Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Imam Ja'far Shadiq As. Show all posts
Showing posts with label Imam Ja'far Shadiq As. Show all posts

Bangsa Turki dalam Periode Kemunculan Imam Mahdi


Maksud dari bangsa Turki dalam hadis-hadis kemunculan Imam Mahdi as adalah bangsa Rusia dan bangsa-bangsa lain di sekitar mereka yang berdomisili di Eropa Timur.
 
Banyak hadis yang mengisahkan peran bangsa Turki dalam periode kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman. Hadis-hadis yang berhubungan dengan perang Sufyani melawan bangsa Turki adalah salah satu contoh hadis tersebut. Sufyani berkoalisi dengan Romawi dan Yahudi. Ia bergerak di Suriah dan Jordania ketika bangsa Turki berhasil menguasai Suriah. Dalam banyak hadis disebutkan, Sufyani akan melawan bangsa Turki di Qirqisiya yang terletak di perbatasan Suriah, Iraq, dan Turki. Perang ini adalah sebuah perang besar yang meletus lantaran merebutkan sebuah harta benda yang ditemukan di perairan Furat atau di dekat sungai ini.

Hadis lain berhubungan dengan perang Imam Mahdi as melawan bangsa Turki. Dalam sebuah hadis, Imam Jaʻfar Shadiq as berkata, “Imam Mahdi akan mengirimkan pasukan pertama untuk melawan bangsa Turki. Setelah berhasil mengalahkan bangsa ini, beliau akan bergerak menuju Syam dan lantas menaklukannya.”

Mungkin maksud dari bangsa Turki dalam hadis ini adalah bangsa Turki yang hidup di negara Turki. Tetapi, kemungkinan yang lebih kuat adalah bangsa Rusia yang diperangi oleh Sufyani di Qirqisiya dan tak ada satu pun pihak yang menang. Mereka kalah di tangan Imam Mahdi as dan tanah air mereka akan musnah lantaran petir dan halilintar.

(Shabestan/ABNS)

Inilah Rahasia Sujud

Salat adalah sebuah ibadah sangat penting yang dijadikan oleh para imam maksum Ahlul Bait as sebagai tolok ukur pengikut sejati mereka.

Oleh: Muhammad Taufiq Ali Yahya

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ditanya tentang hikmah sujud. Beliau menjawab,
Sujud pertama berarti: Pada awal mulanya saya berasal dari tanah. Ketika engkau mengangkat kepala dari sujud (pertama), lintaskan dalam hatimu: Saya dihidupkan dari dalam tanah.

Sujud kedua berarti: Saya akan kembali masuk ke dalam tanah. Dan sewaktu kamu mengangkat kepala (dari sujud kedua), itu berarti: Pada hari Kiamat, saya akan dibangkitkan dari kubur.”

۞ مِنْهَا خَلَقْنَٰكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَىٰ

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain,(QS, Thoha [22], 55).

Imam Ja’far As-Shadiq mengatakan,  
“Sujud adalah untuk Allah. Oleh karena itu, dilarang sujud di atas sesuatu yang dimakan dan dikenakan sebagai pakaian, yang merupakan pusat perhatian pecinta dunia. Sujud harus menjadikan manusia tertuju kepada Allah, bukan tertuju pada perut, pakaian dan hal-hal materi lainnya.”

Imam Ali bin Abi Thalib berkata,
Bentuk lahir sujud adalah meletakkan kening di atas tanah dengan ikhlas dan khusuk. Adapun batin sujud adalah menjauhkan hati dari semua perkara yang semu, mengikatkan hati dengan sumber kekekalan, serta melepaskan diri dari kesombongan, fanatisme dan seluruh kebergantungan duniawi.” []

(MahdiNews/ABNS)

Di Pemerintahan Imam Zaman, Kalangan Miskin Tidak Membutuhkan


“Harus kita camkan bersama bahwa rasa sakit kalangan miskin bukan karena mereka tidak memiliki harta, tetapi lantaran diskriminasi finansial dan ketidakadilan.”
 
Begitu hal ini ditegaskan oleh Hujjatul Islam Abbas Ramadhan Alizadeh kepada wartawan Shabestan kemarin dalam sebuah wawancara santai.

Untuk mengatasi problem sosial ini, lanjut Alizadeh, kita memerlukan pemerintahan adil Imam Mahdi as. Di bawah payung pemerintahan ini, seluruh kalangan miskin tidak akan pernah merasa membutuhkan.

Dalam sebuah hadis, tukas Alizadeh, seluruh masyarakat akan tenggelam kenikmatan yang belum pernah terjadi selama usia dunia. Harta dunia menumpuk sehingga setiap orang miskin bisa memilikinya.

Alizadeh mengutarakan, menurut hadis Imam Muhammad Baqir as, pada masa pemerintahan mahdawi, Imam Mahdi membagi-bagikan tunjangan sebanyak dua kali dalam setahun, dan masyarakat menerima gaji dua kali dalam sebulan.

Pada kelanjutan hadis ini, lanjut Alizadeh, Imam Mahdi as membagi-bagikan harta secara merata sehingga tak seorang pun merasa memerlukan harta zakat. Ketika ditawarkan zakat kepada mereka, mereka menjawab tidak memerlukan harta seperti ini.

Ketika menjelaskan faktor ketidakbutuhan masyarakat ini, ungkap Alizadeh, Imam Ja‘far Shadiq menegaskan semua ini terjadi lantaran anugerah Ilahi dan anugerah wali Allah.

(Shabestan/ABNS)

Imam Mahdi As Mengenal Kepribadian Inheren Manusia Melalui Wajahnya


Salah satu dari keistimewaan yang dimiliki oleh Imam Zaman adalah bisa mengenal kepribadiaan inheren manusia melalui wajah-wajah mereka, dan bisa memisahkan antara orang-orang yang saleh dengan tak saleh, lalu mengantarkan para pembuat kerusakan untuk menerima seluruh akibat perbuatannya.
Salah satu pertanyaan yang memenuhi pemikiran sebagian besar manusia adalah bagaimana Imam Zaman bisa menghancurkan berbagai sistem politik yang memiliki pemikiran dan kemampuan yang berbeda, kemudian membentuk sebuah sistem global yang tunggal?

Bagaimanakah sistem dan rancangan program dalam pemerintahan Imam sehingga tidak ada kezaliman, kerusakan maupaun kelaparan di muka bumi?

Imam Mahdi As dapat mengenal manusia melalui wajah

Salah satu dari keistimewaan Imam adalah mengenal kepribadian inheren manusia melalui wajah-wajah mereka.

Imam Shadiq As bersabda, Ketika Imam Zaman bangkit, tak seorangpun akan tersisa kecuali beliau mengenalinya sebagai orang yang saleh dan baik atau tersesat dan perusak.

Demikin juga bersabda, “Saat Qaim bangkit, beliau bisa membedakan para sahabatnya dari para musuhnya.

Muawiyah Dahani mengatakan, Imam Shadiq As bersabda,’Wahai Muawiyyah, apa yang dikatakan oleh orang tentang ayat “para pendosa akan dikenal melalui wajah-wajah mereka, maka mereka akan ditarik dari kepala dan kakinya”? Aku berkata, Mungkin maksudnya adalah bahwa pada hari kiamat kelak, Allah Swt akan mengenali para pendosa dari wajahnya, kemudian akan menarik rambut dan kepala mereka lalu menjatuhkannya ke neraka. Namun Imam bersabda, Apa perlunya Allah mengenal wajah para pendosa, sementara Dialah yang menciptakannya.’ Aku bertanya, ‘Lalu apa maknanya?’, bersabda, ‘Maksudnya adalah bahwa saat Qaim bangkit, Allah akan menganugerahkan ilmu pengenalan wajah kepada Imam dan memberi perintah untuk menebas kepala dan kaki-kaki mereka dengan pedang.

Sumber:  Tanda-tanda Pemerintahan yang Dijanjikan, karangan Hujjatul Islam Najmuddin Thabasi.

(Shabestan)

Kezuhudan Imam Mahdi, Teladan Kemanusiaan


Imam Mahdi As seperti para Imam suci lainnya memiliki kesempurnaan akhlak dan karakter khusus. Dari aspek bahwa para Imam suci Ahlulbait adalah manusia-manusia sempurna dan merupakan teladan dalam semua aspek bagi kemanusiaan, mereka pun memiliki akhlak baik seperti kezuhudan dalam tingkatan yang tertinggi.
Salah satu pertanyaan yang banyak meliputi benak manusia, bagaimana Imam Mahdi As meruntuhkan beragam sistem-sistem politik yang didukung oleh pemikiran dan kekuatan yang banyak kemudian mendirikan satu sistem yang global?

Apa sistem dan program pemerintahan Imam Mahdi As yang bersih dari segala bentuk kezaliman,  penindasan, korupsi, dan kelaparan?

Kesempurnaan akhlak

Sebagaimana para Imam suci lainnya, Imam Mahdi As memiliki kesempurnaan akhlak dan karakter yang khusus. Para Imam suci Ahlulbait adalah manusia-manusia sempurna dan teladan dalam semua aspek bagi manusia, mereka pun memiliki akhlak baik seperti kezuhudan dalam tingkatan yang tertinggi.

Imam Ridha As bersabda, “Mahdi adalah seorang yang paling berilmu, paling sabar,dan paling bertakwa. Beliau sangat dermawan dari semua manusia dan lebih berani serta yang paling menghamba.

Ketakutan kepada Tuhan

Ka'ab mengatakan, kerendahan hati dan ketakutan Imam Mahdi di hadapan Tuhan seperti kerendahan elang di hadapan dua sayapnya. Mungkin maksud Ka’ab adalah walaupun burung elang itu sangat kuat, namun kekuatannya sepenuhnya bergantung kepada kemampuan sayap-sayapnya yang jika kedua sayapnya tidak memberikan bantuan kepadanya maka jatuhlah ia ke bumi. Meskipun Imam Mahdi As sebagai pemimpin Ilahi yang paling kuat dan tangguh, namun kekuatan ini bersumber dari Tuhan yang jika sedetik saja Dia tidak menolongnya maka mustahil beliau dapat melanjutkan aktivitasnya, dari aspek ini dikatakan bahwa beliau sangat khusyu’ dan khudhu’ di hadapan Tuhan.

Zuhud
Imam Shadiq As bersabda, “Mengapa Anda ingin mempercepat kemunculan Imam Mahdi? Tuhan tahu pakaiannya tidak lembut, makanannya gandum (yang kualitas rendah), pemerintahnya pedang, dan kematian dalam bayangan pedang.”

Utsman bin Himad mengatakan, saya hadir dalam majelis Imam Shadiq As dan seseorang mengatakan kepada beliau, Ali bin Abi Thalib memakai pakaian yang tidak lembut yang nilainya empat dirham, tapi Anda mengenakan pakaian yang sangat mahal, beliau menjawab, Ali As ketika mengenakan pakaian itu tidak diprotes oleh orang-orang dan memakai pakaian yang terbaik yang digunakan oleh masyarakat pada masa itu.

Ketika Imam Mahdi As bangkit dan berkuasa, beliau memakai pakaian seperti pakaian Ali As dan mengikuti garis-garis besar politik dan kebijakan Imam Ali As.

Sumber: Nesyonehoye Daulat-e Mau’ud (Tanda-tanda Pemerintahan yang Dijanjikan), Hujjatal Islam Najm al-Din Tabasi.

(Shabestan)

Dua Puluh Pesan Jihad Ayatullah Sistani


Pertempuran militer dan rakyat Iraq melawan kelompok teroris ISIL semakin sengit. Untuk tetap memelihara etika jihad yang dianjurkan oleh Islam, Ayatullah Sistani menurunkan 20 pesan jihad untuk para pejuang ini.
Berikut ini 20 pesan jihad yang telah dikeluarkan oleh Ayatullah Sistani tersebut:

1. Sebagaimana Allah mengajak seluruh muslimin untuk berjihad dan lebih mengutamakan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal di rumah, Dia juga menentukan etika dan batasan-batasan jihad yang telah ditetapkan sesuai hikmah dan fitrah. Anda semua harus mengenal dan memperhatikan etika ini. Barang siapa mengindahkan etika ini, maka ia layak memperoleh anugerah dan berkah Ilahi. Tetapi, barang siapa tidak memperhatikannya, maka pahalanya pasti berkurang dan ia tidak akan sampai pada cita-citanya.

