__________________
Qunut Shubuh dan Qunut Nazilah
Perdebatan masalah Qunut Shubuh sudah
berlangsung sejak lama, ada sebagian yang menganggapnya sunnah dan ada
sebagian yang menganggapnya bid’ah. Tulisan ini hanya sedikit usaha
untuk menelaah masalah ini dan menyampaikan apa yang benar menurut
pendapat kami.
Disebutkan bahwa awal mula Qunut Nazilah
adalah peristiwa Bir Ma’unah dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengirim tujuh puluh orang sahabat Beliau ternyata mereka
dibunuh oleh suku Ri’il dan Dzakwan:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ سَبْعِينَ رَجُلًا لِحَاجَةٍ يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ
فَعَرَضَ لَهُمْ حَيَّانِ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ رِعْلٌ وَذَكْوَانُ عِنْدَ
بِئْرٍ يُقَالُ لَهَا بِئْرُ مَعُونَةَ فَقَالَ الْقَوْمُ وَاللَّهِ مَا
إِيَّاكُمْ أَرَدْنَا إِنَّمَا نَحْنُ مُجْتَازُونَ فِي حَاجَةٍ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَتَلُوهُمْ فَدَعَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ شَهْرًا فِي
صَلَاةِ الْغَدَاةِ وَذَلِكَ بَدْءُ الْقُنُوتِ وَمَا كُنَّا نَقْنُتُ
قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ وَسَأَلَ رَجُلٌ أَنَسًا عَنْ الْقُنُوتِ أَبَعْدَ
الرُّكُوعِ أَوْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ قَالَ لَا بَلْ عِنْدَ
فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits yang
berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz dari Anas
[radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
mengutus tujuh puluh orang untuk suatu keperluan, mereka adalah para
penghafal Al Qur’an. Kemudian mereka dihadang bani Sulaim Ri’il dan
Dzakwan di dekat sumur yang bernama sumur Ma’unah. Kaum itu berkata
“demi Allah bukan kalian yang kami inginkan, kami hanya perlu kepada
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. kaum itu akhirnya membunuh mereka
maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan mereka satu bulan
dalam shalat Shubuh, itulah pertama kali kami berdoa dalam Qunut dan
sebelumnya kami belum pernah Qunut. Abdul
‘Aziz berkata “seorang laki-laki bertanya kepada Anas tentang Qunut,
apakah setelah ruku’ atau setelah membaca surat?. Maka Anas berkata
“tidak, bahkan Qunut dikerjakan setelah membaca surat” [Shahih Bukhariy 5/104 no 4088].
Qunut ini dinamakan Qunut Nazilah dimana
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan keburukan bagi bani Sulaim
Ri’il dan Dzakwan. Qunut Nazilah ini dilakukan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] selama satu bulan setelah ruku’. Inilah dalil-dalilnya
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ
أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَنَتَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا يَدْعُو
عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَيَقُولُ عُصَيَّةُ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah yang
berkata telah mengabarkan kepada kami Sulaiman At Taimiy dari Abi Miljaz
dari Anas [radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] membaca Qunut setelah ruku’
selama satu bulan mendoakan Ri’il dan Dzakwan, Beliau mengatakan
“’Ushayyah telah durhaka pada Allah dan Rasul-Nya” [Shahih Bukhariy
5/107 no 4094].
Dan Qunut Nazilah dilakukan tidak hanya
pada shalat Shubuh tetapi juga pada shalat wajib lainnya sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dan Abu Hurairah berikut:
حدثنا عبد الله بن معاوية
الجمحي حدثنا ثابت بن يزيد عن هلال بن خباب عن عكرمة عن ابن عباس قال قنت
رسول الله صلى الله عليه وسلم شهرا متتابعا في الظهر والعصر والمغرب
والعشاء وصلاة الصبح في دبر كل صلاة إذا قال سمع الله لمن حمده من الركعة
الآخرة يدعو على أحياء من بني سليم على رعل وذكوان وعصية ويؤمن من خلفه
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Mu’aawiyyah Al Jumahiy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Tsaabit bin Yaziid dari Hilaal bin Khabbaabdari ‘Ikrimah
dari Ibnu ‘Abbaas yang berkata “Rasulullah [shallallaahu ‘alaihi wa
sallam] melakukan qunut selama sebulan penuh pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isyaa’, dan Shubuh pada akhir setiap shalat, yaitu saat beliau berkata ‘sami’allaahu liman hamidah’ di raka’at terakhir. Beliau mendoakan kejelekan pada orang-orang Bani Sulaim, Bani Ri’l, Bani Dzakwaan, dan Bani ‘Ushayyah.Dan diaminkan orang-orang yang di belakang beliau [Sunan Abu Daawud no. 1443, Syaikh Al Albaniy berkata “hasan”].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ
إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا ابْنُ
شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ
يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ
وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ
اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ
يَجْهَرُ بِذَلِكَ وَكَانَ يَقُولُ فِي بَعْضِ صَلَاتِهِ فِي صَلَاةِ
الْفَجْرِ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا لِأَحْيَاءٍ مِنْ
الْعَرَبِ حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ { لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ }
الْآيَةَ
Telah menceritakan kepada kami Muusa
bin Ismaiil yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d
yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihaab dari Sa’id bin
Al Musayyab dan Abi Salamah bin ‘Abdurrahman dari Abi Hurairah
[radiallahu ‘anhu] bahwa Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] jika ingin mendoakan keburukan kepada
seseorang atau mendoakan keselamatan kepada seseorang maka Beliau akan
membaca qunut setelah ruku’. Ketika beliau mengucapkan
“sami’ Allahu liman hamiidah” Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Al
Walid, Salamah bin Hisyam, dan ‘Ayyasy bin Abu Rabi’ah. Ya Allah
keraskanlah hukuman-Mu atas Mudhar, dan timpakanlah kepada mereka
tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun pada masa Yusuf. [Beliau
mengeraskan bacaannya]. Beliau juga membaca pada sebagian shalat yang
lainnya, Beliau membaca pada shalat subuh Ya Allah, laknatlah si fulan
dan si fulan dari penduduk arab. Sampai akhirnya Allah Azza Wa Jalla
menurunkan wahyu kepada beliau “Tidakk ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu” [QS Ali Imran :128]. [Shahih Bukhariy no 4560].
Sejauh ini dapat kita simpulkan bahwa
Qunut Nazilah berdasarkan tuntunan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengandung doa keselamatan untuk suatu kaum atau keburukan
untuk suatu kaum dan Qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ pada shalat
Shubuh dan shalat wajib lainnya [Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’].
Kalau begitu maka apa yang dimaksud
dengan perkataan Abdul Aziiz dari Anas dalam riwayat Bukhariy di atas
bahwa Qunut dilakukan setelah membaca surat [sebelum ruku’] bukan
setelah ruku’. Sebelumnya silakan perhatikan riwayat Anas berikut:
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ
عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ ، حَدَّثَنَا
حُمَيْدٌ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : سُئِلَ عَنِ الْقُنُوتِ فِي
صَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَقَالَ : كُنَّا نَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ
وَبَعْدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Nashr
bin Aliy Al Jahdhamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sahl
bin Yuusuf yang berkata telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas
bin Malik yang berkata ia ditanya tentang Qunut dalam shalat Shubuh maka Anas berkata “kami melakukan Qunut sebelum ruku’ dan melakukan Qunut sesudah ruku’ [Sunan Ibnu Majah no 1183].
Al Hafizh Al Buushiriy berkata dalam
kitabnya Az Zawa’id bahwa sanadnya shahih [Mishbah Az Zujajah Fii
Zawa’id Ibnu Majah hal 727-728 no 322]. Dari hadis ini maka dapat
dipahami bahwa di sisi Anas bin Malik ada dua jenis Qunut pada shalat
shubuh yaitu
- Qunut Nazilah yang dilakukan setelah ruku’
- Qunut Shubuh tanpa nazilah yang dilakukan sebelum ruku’
Maka maksud perkataan Abdul Aziz dari Anas tentang qunut dilakukan setelah membaca surat
adalah qunut shubuh tanpa nazilah. Hal ini karena Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tidaklah Qunut setelah ruku’ kecuali Qunut Nazilah
sebagaimana nampak dalam riwayat berikut dari Anas:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ قَالَ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ قَالَ سَأَلْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنْ الْقُنُوتِ فَقَالَ قَدْ كَانَ الْقُنُوتُ قُلْتُ
قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْ بَعْدَهُ قَالَ قَبْلَهُ قَالَ فَإِنَّ فُلَانًا
أَخْبَرَنِي عَنْكَ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَقَالَ كَذَبَ
إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ
الرُّكُوعِ شَهْرًا أُرَاهُ كَانَ بَعَثَ قَوْمًا يُقَالُ لَهُمْ
الْقُرَّاءُ زُهَاءَ سَبْعِينَ رَجُلًا إِلَى قَوْمٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
دُونَ أُولَئِكَ وَكَانَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ فَقَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ
Telah menceritakan kepada kami
Musaddad yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waahid yang
berkata telah menceritakan kepada kami ‘aashim yang berkata aku bertanya
kepada Anas bin Malik tentang Qunut, maka ia berkata “sungguh Qunut itu
memang ada”. Aku bertanya “sebelum ruku’ atau sesudah ruku’?”. Ia
berkata sebelum ruku’. Aku berkata “sesungguhnya fulan mengabarkan kepadaku darimu bahwa engkau mengatakan setelah ruku’. Maka ia berkata “dusta, sesungguhnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hanyalah melakukan Qunut setelah ruku’ selama satu bulan,
hal itu karena Beliau mengutus sekelompok orang dari pembaca Al Qur’an
berjumlah tujuh puluh orang kepada kaum musyrikin sedangkan antara
mereka dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] ada perjanjian.
Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] membaca Qunut selama satu
bulan mendoakan atas mereka [Shahih Bukhariy 2/26 no 1002]
وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة
وأبو كريب قالا حدثنا أبو معاوية عن عاصم عن أنس قال سألته عن القنوت قبل
الركوع أو بعد الركوع ؟ فقال قبل الركوع قال قلت فإن ناسا يزعمون أن رسول
الله صلى الله عليه و سلم قنت بعد الركوع فقال إنما قنت رسول الله صلى الله
عليه و سلم شهرا يدعو على أناس قتلوا أناسا من أصحابه يقال لهم القراء
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata telah menceritakan
kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Aashim dari Anas yang berkata aku
bertanya kepadanya tentang Qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’?. Maka
ia berkata “sebelum ruku”. Aku berkata bahwa orang-orang menganggap bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut setelah ruku’. Maka ia berkata “sesungguhnya
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hanya qunut [setelah ruku’]
satu bulan mendoakan orang-orang yang membunuh para sahabatnya yang
adalah penghafal Al Qur’an [Shahih Muslim 1/468 no 677].
Dengan sanad yang sama dengan sanad
riwayat Muslim, Al Bazzaar meriwayatkan hadis ‘Aashim di atas dengan
matan ringkas sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ،
نَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ، عَنْ عَاصِمٍ الأَحْوَلِ قَالَ : سَأَلْتُ أَنَسَ
بْنَ مَالِكٍ عَنِ الْقُنُوتِ ، فَقَالَ : قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari
‘Aashim Al Ahwal yang berkata aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang
Qunut, maka ia berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah qunut sebelum ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480].
Sebagian ulama mengira bahwa riwayat
‘Aashim ini bertentangan dengan riwayat dari para perawi tsiqat lain
dari Anas yang menetapkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] qunut hanya satu bulan setelah ruku’. Diantaranya Al Bazaar sendiri berkata:
وَهَذَا الْحَدِيثُ لا
نَعْلَمُهُ يُرْوَى عَنْ أَنَسٍ مِنْ وَجْهٍ صَحِيحٍ إِلَّا عَنْ عَاصِمٍ ،
عَنْ أَنَسٍ . وَقَدْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الْحُفَّاظُ مِنْ أَصْحَابِ
أَنَسٍ ، عَنْ أَنَسٍ ، مِنْهُمْ : مُحَمَّدُ ابْنُ سِيرِينَ ، وَأَبُو
مِجْلَزٍ ، وَقَتَادَةُ وَغَيْرُهُمْ ، عَنْ أَنَسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
Dan hadis ini tidak diketahui riwayat
dari Anas dengan jalan yang shahih kecuali dari ‘Aashim dari Anas. Dan
sungguh telah meriwayatkan hadis ini sekelompok hafizh dari sahabat Anas
dari Anas, diantaranya Muhammad bin Siirin, Abu Mijlaz, Qatadah dan
selain mereka dari Anas bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut
setelah ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480].
Tentu saja pernyataan ini keliru dan
kekeliruan ini muncul karena tidak memperhatikan seluruh matan hadis
riwayat ‘Aashim dari Anas perihal masalah qunut ini. Jika kita
menggabungkan riwayat Bukhariy, Muslim dan Al Bazzaar di atas nampak
sebenarnya riwayat ‘Aashim juga menetapkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut nazilah setelah ruku’ selama satu bulan.
Hakikat riwayat ‘Aashim menetapkan bahwa ada dua jenis Qunut yaitu
sebelum ruku’ dan sesudah ruku’ dan keduanya dilakukan oleh Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dan qunut nazilah selama satu bulan itu
dilakukan setelah ruku’.
Adz Dzhabiy menukil riwayat dari ‘Aashim yang menyatakan bahwa Qunut sebelum ruku’ itu dilakukan setelah qunut nazilah
النعمان بن عبد السلام، عن
سفيان، عن عاصم، عن أنس قال: ‘ إنما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلم شهرا
بعد الركعة، ثم قنت بعد ذلك قبل الركعة
Nu’maan bin ‘Abdus Salaam dari
Sufyaan dari ‘Aashim dari Anas yang berkata “sesungguhnya Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] hanya melakukan qunut setelah ruku’
selama satu bulan kemudian setelah itu Beliau qunut sebelum ruku’
[Tanqiih At Tahqiiq Adz Dzahabiy 1/227].
Hanya saja kami tidak menemukan sanad
lengkap riwayat yang dinukil Adz Dzahabiy tersebut dalam kitab-kitab
hadis. Dan riwayat ini hanya sebagai penguat yang sesuai dengan riwayat
‘Aashim lainnya bahwa ada dua jenis qunut yaitu sesudah ruku’ dan
sebelum ruku’. Jadi Qunut setelah ruku’ di sisi Anas bin Malik hanyalah
Qunut Nazilah yang dilakukan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
selama satu bulan. Maka Qunut yang dilakukan sebelum ruku’ menurut Anas
jelas bukan Qunut Nazilah.
Pertanyaannya adalah apakah Qunut sebelum ruku’
itu dilakukan terus menerus oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] ataukah tidak [dalam arti terkadang melakukannya dan terkadang
meninggalkannya]. Terdapat riwayat Anas bin Malik yang menyebutkannya:
حدثنا أحمد بن إسحاق بن بهلول
ثنا أبي ثنا عبيد الله بن موسى ح وحدثنا أبو بكر النيسابوري ثنا أحمد بن
يوسف السلمي ثنا عبيد الله بن موسى ثنا أبو جعفر الرازي عن الربيع بن أنس
عن أنس أن النبي صلى الله عليه و سلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم تركه وأما في
الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا لفظ النيسابوري
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Ishaaq bib Bahluul yang berkata telah menceritakan kepada kami
Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Muusa .
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar An Naisabuuriy yang berkata
telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuusuf As Sulaamiy yang berkata
telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Muusa yang berkata telah
menceritakan kepada kami Abu Ja’far Ar Raaziy dari Rabi’ bin Anas dari
Anas bahwa Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut selama satu bulan mendoakan
kejelekan pada mereka kemudian meninggalkannya, adapun dalam shubuh maka
Beliau senantiasa melakukannya hingga meninggal dunia, [ini lafaz An Naisaburiy] [Sunan Daruquthniy 2/39 no 10]
Riwayat ini para perawinya tsiqat hanya saja Abu Ja’far Ar Raaziy seorang yang tsiqat shaduq tetapi dikatakan sering keliru dan jelek hafalannya.
Ahmad bin Hanbal terkadang berkata “tidak
kuat dalam hadis” terkadang berkata “shalih al hadits”. Yahya bin Ma’in
terkadang berkata “tsiqat” terkadang berkata ‘shalih” terkadang berkata
“ditulis hadisnya tetapi sering keliru” terkadang berkata “tsiqat
tetapi sering salah dalam riwayatnya dari Mughiirah”. Aliy bin Madiiniy
terkadang berkata “tsiqat” terkadang berkata “ia seperti Musa bin
Ubaidah dan ia sering salah dalam riwayatnya dari Mughiirah dan
semisalnya”. Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulliy berkata
“tsiqat”. ‘Amru bin Aliy berkata “di dalamnya ada kelemahan dan dia
termasuk seorang yang shaduq tetapi jelek hafalannya”. Abu Zur’ah
berkata “syaikh banyak melakukan kesalahan”. Abu Hatim berkata “tsiqat
shaduq shalih al hadits”. As Saajiy berkata “shaduq tidak mutqin”.
Nasa’i berkata “tidak kuat”. Ibnu Khirasy berkata “shaduq jelek
hafalannya”. Ibnu Adiy berkata “ia memiliki hadis-hadis yang baik,
orang-orang telah meriwayatkan darinya, kebanyakan hadisnya lurus, aku
harap tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat” [Tahdzib
Al Kamal Al Mizziy 33/192-196 no 7284].
Ibnu Hajar berkata Ibnu Hibban berkata
“ia sering menyendiri dalam periwayatan dari para perawi masyhur dengan
hadis-hadis mungkar, tidak membuatku kagum berhujjah dengannya kecuali
apa yang sesuai dengan para perawi tsiqat. Al Ijliy berkata “tidak
kuat”. Al Hakim berkata “tsiqat”. Ibnu Abdil barr berkata “tsiqat di
sisi para ulama dan alim dalam tafsir Al Qur’an” [Tahdzib At Tahdzib juz
12 no 221]. Ibnu Hajar berkata “shaduq jelek hafalannya khusunya
riwayatnya dari Mughiirah” [Taqrib At Tahdzib 2/376].
Perselisihan terhadap kedudukan hadis Abu
Ja’far Ar Raaziy dalam qunut shubuh di atas bermula dari perbedaan
pendapat tentang kedudukannya. Bagi yang menshahihkan hadis Abu Ja’far
berarti berpegang pada mereka yang menyatakan ia tsiqat atau shaduq
adapun kesalahan dan jeleknya hafalan yang disematkan padanya hanya
terkhusus pada riwayatnya dari Mughirah, sebagaimana yang dikatakan Ibnu
Ma’in dan ini yang diambil pendapatnya oleh Ibnu Hajar.
Sedangkan mereka yang melemahkan hadis
ini karena Abu Ja’far menyendiri dalam periwayatannya dengan lafaz
tersebut dan ia telah dilemahkan oleh sebagian ulama karena buruknya
hafalan dan sering keliru. Apalagi sebagian orang menyatakan bahwa
riwayat Abu Ja’far telah menyelisihi riwayat shahih dari Anas yaitu:
أنا أبو طاهر نا أبو بكر نا
محمد بن محمد بن مرزوق الباهلي حدثنا محمد بن عبد الله الأنصاري حدثنا سعيد
بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت
إلا إذا دعا القوم أو دعا على قوم
Telah menceritakan kepada kami Abu
Thaahir yang berkata telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr yang
berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq
Al-Baahiliy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
‘Abdullah Al Anshaariy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Sa’iid bin Abi ‘Aruubah dari Qataadah dari Anas Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan qunut, kecuali jika
mendoakan kebaikan pada satu kaum atau mendoakan kejelekan pada satu
kaum” [Shahih Ibnu Khuzaimah no. 620 ].
Kami katakan hadis riwayat Ibnu Khuzaimah
ini para perawinya tsiqat tetapi ia mengandung illat [cacat] yaitu
Sa’id bin Abi Aruubah dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa ia tsiqat hafizh
memiliki banyak tulisan, banyak melakukan tadlis, mengalami ikhtilath
dan ia orang yang paling tsabit riwayatnya dari Qatadah [Taqrib At
Tahdzib 1/360]. Dan Ibnu Hajar sendiri menyatakan dengan jelas bahwa
Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshariy termasuk yang meriwayatkan dari Sa’id
bin Abi Aruubah setelah ia mengalami ikhtilath, ia pernah berkata
tentang Sa’id bin Abi Aruubah:
وأما ما أخرجه البخاري من
حديثه عن قتادة، فأكثرُه من رواية مَن سمع منه قبل الاختلاط، وأخرج عمَّن
سمع منه بعد الاختلاط قليلاً؛ كمحمد بن عبدالله الأنصاري، وروح بن عبادة،
وابن أبي عدي
Adapun apa yang dikeluarkan Bukhari
dari hadisnya dari Qatadah maka banyak riwayatnya dari orang yang
mendengar darinya sebelum ia ikhtilath dan [Bukhariy] mengeluarkan juga
sedikit riwayat dari orang yang mendengar darinya setelah ikhtilath
seperti Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshariy, Rauh bin ‘Ubadah dan Ibnu Abi Adiy [Fath Al Bariy 1/406].
Jadi hadis Anas dengan lafaz seperti
dalam riwayat Ibnu Khuzaimah di atas sanadnya dhaif. Dikatakan bahwa
hadis Anas memiliki syahid [pendukung] dari hadis Abu Hurairah berikut:
أنا أبو طاهر نا أبو بكر نا
محمد بن يحيى نا أبو داود حدثنا إبراهيم بن سعد عن الزهري عن سعيد و أبي
سلمة عن أبي هريرة : أن النبي صلى الله عليه و سلم كان لا يقنت إلا أن يدعو
لأحد أو يدعو على أحد وكان إذا قال : سمع الله لمن حمده قال : ربنا ولك
الحمد اللهم أنج وذكر الحديث
Telah menceritakan kepada kami Abu
Thaahir yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar yang
berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya yang berkata
telah menceritakan kepada kami Abu Dawud dari Ibrahim bin Sa’ad dari Az
Zuhriy dari Sa’iid dan Abi Salamah dari Abu Hurairah bahwa Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak membaca Qunut kecuali mendoakan
keselamatan kepada seseorang atau mendoakan keburukan kepada seseorang
yaitu ketika membaca “sami’ Allah huliman hamidah” kemudian Beliau
membaca “rabbana walakal hamdu, Allahumma.. “dan menyebutkan hadis
[Shahih Ibnu Khuzaimah no 619].
Riwayat Ibnu Khuzaimah di atas adalah riwayat Abu Dawud Ath Thayalisiy dari Ibrahim bin Sa’ad. Dan Abu Dawud diselisihi oleh
- Muusa bin Ismail [Shahih Bukhariy no 4560] dan ia seorang yang tsiqat tsabit [Taqrib At Tahdzib 2/220]
- Abu Kaamil Al Haafizh [Musnad Ahmad 2/255 no 7458] dan ia seorang
yang tsiqat mutqin tidak meriwayatkan hadis kecuali dari perawi tsiqat
[Taqrib At Tahdzib 2/191]
- Yahya bin Hassaan [Sunan Ad Darimiy 1/453 no 1595] dan ia seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 2/299-300]
- Yahya bin Adaam [Musnad As Siraaj no 1303] dan ia seorang yang tsiqat hafizh fadhl [Taqrib At Tahdzib 2/296]
- Muhammad bin Ubaidillah Abu Tsaabit [Sunan Al Kubra Baihaqiy 2/197
no 2905] dan ia seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 2/109].
- Muhammad bin Utsman bin Khalid [Sunan Al Kubra Baihaqiy 2/197 no
2905] dan ia seorang yang shaduq sering keliru [Taqrib At Tahdzib 2/111]
Semuanya meriwayatkan dari Ibrahim bin Sa’ad dengan lafaz berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ
قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ
Dari Abi Hurairah [radiallahu ‘anhu] bahwa Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] jika ingin mendoakan keburukan kepada
seseorang atau mendoakan keselamatan kepada seseorang maka Beliau akan
membaca qunut setelah ruku’. Ketika beliau mengucapkan “sami’ Allahu liman hamiidah”
Abu Dawud
yaitu Sulaiman bin Dawud Ath Thayalisiy telah menyelisihi para perawi
tsiqat. Ia sendiri seorang yang tsiqat dan hafizh tetapi telah ternukil
pendapat para ulama yang menyatakan bahwa ia sering melakukan kesalahan.
Abu Hatim pernah berkata tentangnya “ahli hadis yang shaduq banyak
melakukan kesalahan, Abu Walid dan ‘Affan lebih aku sukai darinya” [Al
Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 4/113 no 491]. Oleh karena itu riwayat
dengan matan yang mahfuzh adalah yang diriwayatkan jamaah tsiqat dari
Ibrahim bin Sa’ad.
Perbedaan pada matan riwayat Abu Dawud
dengan matan riwayat jama’ah tsiqat tersebut adalah riwayat Abu Dawud
seolah menafikan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] membaca
qunut lain selain qunut nazilah padahal hal ini tidak benar dengan
alasan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] juga membaca qunut lain
selain qunut nazilah misalnya pada shalat witir. Sedangkan riwayat
jama’ah selain Abu Dawud tidak ada menafikan hal tersebut karena riwayat
jama’ah hanya menyatakan bahwa jika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] ingin mendoakan keselamatan atau keburukan seseorang [qunut
nazilah] maka Beliau membaca qunut setelah ruku’.
Jadi riwayat Ibnu Khuzaimah [baik riwayat
Anas maupun Abu Hurairah] kedudukannya lemah tidak bisa dijadikan
alasan untuk menyatakan hadis Abu Ja’far Ar Raaziy sebagai mungkar.
Walaupun begitu hadis Abu Ja’far memang menyendiri pada lafaz “senantiasa melakukannya” padahal
disinilah letak permasalahannya. Terdapat riwayat shahih yang
menunjukkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak
terus-menerus melakukannya:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ أَبِى مَالِكٍ
الأَشْجَعِىِّ قَالَ قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ
خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا
مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ.
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Manii’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haruun
dari Abi Malik Al ‘Asyja’iy yang berkata aku berkata kepada Ayahku
“wahai Ayahku sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam],
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Aliy bin Abi Thalib di sini di Kufah selama
lebih kurang lima tahun, apakah mereka semua melakukan Qunut?. Ia
berkata “wahai anakku itu adalah perkara baru yang diada-adakan”. Abu
‘Iisa berkata “hadis ini hasan shahih” [Sunan Tirmidzi no 404].
Memang hadis Thariq bin Asyyam tidak
diartikan bahwa Thariq selalu shalat di belakang Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tetapi dalam periode tertentu Thariq telah shalat di
belakang Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Beliau [shallallahu
‘alaihi wasallam] tidak membaca qunut dalam shalat shubuh oleh karena
itulah Thariq menyatakan itu sebagai bid’ah. Pendapatnya bahwa itu
bid’ah tentu saja tertolak karena hadis Anas telah menunjukkan bahwa
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] pernah melakukannya. Hadis ini
menjadi bukti bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak
terus-menerus melakukan qunut shubuh. Kesimpulan yang benar adalah
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melakukan qunut nazilah
setelah ruku’ selama satu bulan kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi
wasallam] juga pernah melakukan qunut sebelum ruku’ hanya saja terkadang
melakukannya dan terkadang meninggalkannya.
Dari pembahasan di atas maka kita
dapatkan bahwa ada dua jenis Qunut Shubuh yaitu Qunut Nazilah yang
dilakukan setelah ruku’ dan Qunut Shubuh tanpa nazilah sebagaimana yang
dikatakan Anas bin Malik sebelum ruku’. Telah diriwayatkan dengan sanad
yang shahih bahwa Anas bin Malik mengamalkan hadis tersebut, Ia pernah
shalat shubuh kemudian membaca qunut sebelum ruku’
حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ
مَسْعَدَةَ السَّامِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ،
قَالَ: حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ بُرَيْدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ
السَّلُولِيِّ، قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ صَلَاةَ
الْغَدَاةِ فَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Humaid
bin Mas’adah As Saamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami
Bisyr bin Mufadhdhal yang berkata telah menceritakan kepada kami Al
Jurairiy dari Buraid bin Abi Maryam As Saluuliy yang berkata aku shalat bersama Anas bin Malik shalat shubuh maka ia membaca qunut sebelum ruku’ [Tahdzib Al Atsar Ath Thabariy no 624]
Atsar ini sanadnya shahih diriwayatkan
oleh para perawi yang tsiqat. Humaid bin Mas’adah As Saamiy dikatakan
Ibnu Hajar bahwa ia seorang yang shaduq [Taqrib At Tahdzib 1/246] tetapi
dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa ia tsiqat karena ia termasuk
guru Imam Muslim dan Ashabus Sunan, ditsiqatkan Ibnu Hibban dan Nasa’i,
Abu Hatim berkata “ aku menulis hadisnya dan ia shaduq” [Tahrir Taqrib
At Tahdzib no 1559]. Bisyr bin Mufadhdhal seorang yang tsiqat tsabit
ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib 1/130]. Sa’iid bin Ayaasy Al Jurairiy
seorang yang tsiqat tetapi mengalami ikhtilath sebelum wafatnya [Taqrib
At Tahdzib 1/348]. Buraid bin Abi Maryam As Saluuliy seorang yang tsiqat
[Taqrib At Tahdzib 1/124].
Al Jurairiy memang mengalami ikhtilath
sebelum wafatnya tetapi Bisyr bin Mufadhdhal termasuk perawi yang
meriwayatkan dari Al Jurairy sebelum ia mengalami ikhtilath sebagaimana
yang dikatakan Yahya bin Ma’in [Al Kamil Ibnu Adiy 4/444]
Riwayat Ath Thabariy menunjukkan bahwa
Anas bin Malik melakukan Qunut shubuh tanpa nazilah karena jika memang
Qunut yang dimaksud adalah Qunut Nazilah maka sudah pasti Anas bin Malik
akan melakukannya setelah ruku’ sebagaimana yang dilakukan Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dan riwayat ini menjadi penguat riwayat
Al Bazzaar sebelumnya bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
telah mencontohkan adanya qunut shubuh sebelum ruku’.
Terdapat riwayat Anas bin Malik yang
nampaknya bertentangan dengan riwayat di atas dimana riwayat tersebut
menyatakan bahwa Anas bin Malik tidak melakukan qunut dalam shalat
shubuh
حدثنا عبد الله بن محمد بن
عبد العزيز ، حدثنا شيبان بن فروخ ، حدثنا غالب بن فرقد الطحان ، قال : كنت
عند أنس بن مالك شهرين ، فلم يقنت في صلاة الغداة
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Aziiz yang berkata telah menceritakan
kepada kami Syaiban bin Faruukh yang berkata telah menceritakan kepada
kami Ghaalib bin Farqad Ath Thahaan yang berkata aku pernah berada di sisi Anas bin Malik dua bulan, dan ia tidak membaca qunut dalam shalat shubuh [Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 1/295 no 692].
Riwayat ini sanadnya dhaif karena Ghalib bin Farqad Ath Thahaan
tidak dikenal kredibilitasnya. Al Haitsami berkomentar dalam salah satu
hadis riwayat Thabrani yang dalam sanadnya terdapat Ghalib bin Farqad
رواه الطبراني في الكبير . وغالب لم أجد من ترجمه
Riwayat Ath Thabraniy dalam Al Kabiir dan Ghalib tidak ditemukan biografinya [Majma’ Az Zawaid Al Haitsamiy 2/344 no 2888].
Kabar yang shahih dari Anas bin Malik
adalah ia termasuk sahabat yang melakukan qunut shubuh tanpa nazilah
atau qunut shubuh sebelum ruku’.
Pembagian Qunut menjadi dua jenis yaitu
Qunut sesudah ruku’ yang merupakan Qunut Nazilah dan Qunut sebelum ruku’
yang merupakan Qunut Shubuh tanpa nazilah tampaknya juga dikenal oleh
Umar bin Khaththab [radiallahu ‘anhu] Diriwayatkan bahwa Umar pernah
melakukan keduanya:
حَدَّثَنَا ابْنُ
الْمُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنْ أَبِي
رَافِعٍ، أَنَّهُ قَنَتَ مَعَ عُمَرَ فِي صَلاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ
الرُّكُوعِ، يَدْعُو عَلَى الْفَجَرَةِ
Telah menceritakan kepada kami Ibnul
Mutsannaa yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Athaa’
bin Abi Maimuunah dari Abu Raafi’ Bahwasannya ia
pernah melakukan qunut bersama ‘Umar dalam shalat Shubuh setelah rukuk
untuk mendoakan kejelekan bagi orang-orang yang durhaka” [Tahdziib Al Atsaar Ibnu Jarir Ath Thabariy no. 586].
Riwayat ini sanadnya shahih. Muhammad bin
Mutsanna seorang yang tsiqat tsabit [Taqrib At Tahdzib 2/129]. Muhammad
bin Ja’far atau Ghundar seorang yang tsiqat dan shahih kitabnya [Taqrib
At Tahdzib 2/63]. Syu’bah adalah seorang yang tsiqat hafizh mutqin,
amirul mukminin dalam hadis [Taqrib At Tahdzib 1/418]. Atha’ bin Abi
Maimunah seorang yang tsiqat dan dituduh berpahaman Qadariy [Taqrib At
Tahdzib 1/676]. Abu Rafi’ Ash Sha’igh seorang yang tsiqat tsabit [Taqrib
At Tahdzib 2/252].
Nampak dalam riwayat di atas bahwa Umar
mendoakan orang-orang durhaka tertentu dalam Qunut shalat shubuh yang ia
lakukan setelah ruku’. Dan diriwayatkan pula bahwa ia juga pernah
melakukan Qunut shubuh sebelum ruku’:
حدثنا أبو بكر قال حدثنا وكيع
بن الجراح قال حدثنا سفيان عن مخارق عن طارق بن شهاب أنه صلى خلف عمر بن
الخطاب الفجر فلما فرغ من القراءة كبر ثم قنت ثم كبر ثم ركع
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar yang berkata telah menceritakan kepada kami Waki’ bin Jarrah yang
berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari Mukhaariq dari
Thaariq bin Syihaab bahwasanya ia
shalat shubuh di belakang Umar bin Khaththab maka ketika Umar selesai
membaca surat ia bertakbir kemudian membaca Qunut, kemudian takbir
kemudian ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/107 no 7033].
Riwayat ini sanadnya shahih hingga Umar
bin Khaththab. Sufyaan Ats Tsawriy adalah seorang tsiqat faqih ahli
ibadah imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 1/371]. Mukhariq bin
Khaliifah seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 2/165].
Thariq bin Syihaab Al Ahmasiy ia seorang yang pernah melihat Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tetapi tidak mendengar hadis darinya
[Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 1/447].
Riwayat Ibnu Abi Syaibah ini berbeda
dengan riwayat Ibnu Jarir sebelumnya karena Qunut yang dilakukan Umar
pada shalat shubuh tersebut dilakukan sebelum ruku’ bukan sesudah ruku’
seperti yang seharusnya dilakukan dalam qunut nazilah.
Di sisi Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis
salaam] Qunut nazilah juga dilakukan setelah ruku’. Aliy bin Abi Thalib
[‘alaihis salaam] pernah melakukan qunut nazilah pada saat perang:
حَدَّثَنَا عُبَيد الله بن
معاذ قَال حدثني أبي قَال حَدَّثَنَا شُعبة عن عُبَيد أبي الحسن سمع عبد
الرحمن بن معقل يقول شهدت علي بن أبي طالب قنت في صلاة العتمة بعد الركوع
يدعو في قنوته على خمسة رهط على معاوية وأبي الأعور
Telah menceritakan kepada kami
‘Ubaidillah bin Mu’adz yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku
yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Ubaid Abi
Hasan yang mendengar ‘Abdurrahman bin Ma’qil berkata “aku menyaksikan Ali
bin ‘Abi Thalib membaca qunut dalam shalat ‘atamah [shalat malam yaitu
maghrib atau isya’] setelah ruku’ untuk lima orang untuk Mu’awiyah dan
Abul A’war [Ma’rifat Wal Tarikh Ya’qub bin SufyanAl Fasawi 3/134].
Riwayat ini sanadnya shahih. Ubaidillah
bin Mu’adz seorang hafizh yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/639]. Ayahnya
Mu’adz bin Mu’adz seorang yang tsiqat mutqin [Taqrib At Tahdzib 2/193].
Syu’bah adalah seorang yang tsiqat hafizh mutqin, amirul mukminin dalam
hadis [Taqrib At Tahdzib 1/418]. Ubaid bin Hasan Al Muzanniy kuniyah
Abu Hasan seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/643]. ‘Abdurrahman
bin Ma’qil Al Muzanniy seorang tabiin yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib
1/591].
Tetapi diriwayatkan pula bahwa Aliy bin Abi Thalib [‘alaihis salaam] pernah melakukan Qunut Shubuh sebelum ruku’
حدثنا وكيع قال حدثنا سفيان عن عبد الأعلى عن أبي عبد الرحمن السلمي أن عليا كبر حين قنت في الفجر وكبر حين ركع
Telah menceritakan kepada kami Waki’
yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari ‘Abdul A’laa
dari Abi ‘Abdurrahman As Sulamiy bahwa Aliy bertakbir ketika membaca Qunut di waktu fajar [shubuh] dan bertakbir ketika akan ruku’ [Al Mushannaf Ibnu ‘Abi Syaibah no 7034].
Riwayat ini sanadnya dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar dan syawahid, para perawinya tsiqat kecuali ‘Abdul A’la bin ‘Aamir Ats Tsa’labiy.
Waki’ bin Jarrah adalah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [Taqrib At
Tahdzib 2/283-284]. Sufyaan Ats Tsawriy adalah seorang tsiqat faqih ahli
ibadah imam hujjah [Taqrib At Tahdzib 1/371]. ‘Abdul A’laa bin ‘Aamir
Ats Tsa’labiy seorang yang shaduq terkadang keliru [Taqrib At Tahdzib
1/551]. Abu ‘Abdurrahman As Sulamiy Abdullah bin Habiib seorang yang
tsiqat tsabit [Taqrib At Tahdzib 1/485-486].
Ibnu Hajar dalam At Taqrib memang
menyatakan ‘Abdul A’laa bin ‘Aamir “shaduq yahim” tetapi berikut
perinciannya. Syu’bah telah meriwayatkan darinya, itu berarti dalam
pandangannya ‘Abdul A’laa tsiqat. Sufyan Ats Tsawriy melemahkan hadisnya
dari Muhammad bin Aliy Al Hanafiyah. Amru bin Aliy berkata “Abdurrahman
bin Mahdiy tidak meriwayatkan darinya sedangkan Yahya meriwayatkan
darinya”. Ahmad bin Hanbal dan Abu Zur’ah menyatakan ia dhaif. Abu Hatim
berkata “tidak kuat”. Nasa’i berkata “tidak kuat dan ditulis hadisnya”.
Yahya bin Ma’in berkata “tidak kuat”. As Sajiy berkata “shaduq
terkadang keliru”. Yahya bin Sa’id berkata “dikenal dan diingkari”.
Yaqub bin Sufyan berkata “dalam hadisnya lemah dan ia sendiri tsiqat”.
Ibnu Sa’ad berkata “dhaif dalam hadis”. Daruquthniy berkata “dapat
dijadikan i’tibar” ia juga berkata “tidak kuat di sisi para ulama”. Ath
Thabariy dan Al Hakim menshahihkan hadisnya dan At Tirmidziy
menghasankan hadisnya [Tahdzib At Tahdzib juz 6 no 198]. Ternukil dari
Yahya bin Ma’in bahwa ia menyatakan ‘Abdul A’laa bin ‘Aamir tsiqat [Al
Kamil Ibnu Adiy 2/310].
Dengan memperhatikan keterangan para
ulama tentangnya maka pendapat yang rajih tentangnya adalah kedudukannya
dhaif tetapi dapat dijadikan i’tibar dan syawahid. Dalam riwayat ini
‘Abdul A’laa bin ‘Aamir Ats Tsa’labiy memiliki mutaba’ah dari Atha’ bin
As Sa’ib
حدثنا هشيم قال أخبرنا عطاء بن السائب عن أبي عبد الرحمن السلمي أن عليا كان يقنت في صلاة الصبح قبل الركوع
Telah menceritakan kepada kami
Husyaim yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Atha’ bin As Saa’ib
dari Abu Abdurrahman As Sulamiy bahwa Aliy membaca qunut dalam shalat shubuh sebelum ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7020].
Riwayat ini para perawinya tsiqat shaduq
tetapi lemah karena ‘Athaa’ bin As Saa’ib mengalami ikhtilath sebelum
wafatnya. ‘Athaa’ bin As Saa’ib seorang yang shaduq dan mengalami
ikhtilath [Taqrib At Tahdzib 1/675]. Husyaim bin Basyiir seorang yang
tsiqat tsabit tetapi banyak melakukan tadlis dan irsal khafiy [Taqrib At
Tahdzib 2/269]. Husyaim bin Basyiir disebutkan bahwa ia mendengar dari
Athaa’ bin As Saa’ib setelah ia ikhtilath [Nihayah Al Ightibath hal
241-249 no 71]. Tetapi riwayat Husyaim dari Athaa’ bisa dijadikan
i’tibar sebagaimana Bukhariy telah memasukkannya dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karena itu kedudukan riwayat Abu
‘Abdurrahman As Sulamiy di atas adalah hasan lighairihi karena
masing-masing sanad mengandung kelemahan tetapi sifatnya saling
menguatkan sehingga derajatnya naik menjadi hasan. Riwayat Abu
‘Abdurrahman As Sulamiy juga dikuatkan oleh riwayat berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى ، قَالَ : ثنا عَلِيُّ بْنُ عُثْمَانَ اللاحِقِيُّ ،
قَالَ : ثنا حَمَّادٌ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا الْحَجَّاجُ ، عَنْ عَيَّاشِ
بْنِ عَمْرٍو الْعَامِرِيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ
الْهَادِ ، قَالَ : ” صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ،
وَعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ ، وَأَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ ، فَكَانُوا
يَقْنُتُونَ فِي صَلاةِ الْفَجْرِ قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Muhammad bin Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami Aliy
bin Utsman Al Lahiqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad
yang berkata telah mengabarkan kepada kami Hajjaaj dari ‘Ayyaasy bin
‘Amru Al ‘Amiriy dari ‘Abdullah bin Syadaad bin Al Haad yang berkata aku
shalat di belakang Umar bin Khaththab, Aliy bin Abi Thalib dan Abu
Muusa Al Asy’ariy maka mereka membaca qunut dalam shalat shubuh sebelum
ruku’ [Al Awsath Ibnu Mundzir 5/209-210 no 2694].
Riwayat ini lemah tetapi bisa dijadikan
i’tibar. Para perawinya tsiqat shaduq hanya saja Hajjaaj bin Arthah
dikatakan banyak melakukan tadlis dan riwayatnya di atas dengan ‘an
anah. Yahya bin Muhammad bin Yahya Adz Dzahiliy seorang yang tsiqat
hafizh [Taqrib At Tahdzib 2/314]. Aliy bin Utsman Al Lalhaqiy seorang
yang tsiqat [Lisan Al Mizan juz 4 no 659]. Hammad bin Salamah seorang
yang tsiqat ahli ibadah, orang yang paling tsabit dalam riwayat Tsabit,
hafalannya berubah di akhir hayatnya [Taqrib At Tahdzib 1/238]. Hajjaaj
bin Arthah seorang yang shaduq banyak melakukan kesalahan dan tadlis
[Taqrib At Tahdzib 1/188]. ‘Ayyaasy bin ‘Amru Al ‘Aamiriy seorang yang
tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/767]. Abdullah bin Syadaad bin Al Haad,
lahir di masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam], Al Ijliy menyebutkan
bahwa ia tabiin yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/501]
Salafus Shalih Yang Mengamalkan Qunut Shubuh
Ternukil riwayat bahwa sebagian sahabat
dan tabiin tidak melakukan qunut shubuh tetapi ini tidak menjadi hujjah
karena terbukti sebagian sahabat dan tabiin yang lain malah mengamalkan
qunut shubuh. Selain Anas bin Malik, Umar bin Khaththab dan Aliy bin Abi
Thalib qunut shubuh sebelum ruku’ juga diamalkan oleh Abdullah bin
‘Abbas dan Barra’ bin Azib
عبد الرزاق عن جعفر عن عوف قال حدثني أبو رجاء العطاردي قال صلى بنا بن عباس صلاة الغداة في إمارته على البصرة فقنت قبل الركوع
‘Abdurrazaaq dari Ja’far dari ‘Auf yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Rajaa’ Al ‘Uthaaridiy yang berkata kami shalat di belakang Ibnu ‘Abbaas shalat shubuh pada masa kepemimpinannya di Bashrah maka ia membaca Qunut sebelum ruku’ [Al Mushannaf ‘Abdurrazaaq no 4973].
Riwayat di atas sanadnya shahih hingga
Abdullah bin ‘Abbaas. Ja’far adalah Ja’far bin Sulaiman Adh Dhabiy
adalah perawi yang shaduq zuhud dan tasyayyu’ [Taqrib At Tahdzib Ibnu
Hajar 1/163]. Adz Dzahabi menyatakan ia tsiqat [Al Kasyf no 792]. ‘Auf
bin Abi Jamilah perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ibnu Hajar
menyatakan ia tsiqat [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 1/759]. Abu Raja’ Al
Uthaaridiy adalah ‘Imraan bin Milhaan perawi kutubus sittah yang tsiqat,
seorang mukhadharamun. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [Taqrib At
Tahdzib Ibnu Hajar juz 1/753].
.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، قَالَ :
حدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ مُطَرِّفٍ ، عَنْ أَبِي الْجَهْمِ ، عَنِ
الْبَرَاءِ ، أَنَّهُ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَكَبَّرَ حِينَ فَرَغَ مِنَ
الْقِرَاءَةِ وَكَبَّرَ حِينَ رَكَع
Telah menceritakan kepada kami Waki’
yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari Mutharrif dari
Abil Jahm dari Barra’ bahwasanya ia membaca qunut pada shalat shubuh, ia bertakbir ketika selesai membaca surat dan bertakbir ketika akan ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7109].
Riwayat ini sanadnya shahih hingga Barra’
bin ‘Azib. Waki’ bin Jarrah adalah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah
[Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 2/283-284]. Sufyaan Ats Tsawriy adalah
seorang tsiqat faqih ahli ibadah imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu
Hajar 1/371]. Mutharrif bin Thariif seorang yang tsiqat fadhl [Taqrib At
Tahdzib 2/188]. Sulaiman bin Jahm Abu Jahm seorang yang tsiqat [Taqrib
At Tahdzib 1/383]. Riwayat di atas menunjukkan bahwa Barra’melakukan
qunut sebelum ruku’ karena takbir setelah membaca surat dan takbir
ketika akan ruku’ menunjukkan bahwa Barra’ membaca qunut setelah membaca
surat.
Selain sebagian sahabat, sebagian tabiin
juga diriwayatkan membaca qunut pada shalat shubuh diantaranya Ubaidah
bin ‘Amru As Salmaaniy, Urwah bin Zubair, Abdurrahman bin Abi Laila,
Ibnu Sirin, Thawus dan yang lainnya.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، قَالَ :
حدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ قَيْسٍ ، قَالَ صَلَّيْت
خَلْفَ عَبِيدَةَ الْفَجْرَ فَقَنَتَ قَبْلَ الرَّكْعَةِ
Telah menceritakan kepada kami Waki’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyaan dari Nu’maan bin Qais yang berkata aku shalat shubuh di belakang Ubaidah maka ia membaca qunut sebelum ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7097].
Riwayat ini sanadnya shahih. Waki’ bin
Jarrah adalah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib Ibnu
Hajar 2/283-284]. Sufyaan Ats Tsawriy adalah seorang tsiqat faqih ahli
ibadah imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 1/371]. Nu’man bin Qais
Al Muradiy, Ahmad bin Hanbal berkata “shalih al hadits” dan Yahya bin
Ma’in berkata “tsiqat” [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 8/446 no
2046]. Ubaidah bin ‘Amru As Salmaaniy
meriwayatkan dari Umar, Aliy, Ibnu Mas’ud, Ia memeluk islam sebelum
Nabi wafat. Yahya bin Ma’in menyatakan ia tsiqat [Al Jarh Wat Ta’dil
6/91 no 466].
حدثنا أبو مصعب, قال: حدثنا مالك , عن هشام بن عروة أن
أباه كان لا يقنت في شيء من الصلاة و لا في الوتر إلا أنه كان يقنت في صلاة
الفجر, قبل أن يركع الركعة الآخرة, إذا قضى قراءته
Telah menceritakan kepada kami Abu
Mush’ab yang berkata telah menceritakan kepada kami Malik dari Hisyaam
bin ‘Urwah bahwa ayahnya tidak membaca qunut sedikitpun dalam shalat
tidak juga dalam witir kecuali bahwasanya ia membaca qunut dalam shalat shubuh, sebelum ruku’ pada rakaat terakhir setelah membaca surat [Al Muwatta Malik riwayat Abu Mush’ab no 428].
Riwayat ini sanadnya shahih. Abu Mush’ab
adalah Ahmad bin Abu Bakar bin Al Haarits bin Zurarah bin Mush’ab bin
‘Abdurrahman bin ‘Auf seorang yang faqih shaduq [Taqrib At Tahdzib
1/31]. Malik bin Anas seorang faqih imam pemimpin orang-orang mutqin
[Taqrib At Tahdzib 2/151]. Hisyam bin ‘Urwah seorang tsiqat faqih
[Taqrib At Tahdzib 2/267]. Urwah bin Zubair seorang tabiin yang tsiqat faqih masyhur [Taqrib At Tahdzib 1/671]
حدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ
عَلِيٍّ ، عَنْ زَائِدَةَ ، عَنْ أَبِي فَرْوَةَ ، قَالَ : كان ابْنُ أَبِي
لَيْلَى يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ قَبْلَ الرَّكْعَةِ
Telah menceritakan kepada kami Husain bin Aliy dari Za’idah dari Abi Farwah yang berkata Ibnu Abi Laila membaca qunut dalam shalat shubuh sebelum ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7098].
Riwayat ini sanadnya shahih. Husain bin
Aliy Al Ju’fiy seorang ahli ibadah yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib
1/217]. Za’idah bin Qudamah seorang yang tsiqat tsabit [Taqrib At
Tahdzib 1/307]. Abu Farwah, Urwah bin Al Haarits Al Hamdaaniy [Taqrib At
Tahdzib 1/670]. Abdurrahman bin Abi Laila Al Anshariy seorang tabiin yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/588].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، عَنْ
سُفْيَانَ ، عَنْ زُبَيْدِ بْنِ الْحَارِثِ اليامي ، قَالَ : سَأَلْتُ
ابْنَ أَبِي لَيْلَى ، عَنِ الْقُنُوتِ فِي الْفَجْرِ ، فَقَالَ : سُنَّةٌ
مَاضِيَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyaan dari Zubaid bin Al Haarits Al Yaamiy yang berkata aku bertanya kepada Ibnu Abi Laila tentang qunut dalam shalat shubuh. Maka ia berkata “sunnah yang telah berlaku” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7081].
Riwayat ini sanadnya shahih. Waki’ bin
Jarrah adalah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib Ibnu
Hajar 2/283-284]. Sufyaan Ats Tsawriy adalah seorang tsiqat faqih ahli
ibadah imam hujjah [Taqrib At Tahdzib Ibnu Hajar 1/371]. Zubaid bin Al
Haarits Al Yaamiy seorang ahli ibadah yang tsiqat tsabit [Taqrib At
Tahdzib 1/308]. Abdurrahman bin Abi Laila Al Anshariy seorang tabiin
yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/588].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ، قَالَ :
حدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ إِبرَاهِيم ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ ، أَنَّهُ قَالَ
: الْقُنُوتُ فِي الْفَجْرِ هُنَيْهَةٌ ، أَوْ سَاعَةٌ ، أَوْ كَلِمَةٌ
تُشْبِهُهَا
Telah menceritakan kepada kami Waki’
yang berkata telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Ibrahiim dari
Ibnu Sirin bahwasanya ia berkata “qunut dalam shalat shubuh waktunya singkat atau sesaat atau kalimat yang semisalnya” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7082].
Riwayat ini sanadnya shahih. Waki’ bin
Jarrah adalah seorang tsiqat hafizh ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib Ibnu
Hajar 2/283-284]. Yaziid bin Ibrahiim Al Tusturiy seorang yang tsiqat
tsabit kecuali riwayatnya dari Qatadah lemah [Taqrib At Tahdzib 2/320].
Muhammad bin Siiriin seorang tabiin yang tsiqat tsabit ahli ibadah
[Taqrib At Tahdzib 2/85].
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
إِسْحَاقَ ، عَنْ وَهْبٍ ، عَنِ ابْنِ طَاوُوس ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ :
كَانَ يَدْعُو بِدُعَاءٍ كَثِيرٍ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ishaaq dari Wuhaib dari Ibnu Thawus dari Ayahnya berkata bahwa ia [Thawus] berdoa dengan doa yang panjang dalam shalat shubuh sebelum ruku’ [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7098].
Riwayat ini sanadnya shahih. Ahmad bin
Ishaaq Al Hadhraamiy seorang yang tsiqat lagi hafizh [Taqrib At Tahdzib
1/31]. Wuhaib bin Khalid seorang yang tsiqat tsabit tetapi sedikit
berubah hafalannya di akhir hayatnya [Taqrib At Tahdzib 2/293]. Abdullah
bin Thawus Al Yamaniy seorang yang tsiqat, fadhl, ahli ibadah [Taqrib
At Tahdzib 1/503]. Thawus Al Yamaniy seorang tabiin yang tsiqat faqih
fadhl [Taqrib At Tahdzib 1/448-449].
Dalam zhahir sanad tertulis “Wahb” dan
ini adalah tashif karena telah masyhur bahwa guru dari Ahmad bin Ishaq
Al Hadhramiy dan sekaligus murid dari Ibnu Thawus adalah Wuhaib bin
Khalid. Adapun mengenai perubahan hafalan Wuhaib bin Khalid itu tidak
ada masalah karena riwayat Ahmad bin Ishad Al Hadhramiy dari Wuhaib
telah diambil Muslim dalam Shahih-nya.
حَدَّثَنَا حُمَيْدُ عَنْ
زُهَيْرٍ ، قَالَ قُلْتُ لأَبِي إِسْحَاقَ تُكَبِّرُ أَنْتَ قَبْلَ أَنْ
تَقْنُتَ فِي صَلاَةِ الْفَجْرِ ، قَالَ نَعَمْ
Telah menceritakan kepada kami Humaid dari Zuhair yang berkata aku bertanya kepada Abu Ishaaq “apakah engkau bertakbir sebelum membaca qunut pada shalat shubuh?”. Ia menjawab “benar” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 7112].
Riwayat ini sanadnya shahih. Humaid bin
‘Abdurrahman Al Kuufiy seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/245].
Zuhair bin Mu’awiyah seorang yang tsiqat tsabit kecuali bahwa ia
mendengar dari Abu Ishaaq di akhir hayatnya [Taqrib At Tahdzib 1/317].
Abu Ishaaq ‘Amru bin ‘Abdullah As Sabii’iy seorang tabiin yang tsiqat
ahli ibadah mengalami ikhtilath di akhir umurnya [Taqrib At Tahdzib
1/739]. Adapun mengenai ikhtilath Abu Ishaq itu tidak memudharatkan
riwayatnya karena riwayat di atas bukan mengenai hafalan riwayatAbu
Ishaq tetapi mengenai kebiasaan yang ia lakukan saat qunut shubuh yaitu
bertakbir sebelum qunut [itu berarti qunut sebelum ruku’].
حدثنا ابن بشار ، قال : حدثنا
عبد الرحمن بن مهدي ، قال : حدثنا داود بن قيس ، قال : ” صليت خلف أبان بن
عثمان ، وعمر بن عبد العزيز ، وأبي بكر بن محمد بن عمرو بن حزم ، فكانوا
يقنتون في الصبح
Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Basyaar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin
Mahdiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Dawud bin Qais yang
berkata aku
shalat di belakang Aban bin Utsman, Umar bin ‘Abdul ‘Aziiz dan Abu
Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm, mereka semua membaca qunut dalam
shalat shubuh [Tahdzib Al Atsar Ibnu Jarir Ath Thabariy no 2678].
Riwayat ini sanadnya shahih. Muhammad bin
Basyaar Al Bashriy seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 2/58].
Abdurrahman bin Mahdiy seorang yang tsiqat tsabit hafizh arif dalam ilmu
Rijal dan hadis, Ibnu Madiiniy “aku tidak pernah melihat yang lebih
alim darinya” [Taqrib At Tahdzib 1/592]. Dawud bin Qais Al Farraa’
seorang yang tsiqat fadhl [Taqrib At Tahdzib 1/282].
Kemudian Aban bin ‘Utsman bin ‘Affan
seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/51]. Umar bin ‘Abdul Aziiz bin
Marwan [amirul mukminin], Ibnu Sa’ad berkata tentangnya bahwa ia tsiqat
ma’mun alim wara’ seorang imam yang adil [Tahdzib At Tahdzib juz 7 no
791]. Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm seorang yang tsiqat dan
ahli ibadah [Taqrib At Tahdzib 2/367]
Kesimpulan:
Qunut shubuh tanpa nazilah termasuk
sunnah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Ahlul Bait kemudian
diamalkan juga oleh sebagian sahabat dan tabi’in. Adapun pendapat yang
rajih di sisi kami adalah qunut tersebut dilakukan sebelum ruku’ dan
terkadang qunut tersebut dilakukan dan terkadang ditinggalkan.
_________________________
Tetapi sejauh ini justru yang sampai kepada saya adalah bantahan dari
orang yang menyebut dirinya Toyib Mutaqin dan saya tidak ragu untuk
menyatakan bahwa bantahannya hanya menunjukkan kejahilan.
Mengapa demikian? Karena ia tidak
memahami dengan baik argumentasi dari tulisan yang sedang dibantahnya
[dalam hal ini adalah tulisan saya]. Pada dasarnya saya bersedia
menjawab bantahan apapun terhadap tulisan saya, baik bantahan itu
bersifat ilmiah ataupun bantahan yang jahil. Yang saya butuhkan hanyalah
keinginan untuk membuat tulisan jawaban dan waktu yang cukup.
Alhamdulillah, saat ini saya memiliki keduanya. Tulisan ini akan
menunjukkan kejahilan Toyib Mutaqin dalam bantahannya.
___________________________
SYUBHAT QUNUT SHUBUH SECONDPRINCE
DIA BERKATA : perhatikan riwayat Anas berikut:
حَدَّثَنَا نَصْرُ
بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ ،
حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : سُئِلَ عَنِ
الْقُنُوتِ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَقَالَ : كُنَّا نَقْنُتُ قَبْلَ
الرُّكُوعِ وَبَعْدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Aliy
Al Jahdhamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sahl bin Yuusuf
yang berkata telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas bin Malik
yang berkata ia ditanya tentang Qunut dalam shalat Shubuh maka Anas
berkata “kami melakukan Qunut sebelum ruku’ dan melakukan Qunut sesudah
ruku’ [Sunan Ibnu Majah no 1183].
Al Hafizh Al Buushiriy berkata
dalam kitabnya Az Zawa’id bahwa sanadnya shahih [Mishbah Az Zujajah Fii
Zawa’id Ibnu Majah hal 727-728 no 322]. Dari hadis ini maka dapat
dipahami bahwa di sisi Anas bin Malik ada dua jenis Qunut pada shalat
shubuh yaitu:
Qunut Nazilah yang dilakukan setelah ruku’
Qunut Shubuh tanpa nazilah yang dilakukan sebelum ruku’
JAWAB: ITU KESIMPULAN DARI KANTONGNYA SENDIRI.apakah imam syafi'i qunut shubuh sebelum ruku'???
DIA BERKATA :
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعِينَ رَجُلًا لِحَاجَةٍ
يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ فَعَرَضَ لَهُمْ حَيَّانِ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ
رِعْلٌ وَذَكْوَانُ عِنْدَ بِئْرٍ يُقَالُ لَهَا بِئْرُ مَعُونَةَ فَقَالَ
الْقَوْمُ وَاللَّهِ مَا إِيَّاكُمْ أَرَدْنَا إِنَّمَا نَحْنُ
مُجْتَازُونَ فِي حَاجَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَتَلُوهُمْ فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِمْ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ وَذَلِكَ بَدْءُ الْقُنُوتِ
وَمَا كُنَّا نَقْنُتُ قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ وَسَأَلَ رَجُلٌ أَنَسًا
عَنْ الْقُنُوتِ أَبَعْدَ الرُّكُوعِ أَوْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ
الْقِرَاءَةِ قَالَ لَا بَلْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar yang berkata telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits yang berkata telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul ‘Aziz dari Anas [radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengutus tujuh puluh orang untuk suatu
keperluan, mereka adalah para penghafal Al Qur’an. Kemudian mereka
dihadang bani Sulaim Ri’il dan Dzakwan di dekat sumur yang bernama sumur
Ma’unah. Kaum itu berkata “demi Allah bukan kalian yang kami inginkan,
kami hanya perlu kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. kaum itu
akhirnya membunuh mereka maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
mendoakan mereka satu bulan dalam shalat Shubuh, itulah pertama kali
kami berdoa dalam Qunut dan sebelumnya kami belum pernah Qunut. Abdul
‘Aziz berkata “seorang laki-laki bertanya kepada Anas tentang Qunut,
apakah setelah ruku’ atau setelah membaca surat?. Maka Anas berkata
“tidak, bahkan Qunut dikerjakan setelah membaca surat” [Shahih Bukhariy
5/104 no 4088]
Qunut ini dinamakan Qunut Nazilah dimana Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan keburukan bagi bani Sulaim Ri’il dan Dzakwan (https://www.facebook.com/guenadie.guenadie)
kemudian dia berkata : Maka maksud perkataan Abdul Aziz dari Anas
tentang qunut dilakukan setelah membaca surat adalah qunut shubuh tanpa
nazilah. Hal ini karena Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidaklah
Qunut setelah ruku’ kecuali Qunut Nazilah.
dia juga berdalil :
Dengan sanad yang sama dengan sanad riwayat Muslim, Al Bazzaar
meriwayatkan hadis ‘Aashim di atas dengan matan ringkas sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ، نَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ، عَنْ عَاصِمٍ
الأَحْوَلِ قَالَ : سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ عَنِ الْقُنُوتِ ،
فَقَالَ : قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib yang
berkata telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Aashim Al
Ahwal yang berkata aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang Qunut,
maka ia berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah qunut
sebelum ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480]
JAWAB : ente tu
plin plan diawal mengatakan itu dasar hadits qunut nazilah,adaun
penafsiran ente sebelum ruku' itu qunut shubuh telah dibantah Al Bazaar
sendiri bahwa riwayat ‘Aashim ini bertentangan dengan riwayat dari para
perawi tsiqat lain dari Anas yang menetapkan bahwa Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut hanya satu bulan setelah ruku’.
Diantaranya Al Bazaar berkata:
وَهَذَا الْحَدِيثُ لا نَعْلَمُهُ
يُرْوَى عَنْ أَنَسٍ مِنْ وَجْهٍ صَحِيحٍ إِلَّا عَنْ عَاصِمٍ ، عَنْ
أَنَسٍ . وَقَدْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الْحُفَّاظُ مِنْ أَصْحَابِ أَنَسٍ
، عَنْ أَنَسٍ ، مِنْهُمْ : مُحَمَّدُ ابْنُ سِيرِينَ ، وَأَبُو مِجْلَزٍ ،
وَقَتَادَةُ وَغَيْرُهُمْ ، عَنْ أَنَسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
Dan hadis ini
tidak diketahui riwayat dari Anas dengan jalan yang shahih kecuali dari
‘Aashim dari Anas. Dan sungguh telah meriwayatkan hadis ini sekelompok
hafizh dari sahabat Anas dari Anas, diantaranya Muhammad bin Siirin, Abu
Mijlaz, Qatadah dan selain mereka dari Anas bahwa Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] qunut setelah ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480]
kemudian ente menuduhnya keliru,
ibnu rojab pun membantahmu dalam fathul bari 1/278 beliau berkata :
ولكن ؛ ليس في هذه الرواية تصريح بأن قنوت النَّبيّ ( كانَ قبل الركوع ، إنما هوَ من فتيا أنس . والله سبحانه وتعالى أعلم .
akan tetapi bukanlah riwayat ini tegas bahwa rosul qunut sebelum ruku',itu hanya fatwa anas saja.
sekarang kita bandingkan siapa yg keliru?
____________________________
Pada tulisan [link] tersebut, dia mempermasalahkan hadis Anas yang saya kutip yaitu hadis berikut:
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ
الْجَهْضَمِيُّ ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ ،
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : سُئِلَ عَنِ الْقُنُوتِ فِي صَلاَةِ
الصُّبْحِ ، فَقَالَ : كُنَّا نَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ وَبَعْدَهُ
Telah menceritakan kepada kami Nashr
bin Aliy Al Jahdhamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sahl
bin Yuusuf yang berkata telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas
bin Malik yang berkata ia ditanya tentang Qunut dalam shalat Shubuh maka
Anas berkata “kami melakukan Qunut sebelum ruku’ dan melakukan Qunut sesudah ruku’ [Sunan Ibnu Majah no 1183]
Terkait hadis Anas di atas, saya mengatakan
Dari hadis ini maka dapat dipahami bahwa di sisi Anas bin Malik ada dua jenis Qunut pada shalat shubuh yaitu
1. Qunut Nazilah yang dilakukan setelah ruku’
2. Qunut Shubuh tanpa nazilah yang dilakukan sebelum ruku’
Lucunya si Toyib itu menjawab dengan jawaban konyol dan tidak sedikitpun mengandung argumentasi ilmiah
JAWAB: ITU KESIMPULAN DARI KANTONGNYA SENDIRI.apakah imam syafi’i qunut shubuh sebelum ruku’???
Kesimpulan yang saya buat justru
berdasarkan hadis Anas itu sendiri. Silakan perhatikan hadis Ibnu Majah
bahwa Anas sendiri mengatakan bahwa ia melakukan Qunut sebelum ruku’ dan
setelah ruku’.
Kemudian perhatikan hadis Anas sebelumnya
yang saya tuliskan sebagai hujjah bahwa Qunut Nazilah itu hanya
dilakukan satu bulan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
setelah ruku’:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ
وَذَكْوَانَ وَيَقُولُ عُصَيَّةُ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah yang
berkata telah mengabarkan kepada kami Sulaiman At Taimiy dari Abi Miljaz
dari Anas [radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] membaca Qunut setelah ruku’ selama satu bulan mendoakan Ri’il dan Dzakwan, Beliau mengatakan “’Ushayyah telah durhaka pada Allah dan Rasul-Nya” [Shahih Bukhariy 5/107 no 4094].
Hadis Anas di atas menunjukkan bahwa
qunut nazilah yaitu mendoakan kejelekan suatu kaum itu dilakukan
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] setelah ruku’ bukan sebelum
ruku’.
Dengan menggabungkan premis dari kedua hadis Anas bin Malik [radiallahu ‘anhu] di atas maka didapatkan
- Premis pertama, menurut Anas ada dua jenis qunut yaitu qunut setelah ruku’ dan qunut sebelum ruku’
- Premis kedua, menurut Anas Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melakukan qunut nazilah setelah ruku’.
Kedua premis ini akan menyimpulkan bahwa qunut nazilah dilakukan setelah ruku’ maka qunut yang dilakukan sebelum ruku’ sudah jelas qunut tanpa nazilah. Maka kesimpulannya adalah di sisi Anas bin Malik ada dua jenis qunut
- Qunut Nazilah yang dilakukan setelah ruku’
- Qunut Shubuh tanpa nazilah yang dilakukan sebelum ruku’
Bagaimana bisa dikatakan kesimpulan itu
dari kantong saya sendiri?. Padahal itu adalah kesimpulan logis dari
hadis shahih dari Anas bin Malik. Hal ini membuktikan kalau ocehan Toyib
ini hanya menunjukkan kejahilannya dalam memahami tulisan saya.
Begitu pula perkataannya apakah Imam Syafi’i qunut sebelum ruku’
adalah perkataan yang tidak nyambung dengan hadis Anas yang sedang
dibahas dan tidak pada tempatnya. Dalam tulisan saya, saya tidak pernah
menyatakan imam Syafi’i qunut sebelum ruku’. Dan saya bingung, apa
perlunya si Toyib ini membawa-bawa imam Syafi’i ketika saya membahas
hadis Anas bin Malik tersebut. Kalau ia menginginkan nama imam yang
membolehkan qunut sebelum ruku’ maka harusnya ia mengetahui bahwa imam
Malik membolehkan qunut sebelum ruku’. Jadi memang ucapannya yang
membawa-bawa imam Syafi’i itu adalah ucapan yang tidak bernilai dan
tidak ada nilai bantahannya sama sekali.
Si Toyib ini kemudian menukil perkataan
ulama seperti Al Bazzar dan Ibnu Rajab Al Hanbaliy untuk membantah
pernyataan saya. Saya sangat memaklumi kalau orang dengan kualitas
seperti dirinya hanya bisa bertaklid tanpa memahami apakah perkataan
ulama yang dinukilnya mengandung hujjah atau tidak. Perkataan ulama
harus ditimbang dengan dalil bukan sebaliknya dalil yang diselewengkan
dengan menukil perkataan ulama.
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سَبْعِينَ رَجُلًا لِحَاجَةٍ يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ فَعَرَضَ لَهُمْ
حَيَّانِ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ رِعْلٌ وَذَكْوَانُ عِنْدَ بِئْرٍ يُقَالُ
لَهَا بِئْرُ مَعُونَةَ فَقَالَ الْقَوْمُ وَاللَّهِ مَا إِيَّاكُمْ
أَرَدْنَا إِنَّمَا نَحْنُ مُجْتَازُونَ فِي حَاجَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَتَلُوهُمْ فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ
وَذَلِكَ بَدْءُ الْقُنُوتِ وَمَا كُنَّا نَقْنُتُ قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ
وَسَأَلَ رَجُلٌ أَنَسًا عَنْ الْقُنُوتِ أَبَعْدَ الرُّكُوعِ أَوْ عِنْدَ
فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ قَالَ لَا بَلْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ
الْقِرَاءَةِ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits yang
berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz dari Anas
[radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
mengutus tujuh puluh orang untuk suatu keperluan, mereka adalah para
penghafal Al Qur’an. Kemudian mereka dihadang bani Sulaim Ri’il dan Dzakwan
di dekat sumur yang bernama sumur Ma’unah. Kaum itu berkata “demi Allah
bukan kalian yang kami inginkan, kami hanya perlu kepada Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]”. kaum itu akhirnya membunuh mereka maka
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan mereka satu bulan dalam
shalat Shubuh, itulah pertama kali kami berdoa dalam Qunut dan
sebelumnya kami belum pernah Qunut. Abdul
‘Aziz berkata “seorang laki-laki bertanya kepada Anas tentang Qunut,
apakah setelah ruku’ atau setelah membaca surat?. Maka Anas berkata
“tidak, bahkan Qunut dikerjakan setelah membaca surat” [Shahih Bukhariy 5/104 no 4088].
Ibnu Rajab Al Hanbali berkomentar mengenai hadis riwayat ‘Abdul ‘Aziz dari Anas di atas
ولكن ليس في هذه الرواية تصريح بأن قنوت
النَّبيّ صلى الله عليه وسلم كانَ قبل الركوع ، إنما هوَ من فتيا أنس .
والله سبحانه وتعالى أعلم
Tetapi tidak ada dalam riwayat ini
yang dengan sharih [jelas] menyebutkan bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] qunut sebelum ruku’, sesungguhnya itu hanyalah fatwa Anas,
Allah SWT yang lebih mengetahui. [Fath Al Baariy Ibnu Rajab 7/123].
Komentar Ibnu Rajab inilah yang dikutip
si Toyib untuk membantah saya. Saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa
Ibnu Rajab keliru. Bukan karena saya merasa lebih pintar dari Ibnu Rajab
tetapi karena hadis-hadis shahih dari Anas telah membatalkan perkataan
Ibnu Rajab tersebut.
Riwayat ‘Abdul Aziz dari Anas [yang
disebutkan Al Bukhariy] itu terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian
pertama yang menyebutkan qunut nazilah
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سَبْعِينَ رَجُلًا لِحَاجَةٍ يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ فَعَرَضَ لَهُمْ
حَيَّانِ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ رِعْلٌ وَذَكْوَانُ عِنْدَ بِئْرٍ يُقَالُ
لَهَا بِئْرُ مَعُونَةَ فَقَالَ الْقَوْمُ وَاللَّهِ مَا إِيَّاكُمْ
أَرَدْنَا إِنَّمَا نَحْنُ مُجْتَازُونَ فِي حَاجَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَتَلُوهُمْ فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ
وَذَلِكَ بَدْءُ الْقُنُوتِ وَمَا كُنَّا نَقْنُتُ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ma’mar yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits yang
berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz dari Anas
[radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
mengutus tujuh puluh orang untuk suatu keperluan, mereka adalah para
penghafal Al Qur’an. Kemudian mereka dihadang bani Sulaim Ri’il dan
Dzakwan di dekat sumur yang bernama sumur Ma’unah. Kaum itu berkata
“demi Allah bukan kalian yang kami inginkan, kami hanya perlu kepada
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]”. kaum itu akhirnya membunuh mereka
maka Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mendoakan mereka satu bulan
dalam shalat Shubuh, itulah pertama kali kami berdoa dalam Qunut dan
sebelumnya kami belum pernah Qunut.
Tidak diragukan bahwa qunut yang
disebutkan di atas adalah qunut nazilah dimana Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mendoakan kejelekan terhadap suatu kaum yaitu Ri’il dan
Dzakwan.
Kemudian bagian kedua yaitu ‘Abdul ‘Aziz
menyampaikan ada laki-laki yang bertanya soal qunut kepada Anas. Bagian
ini menyebutkan qunut tanpa nazilah
قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ وَسَأَلَ رَجُلٌ
أَنَسًا عَنْ الْقُنُوتِ أَبَعْدَ الرُّكُوعِ أَوْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ
الْقِرَاءَةِ قَالَ لَا بَلْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ
Abdul ‘Aziz berkata “seorang
laki-laki bertanya kepada Anas tentang Qunut, apakah setelah ruku’ atau
setelah membaca surat?. Maka Anas berkata “tidak, bahkan Qunut
dikerjakan setelah membaca surat”
Qunut yang dimaksud disini sudah jelas
bukan qunut nazilah karena jika memang qunut yang dibicarakan di atas
adalah lanjutan dari lafaz sebelumnya yaitu qunut Nabi terhadap Ri’il
dan Dzakwan maka lafaznya seolah menjadi “seorang
laki-laki bertanya kepada Anas tentang Qunut [nazilah terhadap Ri’il
dan Dzakwan tersebut], apakah setelah ruku’ atau setelah membaca surat?.
Maka Anas berkata “tidak, bahkan Qunut dikerjakan setelah membaca
surat”.
Hal ini bertentangan dengan dalil shahih
dari Anas bahwa qunut nazilah yang dilakukan Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] tersebut dilakukan setelah ruku’
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ
أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ
وَذَكْوَانَ وَيَقُولُ عُصَيَّةُ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad yang berkata telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah yang
berkata telah mengabarkan kepada kami Sulaiman At Taimiy dari Abi Miljaz
dari Anas [radiallahu ‘anhu] yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] membaca Qunut setelah ruku’ selama satu bulan mendoakan Ri’il dan Dzakwan, Beliau mengatakan “’Ushayyah telah durhaka pada Allah dan Rasul-Nya” [Shahih Bukhariy 5/107 no 4094].
Maka dari itu qunut pada bagian akhir
yang dikutip ‘Abdul Aziz dari Anas tersebut bukan tentang qunut nazilah
selama satu bulan terhadap Ri’il dan Dzakwan [yang dilakukan setelah
ruku’] melainkan qunut tanpa nazilah yang dilakukan setelah membaca
surat [sebelum ruku’].
Kesalahan Ibnu Rajab [dan sebagian ulama
lain] adalah mereka menganggap bahwa apa yang ditanyakan kepada Anas
[pada bagian kedua] yang disebutkan ‘Abdul ‘Aziz adalah tentang qunut
nazilah. Maka dari itu komentar Ibnu Rajab [bahwa di dalam hadis
tersebut tidak ada penjelasan sharih Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] qunut sebelum ruku’ dan itu hanyalah fatwa Anas saja],
menunjukkan bahwa Anas bin Malik telah berfatwa kalau qunut nazilah
dilakukan sebelum ruku’ [yaitu setelah membaca surat].
Hal ini berarti Ibnu Rajab menganggap bahwa Anas
bin Malik memfatwakan qunut nazilah sebelum ruku’ padahal ia tahu bahwa
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut nazilah setelah ruku’.
Kemungkinan ini jauh sekali untuk diterima, biasanya kalau seorang
sahabat mengetahui amalan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] di
dalam shalat maka sahabat tersebut tidak akan berfatwa menyelisihi
amalan tersebut. Apakah Anas bin Malik dengan sengaja menyelisihi sunnah
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]?.
Pertanyaan selanjutnya adalah
apakah qunut tanpa nazilah yang disebutkan Anas bin Malik sebelum ruku’
tersebut adalah hasil ijtihad Anas bin Malik sendiri atau berasal dari
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Terdapat dalil shahih yang menunjukkan bahwa itu berasal dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ، نَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ ، عَنْ عَاصِمٍ الأَحْوَلِ قَالَ : سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ عَنِ الْقُنُوتِ ، فَقَالَ : قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ الرُّكُوعِ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Kuraib yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari
‘Aashim Al Ahwal yang berkata aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang Qunut, maka ia berkata “Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] telah qunut sebelum ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480].
Qunut yang ditanyakan ‘Aashim Al Ahwal di
atas apakah qunut nazilah atau qunut tanpa nazilah?. Jawabannya tidak
perlu berandai-andai, cukup dilihat hadis dengan sanad sama yang
diriwayatkan Imam Muslim:
وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قالا
حدثنا أبو معاوية عن عاصم عن أنس قال سألته عن القنوت قبل الركوع أو بعد
الركوع ؟ فقال قبل الركوع قال قلت فإن ناسا يزعمون أن رسول الله صلى الله
عليه و سلم قنت بعد الركوع فقال إنما قنت رسول الله صلى الله عليه و سلم
شهرا يدعو على أناس قتلوا أناسا من أصحابه يقال لهم القراء
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata telah menceritakan
kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Aashim dari Anas yang berkata aku bertanya kepadanya tentang Qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’?. Maka ia berkata “sebelum ruku”.
Aku berkata bahwa orang-orang menganggap bahwa Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] qunut setelah ruku’. Maka ia berkata “sesungguhnya
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hanya qunut [setelah ruku’]
satu bulan mendoakan orang-orang yang membunuh para sahabatnya yang
adalah penghafal Al Qur’an [Shahih Muslim 1/468 no 677].
Qunut yang ditanyakan ‘Aashim kepada Anas
bin Malik telah dijawab oleh Anas bin Malik bahwa itu dilakukan sebelum
ruku’. Bahkan ketika ‘Aashim menegaskan bahwa orang-orang menganggap
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut setelah ruku’, Anas
menjawab bahwa orang-orang tersebut keliru karena qunut setelah ruku’
yang dimaksud adalah qunut nazilah yang dilakukan oleh Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] selama satu bulan. Artinya qunut yang sedang
dibicarakan oleh ‘Aashim dan Anas adalah qunut sebelum ruku’ yang bukan
qunut nazilah.
Kesimpulan ini murni berdasarkan pada
riwayat shahih dari Anas bin Malik sendiri, oleh karena itulah kami
dengan berani mengatakan bahwa Al Bazzar keliru ketika berkomentar
وَهَذَا الْحَدِيثُ لا نَعْلَمُهُ يُرْوَى
عَنْ أَنَسٍ مِنْ وَجْهٍ صَحِيحٍ إِلَّا عَنْ عَاصِمٍ ، عَنْ أَنَسٍ .
وَقَدْ رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ الْحُفَّاظُ مِنْ أَصْحَابِ أَنَسٍ ، عَنْ
أَنَسٍ ، مِنْهُمْ : مُحَمَّدُ ابْنُ سِيرِينَ ، وَأَبُو مِجْلَزٍ ،
وَقَتَادَةُ وَغَيْرُهُمْ ، عَنْ أَنَسٍ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
Dan hadis ini tidak diketahui riwayat
dari Anas dengan jalan yang shahih kecuali dari ‘Aashim dari Anas. Dan
sungguh telah meriwayatkan hadis ini sekelompok hafizh dari sahabat Anas
dari Anas, diantaranya Muhammad bin Siirin, Abu Mijlaz, Qatadah dan
selain mereka dari Anas bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] qunut
setelah ruku’ [Musnad Al Bazzaar 13/109 no 6480.
Kesalahan Al Bazzaar adalah ia
mempertentangkan riwayat ‘Aashim dari Anas dengan riwayat selain ‘Aashim
yaitu riwayat Ibnu Sirin, Abu Miljaz dan Qatadah dari Anas padahal
qunut yang ditanyakan ‘Aashim itu bukan qunut nazilah sedangkan qunut
yang diriwayatkan Ibnu Sirin, Abu Miljaz dan Qatadah adalah qunut
nazilah. Jadi tidak ada yang perlu dipertentangkan bahkan riwayat
‘Aashim selain menyebutkan qunut tanpa nazilah yang sebelum ruku’ juga
menegaskan bahwa qunut nazilah dilakukan setelah ruku’ dan ini sama
seperti riwayat Ibnu Sirin, Abu Miljaz dan Qatadah.
Si Toyib itu justru tidak memahami hadis
Anas bin Malik dengan baik, ia malah bertaklid pada kekeliruan Al
Bazzaar dan Ibnu Rajab. Bahkan ia dengan sok mengatakan saya plin plan
padahal ia yang tidak mengerti permasalahan. Saya ragu apakah ia paham
bahwa taklidnya kepada perkataan Ibnu Rajab dan Al Bazzaar
berkonsekuensi bahwa Anas bin Malik telah
dengan sengaja memfatwakan amalan yang menyelisihi sunah Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] padahal Anas telah mengetahui sunah
tersebut.
Saya persilakan kepada saudara Toyib
tersebut untuk memahami dengan baik penjelasan saya di atas. Dan
sebenarnya hujjah saya di atas sudah ada pada tulisan saya tentang qunut
shubuh yang ia bantah hanya saja Toyib mengalami gagal paham dan
seiring dengan gagal paham tersebut, ia menunjukkan kejahilannya dalam
membantah.
Mari kita lihat:
Qunut Nazilah
Akhir-akhir ini sering terdengar anjuran untuk melakukan qunut nazilah.
Apakah qunut nazilah ini dan bagaiman cara melakukannya? Apa bedanya
dengan qunut Subuh?
Di dalam bahasa Arab, "qunut" semula bisa berarti tunduk;
merendahkan diri kepada Allah; mengheningkan cipta; berdiri shalat.
Kemudian digunakan untuk berdoa tertentu di dalam shalat.
Nabi Muhammad SAW melakukan qunut dalam berbagai keadaan dan cara
(seperti banyak diriwayatkan dalam hadits-hadits tentang qunut ini).
Pernah Nabi berqunut pada setiap lima waktu, yaitu pada saat ada nazilah
(musibah). Saat kaum muslimin mendapat musibah atau malapetaka,
misalnya ada golongan muslimin yang teraniaya atau tertindas. Pernah
pula Nabi qunut muthlaq, tanpa sebab khusus.
Qunut nazilah sendiri adalah qunut yang dilakukan saat terjadi
malapetaka yang menimpa kaum muslimin. Seperti dulu ketika Rasulullah
SAW atas permintaan Ri'l Dzukwan dan 'Ushiyyah dari kabilah Sulaim,
mengirim 70 orang Qura’ (semacam guru ngaji) untuk mengajarkan soal
agama kepada kaum mereka. Dan ternyata setelah sampai di suatu tempat
yang bernama Bi'r al-Ma'uunah orang-orang itu berkhianat dan membunuh
ketujuh puluh orang Quraa tersebut.
Mendengar itu Rasulullah SAW berdoa dalam shalat untuk kaum
mustadh'afiin, orang-orang yang tertindas, di Mekkah. Jika kita biasa
melakukan qunut Subuh atau qunut Witir, maka melakukan qunut nazilah ya
seperti itu.
Menurut Imam Syafi'i, qunut nazilah disunnahkan pada setiap shalat lima
waktu, setelah ruku' yang terakhir, baik oleh imam atau yang shalat
sendirian (munfarid): bagi yang makmum tinggal mengamini doa imam.
Jadi, qunut nazilah sama dengan qunut Subuh. Bacaannya juga sama seperti doa yang datang dari Rasulullah SAW. dan populer itu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ,
وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافيْتَ, وَتوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ, وَبَارِكْ
لِي فِيمَا أعْطيْتَ, وَقِنِي شَرَّ مَا قضَيْتَ, فإنَّكَ تَقْضِى وَلا
ُيُقْضَى عَلَيْكَ, فإنَّهُ لا يَذِلُُ مَنْ وَالَيتَ, وَلا يَعِزُّ مَنْ
عَادَيْتَ, تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ, أسْتَغْفِرُكَ وَأتُوْبُ
إلَيْكَ, وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأمِّيِّ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Hanya dalam qunut nazilah dapat ditambahkan sesuai kepentingan yang
berkaitan dengan musibah yang terjadi. Misalnya dalam malapetaka di
Bosnia yang baru lalu, atau tragedi di Ambon dan Aceh ini, atau serangan
Israel ke Palestina, kita bisa memohon kepada Allah agar penderitaan
saudara-saudara kita di sana segera berakhir dan Allah mengutuk mereka
yang lalim.
KH A Mustofa Bisri
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Rembang, Mustasyar PBNU
(Tanya jawab Gus Mus tentang Qunut Nazilah juga pernah dimuat www.pesantrenvirtual.com)