Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ahlul Bait As. Show all posts
Showing posts with label Ahlul Bait As. Show all posts

Wahabi dan kelompok takfiri hakikatnya adalah musuh Ahlul Bait karena berusaha menghentikan laju dakwah Syiah

Wahabi dan kelompok takfiri hakikatnya adalah musuh Ahlul Bait. Mereka menggunakan semua kemampuan yang mereka punya, baik secara materi maupun fisik untuk menghentikan laju dakwah Syiah yang semakin tidak bisa terbendung belakangan ini.

Wasiat Imam Ali bagi Umat Islam

“Putraku Hasan! Engkau dan seluruh anakku serta seluruh yatim dan orang yang menerima pesan ini, aku memberikan wasiat kepada kalian: Bertakwalah kepada Allah Swt dan jangan melupakannya. Berusahalah mempertahankannya hingga kematian menjemputmu. Kalian seluruhnya bersama-sama bersandar pada tali Allah. Bersatulah dalam keimanan dan jangan bercerai-berai. RasulullahSaw bersabda, ‘Mendamaikan sesama manusia lebih utama dari shalat dan puasa tanpa henti. Dan sesuatu yang dikecam dan ditolak dalam agama adalah kerusakan dan perpecahan,”.


Penulis terkemuka Lebanon, Khalil Gibran berkata, “Ali bin Abi Thalib syahid dengan keagungannya.Ia meninggal ketika menunaikan shalat dan hatinya dipenuhi kecintaan kepada Tuhan.” Bahkan di akhir hayatnya pun Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib masih menyebarkan kebenaran ajaran Islam. Dalam wasiat yang disampaikan kepada putranya Imam Hasan, Imam Ali berkata,“Putraku Hasan! Engkau dan seluruh anakku serta seluruh yatim dan orang yang menerima pesan ini, aku memberikan wasiat kepada kalian: Bertakwalah kepada Allah Swt dan jangan melupakannya. Berusahalah mempertahankannya hingga kematian menjemputmu. Kalian seluruhnya bersama-sama bersandar pada tali Allah. Bersatulah dalam keimanan dan jangan bercerai-berai. RasulullahSaw bersabda, ‘Mendamaikan sesama manusia lebih utama dari shalat dan puasa tanpa henti. Dan sesuatu yang dikecam dan ditolak dalam agama adalah kerusakan dan perpecahan,”.

Terkait penafsiran dari wasiat Imam Ali ini, Ayatullah Makarim Shirazi menulis, “Sejak awal wasiat ini, Imam Ali menegaskan keutamaan bertakwa kepada Allah yang merupakan jalan keselamatan selamanya bagi manusia dalam perjalanan menuju akhirat, dan ukuran bagi keutamaan manusia di sisi Allah Swt. Kemudian, Imam Ali dalam wasiatnya menyinggung seluruh sistem keamanan sosial, ekonomi, politik dan ibadah serta urusan yang berkaitan dengan keluarga serta pendidikan dan pengajaran. Keabadiaan alam semesta ini ditentukan oleh sistem yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Setiap masyarakat yang tidak memilikinya, maka akan hancur dan setiap manusia yang memilih jalan di luar yang ditetapkan maka tidak akan sampai kepada tujuannya, meskipun memiliki potensi yang tinggi dan fasilitas yang besar.”

Berkaitan dengan wasiat Imam Ali bahwa mendamaikan sesama manusia lebih tinggi dari shalat dan puasa, hal ini menunjukkan perhatian besar Islam terhadap masalah kemanusiaan dan perdamaian. Islam sangat mengutamakan persatuan dan  membenci permusuhan. Terkait hal ini Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada seorang pun, setelah menjalankan kewajibannya, yang melakukan perbuatan lebih utama dari pada mendamaikan sesama manusia, “.

Kelanjutan pesan Imam Ali ini mengenai masalah penting seperti masalah sosial, ubudiyah serta akhlak, dan sebagiannya dimulai dengan penegasan kalimat “Allah, Allah” yang menunjukkan betapa pentingnya masalah tersebut. Imam Ali juga menegaskan perhatian terhadap yatim. Beliau bersabda, “Allah, Allah! Kalian harus memperhatikan hak yatim, jangan sampai mereka kelaparan dan terhina di hadapanmu.”

Agama Islam sangat menekankan perhatian terhadap hak yatim dan orang-orang yang tertindas dan membutuhkan pertolongan.Dalam kitab al-Kafi disebutkan, “Suatu hari seseorang memberikan hadiah madu dan buah tin kepada Imam Ali. Kemudian Amirul Mukminin memerintahkan anak-anak yatim hadir. Lalu beliau menyuapkan madu itu dengan jarinya kepada anak yatim itu satu persatu. Seseorang bertanya kepada Imam Ali, ‘Mengapa bukan mereka sendiri yang melakukannya?’. Imam Ali menjawab, “Ali adalah ayah anak-anak yatim. Aku menyuapkan madu ini kepada mereka seperti halnya para ayah menyuapi anak-anaknya.”

Mengenai dengan hak tetangga, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, “Allah, Allah! Kalian harus berbuat baik kepada para tetangga.Sebab Rasulullah memerintahkan kita untuk bersikap baik terhadap mereka. Saking pentinya berbuat baik kepada tetangga, bahkan Rasulullah bersabda [seolah] kita saling mewarisi dengan para tetangga,”. Tetangga memiliki penghormatan tinggi dalam Islam, sebab agama Islam memiliki perhatian terhadap masalah sosial. Keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat, masing-masing memiliki kedudukan khusus dalam agama samawi ini.

Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali berkata, “Allah, Allah. Kalian jangan melupakan hukum al-Quran, dan jangan sampai orang lain lebih dahulu menjalankannya dari pada kalian.” Terkait wasiat ini, Ayatullah Makarim Shirazi menulis, “Perkataan ini menegaskan bahwa kita jangan sampai hanya cukup dengan membaca al-Quran disertai tajwidnya saja dan melupakan isinya, sedangkan non-Muslim justru mengamalkan isinya. Misalnya mengenai jual beli di pasar, al-Quran memerintahkan untuk jujur dan amanah, tapi kalian melanggarnya. Mereka menuntut berbagai ilmu pengetahuan dan terorganisir mengikuti sistem yang berlaku, tapi kalian tidak memperdulikannya dan akan tertinggal,”. Amat disayangkan berbagai masalah tersebut justru menimpa umat Islam dewasa ini.

Mengenai shalat, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, “Allah, Allah. Dirikanlah shalat, karena shalat merupakan tiang agama.”Shalat menjadikan manusia terhubungan dengan Allah dan mengingat-Nya. Shalat juga menghidupkan spirit takwa. Oleh karena itu, shalat menjauhkan manusia dari kerusakan dan kemunkaran. Untuk sebabnya shalat disebut sebagai tiang agama. Sebaliknya meninggalkan shalat  akan “melupakan Tuhan”, dan orang yang melupakan Tuhan cenderung mudah untuk melakukan dosa dan kemaksiatan.

Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali juga menyinggung mengenai haji. Beliau berkata, “Allah, Allah!. Mengenai Kabah, baitullah, jangan sampai kalian meninggalkanya dan kesempatan tidak akan diberikan lagi, dan orang lain akan menggantikanmu.” Masalah ini bukan hanya memiliki dimensi ubudiyah semata tapi lebih luas dalam aspek sosial dan politik. Salah seorang perdana menteri Inggris di akhir abad 19 bernama William Gladstone berkata, “Kaum Muslim membaca al-Quran dan bertawaf di Baitullah. Nama Muhammad dikumandangkan setiap pagi dan sore oleh muadzin, maka Kristen menghadapi ancaman besar. Untuk itu kalian harus membakar al-Quran dan merusak Kabah serta menghapus nama Muhammad dari azan, “.Ucapan orang-orang yang memusuhi Islam seperti William Gladstone ini menunjukkan pentingnya al-Quran, shalat dan haji serta nama Nabi Muhammad Saw yang harus dijaga oleh umat Islam.

Imam Ali dalam wasiat lainnya berkata, “Allah, Allah! Kalian jangan mengabaikan jihad dengan harta, jiwa dan lisanmu di jalan Allah”. Maksud jihad dengan jiwa adalah maju ke medan perang demi membela Islam dan negara-negara Islam dari serangan musuh. Sedangkan jihad dengan harta adalah memberikan bantuan finansial untuk membantu pasukan Muslim, dan dalam konteks kekinian adalah penggunaan media massa. Tapi perlu diperhatikan bahwa penyalahgunaan kata jihad untuk menciptakan perpecahan di tengah umat Islam dan pembantaian terhadap Muslim maupun menunjukkan wajah buruk Islam seperti kejahatan anti-kemanusiaan yang dilakukan kelompok-kelompok takfiri seperti ISIS berbeda dengan makna Jihad sebenarnya dalam Islam.

Masalah ikatan persahabatan dan kasih sayang juga memiliki kedudukan khusus dalam Islam. Menurut Imam shadiq, ketika dua orang Muslim bermusuhan, maka setan bersuka cita, tapi ketika mereka berdamai, setan tidak berdaya. Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali memberikan nasehat supaya umat Islam jangan  sampai meninggalkan Amr Maruf dan Nahi Munkar. Beliau berkata, “Amr maruf dan nahi Munkar jangan sampai ditinggalkan, sebab kejahatan akan menguasai kalian dan ketika berdoa tidak akan terkabul,”. Sejumlah riwayat menjelaskan bahwa salah satu penyebab doa tidak terkabul disebabkan mengabaikan Amr Maruf dan Nahi Munkar.

Di akhir kata, wasiat mulia Imam Ali bagi umat Islam ini menunjukkan hakikat keagungan beliau sebagai Amirul Mukminin. Harus diakui, jika wasiat Imam Ali ini dijalankan dengan baik oleh kaum Muslimin saat ini, maka umat Islam akan hidup mulia di dunia dan akhirat. Tapi amat disayangkan, wasiat yang diucapkan Imam Ali menjelang kesyahidannya itu tidak diperdulikan oleh umat Islam.Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.


Ayatullah al-Uzhma Nuri Hamadani dalam pertemuannya dengan anggota Komite Penyiaran program siaran keagamaan dan dakwah stasiun TV Ahlul Bait As sabru pagi [3/1] di kantor pribadinya mengatakan, “Pekerjaan kalian betapa sangat mulia, penting dan insya Allah sangat bermanfaat bagi umat.”

Ulama marja taklid tersebut selanjutnya menambahkan, “Pemimpin keagamaan kita, yaitu para Maksumin As adalah pribadi-pribadi yang maksum, yang dengan itu setiap perkataan dan perbuatannya adalah hujjah bagi para pengikutnya. Yang itu mencakup dua dimensi, material dan spiritual. Dua dimensi ini dibagi lagi dalam 10 unsur yaitu: aqidah, ibadah, akhlak, masalah ekonomi, kebudayaan, kewarganegaraan, politik, masalah hukum, peradilan, dan masalah jihad atau pertahanan.”

“Pekerjaan kalian sangat luas cakupannya, ketika tema yang kalian bahas mengenai kehidupan Nabi Saw dan para Aimmah As, karena kehidupan para Maksumin As tersebut mencakup kesemua sisi yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannya.” tambahnya lagi.

“Diantara tema penting yang harus lebih banyak mendapat perhatian dan program yang lebih dikedepankan adalah membangun semangat persatuan Islam. Sebab mempersatukan umat adalah diantara pekerjaan Nabi yang paling penting. Beliau menyatukan kaum Arab yang sebelumnya terjadi perang dan saling bantai antar kabilah. Demikian pula setiap langkah dari Ahlul Bait adalah dalam rangka mewujudkan umat yang penuh kedamaian. Imam Shadiq As diriwayatkan senantiasa memberikan bantuan kepada kaum fakir, meskipun ia bukan syiah dan pengikut Ahlul Bait As.” lanjut ulama besar Iran ini.

Ayatullah al-Uzhma Nuri Hamadni kembai melanjutkan, “Tema yang berkenaan dengan Ahlul Bait tidak ada habis-habisnya, bisa digali dari Al-Qur’an, Nahjul Balaghah dan Sahifah Sajjadiyah. Meskipun ini memiliki tema yang sangat luas dan beragam, bukan berarti mudah untuk dilakukan. Kalian harus tetap mampu menampilkan tayangan yang sebaik mungkin, dan menggunakan riwayat-riwayat dan penukilan yang paling valid dan diterima secara masyhur dikalangan ulama dan sejarahwan.”

“Pasca Revolusi Islam Iran, pihak musuh senantiasa berupaya keras untuk memadamkan semangat kebangkitan itu. Termasuk mencegahnya agar tidak menular dan mempengaruhi Negara-negara lain. Saya mendapat kabar, 30 warga Syiah Mesir, ditangkap oleh pemerintah dengan alasan, pergi ke Karbala pada saat Arbain tahun ini secara illegal.” lanjutnya.

“Inilah diantara upaya mereka, yang menunjukkan betapa mereka khawatir dengan ajaran Ahlul Bait. Wahabi dan kelompok takfiri hakikatnya adalah musuh Ahlul Bait. Mereka menggunakan semua kemampuan yang mereka punya, baik secara materi maupun fisik untuk menghentikan laju dakwah Syiah yang semakin tidak bisa terbendung belakangan ini. Mereka tidak hanya melakukan agresi secara militer namun juga perang pemikiran, dan tugas kalianlah diantaranya memberikan pemahaman dan pengenalan yang sesungguhnya kepada masyarakat luas akan konspirasi ini. Semoga yang kalian lakukan, selalu meningkat dalam keadaan yang lebih baik.” pesannya.


“Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang muncul dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya, maka takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan.”

Ayatullah Ja’far Subhani dalam mejelis penutupan Kongres Gerakan Ekstremisme dan Takfiri Dalam Pandangan Ulama Islam berkata, “Sebagian karya ditulis untuk mendukung kemunculan Takfiri. Kita juga mendengar ucapan mereka yang semua ini cenderung ke arah Takfiri, yang mana para hadirin yang terhormati melalui forum ini telah menyampaikan pengecaman dan mengutuknya. Masing-masing percaya bahwa Allah Swt tidak ridha dengan apa yang mereka lakukan. Para ulama fikih Islam juga mempunyai bukti tentang adanya konspiarsi ini. Mereka meyakini, bahwa melalui pengadilan syariat saja seseorang dapat diklasifikasikan dan divonis kafir.”

Setelah itu beliau menyampaikan sambutan dalam bahasa Arab dengan menyatakan masalah Takfiri merupakan sebuah urusan yang dikecam sepenuhnya dalam Islam dan tidak mendapatkan tempat dan hujjah oleh nash-nash syariat, “Takfiri merupakan sebuah musibah dan penyakit yang muncul dalam masyarakat Islam. Jadi sebagaimana penyakit pada umumnya, maka takfiri juga membutuhkan penyembuhan termasuk pencegahan.”

Ayatullah Subhani kemudian menceritakan beberapa perkara penting sebagai jalan penyelesaian krisis Takfiri yaitu tidak cukup dengan hanya menulis artikel dan mengeluarkan fatwa, “Kita perlu menyediakan langkah-langkah strategis untuk mencabut akar persoalan ini; oleh karena itu, diusulkan untuk membuat membuat rencana-rencana alternatif untuk menghadapi gerakan takfiri.”

Beliau juga menganggap tindakan menyadarkan masyarakat di negara-negara Islam melalui media dan minbar-minbar masjid tentang bahaya gerakan dan pemahaman Takfiri merupakan langkah strategis yang cukup mampan demi menghadapi masalah Takfiri, “Sekiranya terdapat kemungkaran dalam masyarakat, maka kita perlu berdiri menghadapinya. Hari ini pengkafiran atas ahli kiblat yang juga menunaikan ibadah shalat dan haji terkategori sebagai kemungkaran yang paling besar. Bahkan lebih dari itu, dengan dalih kafir, mereka berlaku kejam atas saudara seagama. Mereka membantai dan bertindak dengan tidak berprikemanusiaan. Ini disebabkan kesalah pahaman atas nash-nash agama, yang justru memberi keuntungan kepada pihak musuh.”

Ulama besar yang juga marja taklid terkenal di kota Qom ini kembali berkata, memperkenalkan ajaran Islam yang sebenarnya adalah langkah strategis kedua, yaitu Islam yang ramah dan pemberi rahmat sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. “Ajaran Islam yang sesungguhnya adalah menyeru kepada ajakan yang memanusiakan manusia, untuk lebih mengutamakan persaudaraan dan keharmonisan antara kalangan masyarakat Islam.Anjuran untuk saling memuliakan bukan hanya untuk sesama muslim, namun juga untuk penganut agama lain. Berdasarkan ajaran Islam ini, maka secara tegas dikatakan, darah umat Islam haram hukumnya untuk ditumpahkan. Namun takfiri dan gerakannya telah menodai ajaran Islam ini, dengan menggunakan simbol-simbol Islam mereka memperkenalkan kemasyarakat dunia bahwa Islam adalah ajaran teror dan penuh kekerasan.”

Ayatullah Subhani turut menerangkan beberapa langkah efektif lain dalam menangani kemelut yang diciptakan kelompok takfiri, “Demi merealisasikan misi tersebut, pertemuan-pertemuan seperti ini perlu diteruskan dan digalakkan. Pertemuan yang dilakukan hendaklah lahir dari keinginan dan tekad kuat bersama untuk menyelesaikan persoalan ini. Sehingga yang hadir di pertemuan seperti ini, ketika kembali ketengah-tengah masyarakatnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Umat Islam tidak boleh dibiarkan lalai dari persoalan, mereka tidak boleh dibiarkan buta dengan kondisi dunia Islam hari ini. Ulama-ulama Islamlah yang paling bertanggungjawab untuk mengakhiri episode tragis umat Islam.”

Mengenai langkah strategis keempat, Ayatullah Subhani berkata, “”Tidak diragukan lagi, di kalangan umat Islam ada perbedaan pandangan dalam bidang fikih termasuk sejumah entri dari bahasan akidah, dan masing-masing pandangan memiliki hujjah yang kuat. Namun sekiranya kita ingin mengenali sebuah mazhab, hendaklah kita melihat sumber-sumber asli yang dipegang mazhab tersebut yaitu berdasarkan apa yang dijelaskan oleh ulamanya. Salah satu argumen yang menjadi jurang pemisah adalah kita tidak melihat sumber asli mazhab tersebut dan bagaimana ulama yang paling berwenang dalam hal tersebut menjelaskannya.”

“Langkah selanjutnya, adalah membersihkan silabus materi pelajaran Islam disekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan yang mengandung unsur-unsur pemahaman takfiri, seperti pandangan yang menyebutkan bertawassul kepada para Nabi hukumnya syirik, berziarah kubur haram hukumnya dan sebagainya. Tidak dapat dipungkiri, materi Islam yang diajarkan sekolah memberikan pengaruh besar terhadap generasi muda Islam. Kita tidak bisa pungkiri, adanya peran agen-agen Barat dalam penyusunan materi-materi kurikulum pelajaran Islam di sekolah-sekolah. Dan ini harus mendapatkan langkah antisipasi yang sifatnya segera dan mendesak.” tambahnya lagi.
Ayatullah Subhani menambahkan, “Akar dari pemahaman takfiri adalah kesalahan dalam memaknai kufir, tauhid, syirik dan bid’ah. Ini yang harus diluruskan.”

Di ujung penyampaiannya, Ayatullah Ja’far Subhani berkata, “Hal yang sangat mengherankan adalah sikap Barat yang bermuka dua. Disatu sisi mereka mengecam aksi terorisme dan menyebutnya sebagai aksi yang menciderai Islam, namun disaat yang sama mereka memberikan dukungan bahkan membiayai gerakan-gerakan terorisme di Negara-negara lain.”

“Kepada Allah Swt jualah akhirnya kita memohon agar para hadirin dalam konferensi ini senantiasa mendapatkan kesehatan dan keselamatan sehingga dapat menjalankan amanah-amanah dari pertemuan ini.” tutupnya.

Konferensi Internasional Gerakan Ekstremisme Dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam telah terselenggara selama dua hari di kota Qom pada 23 dan 24 November lalu yang diprakarsai Ayatullah Makarim Syirazi dan Ayatullah Ja’far Subhani dengan kerjasama  Majma’ Jahani Ahlul Bait, Jamiatul Mustafa al-Alamiyah dan lembaga-lembaga Islam lainnya dengan tujuan membincangkan akar krisis Takfiri serta mencari jalan penyelesaiannya. Konferensi ini setidaknya dihadiri kurang lebih 350 ulama Sunni dan Syiah yang mewakili 80 negara.

Memperingati Imam Jawad(as)-Debat Bersama Yahya bin Aktham

Bagian dari seri Dua Belas Imam
Imam Muhammad al-Jawad
A depiction by a Muslim artist.
penggambaran fiksi
Muhammad bin Ali bin Musa
Imam Kesembilan
Kunyah Abu Ja'far
Lahir 10 Rajab 195 H
12 April 811 Masehi
Meninggal 29 Zulkaidah 220 H
27 November 835 Masehi
Tempat lahir Madinah
Dikuburkan Kazimain
Masa hidup Sebelum Imamah: 7 tahun
(??? - ??? H)
Imamah: 17 tahun
(??? - ??? H)
Gelar at-Taqi (Arab:)
al-Jawad (Arab: Dermawan)
Dokuzuncu Ali (Turki: Ali kesembilan)
Ayah Ali ar-Ridha
Ibu Khaizuran
Keturunan Ali al-Hadi (penerus)
Ali · Hasan · Husain
as-Sajjad · al-Baqir · ash-Shadiq
al-Kadzim · ar-Ridha · al-Jawad
al-Hadi · al-Asykari · al-Mahdi

Imam Jawad (as) tatkala mencapai makam Imamah di usia kurang dari 10 tahun, penaruh benci dan dendam berkhayal bahawa mereka dapat menggugat keimamahan beliau dengan sebuah dialog ilmiyah. Kemungkinan mudah sekali cendiakawan dan ilmuan mengemukakan soalan yang tak mampu dijawab oleh seorang anak kecil.

Tatkala Makmun ‘Abbasi memindahkan pusat pemerintahannya dari Tus ke Baghdad, baginda mengutus surat undangan kepada Imam Jawad (as) ke Baghdad. Seperti biasa ia merupakan undangan paksaan seperti mana undangan ke atas Imam Ridha (as) ke Tus.

Sebaik sahaja Imam Jawad (as) masuk ke kota Baghdad, Makmun mengusulkan puterinya Ummul Fadl untuk dikahwini Imam Jawad, namun Imam Jawad hanya berdiam diri ketika berdepan dengan baginda. Maka Makmun mengertilah diamnya beliau adalah tanda setuju lantas baginda menitahkan persiapan perkahwinan itu.

Pesta perkahwinan itu mengejutkan kelompok bani Abbasiyah. Dengan suara protes mereka berkata kepada Makmun, “Acara apakah ini? Ali bin Musa baru saja meninggalkan dunia dan kekhalifahan telah disandang oleh Bani Abbasiyah. Sekali lagi anda ingin kembalikan kekhalifahan kepada keluarga Ali? Ketahuilah kami tidak mahu semua ini terjadi, apakah dikau lupa perseteruan kita selama beberapa tahun ini?
Makmun bertanya, “Apa pandanganmu?”.
Mereka berkata, “Anak kecil ini masih mentah dan tidak punya pengetahuan dan ilmu bermanfaat”.
Makmun berkata, “Kalian tidak tahu, baik kecil atau besar, mereka punya ilmu dan  pengetahuan yang luas dan jikalau bicaraku ini tidak kalian terima, ujilah ia. Bawakan cendiakawan yang kalian akui untuk berbahas dengannya. Kebenaran kata-kataku pasti terungkap”.

Kelompok Abbasi memilih Yahya bin Aktham, seorang yang masyhur dengan ilmu yang luas. Makmun juga telah mengatur majlis dialog untuk mengadili keilmuan Imam Jawad (as) sekitar Islam dan Syiah. Jikalau Aktham menang dalam dialog ini maka ilmu para imam dianggap batil.

Majlis pun bermula dan Yahya berdepan dengan Makmun dan berkata, “Bolehkah saya bertanya kepada anak muda ini?”.

Makmun menjawab, “Mintalah kebenaran daripadanya”.
Yahya lantas meminta kebenaran dari Imam Jawad (as) dan Imam menjawab, “Tanyalah apa yang anda inginkan”.

Soalan Yahya bin Aktham kepada Imam Jawad:
Yahya bertanya, “Tentang seseorang yang berihram sambil memburu haiwan, apakah pendapatmu?”. (Salah satu amalan yang haram ketika berihram ialah memburu bintang)
Imam Jawad menjawab, “Apakah individu ini dalam Hel (keluar dari batasan haram) atau dalam keadaan haram? Alim atau Jahil tentang pengharaman memburu ketika ihram? sengaja atau tidak sengaja? merdeka atau hamba? apakah ini kali pertama atau tidak? buruannya itu unggas atau bukan? haiwan shaghir atau kabir? dengan pekerjaan ini apakah ia menyesal atau tidak? di waktu malam atau siang ia berburu? dalam ihram umrah atau ihram haji?
Dengan semua cabang yang telah diterangkan oleh Imam Jawad, Yahya bin Aktham kehairanan dan wajahnya kelihatan tidak berupaya berdepan dengan Imam seterusnya lidahnya menjadi kelu.
Situasi ini menyebabkan Makmun berkata kepada kaum kerabatnya, “Apakah kalian telah ketahui apa yang kalian tidak terima?”.
Setelah dialog itu berlangsung, orang ramai bubar melainkan sanak saudara khalifah. Makmun berkata kepada Imam Jawad dan berkata, “Tuan hamba, alangkah baiknya dikau terangkan setiap cabang (furu’) tentang membunuh haiwan perburuan ketika ihram sehingga kami dapat manfaat daripadanya”.

Imam Jawad mengatakan, “Jikalau seseorang itu memburu dalam keadaan Hil (luar batasan haram) dan buruannya itu berupa unggas besar, kafarahnya seekor kambing.
Jikalau ia membunuh dalam batasan haram, kafarahnya adalah dua kali ganda.
Jikalau ayam atau burung yang dibunuh di luar haram, kafarahnya ialah seekor biri-biri yang baru diperah susunya.
Jikalau ayam itu dibunuh di dalam haram, hendaklah ia membayar harga biri-biri dan ayam tersebut.
Jikalau haiwan liar yang diburunya seperti kuda belang, maka kafarahnya ialah seekor lembu.
Jikalau burung unta, maka kafarahnya ialah seekor unta.
Jikalau kijang, kafarahnya ialah seekor kambing.
Jikalau salah satu daripada ini yang dibunuhnya di dalam haram, maka kafarahnya dua kali ganda.
Jikalau seseorang itu melakukannya dalam keadaan ihram, maka satu korban wajib ke atasnya. Jikalau dalam keadaan ihram haji, satu korban di mina hendaklah disembelihnya.
Jikalau dalam keadaan umrah hendaklah ia melaksanakan korban di Makkah.
Hukum kafarah memburu samada alim atau jahil adalah sama; namun jikalau sengaja maka ia telah melakukan dosa, namun jikalau tidak sengaja maka ia tidaklah berdosa.
Kafarah memburu buat seseorang yang merdeka adalah tanggungjawabnya sendiri, dan kafarah buat hamba sahaya dipikul oleh tuannya.
Haiwan Shaghir tidak perlu kafarah, namun kabir adalah wajib.
Azab di akhirat diangkat buat mereka yang menyesal. Namun mereka yang tidak menyesal akan dihukum.

Makmun berkata, “Bagus wahai Aba Jafar! Tuhan membalas kebaikan buatmu! Sekarang tanyalah kepada Yahya seperti mana ia telah bertanya kepadamu”.
Ketika ini Imam Jawad bertanya, “Bolehkah saya bertanya?”.
Yahya mengatakan, “Iya, saya akan menjawabnya jika mampu, kalau tidak saya pun akan mengambil manfaat daripada anda”.

Kata beliau, “Perempuan bagaimanakah ia menjadi yang halal dan haram?”.
“Katakan kepadaku tentang seorang lelaki yang haram melihat seorang perempuan ketika pagi, oleh kerana hari sudah siang ia menjadi halal, ketika waktu zuhur ia menjadi haram, ketika waktu asar ia menjadi halal, ketika matahari tenggelam ia menjadi haram, ketika waktu isya’ ia menjadi halal, ketika pertengahan malam ia menjadi haram dan ketika fajar menyinsing ia menjadi halal?
Yahya berkata, “Tidak, demi tuhan saya tidak mampu menjawab soalan ini, saya tidak tahu bagaimana seorang perempuan itu sebentar menjadi halal dan sebentar haram, jikalau jawapannya baik terangkanlah kepada kami”.

Imam berkata, “Perempuan ini adalah seorang hamba, di pagi hari, seorang lelaki asing melihat padanya. Maka ia adalah haram. Oleh kerana hari sudah siang, lelaki itu telah membeli ia dari tuannya dan perempuan itu menjadi halal buatnya. Oleh kerana hari sudah zuhur lelaki itu memerdekakannya maka perempuan itu menjadi haram kepadanya. Menjelang asar lelaki itu menikahinya dan ia menjadi halal. Ketika maghrib lelaki itu menziharkan isterinya, maka ia menjadi haram. Ketika Isya lelaki itu membayar kafarah Zihar lantas ia menjadi halal semula. Sehingga pertengahan malam lelaki itu menceraikannya maka ia menjadi haram. Ketika fajar menyinsing ia merujuk maka ia menjadi halal kembali.

Setelah itu kebenaran mazhab Ahlul Bait menjadi terang kepada mereka. Ini disebabkan para Imam dapat menjawab pelbagai soalan secara spontan tanpa memerlukan guru dan tidak ada ahli sejarah yang menulis mereka telah belajar sekian lama dengan seseorang.

Dua Puluh Pesan Jihad Ayatullah Sistani


Pertempuran militer dan rakyat Iraq melawan kelompok teroris ISIL semakin sengit. Untuk tetap memelihara etika jihad yang dianjurkan oleh Islam, Ayatullah Sistani menurunkan 20 pesan jihad untuk para pejuang ini.
Berikut ini 20 pesan jihad yang telah dikeluarkan oleh Ayatullah Sistani tersebut:

1. Sebagaimana Allah mengajak seluruh muslimin untuk berjihad dan lebih mengutamakan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tinggal di rumah, Dia juga menentukan etika dan batasan-batasan jihad yang telah ditetapkan sesuai hikmah dan fitrah. Anda semua harus mengenal dan memperhatikan etika ini. Barang siapa mengindahkan etika ini, maka ia layak memperoleh anugerah dan berkah Ilahi. Tetapi, barang siapa tidak memperhatikannya, maka pahalanya pasti berkurang dan ia tidak akan sampai pada cita-citanya.

2. Jihad memiliki etika umum yang harus diperhatikan sekalipun kita sedang memerangi kaum nonmuslim. Rasulullah saw selalu mengingatkan etika umum ini kepada para sahabat sebelum mereka berangkat ke medan perang. Dalam sebuah hadis Imam Shadiq as berkata, “Ketika Rasulullah ingin mengirimkan masyarakat untuk sebuah perang, beliau memanggil dan mendudukkan mereka di hadapan beliau sembari bersabda, ‘Berangkatlah dengan nama Allah, di jalan Allah, dan atas dasar agama utusan Allah. Janganlah kalian berlebih-lebihan, janganlah memotong-motong anggota tubuh orang-orang yang telah terbunuh, janganlah kalian menggunakan tipu muslihat, janganlah kalian membunuh orang-orang tua, anak-anak, dan kaum wanita, dan janganlah memotong pohon apapun kecuali apabila kalian terpaksa.’”

3. Lebih dari itu, memerangi muslimin yang memberontak juga memiliki etika. Etika ini telah sampai ke tangan kita dari Imam Ali as. Beliau juga senantiasa memperhatikan etika dan memerintahkan seluruh sahabat untuk memperhatikannya. Seluruh umat Islam juga sepakat atas etika ini dan menjadi hujjah antara mereka dan Allah. Anda semua juga harus mengamalkan etika dan sirah Imam Ali ini.
Dalam sebuah hadis, Imam Ali as pernah menekankan hadis Tsaqalain, Ghadir Khum, dan lain-lain seraya berkata, “Pandanglah Ahlul Bait nabi kalian dan berkomitmenlah terhadap keistimewaan mereka. Mereka tidak akan pernah menyelewengkan kalian dari jalan hidayah dan juga tidak akan menjerumuskan kalian ke jurang kesesatan. Untuk itu, jika mereka bergerak, maka kalian juga bergeraklah. Jika mereka berhenti, maka kalian juga harus berhenti. Janganlah kalian mendahului mereka dan juga jangan pula ketinggalan dari mereka, karena kalian pasti akan celaka.”

4. Dalam membunuh setiap manusia, perhatikanlah Allah. Dengan ini, kalian tidak akan rela membunuh orang yang tidak diperbolehkan oleh-Nya untuk dibunuh. Salah satu dosa besar adalah membunuh orang yang tak berdosa, dan salah satu kebaikan terbesar adalah memelihara jiwa manusia. Allah juga telah menekankan hal ini dalam al-Quran.

Ketahuilah, membunuh manusia tak bersalah mengakibatkan efek yang sangat berbahaya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Imam Ali as menulis untuk Malik Asytar, “Berhati-hatilah dan jangan sampai kamu menumpahkan darah melalui jalan yang tidak dihalalkan. Tidak ada perbuatan yang memiliki siksa yang pedih dan pengaruh yang buruk seperti tindakan ini. Tindakan ini dapat memutuskan nikmat dan mempercepat ajal. Hanya Allahlah yang akan menghukumi tentang penumpahan darah ini pada hari kiamat kelak. Untuk itu, janganlah kamu gunakan kekuasaanmu ini untuk menumpahkan darah orang, karena tindakan ini akan memperlemah pemerintahanmu, dan bahkan memusnahkannya. Kamu tidak akan memiliki uzur atas pembunuhan sengaja ini di sisi Allah dan di hadapanku, karena hukumannya adalah kisas.”
Untuk itu, jika Anda semua menghadapi sebuah masalah yang samar atau Anda memberikan kemungkinan peluru akan menimpa orang-orang tak berdosa, maka berhati-hatilah dalam hal ini.

5. Ingatlah Allah dan jangan melakukan hal-hal yang diharamkan, terutama berkenaan dengan orang-orang lanjut usia, anak-anak, dan kaum wanita. Seandainya mereka berasal dari kerabat musuh, kehormatan mereka harus tetap dipelihara. Hal ini berbeda dengan harta benda musuh yang memang harus dikuasai.
Dalam sirah Amirul Muminin Ali as kita saksikan, sekalipun sebagian sahabat terutama kelompok Khawarij untuk menjarah rumah, kaum wanita, dan keluarga musuh, beliau enggan melakukan hal itu. Beliau berkata, “Kaum pria memerangi kita dan kita juga telah berperang. Kita tidak bisa melanggar kaum wanita dan anak-anak, karena mereka adalah muslim. Tetapi, peralatan dan harta benda yang telah mereka gunakan untuk memerangi kalian adalah hak milik laskar dan untuk kalian. Tetapi harta yang ada di rumah mereka adalah hak warisan keluarga mereka dan kalian tidak memiliki hak sedikit pun terhadap harta ini.”

6. Berhati-hatilah dan janganlah kalian menghina agama yang diyakini masyarakat dengan tujuan untuk menghalalkan kehormatan, sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh Khawarij di permulaan sejarah Islam. Para pengikut mereka juga melakukan hal yang sama pada masa kita sekarang ini. Mereka melakukan kejahatan-kejahatan yang pernah dilakukan Khawarij dengan bersandarkan pada sebagai teks-teks agama.
Ketahuilah, barang siapa mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia adalah muslim. Darah dan hartanya harus dihormati, sekalipun ia sesat dan pencipta bid’ah. Hal ini karena setiap bid’ah tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir. Bisa jadi seorang muslim yang telah melakukan kerusakan (fasad) lebih pantas untuk dibunuh.
Allah swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian berperang di jalan Allah, maka bertabayyunlah. Janganlah kalian katakan kepada orang yang menyatakan Islam kepada kalian bahwa ia bukan orang yang beriman hanya demi menginginkan harta benda dunia.”
Dalam sebuah hadis dari Imam Shadiq as ditegaskan bahwa Imam Ali as tidak pernah menyebut musuh beliau dengan nama musyrik dan munafik. Beliau malah menyebut mereka sebagai saudara-saudara kita yang telah memberontak.

7. Janganlah kalian melanggar warga nonmuslim yang berteduh di bawah payung Islam. Barang siapa melanggar mereka, maka ia adalah pengkhianat, dan khianat adalah termasuk tindakan yang paling buruk dalam ketentuan, fitrah, dan agama Allah.
Allah pernah berfirman, “Janganlah merasa enggan untuk berbuat kebajikan dan bertindak adil kepada mereka yang tidak memerangi kalian dan juga tidak mengusir kalian dari tanah air kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertindak adil.”

8. Takutlah kepada Allah tentang harta benda masyarakat. Harta seorang muslim tidak halal untuk seorang muslim yang lain kecuali apabila ia rela. Barang siapa merampas harta seorang muslim, maka seakan-akan ia menggenggam kobaran api.
Dalam sebuah Rasulullah saw pernah bersabda, “Barang siapa mencuri harta seorang muslim, maka Allah memalingkan waha darinya, memurkainya, dan tidak mencatat kebaikannya sebelum ia bertobat dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya.”

9. Takutlah kepada Allah dan jangan melakukan hal-hal yang diharamkan dengan tangan dan lidah Anda. Janganlah menghukum seseorang lantaran dosa orang lain. Allah berfirman, “Sebuah jiwa tidak akan menanggung dosa jiwa yang lain.” Janganlah Anda menangkap seseorang dengan landasan yang meragukan dan prasangka, kecuali Anda yakin. Keyakinan mendorong Anda bertindak hati-hati dan keraguan dan prasangka akan mendorong Anda melanggar orang lain. Kebencian Anda kepada musuh jangan sampai mendorong Anda untuk melakukan hal-hal yang haram. Allah berfirman, “Janganlah cercaan kaum itu mendorong kalian untuk tidak berbuat adil. Berbuatlah adil, karena hal ini lebih dekat kepada ketakwaan.”

10. Janganlah Anda melarang sebuah kaum untuk menerima hak-hak mereka selama mereka tidak memerangi Anda, sekalipun mereka membenci kalian. Dalam sirah Imam Ali as disebutkan, beliau memperlakukan para penentang beliau sebagaimana seluruh muslimin yang lain. Tentu selama mereka tidak memerangi beliau. Beliau juga tidak pernah memulai perang melawan mereka.

11. Ketahuilah, mayoritas musuh Anda di medan perang ini hanya tertipu oleh syubhat. Untuk itu, janganlah kalian bertindak sedemikian rupa sehingga syubhat ini menguat di benak masyarakat dan akhirnya mereka bergabung dengan musuh. Tetapi, bertindaklah baik dan adil serta penuh nasihat dan menghindari kelaliman sehingga syubhat itu tidak berpengaruh. Barang siapa berhasil menghilangkan sebuah syubhat dari benak seseorang, maka ia telah menghidupkannya, dan barang siapa menyisipkan syubhat dalam benak seseorang, maka ia telah membunuhnya.

12. Janganlah seseorang dari kalangan Anda berpikiran bahwa kezaliman memiliki pengaruh yang tidak dimiliki oleh keadilan. Gaya berpikir semacam ini terjadi lantaran kelalaian terhadap akibat menengah dan jauh sesuatu dan juga keteledoran atas sejarah umat terdahulu.
Dalam fenomena-fenomena sejarah modern, banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran. Sebagian penguasa menggunakan kezaliman untuk memperkuat kekuasan mereka. Hal ini terus berlanjut hingga Allah membinasakan kekuasaan mereka dari jalan yang tidak pernah mereka bayangkan.

13. Jika kesabaran, tindakan tidak tergesa-gesa, menyempurnakan hujjah, dan mengindahkan norma-norma insani bisa mendatangkan sedikit kerugian bagi kita, tentu hal ini tetap memiliki berkah dan akibat yang lebih baik. Kita banyak melihat contoh untuk masalah ini dalam sirah para manusia suci. Mereka tidak pernah memasuki arena perang untuk melawan muslimin sebelum lawan mereka memulai perang. Pada peristiwa Perang Jamal, setelah laskar Imam Ali as keluar, penyeru beliau menegaskan, “Tak seorang pun berhak memulai perang sehingga saya memerintahkan.”
Imam Husain as pada hari Asyura juga berbuat demikian.

14. Hadapilah masyarakat dengan penuh kebijakan dan dukunglah mereka sehingga mereka mendukung dan menolong Anda. Belalah orang-orang lemah sekuat tenaga Anda, karena mereka adalah saudara-saudara Anda, dan berbuatlah lemah lembut terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Anda berada di haribaan Allah dan Dia mencatat seluruh tindakan Anda dan mengetahui niat Anda.

15. Janganlah lupakan salat wajib. Seorang muslim di hadapan perhitungan Allah tidak memiliki amal paling baik daripada salat. Salat juga memiliki etika yang harus diperhatikan di haribaan Allah.

Salat adalah tiang agama dan barometer terkabulnya amal. Allah telah meringankan kewajiban ini dalam kondisi sulit dan perang. Jika seseorang sibuk dengan perang dalam seluruh waktu salat, maka ia bisa mencukupkan diri dengan satu takbir sekalipun ia tidak menghadap ke Kiblat.
Lebih dari itu, Allah juga memerintahkan supaya muslimin menjaga jiwa dan senjata mereka. Untuk itu, janganlah mereka mengerjakan salat secara bersamaan, tetapi kerjakanlah salat secara bergantian.

16. Ingatlah selalu kepada Allah dan bacalah al-Quran. Ingatlah selalu masa ketika Anda akan kembali kepada Allah. Imam Amirul Mukminin as selalu bertindak demikian. Di malam Perang Shiffin, beliau mengerjakan salat di antara dua barisan padahal anak-anak panah melesat dari segala arah, dan beliau tidak menggubrisnya.

17. Kami memohon kepada Allah supaya tindakan Anda terhadap orang pada masa perang dan damai seperti tindakan Rasulullah dan Ahlul Bait as dan kalian menjadi hiasan dan nilai bagi Islam. Agama ini telah dibangun berlandaskan pada cahaya fitrah dan kesaksian akal dan etika. Cukuplah bagi kita keutamaan bahwa nabi kita telah mengibarkan panji rasionalitas dan etika. Dalam dakwah, beliau mengajak seluruh masyarakat untuk merenungkan hidup dan mengambil pelajaran dari kondisi dunia.

18. Hindarilah ketergesaan dalam merenungkan sehingga Anda tidak celaka, karena musuh ingin menyeret Anda ke tempat yang mereka inginkan tanpa Anda berpikir dan merenung.

19. Masyarakat yang dijadikan oleh musuh sebagai perisai hendaklah mengenal nilai pengorbanan para pejuang dan jangan sampai tertipu oleh muslihat yang digelontorkan tentang para pejuang ini. Allah tidak menetapkan sebuah hak untuk seseorang atas orang lain kecuali Dia juga telah menetapkan hak yang setimpal untuknya.
Ketahuilah bahwa tak seorang pun seperti saudara kalian menghendaki kebaikan Anda. Tentu dengan syarat kalian harus murni dan ikhlas. Jika diperlukan, maafkanlah kesalahan sesama kalian. Orang yang menyangka bahwa seorang asing lebih memikirkan nasib keluarga dan negaranya, pasti ia telah keliru. Barang siapa yang ingin mencoba sebuah pengalaman yang telah pernah dicoba sebelum ini pasti akan menyesal. Saling memaafkan akan mendatangkan pahala yang sangat besar.

20. Semua kalangan dan lapisan masyarakat harus menyingkirkan setiap bentuk fanatisme yang tak berarti dan lebih mengindahkan etika yang baik. Allah menciptakan aneka ragam kaum dan bangsa supaya mereka saling mengenal dan tukar menukar pengalaman serta saling tolong menolong. Coba Anda renungkan berapa banyak harta dan tenaga di masa lalu yang telah digunakan hanya untuk memukul sesama kita, padahal seluruh harta dan tenaga ini semestinya harus dimanfaatkan untuk kemajuan seluruh muslimin. Untuk itu, berhati-hatilah menghadapi fitnah yang tidak hanya menghantui orang-orang yang lalim. Padamkanlah api fitnah ini dan berpegangteguhlah kepada tali Allah.

Imam Askari, Mentari Keadilan


Imam Hasan Askari dilahirkan di kota Madinah tanggal 8 Rabiul Tsani tahun 232 Hijriah. Hari kelahiran Ahlul Bait Rasulullah Saw membawa keberkahan, sekaligus pelajaran penting dari kehidupan mulia mereka bagi umat manusia. Kehidupan Ahlul Bait Rasulullah Saw menjadi suri teladan terbaik bagi masyarakat. Manusia-manusia suci ini dalam kehidupannya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan membela kebenaran dan keadilan.

Salah satu tujuan terpenting diutusnya para Nabi dan Rasul berdasarkan ayat suci al-Quran adalah penegakkan keadilan. Untuk mewujudkan keadilan diperlukan seorang pemimpin adil di tengah masyarakat. Dalam kitab suci al-Quran surat al-Hadid ayat 25, Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..".


Senada dengan ayat ini, Imam Ridha berkata,"... salah satu argumentasi pentingnya Imam dan pemimpin adalah perlunya masyarakat terhadap undang-undang. Mereka wajib mematuhinya, dan tidak boleh melanggar undang-undang. Sebab setiap pelanggaran terhadap batas-batas aturan yang telah ditetapkan menyebabkan terjadinya kerusakan di tengah masyarakat. Untuk melindungi batas-batas aturan diperlukan para penjaga yang terpercaya. Jika tidak, tidak ada seorangpun yang bersedia untuk meninggalkan kenikmatan dan kepentingan pribadinya, meskipun akan menyebabkan kerusakan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Allah swt menyerahkan urusan masyarakat kepada orang yang bisa mencegah kerusakan yang disebabkan para perusak, dan menjalankan aturan di tengah masyarakat. Dalil lain [urgensi keberadaan Imam], bangsa manapun tidak akan berlanjut tanpa pemimpin untuk mengatur urusan dunia, dan akhirat mereka. Dengan demikian, hikmah Allah Yang Maha Bijaksana tidak akan membiarkan makhluknya berkaitan dengan masalah penting..."

Imam Hasan Askari adalah Imam kesebelas yang menjadi pembimbing umat. Kelahirannya memancarkan cahaya penerang kehidupan manusia, yang sudah lelah dari ketidakadilan dan kezaliman. Beliau menjadi Imam dalam usia 22 tahun  setelah ayahnya, Imam Ali al-Hadi syahid. Meskipun Imam Hasan Askari hidup tidak lebih dari 28 tahun, tapi di usia yang singkat ini telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Islam. Manusia mulia ini mewariskan karya besar dan penting di bidang tafsir al-Quran, fiqih dan ilmu pengetahuan bagi umat Islam. Di tengah ketatnya pembatasan dan tingginya tekanan dinasti Abbasiyah terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw, Imam Askari masih tetap menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam secara terorganisir untuk menyiapkan kondisi keghaiban Imam Mahdi setelah beliau.

Di era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah, Imam Askari as bangkit menyampaikan hakikat agama secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran mata air kebenaran. Argumentasi yang disampaikan Imam Askari as dalam berbagai forum ilmiah diakui oleh para pemikir di zamannya, dan menjadi panduan bagi mereka.

Lembaran sejarah menorehkan keagungan akhlak Imam Hasan Askari. Berbagai riwayat mengungkapkan kemuliaan manusia agung ini. Di tengah kondisi sulit karena tekanan pemerintah lalim saat itu, Imam Hasan Askari tetap menjadi rujukan masyarakat. Bahkan Imam tetap menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, dan menyelesaikan masalah yang mereka alami. Kedermawanan Imam Hasan Askari sangat dirasakan oleh masyarakat.

Abu Yusuf, penyair dinasti Abbasiah, menuturkan "Aku pernah mengalami kondisi yang sangat sulit. Saat itu, aku baru saja mempunyai seorang anak. Kondisi sulit saat itu membuatku menulis surat memohon bantuan kepada para pembesar Bani Abbas. Namun sangat disayangkan, mereka sama sekali tidak membantuku.Ketika pesimis, aku teringat Imam Hasan Askari. Kemudian, aku mendatangi rumah beliau. Tidak lama setelah mengetuk pintu, seorang sahabat Imam membawa sekantong uang. Sahabat Imam itu berkata, "Ambillah uang 400 dirham ini! Imam mengatakan; Gunakanlah uang ini untuk anakmu yang baru lahir. Dengan keberadaan anak tersebut, Allah Swt memberikan berkah dan kebaikan kepadamu."

Mengenai ibadah dan penghambaan Imam Hasan, beliau adalah sosok yang sangat sempurna. Abu Hasyim Jafari, salah satu sahabat setia Imam Hasan Askari berkata, "Ketika tiba waktu shalat, Imam langsung meninggalkan pekerjaan dan aktivitasnya. Beliau tidak pernah mendahulukan pekerjaan lainnya dari pada shalat." Kehidupan Imam Askari merupakan manifestasi sejati dari ibadah dan penghambaan kepada Allah Swt. Bahkan, para sipir penjara dinasti Abbasiah menemukan jalan yang benar dan kebahagiaan sejati setelah menyaksikan ibadah Imam Askari di penjara.

Dalam nasehatnya, Imam Hasan Askari mengajak umat bersabar di tengah tekanan hidup. Kepada salah seorang sahabatnya, beliau berkata, "Selama kalian mampu dan bisa bertahan, janganlah memohon kepada orang lain. Sebab, setiap hari ada rejeki baru. Ketahuilah bahwa terus-menerus memohon atau mengemis dapat menghilangkan harga diri seseorang. Untuk itu, bersabarlah hingga Allah Swt membuka pintu bagimu. Kenikmatan itu ada masanya. Janganlah tergesa-gesa memetik buah yang belum waktunya dan petiklah pada waktunya."

Imam Hasan Askari menjadi pemimpin umat selama enam tahun. Tapi, dalam waktu yang singkat itu, beliau berperan besar dalam menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam Hasan mengajar dan membina murid-murid yang menjadi ulama dan ilmuwan setelahnya. Selain itu, beliau membimbing umat dengan pemikiran dan ajaran Islam yang benar, di tengah derasnya serangan budaya dan pemikiran dari luar Islam. Ketika itu, di dunia Islam tengah marak penyimpangan pemikiran dan pandangan atheis yang dikembangkan dari pemikiran Yunani dan India.

Imam Hasan Askari terus berupaya menyelamatkan masyarakat dari segala bentuk penyimpangan budaya dan pemikiran dengan memberikan pencerahan pemikiran dan spiritualitas. Menyampaikan masalah agama, membina majlis-majlis ilmu, dan membina para sahabat unggulan termasuk bentuk perlawanan yang dilancarkan Imam Hasan Askari terhadap pemerintah zalim Dinasti Abbasiah. Melalui media ilmu dan pengetahuan, Imam Askari menjelaskan fakta sebenarnya bahwa pemerintahan zalim menjadi penghalang terlaksananya ajaran-ajaran agama dan keadilan di tengah masyarakat. Disamping itu, pemerintah zalim menginjak-injak hak-hak masyarakat dan menyelewengkannya menjauhi jalan kebenaran. Imam Hasan menguatkan spirit keadilan di tengah masyarakat, dan mengabarkan kehadiran putranya, Imam Mahdi sebagai hujah Tuhan, yang akan mewujudkan keadilan di dunia ini.

POSISI DAN PERAN IMAMAH; Studi historikal kesinambungan Imamah dalam percakapan Imam Husein as dan Imam Sajjad as


Imamah dan kepemimpinan merupakan prinsip dan pondasi penting agama Islam. Kedua masalah ini, di samping prinsip-prinsip lainnya, mewujudkan eksistensi Islam. Keuniversalan agama Islam membuatnya tidak bergantung pada lainnya. Kedua prinsip ini sebagai penjaga hukum, undang-undang dan nilai-nilai ilahi. Bahkan lebih dari itu, begitu pentingnya prinsip ini juga sebagai penjamin keberlangsungan hasil dari prinsip-prinsip yang lain. Keberadaan dan peran dari prinsip Imamah menjamin tauhid, keadilan ilahi, kenabian dan hari akhir menjadi lebih realistis; mulai dari sisi teoritis hingga praktis. Manusia dengan mudah dapat merasakan itu dan memanfaatkannya. 

Dalam sistem politik Islam, prinsip Imamah dan kepemimpinan keberadaan dan perannya tidak diragukan lagi. Prinsip Imamah dan kepemimpinan adalah langkah awal untuk mendirikan sebuah pemerintahan Islam yang pada gilirannya menyiapkan kondisi dan fasilitas demi terlaksananya undang-undang politik, sosial, ekonomi, militer, moral, pendidikan, hukum dan peradilan di tengah-tengah masyarakat berdasarkan Islam.

Kewajiban, peran dan dampak penting dari prinsip Imamah dan kepemimpin dalam ajaran Islam menjadi tanggung jawab seorang Imam dan pemimpin.
(1) Pada saat yang bersamaan, setiap orang diwajibkan untuk mengetahui Imam di zamannya.
(2) Ketaatan terhadap seorang Imam identik dengan ketaatan terhadap Allah Swt.
(3) Dan para Imam menjadi saksi atas perbuatan manusia.(4)

Dalam peristiwa Asyura, terjadi pertemuan dan bincang-bincang antara Imam Husein as dengan Imam Sajjad as. Sebuah percakapan bersejarah. Pembicaraan itu bila diteliti menunjukkan posisi dan pentingnya Imamah dan kepemimpinan.

Imam Sajjad as dalam peristiwa Asyura menderita sakit. Penderitaan yang membuatnya tidak dapat ikut serta dalam peperangan itu. Sakit membuatnya tidak dapat berjihad di samping ayahnya. Ketidakmampuannya untuk ikut dalam membela kebenaran yang diusung oleh Imam Husein as membuatnya sangat bersedih.

Pada detik-detik terakhir peristiwa Asyura, Imam Husein as untuk terakhir kalinya menyambangi anaknya, Imam Sajjad as. Pertemuan untuk terakhir kalinya. Ketika Imam Husein as mendekat anaknya, ia ditanya, "Ayah! Hari ini apa yang engkau lakukan dengan orang-orang Munafik?"

Imam Husein as menjawab, "Wahai anakku! Setan telah mengalahkan mereka. Setan berhasil menyingkirkan keinginan mengingat Allah dari hati mereka. Perang akhirnya merupakan pilihan yang tidak dapat dielakkan. Mereka bak orang kehausan sampai berhasil melihat bumi menyerap semua darah kami."

Imam Sajjad kembali bertanya, "Pamanku Abbas di mana?"

Imam Husein as menjawab, "Wahai anakku! Pamanmu dibunuh. Jasadnya berada dekat sungai Furat. Tangannya terpotong."

Mendengar penjelasan ayahnya, Imam Sajjad menangis tersedu-sedu. Ia kemudian bertanya, "Bagaimana kabar Ali, saudaraku dan rombongan yang lain?"

Imam Husein as menjawab, "Anakku! Ketahuilah bahwa di perkemahan kita tidak ada lagi orang yang tersisa, selain kita berdua. Semua orang yang engkau Tanya telah tewas berkalang tanah."

Kembali Imam Sajjad as menangis tersedu-sedu. Ia kemudian memohon kepada Zainab, bibinya agar mengambilkan tongkat dan pedangnya.

Imam Husein as ganti bertanya, "Apa yang ingin engkau lakukan dengan tongkat dan pedang?"

Imam Sajjad as menjawab, "Dengan tongkat aku dapat menyanggah tubuhku. Dan dengan pedang aku akan membela keturunan Nabi Saw.

Imam Husein as memanggil Ummu Kultsum dan berkata, "Jaga dia! Tidak boleh terjadi bumi kosong dari Alu Muhammad (keluarga Muhammad)."(5)

Sekejap, Imam Husein as dapat merasakan mengapa anaknya mengucapkan hal itu. Ucapan dan sikap yang lahir dari rasa tanggung jawab yang tinggi, sekalipun dalam kondisi sakit dan lemah. Sebuah keputusan yang lahir dari semangat melawan musuh. Namun, Imam Husein as melarang anaknya untuk ikut berperang. Argumentasinya adalah Imam Sajjad as harus tetap hidup. Ia harus hidup untuk masa yang akan datang. Masa yang menuntut tanggung jawab yang besar dari prinsip Imamah dan kepemimpinan. Imam Sajjad as harus tetap hidup agar prinsip ini tetap langgeng, tidak terputus. Kematian Imam Sajjad as berarti terputusnya prinsip Imamah dan sama dengan kosongnya bumi dari seorang Imam dan pemimpin.

Tiba saatnya Imam Husein as harus mengucapkan salam perpisahan kepada anaknya.

Pertama, beliau menasihati keluarganya bahwa setelah ia terbunuh, mereka semua bakal ditawan. Kedua, beliau membeberkan rencana dan tugas yang harus diemban oleh mereka. Dan yang bertanggung jawab penuh dalam tugas ini adalah imam Sajjad as. Mereka harus menyampaikan dan menyingkap semua keteraniayaan Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya.

Nasihat Imam Husein as kepada anaknya:

"Kapan saja anggota keluarga berteriak akibat beratnya cobaan, maka engkau yang harus mendiamkan mereka!

Kapan saja mereka merasa ketakutan, maka engkau yang bertugas menenangkan mereka!

Pikiran mereka yang bercabang harus engkau satukan dengan ucapan yang dapat menenangkan!

Ini harus engkau lakukan karena orang yang menjadi tempat pengaduan mereka telah tiada selain engkau. Biarkan mereka dengan keadannya sehingga dapat merasakan kehadiranmu dan engkau dapat merasakan penderitaan mereka. Lakukan ini agar mereka menangisimu dan engkau menangisi mereka."

Setelah itu, Imam Husein as memegang dan mengangkat tangan Imam Sajjad as. Dengan nada tinggi beliau berkata kepada anak-anak dan wanita Ahlul Bait:

"Dengarkan ucapanku! 

Ketahuilah! Ini adalah anakku dan khalifahku untuk kalian. Ia adalah Imam yang wajib untuk ditaati."(6)

Percakapan antara Imam Husein as dengan Imam Sajjad as dan keluarganya pada detik-detik terakhir peristiwa Asyura sangat jelas dan kuat menekankan posisi, peran dan nilai "Imamah dan kepemimpinan". Pentingnya masalah ini dengan memperkenalkan Imam dan pemimpin setelahnya. Imam dan pemimpin bagi khilafah, wilayah dan pemerintahan atas masyarakat dan negara Islam.

Prinsip Imamah dan kepemimpinan hadir di tengah-tengah peristiwa Karbala. Hadir dan dapat dirasakan dalam semua tahapan-tahapan kejadian Karbala. Imamah dan kepemimpin mengawasi jalannya peristiwa bersejarah ini agar sahabat-sahabatnya tidak keluar dari garis itu. Dan yang terpenting pada detik-detik terakhir Asyura prinsip Imamah dan kepemimpinan ditetapkan, bahkan suksesi berjalan sempurna. Imamah dan kepemimpinan tidak berhenti, namun hadir dalam bentangan sejarah pada semua generasi dan di setiap zaman.

*) Artikel ini dimuat di harian Jomhouri Eslami, no 7979, tahun ke 28.

Catatan:
1. Ghurar al-Hikam, jilid 2, hal 29.
2. Farhang Sukhanan Emam Hossein as, penerbit Masyhur, hal 92.
3.Ghurar al-Hikam, jilid 2, hal 208.
4. Ibid, hal 206.
5. Farhang Sukhanan Emam Hossein as, hal 539-540.
6. Ibid. Hal 541-542.

"Manusia 250 Tahun” Menurut Rahbar


“Manusia 250 Tahun” adalah judul sebuah buku yang mengupas perspektif Rahbar Revolusi Islam Iran tentang biografi politik dan teori sosial para manusia suci Ahlul Bait as.

Buku ini menggambarkan dengan baik kondisi sosial dan politik yang dialami oleh para imam Ahlul Bait as dari sejak Rasulullah saw wafat hingga periode kegaiban kubra.

Buku yang disusun dalam tujuh belas pasal ini juga melukiskan secara ringkas biografi kehidupan politik Rasulullah saw sebagai cermin seluruh sikap dan tindakan politik para imam Ahlul Bait as selama 250 tahun. Mengenal kondisi sosial dan politik terutama pasca peristiwa berdarah Karbala dapat membantu kita memahami sikap yang telah diambil oleh manusia 250 tahun dalam penggalan sejarah ini.

Buku ini termasuk kategori best seller. Hingga kini, buku panduan sikap politik dan sosial ini telah naik cetak ke-43 kali.

Buku dalam edisi Persia dapat didownload secara gratis dihttp://rahemah.samenblog.com/250sale/ atauhttp://www.farhangnews.ir/sites/default/files/content/attaches/story/92-07/29/issue_1378715907%281%29%20%281%29.pdf.

Siapakah Tsauban itu? Apakah Ahlulbait memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya?


Siapakah dan bagaimana karakteristik Tsauban? Apakah Ahlulbaitas memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya? Apa yang dimaksud oleh Maula dalam kalimat "Tsauban Maula Rasulullah?"

Jawaban Global:
Tsauban yang dikenal sebagai Maula Rasulullah adalah salah satu dari budak atau belian yang dibebaskan oleh Rasulullah. Setelah bebas, ia menjadi sahabat Rasul dan Ahlulbait As. Terdapat riwayat dalam sebagian kitab-kitab hadis yang menjelaskan tentang kecintaan mendalam lelaki ini terhadap Rasulullah Saw dan keluarganya.

Jawaban Detil:
Tsauban adalah nama dari beberapa sahabat Rasulullah Saw, akan tetapi nama Tsauban dengan sebutan Maula Rasulullah[1] hanya dikatakan pada satu orang.[2]

Dengan demikian, Tsauban adalah salah satu dari sahabat Rasulullah, dengan sedikit informasi yang ada mengenainya, setidaknya bisa diketahui tentang kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah Saw dan keluarganya.

Dalam Rijâl Syaikh Thûsi dikatakan bahwa Tsauban yang mempunyai kuniyah (julukan) Abu Abdillah adalah salah satu sahabat Rasulullah saw.[3] Dan menurut nukilan Asqalani dalam al-Ishâbah, Tsauban adalah di antara sahabat terkenal Rasulullah Saw yang pada awalnya, dibeli oleh kemudian dibebaskan oleh Rasulullah saw. Namun setelah dibebaskan, ia sendiri memilih untuk berkhidmat kepada Rasulullah saw hingga akhir kehidupan beliau.[4]

Meski dalam literatur-literatur riwayat Syiah yang terkenal seperti kitab-kitab Arba'ah (Kutub al-Arba'ah), tidak ada satupun riwayat yang menukilkanya, akan tetapi dalam literatur-literatur lain telah dinukilkan sejumlah hadis-hadis riwayat mengenainya.

Di antara riwayat-riwayat yang ada yang bercerita dan menggambarkan tentang kecintaannya kepada Rasulullah Saw dan Ahli Baitnya adalah riwayat mengenai Rasulullah Saw yang menanyakan kecintaan Tsauban kepadanya dan kepada Ahli Bait As, dimana Tsauban menjawab, "Demi Allah, jika tubuhku terpotong-potong dengan pedang atau tergunting-gunting, atau terbakar di dalam api .... bagiku lebih mudah daripada memiliki ketakikhlasan terkecil dalam kalbuku terhadap Anda, Ahlulbait dan para sahabat."[5]

Thabarsi dalam Majma' al-Bayan setelah menyebutkan ayat, "Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."[6] mengatakan, "Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsauban, pelayan Rasulullah Saw, karena suatu hari ia mendatangi Rasulullah dalam keadaan khawatir dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Tsauban menjawab, "Wahai Rasulullah! Saya tidak sedang sakit, akan tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya tidak akan melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan dan derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih." Saat inilah kemudian ayat ini diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda kepadanya, "Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya."[7]

Dengan demikian, dengan memperhatikan persoalan yang telah dijelaskan, Tsauban dapat dianggap sebagai salah satu dari pecinta Rasulullah dan keluarga sucinya.

Akan tetapi dari konteks yang ada, makna kata maula yang terdapat untuk Tsauban (Tsauban Maula Rasulullah) dapat bermakna "Orang yang telah dibebaskan oleh Rasulullah" atau bermakna abdi atau budak Rasulullah, akan tetapi dengan memperhatikan bahwa Tsauban dari awal telah dibebaskan oleh Rasulullah, maka makna pertama lebih sesuai baginya.

Terakhir, kami ingatkan bahwa mengenai Tsauban tidak terdapat banyak riwayat dalam literatur Syiah, oleh karena itu tidak bisa ditemukan satupun pandangan dari Ahlulbait mengenai riwayatnya.

Referensi:
[1]. Kata "wilâyah" dan "maulâ" berasal dari akar kata wali, dan para ahli linguistik menyebutkan bermacam makna untuk kata ini, seperti, malik atau pemilik, abdi atau budak, mu'thiq (pembebas), mu'thaq (yang telah terbebas), shâhib (pemilik), qarîb (seperti anak lelaki paman), jâr (tetangga), hâlif (seperjanjian), ibnu (putra), paman dari pihak ayah, rabb (tuan pemelihara), nâshir (penolong), mun'im (yang diberikan karunia), nâzil (yang turun), syarîk (mitra), ibnu al-ukht (anak lelaki dari saudara perempuan), muhibb (pecinta), tabi', shahr (menantu lelaki), aula bitasharruf (seseorang yang dari satu aspek lebih layak untuk memanfaatkan sesuatu dari orang lain), diadaptasi dari indeks "Makna Wilayah", Pertanyaan 153 (Site: 1156).
[2]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528, Darulkutub al-Alamiyah, Beirut, 1415 HQ.
[3]. Muhammad bin Hasan Thusi, Rijâl Thûsi, hal. 31, Intisyarat-e Haidariyah, Najaf, 1381 HQ.
[4]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528.
[5]. Tafsir Imam Hasan Askari As, hal. 370, Madrasah Imam Mahdi Ajf, Qom, 1409 H; Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 100, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H.
[6]. (Qs. Al-Nisa [4]: 69).
[7]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma' al-Bayân, jil. 3, hal. 110, Intisyarat-e Nashir Khusru, Teheran, 1372 S.

Imam Shadiq, Ufuk Kecemerlangan


Imam Jakfar Shadiq as dilahirkan pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah, dan beliau syahid pada 25 Syawal 148 H. Ayah Imam Shadiq adalah Imam Muhammad al-Baqir as. Lembaran sejarah kehidupan beliau merupakan periode yang dipenuhi berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Perebutan kekuasaan antara Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiah memicu beragam problematika sosial dan politik di tengah masyarakat.

Di luar gejolak politik yang panas, ketika itu berbagai pemikiran merasuki masyarakat Islam. Umat Islampun menyambut berbagai gelombang pemikiran dan budaya asing yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Bersamaan dengan berkembangannya pengajaran berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, fisika, matematika dan disiplin ilmu lainnya, umat Islampun menyerap berbagai ideologi pemikiran dari luar, termasuk yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Shadiq tampil meluruskan keyakinan umat Islam yang telah menyimpang melalui berbagai kajian ilmiah seperti diskusi dan debat ilmiah. Beliau menunjukkan kelebihan Islam dibandingkan berbagai aliran pemikiran dengan argumentasi dan logika yang kokoh.

Ketidaklayakan para khalifah Bani Abbasiah dan rendahnya komitmen mereka terhadap Islam, serta ketidakpeduliannya terhadap kepentingan rakyat, menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat Islam. Saat itu, pemikiran ateisme tersebar luas di tengah masyarakat, sementara para mubaligh pun kebanyakan hanya menjadi juru bicara pemerintah. Khalifah Bani Abbasiah yang tidak berbeda dengan bani Umayah, hanya memanfaatkan agama untuk mencapai tujuannya. Dengan gerakan yang jelas dan terarah, Imam Shadiq as memurnikan keyakinan dan pemikiran Islam dari penyimpangan yang berkembang di masyarakat kala itu. Beliau menjawab berbagai keraguan masyarakat tentang agama dan menjelaskan pokok-pokok penting pengetahuan agama dan ilmu-ilmu al-Quran dengan metode ilmiah.

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Imam Shadiq memainkan peran penting dalam gerakan pemikiran dan budaya al-Quran. Beliau juga mengajarkan dengan baik kedudukan Ahlul Bait Rasulullah sebagai imam umat Islam. Imam mengajak manusia untuk merenungi ayat al-Quran. Terkait hal ini, Imam Shadiq berkata, "Quran merupakan cahaya petunjuk seperti pelita di malam hari. Maka orang-orang yang berpikir harus mengkajinya dengan teliti."

Ketika al-Quran berada di tangannya, Imam Shadiq dalam sebuah munajat dan doa memohon kepada Allah swt, "Ya Allah aku bersaksi bahwa al-Quran adalah dari-Mu yang turun kepada Rasulullah. Al-Quran adalah kalam-Mu yang disampaikan Rasulullah. Ya Allah, jadikanlah memandang Quran sebagai ibadah, dan terimalah bacaanku dan tafakurku. Engkau Maha Rahman dan Rahim." (Bihar al-Anwar jilid 82 hal, 207)

Imam Shadiq menegaskan peran Ahlul Bait Rasulullah dalam pemahaman dan penafsiran al-Quran. Beliau juga menyerukan umat Islam untuk menyelami lautan penegetahuan yang terkandung dalam al-Quran. Imam menjelaskan makna dan tafsir yang jelas mengenai imamah dan mengajak manusia untuk mengenal imam zamannya.

Khalifah Abbasiah melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan kedudukan Imam Shadiq di mata masyarakat. Dengan beragam cara liciknya mereka berusaha mendekati Imam Shadiq as. Suatu hari penguasa Abbasiah Mansur Dawaniqi dalan surat yang dilayangkan kepada Imam Shadiq menulis, "Mengapa tidak mengunjungi majlis kami seperti kebanyakan orang lain ?" Imam Shadiq menjawab, "Kami tidak mengkhawatirkan kehilangan dalam urusan duniawi sehingga kami harus takut kepadamu. Dalam urusan spiritual tidak ada yang bisa aku harapkan darimu."

Mansur dalam surat balasannya menulis, "Kemarilah, nasihatilah kami !" Imam Shadiq yang mengetahui motif busuk Mansur memjawab, "Pencinta dunia yang takut kehilangan dunianya tidak akan menasehatimu, dan orang yang mengharapkan akhirat tidak akan mendatangi orang sepertimu." (Ushul Kafi jilid 1)

Imam menggunakan lisan dan tulisan dalam perlawanan menghadapi penguasa lalim. Sejarah membuktikan, jika beliau memiliki pasukan yang kuat dan pemberani, tentu saja manusia mulia itu akan mengangkat senjata menghancurkan rezim lalim di zamannya.

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu". Di luar itu, Imam Shadiq melihat lemahnya pemikiran dan budaya umat Islam sebagai prioritas perjuangannya. Untuk itulah beliau memfokuskan dakwahnya untuk memperkuat keyakinan keagamaan umat Islam.

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya.

Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Jakfar bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Jakfar bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka".

Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau gugur syahid pada 25 Syawal 148 H.

Di akhir acara ini, kita mengambil berkah dari petuah mulia Imam Shadiq. Beliau berkata,"Muslim yang mengenal kami (Ahlul Bait) adalah orang yang ilmunya bertambah setiap hari, dan selalu melakukan introspeksi dirinya. Ketika melihat kebaikan, ia selalu meningkatnya. Namun ketika melihat dosa ia memohon ampunan supaya terjaga di hari kiamat."

Abu Fadhl Abbas


Oleh: Shaleh Al-Jufri

Imam al Hussein (as) berkata memandang jasad adiknya :
“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, adikku.
Engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sempurna.”
Aku akan membawakan satu girbah air untuk anak-anak itu
…..Salam alayka Ya Abdasshaalih..

 
Dalam riwayat disebutkan bahwa Abu Fadhl Abbas as adalah pria yang berperawakan tinggi, tegap,dan kekar. Dadanya bidang dan wajahnya putih berseri. Sedemikian elok dan rupawannya Fisik Abbas Ayah Abu Fadhl Abbas adalah Ali bin Abi Thalib as. Ibunya adalah Fatimah AlKilabi, wanita yang lebih dikenal dengan sebutan Ummul Banin. Isterinya adalah Lababah binti Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Lababah mempunyai empat orang putera bernama Ubaidillah, Fadhl, Hasan, dan Qasim, serta seorang puteri.


Abu Fadhl Abbas gugur diKarbala saat masih berusia 34 tahun, adik imam Husain as dari lain ibu ini tenar dengan julukan “Purnama Bani Hasyim” (Qamar bani Hasyim).   Dalam sejarah Abbas juga dikenal sebagai pemegang panji Karbala. Keberanian, kehebatan, dan kekuatannya saat itu tak tertandingi oleh siapapun. Sebagai manusia yang tumbuh besar di tengah binaan keluarga suci dan mulia, dia memiliki keteguhan dan kesetiaan yang luar biasa kepada kepemimpinan dalam untaian figur-figur utama Ahlul Bait as.

Perjuangan di Karbala telah menyematkan namanya dalam sejarah keislaman dan Ahlul Bait Rasul sebagai salah satu pahlawanyang sangat legendaris.   Tentang ini Imam Ali Zainal Abidin Assajjad as berkata, “Sesungguhnya di sisi Allah Abbas memiliki kedudukan (sedemikian tinggi) sehingga seluruh para syuhada cemburu menyaksikannya pada harikiamat.”   Imam Assajad as dalam doanya untuk Abbas as juga berucap, “Ya Allah, rahmatilah pamanku, Abbas.Sesungguhnya dia telah mengorbankan jiwanya untuk saudaranya.”

Sang Purnama Bani Hasyim adalah pria dewasa yang perasaannya dikenal sangat peka. Perasaannya sangat tersayat menakala dia mendengar ratapan kehausan dan tumpahnya darah para pahlawan Karbala. Saat itulah dia semakin merasakan tidak ada gunanya hidup bila tidak dia gunakan untukberjihad membela junjungan dan pemimpinnya, Imam Husain as. Namun, selama terjadi peperanganyang menggugurkan satu persatu dari sahabat dan kerabatnya, yang bisa dia nantikan hanyalah menantiinstruksi Sang Imam.

Dan saat dia mendapat instruksi itu, banyak diantara pasukan musuh yang harusbergelimpangan ditangannya untuk kemudian dia kirim ke neraka jahannam dengan harapan dapatmembalas kebejatan para musuh itu dengan sekuat tenaga.

Dalam penantian instruksi dari saudara sekaligus pemimpinnya itu, kata-kata yang dia ucapkan kepada beliau adalah:   “Kakakku, sudahkah engkau mengizinkan aku?” Pernyataan Sang Purnama ini membuat Sang Imam luluh sehingga menangis tersedu dan berkata: “Adikku, engkau adalah pengibar panjiku dan lambang pasukanku.”   Beliau juga mengatakan: “Engkaulah pemegang panjiku, namun cobalah engkau carikan seteguk air untuk anak-anak itu.”

Hazrat Abbas as lantas mendatangi kelompok Bani Umayyah dan mencoba menasihati mereka kendati Abbas tahu bahwa itu tidak akan mereka dengar. Setelah terbukti nasihat itu sia-sia, dia kembali menghadap Imam Husain as dan mendengar jerit tangis anak-anak kecil yang kehausan memintadibawakan air. Hati Abbas merintih. Sambil menatap langit, bibirnya berucap:   “Tuhanku, Junjunganku, aku berharap dapat memenuhi janjiku, aku akan membawakan satu girbah airuntuk anak-anak itu.”   Abbas kemudian meraih tombak dan memacu kudanya sambil membawa girbah (kantung air dari kulit) menuju sungai Elfrat yang seluruh tepi dijaga oleh sekitar empat ribu pasukan musuh. Begitu Abbas tiba di dekat sungai itu, pasukan musuh itu segera mengepungnya sambil memasang anak panah kebusurnya ke arah adik Imam Husain as tersebut.   Pemandangan seperti itu tak membuatnya gentar.

Begitu beberapa anak panah melesat, Abbas segera berkelit dan bergerak tangkas menyerang musuh.Sekali terjang, pedang Abbas berhasil membabat nyawa sejumlah pasukan. Kemanapun kuda Abbas bergerak, gerombalan musuh bubar dan porak poranda. Akibatnya, penjagaan sungai EFrat yang berlapis-lapis akhirnya jebol diterjang  Abbas.   Sambil menahan letih dan rasa haus yang mencekiknya, Abbas turun ke sungai dengan kudanya. Mula mula dia berusaha cepat-cepat mengisi girbahnya dengan air. Setelah itu dia meraih air dengan telapak tangannya untuk diminumnya. Namun, belum sempat air itu menyentuh bibirnya, Abbas teringatkepada Imam Husain as dan kerabatnya yang sedang kehausan menantikan kedatangannya. Air ditelapak tangannya langsung dia tumpahkan lagi sambil berucap:   “Demi Allah aku tidak akan meneguk air sementara junjunganku Husain sedang kehausan.”

Hazrat Abbas as kemudian berusaha kembali dengan menempuh jalur lain melalui tanah yang ditumbuhi pohon-pohon kurma agar air yang dibawanya tiba dengan selamat ke tangan Imam. Namun,perjalanan Abbas tetap dihadang musuh. Dia tidak diperkenankan membawa air itu kepada Ahlul Nabi tersebut. Kali ini pasukan Umar bin Sa’ad semakin garang. Abbas dikepung lagi. Pasukan yangmenghadang di depannya adalah pasukan pemanah yang sudah siap melepaskan sekian banyak anakpanah untuk mencabik-cabik tubuhnya. Namun, sebelum menjadi sarang benda-benda tajam beracunitu, dengan tangkasnya pedang Abbas menyambar musuh ada di depannya. Sejurus kemudiankep ungan musuh kembali porak-poranda diobrak-abrik Abbas.

Menyaksikan kehebatan Abbas yang tidak bisa dipatahkan dengan berhadapan langsung itu, beberapapasukan penunggang kuda ahli diperintahkan untuk bekerjasama menghabisi Abbas dengan caramenyelinap dan bersembunyi di balik pepohonan kurma. Saat Abbas lewat, dua pasukan musuh bernama Zaid bin Warqa dan Hakim bin Tufail yang juga bersembunyi di balik pohon segera munculsambil menghantamkan pedangnya ke tangan Abbas.   Tanpa ampun lagi, tangan kanan Abbas putus dan terpisah dari tubuhnya. Tangan kirinya segera menyambar girbah air dan pedangnya. Dengan satutangan dan sisa-sisa tenaga itu, Abbas masih bisa membalas beberapa orang pasukan hingga tewas.

Saat itu dia sempat berucap,   “Demi Allah, walaupun tangan kananku telah kalian potong aku tetap akan membela agamaku, membela Imam yang jujur, penuh keyakinan, dan cucu Nabi yang suci dan terpercaya.”   Hazrat Abbas as tetap berusaha bertahan dan menyerang walaupun badannya sudah lemah akibat pendarahan. Dalam kondisi yang nyaris tak berdaya itu, seseorang bernama Nufail Arzaq tiba-tiba muncul bak siluman dari balik pohon sambil mengayunkan pedangnya ke arah bahu Abbas. Abbas taksempat menghindar lagi.   Satu-satunya tangan yang diharapkan dapat membawakan air untuk anakketurunan Rasul yang sedang kehausan itu akhirnya putus.   Dalam keadaan tanpa tangan, adik Imam Husain ini mencoba meraihnya kantung air dengan menggigitnya.

Tapi kebrutalan hati musuh takkunjung reda. Kantung itu dipanah sehingga air yang diharapkan itu tumpah. Air itu pun mengucurhabis seiring dengan habisnya harapan Abbas. Aksi pembantaian ini berlanjut dengan tembusnya satulagi anak panah ke dada Abbas. Tak cukup dengan itu, Hakim bin Tufail datang lagi menghantamkan batangan besi ke ubun-ubun Abbas. Abbas pun terjungkal dari atas kuda sambil mengerang kesakitan dan berteriak :   “Hai kakakku, temuilah aku!”   Dengan sengalan nafas yang masih tersisa Abbas as berucap lagi untuk Imam Husain as:   “Salam atasmu dariku, wahai Abu Abdillah.”

Suara dan ratapan Abbas ini secara ajaib terdengar oleh Imam Husain as sehingga beliaupun beranjak ke arahnya sambil berteriak-teriak: “Dimanakah kamu?” Imam Husain as tiba-tiba dikejutkan oleh kuda Abu Fadhl Abbas yang diberi nama Dzul Janah itu. Secara ajaib kuda itu dapat berucap berucap: “Hai junjunganku, adakah engkau tidak melihat ke tanah?”   Imam lantas melihat ke tanah dan tampaklah di depan mata beliau dua pasang tangan tergeletak di atastanah. Tangan yang dikenalnya segera diraih dan dipeluknya. Tak jauh dari situ pula, Imam melihat tubuh adiknya yang tinggi besar itu tergeletak dalam keadaan penuh luka bersimbah darah. Imam pun tak kuasa menahan duka.

Beliau menangis tersedu dan meratap hingga mengiris hati seluruh hambasejati Allah di langit dan bumi.   “Kini tulang punggungku sudah patah, daya upayaku sudah menyurut, dan musuhku pun semakin mencaci maki diriku.”   Ratap putera Fatimah itu sambil memeluk Abbas, adiknya dari lain ibu. Ditengah isak tangisnya, Imam juga berucap kepada Abbas:   “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, adikku. Engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sempurna.”   Jasad Abbas yang tak bertangan itu ternyata masih bernyawa. Mulutnya bergetar dan kemudian bersuara lirih,   “Kakakku, tolong jangan engkau bawa aku ke tenda sana. Sebab, selain aku telah gagal memenuhi janjiku untuk membawakan air kepada anak-anak kecil itu, aku adalah pemegang panji sayap tengah. Jika orang-orang di perkemahan sana tahu aku telah terbunuh, maka ketabahan mereka akan menipis.”

Imam Husain as kembali mendekap erat-erat kepada adiknya yang bersimbah darah itu. Air mata Abbas yang mengalir beliau usap.”Mengapa engkau menangis?” Tanya Imam.   Al Abbas menjawab lirih :   “Wahai kakakku, wahai pelipur mataku. Bagaimana aku tidak akan menangis saat aku melihatmumengangkat kepalaku dari tanah dan merebahkanku dalam pangkuanmu, sementara tak lama lagi tidak akan ada seorangpun yang akan meraih dan mendekap kepalamu, tidak ada seorangpun yang akanmembersihkan debu-debu dan tanah di wajahmu.”

Kata-kata Abbas ini semakin meluluhkan hati Imam Husain as sehingga beliau semakin terbawa derai sak dan tangis haru sambil bersimpuh di sisi adiknya tanpa mempedulikan sengat terik mentari yangmembakar. Dengan hati yang pilu Sang Imam mengucapkan salam perpisahan kepada tulang punggungpasukannya yang sudah tak berdaya itu lalu beranjak pergi dengan langkah kaki yang berat. Abbas pun gugur tergeletak bermandi darah, debu, dan air mata di bawah guyuran cahaya panas mentari sahara.

Imam Jawad dan Keridhaan Allah Swt


Setiap Imam dari Ahlul Bait as di setiap zamannya merupakan sosok termulia dan terpandai. Mereka memiliki metode berbeda untuk menyampaikan ajaran suci Rasulullah. Kepatuhan kepada Allah Swt merupakan landasan hidup para Imam Ahlul Bait. Oleh karena itu, mereka sangat peka terhadap masalah seperti keadilan, menyelamatkan manusia dari penyembahan selain Allah dan meluruskan hubungan pribadi serta sosial.

Meski para Imam dalam sejumlah masalah kecil tidak berhasil mendirikan pemerintahan, namun dalam pandangan mereka kekuasaan dan pangkat hanya sarana untuk menegakkan keadilan, hak, menghancurkan kebatilan dan menegakkan agama Tuhan. Namun mengingat para Imam di setiap prilakunya merupakan manifestasi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan moral maka secara tidak langsung kharisma mereka menempati setiap lubuk hati manusia.

Imam Jawad as dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fiqih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Imam Jawad as hidup sezaman dengan dua khalifah Bani Abbasiah, Makmun dan Mu`tashim al-Abbasi. Sementara itu, pemerintahan Bani Abbasiah terkenal menyimpang dari ajaran Islam. Mereka hanya menampilkan keislaman secara zahir. Di saat yang sama pemerintahan Bani Abbasiah juga memiliki program terencana untuk mengubah ajaran suci Islam. Sementara itu, sikap anti dan penentangan yang ditunjukkan Imam Jawad terhadap pemerintah berkuasa mendapat reaksi luas. Sikap Imam ini juga menjadi sebab kehidupan beliau senantiasa menghadapi rongrongan dari penguasa.

Imam Jawad seperti para Imam Ahlul Bait lainnya tidak tinggal diam menyaksikan kezaliman dan penyimpangan yang dilakukan penguasa Abbasyiah. Kebenaran terus disampaikan Imam meski kepada masyarakat dalam kondisi yang sesulit apapun. Keberanian, ketegasan dan perlawanan beliau terhadap kezaliman penguasa membuat Bani Abbasyiah tak mampu membiarkan beliau untuk bebas bergerak dan membiarkannya terus hidup. Oleh karena itu, penguasa Bani Abbasiah meneror Imam Jawad di usia yang relatif muda, 25 tahun.

Salah satu usaha penting Imam di bidang budaya adalah meriwayatkan hadis sahih dari Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait serta menjelaskannya kepada umat Islam. Kita pun kini menyaksikan warisan tak ternilai dari Imam Jawad berupa hadis dan petuah-petuah suci beliau. Selain meriwayatkan hadis, Imam Jawad juga aktif di tengah-tengah masyarakat menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam juga tak kenal lelah memberikan petunjuk soal ekonomi dan kebutuhan pemikiran umat.

Di antara metode yang ditempuh Imam Jawad untuk melaksanakan perintah Allah adalah menciptakan relasi kuat antara manusia dan al-Quran. Menurut beliau ayat-ayat suci al-Quran harus merata di tengah masyarakat dan umat Islam di setiap ucapan serta prilakunya mencontoh ajaran al-Quran. Imam menandaskan bahwa mencari kerelaan Allah merupakan kunci kebahagiaan manusia. Dengan bersandar pada ajaran al-Quran, Imam menekankan kerelaan dan keridhaan Allah di atas segala sesuatu. Di ayat ke 72 Surat Taubah, Allah Swt menjelaskan bahwa kerelaan-Nya bagi seorang mukmin lebih utama dari segala sesuatu termasuk surga.

Imam Jawad as meminta masyarakat untuk senantiasa memikirkan kerelaan Allah Swt. Dalam hal ini beliau memberikan wejangan kepada umat Islam. Beliau bersabda, "Tiga hal dapat mengantarkan manusia kepada ridha Allah; banyaknya istighfar, keramah-tamahan dan banyak bersedekah. Tiga hal jika dimiliki oleh seseorang, ia tidak akan menyesal; tidak terburu-buru, bermusyawarah dan bertawakal kepada Allah ketika ia sudah mengambil keputusan".

Salah satu nikmat Ilahi bagi manusia adalah beristighfar dan bertaubat. Taubat dan istighfar merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu Ilahi bagi hambaNya. Dengan bertaubat, dosa-dosa yang ada tersapu bersih dan manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri serta memperbaiki kesalahannya dengan melakukan perbuatan bajik. Oleh karena itu, dalam bertaubat manusia dilarang bermain-main. Taubat harus dilakukan dengan serius, karena penyesalan membawa beban di pundak manusia.

Istighfar berarti meminta pengampunan. Artinya manusia meminta Allah mengampuni kesalahannya dan mengharap dirinya masuk dalam rahmat Ilahi. Imam Ali as terkait hal ini berkata," Di alam ini terdapat dua sarana untuk menyelamatkan manusia dari siksaan Allah. Pertama adalah keberadaan Rasulullah yang terputus dengan wafatnya beliau. Namun sarana kedua kekal hingga hari Kiamat. Sarana itu adalah istighfar. Oleh karena itu, berpegang teguhlah dengan istighfar dan jangan sekali-kali kalian lepas.

Istighfar dapat menjadi perantara untuk menyingkirkan azab dunia dan akhirat yang ditimbulkan oleh perbuatan jelek manusia. Salah satu dampak dari istighfar menurut al-Quran adalah mencegah azab Ilahi, pengampunan dosa serta menambah rizki, kesejahteraan dan usia. Sikap ramah, menurut Imam Jawad dapat menuntun manusia mencapai keridhaan Allah. Di metode pertama (istighfar) Imam menjelaskan hubungan antara seorang hamba dan Tuhan. Metode kedua dan ketiga mengajarkan manusia bagaimana berinteraksi dengan sesamanya. Artinya keridhaan Allah dapat dicapai seseorang dengan melayani dan mengabdi kepada sesamanya.

Pastinya sifat ramah tamah membuat seseorang menjadi tawadhu (rendah hati) dan tidak congkak, karena kesombongan membuat seseorang tak segan-segan berlaku zalim kepada sesamanya. Metode ketiga menurut Imam Jawad untuk mencapai keridhaan Tuhan adalah bersedekah. Imam Jawad sendiri terkenal karena kedermawanannya sehingga dijuluki al-Jawad. Dengan demikian beliau sendiri telah memberi contoh kepada umatnya dan tidak sekedar menganjurkan.

Infak dan sedekah banyak disinggung dalam al-Quran. Ibarat ini disebut al-Quran setelah shalat yang merupakan ibadah paling urgen bagi manusia. Dengan demikian menurut Imam Jawad penghambaan memiliki dua sayap. Sayap pertama, interaksi dengan Allah dan sayap kedua interaksi dengan sesama manusia dengan penuh tawadhu. Sifat tawadhu pada diri manusia dapat dipupuk dengan membiasakan diri memberi sedekah dan berinfak.

Setiap manusia berhak mengeluarkan hartanya dengan berinfak di jalan Allah. Namun demikian jangan sampai manusia memaksakan diri sehingga dirinya malah mendapat kesulitan. Infak dan berbuat baik dengan segala bentuknya khususnya bersedekah merupakan salah satu jalan bagi manusia untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Karena manusia dengan kerelaannya mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Orang seperti ini telah melepas keterikatan dirnya dengan materi demi keridhaan Allah.

Terkait Berita: