SHALAT DALAM MAZHAB AHLUL BAIT.
Seorang profesor bidang studi Islam di Turki memicu
kontroversi, setelah mengeluarkan fatwa bahwa umat Islam boleh sholat
hanya tiga kali dalam sehari, dan bukan lima kali asalkan memperbanyak
doa.Fatwa itu dikeluarkan oleh Profesor Muhammad Nour Dugan, dan ia
mendapat dukungan dari sejumlah profesor bidang hukum Islam lainnya,
sehingga menimbulkan perdebatan yang panas di media massa Turki.Para
cendekiawan Islam yang mendukung fatwa tersebut antara lain Dr. Ali
Kusa. Ia beralasan, Nabi Muhammad Saw dalam kasus-kasus khusus
menggabungkan dua waktu sholat..
SHALAT DALAM MAZHAB AHLULBAIT.
Jika anda membaca Qs. 17:78 dan Qs. 11:114 maka jelaslah maka shalat 5 kali sehari dalam 3 waktu :
* Zuhur dan ashar
* Maghrib dan isya
* Subuh
.
How many prayer times are mentioned? THREE, NOT five. Count them: the “Sun’s Decline, Darkness of the Night, and the Morning Prayer.” That’s
THREE, not FIVE.
Now, what did the Prophet (PBUH&HF) do? Here’s what Ibn Abbas, one of the most famous narrators, says according to the Musnad of Ibn Hanbal (One of the books of tradition):
“The Prophet (PBUH&HF) prayed in Madina, while residing there, NOT TRAVELING, seven and eight (this is an indication to the seven Raka’t of Maghrib and Isha combined, and the eight Raka’t of Zuhr and
`Asr combined).” Musnad al-Imam Ibn Hanbal, vol. 1, page 221.
Also, in the Muwatta’ of Malik (Imam of Maliki sect), vol. 1, page 161, Ibn Abbas says:
“The Prophet (PBUH&HF) prayed Zuhr and `Asr in combination and Maghrib and Isha in combination WITHOUT a reason for fear or travel.”
As for Sahih Muslim, see the following under the chapter of “Combination of prayers, when one is resident”:
Ibn Abbas reported: The messenger of Allah(may peace be upon him) observed the noon and the afternoon prayers together, and the sunset and Isha prayers together without being in a state of fear or in a
state of journey Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1515
Ibn Abbas reported that the messenger of Allah(may peace be upon him) combined the noon prayer with the afternoon prayer and the sunset prayer with the Isha prayer in Medina without being in a state of danger or rainfall. And in the hadith transmitted by Waki(the words are): “I said to Ibn Abbas: What prompted him to do that? He said: So that his(prophet’s)Ummah should not be put to (unnecessary) hardship.” Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1520
Abdullah b. Shaqiq reported: Ibn Abbas one day addressed us in the afternoon(after the afternoon prayer) till the sun disappeared, and the stars appeared, and the people began to say: Prayer, prayer. A person from Banu Tamim came there. He neither slackened nor turned away, but (continued crying): Prayer, prayer. Ibn Abbas said: May you be deprived of your mother, do you teach me sunnah? And then he said:
I saw the messenger of Allah(may peace be upon him) combining the noon and afternoon prayers and the sunset and Isha prayers. Abdullah b. Shaqiq said: Some doubt was created in my mind about it. So I came to Abu Huraira and asked him(about it) and he testified his assertion. Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1523
Abdullah b. Shaqiq al-Uqaili reported: A person said to Ibn Abbas(as he delayed the prayer): Prayer. He kept silent. He again said: Prayer.
He again kept silent, and he cried: Prayer. He again kept silent and said: May you be deprived of your mother, do you teach us about prayer? We used to combine two prayers during the lifetime of the
messenger of Allah(may peace be upon him). Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1524
Ibn Abbas reported: The messenger of Allah(may peace be upon him) observed the noon and afternoon prayers together in Medina without being in a state of fear or in a state of journey. Abu Zubair said: I asked Sa’id[one of the narrators] why he did that. He said: I asked Ibn Abbas as you have asked me, and he replied that he[the Holy prophet] wanted that no one among his Ummah should be put to
[unnecessary] hardship. Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1516
Ibn Abbas reported that the Messenger of Allah(may peace be upon him) observed in Medina seven (rakahs) and eight(rakahs), i.e., (he combined) the noon and afternoon prayers(eight rakahs) and the sunset
and Isha prayers(seven Rakahs). Sahih Muslim, English version, Chapter CCL, Tradition #1522.
Wudhu syi’ah.
Syi’ah Ja’fariyah berwudhu dengan membasuh kedua tangan; dari
siku-siku sampai ujung jari-jari, bukan kebalikannya, karena mereka
mengambil cara berwudhu para imam Ahlul Bait yang telah mengambilnya
dari Nabi saw. Tentunya, para imam lebih mengetahui dari pada yang
lainnya terhadap apa yang dilakukan oleh kakek mereka. Rasulullah saw.
Telah berwudhu dengan cara demikian itu, dan tidak menafsirkan kata
(Ilaa/ الی) dalam ayat wudhu (Al-Maidah [5]: 6) dengan kata (ma’a/ مع)
hal ini juga ditulis Imam Syafi’i dalam kitabnya, Nihâyatul Muhtaj.
Begitu juga, mengusap kaki dan kepala mereka atau tidak membasuhnya
ketika berwudhu, dengan alasan yang sama yang telah dijelaskan di atas.
Juga karena Ibnu Abbas mengatakan: “Wudhu itu dengan dua basuhan dan dua
usapan”.
Sebagaimana diketahui, pada tertib ritual wudhu, madzhab ahlusunnah mewajibkan membasuh kaki.
Sementara, madzhab syi’ah mewajibkan mengusap kaki (bukan membasuh kaki), berdasarkan ayat al-Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta
usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” [5]
Sedang hadits-hadits seputar hal itu juga diriwayatkan, baik dari
jalur ahlusunnah maupun syi’ah. Namun, larangan sebagian ulama
ahlusunnah untuk mengusap kaki dikarenakan hadits-hadits yang
memerintahkan membasuh kaki; yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Khalid
bin Walid, Amr bin al-‘Ash, Urwah, dan lain-lain [6]. Dan sejarah
membuktikan bahwa keempat orang tersebut adalah orang-orang yang tidak
menyukai, bahkan memerangi Ahlul Bait as. Sementara hadits-hadits dari
jalur ahlusunnah, yang memerintahkan untuk mengusap kaki, sebagai
berikut :
1. Baihaqi meriwayatkan dalam Sunan-nya, dari Rifa’ah bin Rafi’, yang
mengatakan bahwa Rasulullah (saww) bersabda : “Sungguh tidaklah kalian
mengerjakan sholat, hingga kalian mengerjakan wudhu sebagaimana perintah
Allah, yakni “basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta
usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.” [7]
2. Ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas, yang berkata bahwa ayat
“usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki” mengandung
makna “mengusap”. [8]
3. Abdurrazzaq, Ibn Abi Syaibah, dan Ibn Majah meriwayatkan dari Ibn
Abbas, yang berkata : “Orang-orang telah membasuh, padahal tidak aku
jumpai dalam Kitabullah kecuali mengusap.” [9]
dan lain-lain.
Sementara dari jalur Ahlul Bait as (syi’ah), terdapat banyak sekali riwayat yang memerintahkan untuk mengusap kaki, seperti :
1. Imam Muhammad al-Baqir as, ketika menerangkan wudhu Rasulullah
saww, mengatakan bahwa Rasul saww mengusap kakinya sebagaimana Al-Qur’an
menjelaskan : “Usaplah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata
kaki”. [10]
2. Imam Ali bin Abi Thalib as mengatakan bahwa ayat : “basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta usaplah kepalamu dan
kakimu sampai dengan kedua mata kaki” termasuk ayat muhkam, yang tidak
memerlukan takwil lagi. Adapun batasan (hukum) wudhu adalah membasuh
muka dan kedua tangan, serta mengusap kepala dan kedua kaki. [11]
3. Imam Ali al-Ridha as, ketika ditanya seseorang, mengatakan bahwa
surat al-Maidah tersebut sudah jelas, yaitu mengusap kepala dan kedua
kaki. [12]
4. Imam Muhammad al-Baqir as, ketika ditanya tentang darimana
perintah untuk mengusap kepala dan kedua kaki, maka beliau menjawab
bahwa perintah tersebut tercantum dalam al-Qur’an : “basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, serta usaplah kepalamu dan kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”. [13]
Referensi:
[5] QS. al-Maidah: 6
[6] Al-Syaukani, “Nailul Authar”, jilid 1, bab “Sifat Wudhu”; Suyuthi, “Durr al-Mantsur”, jilid 3, tentang (QS. al-Maidah: 6).
[7] Suyuthi, “Durr al-Mantsur”, jilid 3, tentang (QS. al-Maidah: 6).
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Al-Hurr al-Amili, “Wasail al-Syi’ah”, jilid 1, hal. 389, riwayat 1022.
[11] Ibid, hal. 399, riwayat 1042.
[12] Al-Majlisi, “Bihar al-Anwar”, jilid 80, hal. 283, riwayat 32.
[13] Al-Kulaini, “Al-Kafi”, jilid 3, hal. 30, riwayat 4.
PERBAHASAN WUDHU’
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَ أَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرافِقِ وَ امْسَحُوا
بِرُؤُسِكُمْ وَ أَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَ إِنْ كُنْتُمْ
جُنُباً فَاطَّهَّرُوا وَ إِنْ كُنْتُمْ مَرْضى أَوْ عَلى سَفَرٍ أَوْ جاءَ
أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّساءَ فَلَمْ
تَجِدُوا ماءً فَتَيَمَّمُوا صَعيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَ أَيْديكُمْ مِنْهُ ما يُريدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَ لكِنْ يُريدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَ لِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat,
maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepala
dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka
mandilah. Dan jika kamu sakit, berada dalam perjalanan, kembali dari
tempat buang air (kakus), atau menyetubuhi perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan menggunakan tanah yang baik
(bersih); usaplah muka dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkanmu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Maidah:6).
Di dalam ayat di atas, dua bentuk ayat perintah digunakan:
(i) “faghsilu” yang berarti “basuh”
(ii) “wamsuhu” yang berarti “sapu/usap”.
Adalah jelas bahawa bentuk ayat perintah “basuh” merujuk pada dua
objek iaitu mukamu (wujuhakum) dan kedua tanganmu (aidiyakum) manakala
bentuk perintah kedua pula (sapu/usap) merujuk pada dua objek lainnya
iaitu bagian kepalamu (bi ru’usikum) dan kedua kakimu (arjulakum).
Perkataan “muka” berarti bagian depan kepala, bermula dari bagian
dahi dan bawah dagu, dan dari telinga ke telinga. Dalam artinya yang
sah, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis2 para A’immah as,ia
merangkumi bagian muka dari batas anak rambut ke bagian hujung dagu, dan
sebatas sejengkal dari sisi ke sisi.
Perkataan tangan berarti organ yang digunakan untuk menggenggam, dan
merangkumi bagian atas antara bahu dan hujung jari. Maka, dari sudut
bahasa, perkataan “yad” adalah umum bagi lengan,lengan bawah dan tangan.
Apabila sesuatu perkataan itu digunapakai secara umum dalam lebih dari
satu maksud, adalah penting untuk pembicara menjelaskan maksud
katanya…dengan ini, kita lihat perkataan ‘ill ‘l marafiq “sehingga
dengan siku” dalam ayat ini, menjelaskan hingga batas manakah wudu’ itu
harus dilakukan.
( Wasa’il, jilid 1. hlm.283-286 bahagian 17-19 pada bab wudu’).
Kini kita sampai pada satu perbedaan utama antara Syiah dan Sunni
dalam cara melakukan wudu’. Sunni membasuh lengan mereka dari hujung
jari ke siku, manakala Syiah pula, membasuh lengan mereka dari siku ke
hujung jemari. Seperti yang dinyatakan di atas, perkataan “hingga dengan
siku” tidak menjelaskan kepada kita untuk membasuh lengan dari hujung
jari hingga ke siku, malah, perkataan ini semata mata memberitahu bagian
tangan yang manakah yang termasuk dalam bagian wudu’.
Lalu, bagaimana kita melakukan wudu’ dari siku ke hujung jemari?
Jawaban pada persoalan ini terkandung di dalam sunnah. Salah satu dari
tanggungjawab Rasul saaw adalah untuk menjelas dan menunjukkan tatacara
sebenar berwudu’, dan ini kita peroleh lewat hadis para A’immah as.
Zurarah bin A’yan meriwayatkan hadis berikut:
“Imam Muhammad al-Baqir (a.s) berkata “Mahukah aku perlihatkan pada
kalian cara wudu’nya Rasulullah saaw?” Kami menjawab, “Ya”. Apabila air
dibawakan ke hadapan Imam, Imam lalu membasuh tangannya, setelah itu
beliau menyingsing lengan bajunya. Beliau memasukkan tangan kanannya ke
dalam bejana, menceduk air dgn tangannya dan mencurahkannya ke dahinya.
Beliau membiarkan air itu mengalir hingga ke janggutnya kemudian
membasuh mukanya sekali. Kemudian, beliau memasukkan tangan kirinya ke
dalam air dan menceduknya dengan tangannya dan menuangkannya ke ke siku
tangan kanannya turun ke hujung jemarinya. Beliau mengulangi hal yang
sama dengan tangan kanannya dan menuangkannya ke siku kirinya hingga ke
hujung jemarinya.
Lalu setelah itu, beliau megusap bagian depan kepalanya dan muka
kakinya dengan sisa air dari tangan kanan dan kirinya”( Wasa’il jilid 1
hlm 272).
Dalam hadis yang lain Imam Muhammad al-Baqir (a.s) meriwayatkan cara
berwudu yang serupa dari Amirul Mukminin as yang menunjukkan cara
berwudu Rasulullah saaw saat diminta seseorang (Wasa’il jilid 1 hlm 272).
Kata perintah “wamsahu “usap/sapu” berarti menyapukan tangan dsb pada
sesuatu. Bila perkataan seperti ini digunakan dalam bentuk kata
transitif, ia menandakan penyempurnaan dan keseluruhan perbuatan
(sebagai contoh maksudnya “basuh seluruh kepalamu”).
Namun, setiap kali verb ini diikuti oleh huruf “ba”, ia menandakan
sebagian darinya (bermakna, “basuhlah sebagian dari kepalamu”) Dalam
ayat wudu’ ini, huruf “ba” telah digunakan dalam ayat perintah wudu’
yang berarti, terjemahannya yang tepat adalah “basuhlah sebagian dari
kepalamu”
Bagian kepala yang manakah yang harus dibasuh saat berwudu’? Al Quran
tidak menyebutkannya, namun hal ini bisa kita temukan di dalam sunnah
Rasul saaw. Terdapat banyak hadis dari para A’immah as yang menjelaskan
hal ini, bahawa “sebagian dari kepala” adalah bagian depannya (Wasa’il
jilid 1 hlm 289).
Perkataan “arjulukum ” berarti “kaki, keseluruhan kaki”. Untuk
mengkhususkan maksudnya, adalah penting untuk menambahkan perkataan
“illa ‘l-ka’bayn”, “hingga kedua mata kaki”. Kata “ar-julakum” adalah
berhubung kepada “bi ru’usikum” “sebagian dari kepalamu” oleh kata sendi
“wa=dan “. Dengan ini, ayat tersebut berarti “usap/sapu sebagian dari
kakimu”.
Sekali lagi, di sini, kita temukan perbedaan di antara Syiah dan
Sunni. Sunni membasuh keseluruhan kaki mereka sedangkan Syiah hanya
mengusap bagian atas kaki mereka hingga ke mata kaki. Sekaitan hal ini,
al Quran dan hadis hadis para A’immah as, menjelaskan bahawa “mengusap
sebagian dari kakimu” itulah yang benar, dan tafsir inilah yang juga
diterima oleh mufassir kenamaan Sunni Imam Fakhru ‘d-Din ar-Razi in his
Tafsir al-Kabir.( ar-Razi, Tafsir al-Kabir, vol.3, p.370).
Satu satunya asas bagi Sunni dalam “membasuh kaki” adalah sebagian hadis yang terakam dalam kitab2 hadis mereka.
Hadis2 ini tidak valid karena:
Pertamanya, terdapatnya percanggahan dengan perintah al Quran. Rasul
saaw bersabda “Jika hadisku disampaikan padamu, maka letakkannya di
hadapan al Quran, jika ia sejalan dengan kitab Allah, ambillah, dan jika
sebaliknya, tolaklah”.
Keduanya, mereka menentang sunnah Rasul saaw, sebagaimana yang
dijelaskan oleh para A’immah as, yang diterima oleh semua kaum Muslimin.
Bahkan sebagian dari sahabat yang mengatakan adalah salah untuk
menisbahkan “membasuh kaki” kepada Rasul saaw.
Sebagai contohnya, sahabat Ibn Abbas berkata, “Allah telah menetapkan
dua basuh dan dua usap dalam berwudu’. Tidakkah engkau perhatikan, saat
Allah memerintahkan bertayyamum, Allah telah meletakkan duausapan pada
dua basuhan (muka dan tangan) dan menghilangkan dua usapan (kepala dan
kaki) ( Muttaqi al-Hindi, Kanzu ‘l-Ummal, jil. 5, hlm. 103 (hadith
2213).Juga Musnad Ibn Hanbal, jil. 1, hlm.108).
Ketiga, hadis Sunni dalam hal ini (wudu’) adalah saling bertentangan.
Sebagian hadis menyebutkan “membasuh kaki” seperti hadis Humran yang
dikutip oleh Bukhari dan oleh Ibn ‘Asim yang dikutip oleh Muslim.
Manakala sebagian dari hadis pula mengatakan bahawa Nabi saaw “mengusap
kaki”, seperti hadis Ibad bin Tamim yang berkata, “Aku melihat
Rasulullah saaw melakukan wudu’, dan Baginda mengusap kakinya”. Hadis
ini diriwayatkan di dalam Ta’rikh of al-Bukhari, Musnad Ahmad ibn
Hanbal, Sunan Ibn Abi Shaybah, dan Mu’jamu ‘l-Kabir at-Tabarani; dan
semua perawinya adalah tsiqah. ( al-’Asqalani, al-’lsabah, jil. 1, hlm.
193; juga Tahdhib at-Tahdhib).
Dan adalah suatu kesepakatan bahawa di dalam kaedah (usulu ‘l-fiqh)
jika ada hadis2 yang bertentangan, maka yang sejalan dengan al Quran
diterima dan selainnya ditolak.
Diriwayatkan dari Rifa’ah Ibn Rafi’ bahawa beliau bersama dengan
Rasul saaw lalu Baginda saaw bersabda, “Hakikatnya, tiada solat yang
diterima sehinggalah seseorang itu menyempurnakan wudu’nya sebagaiman
yang ditetapkan oleh Allah yang Maha Perkasa, iaitu membasuh muka dan
tangan hingga ke siku dan mengusap kepala dan kedua kaki hingga ke mata
kaki” . (Sunan Ibn Majah. jil. 1, bag 57, hadis 460, No. 453; Sunan Abi
Dawud, No. 730; Sunan Al-Nisa’i, No. 1124; Sunan Al-Darimi 1295).
Al-Bukhari, Ahmad, Ibn Abi Shaybah, Ibn Abi Umar, Al-Baghawi,
Al-Tabarani, Al-Bawirdi dan yang lainnya meriwayatkan dari Abbad Ibn
Tamim Al-Mazani yang meriwayatkan bahawa bapanya berkata, “Aku melihat
Rasulullah saaw berwudu’ dan mengusap kakinya dengan air”(Al-Isaba, jil.
1, hlm. 185, No. 843).
Abu Malik Ash’ari memberitahu kerabatnya, “Mari, biar aku tunjukkan
cara berwudu’nya Rasulullah saaw” Beliau meminta air untuk berwudu’.
Beliau menghidu air tersebut lalu membasuh mukanya tiga kali dan
membasuh tangannya dari siku tiga kali dan mengusap kepala dan muka atas
kakinya. Kemudian mereka solat (Musnad Ahmad Ibn Hanbal, No. 21825).
Diriwayatkan dari Rubayyi’ bahawa dia berkata, “Ibn Abbas datang
kepadaku dan bertanyakan tentang hadis yang aku riwayatkan dari Rasul
saaw yang menceritakan tentang Nabi saaw membasuh kakinya saat berwudu’.
Lalu Ibn Abbas berkata, “Manusia mengelak apa sahaja kecuali basuh,
sedang aku tidak melihat di dalam kitab Allah kecuali menyapu” (Sunan
Ibn Majah, jil. 1, hlm. 156, No. 458, No. 451; Musnad Ahmad, No. 25773 ).
Ulama Syi’ah berkeyakinan bahwa dalam berwudhu diwajibkan membasuh
kedua tangan dari atas ke arah bawah. Sementara kaum Ahlusunnah
berpendapat bahwa manusia (mukallaf) bebas memilih antara membasuh kedua
tangannya dari atas ke bawah atau sebaliknya. Tetapi disunatkan
membasuhnya dari ujung jari-jari ke arah atas.(Al-Fiqhu ‘ala
al-madzâhibil khamsah, hal. 80, al-Fiqhu ‘ala al-madzâhibil arba’ah,
jilid 1, hal. 65 pada pembahasan jumlah sunat-sunat dan lain-lain;
Shalat al-mukmin al-qahthani, jilid 1, hal. 41, 42.).
Fukaha Syi’ah mendasari pandangannya dengan sebuah riwayat yang
menjelaskan bahwa Rasululah Saw membasuh kedua tangannya dari atas ke
bawah.( Wasâ’il as-Syi’ah, jilid 1, hal. 387 pada abwâbul wudhu, bab 15,
bâbu kayfiyati al-wudhu wa jumlatin min ahkamihi).
Dan berdasarkan riwayat sahih lainnya sebagai penafsiran yang
disampaikan oleh para Imam makshum As atas ayat yang berkaitan dengan
wudhu.(. Surat al-Maidah (5): 6).
Riwayat tersebut berbunyi: “Kalian harus membasuh kedua tanganmu dari
atas ke bawah”( Wasa’il as-Syi’ah, jilid 1, abwâbu al-wudhu, bab 19, h
1.).
Adapun mengenai redaksi “ila” yang terdapat di dalam ayat Al-Qur’an,
yaitu: “Wahai orang-orang yang beriman, ketika kamu ingin melakukan
shalat, maka basuhkan wajahmu dan kedua tanganmu hingga bagian siku”
(Qs. Al-Maidah [5]:6) dapat dikatakan bahwa ayat tersebut hanya
menjelaskan batasan-batasan basuhan dan kadarnya, bukan menjelaskan tata
cara membasuh. Dengan kata lain bahwa ayat tersebut menentukan batasan
dan kadar tangan yang harus dibasuh dalam berwudhu itu hingga bagian
siku.( Kata “marâfiq” adalah bentuk plural dari kata “mirfaq” yang
bermakna siku).
Untuk memperjelas maksud apa yang disebutkan di atas kami akan
sampaikan contoh sebagai berikut. Misalnya ada seseorang berkata kepada
pembantu masjid: “Uknus al-masjid min al-bâb ila al-mihrâb” (sapulah
masjid dari pintu sampai ke mihrab). Dalam kalimat tersebut seseorang
ingin menjelaskan kadar dan batasan yang harus di sapu. Dia tidak
bermaksud mengatakan dari mana memulainya dan sampai dimana
kesudahannya. Terlebih dalam ayat wudhu tersebut tidak terdapat kata
“min” (dari). Dengan demikian bahwa kata “ila” yang terdapat pada ayat
di atas itu tidak juga menunjukkan dianjurkannya (sunah) membasuh kedua
tangan dari ujung jari-jari ke arah siku. Sebagai bukti terbaik atas
maksud ayat tersebut adalah kebiasaan dan sunnah Rasulullah Saw yang
telah dijelaskan oleh para Imam suci Ahlulbait As.
Dengan demikiian bahwa makna kata “ila” adalah ghayat ( Maknanya: ke,
hingga), tetapi menunjukkan tangan yang dibasuh ( Yakni bahwa batas
tangan yang harus dibasuh adalah sampai siku). dan bukan untuk cara
membasuhnya.( Yakni bukan berarti basuhannya itu sampai siku sehingga
menimbulkan dugaan bahwa tata cara membasuhnya itu harus ke arah siku).
Atau bermakna “min” ( Bermakna: dari) atau bermakna “ma’a” ( Bermakna:
beserta, bersama). sebagaimana pandangan Syaikh Thusi.( Wasâil
as-Syi’ah, jilid 1, hal. 406).
Tatacara berwudu’ dalam mazhab Ahlul Bayt as.
Wudu’ dilaksanakan secara empat tahap:
1. Membasuh muka. Selepas berniat, curahkan air dari atas arah anak
rambut. Dengan menggunakan tangan kanan, basuhlah muka itu dari atas ke
bawah, hingga air itu sampai ke seluruh wajah dari anak rambut ke dagu
dan dari sisi ke sisi(bagian yg tidak ditumbuhi janggut)
Bacalah doa ini sebelum mulakan wudu’:
Bis mail-lahi wa bil-lahi ; wal hamdu lil-lahi lazi ja’ala ma’a tahuran wa lam yaj’alu najisa
dan doa ini saat membasuh muka:
Allahumma bayyiz wajhiy yawma tusawwidul wujuh; wa la tusawwid wajhiy yawma tubyyizul wujuh
2. Membasuh tangan dari siku ke hujung jemari. Lurutkan tangan ke
bawah dan tidak boleh naik ke atas saat membasuh tangan ke bawah.
Mulakan pada tangan kanan dahulu baru diikuti oleh tangan kiri.
Bacalah doa ini saat membasuh tangan kanan:
Allahumma ‘atiniy kitabi bi yaminiy, wal khuda fil jinani bi yasariy, wa hasibniy hisaban yasira
Bacalah doa ini saat membasuh tangan kiri:
Allahumma la tu’tiniy kitabiy bi shimaliy, wa la min wara’i zahriy,
wa la taj’alha maghluqatan ila ‘unuqi; wa a ‘uzu bika min muqatta ‘atin
niyran
3. Mengusap kepala. Dengan sisa air wudu’ itu (tidak perlu mengambil
air lagi), usapkan kepala dari bagian atas kepala turun ke anak rambut.
Gunakan tangan kanan, bisa dgn satu jari sahaja, namun sebaik baiknya 3
jari.
Bacalah doa ini saat mengusap kepala:
Allahumma ghash-shiniy bi rahmatika wa barakatika wa ‘afwika
4. Mengusap muka kaki. Seperti kepala tadi, air yg masih tersisa pada
tangan tadi di usapkan pada kaki, bermula dari hujung jari kaki hingga
ke atas (menggunakan tapak tangan), iaitu pada mata kaki(pergelangan
kaki). Kaki tidak boleh digerakkan saat mengusap, hanya tangan sahaja yg
digerakkan (kaki juga bisa diusap dari mata kaki ke hujung jari)
Gunakan tapak tangan kanan utk kaki kanan dan tapak tangan kiri utk kaki
kiri.
Bacalah doa ini saat mengusap kaki:
Allahumma thab-bitniy ‘alas sirati yawma tuzillu fiyhil aqdam ; waj’al sa’iy fi ma urziyka ;anniy ; ya zul jalali wal ikram.
**Adalah penting untuk memperhatikan bahawa saat menyapu kepala dan
kaki, kedua dua bagian itu harusnya tidak basah, pastikan keduanya tidak
berair.
_______________________________________________________________
di sunni -ketika membahas nasikh-mansukh-ayat wudlu
ini dijadikan dalil bolehnya sunnah mengapus hukum qur’an. Di antara
dalilnya adalah berikut ini:
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahi,
telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami
Hammad, telah menceritakan kepada kami Asim al-Ahwal, dari Anas yang
mengatakan bahwa Al-Qur’an menurunkan perintah untuk mengusap (kaki), sedangkan sunnah memerintahkan untuk membasuh(nya). Ibnu Katsir berkata Sanad atsar ini sahih.
Ibn Katsir berkata “Memang diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf
hal yang memberikan pengertian adanya wajib mengusap kaki ini.” kemudian
ia membawakan dalil-dalilnya, di antaranya:
1. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya’qub ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami ibnu Ulayyah, telah menceritakan
kepada kami Humaid yang mengatakan bahwa Musa ibnu Anas berkata kepada
Anas, sedangkan kami saat itu berada di dekat¬nya, “Hai Abu Hamzah,
sesungguhnya Hajaj pernah berkhotbah ke pada kami di Ahwaz, saat itu
kami ada bersamanya, lalu ia menyebutkan masalah bersuci (wudlu). Maka
ia mengatakan, ‘Basuhlah wajah dan kedua tangan kalian dan usaplah
kepala serta basuhlah kaki kalian. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu
pun dari anggota tubuh anak Adam yang lebih dekat kepada kotoran selain
dari kedua telapak kakinya. Karenanya basuhlah bagian telapaknya dan
bagian luarnya serta mata kakinya’.” Maka Anas berkata, “Mahabenar Allah
dengan segala firman-Nya dan dustalah Al-Hajaj. Allah Swt. telah
berfirman, ‘Dan usaplah kepala kalian dan kaki kalian’
2. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Qais Al-Khurrasani, dari
Ibnu Juraij , dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa wudu itu terdiri atas dua basuhan dan dua sapuan.
3. Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa’id ibnu Abu Arubah, dari
Qatadah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar Al-Minqari, telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami
Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Mihran, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya “dan sapulah kepala kalian dan kaki kalian sampai dengan
kedua mata kaki.”(al-Maidah: 6). Makna yang dimaksud ialah mengusap kedua kaki (bukan membasuhnya).
Yang aneh, kenapa ia justeru menyerang syi’ah dengan pernyataan:
“Orang-orang yang menganggap wajib mengusap kedua kaki seperti mengusap
sepasang khuf dari kalangan ulama Syi’ah, sesungguhnya pendapat ini
sesat lagi menyesatkan.”.
Apa hubungannya dengan syi’ah, kenapa ia tidak mengkritik salaf yang
berpendapat demikian tapi malah syi’ah yang disesatkan? aneh…
Ada 3 Amalan Bersuci (QS. 4: 43 dan QS. 5: 6) dengan perintah mandi, membasuh dan mengusap:
1.Basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
2.Sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
3. Sapulah mukamu dan tanganmu.(tayamum).
Perbedaan qira’at tidak mempengaruhi arti dan maksudnya. Membasuh
kaki karena mengikuti perintah “membasuh muka” bertentangan dengan
susunan kalimat yang fasih seperti dicontohkan pada perintah “mengusap
muka”.
Sunni sendiri umumnya mengakui bahwa ayat tersebut menyuruh mengusap
kaki, hanya saja ada sunnah yang mewajibkan membasuh kaki. Sehingga ada
yang membawa dalil sunnah tsb sebagai penjelas dan ada juga sebagai
penghapus hukum ayat tersebut.
Bagi saya ayat-ayat perintah dalam al-Quran adalah penting. semoga kita tidak termasuk orang yang diadukan oleh Rasul SAW:
“Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS. 25: 30).