2. Jihad memiliki etika umum yang harus diperhatikan sekalipun kita sedang memerangi kaum nonmuslim. Rasulullah saw selalu mengingatkan etika umum ini kepada para sahabat sebelum mereka berangkat ke medan perang. Dalam sebuah hadis Imam Shadiq as berkata, “Ketika Rasulullah ingin mengirimkan masyarakat untuk sebuah perang, beliau memanggil dan mendudukkan mereka di hadapan beliau sembari bersabda, ‘Berangkatlah dengan nama Allah, di jalan Allah, dan atas dasar agama utusan Allah. Janganlah kalian berlebih-lebihan, janganlah memotong-motong anggota tubuh orang-orang yang telah terbunuh, janganlah kalian menggunakan tipu muslihat, janganlah kalian membunuh orang-orang tua, anak-anak, dan kaum wanita, dan janganlah memotong pohon apapun kecuali apabila kalian terpaksa.’”

3. Lebih dari itu, memerangi muslimin yang memberontak juga memiliki etika. Etika ini telah sampai ke tangan kita dari Imam Ali as. Beliau juga senantiasa memperhatikan etika dan memerintahkan seluruh sahabat untuk memperhatikannya. Seluruh umat Islam juga sepakat atas etika ini dan menjadi hujjah antara mereka dan Allah. Anda semua juga harus mengamalkan etika dan sirah Imam Ali ini.
Dalam sebuah hadis, Imam Ali as pernah menekankan hadis Tsaqalain, Ghadir Khum, dan lain-lain seraya berkata, “Pandanglah Ahlul Bait nabi kalian dan berkomitmenlah terhadap keistimewaan mereka. Mereka tidak akan pernah menyelewengkan kalian dari jalan hidayah dan juga tidak akan menjerumuskan kalian ke jurang kesesatan. Untuk itu, jika mereka bergerak, maka kalian juga bergeraklah. Jika mereka berhenti, maka kalian juga harus berhenti. Janganlah kalian mendahului mereka dan juga jangan pula ketinggalan dari mereka, karena kalian pasti akan celaka.”

4. Dalam membunuh setiap manusia, perhatikanlah Allah. Dengan ini, kalian tidak akan rela membunuh orang yang tidak diperbolehkan oleh-Nya untuk dibunuh. Salah satu dosa besar adalah membunuh orang yang tak berdosa, dan salah satu kebaikan terbesar adalah memelihara jiwa manusia. Allah juga telah menekankan hal ini dalam al-Quran.

Ketahuilah, membunuh manusia tak bersalah mengakibatkan efek yang sangat berbahaya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Imam Ali as menulis untuk Malik Asytar, “Berhati-hatilah dan jangan sampai kamu menumpahkan darah melalui jalan yang tidak dihalalkan. Tidak ada perbuatan yang memiliki siksa yang pedih dan pengaruh yang buruk seperti tindakan ini. Tindakan ini dapat memutuskan nikmat dan mempercepat ajal. Hanya Allahlah yang akan menghukumi tentang penumpahan darah ini pada hari kiamat kelak. Untuk itu, janganlah kamu gunakan kekuasaanmu ini untuk menumpahkan darah orang, karena tindakan ini akan memperlemah pemerintahanmu, dan bahkan memusnahkannya. Kamu tidak akan memiliki uzur atas pembunuhan sengaja ini di sisi Allah dan di hadapanku, karena hukumannya adalah kisas.”
Untuk itu, jika Anda semua menghadapi sebuah masalah yang samar atau Anda memberikan kemungkinan peluru akan menimpa orang-orang tak berdosa, maka berhati-hatilah dalam hal ini.

5. Ingatlah Allah dan jangan melakukan hal-hal yang diharamkan, terutama berkenaan dengan orang-orang lanjut usia, anak-anak, dan kaum wanita. Seandainya mereka berasal dari kerabat musuh, kehormatan mereka harus tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan harta benda musuh yang memang harus dikuasai.
Dalam sirah Amirul Muminin Ali as kita saksikan, sekalipun sebagian sahabat terutama kelompok Khawarij untuk menjarah rumah, kaum wanita, dan keluarga musuh, beliau enggan melakukan hal itu. Beliau berkata, “Kaum pria memerangi kita dan kita juga telah berperang. Kita tidak bisa melanggar kaum wanita dan anak-anak, karena mereka adalah muslim. Tetapi, peralatan dan harta benda yang telah mereka gunakan untuk memerangi kalian adalah hak milik laskar dan untuk kalian. Tetapi harta yang ada di rumah mereka adalah hak warisan keluarga mereka dan kalian tidak memiliki hak sedikit pun terhadap harta ini.”

6. Berhati-hatilah dan janganlah kalian menghina agama yang diyakini masyarakat dengan tujuan untuk menghalalkan kehormatan, sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh Khawarij di permulaan sejarah Islam. Para pengikut mereka juga melakukan hal yang sama pada masa kita sekarang ini. Mereka melakukan kejahatan-kejahatan yang pernah dilakukan Khawarij dengan bersandarkan pada sebagai teks-teks agama.
Ketahuilah, barang siapa mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia adalah muslim. Darah dan hartanya harus dihormati, sekalipun ia sesat dan pencipta bid’ah. Hal ini karena setiap bid’ah tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir. Bisa jadi seorang muslim yang telah melakukan kerusakan (fasad) lebih pantas untuk dibunuh.
Allah swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian berperang di jalan Allah, maka bertabayyunlah. Janganlah kalian katakan kepada orang yang menyatakan Islam kepada kalian bahwa ia bukan orang yang beriman hanya demi menginginkan harta benda dunia.”
Dalam sebuah hadis dari Imam Shadiq as ditegaskan bahwa Imam Ali as tidak pernah menyebut musuh beliau dengan nama musyrik dan munafik. Beliau malah menyebut mereka sebagai saudara-saudara kita yang telah memberontak.

7. Janganlah kalian melanggar warga nonmuslim yang berteduh di bawah payung Islam. Barang siapa melanggar mereka, maka ia adalah pengkhianat, dan khianat adalah termasuk tindakan yang paling buruk dalam ketentuan, fitrah, dan agama Allah.
Allah pernah berfirman, “Janganlah merasa enggan untuk berbuat kebajikan dan bertindak adil kepada mereka yang tidak memerangi kalian dan juga tidak mengusir kalian dari tanah air kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertindak adil.”

8. Takutlah kepada Allah tentang harta benda masyarakat. Harta seorang muslim tidak halal untuk seorang muslim yang lain kecuali apabila ia rela. Barang siapa merampas harta seorang muslim, maka seakan-akan ia menggenggam kobaran api.
Dalam sebuah Rasulullah saw pernah bersabda, “Barang siapa mencuri harta seorang muslim, maka Allah memalingkan waha darinya, memurkainya, dan tidak mencatat kebaikannya sebelum ia bertobat dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya.”

9. Takutlah kepada Allah dan jangan melakukan hal-hal yang diharamkan dengan tangan dan lidah Anda. Janganlah menghukum seseorang lantaran dosa orang lain. Allah berfirman, “Sebuah jiwa tidak akan menanggung dosa jiwa yang lain.” Janganlah Anda menangkap seseorang dengan landasan yang meragukan dan prasangka, kecuali Anda yakin. Keyakinan mendorong Anda bertindak hati-hati dan keraguan dan prasangka akan mendorong Anda melanggar orang lain. Kebencian Anda kepada musuh jangan sampai mendorong Anda untuk melakukan hal-hal yang haram. Allah berfirman, “Janganlah cercaan kaum itu mendorong kalian untuk tidak berbuat adil. Berbuatlah adil, karena hal ini lebih dekat kepada ketakwaan.”

10. Janganlah Anda melarang sebuah kaum untuk menerima hak-hak mereka selama mereka tidak memerangi Anda, sekalipun mereka membenci kalian. Dalam sirah Imam Ali as disebutkan, beliau memperlakukan para penentang beliau sebagaimana seluruh muslimin yang lain. Tentu selama mereka tidak memerangi beliau. Beliau juga tidak pernah memulai perang melawan mereka.

11. Ketahuilah, mayoritas musuh Anda di medan perang ini hanya tertipu oleh syubhat. Untuk itu, janganlah kalian bertindak sedemikian rupa sehingga syubhat ini menguat di benak masyarakat dan akhirnya mereka bergabung dengan musuh. Tetapi, bertindaklah baik dan adil serta penuh nasihat dan menghindari kelaliman sehingga syubhat itu tidak berpengaruh. Barang siapa berhasil menghilangkan sebuah syubhat dari benak seseorang, maka ia telah menghidupkannya, dan barang siapa menyisipkan syubhat dalam benak seseorang, maka ia telah membunuhnya.

12. Janganlah seseorang dari kalangan Anda berpikiran bahwa kezaliman memiliki pengaruh yang tidak dimiliki oleh keadilan. Gaya berpikir semacam ini terjadi lantaran kelalaian terhadap akibat menengah dan jauh sesuatu dan juga keteledoran atas sejarah umat terdahulu.
Dalam fenomena-fenomena sejarah modern, banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran. Sebagian penguasa menggunakan kezaliman untuk memperkuat kekuasan mereka. Hal ini terus berlanjut hingga Allah membinasakan kekuasaan mereka dari jalan yang tidak pernah mereka bayangkan.

13. Jika kesabaran, tindakan tidak tergesa-gesa, menyempurnakan hujjah, dan mengindahkan norma-norma insani bisa mendatangkan sedikit kerugian bagi kita, tentu hal ini tetap memiliki berkah dan akibat yang lebih baik. Kita banyak melihat contoh untuk masalah ini dalam sirah para manusia suci. Mereka tidak pernah memasuki arena perang untuk melawan muslimin sebelum lawan mereka memulai perang. Pada peristiwa Perang Jamal, setelah laskar Imam Ali as keluar, penyeru beliau menegaskan, “Tak seorang pun berhak memulai perang sehingga saya memerintahkan.”
Imam Husain as pada hari Asyura juga berbuat demikian.

14. Hadapilah masyarakat dengan penuh kebijakan dan dukunglah mereka sehingga mereka mendukung dan menolong Anda. Belalah orang-orang lemah sekuat tenaga Anda, karena mereka adalah saudara-saudara Anda, dan berbuatlah lemah lembut terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Anda berada di haribaan Allah dan Dia mencatat seluruh tindakan Anda dan mengetahui niat Anda.

15. Janganlah lupakan salat wajib. Seorang muslim di hadapan perhitungan Allah tidak memiliki amal paling baik daripada salat. Salat juga memiliki etika yang harus diperhatikan di haribaan Allah.

Salat adalah tiang agama dan barometer terkabulnya amal. Allah telah meringankan kewajiban ini dalam kondisi sulit dan perang. Jika seseorang sibuk dengan perang dalam seluruh waktu salat, maka ia bisa mencukupkan diri dengan satu takbir sekalipun ia tidak menghadap ke Kiblat.
Lebih dari itu, Allah juga memerintahkan supaya muslimin menjaga jiwa dan senjata mereka. Untuk itu, janganlah mereka mengerjakan salat secara bersamaan, tetapi kerjakanlah salat secara bergantian.

16. Ingatlah selalu kepada Allah dan bacalah al-Quran. Ingatlah selalu masa ketika Anda akan kembali kepada Allah. Imam Amirul Mukminin as selalu bertindak demikian. Di malam Perang Shiffin, beliau mengerjakan salat di antara dua barisan padahal anak-anak panah melesat dari segala arah, dan beliau tidak menggubrisnya.

17. Kami memohon kepada Allah supaya tindakan Anda terhadap orang pada masa perang dan damai seperti tindakan Rasulullah dan Ahlul Bait as dan kalian menjadi hiasan dan nilai bagi Islam. Agama ini telah dibangun berlandaskan pada cahaya fitrah dan kesaksian akal dan etika. Cukuplah bagi kita keutamaan bahwa nabi kita telah mengibarkan panji rasionalitas dan etika. Dalam dakwah, beliau mengajak seluruh masyarakat untuk merenungkan hidup dan mengambil pelajaran dari kondisi dunia.

18. Hindarilah ketergesaan dalam merenungkan sehingga Anda tidak celaka, karena musuh ingin menyeret Anda ke tempat yang mereka inginkan tanpa Anda berpikir dan merenung.

19. Masyarakat yang dijadikan oleh musuh sebagai perisai hendaklah mengenal nilai pengorbanan para pejuang dan jangan sampai tertipu oleh muslihat yang digelontorkan tentang para pejuang ini. Allah tidak menetapkan sebuah hak untuk seseorang atas orang lain kecuali Dia juga telah menetapkan hak yang setimpal untuknya.
Ketahuilah bahwa tak seorang pun seperti saudara kalian menghendaki kebaikan Anda. Tentu dengan syarat kalian harus murni dan ikhlas. Jika diperlukan, maafkanlah kesalahan sesama kalian. Orang yang menyangka bahwa seorang asing lebih memikirkan nasib keluarga dan negaranya, pasti ia telah keliru. Barang siapa yang ingin mencoba sebuah pengalaman yang telah pernah dicoba sebelum ini pasti akan menyesal. Saling memaafkan akan mendatangkan pahala yang sangat besar.

20. Semua kalangan dan lapisan masyarakat harus menyingkirkan setiap bentuk fanatisme yang tak berarti dan lebih mengindahkan etika yang baik. Allah menciptakan aneka ragam kaum dan bangsa supaya mereka saling mengenal dan tukar menukar pengalaman serta saling tolong menolong. Coba Anda renungkan berapa banyak harta dan tenaga di masa lalu yang telah digunakan hanya untuk memukul sesama kita, padahal seluruh harta dan tenaga ini semestinya harus dimanfaatkan untuk kemajuan seluruh muslimin. Untuk itu, berhati-hatilah menghadapi fitnah yang tidak hanya menghantui orang-orang yang lalim. Padamkanlah api fitnah ini dan berpegangteguhlah kepada tali Allah.

Bagaimana mushaf Al-Qur’an yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalib as?


Oleh: Ja’far Subhani

Bagaimana Ali bin Abi Thalib as mempunyai Mushaf yang terpisah dan berbeda?
Kita harus perjelas dua masalah di bawah ini: pertama, apa yang dimaksud dengan Mushaf Ali bin Abi Thalib as? kedua, apa yang dimaksud dengan Kitab Ali bin Abi Thalib as?

Yang dimaksud dengan Mushaf Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as adalah pengumpulan Al-Qur’an berdasarkan “urutan turunnya” (tartib nuzul). lbnu Nadim di dalam kitab Fihrist-nya menuliskan, ‘Amirul Mukminin Ali as merasakan bahwa masyarakat pada waktu itu memandang wafatnya Nabi Muhammad Saw sebagai pertanda buruk bagi masa depan Islam dan Muslimin, maka beliau bersumpah untuk tidak meletakkan kain rida-nya ke bawah kecuali setelah berhasil mengumpulkan seluruh ayat Al-Qur’an. Dalam waktu tiga hari beliau berhasil mengumpulkan seluruh ayat Al-Qur’an dan membawanya ke masjid.’[1]

Ya’qubi menuliskan, ‘Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Ali bin Abi Thalib as mengumpulkan Al-Qur’an dan membaginya dalam tujuh bagian. Ketika itulah beliau mengingatkan tujuh bagian Al-Qur’an berikut surat-surat yang terkandung di dalamnya.’[2]

Ketelitian daftar yang diterangkan oleh Ya’qubi mengenai Al-Qur’an Ali bn Abi Thalib as itu membuktikan bahwa tidak ada sedikit pun perbedaan antara Al-Qur’an tersebut dan Al-Qur’an yang sekarang populer dari sisi jumlah surat, dan kalau pun ada perbedaan antara dua Al-Qur’an itu tiada lain dari sisi pola pengumpulan surat-suratnya.

Jika memang Mushaf itu betul-betul nyata, tetap saja tidak ada sedikit pun pertentangan dengan kesucian Al-Qur’an dari tahrif atau distorsi, bukan hanya Amirul Mukminin Ali as yang mengumpulkan Al-Qur’an sesuai dengan bentuk yang dia maksudkan, melainkan Mushaf Abdullah bin Abbas juga mempunyai perbedaan yang serupa dengan Al-Qur’an yang populer sekarang.

Kitab Amirul Mukminin Ali as adalah sesuatu yang ditulisnya pada masa hidup Nabi Muhammad Saw. Beliau menuliskan segala hukum halal dan haram serta hal-hal lain yang beliau simak dari Rasulullah Saw. Maka kumpulan hadis yang dia simak dari Rasulullah Saw dan dia tulis berdasarkan dikte beliau disebut dengan Kitab Ali, dan kitab ini berpindah dari tangan ke tangan di antara keluarga suci Nabi Saw, dan terkadang Imam Muhammad Baqir as serta Imam Ja’far Shadiq as menjelaskan sebagian hukum Islam dengan merujuk pada hadis-hadis yang tertera di dalamnya.

Najasyi, ulama rijal Syi’ah, di dalam biografi Muhammad bin Adzafir Shairufi meriwayatkan dari bapaknya, ‘Suatu ketika aku berada di sisi Imam Muhammad Baqir as bersama Hakam bin Utaibah, Hakam tak henti-hentinya bertanya kepada imam as dan beliau pun menjawabnya satu persatu, tapi pada suatu persoalan terjadi perbedaan pendapat di antara mereka sehingga beliau berkata kepada putranya Imam Ja’far Shadiq as, ‘Putraku! Bangunlah dan ambilkan Kitab Ali as. Imam Shadiq as pergi lalu keluar dari dalam rumah dengan membawa buku besar diikat seperti gulungan. Kemudian, Imam Baqir as menemukan poin yang dimaksudkan seraya berkata kepada Hakam bin Utaibah, ‘Ini adalah tulisan tangan Ali as hasil dikte Rasulullah Saw.’ Kemudian beliau melihat ke arahnya seraya berkata, ‘Kemana pun engkau dan temanmu Salamah bin Kuhail serta teman lainmu Abul Miqdam pergi tidak akan menemukan ilmu yang lebih kuat dari ilmu orang-orang yang didatangi oleh Malaikat Jibril.’[3]

Menurut hadis lain, Kitab Ali as ini sepanjang tujuh puluh dzira’ dan setebal pahak unta. Kitab ini berupa gulungan yang diikat.

Selain kitab itu, Amirul Mukminin Ali as juga mempunyai kitab lain bemama Shahifah yang memuat hukum-hukum tentang diyah, dan banyak sekali hadis dari kitab ini yang dinukil oleh buku-buku hadis.
Peneliti temama Almarhum Mirza Ali Miyanaji meneliti hadis-hadis Shahifah Ali as yang terdapat di dalam buku-buku hadis dan mengumpulkannya dalam satu kitab.[4] Kami juga secara terperinci telah membahas tentang Kitab Ali as dan Shahifah beliau di dalam kitab Tarikh Al-Fiqh Al-lslami wa Adwaruh.[5]

Poin akhir yang ingin kami ingatkan di sini adalah, Amirul Mukminin Ali as dan keturunan suci serta Syi’ahnya sejak hari wafat Rasulullah Saw melakukan penulisan, pembukuan dan penjagaan terhadap hadis beliau Saw dan tidak mempedulikan larangan politis pemerintah atas penulisan hadis, padahal larangan politis itu berlangsung sejak itu sampai seratus tahun setelahnya. Ini adalah sebuah realitas yang telah kami bahas pula secara terperinci pada tempatnya sendiri.

Referensi:
[1] Tarikh Al-Qur’an, hal. 76, karya Abu Abdillah Zanjani (1360 H), terbitan Kairo, dengan pengantar dari Ahmad Amin Mesri.
[2] Tarikh Ya’qubi (Ibnu Wadhih Akhbari), jld. 2, hat. 126.
[3] Rijal Najasyi, no. Biografi 967.
[4] Makatib Al-Rosul, jld. 1, hal. 66-71.
[5] Tarikh Al-Fiqh Al-lslami wa Adwaruh, hal. 118.

Awali dengan salam


Imam Shadiq as berkata:

السَّلَامُ قَبلَ الکَلَامِ.

“Ucapkan salam sebelum berbicara.”

Jami’ Al-Akhbar, hal. 89.

Saat engkau bertemu dengan seseorang, sebelum kau berbicara ucapkanlah salam terlebih dahulu. Salam adalah bukti adabmu dan orang lain pun akan senang karenanya.

Apa yang menjadi sebab Rasulullah Saw mati diracun?


Pada masa belia, saya mendengar bahwa Rasulullah Saw mati diracun (syahid). Belakangan saya membaca sebuah artikel yang menegaskan masalah ini. Namun hal ini tidak membuat saya puas. Saya ingin mencari tahu benar tidaknya masalah ini?

Jawaban Global:
Banyak dalil yang termaktub dalam kitab-kitab hadis dan sejarah, baik Syiah atau pun Sunni yang menegaskan ihwal kesyahidan Nabi Saw akibat diracun. Namun poin berikut ini juga harus diperhatikan bahwa apabila kesyahidan kita definisikan yang bermakna terbunuh di jalan Allah dan rasul sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur'an, maka akan menjadi jelas bahwa kedudukan dan derajat pribadi Rasulullah Saw yang terbunuh di jalan ketaatan adalah kesyahidan, dimana derajat ini tentu akan lebih tinggi dari derajat dan kedudukan para syuhada. Meski insan Ilahi ini wafat dengan kematian yang wajar.

Jawaban Detil:
Pertanyaan Anda dapat ditelisik dalam dua pandangan:
1. Apakah dapat dijumpai dalil yang dapat diandalkan dalam kitab Syiah dan Sunni yang menyatakan kesyahidan Nabi Saw? Di samping itu, kalau memang dinyatakan bahwa Nabi Saw syahid lalu bagaimana beliau syahid?
2. Apakah asumsi yang menyatakan bahwa Nabi Saw tidak syahid, akan mengurangi kedekatan dan ketinggian derajat beliau di sisi Allah?!

Atas alasan ini, kita akan mengkaji dua permasalahan ini sebagai berikut:
1. Dalam kaitannya dengan bagian pertama, harus dikatakan bahwa terdapat banyak dalil yang menegaskan kesyahidan Nabi Saw akibat diracun. Dalil-dalil dan riwayat-riwayat ini memiliki makna tawatur di dalamnya. Artinya kendati lafaz-lafaz dan sifat-sifat dalil dan riwayat tersebut sama sekali tidak serupa dengan yang lain, namun secara keseluruhan, permasalahan yang menjadi obyek pembahasan dapat ditetapkan. Di sini kita akan menyebutkan sebagian riwayat ini dengan bersandar pada kitab-kitab dua mazhab:
a. Kitab-kitab Syiah:
Riwayat pertama: Imam Shadiq bersabda: "Karena Nabi Saw menyukai bagian kaki depan kambing, seorang wanita Yahudi dengan berbekal informasi ini, membubuhkan racun pada bagian kambing tersebut."[1] 
Dalam riwayat ini, ditegaskan bahwa Nabi Saw diracun, namun tidak disebutkan bahwa apakah Rasulullah Saw syahid lantaran racun ini?

Riwayat kedua: Imam Shadiq As bersabda: "Nabi Saw dalam perang Khaibar keracunan dan tatkala beliau wafat bersabda bahwa potongan daging yang beliau santap tatkala di Khaibar, kini mengoyak badanku dan tiada nabi dan khalifah nabi kecuali mereka syahid meninggalkan dunia ini."[2] 

Dalam riwayat ini di samping ditegaskan bahwa Nabi Saw keracunan dan kesyahidan beliau akibat racun, juga menyebutkan kaidah universal bahwa kematian seluruh nabi dan para washi (baca: khalifah) diakhiri dengan syahadah. Dan tidak satu pun dari mereka meninggalkan dunia ini dengan wajar! Terdapat riwayat-riwayat lain yang menguatkan kaidah universal ini.[3] 

Kebanyakan ulama Syiah dengan memanfaatkan kaidah universal ini, sehingga tidak merasa perlu lagi mencari dan menelusuri satu demi satu riwayat yang berkaitan dengan syahadah para maksum As.[4] Atas dasar ini, kendati tidak ditunjukkan dalil kokoh atas kesyahidan Nabi Saw, namun kita kembali dapat meyakini bahwa wafatnya Rasulullah Saw bukanlah kematian yang wajar!

b. Kitab-kitab Sunni:
Dalam masalah ini, tidak hanya Syiah yang meyakini ihwal kesyahidan Rasulullah Saw, namun terdapat banyak riwayat dalam kitab-kitab Sihah Sunni dan kitab lainnya yang menegaskan masalah ini. Dimana sebagai contoh kami akan menyebutkan dua riwayat di sini sebagai contoh:
Riwayat pertama: Dari kitab paling standar Sunni dinukil bahwa Rasulullah Saw dalam sakitnya berujung pada wafatnya beliau, bersabda kepada istrinya Aisya: "Aku senantiasa merasakan sakit pada badanku akibat makanan beracun yang aku santap di Khabiar dan kini nampaknya tiba saatnya racun tersebut mengakhiri hidupku."[5]

Masalah ini juga dijelaskan pada Sunan Dairami, di samping itu dalam kitab ini disebutkan kesyahidan sebagian sahabat Nabi Saw akibat santapan makanan beracun tersebut."[6]

Riwayat kedua: Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya mengisahkan sebuah peristiwa dimana sebagai kelanjutan dari peristiwa ini seorang wanita bernama Ummu Mubasyir dimana putranya syahid karena menyantap makanan beracun di samping Rasulullah Saw. Pada hari-hari sakit Rasulullah Saw sang ibu datang membesuknya dan mengungkapkan bahwa kemungkinan besar penyakit Anda bersumber dari makanan beracun yang membuat putra saya syahid lantaran meyantap makanan tersebut! 
Rasulullah Saw bersabda bahwa saya tidak melihat alasan lain dari sakitku kecuali karena keracunan dan nampaknya racun tersebut yang akan mengakhiri hidupku."[7]

Allamah Majlisi dengan menukil sebuah riwayat; kurang-lebihnya serupa dengan riwayat ini bahwa atas alasan ini kaum Muslimin meyakininya, di samping keutamaan kenabian yang menuntun mereka kepada Nabi Saw, mereka juga meyakini bahwa Rasulullah Saw meraih kemenangan dengan syahadah."[8]

Riwayat ketiga: Muhammad bin Sa'ad yang merupakan salah seorang sejarawan tertua kaum Muslimin menuturkan peristiwa keracunannya Rasulullah Saw: Tatkala Rasulullah Saw menaklukkan Khaibar dan kondisi kembali kepada kondisi normal, seorang wanita Yahudi bernama Zainab yang merupakan kemenakan Mirhab yang tewas pada peperangan Khaibar. Wanita tersebut di sana-sini mencari tahu bahwa bagian kambing yang mana yang paling digemari Nabi Saw? 
Dan wanita tersebut mendengar jawaban bahwa Nabi Saw paling menyukai kedua paha bagian depan. Kemudian wanita tersebut memotong seekor kambing dan memotong-motongnya. Setelah bermusyawarah dengan orang-orang Yahudi tentang jenis racun, mereka memilih racun yang diyakini sebagai racun mematikan dan tiada seorang pun yang akan selamat dari racun mematikan tersebut.

Kemudian potongan daging tersebut ia berikan racun dan potongan terbesarnya yaitu bagian paha depan (kambing tersebut) yang paling banyak dibubuhi racun. Tatkala matahari tenggelam Nabi Saw menunaikan shalat secara berjamaah. Ketika pulang Nabi Saw melihat wanita Yahudi tersebut sedang duduk! 
Nabi Saw bertanya mengapa ia duduk di tempat itu dan wanita tersebut berkata bahwa ia membawa sebuah hadiah untuk Nabi Saw! Nabi Saw menerima hadiah tersebut dan duduk di atas suprah disertai beberapa orang sahabat kemudian menyantap makanan tersebut. Tidak lama berselang, Rasulullah Saw berseru, "Tahan!" 
Nampaknya kambing ini telah dibubuhi racun! 
Kemudian pengarang kitab menyimpulkan bahwa kesyahidan Nabi Saw lantaran makanan beracun ini![9]

Dengan demikian dari keseluruhan riwayat yang dinukil dari kitab Syiah dan Sunni, menguatkan teori tentang kesyahidan Nabi Saw akibat keracunan dimana hampir seluruh riwayat ini, masa keracunan dijelaskan bersamaan dengan perang Khaibar dan dilakukan oleh seorang wanita Yahudi.

Namun tentu saja terdapat sebagian riwayat lemah lainnya menjelaskan bagaimana Nabi Saw syahid dan faktor kesyahidan beliau. Riwayat-riwayat semacam ini tidak tersedia dalam kitab-kitab standar. Dan atas alasan ini, riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sandaran.

2. Namun dengan adanya riwayat semacam ini, harus kita ketahui bahwa masalah kesyahidan Nabi Saw bukan merupakan ushuluddin atau hal-hal yang gamblang tentangnya sehingga harus diyakini dan diimani. Dan pengingkaran terhadapnya tidak akan menyebabkan keluarnya seseorang dari agama Islam alias murtad. Atas alasan ini juga, sebagian kecil kaum Muslimin meragukan kesyahidan Rasulullah Saw dan berpandangan bahwa wafatnya Nabi Saw dikarenakan faktor natural. Seperti mengidap penyakit radang selaput dada (dzat al-janb) atau panas tinggi.[10] 
Meski Nabi Saw menegaskan bahwa sekali-kali beliau tidak akan pernah mengidap penyakit semacam ini![11]

Bagaimanapun; apakah insan agung Ilahi ini syahid atau wafat secara wajar kita harus tahu bahwa kedudukan dan derajatnya, sangat tinggi dan unggul dari para syahid biasa. Karena Allah Swt dalam al-Qur'an, 
Pertama, "Menjelaskan kedudukan para nabi lebih tinggi dari kedudukan para syuhada.[12] 
Kedua, syuhada mengorbankan jiwanya di jalan ketaatan kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw, mereka meraih kedudukan dan kedekatan di sisi Allah Swt. Adalah jelas bahwa apabila Tuhan menganugerahkan rahmat tak-terbatas kepada para syuhada lantaran kepatuhan mereka kepada Rasulullah Saw. Maka tentu saja Nabi Saw sendiri memiliki kedudukan dan derajat yang sangat tinggi melebihi mereka. Karena itu, nabi kita (yang menghabiskan seluruh hidupnya di jalan Allah sehingga para muridnya memiliki kedudukan sedemikian tinggi di sisi Allah Swt), bukan hanya tidak mendapatkan kedudukan namun beliau meraih derajat dan kedudukan yang sangat tinggi melebihi para syuhada.[]

Rujukan:
[1]. Muhammad Ya'qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 6, hal. 315, hadits ke-3, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[2]. Muhammad bin Hasan bin Furukh Shafar, Bashâir al-Darâjât, jil. 1, hal. 503, Kitab Khane Ayatullah Mar'asyi, Qum, 1404 H.
[3]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 216, hadits ke-18, dan jil. 44, hal. 271, riwayat ke-4, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[4]. Ibid.
[5]. Shahih Bukhâri, jil. 5, hal. 137, Dar al-Fikr, Beirut, 1401 H.
[6]. Sunan Dairami, jil. 1, hal. 33, Mathbaqat al-I'tidal, Damsyq.
[7]. Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 6, hal. 18, Dar Shadir, Beirut.
[8]. Bihâr al-Anwâr, jil. 21, hal. 7
[9]. Muhammad bin Sa'ad, al-Thabaqât al-Kubrâ, jil. 2, hal. 201-202, Dar Shadir, Beirut. [9]
[10]. Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâgha, jil. 10, hal. 266, Kitab Khane Ayatullah Mar'asyi, Qum, 1404.
[11]. Ibid.
[12]. "Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (Qs. Al-Nisa [4]:69). Silahkan lihat, terjemahan al-Mizan, jil. 4, hal. 652. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 460.

Imam Shadiq, Ufuk Kecemerlangan


Imam Jakfar Shadiq as dilahirkan pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah, dan beliau syahid pada 25 Syawal 148 H. Ayah Imam Shadiq adalah Imam Muhammad al-Baqir as. Lembaran sejarah kehidupan beliau merupakan periode yang dipenuhi berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Perebutan kekuasaan antara Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiah memicu beragam problematika sosial dan politik di tengah masyarakat.

Di luar gejolak politik yang panas, ketika itu berbagai pemikiran merasuki masyarakat Islam. Umat Islampun menyambut berbagai gelombang pemikiran dan budaya asing yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Bersamaan dengan berkembangannya pengajaran berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, fisika, matematika dan disiplin ilmu lainnya, umat Islampun menyerap berbagai ideologi pemikiran dari luar, termasuk yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Shadiq tampil meluruskan keyakinan umat Islam yang telah menyimpang melalui berbagai kajian ilmiah seperti diskusi dan debat ilmiah. Beliau menunjukkan kelebihan Islam dibandingkan berbagai aliran pemikiran dengan argumentasi dan logika yang kokoh.

Ketidaklayakan para khalifah Bani Abbasiah dan rendahnya komitmen mereka terhadap Islam, serta ketidakpeduliannya terhadap kepentingan rakyat, menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat Islam. Saat itu, pemikiran ateisme tersebar luas di tengah masyarakat, sementara para mubaligh pun kebanyakan hanya menjadi juru bicara pemerintah. Khalifah Bani Abbasiah yang tidak berbeda dengan bani Umayah, hanya memanfaatkan agama untuk mencapai tujuannya. Dengan gerakan yang jelas dan terarah, Imam Shadiq as memurnikan keyakinan dan pemikiran Islam dari penyimpangan yang berkembang di masyarakat kala itu. Beliau menjawab berbagai keraguan masyarakat tentang agama dan menjelaskan pokok-pokok penting pengetahuan agama dan ilmu-ilmu al-Quran dengan metode ilmiah.

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Imam Shadiq memainkan peran penting dalam gerakan pemikiran dan budaya al-Quran. Beliau juga mengajarkan dengan baik kedudukan Ahlul Bait Rasulullah sebagai imam umat Islam. Imam mengajak manusia untuk merenungi ayat al-Quran. Terkait hal ini, Imam Shadiq berkata, "Quran merupakan cahaya petunjuk seperti pelita di malam hari. Maka orang-orang yang berpikir harus mengkajinya dengan teliti."

Ketika al-Quran berada di tangannya, Imam Shadiq dalam sebuah munajat dan doa memohon kepada Allah swt, "Ya Allah aku bersaksi bahwa al-Quran adalah dari-Mu yang turun kepada Rasulullah. Al-Quran adalah kalam-Mu yang disampaikan Rasulullah. Ya Allah, jadikanlah memandang Quran sebagai ibadah, dan terimalah bacaanku dan tafakurku. Engkau Maha Rahman dan Rahim." (Bihar al-Anwar jilid 82 hal, 207)

Imam Shadiq menegaskan peran Ahlul Bait Rasulullah dalam pemahaman dan penafsiran al-Quran. Beliau juga menyerukan umat Islam untuk menyelami lautan penegetahuan yang terkandung dalam al-Quran. Imam menjelaskan makna dan tafsir yang jelas mengenai imamah dan mengajak manusia untuk mengenal imam zamannya.

Khalifah Abbasiah melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan kedudukan Imam Shadiq di mata masyarakat. Dengan beragam cara liciknya mereka berusaha mendekati Imam Shadiq as. Suatu hari penguasa Abbasiah Mansur Dawaniqi dalan surat yang dilayangkan kepada Imam Shadiq menulis, "Mengapa tidak mengunjungi majlis kami seperti kebanyakan orang lain ?" Imam Shadiq menjawab, "Kami tidak mengkhawatirkan kehilangan dalam urusan duniawi sehingga kami harus takut kepadamu. Dalam urusan spiritual tidak ada yang bisa aku harapkan darimu."

Mansur dalam surat balasannya menulis, "Kemarilah, nasihatilah kami !" Imam Shadiq yang mengetahui motif busuk Mansur memjawab, "Pencinta dunia yang takut kehilangan dunianya tidak akan menasehatimu, dan orang yang mengharapkan akhirat tidak akan mendatangi orang sepertimu." (Ushul Kafi jilid 1)

Imam menggunakan lisan dan tulisan dalam perlawanan menghadapi penguasa lalim. Sejarah membuktikan, jika beliau memiliki pasukan yang kuat dan pemberani, tentu saja manusia mulia itu akan mengangkat senjata menghancurkan rezim lalim di zamannya.

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu". Di luar itu, Imam Shadiq melihat lemahnya pemikiran dan budaya umat Islam sebagai prioritas perjuangannya. Untuk itulah beliau memfokuskan dakwahnya untuk memperkuat keyakinan keagamaan umat Islam.

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya.

Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Jakfar bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Jakfar bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka".

Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau gugur syahid pada 25 Syawal 148 H.

Di akhir acara ini, kita mengambil berkah dari petuah mulia Imam Shadiq. Beliau berkata,"Muslim yang mengenal kami (Ahlul Bait) adalah orang yang ilmunya bertambah setiap hari, dan selalu melakukan introspeksi dirinya. Ketika melihat kebaikan, ia selalu meningkatnya. Namun ketika melihat dosa ia memohon ampunan supaya terjaga di hari kiamat."

Keutamaan Imam Ali as


Cinta Ali

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang mencintai Ali as, maka di Hari Kiamat wajahnya bercahaya seperti bulan purnama." (Atsar as-Shadiqin, jilid 1, hal 202-225, diringkas dari beberapa riwayat)

Ali dan Baitul Mal

Ketika Imam Ali as membagi Baitul Mal sampai habis, di tempat itu juga beliau berdiri dan melaksanakan shalat dua rakaat lalu berkata, "Bersaksilah di Hari Kiamat bahwa sesungguhnya aku telah membuatmu penuh dan benar-benar telah membuatmu kosong." (Tafsir Nemouneh, jilid 27, hal 226)

Murtadha

Ibnu Abbas mengatakan, "Ali as dalam seluruh pekerjaannya dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah. Itulah mengapa beliau dipanggil "Murtadha". (Sire-ye Alavi, hal 80)

Hari Raya Terbaik

Imam Ali as berkata, "Hari Raya Ghadir Khum lebih utama dari Idul Fitri, Idul Adha, hari Jumat dan hari Arafah. Hari Raya Ghadir Khum memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt." (Asrar Ghadir, hal 209)

Hari Ibadah dan Perbuatan Baik

Imam Shadiq as berkata, "Sudah selayaknya bagi kalian (pecinta Ahli Bait di hari Idul Ghadir) untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan melakukan perbuatan baik, berpuasa, mengerjakan shalat, bersilaturahmi, mengunjungi saudara seagamamu. Sesungguhnya ketika Nabi Muhammad Saw memperkenalkan penggantinya kepada masyarakat, beliau mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang telah disebutkan dan menasihati orang lain agar melakukannya." (Mishbah al-Mutahajjid, hal 736)

Bila Tidak Khawatir

Muwaffaq bin Ahmad Kharazmi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib as meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw di hari penaklukan Khaibar mengatakan, "Wahai Ali! Bila saya tidak khawatir ada yang mengatakan bahwa ada sekelompok orang dari umatku yang meyakinimu seperti apa yang dilakukan oleh pengikut Kristen terhadap Isa bin Maryam, maka aku akan berbicara tentang seluruh keutamaanmu. Dengan itu, bila engkau melewati sekelompok dari Muslimin, maka pasti mereka akan mengambil berkah dari tanah yang diinjak oleh sepatumu dan meminta air bekas wudhumu untuk meminta kesembuhan.

Bila tidak khawatir melubangi mutiara
Akan kusampaikan semua yang ada di hati

Tapi bagaimana dengan kaum yang buta dan tuli
Yang kumampu hanya mengatakan sifat bulan (al-Fushul al-‘Aliyah, hal 46)

Ali dalam Karya Tulis

Hingga kini hampir 5000 judul buku dan ada sekitar 4956 buku yang secara serius mengulas tentang pribadi dan keutamaan Ali bin Abi Thalib as dalam pelbagai bahasa, khususnya bahasa Arab dan Persia. (Fadhail Imam Ali as, hal 20)

Amirul Mukminin

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Setiap ayat dalam al-Quran yang menyebutkan "Ya Ayyuhalladzina Amanu", maka Ali as berada pada puncak orang-orang Mukmin dan pemimpin mereka (Amirul Mukminin) dan sebelum mengarah kepada orang-orang Mukmin, maka ayat itu terlebih dahulu ditujukan kepada Ali as." (Athyab al-Bayan, jilid 2, hal 249)

Merasakan Kesulitan Masyarakat

Imam Ali as berkata, "Apakah aku merasa cukup dengan masyarakat menyebutku Amirul Mukminin dan tidak merasakan kesulitan yang dihadapi mereka? Ataukah aku menjadi teladan bagi mereka dalam kesulitan yang dihadapi mereka dalam kehidupannya? Allah Swt tidak menciptakan aku hanya untuk mencicipi makanan yang enak." (Nahjul Balaghah, surat 45)

Balasan Menulis Buku Al-Ghadir

Anak Allamah Amini mengatakan, "Pada tahun 50-an, mereka ingin mengusir saya dari Irak. Saya kemudian menemui Ayatullah Sayid Muhammat Taqi, cucu Allamah Bahr al-Ulum untuk mengucapkan selamat tinggal. Beliau berkata, "Apa yang membuatmu datang ke sini?"

Saya menjawab, "Saya ingin pergi dari Irak, tapi ketika Anda melihatku, saya melihat air mata Anda menetes!"

Beliau berkata, "Setelah ayahmu wafat, saya senantiasa berpikir bahwa Allamah Amini telah mewakafkan dirinya untuk Imam Ali as. Apa yang akan dilakukan oleh Imam Ali as kepadanya di alam sana?"

Pikiran ini cukup lama menggangguku, sehingga di suatu malam saya tertidur dan bermimpi. Saya melihat seakan-akan kiamat terjadi dan kita berada di padang Mahsyar, gurun pasir yang penuh dengan manusia. Semuanya sedang memperhatikan sebuah bangunan. Waktu itu saya bertanya, "Ada apa di sana?"

Mereka menjawab, "Di sana tempat telaga al-Kautsar."

Saya beranjak ke depan dan melihat sebuah telaga. Angin yang berhembus membuat air kolam beriak. Imam Ali as sedang berdiri di dekat telaga itu dan memenuhi gelas kristal dengan air dan memberikannya kepada orang-orang yang dikenalnya. Pada waktu itu terdengar suara riuh rendah. Saya kemudian bertanya, "Apa yang terjadi?"

Mereka menjawab, "Amini datang!"

Aku berkata dalam hati, "Aku harus tetap berdiri di sini untuk melihat bagaimana Imam Ali as memperlakukan Allamah Amini."

Jarak antara Allamah Amini dengan telaga al-Kautsar tinggal sepuluh atau dua belas langkah lagi. Saya melihat Imam Ali as meletakkan gelas kristalnya dan mengambil air dengan kedua kepalan tangannya. Ketika Allamah Amini sampai di hadapan beliau, Imam Ali as memercikkan air ke arah Allamah dan berkata, "Semoga Allah membuat wajahmu bercahaya, karena telah membuat wajah kami bercahaya."

Setelah itu saya terbangun dan mengeri bahwa Imam Ali as telah memberikan balasan atas penulisan buku al-Ghadir yang dilakukan oleh Allamah Amini. (Qatreh-i az Darya, jilid 1, hal 17-18).

Sumber: Hossein Deilami, Ghadir Khourshide Velayat, 1388, Qom, Moasseseh Entesharat Haram.

Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?


1. Apakah ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan? 
2. Apakah ia akan terlunta-lunta di alam barzakh? 
3. Dalam al-Quran disebutkan manusia setelah kematian mengalami perpindahan. Perpindahan di sini maksudnya dari mana ke mana? Dan berada pada zaman apa?
Jawaban Global
Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga permulaan kiamat ia akan menjalani kehidupan di alam barzakh.

Alam barzakh yang terkadang disebut sebagai alam kubur dan alam arwah.  Alam barzakh adalah sebuah alam antara dunia dan akhirat. Dalil adanya alam seperti ini dapat ditemukan pada ayat-ayat al-Quran dan beberapa riwayat.

Jawaban Detil:
  1. Nasib manusia setelah kematian adalah sebuah masalah yang senantiasa menyita pikiran manusia dan memotivasinya untuk mencari tahu serta menemukan jawaban yang memuaskan dan argumentatif atas persoalan ini. Di antara sejumlah elaborasi dan penafsiran tentang kematian dan perpindahan ruh kita berhadapan dengan sebuah penafsiran yang terkenal sebagai teori reinkarnasi. Dalam teori reinkarnasi ini yang mengemuka adalah terputusnya hubungan ruh dari badan dan terikatnya ruh dalam bentuk manusia lainnya atau hewan atau makhluk lainnya. Keyakinan semacam ini semenjak masa lalu tersebar semenjak masa lalu pada sebagian belahan dunia. Sebagian filosof India dan Yunani meyakini bahwa ruh manusia setelah keluar dari bentuk pertamanya akan masuk pada bentuk lainnya yang sesuai dengan perilaku dan perangai orang tersebut. Pandangan ini memiliki pendukung dan proponen di pelbagai belahan dunia. Dalam dunia Islam, sebagian filosof dan teolog serta pelbagai aliran lainnya mengikut teori ini. Pada wilayah-wilayah terbatas dunia Arab khususnya Suriah dan Libanon Daruzi (firkah cabang Ismailiyah) dalam amal perbuatannya meyakini teori reinkarnasi.   
Reinkarnasi memiliki tipologi common dengan firkah-firkah Ghulat sepanjang sejarah. Para pemimpin firkah-firkah ekstrem ini melalui pandangan terhadap reinkarnasi yang dianut mereka memperkenalkan diri mereka sebagai imam, nabi dan bahkan Tuhan kepada para pengikutnya.

Orang-orang yang meyakini konsep reinkarnasi terbagai menjadi lima bagian:
1. Nasukhiyah yang meyakini bahwa manusia setelah kematian maka ruhnya akan mengikut sebuah badan, apabila ia merupakan manusia budiman maka ruhnya akan mengikut badan orang-orang budiman dan apabila ruhnya adalah ruh jahat maka ruhnya akan mengikut badan orang-orang jahat dan ahli maksiat. 
2. Masukhiyyah yang meyakini bahwa ruh manusia setelah kematian apabila ruhnya berasal dari orang-orang budiman maka ruhnya akan mengikut hewan-hewan baik seperti Bulbul, Merpati dan lain sebagainya. Namun apabila ruhnya jahat maka ruhnya akan mengikut pada hewan-hewan buruk seperti anjing, babi dan semisalnya. 
3. Fasukhiyyah yang berpandangan bahwa ruh manusia setelah kematian akan berpindah pada tumbuh-tumbuhan yang baik seperti bunga-bunga, buah-buah atau tumbuhan-tumbuhan pahit dan busuk seperti timun pahit dan semisalnya berdasarkan kebaikan dan keburukan yang dilakukan. 
4. Rasukhiyyah yang meyakini bahwa ruh manusia setelah kematian mengikut jamadat dan jiwa-jiwa baik. Ruh baik dalam keyakinan ini mengikut batu-batuan yang berharga seperti batu-batu permata. Adapun jiwa-jiwa buruk akan mengikut batu-batuan yang buruk.
5. Kelompok lainnya dari reinkarnasi (tanasukh) adalah orang-orang yang meyakini bahwa ruh manusia pada mulanya mengikut jamadat kemudian tumbuh-tumbuhan dan setelah itu hewan dan kemudian manusia.[1]
Perpindahan ini menurut para penyokong teori reinkarnasi senantiasa berlanjut dan tidak berujung. Pada hakikatnya surga dan neraka manusia dalam teori ini adalah perpindahan badan-badan baik atau buruk lainnya yang menjadi ganjaran atau balasan yang diperoleh. Rotasi ruh pada badan-badan sedemikian berlanjut sehingga ruh mengalami penyulingan dan beranjak naik ke langit-langit sehingga menjelma dalam bentuk malaikat dan termasuk bagian dari malaikat.[2]

Teori reinkarnasi adalah sebuah teori yang batil dan tertolak dalam pandangan Islam. Untuk telaah lebih jauh sekaitan dengan dalil-dalil absurditas reinkarnasi kami persilahkan Anda untuk merujuk pada pertanyaan No. 1099 (Site: 1154) Indeks: Pandangan Islam terkait dengan Reinkarnasi.

Dalam sebuah hadis panjang dari Imam Shadiq yang bersabda, “Orang-orang yang meyakini reinkarnasi telah meninggalkan jalan dan metode agama dan menghiasi dirinya dengan kesesatan serta menjerumuskan dirinya pada liang syahwat…tidak ada surga dan tidak ada neraka. Tidak ada orang-orang yang dibangkitkan dan tidak ada hari ketika manusia dikumpulkan … dan kiamat bagi mereka adalah keluarnya ruh dari bentuknya (yang semula) dan masuk ke bentuk yang lain.[3]

Dalam pandangan Islam kematian adalah titik akhir kehidupan duniawi dan perpisahan ruh dari badan materi. Pada masa ini ruh dengan mengikut bentuk mitsali mengawali kehidupannya pada alam barzakh.
Jasmani dan badan mitsali mirip dengan jasmani materi namun tidak memiliki tipologi badan materi. Imam Shadiq As bersabda, “Tatkala Allah Swt mencabut ruh orang beriman, Dia meletakkannya pada bentuk badan duniawinya..[4]
  1. Adapun sehubungan dengan nasib apakah yang akan dijumpai manusia setelah kematian harus dikatakan bahwa sejatinya manusia mengalami dua kehidupan dan dua kematian. Al-Quran menyinggung masalah ini dengan menyatakan, “Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah suatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (Qs. Al-Ghafir [40]:11) Sebagian ahli tafsir berkata bahwa maksud dari dua kali dimatikan dan dihidupkan pada ayat yang dimaksud adalah pematian mereka pada saat-saat paling akhir kehidupan dunia dan menghidupkan di alam barzakh dan kemudian dimatikan di alam barzakh dan dihidupkan pada hari kiamat untuk perhitungan.[5]
Namun apa yang dimaksud dengan barzakh?
Barzakh adalah batasan pemisah dan penghalang serta perantara antara dua hal (materi dan ruh) dan alam mitsal disebut sebagai alam barzakh karena batas pemisah antara benda-benda katsifah (materi) dan alam arwah non-materi serta batas penghalang antara dunia dan akhirat.[6] Alam barzakh yang juga terkadang disebut sebagai alam kubur dan alam arwah merupakan alam terminal antara dunia dan akhirat. Dalil adanya alam seperti ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Quran dan sebagian riwayat dari para maksum.

Dalam beberapa ayat, al-Quran menyebutkan tentang kehidupan barzakh pasca kematian. Misalnya pada ayat yang menyatakan, “agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang ia ucapkan saja. Dan di hadapan mereka terdapat alam Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan” (Qs. Al-Mukminun [23]:100) Secara lahir ayat ini mengukuhkan adanya alam seperti ini di antara alam dunia dan akhirat.

Di antara ayat-ayat yang secara lugas menetapkan adanya alam seperti ini adalah yang menyangkut kehidupan para syahid, “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (Qs. Ali Imran [3]:169) tidak hanya orang-orang beriman yang memiliki kedudukan tinggi seperti para syahid di alam barzakh, bahkan terkait dengan hukuman bagi orang-orang yang menyombongkan diri seperti Fir’aun dan para pengikutnya juga secara lugas disebutkan dalam al-Quran, " Mereka (Fir’aun dan para pengikutnya) setiap pagi dan malam berhadapan dengan api dan tatkala tiba hari kiamat keluar perintah yang menyatakan supaya Alu Fir’aun (keluarga Fir’aun) dihukum seberat-beratnya.”[7]

Sebagaimana yang telah disinggung, ayat-ayat di atas di samping menandaskan kehidupan barzakh setelah kematian, dengan sedikit cermat kita dapat menemukan bagaimana kehidupan orang-orang saleh dan para pendosa yang dikandung dalam ayat-ayat ini.

Terdapat banyak riwayat yang juga dengan kandungan sama dari para Imam Maksum As yang mencakup penjelasan tentang bagaimana proses kehidupan barzakh seluruh manusia.

Dalam sebuah hadis dari Imam Shadiq As kita membaca, “Barzakh adalah alam kubur yang merupakan ganjaran dan hukuman antara dunia dan akhirat. Demi Allah! Tiada yang kami takutkan akan kalian kecuali (yang menyangkut alam) barzakh.”[8] Demikian juga dalam hadis lainnya dari Imam Shadiq As dalam menjawab sebuah pertanyaan tentang arwah orang-orang beriman, “Mereka berada pada kamar-kamar surga, menyantap makanan-makanan surgawi, meminum minuman-minuman surgawi dan berkata, “Tuhan kami!” Tolong segerakan kiamat dan penuhilah janji-janji telah Engkau berikan kepada kami.”[9]

Namun, alam barzakh adalah kediaman sementara dan persiapan bagi hari kiamat, surga dan neraka abadi. Di alam barzakh tidak akan ditelusuri perhitungan seseorang secara total dan tidak akan keluar hukum dan ganjaran pasti terhadap apa yang telah dilakukan. Di samping masalah keabadian (khulud) yang mengemuka di hari kiamat, bagaimana azab dan ganjaran merupakan salah satu perbedaan dua alam ini.

Al-Quran dalam hal ini menyatakan, “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang. Dan pada hari kiamat terjadi (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fira‘un dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.”” (Qs. Al-Ghafir [40]:46) ayat ini memandang azab orang-orang barzakh adalah api dan azab kiamat masuk di dalamnya. Demikianlah perbedaan antara nikmat-nikmat alam barzakh dan surga.

Sesuai dengan nukilan sebagian riwayat pada alam ini sekelompok orang beriman yang meyakini kebenaran dan melakukan perbuatan dosa di dunia namun tidak memperoleh taufik untuk bertaubat maka ia akan merasakan azab di alam barzakh sehingga dirinya disterilisasi secara total dan memiliki kelayakan untuk memasuki surga abadi.[10]
Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan untuk melihat beberapa indeks terkait berikut:
Mencari Tahu tentang KOndisi Orang-orang Mati di Alam Barzakh 1150 (Site: 1172)
Meraih Kesempurnaan di Alam Barzakh 23458 (Site: fa6124)
Barzakh dan Kehidupan Alam Barzakh, 3891 (Site: 4160)
Ganjaran dan Hukuman di Alam Barzakh, 5673 (Site: id5901)

[1]. Sayid Abdulhusain Thayyib, Kalim al-Thayyib dar Taqrir ‘Aqâid Islâm, hal. 638, Cetakan Ketiga, Intisyarat Kitabpurusyi Islam.  
[2]. Sayid Murtadha Hasani Razi, Tabshirat al-Awwâm fi Ma’rifat Maqâlât al-Anam, hal. 89, Cetakan Kedua, Intisyarat-e Asathir, 1364 S.  
[3]. Ahmad bin Ali Thabarsi, al-Ihtijâj, jil. 2, hal. 344, Nasyr al-Murtadha, Masyhad Muqaddas, 1403 H.  
[4]. Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 3, hal. 245, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 H.  
[5]. Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 17, hal. 475, Cetakan Kelima, Daftar Intisyarat Islami, Qum, 1417 H.
[6]. Silahkan lihat, Sayid Ja’far Sajjadi, Farhang ‘Ulum Falsafi wa Kalâmi, Cetakan 1357 H; Natsr Thuba atau Dairat al-Ma’arif Lughat Qur’an.   
[7]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 14, hal. 316, Cetakan Pertama, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1374 S.
[8]. Al-Kâfi, jil. 3, hal. 242.
[9]. Al-Kâfi, jil. 3, hal. 244.  
[10]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 7, hal. 81, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.

Perintah Birrul Walida’in dalam Al-Qur’an


Oleh: Ismail Amin

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23).

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi penghormatan dan pemuliaan kepada kedua orangtua. Apapun bentuk pelecehan dan sikap merendahkan orangtua maka Islam lewat pesan-pesan moralnya telah melarang dan mengharamkannya. Bahkan durhaka kepada kedua orangtua termasuk diantara dosa-dosa besar yang dilarang keras. Dengan melihat ayat di atas, terutama pada frase,“wa laa taqullahumaa ‘uff’, janganlah kamu mengatakan kepada keduanya, perkataan ‘ah’…” menunjukkan untuk bentuk pelecehan dan sikap merendahkan kedua orangtua yang paling kecil sekalipun Islam tidak luput untuk memberikan penegasan atas pelarangannya.

Imam Shadiq as bersabda, “Kalau sekiranya dalam berhubungan dengan kedua orangtua ada bentuk pelecehan yang lebih rendah dari melontarkan kata ‘ah’, niscaya Allah telah melarangnya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. 349).

Birrul Walidain berasal dari dua kata, birru dan al-walidain. Imam Nawawi ketika mensyarah Shahih Muslim memberi penjelasan, bahwa kata-kata Birru mencakup makna bersikap baik, ramah dan taat yang secara umum tercakup dalam khusnul khuluq (budi pekerti yang agung). Sedangkan, walidain mencakup kedua orangtua, termasuk kakek dan nenek. Jadi, birrul walidain adalah sikap dan perbuatan baik yang ditujukan kepada kedua orangtua, dengan memberikan penghormatan, pemuliaan, ketaatan dan senantiasa bersikap baik termasuk memberikan pemeliharaan dan penjagaan dimasa tua keduanya.

Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat 83, 180 dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al Ahkaf: 15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah Nuh: 28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa mengklasifikasikan ada 6 macam bentuk perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua.

Pertama, dalam bentuk perintah untuk berbuat baik dengan sebaik-baiknya, seperti dalam surah Al-Isra’ ayat 23 dan 24. Termasuk dalam hal ini, memberikan penjagaan dan pemeliharaan di hari tua keduanya dan mengucapkan kepada keduanya perkataan yang mulia.

Kedua, dalam bentuk wasiat. Allah SWT berfirman, “Dan Kami berwasiat kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya.” (Qs. Al-Ankabut: 8). Begitupun pada surah Al-Ahqaf ayat 15, Allah SWT berfirman, “Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula).”
Ketiga, dalam bentuk perintah untuk bersyukur. Allah SWT berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, karena hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).

Keempat, perintah untuk mendo’akan kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Israa: 24). Mendo’akan kedua orangtua adalah tradisi para Anbiyah as. Nabi Ibrahim as dalam do’anya mengucapkan, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Begitu juga Nabi Nuh as, dalam lantunan do’anya, beliau berujar, “. Ya Tuhan-ku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku..” (Qs. Nuh: 28).

Kelima, perintah untuk berwasiat kepada kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Diwajibkan atas kamu, apabila (tanda-tanda) kematian telah menghampiri salah seorang di antara kamu dan ia meninggalkan harta, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah: 180).

Keenam, perintah untuk berinfaq kepada keduanya. Allah SWT berfirman, “… Setiap harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan setiap kebajikan yang kamu lakukan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Qs. Al-Baqarah: 215).

Allah SWT dalam tujuh tempat pada Al-Qur’an setelah memerintahkan untuk hanya menyembah kepada-Nya dan tidak mempersekutukannya, perintah selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orangtua. Dalam surah An-Nisa’ ayat 36 Allah SWT berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua..” Perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua, setelah perintah untuk mentauhidkanNya lainnya terdapat pada surah Al-Baqarah: 83, Al-An’am: 151, Al-Israa: 23, An-Naml: 19, Al-Ahqaaf: 15 dan surah Al-Luqman  ayat 13 dan 14. Dari ayat-ayat ini, telah sangat jelas dan terang betapa agung dan mulianya berbuat baik kepada kedua orangtua. Perintah untuk berbuat baik kepada keduanya, ditempatkan setelah perintah untuk hanya menyembah kepada-Nya.

Berhubungan dengan ketaatan kepada kedua orangtua, Al-Qur’an hanya dalam satu hal memberikan sebuah pengecualian. Allah SWT berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman: 15).

Ketaatan seorang hamba kepada Allah adalah ketaatan mutlak, tanpa pengecualian. Sementara ketaatan kepada orangtua dengan pengecualian, selama keduanya tidak meminta untuk mempersekutukan Tuhan. Kalau kita memperhatikan ayat-ayat Allah berkenaan dengan hubungan kaum muslimin dengan kaum musyrikin, maka akan kita temukan perintah Allah untuk berlepas diri dari kaum musyrikin disampaikan secara keras dan tegas. Terutama pada ayat-ayat awal surah At-Taubah. Namun berkenaan dengan kedua orangtua, Allah SWT menyampaikan perintah secara lembut, dikatakan, kalau permintaan keduanya berkaitan dengan syirik kepada Allah, janganlah menaati keduanya. Selanjutnya ditambahkan, kekafiran dan kemusyrikan kedua orangtua tidaklah menjadi penyebab secara mutlak terputusnya hubungan dengan keduanya, namun tetap diperintahkan untuk berbuat ahsan kepada keduanya di dunia.

Perintah untuk tetap berhubungan, memuliakan, menyayangi dan berbuat baik kepada kedua orangtua meskipun keduanya kafir ataupun musyrik juga masih memiliki pengecualian ataupun persyaratan. Yakni, selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al-Mujaadilah: 22). 

Perintah yang lebih tegas mengenai hal ini, disampaikan oleh Allah SWT pada awal surah Al-Mumtahanah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.”  Dan selagi keduanya meskipun termasuk golongan orang-orang kafir ataupun musyrik tidak ada halangan untuk tetap berlaku adil terhadap keduanya, yakni tetap berbuat baik dan berkasih sayang kepada keduanya selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah: 8).

Apabila, kedua orangtua termasuk dari golongan orang-orang kafir ataupun musyrik, perintah Allah SWT untuk tetap mempergauli, menjalin hubungan dan berbuat baik kepada keduanya hanya sebatas di dunia ini atau sebatas keduanya masih hidup. Tidak ada hak bagi setiap orang yang beriman untuk mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtuanya di akhirat, yang meninggalnya dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah, tidak mengimani-Nya ataupun mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat  (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” (Qs. At-Taubah: 113).

Namun, jika kedua orangtua termasuk orang-orang yang beriman, maka berbuat baik kepada keduanya tidak hanya berlaku di dunia saja, namun hatta keduanya telah meninggal dunia, perintah untuk tetap berbuat baik kepada keduanya masih terus berlaku, dan menjadi kewajiban bagi segenap kaum mukminin untuk menunaikannya. Diantara bentuk berbuat baik kepada orangtua setelah meninggalnya adalah memohonkan ampun bagi keduanya. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, mendo’akan kedua orangtua adalah juga perintah dari Allah SWT dan termasuk diantara tradisi para Anbiyah as. Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Pada hakikatnya, mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtua, bukan hanya setelah keduanya wafat, namun juga termasuk bentuk kebaikan semasa hidup keduanya, dalam keadaan dekat maupun jauh.

Satu hal yang mesti kita ingat, kebaikan hidup, keimanan ataupun kesalehan yang kita peroleh, tidak semata dari jerih upaya sendiri, kemungkinan ada kaitannya dengan do’a dan kesalehan orang-orang tua sebelum kita yang terijabah oleh Allah SWT. Sebagaimana telah diceritakan dalam Al-Qur’an mengenai do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Baqarah: 128). Ataupun secara umum disampaikan oleh Allah SWT dalam surah Al-A’raaf ayat 189, “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Pada ayat lainnya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf: 15).

Diceritakan pula, mengenai dua anak yatim piatu yang mendapat pertolongan dari Allah SWT lewat perantaraan dua nabi-Nya, Nabi Musa as dan Nabi Khidir as, karena kesalehan kedua orangtua mereka sebelumnya, “Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh,  maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Qs. Al-Kahfi: 82). Dari penjabaran ayat-ayat ini, kita bisa mengambil sebuah falsafah hidup, bahwa jika mendoa’kan keselamatan dan kesalehan bagi anak adalah fitrah dari orangtua, maka sebuah tuntunan nurani pula jika sebagai anak, kita tidak boleh luput dalam mendo’akan keselamatan dan memohonkan ampunan bagi kedua orangtua dan orang-orang sebelumnya.

Izinkanlah saya mengakhiri tulisan ini, dengan mengutip nasehat Imam Ja’far Shadiq as mengenai betapa pentingnya perintah berbuat baik kepada kedua orangtua. Imam Shadiq as bersabda, “Apa yang menghalangi seseorang berbuat baik kepada kedua orang tuanya?, apakah keduanya masih hidup atau telah meninggal dunia, shalatlah, bersedekahlah, naik hajilah dan berpuasalah dengan menghadiahkan pahala untuk keduanya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. 159).

Pada kesempatan lain Imam Shadiq as bersabda, “Seseorang yang berbuat baik kepada kedua orangtuanya semasa keduanya masih hidup namun ketika keduanya telah meninggal dunia, hutang-hutangnya tidak dilunasi, dan tidak pernah memohonkan ampun bagi kedua orangtunya, maka Allah mencatatnya sebagai anak yang durhaka. Sementara seseorang yang berbuat durhaka kepada kedua orangtuanya semasa hidupnya, namun ketika keduanya telah wafat, melunasi hutang-hutang keduanya dan memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, maka Allah akan mencatatnya sebagai anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.” (Ushul Kafi, jilid 2, hal. 163).

Semoga, kita termasuk orang-orang yang berbakti dan berbuat kebaikan kepada kedua orangtua, ada dan tiadanya keduanya di sisi kita. Seperti begitu, insya Allah. Rabbi, irhamhumaa kamaa rabbayani shagiiraa…

Ismail Amin  
Mahasiswa Jurusan Ulumul Qur’an Mostafa International University Republik Islam Iran.

Peran Kasih Sayang dalam Pendidikan


Ekpresikan cintamu terhadap anakmu dengan ciuman karena Nabi bersabda saw: “Perbanyaklah mencium anak-anakmu, karena setiap ciuman memiliki derajat tersendiri di surga.”

Manusia adalah makhluk yang selalu membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang bak pelita bagi hati. Barangsiapa yang mencintai dirinya dan ingin dicintai orang lain maka ia harus menghidupkan perasaan kasih sayang dalam dirinya. Kasih sayang memberikan pengaruh timbal balik dalam hubungan antara guru dan murid. Ketika seseorang guru, misalnya, tidak mencintai anak didiknya maka bagaimana mungkin ia mampu mengarahkan dan membimbingnya. Karena itu, kasih sayang memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, dan ia bisa dikategorikan sebagai salah satu faktor utama dalam pendidikan dan dalam membangun hubungan/interaksi yang harmonis antara pendidik dan anak didiknya.

Sebaik-baik metode hubungan adalah hubungan yang dibangun atas dasar kasih sayang. Kenapa? Karena sistem hubungan ini begitu alami, sedangkan hubungan yang dibangun atas dasar pemaksaan dan kekerasan—dengan cara apapun—adalah hubungan yang tidak alami alias tidak normal.

Secara psikologis anak-anak membutuhkan—dalam pergaulan dan persahabatan dengan mereka—kasih sayang dan perhatian. Orang tua sebagai pembimbing awal anak-anak harus memperhatikan apakah kasih sayang sudah terpenuhi dengan baik pada mereka, karena kasih sayang merupakan pilar dan pondasi dalam pendidikan. Ketika kasih sayang terpenuhi dengan baik maka akan terwujud ketenangan jiwa, perasaan aman, percaya diri, dan timbulnya kepercayaan kepada orang tua. Bahkan sejatinya kasih sayang yang didapatkan seorang anak secara proporsional akan berpengaruh pada keselamatan jasmani anak tersebut.

Nabi bersabda saw: “Perbanyaklah mencium anak-anakmu, karena setiap ciuman memiliki derajat tersendiri di surga.” Oleh karena itu, tanggung jawab terpenting orang tua terhadap anaknya adalah berinteraksi dengan lemah lembut dan penuh kasah sayang serta menampakkan kasih sayang tersebut kepada anak-anaknya secara nyata. Selain cara ini, tidak akan tercipta hubungan baik yang mampu mendorong pada perkembangan dan penyempurnaan mental dan spiritual anak. Hubungan yang dingin, hampa dan tanpa cinta akan mengakibatkan kekeringan ruh dan jiwa dan akhirnya akan mengiring anak-anak bertindak amoral dan berbuat doa di tengah masyarakat. Dengan kata lain, boleh jadi anak-anak yang berbuat nakal dan membuat kerusakan di luar rumah adalah anak-anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan kasih sayang orang tua dan orang-orang dekatnya.

Urgensi Kasih Sayang

Kasih sayang menciptakan kerja sama di antara manusia. Bila Kasih sayang tidak ada maka tidak akan terwujud persaudaraan di antara manusia; tak seorang pun yang merasa memiliki tanggung jawab terhadap orang lain; keadilan dan pengorbanan akan menjadi hal yang absurd utopis. Oleh sebab itu, sikap kasih sayang sesama manusia, khususnya dalam dunia pengajaran dan pendidikan, adalah hal esensial. Di samping itu, kasih sayang juga menyebabkan keselamatan jasmani dan ruhani, menjadi solusi tepat dalam memperbaiki perilaku amoral dan mengharmoniskan hubungan manusia.

Allah Swt melukiskan konsep cinta dalam ayat Al-Quran dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang bertakwa.” (Al Imran: 76). “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al Imran: 138). Jadi, hubungan antar sesama manusia, khususnya anak-anak harus dibangun berdasarkan bahasa cinta dan kasih sayang. Dunia pendidikan akan sukses dan makmur kalau pelbagai jenjangnya ditempuh dengan irama cinta.

Kasih sayang begitu penting karena ia memicu ketaatan dan kebersamaan. Dalam hal ini Nabi saw bersabda: “Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.” Antara kasih sayang dan ketaatan memiliki ikatan kebersamaan. Yakni, kasih sayang akan mewujudkan ketaatan dan kebersamaan. Ketika kasih sayang orang tua tertanam dalam sanubari anak-anak maka mereka akan menjadi penurut dan pengikut orang tuanya. Buah dari kasih sayang orang tua ini akan membuat anak-anak tidak mudah mengabaikan tanggung jawab dan tugas yang diamanahkan kepada mereka.

Begitu penting peran kasih sayang dalam pengembangan ruh dan keseimbangan jiwa anak-anak. Teguh tidaknya pendirian dan kebaikan perilaku seorang anak bergantung banyak sejauh mana kasih sayang yang diterimanya selama masa pendidikan. Kondisi keluarga yang penuh dengan kasih sayang menyebabkan kelembutan sikap anak-anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian yang mulia, suka mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam masyarakat. Kehangatan cinta dan kasih sayang yang diterima anak-anak akan menjadikan kehidupan mereka bermakna, membangkitkan semangat, melejitkan potensi dan bakat yang terpendam, serta mendorong untuk bekerja/berusaha secara kreatif.

Kecintaan pada anak-anak dan remaja merupakan dasar ajaran Islam. Nabi Besar Muhammad saw sangat mencintai anak-anak dan berbuat baik kepada mereka. Beliau bersabda: “Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka.” Maka, orang tua harus menunjukkan ketulusan cintanya kepada anaknya, sehingga anak tersebut akan membalas positif sikap demikian.

Orang tua pada umumnya ingin sekali mengubah watak buruk anaknya, membentuk jati dirinya, dan menanamkan keyakinan yang benar dalam pikirannya. Keinginan orang tua ini tidak mungkin terwujud tanpa cinta dan motivasi menuju perkembangan dan penyempurnaan.

Kebutuhan Anak akan Kasih sayang

Manusia secara alami membutuhkan kasih saying. Hanya kasih sayang yang mampu mengubah perilaku seseorang. Kasih sayang merupakan sumber pendidikan jiwa. Bukanlah perkara mudah mengubah hati yang keras menjadi lembut, namun kasih sayang telah terbukti menjadi resep yang manjur dalam mengarahkan hati seseorang dan mengontrolnya serta mampu mencegahnya dari perbuatan-perbuatan tercela dan hina. Bahkan kasih sayang dapat menyulap manusia yang semula tampak sederhana dan kurang diperhitungkan menjadi insan seutuhnya, jujur dan benar.

Anak-anak, kalangan remaja hingga orang dewasa pun sama-sama membutuhkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pengajaran dan pendidikan anak-anak. Ketika seorang anak melihat ikatan kasih sayang pada kedua orang tuanya, maka hal tersebut sedikit banyak berpengaruh dalam menjauhkannya dari perbuatan tercela. Para psikolog berpendapat bahwa akar dari kebanyakan penyelewangan yang dilakukan anak-anak karena kurangnya kasih sayang di dalam rumah, dan mereka yakin bahwa takkala kasih sayang tersebut tidak dipenuhi secara baik dan benar maka jangan harapkan anak-anak akan dapat mengubah kebiasaan dan perilaku buruknya.

Anak-anak dan remaja lebih membutuhkan kasih sayang dibandingkan orang dewasa. Saat makan dan minum pun mereka minta atau senang diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Ini menandakan bahwa dalam setiap keadaan mereka merindukan kasih sayang dan perhatian orang tua. Dalam dekapan kasih sayang, perasaan cinta dan kelembutan anak/remaja dapat berkembang dengan baik dan akan menjelma menjadi manusia ideal. Seorang pendidik yang mengabaikan cinta dan kasih sayang tidak akan mampu membangun hubungan yang baik dengan anak didiknya, dan ia pasti gagal dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepadanya. Seorang guru yang lebih dahulu membuka pintu mata hatinya ketimbang penalaran dan pemikirannya akan lebih memberikan pengaruh terhadap anak-anak didiknya. Namun guru yang miskin cinta tidak akan dapat menjadikan anak didiknya sebagai pendengar yang baik.

Manusia adalah budak kasih sayang, sebagaimana dikatakan bahwa ”manusia adalah budak kebaikan”. Dengan kata lain, kasih sayang dan persahabatan yang tulus mampu menjadikan manusia sampai seperti budak yang menuruti apa saja kemauan majikannya/tuannya.

Pencipta alam semesta begitu luar biasa dalam mencintai hamba-Nya, bahkan cinta-Nya melebihi cinta ibu terhadap naknya. Cinta Allah menjadi faktor pendidikan dan penyempurnaan bagi para hamba-Nya, sehingga jiwa-jiwa mereka jauh dari segalah kotoran dan kemaksiatan. Al-Quran banyak menyebutkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Allah sebagai Pendidik yang baik berfirman kepada Nabi Musa:"Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS: Thaha 39).

Imam Ja'far ash-Shadiq berkata: "Kasih sayang Allah begitu mengakar dan berbekas dalam dirimanusia. Ketika Allah mencintai hamba-Nya maka Ia mengilhamkan ketaatan, menamkan sifaf kanaah (rela dengan segala pemberian Allah dan selalu merasa cukup) dan menjadikannya alim dalam urusan agama.” Orang tua yang mampu menjalin persahabatan dengan anaknya secara baik dan membangun komunikasi timbal balik dengan sehat adalah orang tua yang berhasil dan patut diacungi jempol. Orang tua seperti ini biasanya mudah mengarahkan dan mendidik anak-anaknya.

Imam Shadiq as berkata: “Nabi Musa as berkata wahai Tuhan amalan apa yang paling utama disisimu? Ia berfirman: mencintai anak-anak; karena meraka saya ciptakan dengan fitrah keesaan-Ku”.

Nabi Muhammad saw bersabda: "Bukanlah termasuk golongan kami seseorang yang tidak menyayangi anak-anak kecil dan tidak menghormati yang lebih tua."

Metode yang paling berpengaruh dan efektif dalam pendidikan adalah pendekatan kasih saying. Sebab kasih sayang memiliki daya tarik dan memotivasi akhlak yang baik serta memberikan ketenangan kepada anak yang nakal sekalipun. Rasa cinta dan kasih sayang harus terlebih dahulu menjadi jaminan ketenangan dan kedaiaman anak-anak di lingkungan keluarga sebelum mereka berhadapan dengan pelbagai aturan dan keputusan yang dibuat oleh orang tua. Kebahagiaan dan ketenangan jiwa mereka akan terpenuhi jika sebuah keluarga dapat menjadi pusat ekspresi perasaan, kasih sayang, dan kecintaan. Apabila sang ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan esensial ini, maka sang anak tumbuh kurang percaya diri sehingga di masa depan akan muncul pelbagai penyimpangan individual dan sosial. Lingkungan keluarga harus diwarnai dengan kehangatan cinta dan kemesraan hubungan antar anggota keluarga sehingga seorang anak juga berusaha dan berupaya memberikan kehangatan cinta pada lingkungan keluarganya. Kasih sayang mampu mengatasi segalah macam persoalan dalam pendidikan. Semua pekerjaan, khususnya kerja yang berkaitan dengan pemikiran dan budaya butuh akan cinta. Sebuah pekerjaan harus dilakukan dengan sedikit senyuman, tidak dengan pemaksaan dan kekerasan. Sebagaimana diungkapkan oleh Allamah Sayyid Ismail Balhi:

Hati yang didalamnya tidak bersemayan kerinduan laksana kuburan yang sempit Tanpa cinta dunia laksana jiwa yang sempit

Maulawi juga berkata:
Karena cinta pahit terasa manis
Karena cinta baja menjadi emas
Karena cinta duri menjadi bunga
Karena cinta asam menjadi perasa yang nikmat
Karena cinta orang mati menjadi hidup
Karena cinta raja menjadi budak

Sebagian orang berpandangan bahwa antara pendidik dan yang dididik harus ada pemisah dan jarak hingga pendidikan berhasil, tapi mereka lupa kalau pendidikan yang dilakukan dengan ancaman dan kekerasan hanya mencegah sifat-sifat amoral secara temporal saja. Yakni, ketika sebab ketakutan dan ancaman telah hilang maka sifat-sifat jelek tersebut akan kembali tampak dalam perilaku anak didik.

Mengekspresikan Cinta dan Kasih

Salah satu poin penting berkaitan dengan kasih sayang orang tua terhadap anak adalah hendaklah orang tua tidak hanya puas dengan memendam kasih sayang dalam batin; karena kasih sayang hanya berpengaruh dalam pendidikan jika ia ditampakkan secara lahiriah, supaya anak-anak sadar dan mengetahuinya/melihatnya secara langsung. Kalau tidak, makna kasih sayang hanya bermanfaat bagi pecinta semata, bukan orang yang dicintai. Penampakkan kasih sayang dan cinta merupakan poin penting yang dianjurkan dan ditekankan oleh Nabi saw dimana beliau bersabda: “Ketika seseorang mencintai saudaranya, maka hendaklah ia menunjukkan kecintaan ini padanya, karena dengan demikian ikatan dan persahabatan akan lebih baik dengannya.”

Alkisah, seseorang datang kepada Imam Muhammad al-Baqir dan mengekspresikan cintanya dengan mengatakan: Saya menyukai si anu. Imam berkata: "Ekpresikan kecintaanmu padanya; karena hal ini mempunyai pengaruh dalam persahabatan." Karena itu, ibu dan bapak dengan berbagai metode harus menyatakan dan menampakkan cinta dan kasih sayangnya kepada sang anak karena kasih sayang dengan hati tidaklah cukup.

Orang tua yang cerdas adalah orang tua yang pandai mengekspresikan kasih sayangnya secara tepat kepada anak-anaknya sehingga bisa dirasakan langsung oleh mereka. Ketika anak merasakan bahwa orang tuanya menyukainya, peduli akan nasibnya, mengarahkannya pada perkembangan dan penyempurnaan dan memperhatikan pendidikannya, maka anak tersebut akan mencinta dan mengidolakan kedua orang tuanya.

Cinta yang Ekstrem

Pendekatan kasih sayang akan sangat bermanfaat dalam pendidikan ketika tidak keluar dari konsep yang ideal, yakni tidak berlebihan dan tidak kurang dari yang semestinya. Kurangnya kasih sayang akan menarik orang pada arah ketidakmampuan, tidak sehat dan akhlak yang tidak terpuji. Kasih sayanglah yang menyebabkan perkembangan yang positif pada anak-anak. Peran kasih sayang dalam pendidikan ruh dan jiwa anak-anak begitu penting seperti pentingnya makanan bagi pertumbuhan tubuh. Sebagaimana makanan yang kurang atau berlebihan menyebabkan penyakit yang tidak diinginkan pada tubuh maka begitu juga kurangya kasih sayang atau kasih sayang yang sangat berlebihan (terlalu dimanja) juga akan merusak jiwa anak-anak.

Dahulu para pendidik menggunakan cara-cara yang tidak benar dalam mendidik anak-anak dan kalangan remaja, seperti merendahkan (kemampuan mereka), memaksa mereka melakukan pekerjaan yang berat, melontarkan perkataan yang tidak pantas, membiasakan cacian dan tidak memberikan kesempatan anak untuk membela diri, gampang naik pitam, buruk sangka, dendam, kasar dan bahkan menghalalkan perbuatan kriminal (pemukulan dll). Namun sekarang ini dengan akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan munculnya ilmu psikologi dan penelitian, pelbagai cara di atas dianggap cara yang tidak rasional dan proporsional. Para ahli pendidikan modern justru mengembangkan metode pendidikan anak-anak dan remaja yang mengacu pada hubungan harmonis yang bersandar pada konsep kasih sayang.

Kasih sayang itu sangat postitif bila memang dilakukan secara seimbang, namun ketika kasih sayang orang tua berlebihan dan tidak ideal maka secara tidak sadar ia telah mengiring anak untuk melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan dampak dari metode pendidikan yang salah. Anak yang mendapatkan kasih sayang secara berlebihan alias dimanja kelewatan batas akan cenderung malas, pasrah, lemah, dan cepat putus asa ketika menghadapi problema kecil dalam hidupanya.

Karena itu, orang tua harus mencintai anaknya secara tulus, tapi tetap objektif. Yakni, orang tua juga harus melihat aib dan sifat-sifat tercela anaknya dan kemudian memperbaikinya dengan pendekatan rasional. Menerima dan mengiyakan begitu saja keinginan dan perbuatan anak-anak tanpa mempertimbangkan plus-minusnya akan berdampak negative dalam pendidikan mereka dan merusak karakter mereka yang sulit untuk diperbaiki seperti semula.

Bersikap Adil dalam Mencurahkan Kasih Sayang

Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menjaga keadilan dan persamaan saat mereka menunjukkan kasih sayang di antara anak-anak. Bapak dan ibu dalam mencintai dan menyayangi anak-anaknya tidak dibenarkan bersikap pilih kasih; karena ini secara alami akan menyebabkan hilangnya kehormatan mereka dan hilangnya kepercayaan anak-anak terhadap lingkungan keluarganya. Rasul saw dan para imam ahlul bait yang suci menekankan pentingnya menjaga persamaan dan tidak bersikap pilih kasih dalam menunjukkan kasih sayang.

Dikisahkan, Nabi saw sedang berbicara di tengah sahabatnya lalu seorang anak kecil masuk ke tempat tersebut dan menuju ayahnya yang berada di sekitar majelis. Sang ayah mengelus kepala sang anak lalu mendudukannya di pangkuan kanannya. Tidak lama kemudian anak perempuannya juga masuk dan menuju bapaknya. Sang ayah kemudian mengelus kepala sang anak perempuan tersebut lalu mendudukannya di sampingnya. Ketika Nabi saw melihat perlakuan berbeda sang ayah dibanding sebelumnya, beliau bersabda: Kenapa kamu tidak mendudukannya di pangkuanmu yang satu? Lalu sang bapak pun menuruti perintah Nabi saw dan mendudukkan anak perempuannya di pangkuan krinya. Waktu itu juga Nabi bersabda: “Sekarang kamu telah menjaga keadilan.”

Nabi juga saw bersabda: “Berlaku adil-lah di tengah anak-anakmu sebagaimana kamu suka diperlakukan adil oleh mereka, baik dalam kebaikan maupun dalam kasih sayang." Oleh karena itu, menjaga persamaan di antara anak-anak dalam pendidikan adalah hal yang penting dan ketika hal itu tidak diperhatikan akan memberikan efek negatif.

Kasih sayang terhadap anak memilik efek positif dan manfaat, di antaranya:

· Kasih sayang akan mendatangkan kesenangan dan kegembiraan. Semakin besar kasih sayang orang tua pada anak maka kegembiraan pada anak semakin besar dan menjadikan hati anak semakin peduli dan perhatian.

· Anak belajar kasih sayang dari orang tuanya sehingga ia akan menerapkan kasih sayang tersebut kepada orang lain dengan cara yang dilihatnya dari orang tuanya. Anak yang tidak merasakan kasih sayang yang hakiki di samping mendapatkan pengaruh negative pada tubuh dan jiwanya, juga akan bermasalah dalam mempelajari kasih sayang dan akhirnya ia tidak mampu mencintai dan menyayangi orang lain di masa yang akan datang.

· Munculnya kepercayaan diri. Anak yang memiliki kemerdekaan dan kepercayaan diri mampu memecahkan persoalan sendiri dan tidak menunggu bantuan orang lain. Dengan motivasi besar dan tekad yang membaja, anak tersebut berusaha mencari solusi atas setiap problem yang dihadapinya, sehingga sebelum mencapai tujuannya maka pantang baginya untuk mundur.

· Kasih sayang akan memotivasi anak-anak untuk melakukan pelbagai aktivitas dengan sukses. Anak yang merasakan kasih sayang secara cukup maka ia akan sukses dalam menggeluti pelbagai aktivitas dan bidang yang digemarinya. Di bidang pendidikan ia akan menjadi anak yang cerdas dan terampil dan secara fisik pun ia akan tumbuh secara sehat.

· Kasih sayang kepada anak mampu menarik simpati sang anak, dan pada giliranya anak akan mempercayai ayahnya, sehingga terjalinlah hubungan baik antara keduanya dan anak akan mendengar dan menuruti perkataan sang ayah. Dengan demikian anak ini akan mudah dididik dan diarahkan oleh ayahnya. Sebab anak ini menyukai orang yang penyayang dan yang memahami keinginannya dimana orang seperti ini ia temukan pada pribadi ayahnya, sehingga ia akan menuruti perintah ayahnya. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ali bin Abi Thalib berkata: “Hati manusia itu kejam. Barangsiapa yang berbuat lembut dan penuh kasih sayang terhadapnya maka hati tersebut akan tunduk dan patuh padanya.”

Kesimpulan:
Orang tua yang mengekspresikan kasih sayang kepada anaknya sejatinya sedang membentuk karakter sang anak menjadi penurut. Dengan kasih sayang dan hubungan tulus serta harmonis, orang tua dapat mencegah anak-anak mereka dari melakukan perbuatan tercela dan menggiring mereka menuju tindakan yang mulia dan luhur. Kasih sayang merupakan kunci menuju kesempurnaan dan pendidikan yang ideal.

Terkait Berita: