Proyeksi defisit buat tahun anggaran berjalan, dimulai 1 April 2016 hingga 31 Maret 2017, senilai US$ 28,9 miliar.
Kuwait berencana menerbitkan obligasi internasional dan domestik senilai US$ 16,6 miliar untuk mengatasi defisit anggaran akibat melorotnya harga minyak mentah global sejak pertengahan 2014.
Untuk pertama kali dalam 16 tahun terakhir, Kuwait mengalami defisit untuk tahun anggaran 2015-2016 sebesar 5,5 miliar dinar (US$ 18,3 miliar). Sedangkan proyeksi defisit buat tahun anggaran berjalan, dimulai 1 April 2016 hingga 31 Maret 2017, senilai 8,7 miliar dinar (US$ 28,9 miliar).
Menteri Keuangan Kuwait Anas as-Saleh kemarin menjelaskan obligasi akan diterbitkan itu terdiri dari obiligasi internasional dalam bentuk konvensional dan sukuk sebesar 3 miliar dinar (US$ 10 miliar). Negara Arab Teluk ini juga bakal menerbitkan obligasi dan sukuk domestik senilai 2 miliar dinar (US$ 6,6 miliar).
Seperti negara-negara Arab Teluk lainnya, Kuwait mencari sumber pendapatan lain buat menutup defisit, termasuk mencabut subsidi energi. Qatar Mei lalu mengeluarkan obligasi internasional senilai US$ 9 miliar. Arab Saudi tengah berupaya memperoleh pinjaman asing sebesar US$ 10 miliar.
"Sebagian besar dari skenario yang ada tetap memperkirakan harga minyak di masa depan lebih rendah ketimbang harga diperlukan untuk menyeimbangkan anggaran," kata Saleh.
Tahun anggaran 2016-2017 saat ini dibikin dengan asumsi harga minyak US$ 35 sebarel, lebih rendah dibanding tahun anggaran sebelumnya dengan proyeksi harga minyak US$ 45 per barel.
Kuwait tahun ini telah menghapus subsidi atas harga solar dan minyak tanah, serta berencana menaikkan harga bensin.
Dua bulan lalu, parlemen mengesahkan undang-undang untuk mencabut subsidi terhadap listrik dan air kecuali bagi warga negara Kuwait. Pelaksanaannya dijadwalkan setahun kemudian.
Dalam debat di parlemen, pemerintah diminta berusaha keras memberagamkan sumber pendapatan negara agar tidak terlalu bergantung pada minyak, selama ini memasok 95 persen dari total pendapatan. "Selama 60 tahun terakhir, kita terlalu mengandalkan minyak...pemerintah harus mencari alternatif-alternatif lain," ujar anggota parlemen Adil al-Khorafi.
(Arab-News/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Menteri Keuangan Kuwait Anas as-Saleh. (Foto: Arab News)
Kuwait berencana menerbitkan obligasi internasional dan domestik senilai US$ 16,6 miliar untuk mengatasi defisit anggaran akibat melorotnya harga minyak mentah global sejak pertengahan 2014.
Untuk pertama kali dalam 16 tahun terakhir, Kuwait mengalami defisit untuk tahun anggaran 2015-2016 sebesar 5,5 miliar dinar (US$ 18,3 miliar). Sedangkan proyeksi defisit buat tahun anggaran berjalan, dimulai 1 April 2016 hingga 31 Maret 2017, senilai 8,7 miliar dinar (US$ 28,9 miliar).
Menteri Keuangan Kuwait Anas as-Saleh kemarin menjelaskan obligasi akan diterbitkan itu terdiri dari obiligasi internasional dalam bentuk konvensional dan sukuk sebesar 3 miliar dinar (US$ 10 miliar). Negara Arab Teluk ini juga bakal menerbitkan obligasi dan sukuk domestik senilai 2 miliar dinar (US$ 6,6 miliar).
Seperti negara-negara Arab Teluk lainnya, Kuwait mencari sumber pendapatan lain buat menutup defisit, termasuk mencabut subsidi energi. Qatar Mei lalu mengeluarkan obligasi internasional senilai US$ 9 miliar. Arab Saudi tengah berupaya memperoleh pinjaman asing sebesar US$ 10 miliar.
"Sebagian besar dari skenario yang ada tetap memperkirakan harga minyak di masa depan lebih rendah ketimbang harga diperlukan untuk menyeimbangkan anggaran," kata Saleh.
Tahun anggaran 2016-2017 saat ini dibikin dengan asumsi harga minyak US$ 35 sebarel, lebih rendah dibanding tahun anggaran sebelumnya dengan proyeksi harga minyak US$ 45 per barel.
Kuwait tahun ini telah menghapus subsidi atas harga solar dan minyak tanah, serta berencana menaikkan harga bensin.
Dua bulan lalu, parlemen mengesahkan undang-undang untuk mencabut subsidi terhadap listrik dan air kecuali bagi warga negara Kuwait. Pelaksanaannya dijadwalkan setahun kemudian.
Dalam debat di parlemen, pemerintah diminta berusaha keras memberagamkan sumber pendapatan negara agar tidak terlalu bergantung pada minyak, selama ini memasok 95 persen dari total pendapatan. "Selama 60 tahun terakhir, kita terlalu mengandalkan minyak...pemerintah harus mencari alternatif-alternatif lain," ujar anggota parlemen Adil al-Khorafi.
(Arab-News/Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email