkata ‘Wahai Amirul Mukminin, biar aku yang menjawab surat Al Mughirah’. Mu’awiyah lalu melempar surat itu kepadanya, lalu Ziyad menulis, ‘Mengenai usia yang semakin pendek, tidak akan menimpa selainmu. Mengenai keluargamu yang terancam binasa, seandainya Amirul Mukminin bisa menjaga setiap orang, tentu dia akan menjaga keluargamu. Tentang pemberontakan Quraisy, sangat tidak mungkin terjadi sementara mereka sendiri yang mengangkat dirimu sebagai pemimpin mereka’.”

Diriwayatkan dari As-Sya’bi, dia berkata: Aku mendengar Qabishah bin Jabir berkata, “Aku pernah menemani Al Mughirah bin Syu’bah. Jikalau Madinah mempunyai delapan pintu, kemudian setiap pintu itu harus dilewati dengan tipu muslihat, maka dia akan melewati semua pintu tersebut.”

Diriwayatkan dari Abu As-Safar, dia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada Al Mughirah, ‘Kamu telah bersikap pilih kasih’. Al Mughirah menjawab, ‘Pengetahuan saja bermanfaat bagi unta untuk memakan rumput di tempat penggembalaannya, dan anjing liar, apalagi bagi orang Islam’.”

Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia berkata, “Aku telah menikahi tujuh puluh perempuan, atau mungkin lebih.”

Ibnu Al Mubarak berkata, “Al Mughirah mempunyai empat orang istri. Lalu dia menyuruh mereka untuk menghadapnya, lantas berkata, ‘Kalian perempuan yang berbudi pekerti baik dan berleher panjang tetapi aku lelaki yang mudah rnenceraikan istri sehingga kalian aku cerai’.”

Ibnu Wahab berkata, “Malik menceritakan kepada kami bahwa Al Mughirah mudah sekali menikah dengan wanita, dan dia berkata, ‘Orang yang hanya menikah dengan satu wanita, jika istrinya sakit, maka dia ikut sakit, jika istrinya haid maka dia juga ikut haid. Sedangkan suami yang punya dua isteri, berada di antara dua api yang menyala’. Oleh karena itu, dia langsung menikah dengan empat orang wanita dan menceraikannya secara bersama-sama.’

Diriwayatkan dari Ziyad bin Ilaqah, ia berkata, “Aku mendengar Jabir berkata ketika Al Mughirah bin Syu’bah meninggal, ‘Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta selalu mendengar dan taat sampai datang kepadamu seorang pemimpin. Mintakan ampunan untuk Al Mughirah, niscaya Allah mengampuninya, karena dia senang memberi maaf’.”
Al Mughirah, Gubernur Kufah, meninggal tahun 50 Hijriyah dalam usia 70 tahun.
Sumber : Kitab Siyar A’lam An-Nubala’ – Imam Adz-Dzahabi
Diringkas: Dr. Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa.


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad 7)
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi dan kerusakan yang besar. (QS Al Anfaal 73)
***

Para ulama mu’tazilah dan Imam Hanafi menolak periwayatan Abu Hurairah. Mereka menyatakan bahwa setiap hukum yang berasal dari sumber periwayatan yang melewati jalan Abu Hurairah seluruhnya batil dan tidak diterima kebenarannya.

Imam Hanafi berkata : “seluruh sahabat Nabi SAW menurutku dipercaya dan seluruhnya adil  hingga seluruh hadis hadisnya shahih dan diterima, kecuali hadis hadis yang berasal dari periwayatan Abu Hurairah, Anas bin Malik, Samurah bin Jundub, mereka tidak aku terima dan tertolak”

***

Siapakah Samurah bin Jundub ??
Samurah bin Jundub  adalah orang yang membunuh 8.000 penduduk BASRAH. Samurah ditanya, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah, membunuh mereka semua ini ?”
Samurah menjawab : “Aku tidak takut jika membunuh sejumlah itu lagi”
Dr. Ahmad Amin pernah menyatakan dalam bukunya “Dhuha Al Islam (Fajar Islam”bahwa orang orang Bani Umayyah benar benar telah memalsukan hadis hadis demi mendukung kekuasaan mereka dari berbagai aspek politik. Mu’awiyah pernah memberikan uang 500 ribu dirham kepada SAMURAH Bin JUNDUB salah seorang dari sahabat NABi SAW untuk membuat buat hadis
Samurah bin Jundub RA masih belum dewasa ketika terjadi perang Uhud. Ia bersama beberapa anak lainnya  yang mempunyai semangat juang tinggi untuk membela panji keislaman, dikeluarkan dari barisan pasukan perang  Uhud oleh Nabi SAW karena belum cukup umur. Tetapi salah seorang di antaranya, Rafi bin Khadij, karena permintaan ayahnya dibolehkan oleh Nabi SAW ikut karena ia mempunyai keahlian memanah, dan menunjukkan kemampuannya di hadapan beliau.
 
Melihat dibolehkannya Rafi ikut bertempur, Samurah berkata kepada ayah tirinya, Murrah bin Sinan RA, “Wahai ayah, Rafi dibolehkan ikut berperang sementara saya tidak. Padahal saya lebih kuat daripada Rafi. Kalau diadu tanding, pasti saya dapat mengalahkan Rafi..”

Melihat semangat yang begitu menggebu dari anaknya ini, Murrah menyampaikan hal ini pada Nabi SAW, beliaupun mengadakan adu kekuatan antara Rafi dan Samurah, dan ternyata Samurah memenangkannya, sehingga iapun dbolehkan ikut serta dalam pertempuran di Uhud itu. Ketika itu Samurah berusia 15 tahun.

Samurah bin Jundub
Keadilan seluruh sahabat adalah doktrin andalan IslamSunni khususnya Salafy/Wahhabi… ( والصحابة رضي الله عنهم كلهم عدول باتفاق اهل السنة والجماعة )  Doktrin ini benar-benar menjadi garis merah… Siapapun yang berani mendekati apalagi menerobosnya berarti harus siap menjadi sasaran meriam vonis sesat bahkan bisa jadi dikafirkan.

Konsep keadilan Sahabat begitu dibanggakan dalam membangun doktrin agama… mereka adalah panutan dan bak bintang gemintang dengan siapa dari para sahabat umat Islam perpegangan past ia mendapat petunjuk Allah ke shirâth mustaqîm.

Banyak potret cemerlang para sahabat panutan Ahlusunnah yang mungkin pantas disimak dan diperhatikan untuk “ditiru dan diteladani”. Di bawah ini saya sajikan satu dari sekian banyak potret cemerlang membanggakan sahabat panutan Ahlusunnah.

Samurah bin Jundub Sahabat Panutan Ahlusunnah (khususnya Salafy/Wahhabi)

Untuk mengenal keshalehan dan ketaqwaan Samurah bin Jundub, mari kita simak laporan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (kitab tershahih setelah Al Qur’an suci wahyu ilahi dan Shahih Bukhari). Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbâs ra., ia berkata,
Telah sampai kepada Umar bahwa Samurah menjul khamr (miras), lalu ia berkata, ‘Semoga Allah membinasakan Samurah, tidakkah ia mengetahui bahwa Rasulullah saw. bersabda ‘Semoga Allah melaknat bangsa Yahudi, telah diharamkan atas mereka gajih lalu mereka membekukannya kemudian menjualnya.’” [1]
Jelas sekali di sini bahwa sahabat panutan yang satu ini telah berdagang khamr sementara ia megetahui Rasulullah saw. telah mengharamkannya. Kerena itu, Khalifah Umar begitu keras mengecamnya.

Tidak cukup sampai di sini “keshalehan” dan “ketaqwaan” sahabat panutan yang wahid ini; Samurah ia juga terbukti banyak melakukan kejahatan yang mengerikan dan sangat bertentangan dengan agama dan kemanusiaan, seperti membunuh jiwa-jiwa terhormat yang diharamkan untuk dibunuh!

Perhatikan data di bawah ini (yang sengaja disembunyikan banyak kalangan demi kehormatan para sahabat panutan). Imam ath Thabari melaporkan dalam Târîkh-nya,4/176  tentang peristiwa-peristiwa tahun 50 H. dengan sanad bersambung kepada Muhammad bin Sulaim, ia berkata,
Aku bertanya kepada Anas bin Sîrîn, ‘Apakah Samurah pernah membunuh seseorang?’ Ia menjawab, ‘Apakah dapat dihitung orang telah dibantai Samurah bin Jundub? Ia ditunjuk menggantikan Ziyâd memimpin kota Bashrah lalu Ziyâd pergi ke Kufah, sepulangnya dari Kufah, Samurah telah membunuh delapan ribu orang Muslim. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Apakah engkau tidak takut telah membunuh seseorang yang tidak layak engkau bunuh? Ia menjawab, ‘Andai aku bunuh lagi sejumlah yang telah aku bunuh aku tidak takut apapun!’”.
Ath Thabari juga melaporkan dari Abu al Aswad al Adwi, ia berkata,
“Samurah telah membunuh pada suatu pagi 47 (empat puluh tujuh) orang yang telah menghafal Al Qur’an.”.
Ustad Husain Ardilla berkata:
Inilah sekilas potret cemerlang sang sahabat panutan yang dibanggakan Ahlusunnah sebagai hasil didikan langsung Rasulullah saw. yang wajib atas setiap Muslim menghormati dan memohonkan keridhaan Allah atasnya!
Selamat meneladani sabahat agung panutan kebanggan Ahlusunnnah! Dan selamat pula atas kalian yang membanggakan keadilan sahabat bertaqwa dan shaleh seperti Samurah! Dan jangan lupa kalian memohon kepada Allah agar dikumpulkan kelak bersamanya di akhirat ketika Samurah disambut para bidadari dan arak menuju surga ‘Adan bersama para nabi, shiddiqin dan kaum shalihin!
    

Referensi:
[1] Shahih Muslim,5/41 bab Tahrîm al Khamr wa al Maitah (Diharamkannya miras dan bangkai).
 ***
Siapakah Mu’awiyah bin Abu Sofyan ??
Muhammad Abduh menyebutkan tindakan yang dibuat oleh Mu’awiyah berupa meminta sekelompok SAHABAT dan tabi’in untuk mengarang ngarang hadis. Hal itu membuat Mu’awiyah senang, salah satu pelakunya adalah ABU HURAiRAH.

Mungkinkah  AL QURAN  menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??

Mughirah cukup dekat dengan Mu’awiyah hingga Mu’awiyah membuka rahasia rahasia nya kepada Mughirah. Suatu malam dia melontarkan kata kata keji tentang MU’AWiYAH. Mereka bertanya, mengapa kamu demikian ? dia menjawab : “Mu’awiyah telah berkata,’kami ingin mengubur nama Muhammad’.”

Mughirah bin Syu’bah berpesan kepada Mu’awiyah : “Angkatlah Yazid sebagai khalifah (menggantikan) mu !”

Mu’awiyah berpikir. Tetapi di satu sisi dia melihat surat perdamaian yang telah disepakati dengan  Hasan AS. Salah satu butirnya bahwa Mu’awiyah tidak berhak sesudah dirinya menentukan seseorang sebagai penggantinya.

Disisi lain khawatir Hasan AS bangkit melawannya, dia berencana membunuh Hasan bin Ali AS. Mu’awiyah mengirim suatu racun kepada Gubernur Madinah Marwan bin Hakam. Lalu Marwan mengirim nya kepada JA’DAH isteri imam HASAN. Malam harinya Ja’dah menuang racun ini kedalam kendi air minum imam HASAN

***

Perilaku biadab sahabat Nabi SAW : Mu’awiyah mengirim pasukan di pimpin Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, lalu memasukkan tubuh MUHAMMAD bin ABUBAKAR ke dalam perut keledai dan membakarnya dengan kejam hingga tewas

Muhammad Ibnu Abu Bakar
Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam
.
Muhammad bin Abu Bakar (631–658) adalah anak dari Khalifah Islam pertama, Abu Bakar dan Asma binti Umais. Ketika Abu Bakar meninggal, Asma binti Umais menikah lagi dengan Ali bin Abu Thalib, sepupu Nabi MuhammadMuhammad bin Abu Bakar baru berusia tiga tahun waktu itu terjadi; ia menjadi anak angkat Ali dan salah satu pendukung utamanya.
Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.

Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.
Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”.

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.” Wallahualam.

Shi’a Muslim view


Muhammad ibn Abi Bakr “Kabra Mubarak”.

The Shi’a praise Muhammad ibn Abi Bakr for his devotion to `Ali and his resistance to a caliph the Shi’a believe to be a tyrant. Though his father Abu Bakr and his sister Aisha were considered enemies of `Ali by Shi’a, Ibn Abi Bakr was faithful to his stepfather.

According to a Shi’a Muslim author:
`Ali loved Muhammad Ibn Abi Bakr as his own son and his death was felt as another terrible shock. `Ali prayed for him, and invoked God’s blessings and mercy upon his soul. [^ Restatement of History of Islam : Death of Malik].

Muhammad Bin Abubakar mengakui bahwa Imam Ali adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw

surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari,
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.
————————————————————–
Surat Muhammad  bin  Abu  Bakar  kepada  Mu’awiyah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Muhammad bin Abu Bakar.
Kepada si tersesat Mu’awiyah bin Shakhr.
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah!
Amma ba’du,
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw, ayah anak anak (Rasul), pengikut pertama dan yang terakhir menyaksikan Rasul, teman berbincang, penyimpan rahasia dan serikat Rasul dalam urusannya. Dan Rasul memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedang engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.

Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk yang benar’.

—————————————————————
Jawaban  Mu’awiyah  kepada  Muhammad  bin  Abu  Bakar:
Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Kepada Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah.

Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu

Ayahmu dan Faruqnya (Umar) adalah orang orang pertama yang merampas haknya (ibtazza). Hal ini diketahui umum.

Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar

Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka…, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka.

Ayahmu bekerja sama dengan dia ( Umar )  dan mengukuhkan kekuasaannya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, (maka ketahuilah) ayahmulah yang mengambil alih kekuasaan ini dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan dia seperti ini di hadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun yang akan kau dapatkan, arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri, atau berhentilah dari turut campur.

Salam bagi dia yang kembali.’

=============================================================
surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari, 
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.

Terkait Berita: