Allah berfirman: “Barang
siapa yang membunuh mukmin secara sengaja, Neraka Jahanam adalah
balasan bagi mereka. Allah mengutuk dan memurkainya, dan azab yang
sangat pedih menantinya” (QS. an-Nisa :93).
Dengan demikian,
apakah kita harus menghormati seluruh sahabat dan mengikuti mereka
semua, meski di antara mereka telah dikutuk Allah dengan ayat diatas?
Mengapa kita harus mencintai orang yang dimurkai oleh Allah, dan kenapa
kita harus taat pada orang yang telah dijanjikan baginya neraka?
Dalam hadis mutawatir dan dikenal luas yang telah disalurkan
oleh al-Bukhârî (dalam ash-Shahîh, VIII, h. 185-186), Tirmidzi (dalam
al-Jami’ ash-Shahîh), Ahmad ibn Hanbal (dalam al-Musnad, II, h. 161,
164, 206; III. h. 5, 22, 28, 91; IV, h. 197, 199; V, h. 215, 306, 307;
VI, h. 289, 300, 311, 315), dan semua periwayat hadis dan sejarawan
menyalurkan melalui 25 sahabat bahwa Nabi bersabda,“Sayang!
suatu kelompok pendurhaka yang menyeleweng dari kebenaran akan membunuh
‘Ammar. ‘Ammar akan menyeru mereka ke surga dan mereka menyerunya ke
neraka.”
Dalam sebuah hadis
lain Nabi berkata tentang ‘Ammar : “Ammar bersama kebenaran dan
kebenaran bersama ‘Ammar. la berpaling ke mana saja kebenaran berpaling.
‘ Ammar dekat kepadaku seperti dekatnya mata dengan hidung. Sayang,
suatu kelompok pendurhaka akan membunuhnya.” (ath-Thabaqât, jilid III,
bagian i, h. 187; al-Mustadrak, III, h. 392; Ibn Hisyam, as-Sîrah, II,
h. 143; ibn Katsir, Târîkh, VII, h. 268, 270)
Tahukah anda bahwa
Nabi Muhammad bersabda seperti yang diriwayatkan Musnad Ahmad ibn
Hanbal: “Barang siapa yang mengutuk Ali secara terang-terangan, maka ia
telah mengutuk aku, dan barangsiapa yang telah mengutuk aku, maka ia
telah mengutuk Allah, dan barangsiapa yang telah mengutuk Allah, Allah
akan melemparkannya ke neraka jahanam.”
Kalau memang dunia
hadis sunni jujur dan tidak ada intimidasi dalam periwayatan hadis,
niscaya Abu Hurairah tidak akan menyembunyikan hadis ! Bukhari dalam shahih nya meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata : “Saya
menjaga dari Rasul SAW dua kantong, satu kantong saya sebarkan dan satu
kantong lagi saya simpan. Kalau kantong yang saya tutupi ini saya buka
juga, niscaya saya akan dihabisi oleh orang kejam ini (Mu’awiyah)” (Hr.Bukhari juz 1 halaman 38)
Sunni mencintai dan
menghormati musuh musuh ahlulbait dengan alasan semuanya mengambil
ajaran dari Rasul SAW. Bahkan sunni menganggap para sahabat seperti
malaikat yang tidak pernah salah, tidak punya rasa dengki dan permusuhan
kepada sesamanya
Nabi SAW menyebut Mu’awiyah cs sebagai kelompok pemberontak sesat !
Sabda Rasulullah SAW kepada Ammar: “Betapa
kasihan Ammar, golongan pembangkang telah membunuhnya, padahal dia
menyeru mereka kepada kebenaran (surga) sementara mereka menyeru kepada
kesesatan (neraka)” (Hr. Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad)
Padahal Allah SWT menyatakan : “Siapa
yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah
neraka jahannam, ia kekal didalamnya dan Allah murka kepada, dan
mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya” (Qs. An Nisa ayat 93)
Juga sabda nya :
“Anakku Hasan akan mendamaikan dua kelompok besar yang berselisih”. Dan
sabdanya pada Abu Dzar bahwa ia akan mati sendirian dan terasing.
Demikian pula dengan sabda nya : “Imam imam setelahku ada 12, semuanya
dari Quraisy”
Bukhari
dalam shahih nya meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata : “Saya
menjaga dari Rasul SAW dua kantong, satu kantong saya sebarkan dan satu
kantong lagi saya simpan. Kalau kantong yang saya tutupi ini saya buka
juga, niscaya saya akan dihabisi oleh orang kejam ini (Mu’awiyah)”
(Hr.Bukhari juz 1 halaman 38)
Pada Perang
Shiffin, dua orang yang membawa kepala ‘Ammar bin Yasir kepada
Mu’awiyah, bertengkar, masing masing mengaku bahwa dialah yang memenggal
kepala ‘Ammar yang oleh Rasul dikatakan bahwa ‘Ammar dibunuh kelompok
pemberontak
Ibnu Qutaibah
menceriterakan dalam al Ma’arif bahwa yang mengaku membunuh ‘Ammar yang
telah berumur 93 tahun itu adalah Abu alGhadiyah. Ia sendiri yeng
mengaku membunuh ‘Ammar: “Sesungguhnya seorang lelaki menikam dan
membuka tutup kepala ‘Ammar dan memenggal kepalanya. Kepala ‘Ammar telah
berubah rupa”. ( Ibn Qutaibah, AlMa’arif, hlm. 112 )
Abu Umar
menceriterakan ‘Ammar dibunuh oleh Abu alGhadiyah dan yang memenggal
kepalanya adalah Ibnu Jaz as Saksaki ( Ibn Abil Hadid, Syarh
NahjulBalaghah,jilid 10, hlm. 105. )
SHAHIH BUKHARI NO.428 MERIWAYATKAN BAHWA RASUL MENGATAKAN BAHWA AMMAR BIN YASIR AKAN DIBUNUH KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA
Telah
menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada
kami ['Abdul 'Aziz bin Mukhtar] berkata, telah menceritakan kepada kami
[Khalid Al Hadza'] dari ['Ikrimah], Ibnu ‘Abbas kepadaku dan kepada Ali,
anaknya, “Pergilah kalian bedua menemui [Abu Sa'id] dan dengarlah
hadits darinya!” Maka kami pun berangkat. Dan kami dapati dia sedang
membetulkan dinding miliknya, ia mengambil kain selendangnya dan duduk
ihtiba`. Kemudian ia mulai berbicara hingga menyebutkan tentang
pembangunan masjid. Ia mengkisahkan, “Masing-masing kami membawa bata
satu persatu, sedangkan ‘Ammar membawa dua bata dua bata sekaligus. Saat
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau berkata sambil
meniup debu yang ada padanya: “Kasihan ‘Ammar, dia akan dibunuh oleh
golongan durjana. Dia mengajak mereka ke surga sedangkan mereka
mengajaknya ke neraka.” Ibnu ‘Abbas berkata, “‘Ammar lantas berkata,
“Aku berlindung kepada Allah dari fitnah tersebut.”(Hr.Bukhari).
SIAPAKAH KELOMPOK PEMBERONTAK AHLI NERAKA ITU..??
Telah menceritakan
kepada kami [Abdurrazaq] ia berkata, Telah menceritakan kepada kami
[Ma'mar] dari [Thawus] dari [Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm]
dari [Bapaknya] ia berkata, “Ketika Ammar bin Yasir di bunuh, [Amru bin
Hazm] menemui Amru bin Ash dan berkata, “Ammar telah dibunuh! Padahal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ‘Yang akan
membunuhnya adalah kelompok pemberontak.’” Amru bin Ash berdiri dengan
penuh keterkejutan seraya mengucapkan kalimat tarji’ (Inna Lillahi Wa
Inna Ilaihi Raaji’uun), lalu ia mendatangi Mu’awiyah. Mu’awiyah pun
bertanya padanya, “Apa yang terjadi denganmu?” [Amru bin Ash] menjawab,
“Ammar telah dibunuh!” Maka Mu’awiyah berkata, “Ammar telah dibunuh,
lalu apa masalahnya?” Amru bin Ash menjawab, “Saya mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Yang akan membunuhnya adalah
kelompok pemberontak.’” Mu’awiyah berkata, “Kamu berpihak pada anakmu!
Apakah kami yang membunuhnya? Yang membunuhnya adalah Ali dan para
sahabatnya, mereka membawanya lalu melemparkan di tengah-tengah
tombak-tombak kami, -atau ia mengatakan, “di antara pedang kami.”.
JELAS KELOMPOK
PEMBERONTAK AHLI NERAKA ITU ADALAH KELOMPOK MUAWIYAH YANG BERUSAHA
MENGATAKAN ALI DAN SAHABATNYA YANG MEMBUNUH AMMAR BIN YASIR, PADAHAL
IMAM ALI TERPILIH SECARA DEMOKRASI LANGSUNG SAH SECARA DEMOKRASI MAUPUN
TEOKRASI.
KELOMPOK
PEMBERONTAK AHLI NERAKA INI HENDAK MENGATAKAN SESUNGGUHNYA RASULULLAH
SAWW TELAH MEMBUNUH SAYYIDINA HAMZAH KARENA MENGIKUTSERTAKANNYA KE
PERANG UHUD.
NAUDZUBILLAH MIN DZALIK.
‘Ammar ibn Yasir
ibn ‘Amir al-’Ansi al-Madzhiji al-Makhzûmi masuk Islam di masa dini, dan
Muslim pertama yang membangun mesjid dalam rumahnya sendiri di mana ia
beribadat kepada Allah. (Ibn Sa’d, ath-Thabaqât, III, bagian I, h. 178;
Usd al-Ghâbah, IV, h. 46; Ibn Katsir, Târîkh, VII, h. 311).‘Ammar masuk
Islam bersama ayahnya Yasir dan ibunya Sumayyah. Mereka mengalami
siksaan di tangan kaum Quraisy karena masuk Islam. Ayah dan ibu ‘Ammar
syahid dalam siksaan, lelaki dan wanita pertama yang syahid dalam
Islam.Banyak hadis diriwayatkan dari Nabi (saw) mengenai kebajikan,
perilakunya yang menonjol dan amal perbuatannya yang mulia, seperti
hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh ‘A’isyah dan lain-lainnya bahwa
Nabi telah bersabda, bahwa ‘Ammar dipenuhi dengan iman dari ubun-ubun
kepalanya sampai ke tapak kakinya. (Ibn Majah, as-Sunan, I, h. 65; Abu
Nu’aim, Hilyah al-Auliyâ’, I, h. 139; al-Haitsamî, Majma’ az-Zawâ’id,
IX, h. 295; al-Istî’âb, III, h. 1137; al-Ishâbah, II, h. 512).
Dalam
sebuah hadis lain Nabi berkata tentang ‘Ammar,“‘Ammar bersama kebenaran
dan kebenaran bersama ‘Ammar. la berpaling ke mana saja kebenaran
berpaling. ‘ Ammar dekat kepadaku seperti dekatnya mata dengan hidung.
Sayang, suatu kelompok pendurhaka akan membunuhnya.” (ath-Thabaqât,
jilid III, bagian i, h. 187; al-Mustadrak, III, h. 392; Ibn Hisyam,
as-Sîrah, II, h. 143; ibn Katsir, Târîkh, VII, h. 268, 270).
Juga dalam hadis
mutawatir dan dikenal luas yang telah disalurkan oleh al-Bukhârî (dalam
ash-Shahîh, VIII, h. 185-186), Tirmidzi (dalam al-Jami’ ash-Shahîh),
Ahmad ibn Hanbal (dalam al-Musnad, II, h. 161, 164, 206; III. h. 5, 22,
28, 91; IV, h. 197, 199; V, h. 215, 306, 307; VI, h. 289, 300, 311,
315), dan semua periwayat hadis dan sejarawan menyalurkan melalui 25
sahabat bahwa Nabi bersabda,“Sayang!
suatu kelompok pendurhaka yang menyeleweng dari kebenaran akan membunuh
‘Ammar. ‘Ammar akan menyeru mereka ke surga dan mereka menyerunya ke
neraka. Pembunuhnya dan orang-orang yang merebut senjata dan pakaiannya
akan berada di neraka.”
Ibn Hajar
al-’Asqalani (dalam Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 409; al-Ishâbah, II, h. 512)
dan as-Suyûthî (dalam al-Khashâ’ish al-Kubrâ, II, h. 140) mengatakan,
“Riwayat hadis
(tersebut di atas) ini adalah mutawâtir.” Yakni, hadis itu diriwayatkan
secara berurut-turut oleh sekian banyak orang sehingga tidak ada
keraguan mengenai keasliannya.
Ibn ‘Abdul Barr (dalam al-Istî’âb, III, h. 1140) mengatakan,
“Hadis itu
mengikuti kesinambungan tanpa putus dari Nabi, bahwa beliau berkata,
‘Suatu kelompok pendurhaka akan membunuh ‘Ammar,’ dan ini adalah suatu
ramalan dari pengetahuan rahasia Nabi dan tanda kenabiannya. Hadis ini
termasuk yang paling sahih dan yang tercatat secara paling tepat.”
Setelah wafatnya
Nabi, ‘Ammar termasuk penganut dan pendukung terbaik Amirul Mukminin
dalam masa pemerintahan ketiga khalifah pertama. Dalam masa kekhalifahan
‘Utsman, ketika kaum Muslim memprotes kepada ‘Utsman terhadap
kebijakannya dalam pembagian harta baitul mal, ‘Utsman berkata dalam
suatu pertemuan umum bahwa uang yang berada dalam perbendaharaan adalah
suci dan adalah milik Allah, dan bahwa dia (sebagai khalifah Nabi)
berhak untuk membelanjakannya menurut yang dianggapnya pantas. ‘Utsman
mengancam dan mengutuk semua yang hendak memprotes atau menggerutu atas
apa yang dikatakannya. Atasnya, ‘Ammar ibn Yâsir dengan beraninya
menyatakan keberatannya dan mulai menuduh kecondongannya yang telah
mendarah daging untuk mengabaikan kepentingan rakyat umum; ia menuduhnya
telah menghidupkan adat kebiasaan kaflr yang dihapus oleh Nabi. Atasnya
‘Utsman memerintahkan supaya ia dipukuli, dan beberapa orang dari
kalangan Bani Umayyah, kerabat Khalifah, segera menyerang ‘Ammar yang
mulia itu, dan khalifah itu sendiri menyepak kemaluan ‘Ammar dengan kaki
bersepatu, yang menyebabkan ia menderita hernia. ‘Ammar pingsan selama
tiga hari dan dirawat oleh Ummul Mu’minin Umm Salamah di rumahnya (Umm
Salamah). (al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf, V, h. 48, 54, 88; Ibn Abil
Hadid, III, h. 47-52; al-Imâmah was-Siyâsah, I, h. 35-36; al-’lgd
al-Farîd, IV, h. 307; ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 185; Târîkh
al-Khamîs, II, h. 271)
Ketika Amirul
Mukminin menjadi khalifah, ‘Ammar adalah salah seorang pendukungnya yang
paling setia. la ikut serta dalam semua kegiatan sosial, politik dan
militer dalam masa itu, terutama dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin.
Namun, ‘Ammar gugur
dalam Perang Shiffin pada 9 Safar 37 H. dalam usia lebih sembilan puluh
tahun. Pada hari syahidnya, ‘Ammar ibn Yasir menghadap ke langit seraya
berkata,
“Ya Allah Tuhanku.
Sesungguhnya Engkau tahu bahwa apabila aku mengetahui bahwa kehendak-Mu
supaya aku menerjunkan diri ke Sungai (Efrat) dan tenggelam, aku akan
melakukannya. Ya Allah Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa
apabila Engkau rida sekiranya aku menaruh pedang di dada dan menekannya
keras-keras sehingga keluar di punggungku, aku akan melakukannya. Ya
Allah Tuhanku! Aku tidak mengira ada sesuatu yang lebih menyenangkan
bagi-Mu daripada berjuang melawan kelompok berdosa ini, dan apabila
kuketahui bahwa suatu perbuatan lebih Engkau ridai, aku akan
melakukannya.”
Abu ‘Abdur-Rahman as-Sulami meriwayatkan,
“Kami hadir bersama
Amirul Mukminin di Shiffln di mana saya melihat ‘Ammar ibn Yasir tidak
memalingkan wajahnya ke sisi mana pun, atau ke wadi-wadi (lembah)
Shiffin melainkan para sahabat Nabi mengikutinya seakan-akan ia
merupakan suatu panji bagi mereka. Kemudian saya mendengar ‘Ammar
berkata kepada Hasyim ibn ‘Utbah (al-Mirqal), “Wahai Hasyim, menyerbula
ke barisan musuh, surga berada di bawah pedang. Hari ini saya menemui
kekasih saya, Muhammad dan partainya.”
“Kemudian ia
berkata. ‘Demi Allah, sekiranya pun mereka membuat kita lari hingga ke
pepohonan kurma Hajar (sebuah kota di Bahrain), namun kita dengan yakin
bahwa kita benar dan mereka salah.’
“Kemudian ‘Ammar melajutkan (berkata kepada musuh):
Kami menyerangmu (dahulu) untuk (beriman) pada wahyu
Dan kini kami menyerangmu untuk tafsirnya;
Serangan yang memisahkan kepala dari tumpuannya;
Dan membuat kawan lupa akan sahabat setianya;
Sampai kebenaran kembali kepada jalannya.”‘
Lalu ia (as-Sulami)
berkata, “Saya tidak (pernah) melihat para sahabat Nabi terbunuh pada
saat mana pun sebanyak terbunuhnya mereka pada hari ini.”
Kemudian ‘Ammar
memacu kudanya, memasuki medan pertempuran dan mulai bertempur. la
bersikeras memburu musuh, melancarkan serangan demi serangan, dan
mengangkat slogan-slogan menantang sampai akhirnya sekelompok orang
Suriah yang berjiwa kerdil mengepungnya pada semua sisi, dan seorang
lelaki bernama Abu al-Ghadiyah al-Juhari (al-Fazari) menimpakan luka
padanya sedemikian rupa sehingga tak dapat ditanggungnya lalu ia kembali
ke kemahnya. la meminta air. Semangkuk susu dibawakan kepadanya. Ketika
‘Ammar melihat mangkuk itu ia berkata, ‘Rasulullah telah mengatakan
yang sebenarnya.’ Orang bertanya kepadanya apa yang dimaksudnya dengan
kata-kata itu. la berkata, ‘Rasulullah telah memberitahukan kepada saya
bahwa rezeki terakhir bagi saya di dunia ini adalah susu.’ Kemudian ia
mengambil mangkuk susu itu, meminumnya, lalu menyerahkan nyawanya kepada
Allah Yang Mahakuasa. Ketika Amirul Mukminin mengetahui kematiannya, ia
datang ke sisi ‘Ammar, menaruh kepalanya ke pangkuannya sendiri dan
mengucapkan elegi yang berikut,
“Sesungguhnya
seorang Muslim yang tidak sedih atas terbunuhnya putra Yasir, dan tidak
terpukul oleh petaka sedih ini, tidaklah ia beriman yang sesungguhnya.
“Semoga Allah
memberkati ‘Ammar di hari ia masuk Islam, semoga Allah memberkatinya di
hari ia terbunuh, dan semoga Allah memberkati ‘Ammar ketika ia
dibangkitkan kembali.
“Sesungguhnya saya
mendapatkan ‘Ammar (pada tingkat sedemikian) sehingga tiga sahabat Nabi
tak dapat disebut tanpa ‘Ammar kecuali dia adalah yang keempat, dan
empat nama dari mereka tak dapat disebut kecuali ‘Ammar sebagai yang
kelima.
“Tak ada di antara
para sahabat Nabi yang meragukan bahwa bukan saja surga sekali atau dua
kali dilimpahkan dengan paksa kepada ‘Ammar, melainkan ia mendapatkan
haknya atasnya (berkali-kali). Semoga surga memberikan kenikmatan kepada
‘Ammar.
“Sesungguhnya dikatakan (oleh Nabi), ‘Sungguh, ‘Ammar bersama kebenaran dan kebenaran bersama ‘Ammar.”‘
Lalu Amirul
Mukminin melangkah maju dan melakukan salat jenazah baginya, dan
kemudian dengan tangannya sendiri ia menguburkannya.
Kematian ‘Ammar
menyebabkan gejolak besar pada barisan Mu’awiah pula, karena ada
sejumlah orang terkemuka yang berperang pada pihaknya berpikiran bahwa
peperangan Mu’awiah melawan Amirul Mukminin adalah perjuangan yang
benar. Orang-orang itu mengetahui akan ucapan Nabi bahwa ‘Ammar akan
dibunuh oleh suatu kelompok yang berada di pihak yang batil. Ketika
mereka melihat bahwa ‘Ammar telah terbunuh oleh tentara Mu’awiah mereka
menjadi yakin bahwa Amirul Mukminin pastilah di pihak yang benar.
Kecemasan di kalangan para pemimpin maupun prajurit tentara Mu’awiah
diredakan olehnya dengan argumen bahwa justru Amirul Mukminin yang
membawa ‘Ammar ke medan pertempuran dan karena itu ialah yang harus
bertanggung jawab atas kematiannya. Ketika argumen Mu’awiah disebutkan
kepada Amirul Mukminin, ia mengatakan bahwa seakan-akan Nabi harus
bertanggung jawab atas terbunuhnya Hamzah karena beliau yang membawanya
ke Pertempuran Uhud. (ath-Thabari, at-Târîkh, I, h. 3316-3322; III, h.
2314-2319; Ibn Sa’d, ath-Thabaqât, III, bagian i, h. 176-189; Ibn Atsîr,
al-Kâmil, III, h. 308-312; Ibn Katsir, at-Târîkh, VII, h. 267-272;
al-Minqarî, Shiffin, h. 320-345; Ibn ‘Abdil Barr, al-Istî’âb, III, h.
1135-1140; IV, h. 1725; Ibn al-Atsir, Usd al-Ghâbah, IV, h. 43-47; V, h.
267; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahjul Balâghah, jilid V, h. 252-258; VIII,
h. 10-28; X, h. 102-107; al-Hakim, al-Mustadrak, III, h. 384-394; Ibn
‘Abdi Rabbih, al-’Iqd al-Farîd, IV, h. 340-343; al-Mas’ûdî, Murûj
adz-Dzahab, II, h. 381-382; al-Haitsamî, Majma’ az-Zawâ’id, IX, h.
292-298; al-Balâdzurî, Ansâb al-Asyrâf (biografi Amirul Mukminin), h.
310-319.
Baladzuri mencatat dalam Ansab al-Asyraf (3/ 403) :
حدثني
الحسين بن علي بن الأسود، ثنا يحيى بن آدم عن وكيع عن إسماعيل بن أبي خالد
عن شبيل اليحصبي قال: كانت لي حاجة إلى عمر بن الخطاب، فغدوت لأكلمه فيها،
فسبقني إليه رجل فكلمه فسمعت عمر يقول له: لئن أطعتك لتدخلني النار، فنظرت
فإذا هو معاوية.
“Aku mempunyai
kebutuhan dari Umar bin Khatab, maka aku pergi kepadanya untuk bicara
dengannya, namun seseorang laik-laki sebelumku berbicara kepadanya, aku
dengar bahwa Umar mengatakan kepadanya : Jika aku ta’at kepadamu, kau
akan membuatku masuk neraka”..lalu aku melihat dan itu (orang tsb)
adalah Muawiyah”
- Husain bin Ali al Aswad : Ibn Hajar berkata : “Shaduq” (Taqrib al Tahdib, j.1/ h.216).
- Yahya bin Adam : Ibn Hajar berkata : “Tsiqah” (Taqrib al Tahdib, j.2 / h.296).
- Waki : Ibn Hajar berkata: “Tsiqah” (Taqrib al-Tahdib, j.2 / h.284).
- Ismail bin Abi Khalid : Ibn Hajar berkata : “Tsiqah” (Taqrib al Tahdib, j.1 / h.93).
- Syubail al Yahshabi : Ibn Hajar berkata : “Tsiqah” (Taqrib al Tahdib, j.1/ h.412).
tak diragukan kalau
Imam Ali benar dalam tindakannya memerangi Muawiyah. Sebagaimana yang
telah dengan jelas disebutkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] bahwa Muawiyah dan pengikutnya adalah kelompok pemberontak
[baaghiyyah]. Hanya saja beberapa orang dari pengikut salafy yang ghuluw
mencintai Muawiyah tidak bisa menerima kenyataan ini, mereka dengan
segenap usaha “yang melelahkan” membela
Muawiyah. Tidak jarang demi membela Muawiyah mereka mengutip perkataan
Imam Ali. Bagaimana sebenarnya pandangan Imam Ali terhadap Muawiyah dan
para pengikutnya?. Perhatikanlah hadis-hadis berikut:
Doa Imam Ali Untuk Muawiyah dan Pengikutnya.
حدثنا تميم بن
المنتصر الواسطي قال أخبرنا إسحاق يعني الأزرق عن شريك عن حصين عن عبد
الرحمن بن معقل المزني قال صليت مع علي بن أبي طالب رضوان الله عليه الفجر ”
فقنت على سبعة نفر منهم فلان وفلان وأبو فلان وأبو فلان
Telah
menceritakan kepada kami Tamim bin Muntashir Al Wasithiy yang berkata
telah mengabarkan kepada kami Ishaq yakni Al Azraq dari Syarik dari
Hushain dari ‘Abdurrahman bin Ma’qil Al Muzanniy yang berkata “aku
shalat fajar bersama Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhu maka ia membaca
qunut untuk tujuh orang, diantara mereka adalah fulan, fulan, abu fulan
dan abu fulan” [Tahdzib Al Atsar Ibnu Jarir Ath Thabari no 2628].
Riwayat ini
diriwayatkan oleh para perawi tsiqat kecuali Syarik ia memang seorang
yang tsiqat shaduq tetapi diperbincangkan hafalannya. Ishaq Al Azraq
meriwayatkan dari Syarik sebelum hafalannya berubah maka riwayatnya
shahih.
- Tamim
bin Muntashir Al Wasithiy adalah perawi Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu
Majah. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan
tsiqat. Nasa’I menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 958]. Ibnu
Hajar menyatakan ia tsiqat dhabit [At Taqrib 1/143-144].
- Ishaq
bin Yusuf Al Azraq adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ahmad,
Ibnu Ma’in dan Al Ijli menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “shahih
hadisnya shaduq tidak ada masalah dengannya”. Yaqub bin Syaibah berkata
“ia termasuk orang yang alim diantara yang meriwayatkan dari Syarik”. Al
Khatib berkata “termasuk tsiqat dan ma’mun”. Ibnu Hibban memasukkannya
dalam Ats Tsiqat. Al Bazzar menyatakan tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 486].
Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At Taqrib 1/87].
- Syarik
Al Qadhi adalah Syarik bin Abdullah An Nakha’i perawi Bukhari dalam
Ta’liq Shahih Bukhari, Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu Ma’in, Al Ijli,
Ibrahim Al Harbi menyatakan ia tsiqat. Nasa’i menyatakan “tidak ada
masalah padanya”. Ia diperbincangkan sebagian ulama bahwa ia melakukan
kesalahan dan terkadang hadisnya mudhtharib diantara yang
membicarakannya adalah Abu Dawud, Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban tetapi
mereka tetap menyatakan Syarik tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 587]. Hafalan
yang dipermasalahkan pada diri Syarik adalah setelah ia menjabat
menjadi Qadhi dimana ia sering salah dan mengalami ikhtilath tetapi
mereka yang meriwayatkan dari Syarik sebelum ia menjabat sebagai Qadhi
seperti Yazid bin Harun dan Ishaq Al Azraq maka riwayatnya bebas dari
ikhtilath [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 6 no 8507].
- Hushain
adalah Hushain bin Abdurrahman As Sulami Al Kufi seorang perawi kutubus
sittah. Ibnu Hajar menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Ahmad,
Al Ajli, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ibnu Ma’in dan Ibnu Hibban [At Tahdzib
juz 2 no 659]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/222] dan Adz
Dzahabi menyatakan ia tsiqat hujjah [Al Kasyf no 1124].
- Abdurrahman
bin Ma’qil Al Muzanni adalah perawi Abu Dawud seorang tabiin [walaupun
ada yang mengatakan ia sahabat]. Ibnu Hajar menyebutkan ia dinyatakan
tsiqah oleh Ibnu Hibban dan Abu Zur’ah [At Tahdzib juz 6 no 543]. Ibnu
Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/591].
Riwayat di atas
menyebutkan bahwa Imam Ali membaca qunut nazilah untuk beberapa orang
pada shalat fajar. Terdapat riwayat lain yang menyebutkan kalau Imam Ali
juga membaca qunut ini [nazilah] pada shalat maghrib:
حدثني عيسى بن عثمان
بن عيسى قال حدثنا يحيى بن عيسى عن الأعمش عن عبد الله بن خالد عن عبد
الرحمن بن معقل قال صليت خلف علي المغرب فلما رفع رأسه من الركعة الثالثة
قال اللهم العن فلانا وفلانا وأبا فلان وأبا فلان
Telah
menceritakan kepadaku Isa bin Utsman bin Isa yang berkata telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Isa dari Al A’masy dari ‘Abdullah bin
Khalid dari ‘Abdurrahman bin Ma’qil yang berkata “aku shalat maghrib di
belakang Ali ketika ia mengangkat kepalanya pada rakaat ketiga, ia
berkata “ya Allah laknatlah fulan, fulan, abu fulan dan abu fulan” [Tahdzib Al Atsar Ibnu Jarir Ath Thabari no 2627].
Riwayat ini
sanadnya hasan dengan penguat riwayat sebelumnya. ‘Abdullah bin Khalid
adalah seorang kufah yang tsiqat dimana telah meriwayatkan darinya
Sufyan Ats Tsawri dan Al A’masy.
- Isa
bin Utsman bin Isa adalah perawi Tirmidzi. Telah meriwayatkan darinya
jama’ah hafizh diantaranya Tirmidzi dan Ibnu Jarir. Nasa’I menyatakan
“shalih” [At Tahdzib juz 8 no 410]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At
Taqrib 1/772].
- Yahya
bin Isa Ar Ramliy adalah perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Muslim,
Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ahmad bin Hanbal telah menta’dilnya.
Al Ijli menyatakan ia tsiqat tasyayyu’. Abu Muawiyah telah menulis
darinya. Nasa’i berkata “tidak kuat”. Ibnu Ma’in berkata dhaif atau
tidak ada apa-apanya atau tidak ditulis hadisnya. Maslamah berkata
“tidak ada masalah padanya tetapi di dalamnya ada kelemahan”. Ibnu Ady
berkata “kebanyakan riwayatnya tidak memiliki mutaba’ah” [At Tahdzib juz
11 no 428]. Ibnu Hajar berkata “jujur sering salah dan tasyayyu’” [At
Taqrib 2/311-312]. Adz Dzahabi berkata “shuwailih” [Man Tukullima Fihi
Wa Huwa Muwatstsaq no 376].
- Sulaiman
bin Mihran Al A’masy perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Al Ijli
dan Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Ibnu
Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 4 no 386]. Ibnu
Hajar menyebutkannya sebagai mudallis martabat kedua yang ‘an anahnya
dijadikan hujjah dalam kitab shahih [Thabaqat Al Mudallisin no 55].
- ‘Abdullah
bin Khalid meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Ma’qil Al Muzanniy dan
telah meriwayatkan darinya Sufyan dan ‘Amasy. Ibnu Hibban memasukkannya
dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat juz 7 no 8812]. Al Fasawiy menyebutkan ia
seorang yang tsiqat [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawi 3/104].
- Abdurrahman
bin Ma’qil Al Muzanni adalah perawi Abu Dawud seorang tabiin [walaupun
ada yang mengatakan ia sahabat]. Ibnu Hajar menyebutkan ia dinyatakan
tsiqah oleh Ibnu Hibban dan Abu Zur’ah [At Tahdzib juz 6 no 543]. Ibnu
Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/591].
Kedua riwayat ini
menyebutkan kalau Imam Ali membaca qunut nazilah pada shalat shubuh dan
maghrib dimana Beliau mendoakan keburukan atau melaknat orang-orang
tertentu. Siapa orang-orang tersebut memang tidak disebutkan dalam
riwayat Ibnu Jarir tetapi tampak jelas kalau perawi [entah siapa]
menyembunyikan nama-nama mereka karena tidak mungkin ada seseorang
bernama fulan atau abu fulan. Alhamdulillah ternyata terdapat
riwayat-riwayat yang menyebutkan nama beberapa diantara mereka.
حدثنا هشيم قال
أخبرنا حصين قال حدثنا عبد الرحمن بن معقل قال صليت مع علي صلاة الغداة قال
فقنت فقال في قنوته اللهم عليك بمعاوية وأشياعه وعمرو بن العاص وأشياعه
وأبا السلمي وأشياعه وعبد الله بن قيس وأشياعه
Telah
menceritakan kepada kami Husyaim yang berkata telah mengabarkan kepada
kami Hushain yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin
Ma’qil yang berkata Aku shalat bersama Ali dalam shalat fajar dan
kemudian ketika Qunut Beliau berkata “Ya Allah hukumlah Muawiyah dan
pengikutnya, Amru bin Ash dan pengikutnya, Abu As Sulami dan
pengikutnya, Abdullah bin Qais dan pengikutnya” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/108 no 7050].
Riwayat ini sanadnya shahih,
Husyaim adalah Husyaim bin Basyiir seorang perawi kutubus sittah. Ibnu
Hajar menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Al Ijli, Ibnu Saad dan
Abu Hatim. Ibnu Mahdi, Abu Zar’ah dan Abu Hatim memuji hafalannya [At
Tahdzib juz 11 no 100]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit [At
Taqrib 2/269]. Adz Dzahabi menyebutkan kalau Husyaim seorang Hafiz
Baghdad Imam yang tsiqat [Al Kasyf no 5979]. Sedangkan Hushain dan
Abdurrahman bin Ma’qil telah disebutkan kalau mereka tsiqat.
حَدَّثَنَا عُبَيد
الله بن معاذ قَال حدثني أبي قَال حَدَّثَنَا شُعبة عن عُبَيد أبي الحسن
سمع عبد الرحمن بن معقل يقول شهدت علي بن أبي طالب قنت في صلاة العتمة بعد
الركوع يدعو في قنوته على خمسة رهط على معاوية وأبي الأعور
Telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin Mu’adz yang berkata telah
menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami
Syu’bah dari ‘Ubaid Abi Hasan yang mendengar ‘Abdurrahman bin Ma’qil
berkata “aku menyaksikan Ali bin ‘Abi Thalib membaca qunut dalam shalat
‘atamah [shalat malam yaitu maghrib atau isya’] setelah ruku’ untuk lima
orang untuk Mu’awiyah dan Abul A’war [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawi 3/134].
Riwayat ini sanadnya shahih.
Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat. Ubaidillah bin Mu’adz adalah
seorang hafizh yang tsiqat termasuk perawi Bukhari Muslim [At Taqrib
1/639] dan ayahnya Mu’adz bin Mu’adz adalah seorang yang tsiqat mutqin
perawi kutubus sittah [At Taqrib 2/193]. Syu’bah bin Hajjaj adalah
perawi kutubus sittah yang telah disepakati tsiqat. Syu’bah seorang yang
tsiqat hafizh mutqin dan Ats Tsawri menyebutnya “amirul mukminin dalam
hadis” [At Taqrib 1/418]. Ubaid bin Hasan Al Muzanniy atau Abu Hasan Al
Kufiy adalah perawi Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in, Abu
Zur’ah dan Nasa’I menyatakan tsiqat. Abu Hatim berkata “tsiqat shaduq”.
Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 128].
Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 1/643]. Dan ‘Abdurrahman bin
Ma’qil telah disebutkan bahwa ia tabiin yang tsiqat.
Kedua riwayat
Abdurrahman bin Ma’qil ini menyebutkan kalau diantara mereka yang
didoakan [dalam qunut] keburukan atau laknat oleh Imam Ali adalah
Mu’awiyah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Imam Ali, Muawiyah
dan pengikutnya itu menyimpang dan telah sesat plus menyesatkan banyak
orang sehingga Imam Ali sampai membaca qunut nazilah untuk mereka. Abbas
Ad Duuriy berkata:
سمعت يحيى يقول أبو الأعور السلمي رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم وكان مع معاوية وكان علي يلعنه في الصلاة
Aku
mendengar Yahya [bin Ma’in] berkata “Abul A’war As Sulamiy seorang
sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] ia bersama Muawiyah dan Ali
telah melaknatnya di dalam shalat” [Tarikh Ibnu Ma’in 3/43 no 175].
Kelompok Muawiyah Berada Di Jalan Yang Bathil.
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُخْتَارٍ قَالَ
حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ
وَلِابْنِهِ عَلِيٍّ انْطَلِقَا إِلَى أَبِي سَعِيدٍ فَاسْمَعَا مِنْ
حَدِيثِهِ فَانْطَلَقْنَا فَإِذَا هُوَ فِي حَائِطٍ يُصْلِحُهُ فَأَخَذَ
رِدَاءَهُ فَاحْتَبَى ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُنَا حَتَّى أَتَى ذِكْرُ
بِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ كُنَّا نَحْمِلُ لَبِنَةً لَبِنَةً وَعَمَّارٌ
لَبِنَتَيْنِ لَبِنَتَيْنِ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَيَنْفُضُ التُّرَابَ عَنْهُ وَيَقُولُ وَيْحَ عَمَّارٍ
تَقْتُلُهُ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ يَدْعُوهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ
وَيَدْعُونَهُ إِلَى النَّارِ قَالَ يَقُولُ عَمَّارٌ أَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنْ الْفِتَنِ
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad yang berkata telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin Mukhtar yang berkata telah menceritakan
kepada kami Khalid Al Hidzaa’ dari Ikrimah yang berkata Ibnu Abbas
berkata kepadaku dan kepada anaknya Ali, pergilah kalian kepada Abu
Sa’id dan dengarkanlah hadis darinya maka kami menemuinya. Ketika itu ia
sedang memperbaiki dinding miliknya, ia mengambil kain dan duduk
kemudian ia mulai menceritakan kepada kami sampai ia menyebutkan tentang
pembangunan masjid. Ia berkata “kami membawa batu satu persatu
sedangkan Ammar membawa dua batu sekaligus, Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] melihatnya, kemudian Beliau berkata sambil membersihkan tanah
yang ada padanya “kasihan ‘Ammar, dia akan dibunuh oleh kelompok
baaghiyah [pembangkang], ia [Ammar] mengajak mereka ke surga dan mereka
mengajaknya ke neraka. ‘Ammar berkata “aku berlindung kepada Allah dari
fitnah” [Shahih Bukhari 1/97 no 447].
Telah terbukti
kalau ‘Ammar terbunuh dalam perang shiffin dan ia berada di pihak Imam
Ali jadi kelompok baaghiyyah [pembangkang] yang membunuh ‘Ammar dalam
hadis Bukhari di atas adalah kelompok Muawiyah. Muawiyah dan pengikutnya
adalah kelompok yang mengajak ke neraka. Jadi berdasarkan dalil shahih
dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka dalam perang shiffin
Imam Ali dan pengikutnya berada dalam kebenaran sedangkan Muawiyah dan
pengikutnya berada dalam kesesatan.
حدثنا عبد الله
حدثني أبي ثنا محمد بن جعفر ثنا شعبة عن عمرو بن مرة قال سمعت عبد الله بن
سلمة يقول رأيت عمارا يوم صفين شيخا كبيرا آدم طوالا آخذا الحربة بيده ويده
ترعد فقال والذي نفسي بيده لقد قاتلت بهذه الراية مع رسول الله صلى الله
عليه و سلم ثلاث مرات وهذه الرابعة والذي نفسي بيده لو ضربونا حتى يبلغوا
بنا شعفات هجر لعرفت أن مصلحينا على الحق وأنهم على الضلالة
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan
kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Amru
bin Murrah yang berkata aku mendengar ‘Abdullah bin Salamah berkata “aku
melihat ‘Ammar dalam perang shiffin, dia seorang Syaikh yang berumur,
berkulit agak gelap dan berperawakan tinggi, ia memegang tombak dengan
tangan bergetar. Ia berkata “demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku
telah berperang membawa panji ini bersama Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] tiga kali dan ini adalah yang keempat. Demi yang
jiwaku berada di tangan-Nya sekiranya mereka menebas kami hingga membawa
kami kepada kematian maka aku yakin bahwa orang-orang shalih yang
bersama kami berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas
kesesatan [Musnad Ahmad 4/319 no 18904].
Riwayat ini sanadnya hasan.
‘Abdullah bin Salamah seorang yang hadisnya hasan terdapat sedikit
perbincangan karena hafalannya. Riwayat ini juga disebutkan Ibnu Hibban
dalam Shahih Ibnu Hibban 15/555 no 7080 dan Al Hakim dalam Al Mustadrak
juz 3 no 5651.
- Muhammad
bin Ja’far Al Hudzaliy Abu Abdullah Al Bashriy yang dikenal dengan
sebutan Ghundar adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ali bin Madini
berkata “ia lebih aku sukai daripada Abdurrahman [Ibnu Mahdi] dalam
periwayatan dari Syu’bah”. Abu Hatim berkata dari Muhammad bin Aban Al
Balkhiy bahwa Ibnu Mahdi berkata “Ghundar lebih tsabit dariku dalam
periwayatan dari Syu’bah”. Abu Hatim, Ibnu Hibban dan Ibnu Sa’ad
menyatakan tsiqat. Al Ijli menyatakan ia orang bashrah yang tsiqat dan
ia adalah orang yang paling tsabit dalam riwayat dari Syu’bah [At
Tahdzib juz 9 no 129]
- Syu’bah
bin Hajjaj adalah perawi kutubus sittah yang telah disepakati tsiqat.
Syu’bah seorang yang tsiqat hafizh mutqin dan Ats Tsawri menyebutnya
“amirul mukminin dalam hadis” [At Taqrib 1/418]
- ‘Amru
bin Murrah adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in
menyatakan tsiqat. Abu Hatim menyatakan shaduq tsiqat. Ibnu Hibban
memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Numair dan Yaqub bin Sufyan
menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 8 no 163]. Ibnu Hajar menyatakan ia
tsiqat ahli ibadah [At Taqrib 1/745]
- ‘Abdullah
bin Salamah adalah perawi Ashabus Sunan. Ibnu Hibban memasukkannya
dalam Ats Tsiqat. Ai Ijli menyatakan ia tsiqat. Yaqub bin Syaibah
berkata “tsiqat termasuk thabaqat pertama dari ahli fiqih kufah setelah
sahabat”. Abu Hatim berkata “dikenal dan diingkari”. Bukhari berkata
“hadisnya tidak memiliki mutaba’ah”. Ibnu Ady berkata “aku kira tidak
ada masalah padanya”. [At Tahdzib juz 5 no 421]. Ibnu Hajar berkata
“shaduq mengalami perubahan pada hafalannya” [At Taqrib 1/498]. Adz
Dzahabi berkata “shuwailih” [Al Kasyf no 2760], Adz Dzahabi juga
memasukkannya dalam Man Tukullima Fihi wa huwa Muwatstsaq no 182. Ibnu
Hibban telah menshahihkan hadisnya [Shahih Ibnu Hibban 15/555 no 7080].
Ibnu Khuzaimah telah berhujjah dan menshahihkan hadisnya [Shahih Ibnu
Khuzaimah 1/104 no 208]. Al Hakim ketika membawakan hadis ‘Abdullah bin
Salamah ia menyatakan hadis tersebut shahih sanadnya walaupun syaikhan
tidak berhujjah dengan ‘Abdullah bin Salamah tetapi tidak ada cela
terhadapnya [Al Mustadrak juz 1 no 541] itu berarti Al Hakim menganggap
‘Abdullah bin Salamah tsiqat. Pendapat yang rajih, ‘Abdullah bin Salamah
adalah seorang yang hadisnya hasan terdapat sedikit pembicaraan dalam
hafalannya tetapi itu tidak menurunkan hadisnya dari derajat hasan.
Riwayat ini dengan
tegas menyatakan kalau ‘Ammar dan orang-orang shalih di pihak Imam Ali
adalah berada di atas kebenaran sedangkan mereka kelompok Muawiyah
berada di atas kesesatan atau kebathilan. Kami tidak akan berbasa-basi
seperti sebagian orang yang mengklaim kalau Muawiyah berijtihad dan
walaupun salah ijtihadnya tetap mendapat pahala. Itu berarti Muawiyah
yang dalam perang shiffin dikatakan mengajak orang ke neraka tetap
mendapat pahala. Sungguh perkataan yang aneh bin ajaib.
Kami juga ingin
menegaskan kepada orang yang memang tidak punya kemampuan memahami
perkataan orang lain bahwa kami tidak pernah menyatakan kalau Muawiyah
dan pengikutnya kafir dalam perang shiffin berdasarkan hadis-hadis di
atas. Jika dikatakan mereka bermaksiat maka itu sudah jelas, orang yang
mengajak ke jalan neraka maka sudah jelas ia bermaksiat. Tetapi apakah
maksiat itu membawa kepada kekafirannya maka hanya Allah SWT yang tahu.
Soal Muawiyah kami sudah pernah membahas hadis shahih yang menunjukkan bahwa pada akhirnya ia mati tidak dalam agama islam
_____________________
Hadis Muawiyah Mati Tidak Dalam Agama Islam?
Terdapat hadis yang mungkin akan mengejutkan sebagian orang terutama akan mengejutkan para nashibi pecinta berat Muawiyah yaitu hadis yang menyatakan kalau Muawiyah mati tidak dalam agama Islam.
Kami akan mencoba memaparkan hadis ini dan sebelumnya kami ingatkan
kami tidak peduli apapun perkataan [baca: cacian] orang yang telah
membaca tulisan ini. Apa yang kami tulis adalah hadis yang tertulis
dalam kitab. Jadi kami tidak mengada-ada.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru bin Ash dari Rasulullah SAW sebagaimana yang tertulis dalam kitab Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120-121.
عن عبد الله بن عمرو قال كنت جالساً عند
النبي صلى الله عليه وسلم فقال يطلع عليكم من هذا الفج رجل يموت يوم يموت
على غير ملتي، قال وكنت تركت أبي يلبس ثيابه فخشيت أن يطلع، فطلع معاوية
Dari Abdullah bin Amru yang
berkata aku duduk bersama Nabi SAW kemudian Beliau bersabda ”akan datang
dari jalan besar ini seorang laki-laki yang mati pada hari kematiannya
tidak berada dalam agamaKu”. Aku berkata “Ketika itu, aku telah
meninggalkan ayahku yang sedang mengenakan pakaian, aku khawatir kalau
ia akan datang dari jalan tersebut, kemudian datanglah Muawiyah dari
jalan tersebut”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Baladzuri dalam Ansab Al Asyraf dengan dua jalan sanad yaitu:
حدثني عبد الله بن صالح حدثني يحيى بن آدم عن شريك عن ليث عن طاووس عن عبد الله بن عمرو
Telah menceritakan kepadaku
Abdullah bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepadaku Yahya bin
Adam dari Syarik dari Laits dari Thawus dari Abdullah bin Amru [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/121]
حدثني إسحاق وبكر بن الهيثم قالا حدثنا عبد الرزاق بن همام انبأنا معمر عن ابن طاوس عن أبيه عن عبد الله بن عمرو بن العاص
Telah menceritakan kepadaku Ishaq
dan Bakr bin Al Haitsam yang keduanya berkata telah menceritakan kepada
kami Abdurrazaq bin Hamam yang berkata telah memberitakan kepada kami
Ma’mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Abdullah bin Amru bin Ash [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/120].
Sanad pertama
semuanya adalah perawi Muslim oleh karena itu Syaikh Al Ghumari
menyatakan hadis tersebut shahih dengan syarat Muslim. Tetapi walaupun
semuanya perawi Muslim terdapat cacat pada sanadnya yaitu Abdullah bin
Shalih dan Laits. Mereka berdua walaupun seorang yang shaduq telah
diperbincangkan oleh para ulama mengenai hafalannya. Sebagaimana yang
disebutkan dalam At Taqrib 1/501 kalau Abdullah bin Shalih jujur tetapi banyak melakukan kesalahan dan At Taqrib 2/48 kalau Laits bin Abi Sulaim jujur tetapi mengalami ikhtilath. Jadi sanad pertama itu dhaif.
Sanad kedua telah diriwayatkan oleh para perawi tsiqat yaitu Ishaq, Abddurrazaq, Ma’mar, Ibnu Thawus dan Thawus. Hanya satu orang yang tidak diketahui kredibilitasnya yaitu Bakr bin Al Haitsam tetapi ini tidak menjadi masalah karena ia meriwayatkan hadis ini bersama dengan Ishaq bin Abi Israil seorang yang tsiqat dan ma’mun.
- Ishaq adalah Ishaq bin Abi Israil termasuk gurunya Al Baladzuri, ia perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Dawud dan Nasa’i. Biografinya disebutkan dalam At Tahdzib
juz 1 no 415, dimana Ibnu Hajar menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat
oleh Ibnu Ma’in, Daruquthni, Al Baghawi, Ahmad bin Hanbal dan Ibnu
Hibban. Dalam At Taqrib 1/79 Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 338 kalau Ishaq bin Abi Israil seorang yang tsiqat ma’mun.
- Abdurrazaq bin Hammam adalah
perawi kutubus sittah dimana Bukhari dan Muslim telah berhujjah dengan
hadisnya. Ia seorang hafiz yang dikenal tsiqat sebagaimana disebutkan
Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/599.
- Ma’mar adalah Ma’mar bin Rasyd perawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dalam At Tahdzib
juz 10 no 441 menyebutkan kalau ia dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in,
Al Ajli, Yaqub bin Syaibah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i. Dalam At Taqrib 2/202 ia dinyatakan tsiqat tsabit.
- Abdullah bin Thawus adalah putra Thawus bin Kisan, ia seorang perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Biografinya disebutkan dalam At Tahdzib juz 5 no 459 dan ia telah dinyatakan tsiqat oleh Nasa’i, Al Ajli, Ibnu Hibban dan Daruquthni. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/503 menyatakan Ibnu Thawus tsiqat.
- Thawus bin Kisan Al Yamani adalah seorang tabiin yang tsiqat. Ia termasuk perawi kutubus sittah. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 1/449 menyatakan kalau Thawus tsiqat.
Jadi dapat disimpulkan kalau sanad kedua
itu diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat sehingga sanadnya shahih.
Dengan melihat kedua sanad hadis tersebut maka kedudukan hadis tersebut sudah jelas shahih.
Sanad pertama berstatus dhaif tetapi dikuatkan oleh sanad kedua yang
merupakan sanad yang shahih. Sekedar informasi hadis ini telah
dishahihkan oleh Syaikh Al Ghumari, Syaikh Hasan As Saqqaf, Syaikh
Muhammad bin Aqil Al Alawy dan Syaikh Hasan bin Farhan Al Maliki.
Sudah jelas para Nashibi tidak akan rela
dengan hadis ini dan mereka memang akan selalu mencari-cari cara atau
dalih untuk melemahkan hadis tersebut. Terus terang kami tertarik
melihat dalih-dalih nashibi untuk mencacatkan hadis ini. Kita tunggu
saja.
Salam Damai.
______________________________
sedangkan soal pengikutnya yang lain kami tidak memiliki dalil yang jelas soal itu.
Syubhat Salafy Dalam Membela Muawiyah.
حَدَّثَنَا عُمَرُ
بْنُ أَيُّوبَ الْمَوْصِلِيُّ ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ ، عَنْ
يَزِيدَ بْنِ الأَصَمِّ ، قَالَ : سُئِلَ عَلِيٌّ عَنْ قَتْلَى يَوْمِ
صِفِّينَ ، فَقَالَ : قَتْلاَنَا وَقَتْلاَهُمْ فِي الْجَنَّةِ ، وَيَصِيرُ
الأَمْرُ إلَيَّ وَإِلَى مُعَاوِيَةَ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Umar bin Ayub Al Maushulliy dari Ja’far bin
Burqaan dari Yazid bin Al Aasham yang berkata Ali pernah ditanya tentang
mereka yang terbunuh dalam perang shiffin. Ia menjawab “yang terbunuh
diantara kami dan mereka berada di surga” dan masalah ini adalah antara
aku dan Muawiyah[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 15/302 no 39035].
Riwayat ini secara
zahir sanadnya shahih dan para perawinya tsiqat tetapi terdapat illat di
dalamnya. Adz Dzahabi mengatakan tentang Yazid bin Al Aasham kalauriwayatnya dari Ali tidak shahih [As
Siyar 4/517 no 211]. Walaupun dikatakan Adz Dzahabi ia menemui masa
khalifah Ali tetapi tetap saja Adz Dzahabi sendiri mengatakan kalau
riwayatnya dari Ali tidak shahih. Cukup ma’ruf dalam ilmu hadis bahwa
terkadang ada perawi yang melihat atau bertemu atau semasa dengan perawi
lain tetapi tidak mendengar hadis darinya sehingga hadisnya dikatakan
tidak shahih. Salah satu contohnya adalah Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu
Madini berkata tentangnya “ia melihat Abu Sa’id Al Khudri tawaf di baitullah dan ia melihat Abdullah bin Umar tetapi tidak mendengar hadis dari keduanya” [Jami’ Al Tahsil Fii Ahkam Al Marasil no 520].
Ada yang berhujjah
sembarangan dengan hadis ini. Mereka dengan hadis ini membela Muawiyah
dan pengikutnya. Ini namanya asal berhujjah, telah kami tunjukkan
bagaimana pandangan Imam Ali sebenarnya kepada kelompok Muawiyah. Jika
Imam Ali sendiri berdoa dalam qunut nazilah agar Muawiyah dan
pengikutnya mendapatkan hukuman dari Allah SWT maka sudah jelas menurut
Imam Ali mereka kelompok Muawiyah berada dalam kesesatan atau kebathilan
dan hal ini pun sesuai dengan petunjuk Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan pandangan ‘Ammar bin Yasir radiallahu ‘anhu.
Jadi jika riwayat
di atas diartikan bahwa Imam Ali membenarkan Muawiyah dan pengikutnya
maka itu keliru. Kami pribadi menganggap atsar tersebut matannya mungkar
dan sanadnya memang mengandung illat. Bukankah dalam perang shiffin
Muawiyah dan pengikutnya telah terbukti berada di atas Jalan yang menuju
ke neraka berdasarkan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
yang shahih. Apakah mereka yang gugur karena membela kebathilan akan
mendapat imbalan surga?. Jadi dari sisi ini kalau riwayat tersebut
diartikan secara zahir maka mengandung pertentangan dengan hadis
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Seandainyapun
orang-orang tersebut menerima riwayat Imam Ali di atas maka sudah
seharusnya diartikan bahwa yang dimaksud bukan secara umum. Bukankah
salafy sendiri [Muawiyah dan pengikutnya] menganggap bahwa dalam
kelompok Imam Ali terdapat para pembunuh Utsman radiallahu ‘anhu. Nah
apakah mereka yang terbunuh dalam kelompok Imam Ali ini akan mendapat
surga? Silakan mereka salafy menjawabnya. Begitu pula mungkin saja dalam
kelompok Muawiyah terdapat orang-orang yang tidak memahami persoalan,
mereka tertipu oleh propaganda Muawiyah atau dengan bahasa yang lebih
kasar fitnah kalau Imam Ali dan pengikutnya melindungi para pembunuh
khalifah Utsman radiallahu ‘anhu. Mungkin saja kelompok ini yang
dikatakan Imam Ali bahwa yang terbunuh diantara mereka mendapat surga.
Sehingga sangat wajar di akhir riwayat Imam Ali mengatakan kalau masalah
ini adalah antara diri Beliau dan Muawiyah.
Selain itu sangat
ma’ruf kalau tidak semua orang yang ikut berperang memiliki niat yang
baik walaupun mereka berada di pihak yang benar. Kedudukannya tergantung
niat orang tersebut, jika ia berperang dengan niat mendapatkan harta
atau niat lain yang buruk dan gugur dalam perang tersebut bukan berarti
ia lantas mendapat surga. Terdapat kisah dimana salah seorang sahabat
gugur di medan perang kemudian para sahabat yang lain mengatakan ia
syahid tetapi Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] membantahnya dan mengatakan kalau ia di neraka
_____________________________
Sahabat Nabi Yang Masuk Neraka.
Saya tidak memfitnah, hal ini memang tercatat di dalam Kitab Shahih. Sebelumnya saya katakan kalau saya tidak merendahkan siapapun apalagi mencaci. Saya Cuma menunjukkan apa yang saya baca sebagai kritikan terhadap apa yang saya dengar. Telah sampai kabar kepada saya ada orang yang mengatakan bahwa semua sahabat Nabi pasti masuk surga dan tidak ada yang masuk neraka. Orang tersebut bisa dibilang korban dogma dan generalisasi yang fallasius. Jika ia adalah seorang yang bersandar pada kitab-kitab Shahih maka apa yang akan ia katakan jika ia membaca bahwa ada sahabat Nabi yang masuk neraka, dan bahkan yang mengatakan bahwa sahabat tersebut masuk neraka adalah Nabi SAW sendiri.
Dalam Shahih Bukhari 4/74 no 3074 dan dalam kitab Shahih Sunan Ibnu Majah Syaikh Al Albani no 2299 disebutkan (ini riwayat Bukhari):
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كَانَ عَلَى ثَقَلِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ كِرْكِرَةُ فَمَاتَ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ فِي
النَّارِ فَذَهَبُوايَنْظُرُونَ إِلَيْهِ فَوَجَدُوا عَبَاءَةً قَدْ
غَلَّهَا
Telah menceritakan kepada kami Ali
bin Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amr
dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Amr yang berkata “Pernah ada
seseorang yang biasa menjaga perbekalan Nabi SAW, orang tersebut
bernama Kirkirah. Kemudian dia pun meninggal dunia, ketika itu
Rasulullah SAW bersabda “Dia berada di Neraka”. Maka
para sahabat pergi melihatnya dan mereka mendapatkan sebuah mantel yang
diambilnya dari harta rampasan perang sebelum dibagikan.
Sahabat Nabi yang dimaksud adalah Kirkirah dan ternyata kesalahan yang ia lakukan adalah berkhianat atau mengkhianati harta rampasan perang oleh karenanya Rasul SAW berkata “Dia di Neraka”. Ibnu Hajar memasukkan nama Kirkirah dalam Kitab Al Ishabah Fi Tamyiz As Sahabah 5/587 no 7405, ia menyebutnya sebagai Kirkirah mawla Rasulullah SAW, Ibnu Hajar juga berkata:
وقال بن منده له صحبة ولا تعرف له رواية
Ibnu Mandah berkata “dia seorang Sahabat Nabi dan tidak diketahui memiliki riwayat hadis”
Selain Ibnu Hajar, Ibnu Atsir dalam Asad Al Ghabah 4/497 juga mengatakan kalau Kirkirah adalah Sahabat Nabi SAW dan Adz Dzahabi dalam Tajrid Asma As Shahabah 2/29 no 323 menyebutkan kalau Kirkirah seorang Sahabat Nabi SAW. Bukankah ini membuktikan bahwa seorang Sahabat Nabi bisa saja masuk Neraka dan Kirkirah sahabat Nabi SAW di atas disebutkan oleh Nabi SAW sendiri bahwa “dia berada di neraka”.
________________________________
karena
sahabat tersebut telah berkhianat dalam harta rampasan perang. Kami
cuma ingin menyampaikan bahwa atsar Imam Ali di atas seandainya kita
terima maka ia tidak bisa diartikan secara umum untuk semua orang yang
terbunuh di shiffin. Apalagi sangat tidak benar menjadikan hadis ini
untuk membela Muawiyah dan pengikutnya yang lain.
Sebenarnya ada hal lucu yang tidak terpikirkan oleh salafy. Bukankah mereka sering merendahkan Syiah yang katanya Syiah mengatakan bahwa Imam Ali mengetahui perkara yang ghaib.
Padahal yang dilakukan syiah mungkin hanya berhujjah dengan riwayat
yang ada di sisi mereka. Sekarang lihatlah riwayat Imam Ali di atas,
bukankah pengetahuan siapa yang akan masuk surga adalah pengetahuan yang
bersifat ghaib lantas kenapa sekarang salafy anteng-anteng saja
meyakini riwayat tersebut. Sekarang dengan lucunya [demi membela
Muawiyah] salafy mengakui kalau Imam Ali mengetahui perkara ghaib bahwa
yang terbunuh di shiffin itu masuk surga. Sungguh tanaqudh dan
memprihatinkan mereka suka mencela mazhab lain tetapi apa yang mereka
cela ada pada diri mereka sendiri.
Salam Damai.