Siapakah
dan bagaimana karakteristik Tsauban? Apakah Ahlulbaitas memiliki
pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya? Apa yang dimaksud oleh Maula
dalam kalimat "Tsauban Maula Rasulullah?"
Jawaban Global:
Tsauban yang dikenal sebagai Maula Rasulullah adalah salah satu dari
budak atau belian yang dibebaskan oleh Rasulullah. Setelah bebas, ia
menjadi sahabat Rasul dan Ahlulbait As. Terdapat riwayat dalam sebagian
kitab-kitab hadis yang menjelaskan tentang kecintaan mendalam lelaki ini
terhadap Rasulullah Saw dan keluarganya.
Jawaban Detil:
Tsauban adalah nama dari beberapa sahabat Rasulullah Saw, akan tetapi
nama Tsauban dengan sebutan Maula Rasulullah[1] hanya dikatakan pada
satu orang.[2]
Dengan demikian, Tsauban adalah salah satu dari sahabat Rasulullah,
dengan sedikit informasi yang ada mengenainya, setidaknya bisa diketahui
tentang kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah Saw dan
keluarganya.
Dalam Rijâl Syaikh Thûsi dikatakan bahwa Tsauban yang mempunyai
kuniyah (julukan) Abu Abdillah adalah salah satu sahabat Rasulullah
saw.[3] Dan menurut nukilan Asqalani dalam al-Ishâbah, Tsauban adalah di
antara sahabat terkenal Rasulullah Saw yang pada awalnya, dibeli oleh
kemudian dibebaskan oleh Rasulullah saw. Namun setelah dibebaskan, ia
sendiri memilih untuk berkhidmat kepada Rasulullah saw hingga akhir
kehidupan beliau.[4]
Meski dalam literatur-literatur riwayat Syiah yang terkenal seperti
kitab-kitab Arba'ah (Kutub al-Arba'ah), tidak ada satupun riwayat yang
menukilkanya, akan tetapi dalam literatur-literatur lain telah
dinukilkan sejumlah hadis-hadis riwayat mengenainya.
Di antara riwayat-riwayat yang ada yang bercerita dan menggambarkan
tentang kecintaannya kepada Rasulullah Saw dan Ahli Baitnya adalah
riwayat mengenai Rasulullah Saw yang menanyakan kecintaan Tsauban
kepadanya dan kepada Ahli Bait As, dimana Tsauban menjawab, "Demi Allah,
jika tubuhku terpotong-potong dengan pedang atau tergunting-gunting,
atau terbakar di dalam api .... bagiku lebih mudah daripada memiliki
ketakikhlasan terkecil dalam kalbuku terhadap Anda, Ahlulbait dan para
sahabat."[5]
Thabarsi dalam Majma' al-Bayan setelah menyebutkan ayat, "Dan barang
siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi,
para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan
mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."[6] mengatakan, "Disebutkan
bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsauban, pelayan Rasulullah
Saw, karena suatu hari ia mendatangi Rasulullah dalam keadaan khawatir
dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang telah terjadi.
Tsauban menjawab, "Wahai Rasulullah! Saya tidak sedang sakit, akan
tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya tidak akan
melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke
surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan
dan derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki,
sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih." Saat
inilah kemudian ayat ini diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda
kepadanya, "Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi
sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya,
istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya."[7]
Dengan demikian, dengan memperhatikan persoalan yang telah
dijelaskan, Tsauban dapat dianggap sebagai salah satu dari pecinta
Rasulullah dan keluarga sucinya.
Akan tetapi dari konteks yang ada, makna kata maula yang terdapat
untuk Tsauban (Tsauban Maula Rasulullah) dapat bermakna "Orang yang
telah dibebaskan oleh Rasulullah" atau bermakna abdi atau budak
Rasulullah, akan tetapi dengan memperhatikan bahwa Tsauban dari awal
telah dibebaskan oleh Rasulullah, maka makna pertama lebih sesuai
baginya.
Terakhir, kami ingatkan bahwa mengenai Tsauban tidak terdapat banyak
riwayat dalam literatur Syiah, oleh karena itu tidak bisa ditemukan
satupun pandangan dari Ahlulbait mengenai riwayatnya.
Referensi:
[1]. Kata "wilâyah" dan "maulâ" berasal dari akar kata wali, dan para
ahli linguistik menyebutkan bermacam makna untuk kata ini, seperti,
malik atau pemilik, abdi atau budak, mu'thiq (pembebas), mu'thaq (yang
telah terbebas), shâhib (pemilik), qarîb (seperti anak lelaki paman),
jâr (tetangga), hâlif (seperjanjian), ibnu (putra), paman dari pihak
ayah, rabb (tuan pemelihara), nâshir (penolong), mun'im (yang diberikan
karunia), nâzil (yang turun), syarîk (mitra), ibnu al-ukht (anak lelaki
dari saudara perempuan), muhibb (pecinta), tabi', shahr (menantu
lelaki), aula bitasharruf (seseorang yang dari satu aspek lebih layak
untuk memanfaatkan sesuatu dari orang lain), diadaptasi dari indeks
"Makna Wilayah", Pertanyaan 153 (Site: 1156).
Membuka rahasia pribadi sejatinya membuat lisan manusia terjatuh ke jurang ketidakpercayaan.
Imam Ali as berkata, "Rahasia pribadimu akan membuatmu tetap
ceria dan gembira selama masih kau tutupi dan tertutupi. Namun bila
sudah terbuka, maka akan membuatmu gundah dan sedih." (Ghurar al-Hikam, hal 436)
Dalam riwayat-riwayat Islam, ada dua hal yang patut untuk
diperhatikan; pertama, membuka rahasia pribadi itu dilarang, sementara
kedua dan sebaliknya, menyembunyikan rahasia pribadi mendapatkan pujian
dan penghargaan.
"Berkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat itu ada pada saat
menyembunyikan rahasia dan bersikap baik pada orang-orang yang baik.
Sementara berkumpulnya semua keburukan itu ada pada saat membuka rahasia
dan berkawan dengan orang-orang yang jelek." (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 649)
Di dalam Nahjul Balaghah Imam Ali as berkata, "Orang yang
menyembunyikan rahasia pribadinya akan senantiasa menjadi pemegang
kendali urusan dirinya." (Nahjul Balaghah, hikmah 162).
Melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengganggu dalam riwayat-riwayat Islam disebut dengan "Ta'annut".
Terkait masalah ini Imam Ali as berkata:
"Sal Tafaqquhan Wa La Tas'al Ta'annutan, Wa Innal ‘Jaahilal
Muta'allima Syabiihun Bil'Aalimi, Wa Innal ‘Aalimal Muta'assifa
(Muta'annifa) Syabiihun Bil Jaahilil Muta'anniti..."
Bertanyalah untuk memahami dan janganlah bertanya untuk mengganggu.
Karena sesungguhnya seorang jahil yang belajar sama seperti seorang yang
pandai. Sebaliknya, seorang pandai yang menyimpang sama seperti seorang
jahil yang mengganggu dan keras kepala." (Nahjul Balaghah, kata-kata
hikmah, 320)
Di bagian lain beliau berkata:
"Orang-orang akan mengalami penurunan dan gangguan akal karena
kecenderungan tabiatnya, kecuali orang yang dijaga oleh Allah Swt.
Orang-orang yang mengalami kekurangan dan gangguan akal ini kalau
bertanya isinya hanya ingin mengganggu dan mencari cela orang lain,
namun bila menjawab pertanyaan mereka akan mengalami kesusahan." (Nahjul
Balaghah, kata-kata hikmah, 343).
Tulisan ini dibuat sebagai penjelasan terhadap tulisan sebelumnya yang ternyata mengundang keributan yang makin lama menjadi semakin aneh.
Inti dari tulisan ini adalah soal akhlak seorang muslim dalam ucapannya
yang ditujukan kepada saudaranya sesama Muslim. Terdapat beberapa jenis
ucapan yang harus dijaga dengan hati-hati oleh seorang Muslim agar
mereka tidak sembarangan melontarkannya kepada saudaranya sesama Muslim
karena ucapan tersebut memiliki konsekuensi yang berat.
حدثني زهير بن حرب حدثنا عبدالصمد بن
عبدالوارث حدثنا أبي حدثنا حسين المعلم عن ابن بريدة عن يحيى بن يعمر أن
أبا الأسود حدثه عن أبي ذر أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ليس
من رجل ادعي لغير أبيه وهو يعلمه إلا كفر ومن ادعى ما ليس له فليس منا
وليتبوأ مقعده من النار ومن دعا رجلا بالكفر أو قال عدو الله وليس كذلك إلا
حار عليه
Telah menceritakan kepadaku Zuhair
bin Harb yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdus Shamad bin
‘Abdul Waarits yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang
berkata telah menceritakan kepada kami Husain Al Mu’allimi dari Ibnu
Buraidah dari Yahya bin Ya’mar bahwa Abul Aswad menceritakan kepadanya
dari Abi Dzar yang mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
bersabda “Tidaklah seseorang mengakui orang lain sebagai ayahnya padahal
ia mengetahui [bahwa ia bukan ayahnya] kecuali ia kafir. Barang siapa
mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami dan
hendaknya ia menyiapkan tempat duduknya di neraka. Barang
siapa yang memanggil seseorang dengan “kafir” atau berkata “musuh
Allah” padahal tidak demikian maka perkataan itu berbalik kepadanya [Shahih Muslim 1/79 no 61]
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits dari
Al Husain dari ‘Abdullah bin Buraidah yang berkata telah menceritakan
kepadaku Yahya bin Ya’mar bahwa Abul Aswad Ad Diyaliy telah menceritakan
kepadanya dari Abu Dzar radiallahu ‘anhu yang mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan “Tidaklah
seseorang melempar [ucapan] kepada orang lain Fasiq dan tidaklah ia
melempar [ucapan] kafir kecuali perkataan itu kembali kepadanya jika
ternyata sahabatnya itu bukan demikian” [Shahih Bukhari 8/15 no 6045].
Hadis Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas menyebutkan bahwa seorang muslim harus berhati-hati dalam melontarkan ucapan “kafir” ucapan “fasik” atau ucapan “musuh Allah”
kepada saudaranya sesama Muslim. Karena konsekuensi dari ucapan ini
adalah berat yaitu jika ternyata orang tersebut bukanlah demikian maka
ucapan itu akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.
Disini yang ditekankan adalah akhlak
seorang muslim dalam menjaga lisannya. Tidak boleh karena ia merasa
seseorang melakukan dosa besar atau bermaksiat atau melanggar syariat
maka ia melontarkan ucapan “kafir” atau ucapan “fasik” atau ucapan
“musuh Allah”. Dikhawatirkan ternyata orang tersebut tidak demikian,
bisa jadi berita yang sampai kepada kita tentangnya adalah fitnah atau
bisa jadi ia telah bertaubat atas hal itu sehingga Allah SWT mengampuni
dosanya maka perkataan seperti itu akan berbalik kepada diri kita
sendiri.
Tidak benar jika dikatakan bahwa hadis
Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas itu hanya terkait dengan kekafiran.
Sehingga ada yang mengatakan kalau lafaz “musuh Allah” disana maksudnya
“musuh Allah” dalam hal kekafiran saja. Ini namanya membuat batasan
sendiri. Jika kita memperhatikan kedua hadis Bukhari dan Muslim di atas
maka kita dapat melihat kedua hadis itu memiliki sanad yang sama dan
matannya saling menjelaskan. Di hadis Muslim disebutkan ucapan “kafir” dan ucapan “musuh Allah” sedangkan di hadis Bukhari disebutkan ucapan “kafir” dan ucapan “fasik”.
Maka disini dapat dilihat bahwa perkataan “musuh Allah” disana juga
termasuk musuh Allah dalam hal kefasiqan tidak hanya kekafiran.
Sebagaimana telah ma’ruf kalau fasiq itu berbeda dengan kafir.
Jadi jika ada orang yang menuduh orang
lain melakukan suatu pelanggaran syariat atau dosa besar kemudian ia
berucap pada orang tersebut “wahai Musuh Allah” maka ia sudah
terkena ke dalam hadis Abu Dzar radiallahu ‘anhu di atas. Lantas
bagaimana jika hal seperti itu terjadi, bukankah salah seorang dari
kedua orang tersebut adalah musuh Allah?. Tentu kalau kita mengandalkan
silogisme [penarikan kesimpulan dua premis] maka pertanyaan seperti itu
adalah hal yang wajar. Tetapi patut diingat bahwa bukanlah tugas atau
hak seorang muslim untuk menetapkan seseorang itu sebagai Musuh Allah
atau bukan. Jadi kami pribadi menganggap bahwa penetapan seperti itu
adalah mutlak milik Allah SWT.
حدثنا سويد بن سعيد عن معتمر بن سليمان عن
أبيه حدثنا أبو عمران الجوني عن جندب أن رسول الله صلى الله عليه و سلم حدث
أن رجلا قال والله لا يغفر الله لفلان وإن الله تعالى قال من ذا الذي
يتألى علي أن أغفر لفلان فإني قد غفرت لفلان وأحبطت عملك أو كما قال
Telah menceritakan kepada kami Suwaid
bin Sa’id dari Mu’tamar bin Sulaiman dari Ayahnya yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu ‘Imran Al Jawniy dari Jundab bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam] menceritakan bahwa ada seorang
laki-laki berkata “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan”
dan Allah SWT berfirman “Siapakah yang bersumpah atas namaKu bahwa Aku
tidak mengampuni fulan, sungguh Aku telah mengampuni fulan dan
menghapuskan amalmu” atau seperti yang dikatakan [Shahih Muslim 4/2023 no 2621].
Larangan dalam berucap yang lain, adalah mengatasnamakan Allah SWT atau bersumpah dengan nama Allah SWT untuk perkara yang sebenarnya mutlak milik Allah SWT.
Perkara Allah SWT mengampuni atau tidak adalah mutlak milik Allah SWT
maka tidak boleh seseorang muslim mengeluarkan ucapan seperti itu kepada
seorang muslim lainnya. Kalau ada orang yang berkata atau berdalih bisa
saja sebenarnya orang tersebut cuma keceplosan bicara dan ia sendiri
tidak bermaksud demikian. Bisa jadi ucapan itu karena ia kesal atau
marah dengan saudaranya yang suka berlaku maksiat atau dosa besar
sehingga dalam kontkes ini bisa dimaklumi. Intinya akan ada saja orang
yang mengatakan harus dilihat konteksnya. Mari perhatikan hadis berikut
حدثنا محمد بن الصباح بن سفيان ثنا علي بن
ثابت عن عكرمة بن عمار قال حدثني ضمضم بن جوس قال قال أبو هريرة سمعت رسول
الله صلى الله عليه و سلم يقول ” كان رجلان في بني إسرائيل متواخيين فكان
أحدهما يذنب والآخر مجتهد في العبادة فكان لا يزال المجتهد يرى الآخر على
الذنب فيقول أقصر فوجده يوما على ذنب فقال له أقصر فقال خلني وربي أبعثت
علي رقيبا ؟ فقال والله لا يغفر الله لك أو لا يدخلك الله الجنة فقبض
أرواحهما فاجتمعا عند رب العالمين فقال لهذا المجتهد أكنت بي عالما ؟ أو
كنت على ما في يدي قادرا ؟ وقال للمذنب اذهب فادخل الجنة برحمتي وقال للآخر
اذهبوا به إلى النار قال أبو هريرة والذي نفسي بيده لتكلم بكلمة أوبقت (
أهلكت ) دنياه وآخرته
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Shabbaah bin Sufyaan yang berkata telah menceritakan kepada
kami Ali bin Tsabit dari Ikrimah bin ‘Ammar yang berkata telah
menceritakan kepadaku Dhamdham bin Jaus yang berkata Abu Hurairah
berkata aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata
“ada dua laki-laki dari bani Israil yang bersaudara, salah satu dari
keduanya suka berbuat dosa dan yang satunya suka beribadah [ahli
ibadah]. Suatu ketika ahli ibadah itu melihat saudaranya berbuat dosa
maka ia mengatakan kepadanya “berhentilah” kemudian di saat lain ahli
ibadah itu mendapati saudaranya berbuat dosa, maka ia berkata
“berhentilah”. Saudaranya berkata “biarkanlah ini antara aku dan
Rabb-ku, apakah engkau diutus sebagai penjaga?”. Ahli ibadah itu berkata
“demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau Allah tidak akan memasukkanmu kedalam surga.
Kemudian keduanya meninggal dan berkumpul di sisi Rabb semesta Alam.
Allah SWT berfirman kepada ahli ibadah “Apakah kamu mengetahui tentang
Aku? Atau apakah kamu berkuasa atas apa yang ada di TanganKu?. Allah SWT
berfirman kepada saudaranya yang berbuat dosa “masuklah ke dalam surga
dengan RahmatKu” dan Allah SWT berfirman kepada saudaranya”masuklah ke
dalam neraka”. Abu Hurairah berkata “demi yang jiwaku ada di Tangan-Nya,
sungguh dia telah mengucapkan kalimat [ucapan] yang membinasakan dunia
dan akhiratnya [Sunan Abu Dawud 2/693 no 4901 dishahihkan oleh Syaikh Al Albani].
Tentu seorang hamba yang menyembah Allah
SWT dan mengabdi kepada Allah SWT seperti ahli ibadah itu mungkin tidak
bermaksud menganggap dirinya lebih mengetahui dari Allah SWT dan mungkin
tidak pula ia bermaksud atau menganggap dirinya memiliki kuasa atas
ketetapan Allah SWT. Tetapi ucapan atau kalimat yang keluar dari
lisannya itu membuatnya jatuh dalam kebinasaan yaitu masuk ke dalam
neraka. Mungkin saja si ahli ibadah itu tidak tahu atau tidak menyangka
bahwa ucapannya itu dapat membuatnya jatuh ke dalam neraka, jika ia tahu
pasti ia tidak akan mengucapkannya. Terlepas dalam konteks apa ia
mengucapkannya, ucapan atau kalimat itu adalah kalimat bathil yang dapat
menjerumuskan ke dalam neraka.
حدثنا محمد بن بشار حدثنا ابن أبي عدي عن
محمد بن إسحق حدثني محمد بن إبراهيم عن عيسى بن طلحة عن أبي هريرة قال قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم إن الرجل ليتكلم بالكلمة لا يرى لها بأسا
يهوي بها سبعين خريفا في النار
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abi ‘Adiy dari Muhammad bin Ishaq yang berkata telah menceritakan
kepadaku Muhammad bin Ibrahim dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah
yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “bahwa
seorang laki-laki mengatakan kalimat [ucapan] yang ia anggap tidak
apa-apa tetapi dengan sebab ucapan itu ia terjerumus kedalam neraka
selama tujuh puluh tahun [Sunan Tirmidzi 4/557 no 2314 dishahihkan oleh Syaikh Al Albaniy].
وحدثناه محمد بن أبي عمر المكي حدثنا
عبدالعزيز الدراوردي عن يزيد بن الهاد عن محمد بن إبراهيم عن عيسى بن طلحة
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إن العبد ليتكلم
بالكلمة ما يتبين ما فيها يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin ‘Abi Umar Al Makkiy yang berkata telah menceritakan kepada
kami ‘Abdul ‘Aziz Ad Darawardiy dari Yazid bin Al Haad dari Muhammad bin
Ibrahim dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bahwa seorang hamba mengucapkan
kalimat [ucapan] dimana ia tidak mengetahui dengan jelas apa yang ada
dalam kalimat itu dan karena kalimat itu ia terjerumus ke dalam neraka
lebih jauh antara timur dan barat” [Shahih Muslim 4/2290 no 2988].
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa seorang
muslim harus benar-benar menjaga lisannya terhadap saudaranya sesama
Muslim dan jangan menetapkan sesuatu yang sebenarnya adalah mutlak milik
Allah SWT. Terlepas apapun konteksnya dan terkadang ia tidak mengetahui
kalau kalimat itu bathil yang ia pikir tidak apa-apa [mungkin karena
tidak tahu atau bercanda] ternyata kalimat itu dapat menjerumuskannya
kedalam neraka.
Bagaimana kalau orang tersebut hanya
sekedar bercanda atau main-main terhadap saudaranya sesama muslim?.
Tetap tidak boleh, tidak ada penjelasan atau pembatasan dalam hadis di
atas apakah ucapan itu bersifat serius atau main-main. Terdapat dalil
yang menunjukkan kalau terkadang perkataan yang dianggap bercanda atau
tidak serius bisa berakibat fatal. Diantaranya dalil yang jelas telah
melarang untuk bermain-main tentang Allah dan Rasul-Nya atau tentang
ayat-ayat Allah SWT.
حدثني يونس قال أخبرنا ابن وهب قال حدثني
هشام بن سعد عن زيد بن أسلم عن عبد الله بن عمر قال : قال رجل في غزوة تبوك
في مجلس : ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء ، أرغبَ بطونًا ، ولا أكذبَ ألسنًا ،
ولا أجبن عند اللقاء! فقال رجل في المجلس : كذبتَ ، ولكنك منافق ! لأخبرن
رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم ونزل
القرآن. قال عبد الله بن عمر : فأنا رأيته متعلقًا بحَقَب ناقة رسول الله
صلى الله عليه وسلم تَنْكُبه الحجارة ، وهو يقول : ” يا رسول الله ، إنما
كنا نخوض ونلعب! ” ، ورسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : (أبالله وآياته
ورسوله كنتم تستهزؤن لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم)
Telah menceritakan kepada kami Yunus
yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah
menceritakan kepadaku Hisyaam bin Sa’ad dari Zaid bin Aslam dari
‘Abdullah bin Umar yang berkata “seorang laki-laki berkata dalam suatu
majelis saat perang Tabuk “aku
belum pernah melihat orang yang seperti para qari [pembaca Al Qur’an]
kami, mereka suka makan suka berdusta dan pengecut saat bertemu musuh”.
Salah seorang dalam majelis berkata “engkau berdusta akan tetapi engkau
seorang munafik, sungguh aku akan memberitahukan Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam]”. Maka hal itu sampai kepada Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] dan turunlah Al Qur’an. ‘Abdullah bin
Umar berkata “aku melihat orang itu bergantung pada sabuk unta
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hingga tersandung batu dan
berdarah, sedangkan ia berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “Apakah
terhadap Allah dan ayat-ayatNya serta kepada Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] kalian berolok-olok? Tidak usah meminta maaf, sungguh
kalian telah kafir sesudah kalian beriman”[Tafsir Ath Thabari 14/333-334 no 16912 tahqiq Syaikh Ahmad Syakir dan ia menshahihkannya]
Ayahku menyebutkan dari ‘Abdullah bin
Umar bin Aban Al Kufiy yang berkata telah menceritakan kepada kami
‘Umar bin Muhammad Al ‘Anqaariy yang berkata telah menceritakan kepada
kami Khalid dari ‘Abdullah bin Isaa dari Abdul Hamid bin Ka’ab bin Malik
dari ayahnya yang berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
keluar pada apanas yang terik menuju perang Tabuk. [Ka’ab] berkata “ikut
dalam rombongan itu sekelompok sahabat Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “demi Allah, para
qari [pembaca Qur’an] kami orang yang sangat suka makan, lemah dan
pengecut saat perang”. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggil
‘Ammar dan berkata “pergilah kepada orang-orang itu dan katakan kepada
mereka “apa yang kalian katakan? Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka tentu mereka akan menjawab
sesungguhnya kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja. Katakanlah
apakah dengan Allah, ayat-ayatnya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok [Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1829 no 10046].
Riwayat Ibnu Abi Hatim di atas berasal
dari ayahnya [Abu Hatim] dimana keduanya telah dikenal sebagai ulama
yang terpercaya sedangkan sisa perawi lainnya adalah tsiqat.
‘Abdullah bin Umar bin Aban adalah
perawi Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i dlam Khasa’is. Telah meriwayatkan
darinya Muslim, Abu Zur’ah dan Abu Hatim [dimana mereka hanya
meriwayatkan dari perawi yang tsiqat]. Abu Hatim berkata “shaduq”. Ibnu
Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 5 no 568]. Ibnu
Hajar berkata “shaduq ddan tasyayyu’ [At Taqrib 1/516]. Adz Dzahabi
menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 2874]
‘Amru bin Muhammad Al Anqariy
adalah perawi Bukhari dalam At Ta’liq, Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad
dan Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Ma’in berkata “tidak ada masalah
padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan
ia tsiqat [At Tahdzib juz 8 no 158]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At
Taqrib 1/745]
Khalid bin Isa Ash Shaffaar
adalah perawi Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in terkadang menyatakan
ia tsiqat terkadang menyatakan “tidak ada masalah padanya”. Abu Hatim
berkata “hadisnya mendekati”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat
[At Tahdzib juz 3 no 330]. Ibnu Hajar berkata “tidak ada masalah
padanya” [At Taqrib 1/276]
‘Abdullah bin Isa bin Abdurrahman
adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat.
Nasa’i berkata “tsiqat tsabit”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats
Tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat. Al Hakim berkata “ia lebih terpercaya
dari Abu Laila”. [At Tahdzib juz 5 no 604]. Ibnu Hajar menyatakan ia
tsiqat dan bertasyayyu’ [At Taqrib 1/521]
Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik
adalah tabiian perawi kutubus sittah. Ibnu Hibban memasukkanya dalam
Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 6 no 515].
Ibnu Hajar menyatakan ia tabiin yang tsiqat [At Taqrib 1/588]
Riwayat Ibnu Abi Hatim di atas jelas
shahih dan dikuatkan oleh riwayat Ath Thabari sebelumnya. Kedua riwayat
ini menyebutkan bahwa ada sebagian sahabat Nabi yang mengucapkan kalimat
bathil dengan tujuan bersenda gurau atau bermain-main. Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan kepada mereka firman Allah SWT
yang turun berkenaan soal ini bahwa tidak boleh bersenda gurau tentang Allah dan ayat-ayat Allah dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Sahabat Nabi di atas dinyatakan sebagai “orang yang kafir setelah mereka beriman”. Ini adalah konsekeuensi yang sangat berat.
Mungkin akan ada yang berdalih kalau
orang yang dimaksud dalam kedua riwayat di atas adalah kaum munafik.
Pernyataan ini tidak tepat dengan alasan riwayat Ibnu Abi Hatim jelas menyebutkan itu sahabat. Kemudian Allah SWT dan Rasulnya menyatakan kepada mereka yang dimaksud dengan kalimat “kalian telah kafir sesudah kalian beriman”.
Apakah orang munafik itu dikatakan sebagai orang yang beriman?. Jelas
tidak mereka kaum munafik tidak pernah mengimani Allah dan Rasul-Nya.
Mereka selalu menunjukkan pengingkaran [kekafiran] dalam hatinya tetapi
menampakkan keislaman di hadapan kaum muslimin lainnya.
Bukankah sudah jelas terdapat hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menunjukkan larangan ucapan “kafir” atau ucapan “musuh Allah” atau ucapan “fasik” kepada saudara sesama muslim.
Maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengeluarkan ucapan
tersebut walaupun dengan tujuan bersenda-gurau atau olok-olok. Jangan
jadikan syariat baik Al Qur’an atau Hadis sebagai bahan permainan atau
candaan atau senda-gurau, konsekuensinya sangat berat.
Konsekuensi yang berat untuk berbagai
ucapan di atas hendaknya jangan dijadikan ajang untuk memvonis tetapi
dijadikan tameng bagi seorang muslim untuk senantiasa berhati-hati dalam
ucapannya kepada sesama Muslim. Soal konsekuensi kita serahkan semuanya
kepada Allah SWT. Kami mengajak diri kami sendiri dan pembaca sekalian
untuk senantiasa menjaga lisan terhadap saudara kita sesama muslim.
Semoga Allah SWT mengampuni dosa kami dan menjaga kami agar selalu
berada di atas jalan yang lurus.
Sholat adalah salah satu dari
rukun-rukun Islam yang sangat ditekankan kepada seluruh ummat Islam
untuk menjalankannya, bahkan anjuran dari Nabi besar Muhammad (saw)
untuk tidak meninggalkannya, karena seluruh perbuatan baik dan buruktergantung pada yang satu ini.
Shalat Di Awal Waktu
Dalam Pandangan Al-Quran & Riwayat.
Sholat adalah salah satu dari rukun-rukun Islam yang sangat ditekankan
kepada seluruh ummat Islam untuk menjalankannya, bahkan anjuran dari
Nabi besar Muhammad (saw) untuk tidak meninggalkannya, karena seluruh
perbuatan baik dan buruktergantung pada yang satu ini.
Jika sholat kita baik maka seluruh perbuatan kita juga akan baik, karena
sholat yang kita lakukan setiap hari sebanyak lima waktu itu Subuh,
Dzuhur, Asar, Magrib dan Isya akan mencegah kita dari perbuatan jelek,
namun sebaliknya jika kita mendirikan sholat dan masih juga melakukan
hal yang tidak terpuji maka kita harus kembali pada diri kita
masing-masing dan mengkoreksi kembali apakah sholat yang kita dirikan
itu benar-benar sudah memenuhi syarat diterima atau ketika kita
mendirikannya, benak dan pikiran kita masih dikuasai atau diganggu oleh
pikiran-pikiran selain Allah. Itu semua perlu juga kita perhatikan. Maka
tulisan dibawah ini adalah usaha untuk supaya kita lebih jauh memandang
arti kepentingan sholat diawal waktu dalan Al-Quran dan riwayat.
Sholat di awal waktu dalam pandangan Alquran.
Allah (swt) berfirman:
Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.( Albaqarah 238) .
Shalat
wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada
yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat
Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua
shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Dan ada yang mengatakan
bahwa sholat wusthaa itu adalah sholat dzuhur.
Imam Shadiq (as) bersabda: Ujilah syiah kami ketika datang waktu sholat, bagaimana mereka menjaga waktu sholat.[1]
Allah (swt) juga berfirman:
Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. ( Al Maaun ayat 4-5 ) .
Berkenaan
dengan ayat ini, Imam Shadiq (as) ditanya, beliau menjawab: “Yang
dimaksud dengan ayat ini adalah orang yang melalaikan sholatnya, dan ia
tidak mendirikannya di awal waktu tanpa ada halangan (uzur).[2]
Keutamaan sholat di awal waktu dalam pandangan riwayat.
Imam Bagir(as) bersabda:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya awal waktu itu adalah sebuah keutamaan,
oleh karena itu laksanakanlah secepatnya pekerjaan baikmu selagi kamu
mampu,.”[3]
Imam Shodiq (as) bersabda:
“Sesungguhnya keutamaan yang ada di awal waktu dibandingkan akhirnya
lebih baik bagi seorang mukmin dari anak-anaknya dan hartanya.”[4]Beliau
juga dalam haditsnya yang lain bersabda: “Keutamaan awal waktu atas
akhirnya sebagaimana keutamaan akherat terhadap dunia.”[5]
Imam Musa bin Jakfar (as) bersabda:“Sholat-sholat
wajib yang dilaksanakan pada awal waktu, dan syarat-syaratnya dijaga,
hal ini lebih wangi dari bunga melati yang baru dipetik dari tangkainya,
dari sisi kesucian, keharuman dan kesegaran. Dengan demikian maka
berbahagialah bagi kalian yang melaksanakan perintah shalat di awal
waktu.”[6]
Imam Shadiq (as) bersabda:
Seorang yang mengaku dirinya haq (Syiah) dapat diketahui dengan tiga
perkara, tiga perkara itu adalah: 1. Dengan penolongnya, siapakah
mereka. 2. Dengan sholatnya, bagaimana dan kapan ia melaksanakannya. 3.
Jika ia memiliki kekayaan, ia akan teliti dimana dan kapan akan ia
keluarkan.[7]
Oleh: Uma Zafazl
[1]Biharul Anwar jilid 80 hal: 23, dinukil dari kitab Qurbul isnad. [2]Biharul Anwar jilid 80 hal: 6. [3] Dari kitab Qurbul Isnad [4] Dari kitab Tsawabul ‘Amaal. [5]Dinukil dari kitab Tsawabul ‘Amaal dan Almahasin [6]Dari kitab Qurbul Isnad. [7]Dinukil dari kitab Tsawabul ‘Amaal dan Al-Mahasin
Sebenarnya,
satu atau dua riwayat saja sudah cukup untuk kita membela Rasulallah
saw, serta menjauhkan kita dari hal2 yg mendiskreditkan Rasulallah saw.
Namun banyak dari golongan2 takfiri wahabi/salafy, bersikeras bahwa
Rasulallah saw yg bermuka masam. Ini ada pemikiran konyol dan
keterlaluan. Namun alangkah baiknya ana akan bawakan beberapa sebagian
kecil dari riwayat2 yg menjelaskan bagaimana akhlak Rasulallah saw.
Rasulullah
Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).
tolong jelaskan apa yg dimaksud dengan hadis ini? Ali bin Abi Thalib pernah ditanya: “Bagaimanakah akhlak Rasulullah?” Beliau menjawab dengan membaca Firman Allah:
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan gurauan.” (QS.
Muhammad: 36). Dunia yang besar dan luas ini menurut pandangan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala hanyalah sebuah permainan dan gurauan, tidak mampu
untuk dijelaskan, lalu bagaimana mungkin akan menjelaskan akhlak
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) yang
menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah tinggi dan agung?
Rasulullah
Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengingatkan:
“Jangan engkau remehkan apa saja dari kebaikan, meskipun engkau bermuka
manis (tersenyum) saat bertemu saudaramu.” (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain disebutkan, “Senyummu terhadap saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tarmidzi).
Adalah Jabir, seorang sahabat Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam
(صلى الله عليه و سلم). Beliau berkata: “Sejak aku masuk Islam,
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah menghindar dariku.
Dan beliau tidak memandangku kecuali dengan tersenyum kepadaku.” (HR.
Bukhari-Muslim).
Adalah
Abdullah bin al-Harits bin Juz r.a. menceritakan, “Aku tidak pernah
melihat seorangpun yang lebih banyak tersenyum selain Rasulullah.”
(Riwayat At-Tirmidzi) “Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang mukmin.” (QS. asy-Syu`ara [26]: 215).
Begitu
juga firman-Nya: “Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu
kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan
di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih
hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang
beriman.” (QS. al-Hijr: 88)
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik.” (QS. al-Hijr: 94) "Janganlah engkau meremehkan kebaikan, meskipun cuma sekedar bermuka manis saat bertemu saudaramu." [HR. Muslim (2626)]
"Kalian
tidak akan masuk Surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan
beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
suatu amalan yang jika kalian amalkan, kalian akan saling mencintai?
Sebarkanlah salam di antara kalian." [HR. Muslim ((54)]
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa)."
(An-Nisaa': 86 "Tidak
halal bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya sesama Muslim
lebih dari tiga hari, ketika keduanya bertemu mereka saling memalingkan
muka. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah YANG LEBIH DULU
mengucapkan salam." [HR. Bukhari (5883)]
Dari Abu Dzarr, ia berkata : Nabi SAW bersabda kepadaku, "Janganlah kamu
meremehkan sesuatu kebaikan meskipun berupa kamu bertemu saudaramu
dengan wajah yang berseri-seri". [HR. Muslim juz 4, hal. 2026]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُّ
مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ، وَ اِنَّ مِنَ اْلمَعْرُوْفِ اَنْ تَلْقَى اَخَاكَ
بِوَجْهٍ طَلْقٍ، وَ اَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِى اِنَاءِ اَخِيْكَ.
الترمذى 3: 234، و قال: هذا حديث حسن صحيح
Dari Jabir bin 'Abdullah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Setiap
kebaikan adalah sedeqah, dan sesungguhnya termasuk kebaikan ialah kamu
bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri, dan (termasuk kebaikan
pula) kamu menuangkan air dari timbamu ke bejana saudaramu". [HR.
Tirmidzi juz 3, hal. 234, ia berkata : Ini hadits Hasan shahih].
عَنْ اَبِى ذَرّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَحْقِرَنَّ
اَحَدُكُمْ شَيْئًا مِنَ اْلمَعْرُوْفِ، وَ اِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَلْقَ
اَخَاهُ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ، وَ اِذَا اشْتَرَيْتَ لَحْمًا اَوْ طَبَخْتَ
قِدْرًا فَاَكْثِرْ مَرَقَتَهُ وَ اغْرِفْ لِجَارِك مِنْهُ. الترمذى 3:
179، و قال: هذا حديث حسن صحيح
Dari Abu Dzarr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah
seorang diantara kalian meremehkan sesuatu dari kebaikan. Apabila ia
tidak mendapatkan, maka hendaklah ia bertemu saudaranya dengan wajah
yang berseri-seri. Dan apabila kamu membeli daging, atau memasak, maka
perbanyaklah kuahnya, lalu ambilkan sebagian untuk tetanggamu”. [HR.
Tirmidzi juz 3, hal. 179, dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih].
Dari Abu Dzarr ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Senyummu kepada
saudaramu adalah sedeqah bagimu, kamu menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah kemungkaran adalah sedeqah, kamu menunjukkan jalan bagi orang
yang tersesat jalan adalah sedeqah bagimu, dan penglihatanmu untuk
menolong orang yang tidak jelas penglihatannya adalah sedekah bagimu,
kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan adalah sedeqah
bagimu, dan kamu menuangkan air (memberikan airmu) dari embermu ke ember
saudaramu juga sedeqah bagimu". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 228, dan ia
berkata : Ini hadits hasan gharib].
Amerika dan Wahabi Salafi berupaya hancurkan Iran melalui cara
diplomasi, boikot, mata-mata, orang-orang bayaran, dan sebagainya. Tapi
mereka sama sekali tidak mendapatkan hasil maka Salafi Wahabi Palsukan
Buku Buku dan Kutipan Kutipan Tentang Syi’ah…. Cracker Wahhabi Serang
Ratusan Situs Syi’ah… Cara Kotor Ini Membuktikan Salafi Wahabi
Pemalsu Data
Dengan segala cara kaum wahabi melakukan provokasi agar umat
membenci pengikut Ahlulbait as. Bahkan dengan memutar balikkan kebenaran
akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu.. Terkadang
memotong-motong nash/teks hadis dan mengada-ngada fatwa yang tidak
pernah difatwakan para ulama Syi’ah…. Juga memelesetkan terjemahan
sebuah hadis..
“KEMBALI KEPADA AL-QUR’AN & SUNNAH”, BAGAIMANA BISA TERSESAT ?
Kaum Salafi Wahabi sangat terkenal memiliki yel-yel: “Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah”. Mereka mengajak umat untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kita muslimin semua tahu kenapa demikian?
Karena, sebagai muslim sangat meyakini 100% tentunya bahwa al-Qur’an
dan Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang utama yang diwariskan oleh
Rasulullah Saw, sehingga siapa saja yang menjadikan keduanya sebagai
pedoman, maka ia telah berpegang kepada ajaran Islam yang murni dan
berarti ia selamat dari kesesatan. Bukankah Rasulullah Saw. menyuruh
yang sedemikian itu kepada umatnya?
Sampai di sini, anda yang merasa terpelajar mungkin
bertanya-tanya dalam hati, “Bagaimana Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin
Abdul Wahab yang menyerukan ‘kebenaran yang ideal’ berdasar al Qur’an
dan al Sunnah masih dianggap sesat oleh para ulama di zamannya?
Mengapa pula paham Salafi Wahabi di zaman sekarang yang merujuk semua
ajarannya kepada al-Qur’an dan Sunnah juga dianggap menyimpang bahkan
divonis sesat oleh para Ulama? Boleh jadi anda marah dalam hati: “Hanya
‘orang gelo’ saja berani menyatakan sesat kepada mereka!”.
Sabar dulu, mari kita perhatikan permasalahan ini secara
komprehensif, agar terlihat “sumber masalah” yang ada pada sikap yang
bagi anda terlihat sangat bagus dan ideal tersebut. Karena wahabi Dengan
segala cara kaum wahabi melakukan provokasi agar umat membenci
pengikut Ahlulbait as. Bahkan dengan memutar balikkan kebenaran akidah
Syi’ah dan menampilkannya secara palsu.. Terkadang memotong-motong
nash/teks hadis dan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah difatwakan
para ulama Syi’ah…. Juga memelesetkan terjemahan sebuah hadis..
Cracker Wahhabi Serang Ratusan Situs Syiah.
Kaum wahhabi makin khawatir dengan meningkatnya dominasi situs Syiah
di dunia maya. Cracker dari kelompok wahhabui menyerang ratusan situs
milik kelompok Syiah, termasuk situs paling populer milik para pengikut
Ayatollah Sistani, ulama terkemuka Syiah di Irak.Tak tanggung-tanggung,
sebanyak 300 situs telah diserang termasuk situs Al-Beit, situs terbesar
yang dimiliki kaum Syiah di seluruh dunia.
Dalam serangannya, cracker meninggalkan jejak berupa sebuah banner
dengan slogan ‘group-xp’ berwarna merah, dan sebuah pesan kalau situs
tersebut sedang dalam proses perbaikan.Dilansir AFP, ‘group-xp’ diduga
berbasis di Arab dan memiliki hubungan dengan Wahhabi, kelompok Islam
mayoritas di wilayah Arab Saudi.
Terkait serangan tersebut, Ayatollah Nasser Makarem Shirazi, salah satu
marja (panutan religius) di Iran mengecam tindakan penyerangan tersebut.
Populasi kelompok Syiah sendiri mayoritas berada di Iran, Irak dan
Azerbaijan serta Libanon.
MENGELABUI UMAT ISLAM DENGAN MENGAKU SEBAGAI “PENGIKUT ULAMA SALAF”
Sudah diketahui secara luas, bahwa kaum Salafi & Wahabi ini
mengaku sebagai “pengikut ulama salaf”. Dengan modal pengakuan itu,
ditambah lagi dengan banyak menyebut rujukan kitab-kitab atau perkataan
para ulama salaf, mereka berhasil meyakinkan banyak kalangan awam bahwa
mereka benar-benar “salafi” dan ajaran Islam yang mereka sampaikan
adalah ajaran yang murni yang tidak terkontaminasi oleh bid’ah.
Tahukah anda, bahwa itu semua hanya sebatas pengakuan yang tidak
sesuai dengan kenyataannya. Mereka tidak benar-benar mengikuti para
ulama salaf, bahkan mereka sungguh tidak sejalan dengan para ulama
salaf.Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang yang tidak
sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah-mudah memvonis
orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat
di dalam masalah furu’ (cabang).
Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada shalat shubuh tidak
pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap shubuh sebagai
pelaku bid’ah.Masih banyak hal-hal lain yang bila ditelusuri maka akan
tampak jelas bahwa antara pemahaman kaum Salafi & Wahabi dengan para
ulama salaf tentang dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda. Jadi,
sebenarnya kaum Salafi & Wahabi ini mengikuti ajaran siapa?
Pendapat para ulama salaf itu bagaikan barang dagangan di sebuah
Supemarket, bermacam-macam ragam, jenis, dan warnanya. Kaum Salafi &
Wahabi memasuki “Supermarket ulama salaf” itu sebagai pelanggan yang
punya selera tertentu. Anggaplah bahwa pelanggan itu penggemar warna
merah, dan ia menganggap bahwa warna merah adalah warna yang sempurna.
Maka, saat memasuki Supermarket tersebut, ia hanya akan memilih
belanjaan yang serba merah warnanya.
Setelah itu ia bercerita kepada setiap orang seolah-olah
Supermarket itu hanya menjual barang-barang berwarna merah.Pada tahap
berikutnya, ia meyakinkan orang bahwa dirinya adalah penyalur resmi dari
Supermarket “merah” tersebut, sehingga orang-orang percaya dan merasa
tidak perlu datang sendiri jauh-jauh ke supermarket tersebut, dan
tentunya mereka merasa cukup dengan sang penyalur resmi “gadungan” dalam
keadaan tetap tidak tahu bahwa supermarket “merah” itu sebenarnya juga
menjual barang-barang berwarna hijau, biru, kuning, putih, hitam,
orange, dan lain-lainnya.
Ya, kaum Salafi & Wahabi ini tampil meyakinkan sebagai
“penyalur resmi” ajaran ulama salaf, dan mereka berhasil meyakinkan
banyak orang bahwa ajaran ulama salaf yang murni adalah seperti apa yang
mereka sampaikan dalam fatwa-fatwa anti bid’ah mereka. Pada akhirnya
orang-orang yang percaya tipu daya ini mencukupkan diri untuk memahami
ajaran ulama salaf hanya melalui mereka. Padahal, si “penyalur gadungan”
ini sebenarnya hanya mengumpulkan pendapat ulama salaf yang sejalan
dengan tendensi pemikirannya sendiri, lalu menyajikannya atas nama
mazhab ulama salaf. Jadi, yang mereka sampaikan sebenarnya bukan ajaran
ulama salaf, melainkan hasil seleksi, persepsi, dan kesimpulan mereka
terhadap ajaran ulama salaf. Beda, kan?!!
Membongkar Fitnah Murahan Wahhabi-Salafi.
Dengan segala cara kaum wahabi melakukan provokasi umat Islam Sunni
agar membenci dan kemudian memerangi Syi’ah para pecinta dan pengikut
setia Nabi saw. dan Ahlulbait as. Sesekali dengan memutar balikkan
kebenaran akidah Syi’ah dan menampilkannya secara palsu sehingga seakan
terlihat bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri!
Terkadang dengan memalsu data dengan cara memotong-motong nash/teks
hadis dan terkadang juga dengan mengada-ngada fatwa yang tidak pernah
difatwakan para ulama Syi’ah…. selain itu juga dengan mempermainkan akal
kaum awam dengan memelesetkan terjemahan sebuah hadis..
Alhasil segala macam cara ditempuh oleh agen-agen fitnah dan para
pemecah belah barisan Umat Islam, yang penting bagaimana caranya kaum
Muslim Sunni marah dan kemudian bangkit memerangi Syi’ah. Dan itu semua
itu pasti akan membuat bahagia musuh-musuh Allah dan musuh-musuh agama
ini, utamanya AS dan Zionis Israel.
Wahabi Adalah Minoritas yang Mengaku Mayoritas.
Wahabi sebenarnya adalah golongan minoritas yang mengaku mayoritas dan
mengatakan bahwa pengikut Asya’iroh dan Mauturidiyah bukanlah
Ahlussunnah hanya Wahabi saja yang sebenar Ahlussunnah. Inilah sejatinya
kaum durhaka akhir zaman kaum tanduk setan mujasimmah yang mana kelak
mereka menjadi bala tentara dajjal seperti yang di sabdakan oleh Nabi
Saww yang mulia.
http://www.youtube.com/watch?v=kEoZEgs18vE
Ulama Sunni Iran Bicara Tentang Wahabi dan Muslim Syi’ah.
Menurut Kantor Berita ABNA, Maulawi Ali Ahmad Salami, yang lebih dikenal dengan nama Syaikh Maulawi Nadzhir Ahmad
adalah ulama besar Ahlus Sunnah Iran yang saat ini menjadi wakil
rakyat yang duduk di Majelis Khubregan Rahbari delegasi Provinsi Sistan
dan Bluchistan Republik Islam Iran. Beliau juga anggota perkumpulan
ilmiah bidang fiqh dan huquq Hanafi di Universitas Mazahib Islami dan
juga menjadi dosen senior di Hauzah Ilmiah Darul Ulum Zahedan. Diluar
pendidikan resminya di Hauzah Ilmiah beliau pernah menimba ilmu secara
khusus dari beberapa ulama Ahlus Sunnah terkemuka seperti Maulana Taj
Muhammad Buzurqzadeh di Sarbaz, Maulana Mufti Muhammad Syafi’i ulama
mufti Pakistan, Maulana Muhammad Rafi Utsmani, Maulana Muhammad Taqi
Utsmani, Maulana Syams al Haq, dan Maulana Subhan Mahmud di Karachi
Pakistan. Beliau juga mengantongi ijazah sarjana S2 dengan gelar master
ekonomi Islam dari Universitas Karachi Pakistan.
Diantara buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh
Islam, Mahurhai Da’wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan
Nemuneh Asr Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa
Nabi dan Sahabat], Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus
Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah dan banyak lagi lainnya. Selain
menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai tema dan pembahasan yang
disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan internasional. Dengan
berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas ilmiah yang
dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus Sunnah
terbaik dan cukup populer di Iran.
Dengan alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela
kesibukan beliau untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya
sebagai wakil rakyat di Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan
beberapa pertanyaan seputar pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok
dan ketokohan Imam Ali as.
Berikut petikan wawancara tersebut:
ABNA: Bagi penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi
yang sangat terbatas mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai
imam pertama mereka. Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan
ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as
dari sisi keimanan beliau, keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian,
jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi Muhammad Saw kepada beliau?.
Silahkan.
-Bismillahirrahmanirrahim, dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan
perlindungan. Jika dipersilahkan saya akan memulainya dengan
menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai keluarga Nabi Saw
secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus Sunnah
terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.
ABNA: Silahkan.
-Kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami
sangat memegang prinsip itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam
kepada Nabi dan keluarganya. Dan salam itu tercantum dalam kitab-kitab
shahih kami, dan shalat kami tanpa disertai dengan salam kepada keluarga
Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak sempurna. Shalawat yang kami
wajib melafazkannya dalam shalat yaitu,
”اللهم صل علی محمد و علی آل
محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی
محمد و علی آل محمد کما بارکت علی ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید.”
Do’a tersebut kami baca, baik dalam shalat berjama’ah, shalat sendiri,
shalat malam dan lain-lain pada saat kami melakukan tasyahud akhir.
Dalam shalawat tersebut kami mengirimkan salam kepada Nabi dan
keluarganya..
Demikian pula pada khutbah Jum’at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul
Baitnya menjadi bagian dari khutbah Jum’at yang harus diucapkan dalam
bahasa Arab. Khutbah Jum’at yang disertai ucapan shalawat tersebut
disampaikan di seluruh dunia Islam bukan hanya di Iran. Disetiap hari
Jum’at di semua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum’at tidak dibacakan
sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul Bait.
Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di
Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab
Syiah, tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait
sudah menjadi bagian penting dalam khutbah Jum’at Ahlus Sunnah di Iran.
Kami meyakini, Al Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di
Surga dan Sayyidah Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan
itu telah menjadi keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena
terpengaruh atau dipengaruhi oleh ajaran Syiah.
Misalnya, mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab
syahidnya Maulana al Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk
peristiwa tersebut. Banyak kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis
berkenaan dengan peristiwa tersebut dan betapa mereka mengecam
pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar Ahlus Sunnah Abu al
Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad Syafi’i
mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad
Syafi’i yang menulis kitab “Syahid Karbala” dan pada bagian mukaddimah
kitab tersebut beliau menulis, “Pada peristiwa tragedi Karbala bukan
hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan,
matahari dan awan turut meneteskan air mata duka.”
Saya juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam
dan mengutuk terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca
banyak buku dan makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian
tersebut saya menulis buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul,
“Seputar Tragedi Karbala”.
ABNA: Mengenai Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?
-Beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang
pemberani, ahli takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa
dilukiskan dengan kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut
diriwayatkan dalam kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.
Sayyidina Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi
berlanjut. Dan kami mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak
dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau, r iwayat
yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, “Aku adalah
kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Selain itu kamipun mengakui bahwa
yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para
sahabat, adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.
Dalam perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda
tentang beliau pada hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan
bendera pasukan ke tangan seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para
sahabat menanti dan berharap salah satu dari merekalah yang diserahkan
bendera itu, namun pagi harinya Nabi memanggil Ali yang meskipun saat
itu sedang sakit mata. Nabi seketika menyembuhkan sakit Ali dan
menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada Ali. Dan sebagaimana
yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan
kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.
ABNA: Kami berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55
diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as, yang ketika turunnya ayat
tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada seorang fakir disaat
beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya. Apakah anda
juga meyakini demikian?
-Terdapat beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu
misdaqnya bisa saja memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang
lain, wallahu ‘alam. Namun yang pasti, kalaupun pendapat yang paling
benar bahwa misdaqnya adalah Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh
apa-apa pada keyakinan kami, dan juga tidak mesti membuat kami marah,
sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina Ali ra memang memiliki
kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.
Sebagaimana juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam
salah satu riwayat bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan
Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az Zahra beserta kedua puteranya,
Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam keadaan berpuasa, namun
menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang lebih
membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama
sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya
kepada anak yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu
adalah salah satu riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang
pada penafsiran lain, terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain
yang menyebutkan misdaq ayat tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja
surah tersebut memang menceritakan mengenai keutamaan Ahlul Bait,
itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan kami bangga dengan itu,
bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan menghormati Ahlul Bait
adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.
ABNA: Namun kami melihat sebagian dari kelompok yang
menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika disampaikan keutamaan Ahlul Bait,
justru tampak rasa tidak suka dari mereka. Bahkan diantara mereka ada
yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan –nauzubillah-. Bagaimana
pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang melakukan pelecehan dan
perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as atau Ahlul Bait
lainnya?
-Saya berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang
menghina Ahlul Bait, dia bukan hanya tidak tergolong dari kalangan
Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad dan keluar dari lingkaran Islam.
ABNA: Dalam beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah,
seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al
Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al Hanafi dan belasan kitab
lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa kesempatan pernah
berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut anda, apa
yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?
-Dalam beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan
keputusan yang salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau
meluruskan pendapatnya itu bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar
segera menerima dan meluruskan pendapatnya. Karena itu beliau berkata,
“Jika tidak ada Ali maka saya akan celaka”.
ABNA: Apa ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?
-Ya, perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua
menerimanya. Dan tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal
tersebut. Namun bagi kami, ini menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina
Ali akan keilmuannya yang luas. Dan Sayyidina Umar akan kesigapannya
untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya memiliki keutamaan,
karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan salah
satunya.
ABNA: Kami memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama
Ali”, apa anda juga menerima dan meyakini kebenaran riwayat tersebut?
-Ya, Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi
antara Sayyidina Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama
Sayyidina Ali. Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan
perselisihan beliau dengan Ummul Mukminin Aisyah ra.
ABNA: Karena itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari kesalahan?
-Sebelumnya saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari
istilah Sahabat Nabi. S ahabat dalam pandangan mazhab kami adalah
mereka yang bertemu dan melihat Rasulullah Saw, mengimani beliau
sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan meninggal tetap dalam keimanannya
tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak maksum tetapi memiliki
kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang berbeda, namun
kami memandang mereka satu dalam penghormatan.
ABNA: Anda menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding sahabat-sahabat yang lain?
-Iya, sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda
kepada sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah
Ali.” Dan tidak mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak
memiliki ilmu yang sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah
keutamaan Sayyidina Ali, sebagai orang paling alim.
Namun saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki
keutamaan dari sisi yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi
tertentu dan Abu Bakar utama pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan
keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah sesuatu yang telah pasti dan
menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.
ABNA: Apakah anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya yang muslim Syiah?
-Tidak. Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan
kecuali kebaikan dan keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara
mengenai Sayyidina Ali, yang keluar dari lisan saya seluruhnya hanya
kebaikan saja.
ABNA: Jika anda berbicara diatas mimbar, dan
pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan juga ada yang Syiah, apakah
anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan mengenai Imam Ali as?
-Saya tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali
kebaikannya. Karenanya tentu saja dimanapun, dan siapapun yang
mendengarkan penyampaianku saya hanya akan berbicara tentang apa yang
saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya itu hanya kebaikan dan
kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai ini.
ABNA: Silahkan anda ceritakan.
-Suatu malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah
dan Sunni Zahedan dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan
menjadi tamu warga setempat. Saya pun mengusulkan, untuk mengisi waktu,
sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu dari Sunni untuk
menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni adalah
saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan
sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya
katakan pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada
anda. Sehabis ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka
mendatangi dan mendekat kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya,
“Benarkah aqidah anda mengenai Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang
anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan hanya aqidah saya, tapi
aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya berani bersumpah
demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”
Nah, apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya
lakukan. Jika anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya
adalah muslim Syiah, saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan
Ahlul Bait dan Sayyidina Ali secara khusus dalam pandangan Ahlus
Sunnah.
ABNA: Apa yang semua anda katakan tadi mengenai
keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah juga menjadi keyakinan muslim
Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di Pakistan, Irak, Suriah,
Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita melihat kenyataan
pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh warga
muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah
bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga.
Apakah hal tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam
mengajarkan membunuh sesama muslim dapat mengantarkan seseorang menuju
surga?
-Saya meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti
itu. Kelompok ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah
misalnya dari kelompok Sepah Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah
Syam, meskipun mereka meyakini apa yang mereka lakukan itu diganjari
pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah yang dianjurkan namun
itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam dan tidak ada
Sunnah yang mengajarkan seperti itu.
Kita punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para
Mujahidin ke medan jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika
mereka memasuki suatu desa yang disitu diperdengarkan azan maka tidak
diperkenankan untuk menyerang dan merusak desa itu, meskipun disitu
hanya ada satu orang yang muslim, apalagi kalau memang itu wilayah
muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama muslim dapat
menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam, melainkan
keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki
dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah.
Hanya angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya
orang-orang jahil yang dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin
untuk kepentingan musuh-musuh Islam.
ABNA: Jadi keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa
mengantarkan ke surga digali dari khurafat saja dan tidak bersumber
dari ajaran Islam?
-Iya, khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah keluar dari golongan muslim.
ABNA: Jadi tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di
wilayah komunitas Syiah, bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat
yang muslim Syiah lakukan, video yang menampilkan adegan memenggal
kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir, bagaimana anda menjelaskan
itu?
-Kelompok yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari
barisan muslim. Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang
jahil. Saya meyakini mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk
melakukan itu, sehingga mencoreng wajah Islam dimata masyarakat dunia.
Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang orang Islam itu beringas dan
gemar membunuh satu sama lain.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan
membunuh muslim Syiah dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu
berbuah pahala, maka telah keluar dari barisan kaum muslimin.
ABNA: Menurut anda sendiri, bagaimana keterkaitan
aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut dengan musuh abadi umat Islam
yaitu Israel?
-Iya, bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan
pihak musuh yaitu AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh
berkhidmat kepada musuh.
ABNA: Namun apa yang anda katakan dan yakini ini
bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus Sunnah semisal yang berasal dari
Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu telah kafir dan halal
darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan ini?
-Tentu itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi
saya tidak akan menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan,
tidak ada satu pun kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang
menamakan diri mereka Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal
abad kedua Hijriah, di benua Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum,
muncul sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari
sekte Khawarij. Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang
maksudnya adalah pengikut Abdul Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari
kelompok mereka bukanlah termasuk muslim, dan mereka merubuhkan masjid
yang bukan masjid yang mereka bangun. Namun kelompok Wahabi
tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum pertengahan kurun
kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki peninggalan dan
bekas apapun.
ABNA: Namun bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda menjelaskan?
-Mereka yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi. Secara
lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun
artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu
yang saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh
terdahulu dari kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah
Salafi. Namun Salafi secara istilah akan saya jelaskan.
Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai
kejayaannya, kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis
para ulama, musuh Islam justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam.
Mereka memasukkan pengaruh Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan
mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan merujuk pada pandangan Filsafat
Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap mengkritisi Al-Qur’an
dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya. Misalnya mereka
mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki tangan,
Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan bahwa
Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu
diadakan, sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan
tidak ada yang mengadakan. Mereka dengan argumen akal itu hendak merusak
sumber rujukan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi
keutamaan dan nilai besarnya dalam pandangan umat Islam.
Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok.
Pertama, kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya
mendiamkan saja. Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu
memiliki tangan, bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya namun kami
tidak mengetahui bagaimananya. Karena Al-Qur’an dan Hadits secara
dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin akan mengingkarinya.
Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan bagaimana
bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan di
atas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya
wewenang untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok
pertama inilah yang disebut dan menamakan diri dengan Salafi.
Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah istawa
di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah
haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang
bagaimana Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi
mereka, bagaimana Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya
wajib hukumnya. Dan sudah pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.
Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat
tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan
adalah kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan
mengontrol dan menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu,
Tuhan bukanlah sebagaimana makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh,
Dia adalah pencipta alam semesta dan segala maujud yang ada, dan Dia
pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga tidak mungkin dibatasi
oleh materi yang diciptakannya.
Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat
Islam terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil
menyebut diri Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai
kelompok Non Salafi. Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani
apa yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadits yang shahih dan
mempertanyakan tentang bagaimananya adalah kesia-siaan. Meskipun
bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap mengimaninya.”
Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya
adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling
bengkok pemahamannya dari kalangan Salafi.
ABNA: Apa kemudian kaitannya, antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat ini?
-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurut saya terbagi atas tiga kelompok:
Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan
memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa
yang tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa
yang mereka yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari
sisi keilmuan sangat rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah
mengkafirkan atau menganggap sesat kelompok Islam yang berbeda
pemahaman dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri
sebagai Salafi, kami mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka
hanya memperhatikan apa yang tersurat dari ayat dan hadits, dan cara
mereka menafsirkan dan memahami agama tidak jauh beda dengan apa yang
kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.
Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia Islam
berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana
kelompok pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah
teks melainkan juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya,
bagaimana sahabat memahami dan mengamalkannya, bagaimana para imam
mazhab menjadikannya sumber hokum dan disisi lain merekapun menggunakan
akal sebagai alat bantu dalam memahaminya. Aktivitas mereka yang
berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan ilmiah,
mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan, penelitian dan
tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya hukumah
Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu
waktu akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan
Islam bagi kelompok ini bukanlah prioritas utama.
Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama
dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah
penegakan pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu.
Diantara tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin
al Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid
Ridha, Syaikh Hasan al Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb,
Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi.
Mereka bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam
sebagai prioritas utama dakwah dan pergerakan mereka.
Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas
perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh
umat Islam karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak
telah ditunggangi oleh kepentingan musuh.
ABNA: Penduduk sipil Suriah yang tidak berdosa
telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris yang
didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa
alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek
fitnah, bagaimana pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi
hal tersebut?
-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal
ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung
pemerintahan Suriah.
ABNA: Bagaimana menurut pendapat pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?
-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan Amerika
dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka
terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan
Israel di Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka
saya mengecamnya. Kami tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer
ke Negara yang berdaulat. Kami tidak pernah menyepakati adanya
serangan militer yang ditujukan atas Suriah, Pakistan dan Afghanistan.
Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi, di Negara-negara
tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh rakyat sipil
yang tidak berdosa.
Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan
yang tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah.
Menurut hukum syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah
membolehkan apa yang tengah mereka lakukan dengan aksi-aksi teror
mereka. Islam jika memberlakukan jihad, memiliki syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan jihad namanya. Jihad adalah
peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum muslimin.
ABNA: Pendapat anda sendiri mengenai jihad nikah bagaimana?
-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat,
karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum
muslimin. Kedua secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat.
Dalam Islam tidak ada istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan
dirinya dengan mengatas namakan jihad nikah untuk memenuhi nafsu
kelompok oposisi tersebut sama halnya membinasakan dirinya sendiri.
ABNA: Mengenai makam-makam keluarga Nabi dan
sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok oposisi apa itu
memiliki dasar dalam ajaran Islam?
-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut
dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang
hanya berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka
maka itu perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka.
Karena mereka meyakini membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa
dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka mengatakan punya riwayat dan
hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk menghancurkan bangunan
yang dibangun diatas kuburan.
Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga
ada, dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para
wali adalah bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh
besar Islam tersebut. Dan keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan
dihormati. Karenanya tindakan Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka
tidak boleh menghancurkan bangunan yang dibangun oleh kelompok yang
meyakini itu sebagai keutamaan.
ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus Sunnah juga
menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi
keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak
keturunan beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para
pemberontak Suriah justru menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab,
Sukainah, dan Ruqayyah yang merupakan keturunan Imam Husain as, apa
menurut anda itu bukan penghinaan terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw
dan Imam Husain as?
-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw
bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu
juga makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan
bangunan di makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang
berdasarkan dari keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah
yang kuat, karenanya harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya
larangan untuk tidak menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang
disembah dan dijadikan tuhan oleh orang-orang musyrik karena itu akan
memancing mereka untuk juga menghina Allah Swt dan Islam. Karenanya
sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan kelompok oposisi di
Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang d imuliakan
kaum muslimin.
ABNA: Pengrusakan yang dilakukan kelompok Salafi atau Wahabi
bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa penjelasan anda
mengenai apa yang dilakukan pemerintahan Saudi terhadap pemakaman Baqi?
-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang
menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya
meruntuhkan bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan
penghinaan melainkan keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi
bahwa mereka memahami teks agama berdasarkan penalaran mereka belaka.
Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah, bukan hanya makam suci keluarga dan
keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan kubah, juga para syuhada
perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah penguasaan
Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam
sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja
melanjutkan pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.
Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan.
Peninggalan-peninggalan Islam harus dijaga karena itu warisan yang
berkisah tentang masa lalu yang sangat bermanfaat dan memberi pengaruh
besar bagi generasi kemudian. Makam adalah peninggalan terakhir dan
kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya karenanya makam harus
dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus membekas,
bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman
Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali
secara pasti dari makam-makam itu.
ABNA: Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah
Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi Thalib as diakui
keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni maupun
Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan
umat Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?
-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar
terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan
yang terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus
Sunnah meyakini Sayyidina Ali dan semua Ahlul bait memiliki kedudukan
yang tinggi dan mulia. Namun kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina
Ali ra yang memberi dukungan dan penghormatan kepada tiga khalifah
sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim Syiah juga melakukan hal
yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun semua perbedaan
tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir perbedaan yang
ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya persatuan
kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang
penuh penghormatan dan saling memahami.
ABNA: Pembicaraan dengan anda yang sarat dengan
ilmu, argumen yang logis dan saran-saran yang konstruktik menjadi
pembicaraan ini sangat menyenangkan bagi saya.
-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom.
Suasana persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan
selama berada di Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya
informasi yang saya dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah
Syiah yang ekstrim yang hatta mendengar kata Umar disebutkan mereka
akan marah dan memukul yang menyebutkan nama itu. Dan itu tidak saya
temukan dikota itu.
Peran Agen Zionis-Wahabi Dalam Distorsi Sejarah Muhammadiyah.
VAN DER PLAS, SYEIKH AHMAD SYURKATI(PENDIRI AL-IRSYAD) DAN PERANAN FREEMASONRY-SALAFI WAHABI DALAM DISTORSI SEJARAH MUHAMMADIYAH .
Sejarah tak pernah tunggal selalu menyimpan misterinya ada yang
terungkap dan ada yang disembunyikan. Menjadi tugas generasi yang
tercerahkanlah untuk melakukan penelitian sejarah lebih lengkap dan
komprehensif agar kebenaran sejarah bicara apa adanya tanpa
distorsi-distorsi dan asumsi tetapi berdasarkan fakta yang
sebenar-benarnya.
Namun tak banyak yg mengetahui bahwa perubahan haluan Muhammadiyah
dalam bermadzhab ini adalah akibat dari konspirasi yg dilancarkan oleh
fihak kolonial Hindia Belanda dari dalam tubuh perkumpulan ini sendiri.
Posisi Muhammadiyah yang saat itu berkembang menjadi perkumpulan
Islam yang besar dan semakin tertarik ke pusat pusaran politik seperti
halnya Syarekat Islam/SI cukup membuat khawatir gubernemen di Batavia.
Posisi gubernemen sendiri cukup terjepit saat itu menghadapi gelombang
pergerakan politik etis serta tuntutan balas budi kepada kaum pribumi
dari kaum demokrat liberal di dalam negeri Belanda di satu sisi.
Sedangkan di sisi lainnya mereka direpotkan oleh kaum pergerakan
nasional Indonesia yang semakin hari semakin radikal saja, terutama dari
kalangan Islam dalam hal ini SI yang saat itu juga terpengaruh oleh
semangat Revolusi Bolsheviks di Russia.
Ditambah lagi dengan kedatangan 2 orang pelarian politik dari sayap
radikal kaum sosial demokrat negeri Belanda bernama Sneevliet dan Baars
yang dengan cepat membangun massanya di antara anggota SI yg
diperkenalkan kepada ajaran Marxisme oleh mereka.
Gubernemen di Batavia sangat khawatir kalau Muhammadiyah yg sedang
besar besarnya saat itu ikut menjadi radikal seperti halnya SI mengingat
mereka sama sama berhaluan Islam moderat yg sangat terbuka akan
pengaruh dari luar.
Pemerintah kolonial di Batavia tentunya tidak memerlukan 2 lawan yg
besar sekaligus. Berkali kali mereka mencoba untuk melancarkan
pembunuhan terhadap KH. Ahmad dahlan, namun selalu gagal karena sang
kiyai selalu dijaga ketat dan dikelilingi oleh jemaahnya. Oleh karena
itu maka Van der plas seorang orientalis dan disinyalir juga sebagai
agen MI-6 yg bekerja untuk gubernemen Hindia Belanda segera merancang
sebuah plot untuk “menjinakkan” Muhammadiyah dari dalam.
Tersebutlah seorang pemuda asal Aceh bernama Muhammad Basya Dahlan,
seorang yang dibina langsung oleh Van der plass untuk menyusup ke dalam
tubuh Muhammadiyah. Muhammad Basya Dahlan lalu dikirim oleh Van der plas
ke Saudi Arabia, pusat gerakan Wahabi yang pemerintahannya disokong
penuh oleh pemerintah Inggris dan gerakan Zionis-Freemasonry dunia.
Disana dia mempelajari gerakan dan Faham Wahabi yang intoleran,
jumud, dan mudah mengkafirkan sesama Muslim yang berbeda pandangan
dengan mereka langsung dari para masyaikh-masyaikhnya di Najd dan
kembali ke Indonesia untuk meniti karier keorganisasian di perkumpulan
Muhammadiyah. Van der plas dengan sokongan penuh gubernemen
menggelontorkan uang jutaan gulden untuk mengantarkan Muhammad Basya ke
posisi penting di dalam strata kepengurusan Muhammadiyah.
Setelah berhasil mulailah dia melancarkan aksinya menebar racun faham
wahabi di tubuh perkumpulan tersebut dan mencetak kader kader muda
Muhammadiyah yg berfaham wahabi. Dan ketika posisi Muhammad Basya Dahlan
ini semakin kuat di dalam perkumpulan atas dukungan kader kader muda
maka KH. Ahmad dahlan sampai terpaksa harus menyingkir ke pelosok lereng
gunung merapi untuk menghindari kejaran dan bentrokan dengan kelompok
Muhammad Basya Dahlan serta pengikutnya yg berfahaman keras Wahabi.
Kelompok kecil KH. Ahmad dahlan yg menyingkir inilah yang kemudian
disebut sebagai “Muhammadiyah dalam”.
Akidah mereka masih sama dengan akidah yg dianut oleh KH. Ahmad
dahlan, begitupula dlm masalah fiqih masih menganut madzhab Syafi’iyah
sehingga amalan dan pemahamannya pun sama persis dengan warga NU dan
Islam tradisional pada umumnya. Sedangkan kelompok kaum muda yg di kader
oleh Muhammad Basya Dahlan disebut sebagai “Muhammadiyah luar”,
kelompok inilah yg mendominasi dan menyebar ke seluruh pelosok
nusantara. Kelompok ini cenderung keras dalam bersikap terhadap kaum
tradisionalis pesantren serta kiyai kiyai Jawa, bahkan cenderung
memusuhi KH. Hasyim Asy’ari dan NU serta kaum tradisionalis pada
umumnya. Sikap mereka khas orang yg berfaham Wahabi, dengan
mengkampanyekan anti TBC (*Tahayul, Bid’ah dan Churofat), tabdi’, bahkan
dalam beberapa kasus tak segan segan melancarkan takfir.
Mereka memusuhi dengan keras amalan amalan warisan KH. Sholeh darat
yg diamalkan oleh kaum Muhammadiyah dalam dan NU seperti sholawat
burdah, tahlil dan kitab kitab karangan beliau yg menerangkan ttg kaidah
bermadzhab serta faham akidah Asy’ariyah-Maturidiyah. Selain itu mereka
juga memusuhi dan tidak mangakui para Ahlu Bait Zuriyah Rasulullah saw
dan menafikkan peran besar mereka sebagai pembawa Islam ke Nusantara.
Ajaibnya beberapa keturunan Kiyai Sholeh darat sendiri ada yang
mendukung pemahaman dan penyikapan kaum Muhammadiyah luar ini termasuk
memusuhi tradisi dan kitab kitab kakek buyut mereka sendiri.
Inilah yg menyebabkan timbulnya ketegangan antara warga Muhammadiyah
dan NU serta kaum tradisionalis lainnya di masa lalu, tentunya kita
pernah mendengar bahwa hanya karena masalah qunut atau tidak qunut
sajapun mereka sering kali nyaris baku hantam bukan? Sebuah kenyataan yg
sangat memilukan hati ini jika kita mengetahui bahwa kedua pendiri
ormas Islam ini dahulunya adalah teman satu kamar di pondokan pesantren
Kiyai Sholeh darat, sama sama pernah berguru pada masyaikh masyaikh
aswaja syafi’iyah yg sama di Mekkah dan merupakan sahabat karib yg
saling menghormati dan menyayangi sepanjang hidup keduanya.
Walau seiring dengan waktu dan perkembangan zaman penyikapan
Muhammadiyah luar ini semakin bijak dan melunak namun ketegangan serta
perbedaan antara kedua ormas yg mewakili golongan medern dan
tradisionalis ini seringkali masih muncul ke permukaan.
Dengan demikian berhasil lah Van der plas dengan gilang gemilang
memecah dan mengendalikan serta merubah haluan Muhammadiyah dari dalam
seperti halnya juga SI yg berhasil dipecah belahnya menjadi SI merah dan
SI putih.
Orientalis andalan gubernemen Belanda disamping Snouck hurgronje yg
juga agen MI-6 ini memang sangat piawai memecah belah bangsa ini dari
masa ke masa. Dan sebagai seorang orientalis tentunya dia juga mendalami
bahasa dan budaya pribumi, Arab bahkan keilmuan Islam. Uniknya Van der
Plas belajar Ilmu Tafsir dan Fiqih dari Syeikh Ahmad Syurkati, pendiri
Al Irsyad saat dia menjabat sebagai Ajun Advisor di sebuah kantor
pemerintah kolonial Belanda (* Kantoor voor Inlandsche Zaken) yaitu
sebuah badan gubernemen Hindia Belanda yg mengurusi urusan bahasa bahasa
asing dan timur jauh.
Di sinilah juga Syeikh Ahmad syurkati bekerja sebagai penasihat Van
der plas sekaligus sebagai guru dan sahabatnya. Hal ini justru
diungkapkan disebuah buku yg ditulis oleh anak dari asisten pribadi
serta murid Syeikh Ahmad syurkati sendiri yg bernama Hussein badjerei
putera dari Abdullah aqil badjerei. Hussein badjerei ini adalah penulis
resmi buku sejarah perkembangan Al Irsyad di Indonesia, jadi datanya
pastilah valid karena dia dapat langsung dari ayahnya dan orang dalam Al
Irsyad sendiri.
Maka nyatalah sudah permainan spionase serta konspirasi agen MI-6 yg
merupakan badan intelijen Inggris dan alat dari gerakan
zionis-freemasonry/Illuminati yg dibantu oleh seorang tokoh gerakan
tajdid berfaham salafi sendiri, Syeikh Ahmad syurkati, entah dia sadar
atau tidak. Bukanlah rahasia lagi jika para pejabat tinggi Gubernemen
kolonialis Hindia belanda adalah para mason dengan derajat yg cukup
tinggi.
Contohnya adalah Jenderal Van heutz, mantan panglima perang pasukan
Marsose yg meluluh lantakkan Aceh dan membunuhi para syuhada pembela
Islam di bumi serambi Mekkah tsb.
Setelah sukses menaklukkan para pejuang Aceh atas bantuan riset
Snouck hurgronje dia kemudian diangkat menjadi gubernur jenderal Hindia
Belanda sekaligus atasan langsung Van der plas. Tentunya sang grand
master tak akan membiarkan raksasa muda Muhammadiyah menjadi lebih besar
dan membahayakan kelangsungan kepentingan mereka bukan hanya di masa
kolonial namun juga di masa masa yg akan datang.
Dan sisi terkelam dari sebuah kisah gerakan tajdid yg digaungkan oleh
3 orang agen freemasonry dari tanah para Fir’aunpun ternyata menggelar
konspirasinya juga di bumi Jawadwipa….
Sumber:http://utarabersatu.blogspot.com/2013/03/van-der-plas-syeikh-ahmad-syurkati.html
SABDA NABI SAWW TENTANG WAHABI
Sabda Nabi saww tentang kemunculan suatu kaum durhaka pada akhir zaman (Wahabi)
Nabi saww juga bersabda :
“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap
dengan ucapan sebaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi
tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam
sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa
dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala
di sisi Allah kelak di hari kiamat “. (HR. Imam Bukhari 3342).
“Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan
kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian
pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka
tidak ada apa-apanya. Mereka membaca Alquran dan mengiranya sebagai
pembela mereka, padahal ia adalah hujjah yang menghancurkan alasan
mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari
Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya.” (HR Abu Dawud).
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri Ra berkata:
“Saat Rasulullah saww sedang membagi-bagikan ghanimah (rampasan
perang), datanglah seseorang dari Bani Tamim dengan pakaian yang pendek
(bagian bawahnya), di antara kedua matanya ada tanda bekas sujud yang
menghitam, lalu ia berkata: “Berbuat adillah wahai Rasulullah!”
Rasulullah Saw bersabda: “Celakalah engkau, siapa yang akan berbuat
adil jika aku tidak berbuat adil? Maka engkau akan binasa dan rugi jika
aku sendiri tidak berlaku adil.” Lalu Rasulullah Saww bersabda: “Akan datang suatu kaum kelak
seperti dia, baik perkataannya, tapi buruk kelakuannya. Mereka adalah
seburuk-buruk makhluk. Mereka mengajak kepada Kitabullah, tetapi mereka
sendiri tidak mengambil darinya sedikitpun.
Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melebihi kerongkongannya.
Kalian akan mendapatkan bacaan Al-Qur’an mereka lebih baik dari kalian
dan shalat dan puasa mereka lebih baik dari kalian. Mereka akan melesat
meninggalkan Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Mereka
mencukur kepala serta mencukur kumisnya, pakaian mereka hanya sebatas
setengah betis mereka.” Setelah Rasulullah Saww menjelaskan ciri-ciri
mereka, Rasulullah Saww bersabda: “Mereka akan membunuh para pemeluk
Islam dan melindungi penyembah berhala!” [Diriwayatkan dalam kitab: Bukhari fi kitab dad’
al-khalq Bab “Alamah An-Nubuwwah”, An-Nisai’ fi khasa-is hal 43, 44,
Muslim fi Kitab Az-Zakah Bab At-Tahdzir Min Zinah Ad-Dun-ya, Musnad Imam
Ahmad juz I hal 78, 88, 91).
“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca
al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun /
generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi
akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam
Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di
dalam musnadnya)
Ketika Sayyidina Ali dan para pengikutnya selesai berperang di Nahrawain, seseorang berkata :
“ Sungguh tidak demikian, demi jiwaku yang berada dalam
genggaman-Nya, sesungguhnya akan ada keturunan dari mereka yang masih
berada di sulbi-sulbi ayahnya dan kelak keturunan akhir mereka akan
bersama dajjal “.
KENAPA WAHABI KELAK JADI PENGIKUT DAJJAL ?, INILAH KAJIAN ILMIYAH-NYA.
SIAPAKAH WAHABI ???
Wahabi adalah Khawarijnya umat ini dan mereka kelak akan bersama DAJJAL
Wahabi itu adalah mazhab plintir sana plintir sini dan akhirnya mereka akan diplintir bersama DAJJAL.
Segera saja kita terbitkan buku saku dan dibagikan gratis bahwa
sebuah kajian ilmiyah tentang WAHABI kelak akan menjadi pengikut DAJJAL.
Slogan kembali kepada Kitabullah adalah jargon
mereka untuk menipu umat seperti yg disebutkan dalam beberapa hadis dan
sesungguhnya WAHABI adalah ajaran bathil berkedok TAUHID.
Terhadap Wahabi yang berdalih mereka bukan pengikut Dajjal karena
Dajjal tak bisa masuk Madinah, ini jawabnya: Meski Dajjal tidak bisa
memasuki kota Madinah, namun para pengikutnya yang terdiri dari orang2
kafir dan munafik bisa. Saat guncangan 3x, pengikut Dajjal ini akan
keluar dari Madinah.
Dari Anas r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada suatu
negeripun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan
Madinah yang tidak. Tiada suatu lorongpun dari lorong-lorong Makkah dan
Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat
untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turunlah di suatu tanah yang
berpasir -di luar Madinah- lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga
goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan akan
setiap orang kafir dan munafik.” (Riwayat Muslim).
ISLAM INSTITUTE – DAJJAL – PENGANTAR REDAKSI :
Soal Dajjal, banyak orang pada akhirnya akan sangat lalai
memperhatikannya. Manusia akan lupa siapa Dajjal, yang mana sosok ini
dulu umat Islam pernah sangat mengenalnya lewat ciri-ci-cirinya. Ya
benar, kita sudah mengenal Dajjal, karena Nabi Muhammad shollallahu
’alaih wa sallam jauh-jauh hari, bahkan sejak 1.400 tahun yang lalu
sudah memperkenalkan Dajjal kepada ummatnya. Bahwa Dajjal adalah sebagai
sosok buta sebelah matanya, dan penyebar fitnah yang paling dahsyat di
muka bumi yang akan muncul di akhir zaman.
Fitnah Dajjal sebenarnya merupakan rangkaian fitnah yang sejak lama
ada, disebarkan melalui fitnah yang terjadi di antara manusia yang telah
diperdaya oleh hawa nafsunya sendiri. Bahkan Nabi saw memperingatkan
bahwa kelompok umat Nabi Muhammad yang tidak hanyut dalam pusaran fitnah
sesama manusia akan selamat pula dari fitnah Dajjal di akhir zaman.
Rangkaian segala fitnah yang pernah ada di dunia saling berkaitan dari
zaman ke zaman dan akan hadir mengkondisikan dunia semakin
gonjang-ganjing menghadapi fitnah Dajjal.
Suatu ketika ihwal Dajjal disebutkan di hadapan Rasulullah
shallallahu ’alaih wa sallam kemudian beliau bersabda: ”Sungguh fitnah
yang terjadi di antara kalian lebih aku takuti dari fitnah Dajjal, dan
tiada seseorang yang dapat selamat dari rangkaian fitnah sebelum fitnah
Dajjal melainkan akan selamat pula darinya (Dajjal), dan tiada fitnah
yang dibuat sejak adanya dunia ini – baik kecil ataupun besar – kecuali
untuk fitnah Dajjal.” (HR. Ahmad 22215).
“Allah tidak menurunkan ke muka bumi fitnah yang lebih besar dari fitnah Dajjal.” (HR. Thabrani 1672).
Justeru ketika kebanyakan manusia telah lalai dan tidak peduli akan
Dajjal, kemunculan Dajjal sebagai “sosok jasmani” yang mengaku Tuhan
sungguh mengagumkan bagi kebanyakan manusia. Terlebih Dajjal memiliki
kemampuan yang luar biasa, sanggup menciptakan, mematikan dan
menghidupkan, bahkan di tangan kanannya mempertontonkan kenikmatan surga
dan tangan kirinya ada intimidasi dan horror sangat menakutkan bagi
manusia yaitu neraka. Semuanya untuk menebar fitnah dan kekacauan akhir
zaman. Pada saat itu manusia lupa akan pengetahuan tentang sosok Dajjal
yang pernah dikenalnya, sedemikian rupa sehingga bila ada yang
memperingatkan soal Dajjal, maka mereka mentertawakannya dan sinis
cenderung menganggapnya sekedar mitos atau legenda. Maka betapa manusia
terlena dan terpedaya oleh Dajjal.
“Dajjal tidak akan muncul sehingga sekalian manusia telah lupa untuk
mengingatnya dan sehingga para Imam tidak lagi menyebut-nyebutnya di
atas mimbar-mimbar.” (HR. Ahmad 16073).
Nah…. Siapakah sebenarnya Dajjal? Siapa kelak yang akan menjadi
pengikut Dajjal sehingga terpedaya masuk ke surga Dajjal? Dan apakah
Dajjal itu seorang manusia, ataukah dia termasuk makhluk setan atau jin,
ataukah raksasa sehingga di tangannya terdapat surga dan neraka? Untuk
lebih jelasnya marilah kita simak kajian ilmiyah soal Dajjal yang
dipresentasikan oleh utadz Ibnu Abdillah Al Katiby.
DATA MENGEJUTKAN : WAHABI ADALAH PENGIKUT DAJJAL KELAK.
Oleh; Ibnu Abdillah Al Katiby.
Kemunculan Dajjal merupakan puncak dari munculnya fitnah paling besar
dan mengerikan di muka bumi ini bagi umat manusia khususnya umat
Muslim. Kemunculannya di akhir zaman, di masa imam Mahdi dan Nabi Isa
‘alaihis salam, akan banyak mempengaruhi besar bagi umat muslim sehingga
banyak yang mengikutinya kecuali orang-orang yang Allah jaga dari
fitnahnya.
Dalam hadits disebutkan :
قام رسول الله صلى الله عليه و سلم في الناس فأثنى على الله بما هو أهله،
ثم ذكر الدجال فقال: ” إني لأنذركموه، وما من نبي إلا وقد أنذر قومه
“ Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia
dan memuji keagungan Allah, kemudianbeliau menyebutkan Dajjal lalu
mengatakan : “ Sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan dajjal,tidak
ada satu pun seorang nabi, kecuali telah memperingatkan umatnya akan
dajjal “. (HR. Bukhari : 6705).
Dalam hadits lain, Nabi bersabda :
ليس من بلد إلا سيطؤه الدجال
“ Tidak ada satu pun negeri, kecuali akan didatangi oleh dajjal “. (HR. Bukhari : 1782).
Pada kesempatan ini, saya tidak menjelaskan sepak terjang dajjal,
namun saya akan sedikit membahas sebagian kaum yang menjadi pengikut
dajjal. Dan kali ini, saya tidak mengungkap semua kaum yang mengikuti
dajjal, namun saya akan menyinggung satu persoalan yang cukup menarik
yang telah diinformasikan oleh nabi bahwa ada kelompok umatnya yang akan
menjadi pengikut setia dajjal, padahal sebelumnya mereka ahli ibadah
bahkan ibadah mereka melebihi ibadah umat Nabi Muhammad lainnya, mereka
rajin membaca al-Quran, sering membawakan hadits Nabi, bahkan mengajak
kembali pada al-Quran. Namun pada akhirnya mereka menjadi pengikut
dajjal, apa yang menyebabkan mereka terpengaruh oleh dajjal dan menjadi
pengikut setianya ? simak uraiannya berikut :
“ Sesungguhnya setelah wafatku kelak akan ada kaum yang pandai
membaca al-Quran tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka.
Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala,mereka
lepas dari Islam seperti panah yang lepas dari busurnya seandainya
(usiaku panjang dan) menjumpai mereka (kelak), maka aku akan memerangi
mereka seperti memerangi (Nabi Hud) kepada kaum ‘Aad “.(HR. Abu Daud,
kitab Al-Adab bab Qitaalul Khawaarij : 4738).
“ Akan ada perselisihan dan perseteruan pada umatku, suatu kaum yang
memperbagus ucapan dan memperjelek perbuatan, mereka membaca Al-Quran
tetapi tidak melewati kerongkongan, mereka lepas dari Islam sebagaimana
anak panah lepas dari busurnya, mereka tidak akan kembali (pada Islam)
hingga panah itu kembali pada busurnya. Mereka seburuk-buruknya makhluk.
Beruntunglah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka
mengajak pada kitab Allah tetapi justru mereka tidak mendapat bagian
sedikitpun dari Al-Quran. Barangsiapa yang memerangi mereka, maka orang
yang memerangi lebih baik di sisi Allah dari mereka “, para sahabat
bertanya “ Wahai Rasul Allah, apa cirri khas mereka? Rasul menjawab “
Bercukur gundul “. (Sunan Abu Daud : 4765).
“ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda, berucap
dengan ucapan sbeaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi
tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam
sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya, maka jika kalian berjumpa
dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala
di sisi Allah kelak di hari kiamat “. (HR. Imam Bukhari 3342).
“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca
al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun /
generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi
akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalam
Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di
dalam musnadnya).
Ketika sayyidina Ali dan para pengikutnya selesai berperang di Nahrawain, seseorang berkata :
“ Sungguh tidak demikian, demi jiwaku yang berada dalam
genggaman-Nya, sesungguhnya akan ada keturunan dari mereka yang masih
berada di sulbi-sulbi ayahnya dan kelak keturunan akhir mereka akan
bersama dajjal “.
Penjelasan :
Dalam hadits di atas Nabi menginformasikan pada kita bahwasanya akan
ada sekelompok manusia dari umat Nabi yang lepas dari agama Islam
sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya dengan sifat dan ciri-ciri
yang Nabi sebutkan dalam hadits-haditsnya di atas sebagai berikut :
1. Senantiasa membaca al-Quran, Namun kata Nabi bacaanya tidak sampai
melewati tenggorokannyaartinya tidak membawa bekas dalam hatinya.
2. Suka memerangi umat Islam.
3. Membiarkan orang-orang kafir.
4. Memperbagus ucapan, namun parkteknya buruk.
5. Selalu mengajak kembali pada al-Quran, namun sejatinya al-Quran berlepas darinya.
6. Bercukur gundul.
7. Berusia muda.
8. Lemahnya akal.
9. Kemunculannya di akhir zaman.
10. Generasi mereka akan terus berlanjut dan eksis hingga menjadi pengikut dajjal.
Jika kita mau mengkaji, meneliti dan merenungi data-data hadits di
atas dan melihat realita yang terjadi di tengah-tengah umat akhir zaman
ini, maka sungguh sifat dan cirri-ciri yang telah Nabi sebutkan di atas,
telah sesuai dengan kelompok yang selalu teriak lantang kembali pada
al-Quran dan hadits, kelompok yang senantiasa mempermaslahkan urusan
furu’iyyah ke tengah-tengah umat, kelompok yang mengaku mengikut manhaj
salaf, kelompok yang senantiasa membawakan hadits-hadits Nabi shallahu
‘alaihi wa sallam yaitu tidak ada lain adalah wahhabi yang sekarang
bermetomorfosis menjadi salafi.
Membaca al-Quran dan selalu membawakan hadist-hadits Nabi adalah
perbuatan baik dan mulia, namun kenapa Nabi menjadikan hal itu sebagai
tanda kaum yang telah keluar dari agama tersebut?? Tidak ada lain, agar
umat ini tidak tertipu dengan slogan dan perilaku mereka yang
seakan-akan membawa maslahat bagi agama Islam. Ciri mereka yang suka
memerangi umat Islam, tidak samar dan tidak diragukan lagi, sejarah
telah mencatat dan mengakui sejarah berdarah mereka di awal
kemuculannnya, ribuan umat Islam dari kalangan awam maupun ulamanya
telah menjadi korban berdarah mereka hanya karena melakukan amaliah yang
mereka anggap perbuatan syirik dan kufr dan dianggap telah menentang
dakwah mereka. Namun dengan musuh Islam yang sesungguhnya, justru mereka
biarkan bahkan hingga saat ini mereka akrab dengan kaum kafir, adakah
sejarahnya mereka memerangi kaum kafir??
Ciri berikutnya adalah memperbagus ucapan namun prakteknya buruk.
Mereka jika berbicara dengan lawannya selalu mengutarakan ayat-ayat
al-Quran dan hadits, namun ucapanya tersebut tidaklah dinyatakan dalam
prakteknya, kadang mereka membaca mushaf al-Quran pun sambil tiduran
tanpa ada adabnya sama sekali.
Ciri berikutnya adalah mereka senantiasa berkoar-koar kepada kaum
muslimin lainnya agar kembali pada al-Quran. Tanda mereka ini sangat
nyata dan kentara kita ketahui pada realita saat ini, kaum wahabi selalu
teriak kepada kaum muslimin untuk kembali pada Al-Quran. Ahlus sunnah
selalu mengajak pada Al-Quran karena ajaran mereka memang bersumber dari
Al-Quran, namun kenapa Allah menjadikan sifat ini sebagai tanda pada
kaum neo khawarij (wahabi) ini?? Sebab merekalah satu-satunya kelompok
yang dikenali di kalangan awam yang selalu teriak mengajak pada Al-Quran
sedangkan Al-Quran sendiri berlepas diri dari mereka.Sehingga hal ini
(yad’uuna ilaa kitabillah; mengajak kepada Al-Quran) menjadi tanda atas
kelompok ini bukan pada kelompok khawarij lainnya.
Tanda mereka adalah bercukur gundul. Hal ini menambah keyakinan kita
bahwa yang dimaksud oleh Nabi dalam tanda ini adalah tidak ada lain
kelompok wahabi. Tidak ada satu pun kelompok ahli bid’ah yang melakukan
kebiasaan dan melazimkan mencukur gundul selain kelompok wahabi ini,
mereka kelompok sesat lainnya hanya bercukur gundul pada saat ibadah
haji dan umrah saja sama seperti kaum muslimin Ahlus sunnah. Namun
kelompok wahabi ini menjadikan mencukur gundul ini suatu kelaziman bagi
pengikut mereka kapan pun dan dimana pun. Bercukur gundul ini pun telah
diakui oleh Tokoh mereka; Abdul Aziz bin Hamd (cucu Muhammad bin Abdul
Wahhab) dalam kitabnya Majmu’ah Ar-Rasaail wal masaail : 578.
Cirri berikutnya adalah berusia muda dan akalnya lemah. Mereka pada
umumnya masih berusia muda tetapi lemah akalnya, atau itu adalah sebuah
kalimat majaz yang bermakna orang-orang yang kurang berpengalaman atau
kurang berkompetensi dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah.
Subyektivitas dengan daya dukung pemaham yang lemah dalam memahaminya,
bahkan menafsiri ayat-ayat Al-Qur`an dengan mengedepankan fanatik dan
emosional golongan mereka sendiri.
Sebab-Sebab Manusia Jadi Pengikut Dajjal.
Kemunculan kaum ( Wahabi ) ini ada di akhir zaman sebagaimana hadits
Nabi di atas, kemudian generasi mereka juga akan terus berlanjut hingga
generasi akhir mereka akan bersama dajjal menjadi pengikut setianya.
Namun apa yang menyebabkan mereka terpengaruh oleh dajjal dan menjadi
pengikut dajjal ??Berikut kajian dan analisa ilmiyyahnya :
Sebab pertama : Wahabi beraqidahkan tajsim dan tasybih. Sudah maklum dalam kitab-kitab mereka bahwa mereka meyakini Allah
itu memiliki organ-organ tubuh seperti wajah, mata, mulut, hidung,
tangan, kaki, jari dan sebagainya, dan mereka mengatakan bahwa organ
tubuh Allah tidak seperti organ tubuh makhluk-Nya.
Mereka juga meyakini bahwa Allah bertempat yaitu di Arsy,
mereka juga memaknai istiwa dengan bersemayam dan duduk dan menyatakan
semayam dan duduknya Allah tidak seperti makhluk-Nya.Mereka meyakini
Allah turun ke langit dunia dari atas ke bawah di sepertiga malam
terakhir, dan meyakini bahwa ketika Allah turun maka Arsy kosong dari
Allah namun menurut pendapat kuat mereka Arsy tidak kosong dari Allah.
Sungguh mereka telah memasukkan Allah dalam permainan pikiran mereka
yang sakit itu. Dan lain sebagainya dari pensifatan mereka bahwa Allah
berjisim….
Nah, demikian juga dajjal, renungkanlah kisah dajjal
yang disebutkan oleh Nabi dalam hadts-hadits sahihnya,bahwasanya dajjal
itu berjisim, berorgan tubuh, memiliki batasan, dia berjalan secara
hakikatnya, dia turun secara hakikatnya, dia berlari kecil secara
hakikatnya, dia memiliki kaki secara hakikat, memiliki tangan secara
hakikat, memiliki mata secara hakikat, memiliki wajah secara hakikat dan
lain sebagainya..dan tidak ada lain yang menyebabkan mereka mengakui
dajjal sebagai tuhannya kecuali karena berlebihannya mereka di dalam
menetapkan sifat-sifat Allah tersebut dan memperdalam makna-maknanya
hingga sampai pada derajat tajsim.
Perhatikan dan renungkan sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
إني حدثتكم عن الدجال، حتى خشيت أن لا تعقلوا ، إن المسيح الدجال قصير أفحج
، جعد أعور ، مطموس العين ، ليست بناتئة ، ولا جحراء ، فإن التبس عليكم ،
فاعلموا أن ربكم ليس بأعور
“ Sesungguhnya aku ceritkan pada kalian tentang dajjal, karena aku
khawatir kalian tidak bisa mengenalinya, sesungguhnya dajjal itu pendek
lagi congkak, ranbutnya keriting (kribo), matanya buta sebelah dan tidak
menonjol dan cengkung, jika kalian masih samar, maka ketahuilah
sesungguhnya Tuhan kalian tidaklah buta sebelah matanya “. (HR. Abu
Dawud).
Nabi benar-benar khawatir umatnya tidak bisa mengenali dajjal, dan
Nabi menyebutkan cirri-ciri dajjal yang semuanya itu bermuara pada
jisim, dan menyebutkan aib-aib yang disepakati oleh kaum musyabbih dan
sunni yang mutanazzih, namun kaum musyabbihah (wahabi-salafi) sangat
mendominasi pada pemikiran tajsimnya sehingga bagi mereka Allah Maha
melakukan apapun, dan Allah maha Mampu atas segala sesuatu, bahkan
menurut mereka kemampuan Allah memungkinkan berkaitan dengan perkara
yang mustahil bagi-Nya yang seharusnya kita sucikan, sehingga berkatalah
sebagian mereka : Bahwa Allah jika berkehendak untuk bersemayam di
punggung nyamuk, maka Allah pun akan bersemayam di atasnya. Naudzu
billahi min dzaalik.
Sebab kedua : Tidak adanya pehamahan mereka tentang perkara-perkara di luar kebiasaan (khawariqul ‘aadah) atau disebut karomah.
Realita yang ada saat ini, kaum wahhabi-salafi tidak pernah membicarakan
tentang khawariqul ‘aadah atau karomah, bahkan mereka mengingkari
karomah-karomah para wali Allah yang disebutkan oleh para ulama hafidz
hadits seperti al-Hafidz Abu Nu’aim dalam kitab hilyahnya, imam Khatib
al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya dan lainnya, bahkan mereka memvonis
kafir kepada sebagian para wali Allah yang mayoritas ahli tasawwuf.
Mereka tidak bisa mencerna karomah-karomah para wali yang ada sehingga
tidak mempercayai imdadaat ruhiyyah (perkara luar biasa yang bersifat
ruh) yang Allah berlakukan di tangan para wali-Nya yang bertaqwa sebagai
kemuliaan Allah atas mereka.
Sedangkan dajjal akan datang dengan kesaktian-kesaktian yang lebih
hebat dan luar biasa sebagai fitnah bagi orang yang Allah kehendaki,
menumbuhkan tanah yang kering, menurunkan hujan, memunculkan harta
duniawi, emas, permata, menghidupkan orang yang mati dan lain
sebagainya, sedangkan kaum wahhabi tidak perneh membicarakan khawariqul
‘aadat semacam itu, sehingg akal mereka tidak mampu membenarkannya, oleh
sebab itu ketika dajjal muncul dengan membawa khowariqul ‘aadat semacam
itu disertai pengakuan rububiyyahnya, maka bagi wahabi, dajjal itu
adalah Allah karena wahabi tidak mengathui sama sekali tentang
khowariqul ‘aadat yang Allah jalankan atas seorang dari golongan
manusia.
Mereka pun tidak mampu membedakan antara pelaku secara hakikatnya dan
semata-semata sebab / perantaranya, maka bercampurlah pemahaman mereka
antara kekhususan sang pencipta dengan makhluk-Nya. Seandainya mereka
mengetahui bahwa apa yang terjadi dari khowariqul ‘aadat hanyalah
semata-mata dari qudrah Allah, dan manusia hanyalah perantara, maka
wahabi tidak akan heran atas apa yang dilakukan dajjal. Dan seandainya
kaum wahabi bertafakkur atas khowariqul ‘aadat yang terjadi dari para
Nabi dan wali, maka wahabi tidak akan terkena fitnah oleh khowariqul
‘aadat yang terjadi dari dajjal sebagai bentuk istidraajnya.
Yang membedakan khowariqul ‘aadat yang terjadi atas para Nabi dan
dajjal adalah bahwa para nabi memperoleh hal itu sebagai penguat
kebenaran yang mereka serukan, sedangkan dajjal memperoleh hal itu
sebagai fitnah atas seseorang yang mengaku rububiyyah, perkara hal itu
sama-sama perkara khowariqul ‘aadat (perkara luar biasa).
Sebab ketiga : Bermanhaj khowarij yakni keluar dari jama’ah muslimin dan mengkafirkan kaum muslimin.Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam mensifati pengikut dajjal bahwasanya mereka
adalah kaum khowarij,sebagaimana sebagian telah dijelaskan di awal :
“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membaca
al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn ( kurun
/ generasi ) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga
generasi akhir mereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani
di dalam Al-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam
Ahmad di dalam musnadnya).
Arah Timur yang Nabi maksud tidak ada lain adalah arah Timur kota
Madinah yaitu Najd sebab Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah
menspesifikasikan letak posisinya yaitu tempat dimana ciri-ciri khas
penduduknya orang-orang yang memiliki banyak unta dan baduwi yang
berwatak keras dan berhati kasar dan tempat di mana menetapnya suku
Mudhar dan Rabi’ah, dan semua itu hanya ada di Najd Saudi Arabia,Nabi
bersabda :
“Dari sinilah fitnah-fitnah akan bermunculan, dari arah Timur, dan
sifat kasar juga kerasnya hati pada orang-orang yang sibuk mengurus onta
dan sapi, kaum Baduwi yaitu pada kaum Rabi’ah dan Mudhar “.(HR.
Bukhari).
Maka kaum wahhabi-salafi ini adalah regenerasi dari kaum khowarij
pertama di masa Nabi dan sahabat, perbedaaanya kaum khowarij pertama
bermanhaj mu’aththilah (membatalkan sifat-sifat Allah), sedangkankaum
neo khowarij (wahhabi) ini bermanhaj tajsim dan taysbih. Walaupun
berbeda, namun sama-sama menyimpang dari aqidah Islam, dan Allah merubah
manhaj mereka dari kejelekan menuju manhaj yang lebih jelek lagi
sebagai balasan atas kedhaliman dan kesombongan yang memenuhi hati
mereka. Atas manhaj tajsim mereka inilah menjadi penyebab wahhabi mudah
terpengaruh oleh dajjal, sedangkan khowarij terdahulu jika masih ada yg
mengikuti manhaj ta’thilnya tidak mungkin terpengaruh oleh dajjal, sebab
sangat anti terhadap sifat-sifat Allah, mereka mensucikan Allah dari
sifat gerak, pindah, bersemayam, diam, duduk, turun dan sebagainya
bahkan mereka membatalkan sifat-sifat wajib Allah.
Ummat Islam banyak yang tidak suka saat mereka difitnah sebagai Ahlul
Bid’ah, Sesat, Penyembah Kuburan, Musyrik, bahkan kafir oleh Wahabi.
Bahkan ada yang dibunuh. Oleh karena itu mereka balik mngkritik Wahabi.
Ada pun Wahabi yang menamakan dirinya macam-macam dari Muwahidun,
Salafi, Ahlus Sunnah (Tanpa kata Jama’ah) justru marah. Mereka merasa
mereka dan syeikh mereka, Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Najd
difitnah oleh “Musuh-musuh Islam.”.
Siapakah yang benar? Nabi menyebut Najd, tempat kelahiran pendiri
Wahabi sebagai tempat fitnah. Ini hadits-haditsnya. Silahkan baca dengan
seksama. Bebaskan diri anda dari taqlid. Gunakan akal pikiran anda
untuk memahaminya. Jika pun bertanya pada ulama, jangan tanya pada
kelompok anda saja. Tanya pada Jumhur Ulama agar tak tersesat:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada
negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau
berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata,
‘Dan Najd kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri
Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Yaman.’ Maka, saya mengira
beliau bersabda pada kali yang ketiga, ‘Di sana terdapat
kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula
munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari].
Pada hadits di atas disebut ada orang Najd yang meminta Nabi agar
memberkahi Najd. Saat itu dakwah Nabi belum mencapai Iraq. Selain itu
ucapan Nabi tentang tanduk setan (قرن / qorn) itu sesuai dengan miqat
haji orang-orang Najd di QORN yang artinya TANDUK. Jelaslah bahwa Najd
yang disebut Nabi adalah Najd yang kita kenal sekarang. Bukan Iraq! Jika
pun orang Iraq yang hadir, tentu mereka minta agar IRAQ yang diberkati.
Bukan Najd!
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda sambil menghadap ke arah
timur: Ketahuilah, sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana! Ketahuilah,
sesungguhnya fitnah akan terjadi di sana. Yaitu tempat muncul tanduk
setan. (Shahih Muslim No.5167).
Posisi Nabi saat hadits yang menyebut tempat fitnah ada di sebelah
TIMUR dan tempat MATAHARI TERBIT adalah di MADINAH. Kita harus paham
dasar-dasar ilmu Geografi atau Ilmu Bumi agar bisa paham. Madinah dan
Riyadh (Najd) letaknya sejajar sekitar 24 derajad lintang utara.
Sementara Kufah / Najaf terletak di 32 derajad lintang utara. 8 derajad
lebih utara dari kota Madinah. Sebagai perbandingan, Amman, Yordania
yang ada di utara Madinah sejajar dengan Kufah yaitu di 32 derajad
lintang utara. Matahari itu paling tinggi posisinya berada di 23,5
derajad lintang utara pada tanggal 21 Juni sebelum akhirnya bergerak ke
selatan. Jadi matahari terbit di Madinah itu posisinya dari arah Najd
yang persis ada di sebelah timur Madinah. Tidak mungkin dari Iraq yang
ada di utara Madinah.
Dari sini kita paham bahwa Najd yang dimaksud adalah Najd sekarang
yang memang ada tepat di sebelah timur Madinah. Bukan Iraq yang berada
di utara.
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي
الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى رسول الله صلى الله عليه و
سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان
الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepada
kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla
bani hasyim yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi
Shahba’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah
bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah
matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang
dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410
dengan sanad shahih].
حدثنا محمد بن عبد الله بن عمار الموصلي قال حدثنا أبو هاشم محمد بن علي عن
المعافى عن أفلح بن حميد عن القاسم عن عائشة قالت وقَّت رسول الله صلى
الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحُليفة ولأهل الشام ومصر الجحفة ولأهل
العراق ذات عرق ولأهل نجد قرناً ولأهل اليمن يلملم
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al
Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Haasyim
Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari
Aisyah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan
miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan
Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di
Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam (Shahih Sunan Nasa’i no 2656).
Hadits Nabi di atas berulang-kali menyebut Tanduk Setan (Qorn
Syaithon). Dan Miqat Haji penduduk Najd di Qarn (Tanduk). Sementara
Miqat penduduk Iraq di Dzatu “Irq. Jelas bukan kalau Najd dan Iraq
adalah dua nama yang berbeda yang menunjukkan dua tempat yang berbeda.
Najd adalah Nejd, Najd dulu dan Najd sekarang adalah sama jadi tidak
bisa ditakwil-takwilkan bahwa Iraq adalah Najd. Tidak betul itu!
Berbagai hadits di atas tentang Najd sesungguhnya menunjukkan Najd itu
adalah Najd yang dikenal umum baik di zaman Nabi mau pun sekarang. Bukan
tempat lainnya sebagaimana ditafsirkan Ibnu Taimiyyah ada di Kufah.
Apalagi Najd yang dikenal di zaman Nabi di hadits tersebut disebut ada
di TIMUR kota Madinah dan tempat terbitnya matahari. Tak mungkin
penduduk Madinah melihat matahari terbit dari arah Kufah. Najd sekarang
pun memang selain di Timur Madinah juga merupakan dataran Tinggi (762
hingga 1.525 meter di atas permukaan laut). Di hadits Sunan Nasa’i no
2656 Nabi menyebutkan tempat miqat bagi penduduk Iraq dan penduduk Najd.
Jelas Iraq dan Najd adalah dua tempat yang berbeda.
Sebaliknya Kufah yang juga disebut An Najaf ternyata terletak di
dataran rendah di lembah sungai Efrat. Jadi tidak mungkin Ibnu Taimiyyah
berkata demikian. Bisa jadi ulama Wahabi memang suka mengubah-ubah
tulisan sebagaimana disinyalir oleh Syekh Idahram dan juga beberapa
ulama lainnya. Sehingga ada ulama yang bilang kalau beli kitab kuning
sebaiknya beli di Yaman atau Mesir. Jangan di Arab Saudi sebab sudah
dirubah-rubah oleh Wahabi.
Coba lihat peta Kufah (An Najaf) yang berada di daerah hijau (dataran rendah). Bukan kuning yang merupakan tanda dataran tinggi:
Apalagi Muhammad bin Abdul Wahab dikenal juga dengan Muhammad bin
Abdul Wahab An Najdi. Jadi bagaimana lagi mau berkelit atau
mentakwil-takwilkannya dengan cara lain sehingga Najd yang dimaksud Nabi
itu berbeda dengan Najd yang dikenal masyarakat Arab baik di zaman
dahulu atau pun sekarang?
http://id.wikipedia.org/wiki/Najd
Ada pernyataan kelompok Salafi Wahabi mengenai celaan terhadap kota
Najd yang merupakan tempat kelahiran pendiri paham Wahabi: Muhammad bin
Abdul Wahab. “Apa salahnya jika lahir di Najd? Apakah otomatis akan jadi
Khawarij/Sesat?”
Tidak salah memang. Apalagi jika memang orang tersebut memurnikan
ajaran Islam dengan memurnikan Tauhid dan menghidupkan Sunnah. Yang jadi
masalah adalah jika cara dakwahnya akhirnya menganggap sesat/kafir
sesama Muslim bahkan ulama apalagi sampai membunuh sesama Muslim
sehingga timbul Fitnah. Jika itu sampai terjadi, tentu orang tersebut
merupakan Khawarij pembuat Fitnah yang disebut Nabi berasal dari Najd di
sebelah timur kota Madinah (arah tempat terbitnya matahari di kota
Madinah).
Kalau kita kaji Al Qur’an dan Hadits dan Sejarah Muhammad bin Abdul
Wahhab, niscaya kita tahu bahwa perkataan dan perbuatan Muhammad bin
Abdul Wahhab itu bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Coba lihat fitnah Muhammad bin Abdul Wahhab yang menuduh ummat Islam
(termasuk di Mekkah dan Madinah) lebih Musyrik daripada kaum Musyrik
penyembah berhala. Tersinggungkah anda jika difitnah sbg Musyrik?
Menyebut Muslim sebagai Musyrik sama dengan memfitnah Muslim sebagai
Murtad. Menurut Islam, hukuman bagi orang-orang Murtad adalah mati. Tak
heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikut-pengikutnya akhirnya
memerangi dan membunuh orang Islam di Thaif, Mekkah, Madinah, dsb.
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708).
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di
jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang
yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu
kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka
telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
[An Nisaa' 94].
Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang
mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya
atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan
terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang
terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh
kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman
kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud).
Padahal Nabi memerintahkan agar menjauhi para penguasa/raja:
Rasulullah SAW. Beliau bersabda, ”Barang siapa tinggal di padang
pasir, ia kekeringan. Barang siapa mengikuti buruan ia lalai. Dan barang
siapa yang mendatangi pintu-pintu penguasa, maka ia terkena fitnah.”
(Riwayat Ahmad).
Apabila kamu melihat seorang ulama bergaul erat dengan penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah pencuri. (HR. Ad-Dailami).
Meski hadits diatas mencerca ulama yang bergaul-erat dengan penguasa,
pada dasarnya jika untuk memberi nasehat kebaikan tidak masalah. Tapi
jika justru memberi keburukan sehingga si Raja tersebut gemar berperang
membunuh sesama Muslim, niscaya itu tidak baik.
Keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam
PEPERANGAN dengan kepala-kepala suku lainnya selama 28 tahun, secara
perlahan namun pasti memasuki masa kejayaannya…
Keluarga Ibnu Saud, sebagai pendukung dan unsur utama garakan ini
segera menaklukkan hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk kota-kota
suci Mekkah dan Madinah. Gerakan Wahabi ini akhirnya menjadi mazhab
fikih resmi keluarga Saudi yang berkuasa http://www.arrahmah.com/read/2011/11/22/16492-syekh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pejuang-tauhid-yang-memurnikan-islam.html
Itu adalah tulisan dari website Wahabi, arrahmah.com.
Jika kita membacanya tidak dengan kritis/tidak pakai akal, niscaya kita
tidak paham. Tapi jika kita menggunakan akal, niscaya kita tahu kalau
Keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupannya TERLIBAT PEPERANGAN dgn
“KEPALA SUKU” lain selama 28 TAHUN itu sebetulnya memerangi dan membunuh
orang-orang Islam. Boleh dikata sejak zaman Sahabat seluruh Jazirah
Arab itu sudah Islam. Kalau disebut perang dengan kepala suku, artinya
Ibnu Saud yang dibantu MBAW itu memerangi/membunuh ummat Islam di
jazirah Arab selama 28 tahun termasuk Mekkah dan Madinah yang mereka
“TAKLUKKAN”. Bahkan lebih karena diteruskan oleh penggantinya. Tidak ada
di situ disebut perang melawan Inggris.
Nabi itu utusan Allah. Beliau bicara tidak sembarangan. Tapi dari
Wahyu Allah. Banyak hadits tentang Fitnah (Pembunuhan) dari Najd. Baik
saat ada orang Najd datang ke Nabi, Najd dari arah Timur dan Najd dari
arah matahari terbit. Lintang Utara Madinah dgn Najd (mis: Riyadh)
sejajar=24 derajad lintang utara. Matahari paling utara di 23,5 derajad
lintang utara. Sementara Syams atau Iraq itu 32 derajad Lintang Utara
lebih. Baik Syams mau pun Iraq lebih dekat disebut Utara (Syimal)
ketimbang Timur.
Selain itu ada hadits Miqat orang Iraq di Zati ‘Irq sedang Najd di
Qorn. Qorn ini artinya TANDUK. Identik dgn hadits tentang Qornus
Shaython. Tanduk Setan. Najd itu artinya tanah tinggi. Sesuai dgn Najd
yg tingginya sekitar 1000 meter di atas laut. Ada pun Iraq itu tanah
rendah. Kurang dari 50 meter.
Dajjal tidak bisa masuk Mekkah dan Madinah. Tapi pengikutnya bisa:
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada satu negeri yang tidak dimasuki
Dajjal, kecuali Mekah dan Madinah, dan tidak ada satu jalan di Madinah,
kecuali terdapat malaikat yang berbaris menjaganya. Maka Dajjal singgah
di daerah rawa, kemudian Madinah bergoncang tiga kali goncangan,
sehingga seluruh orang kafir dan munafik keluar dari sana menuju ke
tempat Dajjal. (Shahih Muslim No.5236).
Cuma ya terserah. Mau percaya syukur, tidak percaya juga silahkan. Peta ini insya Allah jelas bagi orang2 yg bertakwa
Membantah Salafy: Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq.
Posted by bicarasalafy pada Maret 11, 2011
Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq
SUMBER: Analisis Pencari Kebenaran.
Dimanakah Masyriq Pada Hadis Fitnah [Najd] : Rabiah Mudhar Ahlul Masyriq.
Tulisan ini bisa dibilang pengulangan yang disertai dengan sedikit
tambahan untuk membungkam para salafy berkaitan dengan hadis Najd.
Seperti yang kita ketahui bersama, salafy berkeras [bin ngotot] kalau
Najd yang dimaksud dalam hadis Fitnah Najd adalah Iraq bukannya Najd
yang ada di Jazirah Arab. Cara pendalilan mereka ini telah kami bahas
dan merupakan fallacy [sesat pikir] yang sangat nyata [bagi yang belum
membacanya maka silakan membaca beberapa tulisan kami tentang Najd].
Hadis Tanduk Setan Kontroversi Najd dan Irak.
Analisis Hadis Tanduk Setan Najd Bukan Irak.
Najd Bukan Irak Bantahan Bagi Salafy.
Hadis Fitnah Timur : Najd.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن عكرمة بن عمار عن سالم عن ابن عمر
قال خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم من بيت عائشة فقال رأس الكفر من
ههنا من حيث يطلع قرن الشيطان يعني المشرق
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata
telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ikrimah bin ‘Ammar dari Salim
dari Ibnu Umar yang berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
keluar dari pintu rumah Aisyah dan berkata “sumber kekafiran datang dari
sini dari arah munculnya tanduk setan yaitu timur [Shahih Muslim 4/2228
no 2905].
وحدثني حرملة بن يحيى أخبرنا ابن وهب أخبرني يونس عن ابن شهاب عن سالم بن
عبدالله عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال وهو مستقبل المشرق
ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا ها إن الفتنة ههنا من حيث يطلع قرن
الشيطان
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya yang berkata telah
mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb yang berkata telah mengabarkan
kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata dan Beliau
menghadap kearah timur “fitnah datang dari sini, fitnah datang dari
sini, fitnah datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan” [Shahih
Muslim 4/2228 no 2905].
Kedua hadis di atas dengan jelas menyebutkan tentang masyriq [timur]
sebagai arah tempat datangnya fitnah atau arah munculnya tanduk setan.
Pertanyaannya adalah timur yang dimana?. Salafy mengatakan bahwa di masa
arab dahulu istilah timur barat sama halnya dengan istilah kanan kiri.
Artinya di sebelah kanan adalah timur dan disebelah kiri adalah barat.
Salafy menginginkan dengan pengertian tersebut maka arah timur yang
dimaksud tidak mesti tepat di timur arah mata angin sekarang. Syubhat
salafy ini terbantahkan dengan adanya berbagai hadis shahih yang
menunjukkan kalau arah timur yang dimaksud adalah arah matahari terbit.
Yaitu hadis berikut:
حدثنا عبد الله ثنا أبي ثنا أبو سعيد مولى بنى هاشم ثنا عقبة بن أبي
الصهباء ثنا سالم عن عبد الله بن عمر قال صلى رسول الله صلى الله عليه و
سلم الفجر ثم سلم فاستقبل مطلع الشمس فقال ألا ان الفتنة ههنا ألا ان
الفتنة ههنا حيث يطلع قرن الشيطان
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang menceritakan kepada
kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id mawla
bani hasyim yang berkata telah menceritakan kepada kami Uqbah bin Abi
Shahba’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Salim dari ‘Abdullah
bin Umar yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan shalat fajar kemudian mengucapkan salam dan menghadap kearah
matahari terbit seraya bersabda “fitnah datang dari sini, fitnah datang
dari sini dari arah munculnya tanduk setan” [Musnad Ahmad 2/72 no 5410
dengan sanad shahih].
حدثنا موسى بن هارون ثنا عبد الله بن محمد بوران نا الأسود بن عامر نا حماد
بن سلمة عن يحيى بن سعيد عن سالم عن بن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم
استقبل مطلع الشمس فقال من ها هنا يطلع قرن الشيطان وها هنا الفتن والزلازل
والفدادون وغلظ القلوب
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Harun yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Fuuraan yang berkata
telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir yang berkata telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Yahya bin Sa’id dari
Salim dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap
kearah matahari terbitseraya berkata “dari sini muncul tanduk setan,
dari sini muncul fitnah dan kegoncangan dan orang-orang yang bersuara
keras dan berhati kasar [Mu’jam Al Awsath Thabrani 8/74 no 8003 dengan
sanad shahih].
Tidak hanya soal arah yang dimaksud timur matahari terbit. Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] juga menyebutkan nama tempat yang
dimaksud yang sesuai dengan arah timur matahari terbit dari Madinah.
Tempat tersebut adalah Najd
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata
telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah
menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang
berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Ya Allah berilah
keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para
sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul
kegoncangan dan fitnah, dan disanalah muncul tanduk setan” [Shahih
Bukhari 2/33 no 1037].
Najd disini bukanlah Iraq karena antara Najd dan Iraq hanya Najd yang
merupakan tempat dengan arah timur matahari terbit dari Madinah. Salafy
bisa saja berdalih kalau Iraq juga terletak di timur madinah dengan
alasan kanan Madinah adalah timur dan kiri Madinah adalah barat tetapi
dalih tersebut tertolak dengan penjelasan arah yang dimaksud adalah
timur matahari terbit. Irak tidak terletak pada arah timur matahari
terbit. Siapapun yang berada di Madinah dan menyaksikan arah terbitnya
matahari kemudian ia menelusuri jalan dengan arah tersebut maka ia akan
sampai di Najd bukan di Iraq.
Selain menunjukkan nama tempat tersebut, Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] juga menyebutkan ciri-ciri orang atau penduduk di
tempat tersebut. Diantaranya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
menyebutkan kalau orang-orang disana [tempat munculnya fitnah] adalah
orang yang berhati sombong dan angkuh termasuk pengembala unta atau
dikenal dengan sebutan Ahlul wabar.
حدثنا يحيى بن يحيى قال قرأت على مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي
هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال رأس الكفر نحو الشرق والفخر
والخيلاء في أهل الخيل والإبل الفدادين أهل الوبر والسكينة في أهل الغنم
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya yang berkata qara’tu
ala [aku membacakan kepada] Malik dari Abi Zanad dari Al A’raj dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “sumber
kekafiran datang dari timur, kesombongan dan keangkuhan adalah milik
orang-orang pengembala kuda dan unta Al Faddaadin Ahlul Wabar [arab
badui] dan kelembutan ada pada pengembala kambing [Shahih Muslim 1/71 no
52].
حدثنا عبدالله بن عبدالرحمن أخبرنا أبو اليمان عن شعيب عن الزهري حدثني
سعيد بن المسيب أن أبا هريرة قال سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول جاء
أهل اليمن هم أرق أفئدة وأضعف قلوبا الإيمان يمان والحكمة يمانية السكينة
في أهل الغنم والفخر والخيلاء في الفدادين أهل الوبر قبل مطلع الشمس
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman yang
berkata telah mengabarkan kepada kami Abul Yaman dari Syu’aib dari Az
Zuhri yang berkata telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Al Musayyab
bahwa Abu Hurairah berkata aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda “Penduduk Yaman datang, mereka bertingkah laku halus
dan berhati lembut iman di Yaman, hikmah di Yaman, kelembutan ada pada
penggembala kambing sedangkan kesombongan dan keangkuhan ada pada
orang-orang Faddadin Ahlul Wabar [arab badui] di arah terbitnya matahari
[Shahih Muslim 1/71 no 52]
Kedua hadis di atas menyebutkan tempat munculnya fitnah adalah tempat
pada arah timur matahari terbit dimana orang-orang disana dikenal
sebagai pengembala unta, orang yang berhati kasar sombong dan angkuh
yang merupakan tabiat kebanyakan dari ahlul wabar atau arab badui. Ahlul
wabar bisa diartikan sebagai orang arab badui karena tempat tinggal
mereka terbuat dari al wabr atau bulu. Di masa Nabi [shallallahu 'alaihi
wasallam] Ahlul wabar tinggal di Najd.
Rabi’ah dan Mudhar Ahlul Masyriq.
Selain menyebutkan ciri-ciri mereka, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] juga menyebutkan kabilah mereka yang dikenal sebagai Rabiah
dan Mudhar. Rabi’ah dan Mudhar dikenal sebagai Ahlul Masyriq [penduduk
timur] di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
حدثنا مسدد حدثنا يحيى عن إسماعيل قال حدثني قيس عن عقبة بن عمرو أبي مسعود
قال أشار رسول الله صلى الله عليه وسلم بيده نحو اليمن، فقال الإيمان يمان
هنا هنا، ألا إن القسوة وغلظ القلوب في الفدادين، عند أصول أذناب الإبل،
حيث يطلع قرنا الشيطان، في ربيعة ومضر
Telah menceritakan kepada kami Musaddad yang berkata telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Isma’il yang berkata telah
menceritakan kepadaku Qais bin Uqbah bin Amru Abi Mas’ud yang berkata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan tangannya kearah
Yaman dan berkata “Iman di Yaman disini dan kekerasan hati adalah milik
orang-orang Faddadin [arab badui atau pedalaman] yang sibuk dengan
unta-unta mereka dari arah munculnya tanduk setan [dari]Rabi’ah dan
Mudhar [Shahih Bukhari no 3126]
Dalil-dalil di atas hanya pengulangan dari tulisan kami sebelumnya
tetapi disini akan kami tambahkan sedikit dalil shahih kalau Rabiah dan
Mudhar adalah penduduk Masyriq [timur] di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam]. Berikut hadis yang memuat keterangan tentang Rabi’ah dan
Mudhar
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyaar yang berkata
telah menceritakan kepada kami Ghundar yang berkata telah menceritakan
kepada kami Syu’bah dari Abi Jamrah yang berkata saya pernah menjadi
penterjemah antara Ibnu Abbas dan orang-orang. [Ibnu Abbas] berkata
“sesungguhnya delegasi [utusan] Abdul Qais pernah mendatangi Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam]
berkata “siapakah utusan itu atau kaum itu?”. [para sahabat] berkata
“Rabi’ah”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “selamat datang
kaum atau utusan semoga tidak ada kesedihan dan penyesalan. Mereka
berkata “kami datang dari perjalanan jauh dan diantara tempat tinggal
kami dan tempat tinggal-Mu terdapat perkampungan kaum kafir Mudhar
sehingga kami tidak bisa datang kepadaMu kecuali pada bulan haram maka
perintahkanlah kepada kami perintah yang dapat kami ajarkan kepada
orang-orang di tempat kami dan karenanya kami dapat masuk surga. Maka
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan kepada mereka empat
hal dan melarang mereka empat hal, memerintahkan mereka untuk beriman
kepada Allah ‘azza wajalla satu-satunya. Beliau [shallallahu ‘alaihi
wasallam] berkata “tahukah kalian arti beriman kepada Allah
satu-satunya?”. Mereka berkata “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan
mendirikan Shalat dan menunaikan zakat dan berpuasa di bulan ramadhan
dan memberikan seperlima [khumus] dari harta rampasan perang [ghanimah] .
Dan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang mereka dari meminum Ad
Dubaa’ Al Hantam dan Al Muzaffat. Syu’bah berkata “terkadang Beliau
[shallallahu ‘alaihi wasallam] menyebutkan An Naqiir dan terkadang
berkata Muqayyir. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata
“hafalkanlah itu dan kabarkanlah kepada orang-orang di tempat kalian”
[Shahih Bukhari 1/29 no 87].
Hadis di atas menjelaskan bahwa kabilah Abdul Qais adalah salah satu
dari Kabilah Rabi’ah dan diantara tempat tinggal mereka dan tempat
tinggal Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] di madinah terdapat tempat
tinggal kabilah Mudhar [yang masih kafir]. Pertanyaannya siapakah
kabilah Abdul Qais ini dan dimana mereka tinggal. Terdapat dalil shahih
yang menyebutkan kalau Abdul Qais termasuk penduduk Masyriq [timur].
حدثنا أحمد قال حدثنا شباب قال حدثنا عون بن كهمس قال حدثنا هشام بن حسان
عن محمد بن سيرين عن أبي هريرة عن النبي قال خير أهل المشرق عبد القيس
Telah menceritakan kepada kami Ahmad yang berkata telah menceritakan
kepada kami Syabaab yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aun bin
Kahmas yang berkata telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin Hassaan
dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] yang bersabda “penduduk Masyriq [timur] yang paling baik
adalah Abdul Qais” [Mu’jam Al Awsath Thabrani 2/171 no 1615].
Hadis ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya. Berikut adalah keterangan mengenai para perawinya.
Ahmad syaikh [guru] Thabrani dalam sanad di atas adalah Ahmad bin
Husein bin Nashr Abu Ja’far Al ‘Askariy . Daruquthni menyatakan kalau
ia seorang yang tsiqat [Su’alat Hamzah 1/146 no 144].
Syabab adalah Khalifah bin Khayaath termasuk salah satu syaikh
[guru] Bukhari. Ibnu Adiy menyatakan ia hadisnya lurus shaduq. Ibnu
Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan menyatakan ia mutqin. Maslamah
berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib juz 3 no 304]. Adz
Dzahabi menyatakan ia shaduq [Al Kasyf no 1409].
‘Aun bin Kahmas adalah salah satu perawi Abu Dawud. Telah
meriwayatkan darinya jamaah tsiqat. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak
dikenal”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Dawud berkata
“tidak disampaikan kepadaku kecuali yang baik” [At Tahdzib juz 8 no
313]. Ibnu Hajar menyatakan ia maqbul tetapi dikoreksi dalam Tahrir At
Taqrib kalau ia seorang yang shaduq hasanul hadis [Tahrir Taqrib At
Thadzib no 5225]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 4319].
Hisyam bin Hassaan adalah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat.
Ibnu Ma’in, Al Ijli, Ibnu Saad Ibnu Syahin, Utsman bin Abi Syaibah dan
Ibnu Hibban menyatakan tsiqat. Abu Hatim dan Ibnu Adiy berkata “shaduq”.
[At Tahdzib juz 11 no 75]. Ibnu Hajar menyatakan tsiqat dan termasuk
orang yang tsabit riwayatnya dari Ibnu Sirin [At Taqrib 2/266].
Muhammad bin Sirin adalah perawi kutubus sittah tabiin yang dikenal
tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit dan ahli ibadah [At
Taqrib 2/85]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat hujjah [Al Kasyf no 4898]
Hadis di atas menyebutkan kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] menyebut Abdul Qais sebagai ahlul masyriq [penduduk timur]
yang paling baik. Apakah masyriq [timur] yang dimaksud?. Arah timur
manakah yang dimaksud?. Dimana sebenarnya tempat tinggal kabilah Abdul
Qais?. Perhatikan hadis berikut:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mutsanna yang berkata
telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aamir Al ‘Aqdiy yang berkata telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahman dari Abi Jamrah Adh
Dhuba’iy dari Ibnu Abbas yang berkata “sesungguhnya shalat jum’at yang
pertama dilakukan setelah shalat jum’at di masjid Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah di masjid kabilah Abdul Qais di
Juwatsa daerah Bahrain [Shahih Bukhari 2/5 no 892].
Jadi kabilah Abdul Qais yang termasuk salah satu kabilah Rabi’ah
tinggal di Bahrain. Dimanakah Bahrain?. Bahrain adalah kawasan yang
terletak di sebelah timur arah matahari terbit dari madinah. Kalau
Bahrain adalah tempat tinggal kabilah Abdul Qais maka dimanakah tempat
tinggal kafir Mudhar yang disebutkan dalam hadis Bukhari sebelumnya
terletak di antara madinah [tempat tinggal Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan Bahrain [tempat tinggal Abdul Qais]. Jawabannya gampang,
ambil peta dan lihat tempat itu adalah Najd.
أخبرنا عمر بن سعيد بن سنان قال أخبرنا أحمد بن أبي بكر عن مالك عن عبد
الله بن دينار عن ابن عمر أنه قال رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يشير
نحو المشرق ويقول ( ها إن الفتنة ها هنا إن الفتنة ها هنا من حيث يطلع قرن
الشيطان ) قال أبو حاتم رضي الله عنه مشرق المدينة هو البحرين و مسيلمة
منها وخروجه كان أول حادث حدث في الإسلام
Telah mengabarkan kepada kami Umar bin Sa’id bin Sinaan yang berkata
telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Abu Bakar dari Malik dari
Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar yang berkata sesungguhnya aku melihat
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengarahkan tangannya kea rah
timur dan berkata “dari sini fitnah dari sini fitnah dari sini dari arah
munculnya tanduk setan”. Abu Hatim berkata “timur madinah adalah
Bahrain, Musailamah berasal darinya dan keluar darinya dialah yang
pertama membuat bid’ah dalam islam” [Shahih Ibnu Hibban 15/24 no 6648
Syaikh Al Arnauth berkata “shahih dengan syarat Bukhari Muslim]
Kawasan Bahrain dan sekitarnya termasuk Najd adalah kawasan yang di
masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dikenal sebagai masyriq [timur]
sehingga penduduknya Rabi’ah dan Mudhar disebut sebagai ahlul masyriq.
Jadi hadis fitnah yang katanya muncul dari arah timur matahari terbit
dari arah munculnya tanduk setan dari Rabiah dan Mudhar maka sangat
jelas tempat yang dimaksud adalah Najd sebagaimana yang tertera jelas
dalam hadis shahih.
Catatan : sedikit tentang Bahrain, dahulu Bahrain meliputi daerah
kawasan timur yaitu Ahsa, Qatif dan Awal. Sekarang Ahsa dan Qatif
menjadi bagian dari propinsi timur Arab Saudi dan Awal menjadi yang
sekarang dikenal sebagai kepulauan Bahrain. Jadi dahulu Bahrain itu
bersebelahan dengan Najd. Selengkapnya tentang Bahrain dapat dibaca
disini. Gambar dicomot dari Mbah Gugel blog-nya salafytobat http://jalansunnah.wordpress.com/2011/08/13/menuntaskan-fitnah-najd-sebagai-negeri-dua-tanduk-setan/
Menuntaskan Fitnah NAJD Sebagai Negeri Dua Tanduk Setan.
Posted on Agustus 13, 2011 | 1 Komentar
“….katakanlah Najd yang dimaksud adalah Najd Hijaz dan diantara dua
tanduk Syaitan tersebut adalah Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab
-rahimahullah- dengan ‘Wahhabi’nya… maka konsekuensi logisnya adalah
‘Wahhabi’ merupakan ‘Ajaran Syaitan’ dan pengikutnya adalah ‘Syaitan
Manusia’,
dan konsekuensi logisnya lagi adalah ‘Anti-Wahhabi’ meyakini bahwa
Haramain (Makkah & Madinah) telah dikuasai oleh ‘Syaitan’.Apakah ini
tidak bertentangan dengan sekian banyak dalil yang menyatakanbahwa
Syaitan tidak mampu memasuki Makkah dan Madinahyang merupakan benteng
terakhir Ummat Islam ?…..”
Dajjal tidak bisa masuk Mekkah dan Madinah. Tapi pengikutnya bisa:
GUNDUL WAHHABI.
Oleh Khoirul Hatifh Yhan Maulana.
Fitnah DARI Timur.Wahabi berkilah Nejd di Irak?
Suruh menghubungkan Nejd Irak dengan Dongeng Rustum!!!
Wahabi membual tentang Rustum?
Suruh saja menghubungkan cerita itu dengan Irak!!!
Pasti tidak akan bisa. Andai seluruh Kitab Rekayasa Wahabi di seluruh
dunia dikumpulkan untuk membantahnya, atau seluruh syeikhnya mulai dari
barat hingga timur dikumpulkan untuk menjawabnya, TIDAK AKAN BISA
MENJAWABNYA.
Gundul Wahhabi.
Yang jelas, anda pasti kena marah besar plus sumpah serapah Atau, disuruh beristighfar, bertaubat!!!
Jawaban? Jangan harap. Sampai kiamat tak akan ada jawabannya karena
kebenaran wahyu Allah tak mungkin dapat dibantah. Hadits Nabi saw tak
mungkin dapat dipatahkan!!!
Supaya makin jelas, kali ini akan saya utarakan tentang satu
lagi ciri tanduk syaitan. Dalam hadits tanduk syetan, terdapat kalimat:
سيماهم التحليق
“tanda-tanda mereka adalah bercukur gundul”
Kok Wahabi gak gundul?
Ya kalo hari gini wahhabi mau bergundul-gundul ria, namanya bunuh diri, mbah…..
Ceritanya begini, mbah:
Dulu, Muhammad bin Abdul Wahab, tiap ada pemeluk baru masuk, langsung
disuruh cukur gundul. Alasannya, itu rambut masa kemusyrikan. Langsung
cukur habis alias gundul. Laki maupun perempuan. Plontos, men!
Suatu ketika, datang seorang wanita melabrak MBAW. “Kau telah
memerintahkan wanita untuk dicukur gundul. Tahukah kau bahwa rambut bagi
wanita bernilai seperti jenggot pada laki-laki arab? Mengapa tidak kau
cukur juga jenggot para laki2? Bukankah itu juga jenggot masa
kemusyrikan?”
Muhammad bin Abdul Wahhab langsung diam. Bingung, mbah………….!
Nah,
sejak saat itu, acara pergundulan rambut musyrik mulai mereda. Dicancel
sedikit demi sedikit biar gak kentara. Sambil menjaga kewibawaan sang
syekh supaya gak kehilangan muka.
Mau lari dari hadits Nabi?! Eh, cucunya sendiri ngaku, Cucu Muhammad bin Abdul Wahhab, Abdul Aziz bin Hamd berkata:
الحلق هو العادة عندنا، ولا يتركه إلا السفهاء عندنا، فنهى عن ذلك نهي
تنزيه لا نهي تحريم سدا للذريعة؛ ولأن كفار زماننا لا يحلقون فصار في عدم
الحلق تشبها بهم. انتهى من مجموعة الرسائل والمسائل4/578
“Bercukur gundul adalah kebiasaan kami, hanya orang bodoh saja yang
enggan gundul. Tapi tidak bergundul juga gak apa-apa, tidak sampai
derajat haram. Orang-orang kafir di masa kita tidak bergundul. Maka
meninggalkan bergundul bisa menjadi tasyabbuh dengan mereka”. Majmu’ah
Rosail wal Masa’il juz 4 hal 578.
Pada kesempatan lain, dia juga berkata, “Sesungguhnya yg dilarang itu mencukur sebagian dan membiarkan sebagian”.
Yang jelas, belum ada satu aliran sesatpun di muka bumi ini, yang menyuruh untuk bercukur gundul kecuali Wahabi.
Tahliq ini makin membuat bingung Wahabi dalam menghubungkan antara Timur (Irak), Rustum dan Tahliq.