Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Riwayat. Show all posts
Showing posts with label Riwayat. Show all posts

Siapakah Tsauban itu? Apakah Ahlulbait memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya?


Siapakah dan bagaimana karakteristik Tsauban? Apakah Ahlulbaitas memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya? Apa yang dimaksud oleh Maula dalam kalimat "Tsauban Maula Rasulullah?"

Jawaban Global:
Tsauban yang dikenal sebagai Maula Rasulullah adalah salah satu dari budak atau belian yang dibebaskan oleh Rasulullah. Setelah bebas, ia menjadi sahabat Rasul dan Ahlulbait As. Terdapat riwayat dalam sebagian kitab-kitab hadis yang menjelaskan tentang kecintaan mendalam lelaki ini terhadap Rasulullah Saw dan keluarganya.

Jawaban Detil:
Tsauban adalah nama dari beberapa sahabat Rasulullah Saw, akan tetapi nama Tsauban dengan sebutan Maula Rasulullah[1] hanya dikatakan pada satu orang.[2]

Dengan demikian, Tsauban adalah salah satu dari sahabat Rasulullah, dengan sedikit informasi yang ada mengenainya, setidaknya bisa diketahui tentang kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah Saw dan keluarganya.

Dalam Rijâl Syaikh Thûsi dikatakan bahwa Tsauban yang mempunyai kuniyah (julukan) Abu Abdillah adalah salah satu sahabat Rasulullah saw.[3] Dan menurut nukilan Asqalani dalam al-Ishâbah, Tsauban adalah di antara sahabat terkenal Rasulullah Saw yang pada awalnya, dibeli oleh kemudian dibebaskan oleh Rasulullah saw. Namun setelah dibebaskan, ia sendiri memilih untuk berkhidmat kepada Rasulullah saw hingga akhir kehidupan beliau.[4]

Meski dalam literatur-literatur riwayat Syiah yang terkenal seperti kitab-kitab Arba'ah (Kutub al-Arba'ah), tidak ada satupun riwayat yang menukilkanya, akan tetapi dalam literatur-literatur lain telah dinukilkan sejumlah hadis-hadis riwayat mengenainya.

Di antara riwayat-riwayat yang ada yang bercerita dan menggambarkan tentang kecintaannya kepada Rasulullah Saw dan Ahli Baitnya adalah riwayat mengenai Rasulullah Saw yang menanyakan kecintaan Tsauban kepadanya dan kepada Ahli Bait As, dimana Tsauban menjawab, "Demi Allah, jika tubuhku terpotong-potong dengan pedang atau tergunting-gunting, atau terbakar di dalam api .... bagiku lebih mudah daripada memiliki ketakikhlasan terkecil dalam kalbuku terhadap Anda, Ahlulbait dan para sahabat."[5]

Thabarsi dalam Majma' al-Bayan setelah menyebutkan ayat, "Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."[6] mengatakan, "Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsauban, pelayan Rasulullah Saw, karena suatu hari ia mendatangi Rasulullah dalam keadaan khawatir dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Tsauban menjawab, "Wahai Rasulullah! Saya tidak sedang sakit, akan tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya tidak akan melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan dan derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih." Saat inilah kemudian ayat ini diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda kepadanya, "Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya."[7]

Dengan demikian, dengan memperhatikan persoalan yang telah dijelaskan, Tsauban dapat dianggap sebagai salah satu dari pecinta Rasulullah dan keluarga sucinya.

Akan tetapi dari konteks yang ada, makna kata maula yang terdapat untuk Tsauban (Tsauban Maula Rasulullah) dapat bermakna "Orang yang telah dibebaskan oleh Rasulullah" atau bermakna abdi atau budak Rasulullah, akan tetapi dengan memperhatikan bahwa Tsauban dari awal telah dibebaskan oleh Rasulullah, maka makna pertama lebih sesuai baginya.

Terakhir, kami ingatkan bahwa mengenai Tsauban tidak terdapat banyak riwayat dalam literatur Syiah, oleh karena itu tidak bisa ditemukan satupun pandangan dari Ahlulbait mengenai riwayatnya.

Referensi:
[1]. Kata "wilâyah" dan "maulâ" berasal dari akar kata wali, dan para ahli linguistik menyebutkan bermacam makna untuk kata ini, seperti, malik atau pemilik, abdi atau budak, mu'thiq (pembebas), mu'thaq (yang telah terbebas), shâhib (pemilik), qarîb (seperti anak lelaki paman), jâr (tetangga), hâlif (seperjanjian), ibnu (putra), paman dari pihak ayah, rabb (tuan pemelihara), nâshir (penolong), mun'im (yang diberikan karunia), nâzil (yang turun), syarîk (mitra), ibnu al-ukht (anak lelaki dari saudara perempuan), muhibb (pecinta), tabi', shahr (menantu lelaki), aula bitasharruf (seseorang yang dari satu aspek lebih layak untuk memanfaatkan sesuatu dari orang lain), diadaptasi dari indeks "Makna Wilayah", Pertanyaan 153 (Site: 1156).
[2]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528, Darulkutub al-Alamiyah, Beirut, 1415 HQ.
[3]. Muhammad bin Hasan Thusi, Rijâl Thûsi, hal. 31, Intisyarat-e Haidariyah, Najaf, 1381 HQ.
[4]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528.
[5]. Tafsir Imam Hasan Askari As, hal. 370, Madrasah Imam Mahdi Ajf, Qom, 1409 H; Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 100, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H.
[6]. (Qs. Al-Nisa [4]: 69).
[7]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma' al-Bayân, jil. 3, hal. 110, Intisyarat-e Nashir Khusru, Teheran, 1372 S.

Dunia Lisan: Menceritakan Rahasia Pribadi


Oleh: Emi Nur Hayati

Membuka rahasia pribadi sejatinya membuat lisan manusia terjatuh ke jurang ketidakpercayaan.

Imam Ali as berkata, "Rahasia pribadimu akan membuatmu tetap ceria dan gembira selama masih kau tutupi dan tertutupi. Namun bila sudah terbuka, maka akan membuatmu gundah dan sedih." (Ghurar al-Hikam, hal 436)

Dalam riwayat-riwayat Islam, ada dua hal yang patut untuk diperhatikan; pertama, membuka rahasia pribadi itu dilarang, sementara kedua dan sebaliknya, menyembunyikan rahasia pribadi mendapatkan pujian dan penghargaan.

"Berkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat itu ada pada saat menyembunyikan rahasia dan bersikap baik pada orang-orang yang baik. Sementara berkumpulnya semua keburukan itu ada pada saat membuka rahasia dan berkawan dengan orang-orang yang jelek." (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 649)

Di dalam Nahjul Balaghah Imam Ali as berkata, "Orang yang menyembunyikan rahasia pribadinya akan senantiasa menjadi pemegang kendali urusan dirinya." (Nahjul Balaghah, hikmah 162).

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Dunia Lisan: Melontarkan Pertanyaan Mengganggu


Oleh: Emi Nur Hayati

Melontarkan Pertanyaan Mengganggu

Melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengganggu dalam riwayat-riwayat Islam disebut dengan "Ta'annut".

Terkait masalah ini Imam Ali as berkata:

"Sal Tafaqquhan Wa La Tas'al Ta'annutan, Wa Innal ‘Jaahilal Muta'allima Syabiihun Bil'Aalimi, Wa Innal ‘Aalimal Muta'assifa (Muta'annifa) Syabiihun Bil Jaahilil Muta'anniti..."

Bertanyalah untuk memahami dan janganlah bertanya untuk mengganggu. Karena sesungguhnya seorang jahil yang belajar sama seperti seorang yang pandai. Sebaliknya, seorang pandai yang menyimpang sama seperti seorang jahil yang mengganggu dan keras kepala." (Nahjul Balaghah, kata-kata hikmah, 320)

Di bagian lain beliau berkata:

"Orang-orang akan mengalami penurunan dan gangguan akal karena kecenderungan tabiatnya, kecuali orang yang dijaga oleh Allah Swt. Orang-orang yang mengalami kekurangan dan gangguan akal ini kalau bertanya isinya hanya ingin mengganggu dan mencari cela orang lain, namun bila menjawab pertanyaan mereka akan mengalami kesusahan." (Nahjul Balaghah, kata-kata hikmah, 343).

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Ucapan Yang Tidak Layak Kepada Saudara Sesama Muslim


Tulisan ini dibuat sebagai penjelasan terhadap tulisan sebelumnya yang ternyata mengundang keributan yang makin lama menjadi semakin aneh. Inti dari tulisan ini adalah soal akhlak seorang muslim dalam ucapannya yang ditujukan kepada saudaranya sesama Muslim. Terdapat beberapa jenis ucapan yang harus dijaga dengan hati-hati oleh seorang Muslim agar mereka tidak sembarangan melontarkannya kepada saudaranya sesama Muslim karena ucapan tersebut memiliki konsekuensi yang berat.

حدثني زهير بن حرب حدثنا عبدالصمد بن عبدالوارث حدثنا أبي حدثنا حسين المعلم عن ابن بريدة عن يحيى بن يعمر أن أبا الأسود حدثه عن أبي ذر أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ليس من رجل ادعي لغير أبيه وهو يعلمه إلا كفر ومن ادعى ما ليس له فليس منا وليتبوأ مقعده من النار ومن دعا رجلا بالكفر أو قال عدو الله وليس كذلك إلا حار عليه

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdus Shamad bin ‘Abdul Waarits yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain Al Mu’allimi dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya’mar bahwa Abul Aswad menceritakan kepadanya dari Abi Dzar yang mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Tidaklah seseorang mengakui orang lain sebagai ayahnya padahal ia mengetahui [bahwa ia bukan ayahnya] kecuali ia kafir. Barang siapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami dan hendaknya ia menyiapkan tempat duduknya di neraka. Barang siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ الْحُسَيْنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ يَعْمَرَ أَنَّ أَبَا الْأَسْوَدِ الدِّيلِيَّ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالْفُسُوقِ وَلَا يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits dari Al Husain dari ‘Abdullah bin Buraidah yang berkata telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ya’mar bahwa Abul Aswad Ad Diyaliy telah menceritakan kepadanya dari Abu Dzar radiallahu ‘anhu yang mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “Tidaklah seseorang melempar [ucapan] kepada orang lain Fasiq dan tidaklah ia melempar [ucapan] kafir kecuali perkataan itu kembali kepadanya jika ternyata sahabatnya itu bukan demikian” [Shahih Bukhari 8/15 no 6045].

Hadis Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas menyebutkan bahwa seorang muslim harus berhati-hati dalam melontarkan ucapan “kafir” ucapan “fasik” atau ucapan “musuh Allah” kepada saudaranya sesama Muslim. Karena konsekuensi dari ucapan ini adalah berat yaitu jika ternyata orang tersebut bukanlah demikian maka ucapan itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.

Disini yang ditekankan adalah akhlak seorang muslim dalam menjaga lisannya. Tidak boleh karena ia merasa seseorang melakukan dosa besar atau bermaksiat atau melanggar syariat maka ia melontarkan ucapan “kafir” atau ucapan “fasik” atau ucapan “musuh Allah”. Dikhawatirkan ternyata orang tersebut tidak demikian, bisa jadi berita yang sampai kepada kita tentangnya adalah fitnah atau bisa jadi ia telah bertaubat atas hal itu sehingga Allah SWT mengampuni dosanya maka perkataan seperti itu akan berbalik kepada diri kita sendiri.

Tidak benar jika dikatakan bahwa hadis Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas itu hanya terkait dengan kekafiran. Sehingga ada yang mengatakan kalau lafaz “musuh Allah” disana maksudnya “musuh Allah” dalam hal kekafiran saja. Ini namanya membuat batasan sendiri. Jika kita memperhatikan kedua hadis Bukhari dan Muslim di atas maka kita dapat melihat kedua hadis itu memiliki sanad yang sama dan matannya saling menjelaskan. Di hadis Muslim disebutkan ucapan “kafir” dan ucapan “musuh Allah” sedangkan di hadis Bukhari disebutkan ucapan “kafir” dan ucapan “fasik”. Maka disini dapat dilihat bahwa perkataan “musuh Allah” disana juga termasuk musuh Allah dalam hal kefasiqan tidak hanya kekafiran. Sebagaimana telah ma’ruf kalau fasiq itu berbeda dengan kafir.

Jadi jika ada orang yang menuduh orang lain melakukan suatu pelanggaran syariat atau dosa besar kemudian ia berucap pada orang tersebut “wahai Musuh Allah” maka ia sudah terkena ke dalam hadis Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas. Lantas bagaimana jika hal seperti itu terjadi, bukankah salah seorang dari kedua orang tersebut adalah musuh Allah?. Tentu kalau kita mengandalkan silogisme [penarikan kesimpulan dua premis] maka pertanyaan seperti itu adalah hal yang wajar. Tetapi patut diingat bahwa bukanlah tugas atau hak seorang muslim untuk menetapkan seseorang itu sebagai Musuh Allah atau bukan. Jadi kami pribadi menganggap bahwa penetapan seperti itu adalah mutlak milik Allah SWT.

حدثنا سويد بن سعيد عن معتمر بن سليمان عن أبيه حدثنا أبو عمران الجوني عن جندب أن رسول الله صلى الله عليه و سلم حدث أن رجلا قال والله لا يغفر الله لفلان وإن الله تعالى قال من ذا الذي يتألى علي أن أغفر لفلان فإني قد غفرت لفلان وأحبطت عملك أو كما قال

Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’id dari Mu’tamar bin Sulaiman dari Ayahnya yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Imran Al Jawniy dari Jundab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] menceritakan bahwa ada seorang laki-laki berkata “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan” dan Allah SWT berfirman “Siapakah yang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni fulan, sungguh Aku telah mengampuni fulan dan menghapuskan amalmu” atau seperti yang dikatakan [Shahih Muslim 4/2023 no 2621].

Larangan dalam berucap yang lain, adalah mengatasnamakan Allah SWT atau bersumpah dengan nama Allah SWT untuk perkara yang sebenarnya mutlak milik Allah SWT. Perkara Allah SWT mengampuni atau tidak adalah mutlak milik Allah SWT maka tidak boleh seseorang muslim mengeluarkan ucapan seperti itu kepada seorang muslim lainnya. Kalau ada orang yang berkata atau berdalih bisa saja sebenarnya orang tersebut cuma keceplosan bicara dan ia sendiri tidak bermaksud demikian. Bisa jadi ucapan itu karena ia kesal atau marah dengan saudaranya yang suka berlaku maksiat atau dosa besar sehingga dalam kontkes ini bisa dimaklumi. Intinya akan ada saja orang yang mengatakan harus dilihat konteksnya. Mari perhatikan hadis berikut

حدثنا محمد بن الصباح بن سفيان ثنا علي بن ثابت عن عكرمة بن عمار قال حدثني ضمضم بن جوس قال قال أبو هريرة سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ” كان رجلان في بني إسرائيل متواخيين فكان أحدهما يذنب والآخر مجتهد في العبادة فكان لا يزال المجتهد يرى الآخر على الذنب فيقول أقصر فوجده يوما على ذنب فقال له أقصر فقال خلني وربي أبعثت علي رقيبا ؟ فقال والله لا يغفر الله لك أو لا يدخلك الله الجنة فقبض أرواحهما فاجتمعا عند رب العالمين فقال لهذا المجتهد أكنت بي عالما ؟ أو كنت على ما في يدي قادرا ؟ وقال للمذنب اذهب فادخل الجنة برحمتي وقال للآخر اذهبوا به إلى النار قال أبو هريرة والذي نفسي بيده لتكلم بكلمة أوبقت ( أهلكت ) دنياه وآخرته

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shabbaah bin Sufyaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ali bin Tsabit dari Ikrimah bin ‘Ammar yang berkata telah menceritakan kepadaku Dhamdham bin Jaus yang berkata Abu Hurairah berkata aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “ada dua laki-laki dari bani Israil yang bersaudara, salah satu dari keduanya suka berbuat dosa dan yang satunya suka beribadah [ahli ibadah]. Suatu ketika ahli ibadah itu melihat saudaranya berbuat dosa maka ia mengatakan kepadanya “berhentilah” kemudian di saat lain ahli ibadah itu mendapati saudaranya berbuat dosa, maka ia berkata “berhentilah”. Saudaranya berkata “biarkanlah ini antara aku dan Rabb-ku, apakah engkau diutus sebagai penjaga?”. Ahli ibadah itu berkata “demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau Allah tidak akan memasukkanmu kedalam surga. Kemudian keduanya meninggal dan berkumpul di sisi Rabb semesta Alam. Allah SWT berfirman kepada ahli ibadah “Apakah kamu mengetahui tentang Aku? Atau apakah kamu berkuasa atas apa yang ada di TanganKu?. Allah SWT berfirman kepada saudaranya yang berbuat dosa “masuklah ke dalam surga dengan RahmatKu” dan Allah SWT berfirman kepada saudaranya”masuklah ke dalam neraka”. Abu Hurairah berkata “demi yang jiwaku ada di Tangan-Nya, sungguh dia telah mengucapkan kalimat [ucapan] yang membinasakan dunia dan akhiratnya [Sunan Abu Dawud 2/693 no 4901 dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].

Tentu seorang hamba yang menyembah Allah SWT dan mengabdi kepada Allah SWT seperti ahli ibadah itu mungkin tidak bermaksud menganggap dirinya lebih mengetahui dari Allah SWT dan mungkin tidak pula ia bermaksud atau menganggap dirinya memiliki kuasa atas ketetapan Allah SWT. Tetapi ucapan atau kalimat yang keluar dari lisannya itu membuatnya jatuh dalam kebinasaan yaitu masuk ke dalam neraka. Mungkin saja si ahli ibadah itu tidak tahu atau tidak menyangka bahwa ucapannya itu dapat membuatnya jatuh ke dalam neraka, jika ia tahu pasti ia tidak akan mengucapkannya. Terlepas dalam konteks apa ia mengucapkannya, ucapan atau kalimat itu adalah kalimat bathil yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka.

حدثنا محمد بن بشار حدثنا ابن أبي عدي عن محمد بن إسحق حدثني محمد بن إبراهيم عن عيسى بن طلحة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن الرجل ليتكلم بالكلمة لا يرى لها بأسا يهوي بها سبعين خريفا في النار

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Adiy dari Muhammad bin Ishaq yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “bahwa seorang laki-laki mengatakan kalimat [ucapan] yang ia anggap tidak apa-apa tetapi dengan sebab ucapan itu ia terjerumus kedalam neraka selama tujuh puluh tahun [Sunan Tirmidzi 4/557 no 2314 dishahihkan oleh Syaikh Al Albaniy].

وحدثناه محمد بن أبي عمر المكي حدثنا عبدالعزيز الدراوردي عن يزيد بن الهاد عن محمد بن إبراهيم عن عيسى بن طلحة عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abi Umar Al Makkiy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz Ad Darawardiy dari Yazid bin Al Haad dari Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bahwa seorang hamba mengucapkan kalimat [ucapan] dimana ia tidak mengetahui dengan jelas apa yang ada dalam kalimat itu dan karena kalimat itu ia terjerumus ke dalam neraka lebih jauh antara timur dan barat” [Shahih Muslim 4/2290 no 2988].

Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus benar-benar menjaga lisannya terhadap saudaranya sesama Muslim dan jangan menetapkan sesuatu yang sebenarnya adalah mutlak milik Allah SWT. Terlepas apapun konteksnya dan terkadang ia tidak mengetahui kalau kalimat itu bathil yang ia pikir tidak apa-apa [mungkin karena tidak tahu atau bercanda] ternyata kalimat itu dapat menjerumuskannya kedalam neraka.

Bagaimana kalau orang tersebut hanya sekedar bercanda atau main-main terhadap saudaranya sesama muslim?. Tetap tidak boleh, tidak ada penjelasan atau pembatasan dalam hadis di atas apakah ucapan itu bersifat serius atau main-main. Terdapat dalil yang menunjukkan kalau terkadang perkataan yang dianggap bercanda atau tidak serius bisa berakibat fatal. Diantaranya dalil yang jelas telah melarang untuk bermain-main tentang Allah dan Rasul-Nya atau tentang ayat-ayat Allah SWT.

حدثني يونس قال أخبرنا ابن وهب قال حدثني هشام بن سعد عن زيد بن أسلم عن عبد الله بن عمر قال : قال رجل في غزوة تبوك في مجلس : ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء ، أرغبَ بطونًا ، ولا أكذبَ ألسنًا ، ولا أجبن عند اللقاء! فقال رجل في المجلس : كذبتَ ، ولكنك منافق ! لأخبرن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم ونزل القرآن. قال عبد الله بن عمر : فأنا رأيته متعلقًا بحَقَب ناقة رسول الله صلى الله عليه وسلم تَنْكُبه الحجارة ، وهو يقول : ” يا رسول الله ، إنما كنا نخوض ونلعب! ” ، ورسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : (أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤن لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم)

Telah menceritakan kepada kami Yunus yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah menceritakan kepadaku Hisyaam bin Sa’ad dari Zaid bin Aslam dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata “seorang laki-laki berkata dalam suatu majelis saat perang Tabuk “aku belum pernah melihat orang yang seperti para qari [pembaca Al Qur’an] kami, mereka suka makan suka berdusta dan pengecut saat bertemu musuh”. Salah seorang dalam majelis berkata “engkau berdusta akan tetapi engkau seorang munafik, sungguh aku akan memberitahukan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Maka hal itu sampai kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan turunlah Al Qur’an. ‘Abdullah bin Umar berkata “aku melihat orang itu bergantung pada sabuk unta Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hingga tersandung batu dan berdarah, sedangkan ia berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Apakah terhadap Allah dan ayat-ayatNya serta kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kalian berolok-olok? Tidak usah meminta maaf, sungguh kalian telah kafir sesudah kalian beriman” [Tafsir Ath Thabari 14/333-334 no 16912 tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan ia menshahihkannya]

ذَكَرَهُ أَبِي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ الْكُوفِيِّ، ثنا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الْعَنْقَرِيُّ، ثنا خَلادٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عِيسَى، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ”وَأَمَرَ بِالْغَزْوِ إِلَى تَبُوكَ، قَالَ: وَنَزَلَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَانِبٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: وَاللَّهِ إِنَّ أَرْغَبَنَا بُطُونًا، وَأَجَبْنَا عِنْدَ اللِّقَاءِ وَأَضْعَفَنَا، لَقُرَّاؤُنَا، فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّارًا، فَقَالَ: اذْهَبْ إِلَى هَؤُلاءِ الرَّهْطِ فَقُلْ لَهُمْ: مَا قُلْتُمْ ؟” ” وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ “

Ayahku menyebutkan dari ‘Abdullah bin Umar bin Aban Al Kufiy yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Muhammad Al ‘Anqaariy yang berkata telah menceritakan kepada kami Khalid dari ‘Abdullah bin Isaa dari Abdul Hamid bin Ka’ab bin Malik dari ayahnya yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] keluar pada apanas yang terik menuju perang Tabuk. [Ka’ab] berkata “ikut dalam rombongan itu sekelompok sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “demi Allah, para qari [pembaca Qur’an] kami orang yang sangat suka makan, lemah dan pengecut saat perang”. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggil ‘Ammar dan berkata “pergilah kepada orang-orang itu dan katakan kepada mereka “apa yang kalian katakan? Dan jika kamu tanyakan kepada mereka tentu mereka akan menjawab sesungguhnya kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja. Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayatnya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok [Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1829 no 10046].

Riwayat Ibnu Abi Hatim di atas berasal dari ayahnya [Abu Hatim] dimana keduanya telah dikenal sebagai ulama yang terpercaya sedangkan sisa perawi lainnya adalah tsiqat.
  • ‘Abdullah bin Umar bin Aban adalah perawi Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i dlam Khasa’is. Telah meriwayatkan darinya Muslim, Abu Zur’ah dan Abu Hatim [dimana mereka hanya meriwayatkan dari perawi yang tsiqat]. Abu Hatim berkata “shaduq”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 568]. Ibnu Hajar berkata “shaduq ddan tasyayyu’ [At Taqrib 1/516]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 2874]
  • ‘Amru bin Muhammad Al Anqariy adalah perawi Bukhari dalam At Ta’liq, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 158]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At Taqrib 1/745]
  • Khalid bin Isa Ash Shaffaar adalah perawi Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in terkadang menyatakan ia tsiqat terkadang menyatakan “tidak ada masalah padanya”. Abu Hatim berkata “hadisnya mendekati”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 330]. Ibnu Hajar berkata “tidak ada masalah padanya” [At Taqrib 1/276]
  • ‘Abdullah bin Isa bin Abdurrahman adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat. Al Hakim berkata “ia lebih terpercaya dari Abu Laila”. [At Tahdzib juz 5 no 604]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat dan bertasyayyu’ [At Taqrib 1/521]
  • Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik adalah tabiian perawi kutubus sittah. Ibnu Hibban memasukkanya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 515]. Ibnu Hajar menyatakan ia tabiin yang tsiqat [At Taqrib 1/588]
Riwayat Ibnu Abi Hatim di atas jelas shahih dan dikuatkan oleh riwayat Ath Thabari sebelumnya. Kedua riwayat ini menyebutkan bahwa ada sebagian sahabat Nabi yang mengucapkan kalimat bathil dengan tujuan bersenda gurau atau bermain-main. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan kepada mereka firman Allah SWT yang turun berkenaan soal ini bahwa tidak boleh bersenda gurau tentang Allah dan ayat-ayat Allah dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sahabat Nabi di atas dinyatakan sebagai “orang yang kafir setelah mereka beriman”. Ini adalah konsekeuensi yang sangat berat.

Mungkin akan ada yang berdalih kalau orang yang dimaksud dalam kedua riwayat di atas adalah kaum munafik. Pernyataan ini tidak tepat dengan alasan riwayat Ibnu Abi Hatim jelas menyebutkan itu sahabat. Kemudian Allah SWT dan Rasulnya menyatakan kepada mereka yang dimaksud dengan kalimat “kalian telah kafir sesudah kalian beriman”. Apakah orang munafik itu dikatakan sebagai orang yang beriman?. Jelas tidak mereka kaum munafik tidak pernah mengimani Allah dan Rasul-Nya. Mereka selalu menunjukkan pengingkaran [kekafiran] dalam hatinya tetapi menampakkan keislaman di hadapan kaum muslimin lainnya.

Bukankah sudah jelas terdapat hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menunjukkan larangan ucapan “kafir” atau ucapan “musuh Allah” atau ucapan “fasik” kepada saudara sesama muslim. Maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengeluarkan ucapan tersebut walaupun dengan tujuan bersenda-gurau atau olok-olok. Jangan jadikan syariat baik Al Qur’an atau Hadis sebagai bahan permainan atau candaan atau senda-gurau, konsekuensinya sangat berat.

Konsekuensi yang berat untuk berbagai ucapan di atas hendaknya jangan dijadikan ajang untuk memvonis tetapi dijadikan tameng bagi seorang muslim untuk senantiasa berhati-hati dalam ucapannya kepada sesama Muslim. Soal konsekuensi kita serahkan semuanya kepada Allah SWT. Kami mengajak diri kami sendiri dan pembaca sekalian untuk senantiasa menjaga lisan terhadap saudara kita sesama muslim. Semoga Allah SWT mengampuni dosa kami dan menjaga kami agar selalu berada di atas jalan yang lurus.  

Salam Damai

Shalat di Awal Waktu dalam Pandangan Al-Quran & Riwayat


Sholat adalah salah satu dari rukun-rukun Islam yang sangat ditekankan kepada seluruh ummat Islam untuk menjalankannya, bahkan anjuran dari Nabi besar Muhammad (saw) untuk tidak meninggalkannya, karena seluruh perbuatan baik dan buruk  tergantung pada yang satu ini. 
 
Shalat Di Awal Waktu 
Dalam Pandangan Al-Quran & Riwayat.
 
      Sholat adalah salah satu dari rukun-rukun Islam yang sangat ditekankan kepada seluruh ummat Islam untuk menjalankannya, bahkan anjuran dari Nabi besar Muhammad (saw) untuk tidak meninggalkannya, karena seluruh perbuatan baik dan buruk  tergantung pada yang satu ini. Jika sholat kita baik maka seluruh perbuatan kita juga akan baik, karena sholat yang kita lakukan setiap hari sebanyak lima waktu itu Subuh, Dzuhur, Asar, Magrib dan Isya akan mencegah kita dari perbuatan jelek, namun sebaliknya jika kita mendirikan sholat dan masih juga melakukan hal yang tidak terpuji maka kita harus kembali pada diri kita masing-masing dan mengkoreksi kembali apakah sholat yang kita dirikan itu benar-benar sudah memenuhi syarat diterima atau ketika kita mendirikannya, benak dan pikiran kita masih dikuasai atau diganggu oleh pikiran-pikiran selain Allah. Itu semua perlu juga kita perhatikan. Maka tulisan dibawah ini adalah usaha untuk supaya kita lebih jauh memandang arti kepentingan sholat diawal waktu dalan Al-Quran dan riwayat.

 Sholat di awal waktu dalam pandangan Alquran.

 Allah (swt) berfirman:

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.( Albaqarah 238) .

 Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Dan ada yang mengatakan bahwa sholat wusthaa itu adalah sholat dzuhur.  

Imam Shadiq (as) bersabda: Ujilah syiah kami ketika datang waktu sholat, bagaimana mereka menjaga waktu sholat.[1] 

Allah (swt) juga berfirman:


Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. ( Al Maaun ayat 4-5 ) .

Berkenaan dengan ayat ini, Imam Shadiq (as) ditanya, beliau menjawab: “Yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang yang melalaikan sholatnya, dan ia tidak mendirikannya di awal waktu tanpa ada halangan (uzur).[2] 

 Keutamaan sholat di awal waktu dalam pandangan riwayat.
 

     Imam Bagir(as) bersabda: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya awal waktu itu adalah sebuah keutamaan, oleh karena itu laksanakanlah secepatnya pekerjaan baikmu selagi kamu mampu,.”[3] 

     Imam Shodiq (as) bersabda: “Sesungguhnya keutamaan yang ada di awal waktu dibandingkan akhirnya lebih baik bagi seorang mukmin dari anak-anaknya dan hartanya.”[4] Beliau juga dalam haditsnya yang lain bersabda: “Keutamaan awal waktu atas akhirnya sebagaimana keutamaan akherat terhadap dunia.”[5] 

      Imam Musa bin Jakfar (as) bersabda:“Sholat-sholat wajib yang dilaksanakan pada awal waktu, dan syarat-syaratnya dijaga, hal ini lebih wangi dari bunga melati yang baru dipetik dari tangkainya, dari sisi kesucian, keharuman dan kesegaran. Dengan demikian maka berbahagialah bagi kalian yang melaksanakan perintah shalat di awal waktu.”[6] 

     Imam Shadiq (as) bersabda: Seorang yang mengaku dirinya haq (Syiah) dapat diketahui dengan tiga perkara, tiga perkara itu adalah: 1. Dengan penolongnya, siapakah mereka. 2. Dengan sholatnya, bagaimana dan kapan ia melaksanakannya. 3. Jika ia memiliki kekayaan, ia akan teliti dimana dan kapan akan ia keluarkan.[7] 

Oleh: Uma Zafazl              



[1] Biharul Anwar jilid 80 hal: 23, dinukil dari kitab Qurbul isnad.
[2] Biharul Anwar jilid 80 hal: 6.
[3] Dari kitab Qurbul Isnad
[4] Dari kitab Tsawabul ‘Amaal.
[5] Dinukil dari kitab Tsawabul ‘Amaal dan Almahasin
[6] Dari kitab Qurbul Isnad.
[7] Dinukil dari kitab Tsawabul ‘Amaal dan Al-Mahasin

Riwayat-Riwayat Yang Menolak Bahwa Rasulallah saw Bermuaka Masam

Sebenarnya, satu atau dua riwayat saja sudah cukup untuk kita membela Rasulallah saw, serta menjauhkan kita dari hal2 yg mendiskreditkan Rasulallah saw. Namun banyak dari golongan2 takfiri wahabi/salafy, bersikeras bahwa Rasulallah saw yg bermuka masam. Ini ada pemikiran konyol dan keterlaluan. Namun alangkah baiknya ana akan bawakan beberapa sebagian kecil dari riwayat2 yg menjelaskan bagaimana akhlak Rasulallah saw.

Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).

tolong jelaskan apa yg dimaksud dengan hadis ini?
Ali bin Abi Thalib pernah ditanya: “Bagaimanakah akhlak Rasulullah?” Beliau menjawab dengan membaca Firman Allah: 
إِنَّمَا الحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَإِن تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ

“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan gurauan.” (QS. Muhammad: 36). Dunia yang besar dan luas ini menurut pandangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanyalah sebuah permainan dan gurauan, tidak mampu untuk dijelaskan, lalu bagaimana mungkin akan menjelaskan akhlak Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) yang menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah tinggi dan agung?
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengingatkan: “Jangan engkau remehkan apa saja dari kebaikan, meskipun engkau bermuka manis (tersenyum) saat bertemu saudaramu.” (HR. Muslim).

Dalam hadits yang lain disebutkan, “Senyummu terhadap saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tarmidzi).

Adalah Jabir, seorang sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Beliau berkata: “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak memandangku kecuali dengan tersenyum kepadaku.” (HR. Bukhari-Muslim).



Adalah Abdullah bin al-Harits bin Juz r.a. menceritakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih banyak tersenyum selain Rasulullah.” (Riwayat At-Tirmidzi)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin.” (QS. asy-Syu`ara [26]: 215). 
 
Begitu juga firman-Nya: “Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. al-Hijr: 88) 
 
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. al-Hijr: 94)
‎"Janganlah engkau meremehkan kebaikan, meskipun cuma sekedar bermuka manis saat bertemu saudaramu." [HR. Muslim (2626)] 
 
‎"Kalian tidak akan masuk Surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian amalkan, kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." [HR. Muslim ((54)] 
 
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

 
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa)." (An-Nisaa': 86
"Tidak halal bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya sesama Muslim lebih dari tiga hari, ketika keduanya bertemu mereka saling memalingkan muka. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah YANG LEBIH DULU mengucapkan salam." [HR. Bukhari (5883)] 
 

عَنْ اَبِى ذَرّ قَالَ: قَالَ لىِ النَّبِيُّ ص: لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَ لَوْ اَنْ تَلْقَى اَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ. مسلم 4: 2026


Dari Abu Dzarr, ia berkata : Nabi SAW bersabda kepadaku, "Janganlah kamu meremehkan sesuatu kebaikan meskipun berupa kamu bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri". [HR. Muslim juz 4, hal. 2026]

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ، وَ اِنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ اَنْ تَلْقَى اَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ، وَ اَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِى اِنَاءِ اَخِيْكَ. الترمذى 3: 234، و قال: هذا حديث حسن صحيح

Dari Jabir bin 'Abdullah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Setiap kebaikan adalah sedeqah, dan sesungguhnya termasuk kebaikan ialah kamu bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri, dan (termasuk kebaikan pula) kamu menuangkan air dari timbamu ke bejana saudaramu". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 234, ia berkata : Ini hadits Hasan shahih].

عَنْ اَبِى ذَرّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَحْقِرَنَّ اَحَدُكُمْ شَيْئًا مِنَ اْلمَعْرُوْفِ، وَ اِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَلْقَ اَخَاهُ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ، وَ اِذَا اشْتَرَيْتَ لَحْمًا اَوْ طَبَخْتَ قِدْرًا فَاَكْثِرْ مَرَقَتَهُ وَ اغْرِفْ لِجَارِك مِنْهُ. الترمذى 3: 179، و قال: هذا حديث حسن صحيح 
Dari Abu Dzarr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian meremehkan sesuatu dari kebaikan. Apabila ia tidak mendapatkan, maka hendaklah ia bertemu saudaranya dengan wajah yang berseri-seri. Dan apabila kamu membeli daging, atau memasak, maka perbanyaklah kuahnya, lalu ambilkan sebagian untuk tetanggamu”. [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 179, dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih].

عَنْ اَبِى ذَرّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ اَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ اَمْرُكَ بِاْلمَعْرُوْفِ، وَ نَهْيُكَ عَنِ اْلمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَ اِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِى اَرْضِ الضَّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِىءِ اْلبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ اِمَاطَتُكَ اْلحَجَرَ وَ الشَّوْكَ وَ اْلعَظْمَ عَنِ الطَّرِيْقِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ اِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِى دَلْوِ اَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ. الترمذى 3: 228، و قال: حديث حسن غريب 
Dari Abu Dzarr ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Senyummu kepada saudaramu adalah sedeqah bagimu, kamu menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah kemungkaran adalah sedeqah, kamu menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat jalan adalah sedeqah bagimu, dan penglihatanmu untuk menolong orang yang tidak jelas penglihatannya adalah sedekah bagimu, kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan adalah sedeqah bagimu, dan kamu menuangkan air (memberikan airmu) dari embermu ke ember saudaramu juga sedeqah bagimu". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 228, dan ia berkata : Ini hadits hasan gharib].

segala cara kaum wahabi melakukan provokasi agar umat membenci pengikut Ahlulbait as. Bahkan dengan memutar balikkan kebenaran akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu.. Terkadang memotong-motong nash/teks hadis dan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah difatwakan para ulama Syi’ah…. Juga memelesetkan terjemahan sebuah hadis

Amerika dan Wahabi Salafi berupaya hancurkan Iran melalui cara diplomasi, boikot, mata-mata, orang-orang bayaran, dan sebagainya. Tapi mereka sama sekali tidak mendapatkan hasil maka Salafi  Wahabi  Palsukan Buku  Buku dan  Kutipan Kutipan Tentang Syi’ah…. Cracker Wahhabi Serang Ratusan Situs Syi’ah… Cara Kotor  Ini  Membuktikan  Salafi Wahabi  Pemalsu  Data

Dengan segala cara kaum wahabi melakukan provokasi agar umat membenci pengikut Ahlulbait as. Bahkan dengan memutar balikkan kebenaran akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu.. Terkadang memotong-motong nash/teks hadis dan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah difatwakan para ulama Syi’ah…. Juga memelesetkan terjemahan sebuah hadis..

“KEMBALI KEPADA AL-QUR’AN & SUNNAH”, BAGAIMANA BISA TERSESAT ?


Kaum Salafi Wahabi sangat terkenal memiliki yel-yel: “Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah”. Mereka mengajak umat untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kita muslimin semua tahu kenapa demikian?

Karena, sebagai muslim sangat meyakini 100% tentunya bahwa al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang utama yang diwariskan oleh Rasulullah Saw, sehingga siapa saja yang menjadikan keduanya sebagai pedoman, maka ia telah berpegang kepada ajaran Islam yang murni dan berarti ia selamat dari kesesatan. Bukankah Rasulullah Saw. menyuruh yang sedemikian itu kepada umatnya?

Sampai di sini, anda yang merasa terpelajar mungkin bertanya-tanya dalam hati, “Bagaimana Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahab yang menyerukan ‘kebenaran yang ideal’ berdasar al Qur’an dan al Sunnah masih dianggap sesat oleh para ulama di zamannya?

Mengapa pula paham Salafi Wahabi di zaman sekarang yang merujuk semua ajarannya kepada al-Qur’an dan Sunnah juga dianggap menyimpang bahkan divonis sesat oleh para Ulama? Boleh jadi anda marah dalam hati: “Hanya ‘orang gelo’ saja berani menyatakan sesat kepada mereka!”.

Sabar dulu, mari kita perhatikan permasalahan ini secara komprehensif, agar terlihat “sumber masalah” yang ada pada sikap yang bagi anda terlihat sangat bagus dan ideal tersebut. Karena wahabi Dengan segala cara kaum wahabi melakukan provokasi agar umat membenci pengikut  Ahlulbait as. Bahkan dengan memutar balikkan kebenaran akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu.. Terkadang  memotong-motong nash/teks hadis dan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah difatwakan para ulama Syi’ah…. Juga memelesetkan terjemahan sebuah hadis..

Cracker Wahhabi Serang Ratusan Situs Syiah.

Kaum wahhabi makin khawatir dengan meningkatnya dominasi situs Syiah di dunia maya. Cracker dari kelompok wahhabui menyerang ratusan situs milik kelompok Syiah, termasuk situs paling populer milik para pengikut Ayatollah Sistani, ulama terkemuka Syiah di Irak.Tak tanggung-tanggung, sebanyak 300 situs telah diserang termasuk situs Al-Beit, situs terbesar yang dimiliki kaum Syiah di seluruh dunia.

Dalam serangannya, cracker meninggalkan jejak berupa sebuah banner dengan slogan ‘group-xp’ berwarna merah, dan sebuah pesan kalau situs tersebut sedang dalam proses perbaikan.Dilansir AFP, ‘group-xp’ diduga berbasis di Arab dan memiliki hubungan dengan Wahhabi, kelompok Islam mayoritas di wilayah Arab Saudi.

Terkait serangan tersebut, Ayatollah Nasser Makarem Shirazi, salah satu marja (panutan religius) di Iran mengecam tindakan penyerangan tersebut. Populasi kelompok Syiah sendiri mayoritas berada di Iran, Irak dan Azerbaijan serta Libanon.

MENGELABUI UMAT ISLAM DENGAN MENGAKU SEBAGAI “PENGIKUT ULAMA SALAF”

Sudah diketahui secara luas, bahwa kaum Salafi & Wahabi ini mengaku sebagai “pengikut ulama salaf”. Dengan modal pengakuan itu, ditambah lagi dengan banyak menyebut rujukan kitab-kitab atau perkataan para ulama salaf, mereka berhasil meyakinkan banyak kalangan awam bahwa mereka benar-benar “salafi” dan ajaran Islam yang mereka sampaikan adalah ajaran yang murni yang tidak terkontaminasi oleh bid’ah.
 
Tahukah anda, bahwa itu semua hanya sebatas pengakuan yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Mereka tidak benar-benar mengikuti para ulama salaf, bahkan mereka sungguh tidak sejalan dengan para ulama salaf.Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang yang tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah-mudah memvonis orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di dalam masalah furu’ (cabang).
 
Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap shubuh sebagai pelaku bid’ah.Masih banyak hal-hal lain yang bila ditelusuri maka akan tampak jelas bahwa antara pemahaman kaum Salafi & Wahabi dengan para ulama salaf tentang dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda. Jadi, sebenarnya kaum Salafi & Wahabi ini mengikuti ajaran siapa?
 
Pendapat para ulama salaf itu bagaikan barang dagangan di sebuah Supemarket, bermacam-macam ragam, jenis, dan warnanya. Kaum Salafi & Wahabi memasuki “Supermarket ulama salaf” itu sebagai pelanggan yang punya selera tertentu. Anggaplah bahwa pelanggan itu penggemar warna merah, dan ia menganggap bahwa warna merah adalah warna yang sempurna. Maka, saat memasuki Supermarket tersebut, ia hanya akan memilih belanjaan yang serba merah warnanya.
 
Setelah itu ia bercerita kepada setiap orang seolah-olah Supermarket itu hanya menjual barang-barang berwarna merah.Pada tahap berikutnya, ia meyakinkan orang bahwa dirinya adalah penyalur resmi dari Supermarket “merah” tersebut, sehingga orang-orang percaya dan merasa tidak perlu datang sendiri jauh-jauh ke supermarket tersebut, dan tentunya mereka merasa cukup dengan sang penyalur resmi “gadungan” dalam keadaan tetap tidak tahu bahwa supermarket “merah” itu sebenarnya juga menjual barang-barang berwarna hijau, biru, kuning, putih, hitam, orange, dan lain-lainnya.
 
Ya, kaum Salafi & Wahabi ini tampil meyakinkan sebagai “penyalur resmi” ajaran ulama salaf, dan mereka berhasil meyakinkan banyak orang bahwa ajaran ulama salaf yang murni adalah seperti apa yang mereka sampaikan dalam fatwa-fatwa anti bid’ah mereka. Pada akhirnya orang-orang yang percaya tipu daya ini mencukupkan diri untuk memahami ajaran ulama salaf hanya melalui mereka. Padahal, si “penyalur gadungan” ini sebenarnya hanya mengumpulkan pendapat ulama salaf yang sejalan dengan tendensi pemikirannya sendiri, lalu menyajikannya atas nama mazhab ulama salaf. Jadi, yang mereka sampaikan sebenarnya bukan ajaran ulama salaf, melainkan hasil seleksi, persepsi, dan kesimpulan mereka terhadap ajaran ulama salaf. Beda, kan?!!

Membongkar Fitnah Murahan Wahhabi-Salafi.
Dengan segala cara kaum wahabi melakukan provokasi umat Islam Sunni agar membenci dan  kemudian memerangi Syi’ah para pecinta dan pengikut setia Nabi saw. dan Ahlulbait as. Sesekali dengan memutar balikkan kebenaran akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu sehingga seakan terlihat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri!

Terkadang dengan memalsu data dengan cara memotong-motong nash/teks hadis dan terkadang juga dengan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah difatwakan para ulama Syi’ah…. selain itu juga dengan mempermainkan akal kaum awam dengan memelesetkan terjemahan sebuah hadis..

Alhasil segala macam cara ditempuh oleh agen-agen fitnah dan para pemecah belah barisan Umat Islam, yang penting bagaimana caranya kaum Muslim Sunni marah dan kemudian bangkit memerangi Syi’ah. Dan itu semua itu pasti akan membuat bahagia musuh-musuh Allah dan musuh-musuh agama ini, utamanya AS dan Zionis Israel.

Wahabi Adalah Minoritas yang Mengaku Mayoritas.

Wahabi sebenarnya adalah golongan minoritas yang mengaku mayoritas dan mengatakan bahwa pengikut Asya’iroh dan Mauturidiyah bukanlah Ahlussunnah hanya Wahabi saja yang sebenar Ahlussunnah. Inilah sejatinya kaum durhaka akhir zaman kaum tanduk setan mujasimmah yang mana kelak mereka menjadi bala tentara dajjal seperti yang di sabdakan oleh Nabi Saww yang mulia.

 






http://www.youtube.com/watch?v=kEoZEgs18vE

Ulama Sunni Iran Bicara Tentang Wahabi dan Muslim Syi’ah.


Menurut
 Kantor Berita ABNA, Maulawi Ali Ahmad Salami, yang lebih dikenal dengan nama 
Syaikh Maulawi Nadzhir Ahmad adalah ulama besar Ahlus Sunnah Iran yang saat ini
 menjadi wakil rakyat yang duduk di Majelis Khubregan Rahbari delegasi Provinsi 
Sistan dan Bluchistan Republik Islam Iran. Beliau juga anggota perkumpulan 
ilmiah bidang fiqh dan huquq Hanafi di Universitas Mazahib Islami dan juga
 menjadi dosen senior di Hauzah Ilmiah Darul Ulum Zahedan. Diluar pendidikan 
resminya di Hauzah Ilmiah beliau pernah menimba ilmu secara khusus dari
 beberapa ulama Ahlus Sunnah terkemuka seperti Maulana Taj Muhammad Buzurqzadeh
di Sarbaz, Maulana Mufti Muhammad Syafi’i ulama mufti Pakistan, Maulana
Muhammad Rafi Utsmani, Maulana Muhammad Taqi Utsmani, Maulana Syams al Haq, dan
Maulana Subhan Mahmud di Karachi Pakistan. Beliau juga mengantongi ijazah
sarjana S2 dengan gelar master ekonomi Islam dari Universitas Karachi Pakistan.

Diantara
buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh Islam, Mahurhai
 Da’wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan Nemuneh Asr
Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa Nabi dan Sahabat],
 Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah
 dan banyak lagi lainnya. Selain menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai 
tema dan pembahasan yang disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan 
internasional. Dengan berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas
 ilmiah yang dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus
 Sunnah terbaik dan cukup populer di Iran.

Dengan 
alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela kesibukan beliau
untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya sebagai wakil rakyat di
Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan beberapa pertanyaan seputar 
pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok dan ketokohan Imam Ali as.

Berikut
 petikan wawancara tersebut:
ABNA: Bagi
 penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi yang sangat terbatas
 mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai imam pertama mereka.
Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai
sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as dari sisi keimanan beliau,
 keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian, jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi
Muhammad Saw kepada beliau?. Silahkan.

-Bismillahirrahmanirrahim,
dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Jika dipersilahkan
saya akan memulainya dengan menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai
 keluarga Nabi Saw secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus
Sunnah terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.

ABNA: Silahkan.
-Kecintaan
 kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami sangat memegang prinsip 
itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam kepada Nabi dan keluarganya. Dan 
salam itu tercantum dalam kitab-kitab shahih kami, dan shalat kami tanpa
disertai dengan salam kepada keluarga Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak
sempurna. Shalawat yang kami wajib melafazkannya dalam shalat yaitu, 

”اللهم صل علی محمد و علی آل محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی
آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی محمد و علی آل محمد کما بارکت علی
ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید.” 

Do’a tersebut kami
 baca, baik dalam shalat berjama’ah, shalat sendiri, shalat malam dan lain-lain
pada saat kami melakukan tasyahud akhir. Dalam shalawat tersebut kami
 mengirimkan salam kepada Nabi dan keluarganya..

Demikian
pula pada khutbah Jum’at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya menjadi bagian
dari khutbah Jum’at yang harus diucapkan dalam bahasa Arab. Khutbah Jum’at yang
disertai ucapan shalawat tersebut disampaikan di seluruh dunia Islam bukan 
hanya di Iran. Disetiap hari Jum’at di semua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum’at 
tidak dibacakan sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul
Bait. Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di 
Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab Syiah,
 tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait sudah menjadi
bagian penting dalam khutbah Jum’at Ahlus Sunnah di Iran. Kami meyakini, Al
Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di Surga dan Sayyidah 
Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan itu telah menjadi 
keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena terpengaruh atau dipengaruhi oleh
 ajaran Syiah.

Misalnya,
mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab syahidnya Maulana al
Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut. Banyak
 kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis berkenaan dengan peristiwa tersebut
 dan betapa mereka mengecam pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar
Ahlus Sunnah Abu al Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad
 Syafi’i mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad
 Syafi’i yang menulis kitab “Syahid Karbala” dan pada bagian 
mukaddimah kitab tersebut beliau menulis, “Pada peristiwa tragedi Karbala 
bukan hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan, matahari
dan awan turut meneteskan air mata duka.”

Saya 
juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam dan mengutuk
terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca banyak buku dan
 makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian tersebut saya menulis 
buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul, “Seputar Tragedi
 Karbala”.

ABNA: Mengenai
 Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?
-Beliau
adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang pemberani, ahli
takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa dilukiskan dengan 
kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut diriwayatkan dalam 
kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.

Sayyidina
Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi berlanjut. Dan kami
 mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau,
r iwayat yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, “Aku
 adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Selain itu kamipun mengakui
 bahwa yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para sahabat,
adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.

Dalam
 perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda tentang beliau pada
hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan bendera pasukan ke tangan 
seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para sahabat menanti dan berharap 
salah satu dari merekalah yang diserahkan bendera itu, namun pagi harinya Nabi
 memanggil Ali yang meskipun saat itu sedang sakit mata. Nabi seketika 
menyembuhkan sakit Ali dan menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada
Ali. Dan sebagaimana yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan
 kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.

ABNA: Kami
 berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55 diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as,
 yang ketika turunnya ayat tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada
seorang fakir disaat beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya.
 Apakah anda juga meyakini demikian?

-Terdapat
 beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu misdaqnya bisa saja
memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang lain, wallahu ‘alam. Namun 
yang pasti, kalaupun pendapat yang paling benar bahwa misdaqnya adalah 
Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh apa-apa pada keyakinan kami, dan juga
tidak mesti membuat kami marah, sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina 
Ali ra memang memiliki kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.

Sebagaimana 
juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam salah satu riwayat 
bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah
 az Zahra beserta kedua puteranya, Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam 
keadaan berpuasa, namun menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang
lebih membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama 
sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya kepada anak
 yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu adalah salah satu
 riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang pada penafsiran lain, 
terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain yang menyebutkan misdaq ayat
tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja surah tersebut memang menceritakan
 mengenai keutamaan Ahlul Bait, itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan 
kami bangga dengan itu, bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan
menghormati Ahlul Bait adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.

ABNA: Namun
kami melihat sebagian dari kelompok yang menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika
 disampaikan keutamaan Ahlul Bait, justru tampak rasa tidak suka dari mereka.
 Bahkan diantara mereka ada yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan
–nauzubillah-. Bagaimana pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang
melakukan pelecehan dan perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as
atau Ahlul Bait lainnya?

-Saya
 berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang menghina Ahlul Bait, dia
 bukan hanya tidak tergolong dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad
 dan keluar dari lingkaran Islam.

ABNA: Dalam
beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah, seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah
Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al
Hanafi dan belasan kitab lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa
kesempatan pernah berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut
anda, apa yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?

-Dalam
 beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan keputusan yang
salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau meluruskan pendapatnya itu
bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar segera menerima dan meluruskan 
pendapatnya. Karena itu beliau berkata, “Jika tidak ada Ali maka saya akan
celaka”.

ABNA: Apa 
ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?
-Ya,
 perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua menerimanya. Dan
 tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal tersebut. Namun bagi kami, ini
menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina Ali akan keilmuannya yang luas. Dan 
Sayyidina Umar akan kesigapannya untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya
memiliki keutamaan, karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan
 salah satunya.

ABNA: Kami
 memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama
 kebenaran dan kebenaran bersama Ali”, apa anda juga menerima dan  meyakini kebenaran riwayat tersebut?
-Ya,
 Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi antara Sayyidina
Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama Sayyidina Ali.
 Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan perselisihan beliau dengan
 Ummul Mukminin Aisyah ra.

ABNA: Karena 
itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari
kesalahan?
-Sebelumnya 
saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari istilah Sahabat Nabi.
S ahabat dalam pandangan mazhab kami adalah mereka yang bertemu dan melihat
 Rasulullah Saw, mengimani beliau sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan 
meninggal tetap dalam keimanannya tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak
 maksum tetapi memiliki kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang
berbeda, namun kami memandang mereka satu dalam penghormatan.

ABNA: Anda 
menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding 
sahabat-sahabat yang lain?
-Iya, 
sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda kepada
sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah Ali.” Dan tidak
 mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak memiliki ilmu yang 
sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah keutamaan Sayyidina Ali, sebagai
 orang paling alim.

Namun
 saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki keutamaan dari sisi
 yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi tertentu dan Abu Bakar utama 
pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah 
sesuatu yang telah pasti dan menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.

ABNA:
Apakah
 anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya
 yang muslim Syiah?
-Tidak.
 Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan kecuali kebaikan dan
 keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara mengenai Sayyidina Ali, yang
keluar dari lisan saya seluruhnya hanya kebaikan saja.

ABNA: Jika
 anda berbicara diatas mimbar, dan pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan
 juga ada yang Syiah, apakah anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan
 mengenai Imam Ali as?
-Saya
 tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali kebaikannya. Karenanya 
tentu saja dimanapun, dan siapapun yang mendengarkan penyampaianku saya hanya 
akan berbicara tentang apa yang saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya 
itu hanya kebaikan dan kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai
 ini.

ABNA: Silahkan
 anda ceritakan.
-Suatu
 malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah dan Sunni Zahedan 
dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan menjadi tamu warga setempat. Saya pun
 mengusulkan, untuk mengisi waktu, sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu 
dari Sunni untuk menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni 
adalah saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan
 sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya katakan 
pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada anda. Sehabis 
ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka mendatangi dan mendekat
 kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya, “Benarkah aqidah anda mengenai
 Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan
 hanya aqidah saya, tapi aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya
berani bersumpah demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”

Nah,
apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya lakukan. Jika
 anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya adalah muslim Syiah,
 saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan Ahlul Bait dan Sayyidina Ali 
secara khusus dalam pandangan Ahlus Sunnah.

ABNA: Apa
yang semua anda katakan tadi mengenai keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah
juga menjadi keyakinan muslim Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di
 Pakistan, Irak, Suriah, Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita
 melihat kenyataan pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh
 warga muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah 
bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga. Apakah hal
 tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam mengajarkan membunuh sesama 
muslim dapat mengantarkan seseorang menuju surga?
-Saya 
meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti itu. Kelompok 
ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah misalnya dari kelompok Sepah
 Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah Syam, meskipun mereka meyakini apa yang
 mereka lakukan itu diganjari pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah
 yang dianjurkan namun itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam 
dan tidak ada Sunnah yang mengajarkan seperti itu.

Kita
 punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para Mujahidin ke medan
 jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika mereka memasuki suatu desa
 yang disitu diperdengarkan azan maka tidak diperkenankan untuk menyerang dan
merusak desa itu, meskipun disitu hanya ada satu orang yang muslim, apalagi
 kalau memang itu wilayah muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama 
muslim dapat menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam,
melainkan keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki
 dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah. Hanya 
angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya orang-orang jahil yang 
dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin untuk kepentingan musuh-musuh
Islam.

ABNA: Jadi 
keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa mengantarkan ke surga digali dari
 khurafat saja dan tidak bersumber dari ajaran Islam?
-Iya, 
khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah 
keluar dari golongan muslim.

ABNA: Jadi 
tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di wilayah komunitas Syiah,
 bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat yang muslim Syiah lakukan, video
 yang menampilkan adegan memenggal kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir,
 bagaimana anda menjelaskan itu?

-Kelompok
yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari barisan muslim.
 Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang jahil. Saya meyakini mereka
 dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan itu, sehingga mencoreng 
wajah Islam dimata masyarakat dunia. Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang
 orang Islam itu beringas dan gemar membunuh satu sama lain.
Sekali 
lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan membunuh muslim Syiah
 dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu berbuah pahala, maka telah keluar
 dari barisan kaum muslimin.

ABNA: Menurut 
anda sendiri, bagaimana keterkaitan aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut
 dengan musuh abadi umat Islam yaitu Israel?
-Iya,
bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan pihak musuh yaitu
 AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh berkhidmat kepada musuh.

ABNA: Namun 
apa yang anda katakan dan yakini ini bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus
Sunnah semisal yang berasal dari Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu 
telah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan 
ini?

-Tentu 
itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi saya tidak akan 
menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan, tidak ada satu pun
 kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang menamakan diri mereka
Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal abad kedua Hijriah, di benua 
Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, muncul 
sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari sekte Khawarij. 
Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang maksudnya adalah pengikut Abdul
 Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari kelompok mereka bukanlah termasuk 
muslim, dan mereka merubuhkan masjid yang bukan masjid yang mereka bangun.
 Namun kelompok Wahabi tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum
 pertengahan kurun kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki
 peninggalan dan bekas apapun.

ABNA: Namun
 bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda 
menjelaskan?
-Mereka
yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri
 mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi.
Secara lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun
 artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu yang
saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh terdahulu dari 
kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah Salafi. Namun Salafi
 secara istilah akan saya jelaskan.

Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai kejayaannya,
kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis para ulama, musuh Islam 
justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam. Mereka memasukkan pengaruh
 Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan
merujuk pada pandangan Filsafat Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap 
mengkritisi Al-Qur’an dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya.
 Misalnya mereka mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki
 tangan, Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan
bahwa Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu diadakan,
sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada yang
mengadakan. Mereka dengan argumen akal itu hendak merusak sumber rujukan Islam
yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi keutamaan dan nilai besarnya
dalam pandangan umat Islam.

Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Pertama,
kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya mendiamkan saja.
 Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu memiliki tangan, bersemayam
 di atas Arsy, dan sebagainya namun kami tidak mengetahui bagaimananya. Karena
 Al-Qur’an dan Hadits secara dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin
akan mengingkarinya. Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan
 bagaimana bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan 
di atas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini
 sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya wewenang 
untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok pertama inilah yang
disebut dan menamakan diri dengan Salafi.

Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah 
istawa di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah
 haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang bagaimana
Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi mereka, bagaimana
 Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya wajib hukumnya. Dan sudah
 pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.

Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat
 tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan adalah
 kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan mengontrol dan 
menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu, Tuhan bukanlah sebagaimana
 makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh, Dia adalah pencipta alam semesta dan 
segala maujud yang ada, dan Dia pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga
tidak mungkin dibatasi oleh materi yang diciptakannya.

Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat Islam
terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil menyebut diri
 Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai kelompok Non Salafi.
 Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani apa yang disampaikan Al-Qur’an
 dan Hadits yang shahih dan mempertanyakan tentang bagaimananya adalah 
kesia-siaan. Meskipun bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap 
mengimaninya.”

Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya
 adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling bengkok 
pemahamannya dari kalangan Salafi.

ABNA: Apa kemudian kaitannya,
antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat 
ini?
-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurut saya 
terbagi atas tiga kelompok:
Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan
 memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa yang
 tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa yang mereka 
yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari sisi keilmuan sangat
 rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah mengkafirkan atau menganggap sesat 
kelompok Islam yang berbeda pemahaman
 dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri sebagai Salafi, kami 
mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka hanya memperhatikan apa yang
tersurat dari ayat dan hadits, dan cara mereka menafsirkan dan memahami agama 
tidak jauh beda dengan apa yang kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.

Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia
Islam berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana kelompok
 pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah teks melainkan 
juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya, bagaimana sahabat memahami 
dan mengamalkannya, bagaimana para imam mazhab menjadikannya sumber hokum dan 
disisi lain merekapun menggunakan akal sebagai alat bantu dalam memahaminya.
 Aktivitas mereka yang berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan
kegiatan-kegiatan ilmiah, mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan,
 penelitian dan tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya
 hukumah Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan
 ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu waktu
 akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan Islam bagi kelompok 
ini bukanlah prioritas utama.

Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama
 dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah penegakan
pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu. Diantara tokoh
yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin al Afghani beserta 
muridnya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid Ridha, Syaikh Hasan al
Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai
 Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi. Mereka
bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam sebagai prioritas 
utama dakwah dan pergerakan mereka.

Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas
 perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh umat Islam
 karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak telah ditunggangi
 oleh kepentingan musuh.

ABNA: Penduduk sipil Suriah yang
 tidak berdosa telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris
 yang didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa
 alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek fitnah, bagaimana
 pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi hal tersebut?

-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai
hal ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung 
pemerintahan Suriah.

ABNA: Bagaimana menurut pendapat
pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?
-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan
Amerika dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka 
terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan Israel di
 Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka saya mengecamnya. Kami 
tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer ke Negara yang berdaulat. Kami
 tidak pernah menyepakati adanya serangan militer yang ditujukan atas Suriah,
Pakistan dan Afghanistan. Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi,
di Negara-negara tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh
rakyat sipil yang tidak berdosa.

Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan yang
tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah. Menurut hukum 
syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah membolehkan apa yang tengah
mereka lakukan dengan aksi-aksi teror mereka. Islam jika memberlakukan jihad,
 memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan 
jihad namanya. Jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum 
muslimin.

ABNA: Pendapat anda sendiri
 mengenai jihad nikah bagaimana?
-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat,
 karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum muslimin. Kedua 
secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat. Dalam Islam tidak ada 
istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan dirinya dengan mengatas namakan 
jihad nikah untuk memenuhi nafsu kelompok oposisi tersebut sama halnya
 membinasakan dirinya sendiri.

ABNA: Mengenai makam-makam 
keluarga Nabi dan sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok 
oposisi apa itu memiliki dasar dalam ajaran Islam?
-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut 
dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang hanya
 berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka maka itu 
perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka. Karena mereka meyakini 
membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka 
mengatakan punya riwayat dan hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk
 menghancurkan bangunan yang dibangun diatas kuburan.

Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga ada,
dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para wali adalah
 bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar Islam tersebut. Dan 
keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan dihormati. Karenanya tindakan 
Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka tidak boleh menghancurkan bangunan yang
 dibangun oleh kelompok yang meyakini itu sebagai keutamaan.

ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus
Sunnah juga menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi 
keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak keturunan 
beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para pemberontak Suriah justru
 menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab, Sukainah, dan Ruqayyah yang
 merupakan keturunan Imam Husain as, apa menurut anda itu bukan penghinaan
 terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw dan Imam Husain as?
-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw
 bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu juga
 makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan bangunan di
makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang berdasarkan dari
 keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah yang kuat, karenanya 
harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya larangan untuk tidak
 menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang disembah dan dijadikan tuhan oleh 
orang-orang musyrik karena itu akan memancing mereka untuk juga menghina Allah
Swt dan Islam. Karenanya sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan
kelompok oposisi di Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang
d imuliakan kaum muslimin.

ABNA: Pengrusakan yang dilakukan
kelompok Salafi atau Wahabi bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa 
penjelasan anda mengenai apa yang dilakukan pemerintahan Saudi terhadap pemakaman 
Baqi?

-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang 
menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya meruntuhkan 
bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan penghinaan melainkan
 keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi bahwa mereka memahami teks 
agama berdasarkan penalaran mereka belaka. Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah,
 bukan hanya makam suci keluarga dan keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan
 kubah, juga para syuhada perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah
penguasaan Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam
 sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja melanjutkan
 pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.

Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan. Peninggalan-peninggalan
Islam harus dijaga karena itu warisan yang berkisah tentang masa lalu yang
 sangat bermanfaat dan memberi pengaruh besar bagi generasi kemudian. Makam adalah
 peninggalan terakhir dan kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya 
karenanya makam harus dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus
 membekas, bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman 
Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali secara 
pasti dari makam-makam itu.

ABNA: Pemimpin Besar Revolusi
Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi
 Thalib as diakui keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni
 maupun Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan umat
Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?

-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar
 terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan yang
terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus Sunnah meyakini
 Sayyidina Ali dan semua Ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun
 kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan 
penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim
 Syiah juga melakukan hal yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun 
semua perbedaan tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir
 perbedaan yang ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya 
persatuan kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang penuh
penghormatan dan saling memahami.

ABNA: Pembicaraan dengan anda yang
 sarat dengan ilmu,  argumen yang logis 
dan saran-saran yang konstruktik menjadi pembicaraan ini sangat menyenangkan
 bagi saya.
-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom. Suasana 
persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan selama berada di
Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya informasi yang saya 
dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah Syiah yang ekstrim yang hatta 
mendengar kata Umar disebutkan mereka akan marah dan memukul yang menyebutkan 
nama itu. Dan itu tidak saya temukan dikota itu.

ABNA: Terimakasih atas waktu yang 
telah anda luangkan untuk pembicaraan yang hangat dan sangat bermanfaat ini.
//
http://ahlulbaitindonesia.org/berita/index.php/wawancara-dengan-ulama-ahlusunnah-iran-membunuh-sesama-muslim-masuk-surga-adalah-khurafat/

Peran Agen Zionis-Wahabi Dalam Distorsi Sejarah Muhammadiyah.

VAN DER PLAS, SYEIKH AHMAD SYURKATI(PENDIRI AL-IRSYAD) DAN PERANAN FREEMASONRY-SALAFI WAHABI DALAM DISTORSI SEJARAH MUHAMMADIYAH .

Sejarah tak pernah tunggal selalu menyimpan misterinya ada yang terungkap dan ada yang disembunyikan. Menjadi tugas generasi yang tercerahkanlah untuk melakukan penelitian sejarah lebih lengkap dan komprehensif agar kebenaran sejarah bicara apa adanya tanpa distorsi-distorsi dan asumsi tetapi berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya.

Namun tak banyak yg mengetahui bahwa perubahan haluan Muhammadiyah dalam bermadzhab ini adalah akibat dari konspirasi yg dilancarkan oleh fihak kolonial Hindia Belanda dari dalam tubuh perkumpulan ini sendiri.

Posisi Muhammadiyah yang saat itu berkembang menjadi perkumpulan Islam yang besar dan semakin tertarik ke pusat pusaran politik seperti halnya Syarekat Islam/SI cukup membuat khawatir gubernemen di Batavia. Posisi gubernemen sendiri cukup terjepit saat itu menghadapi gelombang pergerakan politik etis serta tuntutan balas budi kepada kaum pribumi dari kaum demokrat liberal di dalam negeri Belanda di satu sisi.

Sedangkan di sisi lainnya mereka direpotkan oleh kaum pergerakan nasional Indonesia yang semakin hari semakin radikal saja, terutama dari kalangan Islam dalam hal ini SI yang saat itu juga terpengaruh oleh semangat Revolusi Bolsheviks di Russia.

Ditambah lagi dengan kedatangan 2 orang pelarian politik dari sayap radikal kaum sosial demokrat negeri Belanda bernama Sneevliet dan Baars yang dengan cepat membangun massanya di antara anggota SI yg diperkenalkan kepada ajaran Marxisme oleh mereka.

Gubernemen di Batavia sangat khawatir kalau Muhammadiyah yg sedang besar besarnya saat itu ikut menjadi radikal seperti halnya SI mengingat mereka sama sama berhaluan Islam moderat yg sangat terbuka akan pengaruh dari luar.

Pemerintah kolonial di Batavia tentunya tidak memerlukan 2 lawan yg besar sekaligus. Berkali kali mereka mencoba untuk melancarkan pembunuhan terhadap KH. Ahmad dahlan, namun selalu gagal karena sang kiyai selalu dijaga ketat dan dikelilingi oleh jemaahnya. Oleh karena itu maka Van der plas seorang orientalis dan disinyalir juga sebagai agen MI-6 yg bekerja untuk gubernemen Hindia Belanda segera merancang sebuah plot untuk “menjinakkan” Muhammadiyah dari dalam.

Tersebutlah seorang pemuda asal Aceh bernama Muhammad Basya Dahlan, seorang yang dibina langsung oleh Van der plass untuk menyusup ke dalam tubuh Muhammadiyah. Muhammad Basya Dahlan lalu dikirim oleh Van der plas ke Saudi Arabia, pusat gerakan Wahabi yang pemerintahannya disokong penuh oleh pemerintah Inggris dan gerakan Zionis-Freemasonry dunia.

Disana dia mempelajari gerakan dan Faham Wahabi yang intoleran, jumud, dan mudah mengkafirkan sesama Muslim yang berbeda pandangan dengan mereka langsung dari para masyaikh-masyaikhnya di Najd dan kembali ke Indonesia untuk meniti karier keorganisasian di perkumpulan Muhammadiyah. Van der plas dengan sokongan penuh gubernemen menggelontorkan uang jutaan gulden untuk mengantarkan Muhammad Basya ke posisi penting di dalam strata kepengurusan Muhammadiyah.

Setelah berhasil mulailah dia melancarkan aksinya menebar racun faham wahabi di tubuh perkumpulan tersebut dan mencetak kader kader muda Muhammadiyah yg berfaham wahabi. Dan ketika posisi Muhammad Basya Dahlan ini semakin kuat di dalam perkumpulan atas dukungan kader kader muda maka KH. Ahmad dahlan sampai terpaksa harus menyingkir ke pelosok lereng gunung merapi untuk menghindari kejaran dan bentrokan dengan kelompok Muhammad Basya Dahlan serta pengikutnya yg berfahaman keras Wahabi. Kelompok kecil KH. Ahmad dahlan yg menyingkir inilah yang kemudian disebut sebagai “Muhammadiyah dalam”.

Akidah mereka masih sama dengan akidah yg dianut oleh KH. Ahmad dahlan, begitupula dlm masalah fiqih masih menganut madzhab Syafi’iyah sehingga amalan dan pemahamannya pun sama persis dengan warga NU dan Islam tradisional pada umumnya. Sedangkan kelompok kaum muda yg di kader oleh Muhammad Basya Dahlan disebut sebagai “Muhammadiyah luar”, kelompok inilah yg mendominasi dan menyebar ke seluruh pelosok nusantara. Kelompok ini cenderung keras dalam bersikap terhadap kaum tradisionalis pesantren serta kiyai kiyai Jawa, bahkan cenderung memusuhi KH. Hasyim Asy’ari dan NU serta kaum tradisionalis pada umumnya. Sikap mereka khas orang yg berfaham Wahabi, dengan mengkampanyekan anti TBC (*Tahayul, Bid’ah dan Churofat), tabdi’, bahkan dalam beberapa kasus tak segan segan melancarkan takfir.

Mereka memusuhi dengan keras amalan amalan warisan KH. Sholeh darat yg diamalkan oleh kaum Muhammadiyah dalam dan NU seperti sholawat burdah, tahlil dan kitab kitab karangan beliau yg menerangkan ttg kaidah bermadzhab serta faham akidah Asy’ariyah-Maturidiyah. Selain itu mereka juga memusuhi dan tidak mangakui para Ahlu Bait Zuriyah Rasulullah saw dan menafikkan peran besar mereka sebagai pembawa Islam ke Nusantara. Ajaibnya beberapa keturunan Kiyai Sholeh darat sendiri ada yang mendukung pemahaman dan penyikapan kaum Muhammadiyah luar ini termasuk memusuhi tradisi dan kitab kitab kakek buyut mereka sendiri.

Inilah yg menyebabkan timbulnya ketegangan antara warga Muhammadiyah dan NU serta kaum tradisionalis lainnya di masa lalu, tentunya kita pernah mendengar bahwa hanya karena masalah qunut atau tidak qunut sajapun mereka sering kali nyaris baku hantam bukan? Sebuah kenyataan yg sangat memilukan hati ini jika kita mengetahui bahwa kedua pendiri ormas Islam ini dahulunya adalah teman satu kamar di pondokan pesantren Kiyai Sholeh darat, sama sama pernah berguru pada masyaikh masyaikh aswaja syafi’iyah yg sama di Mekkah dan merupakan sahabat karib yg saling menghormati dan menyayangi sepanjang hidup keduanya.

Walau seiring dengan waktu dan perkembangan zaman penyikapan Muhammadiyah luar ini semakin bijak dan melunak namun ketegangan serta perbedaan antara kedua ormas yg mewakili golongan medern dan tradisionalis ini seringkali masih muncul ke permukaan.

Dengan demikian berhasil lah Van der plas dengan gilang gemilang memecah dan mengendalikan serta merubah haluan Muhammadiyah dari dalam seperti halnya juga SI yg berhasil dipecah belahnya menjadi SI merah dan SI putih.

Orientalis andalan gubernemen Belanda disamping Snouck hurgronje yg juga agen MI-6 ini memang sangat piawai memecah belah bangsa ini dari masa ke masa. Dan sebagai seorang orientalis tentunya dia juga mendalami bahasa dan budaya pribumi, Arab bahkan keilmuan Islam. Uniknya Van der Plas belajar Ilmu Tafsir dan Fiqih dari Syeikh Ahmad Syurkati, pendiri Al Irsyad saat dia menjabat sebagai Ajun Advisor di sebuah kantor pemerintah kolonial Belanda (* Kantoor voor Inlandsche Zaken) yaitu sebuah badan gubernemen Hindia Belanda yg mengurusi urusan bahasa bahasa asing dan timur jauh.

Di sinilah juga Syeikh Ahmad syurkati bekerja sebagai penasihat Van der plas sekaligus sebagai guru dan sahabatnya. Hal ini justru diungkapkan disebuah buku yg ditulis oleh anak dari asisten pribadi serta murid Syeikh Ahmad syurkati sendiri yg bernama Hussein badjerei putera dari Abdullah aqil badjerei. Hussein badjerei ini adalah penulis resmi buku sejarah perkembangan Al Irsyad di Indonesia, jadi datanya pastilah valid karena dia dapat langsung dari ayahnya dan orang dalam Al Irsyad sendiri.

Maka nyatalah sudah permainan spionase serta konspirasi agen MI-6 yg merupakan badan intelijen Inggris dan alat dari gerakan zionis-freemasonry/Illuminati yg dibantu oleh seorang tokoh gerakan tajdid berfaham salafi sendiri, Syeikh Ahmad syurkati, entah dia sadar atau tidak. Bukanlah rahasia lagi jika para pejabat tinggi Gubernemen kolonialis Hindia belanda adalah para mason dengan derajat yg cukup tinggi.
Contohnya adalah Jenderal Van heutz, mantan panglima perang pasukan Marsose yg meluluh lantakkan Aceh dan membunuhi para syuhada pembela Islam di bumi serambi Mekkah tsb.

Setelah sukses menaklukkan para pejuang Aceh atas bantuan riset Snouck hurgronje dia kemudian diangkat menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda sekaligus atasan langsung Van der plas. Tentunya sang grand master tak akan membiarkan raksasa muda Muhammadiyah menjadi lebih besar dan membahayakan kelangsungan kepentingan mereka bukan hanya di masa kolonial namun juga di masa masa yg akan datang.
Dan sisi terkelam dari sebuah kisah gerakan tajdid yg digaungkan oleh 3 orang agen freemasonry dari tanah para Fir’aunpun ternyata menggelar konspirasinya juga di bumi Jawadwipa….
Sumber:http://utarabersatu.blogspot.com/2013/03/van-der-plas-syeikh-ahmad-syurkati.html

SABDA NABI SAWW TENTANG WAHABI


Sabda Nabi saww tentang kemunculan suatu kaum durhaka pada akhir zaman (Wahabi)
Nabi saww juga bersabda :

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ قَوْلَ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، فَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ ، فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَة

“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sebaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “. (HR. Imam Bukhari 3342).

“Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka membaca Alquran dan mengiranya sebagai pembela mereka, padahal ia adalah hujjah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya.” (HR Abu Dawud).

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Ra berkata:
“Saat Rasulullah saww sedang membagi-bagikan ghanimah (rampasan perang), datanglah seseorang dari Bani Tamim dengan pakaian yang pendek (bagian bawahnya), di antara kedua matanya ada tanda bekas sujud yang menghitam, lalu ia berkata: “Berbuat adillah wahai Rasulullah!”
Rasulullah Saw bersabda: “Celakalah engkau, siapa yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Maka engkau akan binasa dan rugi jika aku sendiri tidak berlaku adil.”
Lalu Rasulullah Saww bersabda: “Akan datang suatu kaum kelak seperti dia, baik perkataannya, tapi buruk kelakuannya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk. Mereka mengajak kepada Kitabullah, tetapi mereka sendiri tidak mengambil darinya sedikitpun.
Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melebihi kerongkongannya. Kalian akan mendapatkan bacaan Al-Qur’an mereka lebih baik dari kalian dan shalat dan puasa mereka lebih baik dari kalian. Mereka akan melesat meninggalkan Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Mereka mencukur kepala serta mencukur kumisnya, pakaian mereka hanya sebatas setengah betis mereka.” Setelah Rasulullah Saww menjelaskan ciri-ciri mereka, Rasulullah Saww bersabda: “Mereka akan membunuh para pemeluk Islam dan melindungi penyembah berhala!”
[Diriwayatkan dalam kitab: Bukhari fi kitab dad’ al-khalq Bab “Alamah An-Nubuwwah”, An-Nisai’ fi khasa-is hal 43, 44, Muslim fi Kitab Az-Zakah Bab At-Tahdzir Min Zinah Ad-Dun-ya, Musnad Imam Ahmad juz I hal 78, 88, 91).
 

Dalam hadits lain Nabi saww bersabda :

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ

“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun / generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya)
Ketika Sayyidina Ali dan para pengikutnya selesai berperang di Nahrawain, seseorang berkata :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَبَادَهُمْ وَأَرَاحَنَا مِنْهُمْ

“ Alhamdulillah yang telah membinasakan mereka dan mengistirahatkan kita dari mereka “, maka sayyidina Ali menyahutinya :

كَلاَّ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ مِنْهُمْ لَمَنْ هُوَ فِي أَصْلاَبِ الرِّجَالِ لَمْ تَحْمِلْهُ النِّسَاءُ وَلِيَكُوْنَنَّ آخِرَهُمْ مَعَ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّال

“ Sungguh tidak demikian, demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya akan ada keturunan dari mereka yang masih berada di sulbi-sulbi ayahnya dan kelak keturunan akhir mereka akan bersama dajjal “.


KENAPA WAHABI KELAK JADI PENGIKUT DAJJAL ?, INILAH KAJIAN ILMIYAH-NYA.


SIAPAKAH WAHABI ???
Wahabi adalah Khawarijnya umat ini dan mereka kelak akan bersama DAJJAL
Wahabi itu adalah mazhab plintir sana plintir sini dan akhirnya mereka akan diplintir bersama DAJJAL.
Segera saja kita terbitkan buku saku dan dibagikan gratis bahwa sebuah kajian ilmiyah tentang WAHABI kelak akan menjadi pengikut DAJJAL.

Slogan kembali kepada Kitabullah adalah jargon mereka untuk menipu umat seperti yg disebutkan dalam beberapa hadis dan sesungguhnya WAHABI adalah ajaran bathil berkedok TAUHID.

Terhadap Wahabi yang berdalih mereka bukan pengikut Dajjal karena Dajjal tak bisa masuk Madinah, ini jawabnya: Meski Dajjal tidak bisa memasuki kota Madinah, namun para pengikutnya yang terdiri dari orang2 kafir dan munafik bisa. Saat guncangan 3x, pengikut Dajjal ini akan keluar dari Madinah.
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang berpasir -di luar Madinah- lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim).

Fakta tambahan adalah Wahabi dan Arab Saudi itu dekat dgn AS yang dikuasai Zionis Yahudi. Dajjal adalah Yahudi. Begitu pula berbagai simbol di Arab Saudi seperti Simbol Polisi Riyadh yang berupa Mata Satu. Simbol organisasi Yahudi Illuminati.
http://www.islam-institute.com/kenapa-wahabi-kelak-jadi-pengikut-dajjal-inilah-kajian-ilmiyah-nya/

ISLAM INSTITUTE – DAJJAL – PENGANTAR REDAKSI :
Soal Dajjal, banyak orang pada akhirnya akan sangat lalai memperhatikannya. Manusia akan lupa siapa Dajjal, yang mana sosok ini dulu umat Islam pernah sangat mengenalnya lewat ciri-ci-cirinya. Ya benar, kita sudah mengenal Dajjal, karena Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam jauh-jauh hari, bahkan sejak 1.400 tahun yang lalu sudah memperkenalkan Dajjal kepada ummatnya. Bahwa Dajjal adalah sebagai sosok buta sebelah matanya, dan penyebar fitnah yang paling dahsyat di muka bumi yang akan muncul di akhir zaman.

Fitnah Dajjal sebenarnya merupakan rangkaian fitnah yang sejak lama ada, disebarkan melalui fitnah yang terjadi di antara manusia yang telah diperdaya oleh hawa nafsunya sendiri. Bahkan Nabi saw memperingatkan bahwa kelompok umat Nabi Muhammad yang tidak hanyut dalam pusaran fitnah sesama manusia akan selamat pula dari fitnah Dajjal di akhir zaman. Rangkaian segala fitnah yang pernah ada di dunia saling berkaitan dari zaman ke zaman dan akan hadir mengkondisikan dunia semakin gonjang-ganjing menghadapi fitnah Dajjal.

ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ

Suatu ketika ihwal Dajjal disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam kemudian beliau bersabda: ”Sungguh fitnah yang terjadi di antara kalian lebih aku takuti dari fitnah Dajjal, dan tiada seseorang yang dapat selamat dari rangkaian fitnah sebelum fitnah Dajjal melainkan akan selamat pula darinya (Dajjal), dan tiada fitnah yang dibuat sejak adanya dunia ini – baik kecil ataupun besar – kecuali untuk fitnah Dajjal.” (HR. Ahmad 22215).

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”مَا أَهْبَطَ اللَّهُ إِلَى الأَرْضِ مُنْذُ خَلَقَ آدَمَ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ فِتْنَةً أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ

“Allah tidak menurunkan ke muka bumi fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal.” (HR. Thabrani 1672).

Justeru ketika kebanyakan manusia telah lalai dan tidak peduli akan Dajjal, kemunculan Dajjal sebagai “sosok jasmani” yang mengaku Tuhan sungguh mengagumkan bagi kebanyakan manusia. Terlebih Dajjal memiliki kemampuan yang luar biasa, sanggup menciptakan, mematikan dan menghidupkan, bahkan di tangan kanannya mempertontonkan kenikmatan surga dan tangan kirinya ada intimidasi dan horror sangat menakutkan bagi manusia yaitu neraka. Semuanya untuk menebar fitnah dan kekacauan akhir zaman. Pada saat itu manusia lupa akan pengetahuan tentang sosok Dajjal yang pernah dikenalnya, sedemikian rupa sehingga bila ada yang memperingatkan soal Dajjal, maka mereka mentertawakannya dan sinis cenderung menganggapnya sekedar mitos atau legenda. Maka betapa manusia terlena dan terpedaya oleh Dajjal.

لَا يَخْرُجُ الدَّجَّالُ حَتَّى يَذْهَلَ النَّاسُ عَنْ ذِكْرِهِ وَحَتَّى تَتْرُكَ الْأَئِمَّةُ ذِكْرَهُ عَلَى الْمَنَابِرِ

“Dajjal tidak akan muncul sehingga sekalian manusia telah lupa untuk mengingatnya dan sehingga para Imam tidak lagi menyebut-nyebutnya di atas mimbar-mimbar.” (HR. Ahmad 16073).

Nah…. Siapakah sebenarnya Dajjal? Siapa kelak yang akan menjadi pengikut Dajjal sehingga terpedaya masuk ke surga Dajjal? Dan apakah Dajjal itu seorang manusia, ataukah dia termasuk makhluk setan atau jin, ataukah raksasa sehingga di tangannya terdapat surga dan neraka? Untuk lebih jelasnya marilah kita simak kajian ilmiyah soal Dajjal yang dipresentasikan oleh utadz Ibnu Abdillah Al Katiby.

DATA MENGEJUTKAN : WAHABI ADALAH PENGIKUT DAJJAL KELAK.

Oleh; Ibnu Abdillah Al Katiby.

Kemunculan Dajjal merupakan puncak dari munculnya fitnah paling besar dan mengerikan di muka bumi ini bagi umat manusia khususnya umat Muslim. Kemunculannya di akhir zaman, di masa imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam, akan banyak mempengaruhi besar bagi umat muslim sehingga banyak yang mengikutinya kecuali orang-orang yang Allah jaga dari fitnahnya.

Dalam hadits disebutkan :

قام رسول الله صلى الله عليه و سلم في الناس فأثنى على الله بما هو أهله، ثم ذكر الدجال فقال: ” إني لأنذركموه، وما من نبي إلا وقد أنذر قومه

“ Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia dan memuji keagungan Allah, kemudianbeliau menyebutkan Dajjal lalu mengatakan : “ Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan dajjal,tidak ada satu pun seorang nabi, kecuali telah memperingatkan umatnya akan dajjal “. (HR. Bukhari : 6705).

Dalam hadits lain, Nabi bersabda :

ليس من بلد إلا سيطؤه الدجال

“ Tidak ada satu pun negeri, kecuali akan didatangi oleh dajjal “. (HR. Bukhari : 1782).

Pada kesempatan ini, saya tidak menjelaskan sepak terjang dajjal, namun saya akan sedikit membahas sebagian kaum yang menjadi pengikut dajjal. Dan kali ini, saya tidak mengungkap semua kaum yang mengikuti dajjal, namun saya akan menyinggung satu persoalan yang cukup menarik yang telah diinformasikan oleh nabi bahwa ada kelompok umatnya yang akan menjadi pengikut setia dajjal, padahal sebelumnya mereka ahli ibadah bahkan ibadah mereka melebihi ibadah umat Nabi Muhammad lainnya, mereka rajin membaca al-Quran, sering membawakan hadits Nabi, bahkan mengajak kembali pada al-Quran. Namun pada akhirnya mereka menjadi pengikut dajjal, apa yang menyebabkan mereka terpengaruh oleh dajjal dan menjadi pengikut setianya ? simak uraiannya berikut :

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنَّ مِن بعْدِي مِنْ أُمَّتِي قَوْمًا يَقْرَؤُنَ اْلقُرآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَلاَقِمَهُمْ يَقْتُلُوْنَ أَهْلَ اْلإسْلاَمِ وَيَدَعُوْنَ أَهْلَ اْلأَوْثَانِ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ اْلإسْلاَمِ كمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مَنَ الرَّمِيَّةِ، لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“ Sesungguhnya setelah wafatku kelak akan ada kaum yang pandai membaca al-Quran tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala,mereka lepas dari Islam seperti panah yang lepas dari busurnya seandainya (usiaku panjang dan) menjumpai mereka (kelak), maka aku akan memerangi mereka seperti memerangi (Nabi Hud) kepada kaum ‘Aad “.(HR. Abu Daud, kitab Al-Adab bab Qitaalul Khawaarij : 4738).

Nabi juga bersabda :

سَيَكُونُ فِى أُمَّتِى اخْتِلاَفٌ وَفُرْقَةٌ قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يَرْجِعُونَ حَتَّى يَرْتَدَّ عَلَى فُوقِهِ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ وَلَيْسُوا مِنْهُ فِى شَىْءٍ مَنْ قَاتَلَهُمْ كَانَ أَوْلَى بِاللَّهِ مِنْهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا سِيمَاهُمْ قَالَ : التَّحْلِيقُ

“ Akan ada perselisihan dan perseteruan pada umatku, suatu kaum yang memperbagus ucapan dan memperjelek perbuatan, mereka membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan, mereka lepas dari Islam sebagaimana anak panah lepas dari busurnya, mereka tidak akan kembali (pada Islam) hingga panah itu kembali pada busurnya. Mereka seburuk-buruknya makhluk. Beruntunglah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka mengajak pada kitab Allah tetapi justru mereka tidak mendapat bagian sedikitpun dari Al-Quran. Barangsiapa yang memerangi mereka, maka orang yang memerangi lebih baik di sisi Allah dari mereka “, para sahabat bertanya “ Wahai Rasul Allah, apa cirri khas mereka? Rasul menjawab “ Bercukur gundul “. (Sunan Abu Daud : 4765).

Nabi juga bersabda :

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ قَوْلَ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، فَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ ، فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَة

“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap dengan ucapan sbeaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “. (HR. Imam Bukhari 3342).

Dalam hadits lain Nabi bersabda :

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ

“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun / generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya).

Ketika sayyidina Ali dan para pengikutnya selesai berperang di Nahrawain, seseorang berkata :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَبَادَهُمْ وَأَرَاحَنَا مِنْهُمْ

“ Alhamdulillah yang telah membinasakan mereka dan mengistirahatkan kita dari mereka “, maka sayyidina Ali menyautinya :

كَلاَّ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ مِنْهُمْ لَمَنْ هُوَ فِي أَصْلاَبِ الرِّجَالِ لَمْ تَحْمِلْهُ النِّسَاءُ وَلِيَكُوْنَنَّ آخِرَهُمْ مَعَ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّال

“ Sungguh tidak demikian, demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya akan ada keturunan dari mereka yang masih berada di sulbi-sulbi ayahnya dan kelak keturunan akhir mereka akan bersama dajjal “.

Penjelasan :
Dalam hadits di atas Nabi menginformasikan pada kita bahwasanya akan ada sekelompok manusia dari umat Nabi yang lepas dari agama Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya dengan sifat dan ciri-ciri yang Nabi sebutkan dalam hadits-haditsnya di atas sebagai berikut :
1. Senantiasa membaca al-Quran, Namun kata Nabi bacaanya tidak sampai melewati tenggorokannyaartinya tidak membawa bekas dalam hatinya.
2. Suka memerangi umat Islam.
3. Membiarkan orang-orang kafir.
4. Memperbagus ucapan, namun parkteknya buruk.
5. Selalu mengajak kembali pada al-Quran, namun sejatinya al-Quran berlepas darinya.
6. Bercukur gundul.
7. Berusia muda.
8. Lemahnya akal.
9. Kemunculannya di akhir zaman.
10. Generasi mereka akan terus berlanjut dan eksis hingga menjadi pengikut dajjal.

Jika kita mau mengkaji, meneliti dan merenungi data-data hadits di atas dan melihat realita yang terjadi di tengah-tengah umat akhir zaman ini, maka sungguh sifat dan cirri-ciri yang telah Nabi sebutkan di atas, telah sesuai dengan kelompok yang selalu teriak lantang kembali pada al-Quran dan hadits, kelompok yang senantiasa mempermaslahkan urusan furu’iyyah ke tengah-tengah umat, kelompok yang mengaku mengikut manhaj salaf, kelompok yang senantiasa membawakan hadits-hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam yaitu tidak ada lain adalah wahhabi yang sekarang bermetomorfosis menjadi salafi.

Membaca al-Quran dan selalu membawakan hadist-hadits Nabi adalah perbuatan baik dan mulia, namun kenapa Nabi menjadikan hal itu sebagai tanda kaum yang telah keluar dari agama tersebut?? Tidak ada lain, agar umat ini tidak tertipu dengan slogan dan perilaku mereka yang seakan-akan membawa maslahat bagi agama Islam. Ciri mereka yang suka memerangi umat Islam, tidak samar dan tidak diragukan lagi, sejarah telah mencatat dan mengakui sejarah berdarah mereka di awal kemuculannnya, ribuan umat Islam dari kalangan awam maupun ulamanya telah menjadi korban berdarah mereka hanya karena melakukan amaliah yang mereka anggap perbuatan syirik dan kufr dan dianggap telah menentang dakwah mereka. Namun dengan musuh Islam yang sesungguhnya, justru mereka biarkan bahkan hingga saat ini mereka akrab dengan kaum kafir, adakah sejarahnya mereka memerangi kaum kafir??

Ciri berikutnya adalah memperbagus ucapan namun prakteknya buruk. Mereka jika berbicara dengan lawannya selalu mengutarakan ayat-ayat al-Quran dan hadits, namun ucapanya tersebut tidaklah dinyatakan dalam prakteknya, kadang mereka membaca mushaf al-Quran pun sambil tiduran tanpa ada adabnya sama sekali.

Ciri berikutnya adalah mereka senantiasa berkoar-koar kepada kaum muslimin lainnya agar kembali pada al-Quran. Tanda mereka ini sangat nyata dan kentara kita ketahui pada realita saat ini, kaum wahabi selalu teriak kepada kaum muslimin untuk kembali pada Al-Quran. Ahlus sunnah selalu mengajak pada Al-Quran karena ajaran mereka memang bersumber dari Al-Quran, namun kenapa Allah menjadikan sifat ini sebagai tanda pada kaum neo khawarij (wahabi) ini?? Sebab merekalah satu-satunya kelompok yang dikenali di kalangan awam yang selalu teriak mengajak pada Al-Quran sedangkan Al-Quran sendiri berlepas diri dari mereka.Sehingga hal ini (yad’uuna ilaa kitabillah; mengajak kepada Al-Quran) menjadi tanda atas kelompok ini bukan pada kelompok khawarij lainnya.

Tanda mereka adalah bercukur gundul. Hal ini menambah keyakinan kita bahwa yang dimaksud oleh Nabi dalam tanda ini adalah tidak ada lain kelompok wahabi. Tidak ada satu pun kelompok ahli bid’ah yang melakukan kebiasaan dan melazimkan mencukur gundul selain kelompok wahabi ini, mereka kelompok sesat lainnya hanya bercukur gundul pada saat ibadah haji dan umrah saja sama seperti kaum muslimin Ahlus sunnah. Namun kelompok wahabi ini menjadikan mencukur gundul ini suatu kelaziman bagi pengikut mereka kapan pun dan dimana pun. Bercukur gundul ini pun telah diakui oleh Tokoh mereka; Abdul Aziz bin Hamd (cucu Muhammad bin Abdul Wahhab) dalam kitabnya Majmu’ah Ar-Rasaail wal masaail : 578.

Cirri berikutnya adalah berusia muda dan akalnya lemah. Mereka pada umumnya masih berusia muda tetapi lemah akalnya, atau itu adalah sebuah kalimat majaz yang bermakna orang-orang yang kurang berpengalaman atau kurang berkompetensi dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Subyektivitas dengan daya dukung pemaham yang lemah dalam memahaminya, bahkan menafsiri ayat-ayat Al-Qur`an dengan mengedepankan fanatik dan emosional golongan mereka sendiri.

Sebab-Sebab Manusia Jadi Pengikut Dajjal.
Kemunculan kaum ( Wahabi ) ini ada di akhir zaman sebagaimana hadits Nabi di atas, kemudian generasi mereka juga akan terus berlanjut hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal menjadi pengikut setianya. Namun apa yang menyebabkan mereka terpengaruh oleh dajjal dan menjadi pengikut dajjal ??Berikut kajian dan analisa ilmiyyahnya :

Sebab pertama : Wahabi beraqidahkan tajsim dan tasybih.
Sudah maklum dalam kitab-kitab mereka bahwa mereka meyakini Allah itu memiliki organ-organ tubuh seperti wajah, mata, mulut, hidung, tangan, kaki, jari dan sebagainya, dan mereka mengatakan bahwa organ tubuh Allah tidak seperti organ tubuh makhluk-Nya.

Mereka juga meyakini bahwa Allah bertempat yaitu di Arsy, mereka juga memaknai istiwa dengan bersemayam dan duduk dan menyatakan semayam dan duduknya Allah tidak seperti makhluk-Nya.Mereka meyakini Allah turun ke langit dunia dari atas ke bawah di sepertiga malam terakhir, dan meyakini bahwa ketika Allah turun maka Arsy kosong dari Allah namun menurut pendapat kuat mereka Arsy tidak kosong dari Allah. Sungguh mereka telah memasukkan Allah dalam permainan pikiran mereka yang sakit itu. Dan lain sebagainya dari pensifatan mereka bahwa Allah berjisim….

Nah, demikian juga dajjal, renungkanlah kisah dajjal yang disebutkan oleh Nabi dalam hadts-hadits sahihnya,bahwasanya dajjal itu berjisim, berorgan tubuh, memiliki batasan, dia berjalan secara hakikatnya, dia turun secara hakikatnya, dia berlari kecil secara hakikatnya, dia memiliki kaki secara hakikat, memiliki tangan secara hakikat, memiliki mata secara hakikat, memiliki wajah secara hakikat dan lain sebagainya..dan tidak ada lain yang menyebabkan mereka mengakui dajjal sebagai tuhannya kecuali karena berlebihannya mereka di dalam menetapkan sifat-sifat Allah tersebut dan memperdalam makna-maknanya hingga sampai pada derajat tajsim.

Perhatikan dan renungkan sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berikut :

إني حدثتكم عن الدجال، حتى خشيت أن لا تعقلوا ، إن المسيح الدجال قصير أفحج ، جعد أعور ، مطموس العين ، ليست بناتئة ، ولا جحراء ، فإن التبس عليكم ، فاعلموا أن ربكم ليس بأعور

“ Sesungguhnya aku ceritkan pada kalian tentang dajjal, karena aku khawatir kalian tidak bisa mengenalinya, sesungguhnya dajjal itu pendek lagi congkak, ranbutnya keriting (kribo), matanya buta sebelah dan tidak menonjol dan cengkung, jika kalian masih samar, maka ketahuilah sesungguhnya Tuhan kalian tidaklah buta sebelah matanya “. (HR. Abu Dawud).

Nabi benar-benar khawatir umatnya tidak bisa mengenali dajjal, dan Nabi menyebutkan cirri-ciri dajjal yang semuanya itu bermuara pada jisim, dan menyebutkan aib-aib yang disepakati oleh kaum musyabbih dan sunni yang mutanazzih, namun kaum musyabbihah (wahabi-salafi) sangat mendominasi pada pemikiran tajsimnya sehingga bagi mereka Allah Maha melakukan apapun, dan Allah maha Mampu atas segala sesuatu, bahkan menurut mereka kemampuan Allah memungkinkan berkaitan dengan perkara yang mustahil bagi-Nya yang seharusnya kita sucikan, sehingga berkatalah sebagian mereka : Bahwa Allah jika berkehendak untuk bersemayam di punggung nyamuk, maka Allah pun akan bersemayam di atasnya. Naudzu billahi min dzaalik.

Sebab kedua : Tidak adanya pehamahan mereka tentang perkara-perkara di luar kebiasaan (khawariqul ‘aadah) atau disebut karomah.

Realita yang ada saat ini, kaum wahhabi-salafi tidak pernah membicarakan tentang khawariqul ‘aadah atau karomah, bahkan mereka mengingkari karomah-karomah para wali Allah yang disebutkan oleh para ulama hafidz hadits seperti al-Hafidz Abu Nu’aim dalam kitab hilyahnya, imam Khatib al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya dan lainnya, bahkan mereka memvonis kafir kepada sebagian para wali Allah yang mayoritas ahli tasawwuf. Mereka tidak bisa mencerna karomah-karomah para wali yang ada sehingga tidak mempercayai imdadaat ruhiyyah (perkara luar biasa yang bersifat ruh) yang Allah berlakukan di tangan para wali-Nya yang bertaqwa sebagai kemuliaan Allah atas mereka.

Sedangkan dajjal akan datang dengan kesaktian-kesaktian yang lebih hebat dan luar biasa sebagai fitnah bagi orang yang Allah kehendaki, menumbuhkan tanah yang kering, menurunkan hujan, memunculkan harta duniawi, emas, permata, menghidupkan orang yang mati dan lain sebagainya, sedangkan kaum wahhabi tidak perneh membicarakan khawariqul ‘aadat semacam itu, sehingg akal mereka tidak mampu membenarkannya, oleh sebab itu ketika dajjal muncul dengan membawa khowariqul ‘aadat semacam itu disertai pengakuan rububiyyahnya, maka bagi wahabi, dajjal itu adalah Allah karena wahabi tidak mengathui sama sekali tentang khowariqul ‘aadat yang Allah jalankan atas seorang dari golongan manusia.

Mereka pun tidak mampu membedakan antara pelaku secara hakikatnya dan semata-semata sebab / perantaranya, maka bercampurlah pemahaman mereka antara kekhususan sang pencipta dengan makhluk-Nya. Seandainya mereka mengetahui bahwa apa yang terjadi dari khowariqul ‘aadat hanyalah semata-mata dari qudrah Allah, dan manusia hanyalah perantara, maka wahabi tidak akan heran atas apa yang dilakukan dajjal. Dan seandainya kaum wahabi bertafakkur atas khowariqul ‘aadat yang terjadi dari para Nabi dan wali, maka wahabi tidak akan terkena fitnah oleh khowariqul ‘aadat yang terjadi dari dajjal sebagai bentuk istidraajnya.

Yang membedakan khowariqul ‘aadat yang terjadi atas para Nabi dan dajjal adalah bahwa para nabi memperoleh hal itu sebagai penguat kebenaran yang mereka serukan, sedangkan dajjal memperoleh hal itu sebagai fitnah atas seseorang yang mengaku rububiyyah, perkara hal itu sama-sama perkara khowariqul ‘aadat (perkara luar biasa).

Sebab ketiga : Bermanhaj khowarij yakni keluar dari jama’ah muslimin dan mengkafirkan kaum muslimin.Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mensifati pengikut dajjal bahwasanya mereka adalah kaum khowarij,sebagaimana sebagian telah dijelaskan di awal :

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّى يَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ

“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn ( kurun / generasi ) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya).

Arah Timur yang Nabi maksud tidak ada lain adalah arah Timur kota Madinah yaitu Najd sebab Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah menspesifikasikan letak posisinya yaitu tempat dimana ciri-ciri khas penduduknya orang-orang yang memiliki banyak unta dan baduwi yang berwatak keras dan berhati kasar dan tempat di mana menetapnya suku Mudhar dan Rabi’ah, dan semua itu hanya ada di Najd Saudi Arabia,Nabi bersabda :

مِنْ هَا هُنَا جَاءَتِ اْلفِتَنُ ، نَحْوَ اْلمَشْرِقِ ، وَاْلجَفَاءُ وَغِلَظُ اْلقُلوْبِ فيِ اْلفَدَّادِينَ أَهْلُ اْلوَبَرِ ، عِنْدَ أُصُوْلِ أَذْنَابِ اْلإِبِلِ وَاْلَبقَرِ ،فِي رَبِيْعَةْ وَمُضَرً

“Dari sinilah fitnah-fitnah akan bermunculan, dari arah Timur, dan sifat kasar juga kerasnya hati pada orang-orang yang sibuk mengurus onta dan sapi, kaum Baduwi yaitu pada kaum Rabi’ah dan Mudhar “.(HR. Bukhari).

Maka kaum wahhabi-salafi ini adalah regenerasi dari kaum khowarij pertama di masa Nabi dan sahabat, perbedaaanya kaum khowarij pertama bermanhaj mu’aththilah (membatalkan sifat-sifat Allah), sedangkankaum neo khowarij (wahhabi) ini bermanhaj tajsim dan taysbih. Walaupun berbeda, namun sama-sama menyimpang dari aqidah Islam, dan Allah merubah manhaj mereka dari kejelekan menuju manhaj yang lebih jelek lagi sebagai balasan atas kedhaliman dan kesombongan yang memenuhi hati mereka. Atas manhaj tajsim mereka inilah menjadi penyebab wahhabi mudah terpengaruh oleh dajjal, sedangkan khowarij terdahulu jika masih ada yg mengikuti manhaj ta’thilnya tidak mungkin terpengaruh oleh dajjal, sebab sangat anti terhadap sifat-sifat Allah, mereka mensucikan Allah dari sifat gerak, pindah, bersemayam, diam, duduk, turun dan sebagainya bahkan mereka membatalkan sifat-sifat wajib Allah.

Maka dengan jelas wahabi kelak akan menjadi pengikut dajjal, Naudzu billahi min syarril wahhabiyyah wa imaamihim dajjal….
http://kabarislam.wordpress.com/2013/05/27/kenapa-wahabi-kelak-jadi-pengikut-dajjal-inilah-kajian-ilmiyah-nya/
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2013/05/19/dajjal-sang-penipu/
************************************************************************************************************
Najd Tempat Khawarij/Fitnah: Di Najd atau Di Iraq?

Ummat Islam banyak yang tidak suka saat mereka difitnah sebagai Ahlul Bid’ah, Sesat, Penyembah Kuburan, Musyrik, bahkan kafir oleh Wahabi. Bahkan ada yang dibunuh. Oleh karena itu mereka balik mngkritik Wahabi. Ada pun Wahabi yang menamakan dirinya macam-macam dari Muwahidun, Salafi, Ahlus Sunnah (Tanpa kata Jama’ah) justru marah. Mereka merasa mereka dan syeikh mereka, Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Najd difitnah oleh “Musuh-musuh Islam.”.

Siapakah yang benar? Nabi menyebut Najd, tempat kelahiran pendiri Wahabi sebagai tempat fitnah. Ini hadits-haditsnya. Silahkan baca dengan seksama. Bebaskan diri anda dari taqlid. Gunakan akal pikiran anda untuk memahaminya. Jika pun bertanya pada ulama, jangan tanya pada kelompok anda saja. Tanya pada Jumhur Ulama agar tak tersesat:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, ‘Dan Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Yaman.’ Maka, saya mengira beliau bersabda pada kali yang ketiga, ‘Di sana terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari].

Pada hadits di atas disebut ada orang Najd yang meminta Nabi agar memberkahi Najd. Saat itu dakwah Nabi belum mencapai Iraq. Selain itu ucapan Nabi tentang tanduk setan (قرن / qorn) itu sesuai dengan miqat haji orang-orang Najd di QORN yang artinya TANDUK. Jelaslah bahwa Najd yang disebut Nabi adalah Najd yang kita kenal sekarang. Bukan Iraq! Jika pun orang Iraq yang hadir, tentu mereka minta agar IRAQ yang diberkati. Bukan Najd!

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda sambil menghadap ke arah timur: Ketahuilah, sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana! Ketahuilah, sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana. Yaitu tempat muncul tanduk setan. (Shahih Muslim No.5167).

Posisi Nabi saat hadits yang menyebut tempat fitnah ada di sebelah TIMUR dan tempat MATAHARI TERBIT adalah di MADINAH. Kita harus paham dasar-dasar ilmu Geografi atau Ilmu Bumi agar bisa paham. Madinah dan Riyadh (Najd) letaknya sejajar sekitar 24 derajad lintang utara. Sementara Kufah / Najaf terletak di 32 derajad lintang utara. 8 derajad lebih utara dari kota Madinah. Sebagai perbandingan, Amman, Yordania yang ada di utara Madinah sejajar dengan Kufah yaitu di 32 derajad lintang utara. Matahari itu paling tinggi posisinya berada di 23,5 derajad lintang utara pada tanggal 21 Juni sebelum akhirnya bergerak ke selatan. Jadi matahari terbit di Madinah itu posisinya dari arah Najd yang persis ada di sebelah timur Madinah. Tidak mungkin dari Iraq yang ada di utara Madinah.
Dari sini kita paham bahwa Najd yang dimaksud adalah Najd sekarang yang memang ada tepat di sebelah timur Madinah. Bukan Iraq yang berada di utara.


http://kabarislam.wordpress.com/2012/01/16/najd-tempat-khawarijfitnah-di-najd-atau-di-iraq/
Anda bisa melihat berbagai peta kota Madinah, Najd, dan Iraq baik dari segi topografi sehingga paham daerah yang tinggi (Najd) dan yang rendah (bukan Najd), serta tempat yang di timur kota Madinah itu apa.

حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi Shahba’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410 dengan sanad shahih].

حدثنا محمد بن عبد الله بن عمار الموصلي قال حدثنا أبو هاشم محمد بن علي عن المعافى عن أفلح بن حميد عن القاسم عن عائشة قالت وقَّت رسول الله صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحُليفة ولأهل الشام ومصر الجحفة ولأهل العراق ذات عرق ولأهل نجد قرناً ولأهل اليمن يلملم

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam (Shahih Sunan Nasa’i no 2656).

Hadits Nabi di atas berulang-kali menyebut Tanduk Setan (Qorn Syaithon). Dan Miqat Haji penduduk Najd di Qarn (Tanduk). Sementara Miqat penduduk Iraq di Dzatu “Irq. Jelas bukan kalau Najd dan Iraq adalah dua nama yang berbeda yang menunjukkan dua tempat yang berbeda. Najd adalah Nejd, Najd dulu dan Najd sekarang adalah sama jadi tidak bisa ditakwil-takwilkan bahwa Iraq adalah Najd. Tidak betul itu!

Berbagai hadits di atas tentang Najd sesungguhnya menunjukkan Najd itu adalah Najd yang dikenal umum baik di zaman Nabi mau pun sekarang. Bukan tempat lainnya sebagaimana ditafsirkan Ibnu Taimiyyah ada di Kufah. Apalagi Najd yang dikenal di zaman Nabi di hadits tersebut disebut ada di TIMUR kota Madinah dan tempat terbitnya matahari. Tak mungkin penduduk Madinah melihat matahari terbit dari arah Kufah. Najd sekarang pun memang selain di Timur Madinah juga merupakan dataran Tinggi (762 hingga 1.525 meter di atas permukaan laut). Di hadits Sunan Nasa’i no 2656 Nabi menyebutkan tempat miqat bagi penduduk Iraq dan penduduk Najd. Jelas Iraq dan Najd adalah dua tempat yang berbeda.

Sebaliknya Kufah yang juga disebut An Najaf ternyata terletak di dataran rendah di lembah sungai Efrat. Jadi tidak mungkin Ibnu Taimiyyah berkata demikian. Bisa jadi ulama Wahabi memang suka mengubah-ubah tulisan sebagaimana disinyalir oleh Syekh Idahram dan juga beberapa ulama lainnya. Sehingga ada ulama yang bilang kalau beli kitab kuning sebaiknya beli di Yaman atau Mesir. Jangan di Arab Saudi sebab sudah dirubah-rubah oleh Wahabi.

Coba lihat peta Kufah (An Najaf) yang berada di daerah hijau (dataran rendah). Bukan kuning yang merupakan tanda dataran tinggi:


Apalagi Muhammad bin Abdul Wahab dikenal juga dengan Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi. Jadi bagaimana lagi mau berkelit atau mentakwil-takwilkannya dengan cara lain sehingga Najd yang dimaksud Nabi itu berbeda dengan Najd yang dikenal masyarakat Arab baik di zaman dahulu atau pun sekarang?

http://id.wikipedia.org/wiki/Najd
Ada pernyataan kelompok Salafi Wahabi mengenai celaan terhadap kota Najd yang merupakan tempat kelahiran pendiri paham Wahabi: Muhammad bin Abdul Wahab. “Apa salahnya jika lahir di Najd? Apakah otomatis akan jadi Khawarij/Sesat?”

Tidak salah memang. Apalagi jika memang orang tersebut memurnikan ajaran Islam dengan memurnikan Tauhid dan menghidupkan Sunnah. Yang jadi masalah adalah jika cara dakwahnya akhirnya menganggap sesat/kafir sesama Muslim bahkan ulama apalagi sampai membunuh sesama Muslim sehingga timbul Fitnah. Jika itu sampai terjadi, tentu orang tersebut merupakan Khawarij pembuat Fitnah yang disebut Nabi berasal dari Najd di sebelah timur kota Madinah (arah tempat terbitnya matahari di kota Madinah).

Kalau kita kaji Al Qur’an dan Hadits dan Sejarah Muhammad bin Abdul Wahhab, niscaya kita tahu bahwa perkataan dan perbuatan Muhammad bin Abdul Wahhab itu bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Coba lihat fitnah Muhammad bin Abdul Wahhab yang menuduh ummat Islam (termasuk di Mekkah dan Madinah) lebih Musyrik daripada kaum Musyrik penyembah berhala. Tersinggungkah anda jika difitnah sbg Musyrik?

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawa’id Arba’: “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu
http://muslim.or.id/manhaj/apa-itu-wahabi-1.html
http://kabarislam.wordpress.com/2013/03/12/wahabi-tuduh-muslim-lebih-syirik-dari-musyrikin-quraisy-mekkah

MBAW memfitnah ummat Islam di Mekkah, Madinah, dan kota2 lain di jazirah Arab sebagai lebih Musyrik daripada orang Kafir Quraisy Mekkah dulu. Ini jelas bertentangan dengan firman Allah untuk tidak mengolok-olok dan menggunjing sesama Muslim [Al Hujuraat 11-12]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/11/30/haram-berteman-dengan-kafir-harbi-dan-membunuh-sesama-muslim/

Menyebut Muslim sebagai Musyrik sama dengan memfitnah Muslim sebagai Murtad. Menurut Islam, hukuman bagi orang-orang Murtad adalah mati. Tak heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikut-pengikutnya akhirnya memerangi dan membunuh orang Islam di Thaif, Mekkah, Madinah, dsb.
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708).

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An Nisaa' 94].

Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud).

Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/02/07/larangan-mencaci-dan-membunuh-sesama-muslim/

Di situ juga disebut bagaimana MAW bekerjasama dengan Raja Arab guna memerangi musuhnya:
Selanjutnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan keluarga Saud untuk menegakkan Islam.
http://www.arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html

Padahal Nabi memerintahkan agar menjauhi para penguasa/raja:
Rasulullah SAW. Beliau bersabda, ”Barang siapa tinggal di padang pasir, ia kekeringan. Barang siapa mengikuti buruan ia lalai. Dan barang siapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia terkena fitnah.” (Riwayat Ahmad).
Apabila kamu melihat seorang ulama bergaul erat dengan penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah pencuri. (HR. Ad-Dailami).

Meski hadits diatas mencerca ulama yang bergaul-erat dengan penguasa, pada dasarnya jika untuk memberi nasehat kebaikan tidak masalah. Tapi jika justru memberi keburukan sehingga si Raja tersebut gemar berperang membunuh sesama Muslim, niscaya itu tidak baik.

Keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam PEPERANGAN dengan kepala-kepala suku lainnya selama 28 tahun, secara perlahan namun pasti memasuki masa kejayaannya…
Keluarga Ibnu Saud, sebagai pendukung dan unsur utama garakan ini segera menaklukkan hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Gerakan Wahabi ini akhirnya menjadi mazhab fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa
http://www.arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html

Itu adalah tulisan dari website Wahabi, arrahmah.com. Jika kita membacanya tidak dengan kritis/tidak pakai akal, niscaya kita tidak paham. Tapi jika kita menggunakan akal, niscaya kita tahu kalau Keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupannya TERLIBAT PEPERANGAN dgn “KEPALA SUKU” lain selama 28 TAHUN itu sebetulnya memerangi dan membunuh orang-orang Islam. Boleh dikata sejak zaman Sahabat seluruh Jazirah Arab itu sudah Islam. Kalau disebut perang dengan kepala suku, artinya Ibnu Saud yang dibantu MBAW itu memerangi/membunuh ummat Islam di jazirah Arab selama 28 tahun termasuk Mekkah dan Madinah yang mereka “TAKLUKKAN”. Bahkan lebih karena diteruskan oleh penggantinya. Tidak ada di situ disebut perang melawan Inggris.

Nabi itu utusan Allah. Beliau bicara tidak sembarangan. Tapi dari Wahyu Allah. Banyak hadits tentang Fitnah (Pembunuhan) dari Najd. Baik saat ada orang Najd datang ke Nabi, Najd dari arah Timur dan Najd dari arah matahari terbit. Lintang Utara Madinah dgn Najd (mis: Riyadh) sejajar=24 derajad lintang utara. Matahari paling utara di 23,5 derajad lintang utara. Sementara Syams atau Iraq itu 32 derajad Lintang Utara lebih. Baik Syams mau pun Iraq lebih dekat disebut Utara (Syimal) ketimbang Timur.

Selain itu ada hadits Miqat orang Iraq di Zati ‘Irq sedang Najd di Qorn. Qorn ini artinya TANDUK. Identik dgn hadits tentang Qornus Shaython. Tanduk Setan. Najd itu artinya tanah tinggi. Sesuai dgn Najd yg tingginya sekitar 1000 meter di atas laut. Ada pun Iraq itu tanah rendah. Kurang dari 50 meter.
Dajjal tidak bisa masuk Mekkah dan Madinah. Tapi pengikutnya bisa:
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada satu negeri yang tidak dimasuki Dajjal, kecuali Mekah dan Madinah, dan tidak ada satu jalan di Madinah, kecuali terdapat malaikat yang berbaris menjaganya. Maka Dajjal singgah di daerah rawa, kemudian Madinah bergoncang tiga kali goncangan, sehingga seluruh orang kafir dan munafik keluar dari sana menuju ke tempat Dajjal. (Shahih Muslim No.5236).

Cuma ya terserah. Mau percaya syukur, tidak percaya juga silahkan. Peta ini insya Allah jelas bagi orang2 yg bertakwa

Silahkan baca juga:
Salafi Wahabi Memecah Belah Islam dari Dalam
Beberapa Kekeliruan Salafi Wahabi
Muhammad bin Abdul Wahhab: Mujaddid atau Fitnah dari Najd?
http://bicarasalafy.wordpress.com/2011/03/11/dimanakah-masyriq-pada-hadis-fitnah-najd-rabiah-mudhar-ahlul-masyriq/

Membantah Salafy: Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq.
Posted by bicarasalafy pada Maret 11, 2011
Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq
SUMBER: Analisis Pencari Kebenaran.

Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq.
Tulisan ini bisa dibilang pengulangan yang disertai dengan sedikit tambahan untuk membungkam para salafy berkaitan dengan hadis Najd. Seperti yang kita ketahui bersama, salafy berkeras [bin ngotot] kalau Najd yang dimaksud dalam hadis Fitnah Najd adalah Iraq bukannya Najd yang ada di Jazirah Arab. Cara pendalilan mereka ini telah kami bahas dan merupakan fallacy [sesat pikir] yang sangat nyata [bagi yang belum membacanya maka silakan membaca beberapa tulisan kami tentang Najd].

Hadis Tanduk Setan Kontroversi Najd dan Irak.
Analisis Hadis Tanduk Setan Najd Bukan Irak.
Najd Bukan Irak Bantahan Bagi Salafy.
Hadis Fitnah Timur : Najd.

حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن عكرمة بن عمار عن سالم عن ابن عمر قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم من بيت عائشة فقال رأس الكفر من ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان يعني المشرق

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim dari Ibnu Umar yang berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari pintu rumah Aisyah dan berkata “sumber kekafiran datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan yaitu timur [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].

وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب عن سالم بن عبدالله عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال وهو مستقبل المشرق ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان

Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata dan Beliau menghadap kearah timur “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan” [Shahih Muslim 4/2228 no 2905].

Kedua hadis di atas dengan jelas menyebutkan tentang masyriq [timur] sebagai arah tempat datangnya fitnah atau arah munculnya tanduk setan. Pertanyaannya adalah timur yang dimana?. Salafy mengatakan bahwa di masa arab dahulu istilah timur barat sama halnya dengan istilah kanan kiri. Artinya di sebelah kanan adalah timur dan disebelah kiri adalah barat. Salafy menginginkan dengan pengertian tersebut maka arah timur yang dimaksud tidak mesti tepat di timur arah mata angin sekarang. Syubhat salafy ini terbantahkan dengan adanya berbagai hadis shahih yang menunjukkan kalau arah timur yang dimaksud adalah arah matahari terbit. Yaitu hadis berikut:

حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى رسول الله صلى الله عليه و سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla bani hasyim yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi Shahba’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410 dengan sanad shahih].

حدثنا موسى بن هارون ثنا عبد الله بن محمد بوران نا الأسود بن عامر نا حماد بن سلمة عن يحيى بن سعيد عن سالم عن بن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم استقبل مطلع الشمس فقال من ها هنا يطلع قرن الشيطان وها هنا الفتن والزلازل والفدادون وغلظ القلوب

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Harun yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Fuuraan yang berkata telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Yahya bin Sa’id dari Salim dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap kearah matahari terbitseraya berkata “dari sini muncul tanduk setan, dari sini muncul fitnah dan kegoncangan dan orang-orang yang bersuara keras dan berhati kasar [Mu’jam Al Awsath Thabrani 8/74 no 8003 dengan sanad shahih].

Tidak hanya soal arah yang dimaksud timur matahari terbit. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga menyebutkan nama tempat yang dimaksud yang sesuai dengan arah timur matahari terbit dari Madinah. Tempat tersebut adalah Najd

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ الْحَسَنِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah muncul tanduk setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037].

Najd disini bukanlah Iraq karena antara Najd dan Iraq hanya Najd yang merupakan tempat dengan arah timur matahari terbit dari Madinah. Salafy bisa saja berdalih kalau Iraq juga terletak di timur madinah dengan alasan kanan Madinah adalah timur dan kiri Madinah adalah barat tetapi dalih tersebut tertolak dengan penjelasan arah yang dimaksud adalah timur matahari terbit. Irak tidak terletak pada arah timur matahari terbit. Siapapun yang berada di Madinah dan menyaksikan arah terbitnya matahari kemudian ia menelusuri jalan dengan arah tersebut maka ia akan sampai di Najd bukan di Iraq.

Selain menunjukkan nama tempat tersebut, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga menyebutkan ciri-ciri orang atau penduduk di tempat tersebut. Diantaranya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyebutkan kalau orang-orang disana [tempat munculnya fitnah] adalah orang yang berhati sombong dan angkuh termasuk pengembala unta atau dikenal dengan sebutan Ahlul wabar.

حدثنا يحيى بن يحيى قال قرأت على مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال رأس الكفر نحو الشرق والفخر والخيلاء في أهل الخيل والإبل الفدادين أهل الوبر والسكينة في أهل الغنم

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya yang berkata qara’tu ala [aku membacakan kepada] Malik dari Abi Zanad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “sumber kekafiran datang dari timur, kesombongan dan keangkuhan adalah milik orang-orang pengembala kuda dan unta Al Faddaadin Ahlul Wabar [arab badui] dan kelembutan ada pada pengembala kambing [Shahih Muslim 1/71 no 52].

حدثنا عبدالله بن عبدالرحمن أخبرنا أبو اليمان عن شعيب عن الزهري حدثني سعيد بن المسيب أن أبا هريرة قال سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول جاء أهل اليمن هم أرق أفئدة وأضعف قلوبا الإيمان يمان والحكمة يمانية السكينة في أهل الغنم والفخر والخيلاء في الفدادين أهل الوبر قبل مطلع الشمس

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abul Yaman dari Syu’aib dari Az Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Al Musayyab bahwa Abu Hurairah berkata aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Penduduk Yaman datang, mereka bertingkah laku halus dan berhati lembut iman di Yaman, hikmah di Yaman, kelembutan ada pada penggembala kambing sedangkan kesombongan dan keangkuhan ada pada orang-orang Faddadin Ahlul Wabar [arab badui] di arah terbitnya matahari [Shahih Muslim 1/71 no 52]
Kedua hadis di atas menyebutkan tempat munculnya fitnah adalah tempat pada arah timur matahari terbit dimana orang-orang disana dikenal sebagai pengembala unta, orang yang berhati kasar sombong dan angkuh yang merupakan tabiat kebanyakan dari ahlul wabar atau arab badui. Ahlul wabar bisa diartikan sebagai orang arab badui karena tempat tinggal mereka terbuat dari al wabr atau bulu. Di masa Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] Ahlul wabar tinggal di Najd.

Rabi’ah dan Mudhar Ahlul Masyriq.
Selain menyebutkan ciri-ciri mereka, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga menyebutkan kabilah mereka yang dikenal sebagai Rabiah dan Mudhar. Rabi’ah dan Mudhar dikenal sebagai Ahlul Masyriq [penduduk timur] di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].

حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن إسماعيل قال حدثني قيس عن عقبة بن عمرو أبي مسعود قال أشار رسول الله صلى الله عليه وسلم بيده نحو اليمن، فقال الإيمان يمان هنا هنا، ألا إن القسوة وغلظ القلوب في الفدادين، عند أصول أذناب الإبل، حيث يطلع قرنا الشيطان، في ربيعة ومضر

Telah menceritakan kepada kami Musaddad yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma’il yang berkata telah menceritakan kepadaku Qais bin Uqbah bin Amru Abi Mas’ud yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan tangannya kearah Yaman dan berkata “Iman di Yaman disini dan kekerasan hati adalah milik orang-orang Faddadin [arab badui atau pedalaman] yang sibuk dengan unta-unta mereka dari arah munculnya tanduk setan [dari]Rabi’ah dan Mudhar [Shahih Bukhari no 3126]
Dalil-dalil di atas hanya pengulangan dari tulisan kami sebelumnya tetapi disini akan kami tambahkan sedikit dalil shahih kalau Rabiah dan Mudhar adalah penduduk Masyriq [timur] di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Berikut hadis yang memuat keterangan tentang Rabi’ah dan Mudhar

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ قَالَ كُنْتُ أُتَرْجِمُ بَيْنَ ابْنِ عَبَّاسٍ وَبَيْنَ النَّاسِ فَقَالَ إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ الْوَفْدُ أَوْ مَنْ الْقَوْمُ قَالُوا رَبِيعَةُ فَقَالَ مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا نَدَامَى قَالُوا إِنَّا نَأْتِيكَ مِنْ شُقَّةٍ بَعِيدَةٍ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ وَلَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلَّا فِي شَهْرٍ حَرَامٍ فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا نَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ أَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ قَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وَتُعْطُوا الْخُمُسَ مِنْ الْمَغْنَمِ وَنَهَاهُمْ عَنْ الدُّبَّاءِ وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّتِ قَالَ شُعْبَةُ رُبَّمَا قَالَ النَّقِيرِ وَرُبَّمَا قَالَ الْمُقَيَّرِ قَالَ احْفَظُوهُ وَأَخْبِرُوهُ مَنْ وَرَاءَكُمْ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ghundar yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abi Jamrah yang berkata saya pernah menjadi penterjemah antara Ibnu Abbas dan orang-orang. [Ibnu Abbas] berkata “sesungguhnya delegasi [utusan] Abdul Qais pernah mendatangi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “siapakah utusan itu atau kaum itu?”. [para sahabat] berkata “Rabi’ah”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “selamat datang kaum atau utusan semoga tidak ada kesedihan dan penyesalan. Mereka berkata “kami datang dari perjalanan jauh dan diantara tempat tinggal kami dan tempat tinggal-Mu terdapat perkampungan kaum kafir Mudhar sehingga kami tidak bisa datang kepadaMu kecuali pada bulan haram maka perintahkanlah kepada kami perintah yang dapat kami ajarkan kepada orang-orang di tempat kami dan karenanya kami dapat masuk surga. Maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan kepada mereka empat hal dan melarang mereka empat hal, memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah ‘azza wajalla satu-satunya. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “tahukah kalian arti beriman kepada Allah satu-satunya?”. Mereka berkata “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan mendirikan Shalat dan menunaikan zakat dan berpuasa di bulan ramadhan dan memberikan seperlima [khumus] dari harta rampasan perang [ghanimah] . Dan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang mereka dari meminum Ad Dubaa’ Al Hantam dan Al Muzaffat. Syu’bah berkata “terkadang Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyebutkan An Naqiir dan terkadang berkata Muqayyir. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “hafalkanlah itu dan kabarkanlah kepada orang-orang di tempat kalian” [Shahih Bukhari 1/29 no 87].

Hadis di atas menjelaskan bahwa kabilah Abdul Qais adalah salah satu dari Kabilah Rabi’ah dan diantara tempat tinggal mereka dan tempat tinggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di madinah terdapat tempat tinggal kabilah Mudhar [yang masih kafir]. Pertanyaannya siapakah kabilah Abdul Qais ini dan dimana mereka tinggal. Terdapat dalil shahih yang menyebutkan kalau Abdul Qais termasuk penduduk Masyriq [timur].

حدثنا أحمد قال حدثنا شباب قال حدثنا عون بن كهمس قال حدثنا هشام بن حسان عن محمد بن سيرين عن أبي هريرة عن النبي قال خير أهل المشرق عبد القيس

Telah menceritakan kepada kami Ahmad yang berkata telah menceritakan kepada kami Syabaab yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aun bin Kahmas yang berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin Hassaan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang bersabda “penduduk Masyriq [timur] yang paling baik adalah Abdul Qais” [Mu’jam Al Awsath Thabrani 2/171 no 1615].

Hadis ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya. Berikut adalah keterangan mengenai para perawinya.

Ahmad syaikh [guru] Thabrani dalam sanad di atas adalah Ahmad bin Husein bin Nashr Abu Ja’far Al ‘Askariy . Daruquthni menyatakan kalau ia seorang yang tsiqat [Su’alat Hamzah 1/146 no 144].

Syabab adalah Khalifah bin Khayaath termasuk salah satu syaikh [guru] Bukhari. Ibnu Adiy menyatakan ia hadisnya lurus shaduq. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan menyatakan ia mutqin. Maslamah berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 3 no 304]. Adz Dzahabi menyatakan ia shaduq [Al Kasyf no 1409].

‘Aun bin Kahmas adalah salah satu perawi Abu Dawud. Telah meriwayatkan darinya jamaah tsiqat. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak dikenal”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Dawud berkata “tidak disampaikan kepadaku kecuali yang baik” [At Tahdzib juz 8 no 313]. Ibnu Hajar menyatakan ia maqbul tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir Taqrib At Thadzib no 5225]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 4319].

Hisyam bin Hassaan adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Ma’in, Al Ijli, Ibnu Saad Ibnu Syahin, Utsman bin Abi Syaibah dan Ibnu Hibban menyatakan tsiqat. Abu Hatim dan Ibnu Adiy berkata “shaduq”. [At Tahdzib juz 11 no 75]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat dan termasuk orang yang tsabit riwayatnya dari Ibnu Sirin [At Taqrib 2/266].

Muhammad bin Sirin adalah perawi kutubus sittah tabiin yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit dan ahli ibadah [At Taqrib 2/85]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat hujjah [Al Kasyf no 4898]
Hadis di atas menyebutkan kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyebut Abdul Qais sebagai ahlul masyriq [penduduk timur] yang paling baik. Apakah masyriq [timur] yang dimaksud?. Arah timur manakah yang dimaksud?. Dimana sebenarnya tempat tinggal kabilah Abdul Qais?. Perhatikan hadis berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ أَبِي جَمْرَةَ الضُّبَعِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ أَوَّلَ جُمُعَةٍ جُمِّعَتْ بَعْدَ جُمُعَةٍ فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِ عَبْدِ الْقَيْسِ بِجُوَاثَى مِنْ الْبَحْرَيْنِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al ‘Aqdiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahman dari Abi Jamrah Adh Dhuba’iy dari Ibnu Abbas yang berkata “sesungguhnya shalat jum’at yang pertama dilakukan setelah shalat jum’at di masjid Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah di masjid kabilah Abdul Qais di Juwatsa daerah Bahrain [Shahih Bukhari 2/5 no 892].

Jadi kabilah Abdul Qais yang termasuk salah satu kabilah Rabi’ah tinggal di Bahrain. Dimanakah Bahrain?. Bahrain adalah kawasan yang terletak di sebelah timur arah matahari terbit dari madinah. Kalau Bahrain adalah tempat tinggal kabilah Abdul Qais maka dimanakah tempat tinggal kafir Mudhar yang disebutkan dalam hadis Bukhari sebelumnya terletak di antara madinah [tempat tinggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Bahrain [tempat tinggal Abdul Qais]. Jawabannya gampang, ambil peta dan lihat tempat itu adalah Najd.

أخبرنا عمر بن سعيد بن سنان قال أخبرنا أحمد بن أبي بكر عن مالك عن عبد الله بن دينار عن ابن عمر أنه قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يشير نحو المشرق ويقول ( ها إن الفتنة ها هنا إن الفتنة ها هنا من حيث يطلع قرن الشيطان ) قال أبو حاتم رضي الله عنه مشرق المدينة هو البحرين و مسيلمة منها وخروجه كان أول حادث حدث في الإسلام

Telah mengabarkan kepada kami Umar bin Sa’id bin Sinaan yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abu Bakar dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar yang berkata sesungguhnya aku melihat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengarahkan tangannya kea rah timur dan berkata “dari sini fitnah dari sini fitnah dari sini dari arah munculnya tanduk setan”. Abu Hatim berkata “timur madinah adalah Bahrain, Musailamah berasal darinya dan keluar darinya dialah yang pertama membuat bid’ah dalam islam” [Shahih Ibnu Hibban 15/24 no 6648 Syaikh Al Arnauth berkata “shahih dengan syarat Bukhari Muslim]
Kawasan Bahrain dan sekitarnya termasuk Najd adalah kawasan yang di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dikenal sebagai masyriq [timur] sehingga penduduknya Rabi’ah dan Mudhar disebut sebagai ahlul masyriq.


Jadi hadis fitnah yang katanya muncul dari arah timur matahari terbit dari arah munculnya tanduk setan dari Rabiah dan Mudhar maka sangat jelas tempat yang dimaksud adalah Najd sebagaimana yang tertera jelas dalam hadis shahih.

Catatan : sedikit tentang Bahrain, dahulu Bahrain meliputi daerah kawasan timur yaitu Ahsa, Qatif dan Awal. Sekarang Ahsa dan Qatif menjadi bagian dari propinsi timur Arab Saudi dan Awal menjadi yang sekarang dikenal sebagai kepulauan Bahrain. Jadi dahulu Bahrain itu bersebelahan dengan Najd. Selengkapnya tentang Bahrain dapat dibaca disini. Gambar dicomot dari Mbah Gugel blog-nya salafytobat
http://jalansunnah.wordpress.com/2011/08/13/menuntaskan-fitnah-najd-sebagai-negeri-dua-tanduk-setan/

Menuntaskan Fitnah NAJD Sebagai Negeri Dua Tanduk Setan.
Posted on Agustus 13, 2011 | 1 Komentar
“….katakanlah Najd yang dimaksud adalah Najd Hijaz dan diantara dua tanduk Syaitan tersebut adalah Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab -rahimahullah- dengan ‘Wahhabi’nya… maka konsekuensi logisnya adalah ‘Wahhabi’ merupakan ‘Ajaran Syaitan’ dan pengikutnya adalah ‘Syaitan Manusia’,
dan konsekuensi logisnya lagi adalah ‘Anti-Wahhabi’ meyakini bahwa Haramain (Makkah & Madinah) telah dikuasai oleh ‘Syaitan’.Apakah ini tidak bertentangan dengan sekian banyak dalil yang menyatakanbahwa Syaitan tidak mampu memasuki Makkah dan Madinahyang merupakan benteng terakhir Ummat Islam ?…..”
Dajjal tidak bisa masuk Mekkah dan Madinah. Tapi pengikutnya bisa:

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada satu negeri yang tidak dimasuki Dajjal, kecuali Mekah dan Madinah, dan tidak ada satu jalan di Madinah, kecuali terdapat malaikat yang berbaris menjaganya. Maka Dajjal singgah di daerah rawa, kemudian Madinah bergoncang tiga kali goncangan, sehingga seluruh orang kafir dan munafik keluar dari sana menuju ke tempat Dajjal. (Shahih Muslim No.5236)
* * *
Sumber : http://syaikhulislaam.wordpress.com/2011/02/21/fitnah-dari-timur/
http://kabarislam.wordpress.com/2012/01/16/najd-tempat-khawarijfitnah-di-najd-atau-di-iraq/
http://kaahil.wordpress.com/2011/08/08/kupas-tuntas-wahaby-nejd-saudi-arabia-hadits-fitnah-negeri-dua-tanduk-setan-%E2%80%9C-disana-muncul-kegoncangan-dan-fitnah-dan-disanalah-akan-muncul-tanduk-setan%E2%80%9D/
http://ummatipress.com/2013/01/07/miqat-haji-menyingkap-misteri-najd-dan-fitnah-qarn-tanduk-setan/


GUNDUL WAHHABI.
Oleh Khoirul Hatifh Yhan Maulana.
Fitnah DARI Timur.Wahabi berkilah Nejd di Irak?
Suruh menghubungkan Nejd Irak dengan Dongeng Rustum!!!
Wahabi membual tentang Rustum?
Suruh saja menghubungkan cerita itu dengan Irak!!!
Pasti tidak akan bisa. Andai seluruh Kitab Rekayasa Wahabi di seluruh dunia dikumpulkan untuk membantahnya, atau seluruh syeikhnya mulai dari barat hingga timur dikumpulkan untuk menjawabnya, TIDAK AKAN BISA MENJAWABNYA.

Gundul Wahhabi.
Yang jelas, anda pasti kena marah besar plus sumpah serapah Atau, disuruh beristighfar, bertaubat!!!
Jawaban? Jangan harap. Sampai kiamat tak akan ada jawabannya karena kebenaran wahyu Allah tak mungkin dapat dibantah. Hadits Nabi saw tak mungkin dapat dipatahkan!!!

Supaya makin jelas, kali ini akan saya utarakan tentang satu lagi ciri tanduk syaitan. Dalam hadits tanduk syetan, terdapat kalimat:

سيماهم التحليق

“tanda-tanda mereka adalah bercukur gundul”
 

Kok Wahabi gak gundul?
Ya kalo hari gini wahhabi mau bergundul-gundul ria, namanya bunuh diri, mbah…..


Ceritanya begini, mbah:
Dulu, Muhammad bin Abdul Wahab, tiap ada pemeluk baru masuk, langsung disuruh cukur gundul. Alasannya, itu rambut masa kemusyrikan. Langsung cukur habis alias gundul. Laki maupun perempuan. Plontos, men!

Suatu ketika, datang seorang wanita melabrak MBAW. “Kau telah memerintahkan wanita untuk dicukur gundul. Tahukah kau bahwa rambut bagi wanita bernilai seperti jenggot pada laki-laki arab? Mengapa tidak kau cukur juga jenggot para laki2? Bukankah itu juga jenggot masa kemusyrikan?”
Muhammad bin Abdul Wahhab langsung diam. Bingung, mbah………….!
Nah, sejak saat itu, acara pergundulan rambut musyrik mulai mereda. Dicancel sedikit demi sedikit biar gak kentara. Sambil menjaga kewibawaan sang syekh supaya gak kehilangan muka.

Mau lari dari hadits Nabi?! Eh, cucunya sendiri ngaku, Cucu Muhammad bin Abdul Wahhab, Abdul Aziz bin Hamd berkata:

الحلق هو العادة عندنا، ولا يتركه إلا السفهاء عندنا، فنهى عن ذلك نهي تنزيه لا نهي تحريم سدا للذريعة؛ ولأن كفار زماننا لا يحلقون فصار في عدم الحلق تشبها بهم. انتهى من مجموعة الرسائل والمسائل4/578

“Bercukur gundul adalah kebiasaan kami, hanya orang bodoh saja yang enggan gundul. Tapi tidak bergundul juga gak apa-apa, tidak sampai derajat haram. Orang-orang kafir di masa kita tidak bergundul. Maka meninggalkan bergundul bisa menjadi tasyabbuh dengan mereka”. Majmu’ah Rosail wal Masa’il juz 4 hal 578.

Pada kesempatan lain, dia juga berkata, “Sesungguhnya yg dilarang itu mencukur sebagian dan membiarkan sebagian”.
Yang jelas, belum ada satu aliran sesatpun di muka bumi ini, yang menyuruh untuk bercukur gundul kecuali Wahabi.
Tahliq ini makin membuat bingung Wahabi dalam menghubungkan antara Timur (Irak), Rustum dan Tahliq.

Salam.

Terkait Berita: