1. Allah menguji hati Ali dengan iman.
“Sesungguhnya Allah telah menguji hati Ali dengan iman.” (Hadis tersebut tertulis dalam kitab Tarikh Baghdad). Hadis ini dikeluarkan oleh para ahli hadis dan ulama terkemuka di antaranya: An-Nasai’ dalam kitab Khashais, halaman 11, Tirmidzi dalam kitab Shahih-nya, juz 2, halaman 298, Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh-nya, juz 1, halaman 133, Al-Baihaqi dalam kitab Al-Mahasin wal Masawi’, juz 1, halaman 29, dan Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 191, Dhakhairul ‘Uqba halaman 76 dimana penulisnya mengatakan, ‘Hadis ini dikeluarkan oleh Tirmidzi dan dianggap sebagai hadis shahih.’ Sedangkan Al-Kanji menyebutnya dalam kitab Al-Ghifayah, halaman 34 dimana penulisnya mengatakan, ‘Hadis ini sangat tinggi kedudukannya dan termasuk hadis hasan serta shahih.’ Al-Hammuyi meriwayatkannya dalam kitab Faraid-nya pada bab 33, As-Suyuti dalam kitab Jam’ul Jawami’ melalui beberapa jalur sebagaimana termaktub dalam kitab Kanzul Ummal, juz 6, halaman 393 dan halaman 396, serta Al-Badkhasyi dalam kitab Nuzulul Abrar, halaman 11).
2. Pengetahuan Ali pada Al-Qur’an dan hadis.
1- “Aku nikahkan engkau wahai Fatimah dengan seseorang yang paling baik dari keluargaku, yang paling alim di antara mereka, yang paling santun, dan yang pertama kali memeluk Islam.” (Hadis ini disebutkan oleh beberapa penulis kitab hadis melalui jalur Siti Fatimah).
2- “Orang yang paling alim di antara umatku setelah aku adalah Ali bin Abi Thalib.”
3- “Orang yang paling tahu tentang Allah dan manusia adalah Ali bin Abi Thalib.”
4- “Sesungguhnya dia (Ali) paling mengetahui tentang sunah.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Muhibbuddin Ath- Thabari dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 193, Ad-Dhakhair, halaman 78, dan Ibn Abdil Bar dalam kitab Al-Isti’ab, juz 3, halaman 40 dari Aisyah.
5- “Orang yang paling tahu dari umatku tentang sunah dan masalah hukum setelahku adalah Ali bin Abi Thalib.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Kanji dalam kitab Al-Kifayah, halaman 190 dari Abu Umamah).
6- “Orang yang paling alim dari umatku setelahku adalah Ali bin Abi Thalib.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Khawarzimi dalam kitab Al-Manaqib, halaman 49, dan Al-Hammuyi dalam kitab Faraid, bab 18 dengan sanad dari Salman Al-Farisi).
7- “Hikmah dibagi menjadi 10 bagian, lalu Ali diberi 9 bagian, sedangkan seluruh manusia diberi 1 bagian.” (Khilyatul Auliya’, juz 1, halaman 65).
3. Hadis ar-rayah (bendera).
Rasulullah saw bersabda pada perang Khaibar: “Sungguh akan kuberikan bendera ini esok hari kepada seseorang yang Allah akan membukakan kemenangan melalui kedua tangannya. Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan ia pun dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.” Lalu para sahabat penasaran terhadap orang yang akan diserahi bendera tersebut oleh Rasul. Esok harinya, mereka mendatangi Rasul saw dengan mengharap agar bendera itu diberikan pada masing- masing mereka. Namun Rasul berkata: “Dimana Ali bin Abi Thalib?” Mereka menjawab: “Dia sedang sakit mata wahai Rasul.” Kemudian beliau berkata: “Bawalah ia ke sini!” Setibanya Ali di hadapan Rasul, beliau meludah di kedua matanya sambil mendoakannya. Kemudian Ali sembuh dimana seakan-akan tidak tampak tanda-tanda sakit sebelumnya. Akhirnya, Rasul saw memberikan bendera kepada Ali. Dan Ali bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah aku memerangi mereka sehingga mereka sama seperti kami?” Rasul berkata: “Pergilah sampai engkau datang di perkampungan mereka dan ajaklah mereka untuk memeluk Islam dan beritahu mereka apa yang diwajibkan atas mereka. Demi Allah, jika ada satu orang yang Allah memberi petunjuk (hidayah) kepadanya karena kamu maka itu lebih baik bagimu daripada hewan tunggangan yang terbaik.” Dalam riwayat Bukhari disebutkan: “Lalu Allah memberikan kemenangan padanya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya, juz 4, halaman 323 dari Sahel, juz 5, halaman 269 dari Sahel juga, dan halaman 270 dari Salamah, juz 6, halaman 191 dari Salamah dan Sahel. Hadis rayah ini tennasuk hadis yang shahih dan mutawatir yang dikeluarkan oleh para imam hadis dengan sanad-sanad yang terpercaya yang berakhir pada perawi sebagai berikut:
1. Buraidah bin Khashib
2. Abdullah bin Umar
3. Abdullah bin Abbas
4. Imran Bin Husain
5. Abu Said al-Khudri
6. Abu Lailah al-Anshari
7. Sahel as-Sa’idi
8. Abu Hurairah ad-Dhusi
9. Sa’ad bin Abi Waqash
10. Al-Barra bin ‘Azib
11. Salamah bin Akwa’
Hadis tersebut juga dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya, juz 2, halaman 234, At-Tirmidzi dalam kitab Shahih-nya, juz 2, halaman 300 dan dianggapnya sebagai hadis shahih, Ahmad bin Hambal dalam kitab Musnad-nya, juz 1, halaman 99, dan juz 5, halaman 353 dan 358, Ibn Sa’ad dalam kitab Thabaqat-nya, juz 3, halaman 158, Ibn Hisyam dalam kitab Sirah-nya, juz 3, halaman 386, Ath-Thabari dalam kitab Tarikh-nya, juz 2 halaman 93, An-Nasai’ dalam kitab Khashais-nya, juz 4, halaman 8, 16, dan 33, Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 190 dan 116 dan dia mengatakan bahwa hadis ini termasuk hadis mutawatir, Al-Khatib dalam kitab Tarikh-nya, juz 7, halaman 387, Abu Nulaim Al-lsbahani dalam kitab Khilyatul Auliya’, juz 1, halaman 62, Ibn Abdil Bar dalam kitab Al-Isti’ab, juz 2, halaman 363, Al-Hammuyi dalam kitab Faraid-nya dan dia berkata bahwa Al-Imam Muhyissunna mengatakan: “Hadis ini adalah hadis shahih dan disepakati perihal shahih-nya.” Muhibbuddin Ath-Thabari pun menyebutnya dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 187, Al-Yafi’i dalam kitab Mir’atul Jinan, juz 1, halaman 109, Al-Qadhi Al-Iji dalam kitab Al-Mawaqif, juz 3, halaman 10 dan halaman 12.
4. Balasan orang yang membenci Imam Ali
Rasul saw bersabda: “Seandainya ada seorang hamba yang menyembah Allah selama 7000 tahun dan itu adalah umur dunia, kemudian ia bertemu dengan Allah Swt dalam keadaan membenci Ali bin Abi Thalib, tidak memenuhi haknya, dan membatalkan perjanjiannya, niscaya Allah akan menghancurkan dia beserta kebaikannya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh as-Samman dalam kitab Amali-nya dan Al-Kurasyi juga menyebutnya dalam kitab Syamsul Akhbar, halaman 40).
5. Akibat tidak menjadikan Imam Ali sebagai pemimpin.
Rasul saw bersabda: “Wahai Ali, seandainya seorang hamba beribadah kepada Allah Swt seperti yang dilakukan oleh Nabi Nuh di tengah-tengah kaumnya dan ia memiliki emas sebanyak gunung Uhud lalu diinfakkannya di jalan Allah dan ia dipanjangkan umurnya sampai dapat menunaikan ibadah haji selama seribu tahun dengan jalan kaki, kemudian dia terbunuh antara Shafa dan Marwah dalam keadaan dianiaya, namun dia tidak menjadikan engkau sebagai pemimpinnya, niscaya orang itu tidak akan mencium bau surga dan tidak akan memasukinya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Khawarzimi dalam kitab Al-Manaqib, halaman 39).
6. Akhlak Imam Ali sama dengan Rasulullah saw.
Rasul saw berkata pada Ummu Salamah: “Wahai Ummu Salamah, apakah engkau mengetahui dia (Ali)?” Dia menjawab: “Ya.” Nabi saw melanjutkan: “Ali bin Abi Thalib akhlaknya sama dengan akhlakku, darahnya sama dengan darahku, dan dia adalah penyimpan ilmuku. Dengarkanlah wahai Ummu Salamah dan saksikanlah bahwa seandainya ada seorang hamba Allah menyembah-Nya selama seribu tahun di samping Ka’bah, kemudian dia menemui Allah Swt dengan membenci Ali bin Abi Thalib dan keluargaku, niscaya Allah akan memasukkannya kelak di neraka Jahanam pada Hari Kiamat.” (Hadis riwayat Ummu Salamah ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Al-Kanji asy-Syafi’i dari jalur Al-Hafizh Abul Fadhel as-Salam).
7. Ancaman Rasul saw terhadap para pembenci Imam Ali.
“Wahai Ali, seandainya umatku puasa sehingga mereka bungkuk seperti busur dan mereka shalat sehingga mereka seperti tali busur, namun mereka membencimu, niscaya Allah akan memasukkan mereka dalam api neraka.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibn Asakir dalam kitab Tarikh-nya dari Jabir bin Abdullah, dan disebutkan juga oleh Al-Kanji dalam kitab Al-Ghifayah, halaman 179, Al-Faqih Ibnul Maghazili dalam kitab Al-Manaqib dan dinukil darinya oleh Al-Kurasyi dalam kitab Syamsul Akhbar, halaman 33, dan diriwayatkan oleh Syaikhul Islam Al-Hammuyi dalam kitab Faraid-nya di bab pertama).
8. Tiada pedang sehebat Zulfiqar dan tiada pemuda semulia Ali.
Ath-Thabari dalam kitab Tarikh-nya, juz 3, halaman 17 mengeluarkan riwayat dari Abu Rafi’ yang berkata: “Ketika Ali membunuh sebagian musuh Islam pada peperangan Uhud, Rasul menyaksikan sekelompok kaum musyrik Quraisy, lalu beliau berkata kepada Ali: “Perangilah mereka!” Kemudian Ali memerangi mereka dan memporak-porandakan barisan mereka dan membunuh Amr bin Abdullah Al-Jumhi. Rasulullah saw menyaksikan lagi sekelompok kaum musyrik Quraisy lalu beliau berkata kepada Ali: “Perangilah mereka!” Ali pun memerangi mereka dan mengacaukan barisan mereka dan membunuh Syaibah bin Malik. Lalu Jibril berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini untuk menghiburmu.” Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya dia (Ali) dariku dan aku darinya.” Dan Jibril berkata: “Dan saya dari kalian berdua.” Lalu Abu Rafi’ berkata: “Di saat itu para sahabat mendengar suara yang berbunyi: “Tidak ada pedang sehebat Zulfiqar dan tiada pemuda semulia Ali.”
Riwayat di atas dikeluarkan oleh Ahmad bin Hambal dalam kitab Fadhail dari Ibn Abbas, Ibn Hisyam dalam kitab Syirah-nya,juz 3, halaman 52 dari Ibn Abi Nujaikh, Al-Khatsni dalam kitab Ar-Raudhal Anaf, juz 2, halarnan 143, Ibn Abil Hadid dalam kitab Syarah Nahjul Balaghah, juz 1, halaman 9 dimana dia berkata: “Sesungguhnya itu adalah riwayat yang masyhur.” Sedangkan di dalam juz, 2, halaman 236 dia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Ini adalah suara jibril.” Al-Khawarzimi pun menyebutnya dalam kitab Manaqib, halaman 104 dari Muhammad bin Ishak bin Yasar yang berkata: “Bertiuplah angin di hari itu laIu terdengarlah suara panggilan yang berbunyi, ‘Tidak ada pedang sehebat Zulfiqar dan tidak ada pemuda semulia Ali’.” Sedangkan daIam kitab Tadzkiratul Khawas, karya Ibnul Jauzi, halaman 16, Ahmad menyebutkan dalam kitab Fadhail bahwasannya para sahabat mendengar takbir dari langit di hari itu (yakni di waktu peperangan Khaibar) dan terdengar suara yang mengatakan: “Tidak ada pedang sehebat Zulfiqar dan tidak ada pemuda semulia Ali.” Kemudian ia melanjutkan: “Konon, kejadian tersebut terjadi pada peperangan Uhud, sebagaimana diriwayatkan dari Ahmad bin Hambal. Ada juga yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada peperangan Badar, dan yang paling tepat terjadi pada peperangan Khaibar.”
Abdul Husain Al-Amini mengatakan: “Yang memanggil di hari Uhud adalah Jibril dan yang memanggil pada peperangan Badar adalah Malaikat Ridwan. Ini menjadi kesepakatan di kalangan ahli hadis, seperti Al-Kanji yang menyebutnya dalam Kifayah-nya, halaman 144 dari jalur Abul Ghanaim, Ibnul Jauzi, As-Salafi, Ibnul Jawaliki, Ibn Abul Wafa Al-Baghdadi, lbnul Walid, lbn Abil Fahm, Mufti Abdul Karim Al-Mushili, Muhammad bin Qasim Al-‘Adl, Al-Hafizh Muhammad bin Mahmud, Ibn Abil Badar, Al-Faqih Abdul Ghani bin Ahmad, Shadaqah bin Al-Husain, Yusuf bin Syarawan Al-Muqri, Shahib Abul Ma’ali Ad-Dawami, Ibn Batthah, Abdurrahman bin Al- Latif, Ali bin Muhammad Al-Muqri, Ibn Bakrus, Al-Hafiz Ibn Ma’ali, Abu Abdillah Muhammad bin Umar dengan sanad dari Sa’ad bin Tharif Al-Handhali dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali (Imam Baqir) yang berkata: “Salah satu malaikat dari langit yang bernama Ridwan menyuarakan pada perang badar, Tidak ada pedang sehebat Zulfiqar dan tidak ada pemuda semulia Ali.”
Muhibbuddin Ath-Thabari menyebut riwayat di atas dengan redaksi yang telah disebutkan dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, halaman 190, Dzakhairol ‘Uqba, halaman 74, Al-Khawarzimi dalam kitab Al-Manaqib, halaman 101, dan dalam kitab Shiffin, karya Nashr bin Muzahim, halaman 557, dan dalam cetakan Mesir terdapat pada halaman 546 dari Jabir bin Numair (yang benar bin ‘Umair AI-ADshari) yang berkata: “Saya mendengar Rasul seringkali bersabda, “Tidak ada pedang sehebat Zulfiqar dan tidak ada pemuda semulia Ali.” (Baca: Al-Ghadir, juz 2, halaman 59-61).
9. Hadis shiddiq, yakni Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, sebagai orang yang paling terpercaya dari umat ini, dan itu adalah julukannya yang khusus.
Muhibuddin Ath-Thabari dalam kitab Ar-Riyadh An- Nadhirah mengatakan: “Rasulullah saw menamakan Ali sebagai shiddiq (orang yang benar atau terpercaya).”
Ibn Najjar dan Ahmad dalam kitab Al-Manaqib meriwayatkan dari Ibn Abbas dari Rasulullah saw yang bersabda: “Orang-orang yang benar (ash-shiddiqqun) ada tiga: Hizkil dari keluarga Fir’aun, Habib an-Najjar, sahabat keluarga Yasin, dan Ali bin Abi Thalib.” Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Al-Ma’rifah dan Ibn Asakir dari Abu Lailah, dimana mereka berdua menambahkan dalam riwayatnya: “Dan dia (Ali) yang paling utama di antara mereka.” Riwayat tersebut dikeluarkan juga oleh Muhibbuddin Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 254, Al-Kanji dalam Al-Kifayah, halaman 47 dengan redaksi dari Abu Lailah, As-Suyuti dalam kitab Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 152, Ibn Hajar dalam kitab Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 74 dengan riwayat Ibn Abbas, sedangkan dalam halaman 75 dengan riwayat Abu Lailah.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya ini (Ali) adalah orang yang paling pertama mengimaniku, yang paling pertama berjabatan tangan denganku di Hari Kiamat dan dia adalah pembenar yang utama (ash-shiddiq al-akbar) serta pembeda antara yang hak dan yang batil pada umat ini (al-faruq).” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ath-Thabarani dari Salman dan Abu Dzar, Al-Baihaki dan Al-‘Adni dari Hudaifah, Al-Haitsami dalam kitab Majma’ul Zawaid, juz 9, halaman 102, Al-Hafizh Al-Kanji dalam kitab Al-Kifayah, halaman 79 dari jalur Al-Hafizh Ibn Asakir dan diakhir riwayat disebutkan: “Dan dia adalah pemimpin sesudahku.” Dan riwayat yang pertama disebutkan oleh Al-Muttaqi Al-Hindi dalam kitab Iqmal Kanzul Ummal, juz 6, halaman 56).
Ibn Abbas dan Abu Dzar mengatakan: “Kami mendengar Rasulullah saw berkata kepada Ali, ‘Engkau adalah ash-shiddiq al-akbar (pembenar yang utama) dan engkau adalah al-faruq (yang membedakan antara yang hak dan yang batil).” (Hadis ini dikeluarkan oleh Muhibbuddin dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 155 dan dia berkata: “Dalam riwayat lain ada tambahan, ‘Dan engkau adalah pemimpin agama’.” Al-Hakimi dan Al-Qurasyi dalam kitab Syamsul Akhbar, halaman 35 menyebutkan tambahan: “Dan engkau adalah pemimpin kaum mukminin.”
Rasulullah saw bersabda: “Allah berfirman kepadaku saat aku mengalami mi’raj, ‘Wahai Muhammad, siapa dari umatmu yang kau tinggalkan?’ Aku menjawab, ‘Wahai Tuhanku, Engkau lebih mengetahui.’ Lalu Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, Aku memilihmu dengan risalah-Ku dan engkau adalah Nabi-Ku dan yang paling baik di antara makhluk-Ku. Dan di sisimu ada ash-shiddiq al-akbar yang suci dan disucikan, dimana Aku menciptakan dia dari tanahmu dan Aku jadikan dia sebagai pembantumu dan ayah kedua cucumu, penghulu para pemuda sorga, dan Aku menikahkannya dengan perempuan yang paling baik di alam semesta. Engkau adalah pohon dan Ali tangkainya dan Fatimah daunnya serta Al-Hasan dan Al-Husain buahnya. Aku menciptakan keduanya dari tanah orang-orang yang mulia dan Aku menciptakan pengikut kalian dari kalian. Sesungguhnya mereka (para pengikut ahlul bait–penj.) jika leher mereka dipukul dengan pedang (dianiaya gara-gara mencintai ahlul bait) maka justru menambah kecintaan kepada kalian.’ Rasul bertanya, ‘Ya Tuhanku, siapa ash-shiddiq al-akbar?’ Allah menjawab, ‘Saudaramu Ali dalam kitab Syamsul Akhbar, halaman 33).
Imam Ali as berkata: “Saya adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya dan sara adalah ash-shiddiq al-akbar. Dan tidak ada orang akan mengatakannya (menyandang gelar tersebut) setelah aku kecuali orang yang berdusta. Sungguh aku telah shalat tujuh tahun sebelum manusia melakukannya.” Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibn Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, An-Nasa’i dalam kitab Al-Khashais, halaman 3 dengan sanad terpercaya, Ibn Abi ‘Asim dalam kitab As-Sunnah, Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 112, dan dianggapnya sebagai hadis yang shahih, Abu Nu’aim dalam kitab Al-Ma'rifah, Ibn Majah dalam Sunan-nya, juz 1, halaman 57 dengan sanad yang shahih, Ath-Thabari dalam Tarikh-nya, juz 2, halaman 213 dengan sanad yang shahih, Al-‘Uqaili, Al-Khala’i, Ibnul Atsir dalam kitab Al-Kamil, juz 2, halaman 22, Ibn Abil Hadid dalam kitab Syarah Nahjul Balaghah, juz 3, halaman 257, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Dzakha’irul ‘Uqba, halaman 60 dan dalam kitab Ar-Riyadh, juz 2, halaman 155, 158, dan 167, Al-Hammuyi dalam kitab Al-Faraid pada bab 49, As-Suyuti dalam kitab Jam’ul Jawami' sebagaimana terdapat juga dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 394, dan dalam kitab Thabaqat Asy-Sya’rani, juz 2, halaman 55 disebutkan: Ali berkata: “Aku adalah ash-shiddiq al-akbar, dan tidak ada orang yang mengatakannya setelahku kecuali orang yang berdusta.”
Mu’adzah berkata: “Aku mendengar Ali berkhotbah di mimbar Basrah seraya berkata, ‘Aku adalah ash-shiddiq al-akbar; aku beriman sebelum Abu Bakar beriman, dan aku masuk Islam sebelum Abu Bakar masuk Islam’.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibn Quthaibah dalam kitab Al-Ma’arif, halaman 73, Ibn Ayyub, Al-‘Uqaili, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Dzakhair-nya, halaman 58, dan dalam kitab Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 155-157, disebutkan pula oleh Ibn Abil Hadid dalam kitab Syarah Najhul Balaghah, juz 3, halaman 251-257, dan As-Suyuti dalam kitab Jam’ul Jawami’ dan juga dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 405).
10. Pernikahan Imam Ali dengan Fatimah Az-Zahra.
Dari Jabir bin Samurah yang berkata: “Rasulullah saw bersabda, ‘Wahai manusia, apa yang kalian kira dengan pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan putriku Fatimah. Sungguh Fatimah telah dipinang oleh bangsawan-bangsawan Quraisy, akan tetapi saya tidak menerimanya, karena saya menungu-nunggu ketetapan dari langit. Lalu datanglah kepadaku Jibril di malam 24 Ramadhan seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, Allah Swt mengucapkan salam kepadamu dan Dia telah mengumpulkan para penghulu malaikat di suatu lembah yang bernama Afyah clan di bawah pohon Tuba. Di situlah Allah Swt menikahkan Fatimah dengan Ali dan memerintahkan aku untuk membaca khotbah dan Allah Swt sebagai Walinya.’” (Kifayah Ath-Thalib, halaman 164).
Muhibbuddin meriwayatkan dalam kitab Dzahair-nya, halaman 31 dari Ali yang berkata: “Rasul saw bersabda, ‘Salah seorang malaikat mendatangiku seraya mengatakan: ‘Wahai Muhammad, Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman, Aku telah menikahkan Fatimah, putrimu, dengan Ali bin Abi Thalib di alam malakut, dan nikahkanlah dia dengan Ali di bumi.’”
Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Al-Khatib dalam Tharikh-nya, juz 4, halaman 129 dengan sanad dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata: “Di hari pernikahan Fatimah, putri Rasul saw, Fatimah merasakan kegelisahan karena takut dan sebagainya, lalu Nabi saw berkata kepadanya, ‘Wahai Fatimah, sungguh saya nikahkan kamu dengan penghulu kaum mukmin di dunia dan di akhirat dan dia termasuk orang yang shaleh.’” (Hadis ini disebutkan oleh Al-Kanji dalam kitab Al-Kifayah, halaman 165 dan Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Dzakhair, halaman 32).
Al-Hammuyi meriwayatkan dalam kitab Faraidus Simthain pada bab 18 bahwa Rasul saw berkata pada Ali: “Wahai Ali, sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah yang diwariskan-Nya kepada siapa saja yang ilikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, dan Allah mewahyukan kepadaku untuk menikahkan Fatimah dengan maharnya seperlima bumi. Maka barangsiapa berjalan di atas bumi dalam keadaan membenci kalian maka haram baginya untuk berjalan di atasnya.” (Al- Ghadir, juz 2, halaman 315-316).
11. Imam Ali as adalah pemberi minum kepada semua pecintanya di telaga al-Kautsar pada Hari Kiamat.
Dikeluarkan oleh Ath-Thabarani dengan sanad yang terpercaya dari Abu Sa’id AI-Khudri yang berkata: “Rasul saw bersabda, ‘Wahai Ali, engkau merniliki tongkat pada hari kiamat dari tongkat surga, dimana dengannya engkau dapat mencegah orang-orang munafik untuk minum di telaga Haudh.’” (Adz-Dzakhair, halaman 91, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 211, Majma’u Zawaid, juz 9, halaman 135, dan Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 104).
Disebutkan dalam kitab Al-Manaqib dengan sanad dari Abdullah bin Jarrah yang berkata: “Aku mendengar Amirul Mukrninin Ali bin Abi Thalib berkata di atas mimbar, ‘Aku akan menjaga telaga Rasulullah dengan kedua tanganku dari gangguan orang kafir dan munafik.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Al-Aushat, Majma’uz Zawaid, juz 9, halarnan 139, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halarnan 211 dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 403).
Ibn Asakir menyebutkan dalam kitab Tarikh-nya dengan sanad dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah saw berkata pada Ali: “Engkau kelak di Hari Kiamat akan menerima bendera “al-Hamd” yang aku serahkan kepadamu lalu engkau menjaga (menyeleksi) manusia di telagaku.” (Hadis ini disebutkan oleh As-Suyuti dalam kitab Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat juga dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 400).
Jabir bin Abdullah meriwayatkan dari Rasul saw yang bersabda: “Wahai Ali, demi jiwaku yang berada di bawah kekuasaan-Nya, sesungguhnya engkau akan menjaga telagaku pada Hari Kiamat.” (Al-Manaqib, karya Al-Khatib, halaman 65, Al-Ghadir, juz 2, halaman 321-322, cetakan ke 4 tahun 1397 H/1977 M).
12. Imam Ali mendapat wewenang dari Allah dan Rasul-Nya untuk menulis dan menentukan orang-orang yang melewati “shirath” (jembatan akhirat).
Al-Hafizh bin Samman menyebutkan dalam kitab Al- Muwafaqah dari Qais bin Khazim yang berkata: “Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib lalu Abu Bakar tersenyum. Kemudian Ali berkata kepada Abu Bakar, ‘Mengapa engkau tersenyum?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku mendengar Rasul saw bersabda, ‘Tidak ada seorang pun yang melewati shirath (jembatan akhirat) kecuali ditetapkan oleh Ali.” (Riwayat ini disebutkan dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 177 dan 244, Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 75, dart kitab Is’afur Raghibin, halaman 161).
Mujahid meriwayatkan dari Ibn Abbas yang berkata: “Rasul saw bersabda, ‘Jika tiba Hari Kiamat maka Allah menyuruh Jibril dan Muhammad berdiri di atas shirath, lalu tidak ada yang boleh melewatinya kecuali orang yang sudah mendapat izin dari Ali bin Abi Thalib. (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Khatib Al-Khawarzimi dalam kitab Al-Manaqib, halaman 253 dan kitab Syamsul Akhbar, halaman 36).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ali yang berkata: “Rasulullah saw bersabda, ‘Allah mengumpulkan kaum yang pertama dan kaum yang terakhir di Hari Kiamat dan memasang shirath di atas jalan menuju Jahanam, maka tidak ada seorangpun yang dapat melewatinya kecuali yang mencintai Ali bin Abi Thalib.” (Hadis ini disebutkan dalam kitab Faraidus Simthain, di bab 54 dan kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2 halaman 172).
Hasan Bashri meriwayatkan dari Abdullah yang berkata: “Rasul saw bersabda, ‘Jika tiba Hari Kiamat, maka Ali bin Abi Thalib duduk di surga Firdaus dan itu adalah gunung yang paling tinggi di surga dan di atasnya arasy Allah serta di bawahnya mengalir sungai-sungai surga. Ali duduk di atas kursi dari cahaya dan tidak ada seorangpun yang melewati shirath kecuali yang mencintainya dan mencintai ahlul baitnya. Ali berada di surga dan ia memasukkan pecintanya di dalamnya, sedangkan pembencinya dimasukkannya ke dalam neraka.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Khawarzimi dalam kitab Al-Manaqib, halaman 42 dan Al-Hammuyi dalam kitab Faraidus Simthain, bab 54).
Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa menyebutkan bahwa Rasul saw bersabda: “Mengenal keluarga Muhammad menyebabkan seseorang bebas dari api neraka, cinta kepada keluarga Muhammad menyebabkan seseorang dapat melewati shirath, dan menjadikan keluarga Muhammad sebagai pemimpin menyebabkan seseorang aman dari siksaan.” (Hadis ini terdapat dalam kitab Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 139, kitab Al-Idhaf, halaman 15 dan kitab Rasyfatu Sha’di, halaman 459).
Al-Khatib menyebutkan dalam kitab Tarikh-nya, juz 3, halarnan 161 dari Ibn Abbas yang berkata: “Aku bertanya kepada Nabi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada pernbebas dari api neraka?’ Beliau rnenjawab, ‘Ya.’ Ibn Abbas bertanya kernbali, ‘Apa itu?’ Rasul bersabda: ‘Cinta kepada Ali bin Abi Thalib’.”
13. Ilmu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Para sahabat merujuk kepada Imam Ali pada semua problema yang mereka hadapi. Dan yang pertama mengakui bahwa Imam Ali merupakan sahabat yang paling alim adalah Rasul saw dengan sabdanya kepada putrinya Fatimah: “Apakah engkau tidak rela wahai Fatimah aku nikahkan dengan orang yang pertama kali masuk Islam dan orang yang paling alim.” (Mustadzrak Al-Hakim, juz 3 dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 13).
Rasulullah saw juga berkata kepada Fatimah: “Sesungguhnya Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam di antara sahabatku, paling banyak di antara mereka ilmunya, dan paling mulia akhlaknya.” (Musnad Ahmad bin Hambal, juz 5, halaman 26, Al-Isti’ab, juz 3, halaman 36, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 194, Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 101 dan 114, Al-Mirqat fi Syarhil Misykat, juz 5, halaman 569, Kanzul Ummal,juz 6, halaman 153, As-Siratul Halabiah, juz 1, halaman 285, Sirah Zaidi Dahlan, juz 1, halaman 188, di catatan pinggir kitab Sirah Halabiah).
Rasulullah saw bersabda: “Yang paling alim di antara umatku setelahku adalah Ali bin Abi Thalib.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari Salman, Al-Khawarzimi pun menyebutnya dalam kitab Manaqib, halaman 49, Maqtalul Husain, juz 1, halaman 43, dan Al-Muttaqi Al-Hindi dalam kitab Kanzul Ummal, juz 6, halaman153).
Nabi saw bersabda: “Ali adalah tempat ilmuku, penggantiku, dan pintu untuk menuju kepadaku.” (Kitab Syamsul Akhbar, halaman 39 dan kitab Kifayatul Thalib, karya Al-Kanji, halaman 70 dan 93).
Rasul saw bersabda: “Ali adalah pintu ilmuku dan penjelas bagi umatku.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari Abu Dzar sebagaimana terdapat dalam kitab Kanzul Ummal, juz 6, halaman 156, Kasyful Khafa’, juz 1, halaman 204).
Rasulullah saw bersabda: “Ali adalah penyimpan ilmuku dan penjaganya.” (Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 2, halaman 448, Al-Jami’ul Shaghir, karya As-Suyuti dan kitab Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 153, Syarh Al-‘Azizi, juz 2, halaman 417, Khasyiah Syarh Al-‘Azizi, karya Al-Hafni, juz 2, halaman 417, dan kitab Misbahudh Dhalam, juz 2, halaman 56).
Nabi saw bersabda: “Yang paling tahu dalam masalah hukum di antara umatku adalah Ali.” (Mashabih, karya Al-Baghawi, juz 2, halaman 277, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 198, Manaqib, karya Al-Khawarzimi, halaman 50, Fathul Bari, juz 8, halaman 136 dan Bughyatu Wu’at, halaman 447).
14. Hadis tentang persaudaraan Rasul saw dengan Ali bin Abi Thalib.
Rasulullah saw mempersaudarakan antara sahabat-sahabatnya dimana beliau mempersaudarakan Abu Bakar dengan Umar. Kemudian Ali mendatangi Nabi sambil berkata: “Engkau mempersaudarakan antara sahabat-sahabatmu, akan tetapi engkau tidak mempersaudarakan aku dengan siapapun.” Rasul saw menjawab: “Engkau saudaraku di dunia dan di akhirat.” (Sanad hadis ini berakhir pada para perawi sebagai berikut: 1. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 2. Umar bin Khattab 3. Anas bin Malik 4. Zaid bin Abi Aufah 5. Abdullah bin Abi Aufah 6. Ibn Abbas 7. Mahduj bin Zaid 8. Jabir bin Abdullah 9. Abu Dzar Al-Ghifari 10. Amir bin Rabi’ah 11. Abdullah bin Umar 12. Abu Umamah 13. Zaid bin Arqam 14. Said bin Musayyib).
Riwayat tersebut juga terdapat dalam Ash-Shawaiq Al- Muhriqah, halaman 73 dan 75, Tarikhul Khulafa, halaman 114, Al-Ishabah, halaman 507, Al-Mawaqif, juz 3, halaman 276, Syarah Al-Mawahib, juz 1, halaman 373, Thabaqat Asya’rani,juz 2, halaman 55, Tarikh Al-Girmani yang terdapat pada catatan pinggir kitab Al-Kamil, juz 1, halaman 216, As- Sirah Al-Halabiyah, juz 1, halaman 23 dan 101, dan pada catatan pinggir kitab Sirah Al-Halabiyah, yaitu Sirah Nabawiyah, karya Zaini Dahlan, juz 1, halaman 325, Kifayah, karya As-Sankiti, halaman 34, Al-Imam Ali bin Abi Thalib, karya Muhammad Ridha, halaman 21.
Zaid bin Abi Aufa berkata: “Ketika Rasul saw mempersaudarakan antara sahabat-sahabatnya dan mempersaudarakan Umar dan Abu Bakar, Ali berkata, ‘Sungguh telah hilang rohku dan terputuslah punggungku saat aku melihat tindakanmu wahai Rasul. Engkau mempersaudarakan sahabat-sahabatmu dan tidak melakukannya padaku? Apakah hal ini karena engkau marah padaku?’ Rasul saw menjawab, ‘Demi Dzat yang mengutus aku dengan kebenaran, aku tidak mempersaudarakanmu kecuali dengan diriku, dan engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja, tidak ada Nabi setelahku dan engkau adalah saudaraku dan pewarisku.’ Ali bertanya, ‘Dan apa yang aku warisi darimu wahai Rasulullah?’ Rasul saw menjawab, ‘Apa yang diwariskan para nabi sebelumku.’ Ali bertanya kembali, ‘Apa yang diwarisi nabi sebelummu?’ Rasul saw menjawab, ‘Kitab Tuhan mereka dan sunah nabi mereka. Wahai Ali, engkau akan bersamaku di istanaku di surga beserta Fatimah, putriku, dan engkau adalah saudaraku dan temanku.’” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat: “Mereka merasa bersaudara dan duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. Al-Hijr: 47). (Hadis ini disebutkan oleh Ahmad bin Hambal dalam kitab Manaqib, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 209, Tarikh Ibn Asakir,juz 6 halaman 201, Tadzkiratul Khawas, halaman 14, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 390, dan Kifayah, karya As-Syankiti, halaman 35 dan 44).
Jabir bin Abdullah Al-Anshari dan Sa’id bin Musayyib berkata: “Rasulullah saw mempersaudarakan antara semua sahabatnya, sehingga hanya tersisa Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, dan Ali. Kemudian beliau mempersaudarakan antara Abu Bakar dan Umar dan beliau berkata kepada Ali, ‘Engkau adalah saudaraku dan aku adalah saudaramu. Jika ada orang yang menentangmu maka katakanlah bahwa aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya, dan tidak ada orang yang mengatakan hal tersebut setelahmu kecuali orang itu berdusta.” (Manaqib Ahmad, Tarikh bin Asakir, Kifayah, karya Al-Kanji, halaman 82-83, Tadzkiratul Khawas, halaman 14, Al-Mirqat fi Syarhil Misykat, juz 5, halaman 569).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasul saw berkata kepadaku, ‘Engkau adalah saudaraku dan temanku di sorga.’” (Tarikh Al-Khatib Al-Baghdadi, juz 12, halaman 268, dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 406).
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada Ali: “Engkau adalah saudaraku dan temanku.” (Musnad Ahmad bin Hambal, juz 1, halaman 230, Al-Isti’ab, juz2, halaman 460, Al-Imta’, karya Al-Mukrizi, halaman 340, dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 391).
Asma’ binti Umais berkata aku mendengar Rasulullah saw bersabda : “Ya Allah ya Tuhan kami, sesungguhnya aku mengatakan sebagaimana dikatakan oleh saudaraku Musa, ‘Ya Allah, jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, yaitu Ali saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.” (QS. Thaha: 29-35) Riwayat tersebut terdapat dalam kitab Al-Manaqib oleh Ahmad bin Hambal dan Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 153).
Jabir bin Abdullah Al-Anshari berkata: Rasul saw bersabda: “Di pintu surga tertulis: Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah, dan Ali saudara Rasulullah. Tulisan ini telah ada 2000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.” (Manaqib Ahmad bin Hambal, Tarikh Al-Khatib, juz 7, halaman 387, Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 168, Tadzkiratul Khawas, halaman 14, Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 111, Manaqib, karya Al-Khawarzimi, halaman 47, Syamsul Akhbar, halaman 35 dari Manaqib, karya Al-Faqih Ibnul Maghazili, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 399 dari Ibn Asakir, Faidhul Qadir, juz 4, halaman 355, Kifayah, karya As-Sankiti, halaman 34, dan Misbahudh Dhalam, juz 2, halaman 56 yang dinukil dari Ath-Thabrani).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasul mencari aku lalu beliau mendapatiku di sebelah dinding dalam keadaan tertidur. Kemudian beliau membangunkan aku sambil berkata, ‘Bangunlah! Demi Allah, aku Tela padamu. Engkau adalah saudaraku dan ayah anak-anakku, dan engkau akan memerangi musuh atas dasar sunahku.’” (Manaqib Ahmad bin Hambal, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 167, Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 75, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 404, dan Kifayah, karya As-Sankiti, halaman 24).
Rasulullah saw menyatakan dalam khotbahnya: “Wahai manusia sekalian, aku mewasiatkan kepada kalian untuk mencintai keluargaku, saudaraku dan anak pamanku Ali bin Abi Thalib. Tidak ada orang yang mencintainya kecuali orang mukrnin dan tidak ada yang membencinya kecuali orang munafik. Barangsiapa mencintainya maka dia telah mencintaiku, dan barangsiapa membencinya maka dia telah membenc.iku, dan barangsiapa yang membenciku maka dia akan disiksa oleh Allah.” (Manaqib Ahmad bin Hambal, Tadhkiratul Khawash, halaman 17, Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 2, halaman 451, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 212, dan Dzakhairul ‘Uqba, halaman 91)
Abu Dzar al-Ghifari berkata: “Aku mendengar Rasul saw bersabda kepada Ali, ‘Engkau adalah saudaraku, pembantuku, dan orang yang paling baik setelahku.’” (Al-Ghadir, juz 2, halaman 313).
Salman Al-Farisi berkata: “Rasul saw bersabda, ‘Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah saudaraku, pembantuku, dan orang yang paling baik setelahku.’” (Manaqib, karya Al-Khawarzirni, halaman 67).
Abdullah bin Umar menyatakan bahwa Rasul saw berkata kepada Ali: “Engkau adalah saudaraku, pembantuku, pembayar hutangku, dan yang menepati janjiku.” (Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 121 dari Ath- Thabrani dan halaman 122 dari Abu Ya’la, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 155).
Rasulullah saw bersabda: “Saudaraku Ali akan menunggang onta dari onta surga dan di tangannya terdapat bendera al-hamd.” (Tarikh Baghdat, juz 11, halaman 112, Kifayah Ath- Thalib, karya Al-Kanji halaman 77, dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 402).
Ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda pada Ali: “Apakah engkau tidak rela sebagai saudaraku dan aku juga saudaramu?” (Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 131).
Abdullah bin Umar berkata: “Sesungguhnya Rasulullah saw berkata di saat beliau sakit, ‘Panggillah ke mari saudaraku!” Lalu mereka memanggil Abu Bakar, akan tetapi Rasulullah berpaling darinya. Kemudian Rasul berkata kembali, ‘Panggillah ke mari saudaraku!” Lalu mereka memanggil Umar, akan tetapi Rasulullah berpaling darinya. Lagi-lagi Rasulullah saw besabda, ‘Panggillah kemari saudaraku!” Lalu mereka memanggil Utsman, akan tetapi beliau juga berpaling darinya. Kemudian Rasul bersabda, ‘Panggillah ke mari saudaraku!” Lalu Ali bin Abi Thalib dipanggil. Ketika ia datang, Rasul menutupinya dengan kain dan menelungkupkannya. Saat Ali keluar dari tempat Rasul, dia ditanya: “Apa yang Rasul sabdakan?” Ali menjawab, “Beliau mengajarkan aku seribu bab dimana setiap babnya terbuka lagi sampai seribu bab.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibn ‘Adi dari Abu Ya’la dari Kamil bin Thalhah dari Abu Luhai’ah dan disebutkan oleh Ibn Katsir dalam kitab Tarikh-nya, juz 7, halaman 359. Silakan merujuk kitab Al-Ghadir, juz 1, halaman 77).
Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda: “Ali adalah saudaraku di dunia dan di akhirat.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Ath-Thabrani, as-Suyuti dalam kitab Al-Jami’us Saghir, juz 2, halaman 140)
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki mimbar lalu beliau berkata, ‘Di mana Ali bin Abi Thalib?’ Kemudian Ali berkata, ‘Inilah aku ya Rasulullah’. Dan Rasul pun merangkulnya, mencium antara kedua matanya seraya bersabda dengan suara yang lantang: “Wahai Muslimin, ini adalah saudaraku dan anak pamanku serta menantu laki-lakiku. Ali adalah dagingku, darahku, dan rambutku. Ia adalah ayah kedua cucuku Al-Hasan dan Al-Husain, penghulu pemuda penghuni surga; ia adalah orang yang menghilangkan kegelisahan dariku; ia adalah singa Allah dan pedang-Nya di atas bumi-Nya atas musuh-musuh-Nya. Semoga laknat Allah dan laknat orang yang melaknat tertimpa atas pembencinya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Sa’ad dalam kitab Syarafun Nubuwah sebagaimana juga terdapat dalam kitab Dzakhairul ‘Uqba, halaman 92).
Zaid bin Wahab berkata: “Aku mendengar Ali berkata di atas mimbar, ‘Saya adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya, dan tidak ada yang mengatakan hal itu sebelumku dan setelahku kecuali orang yang berdusta.’ Lalu bangkitlah seorang lelaki seraya berkata, ‘Aku mengatakan sebagaimana yang dikatakannya.’ Kemudian ia terjatuh dan didatangi oleh kaumnya dan mereka menutupinya dengan kain.” (Faraidus Simthain, dalam bab 44, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 396 dari Abu Yahya dari jalur Al-Hafizh Al-‘Adni).
Hannan berkata: “Aku mendengar Ali berkata, ‘Sungguh aku akan mengucapkan suatu ucapan yang tidak dikatakan oleh seorang pun sebelumku dan setelahku kecuali orang yang berdusta. Saya adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya; saya pembantu Nabi yang penyayang. Aku menikahi penghulu wanita umat ini, dan saya adalah paling baiknya washi (penerus Nabi).” (Faraidhus Simthain bab 57).
Jabir bin Abdullah Al-Anshari berkata: “Aku mendengar Ali melantunkan syair dan Rasulullah mendengarkannya, yaitu :
Saya adalah saudara Al-Musthafa yang tidak ada
yang meragukan nasabku
Aku dididik di bawah bimbingan Nabi dan kedua
adalah anakku
Kakekku dan kakeknya Rasulullah satu
Dan istriku adalah Fatimah
Aku tidak bohong dalam perkataanku
Aku membenarkannya saat banyak manusia dalam
kesesatan
Mereka berada dalam kesesatan, kemusyrikan, dan
tidak bahagia dalam kehidupannya
Puji Syukur bagi Allah Dzat yang tidak mempunyai
sekutu
Yang berbuat baik pada hamba-Nya dan dia
Dzat yang kekal selama-lamanya.
Lalu Rasulullah saw berkata kepadanya, “Benar apa yang kau ucapkan wahai Ali!” (Faraidhus Simthain, bab 44, Nazmu Duraris Simthain, karya Al-Zarandi, Kifayatuth Thalib, karya Al-Kanji, halaman 84, Manaqib, karya Al-Khawarzimi, halaman 95, Tarikh Ibn Asakir, dan Kanzul Ummal, juz 6, halaman 398).
Ibnu Abbas berkata: “Ali berkata di saat Rasulullah saw masih hidup, ‘Sesungguhnya Allah Swt berfirman, Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? (QS. Al-Imran: 144) Sunguh aku akan berperang atas apa yang beliau perangi sampai aku mati. Demi Allah, saya adalah saudaranya, walinya, pewaris ilmunya, dan putra pamannya.’” (Manaqib, karya Ahmad bin Hambal, Khashais, karya An-Nasa’i, halaman 18, Mustadrak, juz 3, halaman 126, Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 226, Dzakhairul ‘Uqbah, halaman 100, Faraidus Simthain, bab 24, Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 134 dari jalur Ath-Thabrani.
Adi bin Hatim dalam khotbahnya berkata: “Sesungguhnya dia (Ali) adalah saudara Nabi dan pemimpin Islam.” (Jamharatul Khuthab, juz 1, halaman 202).
Ammar bin Yasir dalam kutipan khotbahnya di Basrah berkata: “Wahai manusia, saudara Nabi kalian dan putra pamannya mengajak kalian berangkat berperang dan berjihad untuk menolong agama Allah.” (Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 3, halaman 293).
15. Hadis raddusy syamsi (dikembalikannya matahari supaya terbit kembali).
Asma’ binti Umais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melaksanakan shalat Dzuhur di Shahba, salah satu kawasan Khaibar. Kemudian beliau mengirim Ali untuk suatu keperluan. Tak beberapa lama, Ali datang dan Rasulullah telah mengerjakan shalat Asar. Lalu Rasul meletakkan kepalanya di pundak Ali dan Ali sama sekali tidak menggerakkan badannya sampai terbenamnya matahari. Kemudian Rasul saw bersabda, ‘Ya Allah, ya Tuhan kami, sesungguhnya hamba-Mu Ali menahan dirinya karena Nabinya, maka kembalikanlah matahari ke sebelah timur. Asma’ berkata, ‘Taklama kemudian, terbitlah matahari sampai ke atas gunung. Lalu Ali berwudhu dan mengerjakan shalat Ashar, dan setelah itu terbenamlah matahari.’” (Al-Ghadir, juz 3, halaman 140-141).
Hadis raddus syams dikeluarkan oleh para perawi yang terpercaya dan dengan sanad yang banyak. Sebagian mereka menulis dalam kitab-kitab mereka dan mengumpulkan di dalamnya jalur-jalur hadis tersebut dan sanad-sanad-nya, di antaranya:
1. Abu Bakar Al-Warrab yang memiliki kitab Man Rawa Raddasy Syamsi dan Ibn Sahr asy-Syub dalam menyebutnya dalam kitab Al-Manaqib, juz 1, halaman 458.
2. Abul Hasan Syadhan Al-Fudhaili yang mempunyai risalah tentang jalur-jalur hadis tersebut dan Al-Hafizh As-Suyuti dalam kitab Al-Laali Al-Masnu’ah, juz 2, halaman 175.
3. Al-Hafizh Abul Fath Muhammad bin Husain al-Azdi al-Mushili yang memiliki kitab khusus tentang hadis tersebut dan Al-Hafizh Al-Kanji yang menyebutnya dalam kitab Al-Kifayah.
4. Abul Qasyim Al-Hakim Ibnul Haddad Al-Haskani An-Naisaburi Al-Hanafi yang biografinya disebutkan dalam kitab Al-Ghadir, juz 1, halaman 112, dimana dia mempunyai risalah tentang hadis tersebut yang bernama Maalatun fi Tashihi Raddis Syamsi wa Targhimin Nawasib Asy-Syamsah, sedangkan Ibnu katsir menyebutkan bagian darinya dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, juz 6, halaman 80, sedangkan Adh-Dhahabi menyebutnya dalam Tadzkirah-nya, juz 3, halaman 368.
5. Abu Abdillah Al-Ja’al Al-Husain bin Ali Al-Bashri Al-Baghdadi yang wafat tahun 339 H.
6. Akhtha Khawarzim Abul Muayyad Muwaffaq bin Ahmad yang wafat tahun 568 H yang mempunyai kitab Raddus Syamsi li Amiril Mukminin.
7. Abu Ali Syarif Muhammad bin As’ad bin Ali bin Mu’ammar Al-Hasani An-Naqib An-Nassabah yang wafat tahun 588 H, dimana dia memiliki beberapa bagian dari jalur raddus syams untuk Ali (Lisanul Mizan, juz 5, halaman 76).
8. Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf Ad-Dimasyqi As-Shaihi, murid Ibnul Jauzi yang wafat tahun 597 H. Dia memiliki kitab yang bemama Muzilullabsi ‘an Hadisi Raddis Syamsi yang disebutkan oleh Burhanuddin Al-Kurani Al-Madanid dalam kitabnya Al-Umam li Iqadhil Himam, halaman 63.
9. Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuti yang wafat tahun 991 H. Beliau mempunyai risalah tentang hadis tersebut yang bernama Kasyful Labsi ’an Hadisi Raddis Syamsi.
16. Hadis yang menyatakan bahwa Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali dan keduanya tidak akan berpisah selamanya sehingga keduanya mendatangi Nabi saw di telaga Haudh pada Hari Kiamat.
Hadis yang menyatakan bahwa Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali diriwayatkankan oleh para ahli hadis dan ulama terkemuka, di antaranya: Al-Khatib dalam kitab Tarikh-nya, juz 14, halaman 321 dari jalur Yusuf bin Muhammad bin Muaddab yang berkata: “Kami diberitahu oleh Al-Hasan bin Ahmad bin Sulaiman As-Sarraj, kami diberitahu oleh Abdus Salam bin Shalih, kami diberitahu oleh Ali bin Hasim bin Buraid dari ayahnya dari Abu Said at- Tamimi dari Abu Tsabit maula Abu Dzar yang berkata, ‘Aku masuk ke rumah Ummu Salamah dan mendapatinya dalam keadaan menangis dan menyebut Ali kemudian ia berkata, ‘Aku mendengar Rasul saw bersabda, “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali dan keduanya tidak akan berpisah selamanya sampai keduanya mendatangi aku di telaga Haud pada Hari Kiamat.”
Hadis Ummu Salamah tersebut didengar oleh Sa’ad bin Abi Waqas di rumah Ummu Salamah. Sa’ad berkata: “Saya mendengar Rasul saw bersabda, ‘Ali bersama kebenaran” atau “kebenaran bersama Ali di manapun ia berada.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Al-Haitsami dalam kitab Majma’uz Zawaid, juz 7, halaman 236 dan dia berkata: “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan di dalamnya ada nama Sa’ad bin Syuaib dan saya tidak mengetahuinya, adapun para perawinya termasuk para perawi hadis shahih.”
Bagaimana seorang menyatakan bahwa hadis tersebut tidak diri wayatkan oleh seorang pun dari sahabat dan ulama, padahal Al-Hafizh Ibn Mardawih dalam kitab Al-Manaqib dan As-Sam’ani dalam kitab Fadhailus Shahabah mengeluarkan dengan sanad dari Muhammad bin Abu Bakar dari Aisyah yang berkata: “Saya mendengar Rasul saw bersabda, ‘Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali dan keduanya tidak akan berpisah sampai mendatangi aku di al-Haudh.”
Ibn Qutaibah meriwayatkan dalam kitab Al-Imamah was Siyasah, juz 1, halaman 68 dari Muhammad bin Abu Bakar yang menceritakan bahwa ia menemui saudarinya Aisyah lalu ia berkata padanya: “Apakah engkau tidak mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali?’ Lalu mengapa engkau keluar untuk memeranginya?’”
Ibn Mardawih meriwayatkan dalam kitab Al-Manaqib bahwa Abu Dzar pemah ditanya tentang perbedaan di antara manusia, lalu ia menjawab: “Hendaklah engkau berpegang teguh dengan Kitab Allah dan Ali bin Abi Thalib karena saya mendengar Nabi saw bersabda, ‘Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya, dan kebenaran berada dimanapun Ali berada.’”
Rasulullah saw bersabda: “Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat pada Ali. Ya Allah, jadikanlah kebenaran bersamanya dimana pun ia berada.” (Al-Mustadrak, karya Al- Hakim, juz 3, halaman 125, Al-Jami’, karya At-Tirmidzi, juz 2, halaman 213, Al-Jama’ Bainas Sihah, karya Ibnul Atsir, Kanzul Ummal, juz 6, halaman 157, dan Nuzulul Abrar, halaman 24).
Fakhrur Razi dalam kitab Tafsir-nya, juz 1, halaman 111 berkata: “Barangsiapa mengikuti Ali bin Abi Thalib dalam memahami agamanya, maka ia akan mendapat petunjuk. Sebab, Nabi bersabda, ‘Ya Allah; jadikanlah kebenaran bersama Ali dimana saja ia berada.”
Al-Hafizh Al-Kanji dalam kitab Al-Kifayah, halaman 135 dan Akhthab Khawarzim dalam kitab Al-Manaqib, halaman 77 meriwayatkan sabda Rasulullah saw pada Ali: “Sesungguhnya kebenaran bersamamu dan kebenaran terdapat pada lidahmu, hatimu, dan di antara kedua matamu, dan iman bercampur dengan dagingmu dan darahmu sebagaimana bercampur dengan dagingku dan darahku.”
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri yang menyatakan bahwa Nabi saw bersabda—dengan mengisaratkan pada Ali: “Kebenaran bersama orang ini.” (Musnad Abu Ya’la, Sunan Said bin Mansur, Majma’uz Zawaid, karya Al-Hafizh Al- Haitsami, juz 7, halaman 35). .,
Ibn Mardawih dan Al-Hafizh Al-Haitsami menyebutkan dalam kitab Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 134 dari Ummu Salamah yang berkata: “"Ali bersama kebenaran. Barangsiapa mengikutinya maka ia mengikuti kebenaran, dan barangsiapa meninggalkannya maka ia meninggalkan kebenaran. Ini adalah suatu perjanjian yang dijanjikan kepadanya sebelum hari ini.”
17. Hadis yang menyatakan bahwa Ali adalah pembeda antara yang hak dan yang batil (faruq) dan perkataan Ibn Umar: “Kami tidak mengetahui kaum munafik di zaman Nabi saw kecuali dengan kebencian mereka terhadap Ali.”
Musuh-musuh Syi’ah menyatakan bahwa hadis tersebut termasuk hadis maudhu’ (palsu), padahal hadis itu adalah hadis yang shahih dan bukan hanya Ibn Umar yang mengatakannya, tetapi ada sahabat-sahabat Rasul yang lain yang juga meriwayatkannya sebagaimana sahabat-sahabat berikut ini:
1. Abu Dzar Al-Ghifari berkata: “Kami tldak mengetahui kaum munafik di zaman Rasulullah saw kecuali melalui tiga hal: pendustaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya, terlambat dari shalat, dan kebencian mereka terhadap Ali bin Abi Thalib.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam kitab Al-Mutafaq, Muhibbuddin Ath- Thabari dalam kitab Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 215, Al-Jazri dalam kitab Asnal Mathalib, halaman 8, dan As-Suyuti dalam kitab Al-Jami’ul Kabir sebagaimana terdapat juga dalam kitab Tartib-nya, juz 6, halaman 390).
2. Abu Said Al-Khudri mengatakan: “Kami masyarakat Anshar mengetahui kaum munafik dengan kebencian mereka terhadap Ali.” Sedangkan dalam riwayat Az-Zarandi disebutkan: “Kami tidak mengetahui kaum munafik di zaman Rasul saw kecuali dengan kebencian mereka terhadap Ali.” (Al-Jami’, karya At-Tirmidzi, juz 2, halaman 299, Khilyatul Auliya’, juz 6, halaman 295, Al-Fusul Al-Muhimmah halaman 126, Asna Al-Mathalib, karya Al-Jazri, halaman 8, Mathalibu Saul, halaman 17, dan Nadzmud Durar, karya Az-Zarandi, serta Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 73).
3. Jabir bin Abdullah Al-Anshari mengatakan: “Kami tidak mengetahui kaum munafik kecuali dengan kebencian mereka terhadap Ali bin Abi Thalib.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam AI-Manaqib Ibn Abdil Bar dalam kitab Al-Isti’ab, juz 3, halaman 46, Al-Hafizh Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 214, dan Al-Hafizh Al-Haitsami dalam kitab Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 132).
4. Abu Said Muhammad bin Al-Haitsam mengatakan: “Sesungguhnya kami masyarakat Anshar tidak mengetahui kaum munafik kecuali dengan kebencian mereka terhadap Ali bin Abi Thalib.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Al-Jazri dalam kitab Asnal Mathalib, halaman 8).
5. Abu Darda’ mengatakan: “Sesungguhnya kami masyarakat Anshar tidak mengetahui kaum munafik kecuali dengan kebencian mereka terhadap Ali bin Abi Thalib.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh At-Tirmidzi sebagaimana terdapat dalam kitab Tadzkiratul Khawas, karya Sibthu Ibnul Jauzi, halaman 17).
Perkataan para sahahabat di atas bukan hanya termasuk pengakuan yang jujur dari mereka, namun itu telah dikuatkan oleh sabda-sabda Rasul saw yang mereka dengar berkenaan dengan pribadi Ali as, dan berikut ini kami sebutkan sebagiannya:
1. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib bekata: “Demi Dzat Yang membelah biji-bijian dan yang menciptakan makhluk, sesungguhnya apa yang saya katakan ini merupakan janji dari Rasul saw untukku, yaitu bahwasanya tidak ada yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tidak ada yang membenciku kecuali orang munafik.” (Riwayat ini terdapat dalam Muslim pada kitab Shahih-nya sebagaimana terdapat juga dalam kitab Al-Kifayah, At- Tirmidzi dalam kitab Jami’-nya, juz 2, halaman 299 dan dia mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis hasan dan shahih. Ahmad pun menyebutnya dalam Musnad-nya, juz 1, halaman 84, Ibnu Majah dalain Sunan-nya, juz 1, halaman 55, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra, juz 8, halaman 117, dan dalam Khashaish-nya halaman 27, Abu Hatim dalam Musnad-nya, Al-Khatib dalam Tarikh-nya, juz 2, halaman 55, Al-Baghawi dalam AI-Mashabih, juz 2, halaman 199, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 214, Ibn Abdil Bar dalam Al-Isti’ab, juz 3, halaman 37, Ibnul Atsir dalam Jami’ul Ushul sebagaimana terdapat juga dalam Taisirul Wushul, juz 3, halaman 272 dari Muslim, Tirmidzi dan An-Nasa’i, Sibthu Ibnul Jauzi dalam Tadzkirah-nya., halaman 17, Ibn Thalhah dalam Mathalibus Saul, halaman 17, Ibn Katsir dalam Tarikh-nya, halaman 354 dari Al-Hafizh Abdul Razzak, Ahmad, Muslim dan dari tujuh orang yang lainnya seraya dia mengatakan bahwa hadis ini shahih, Syaikhul Islam Al-Hammuyi dalam Faraid-nya, bab 22 dengan empat jalur, Al-Jazri dalam Asnal Mathalni’, halaman 7, Ibnul Shabbab AI- Maliki dalam Al-Fusul Al-Muhimmah, halaman 124, Ibn Hajar Al-Haitsami dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 73, Ibn Hajar As-Asqallani dalam Fathul Bari, juz 7, halaman 57, As-Suyuti dalam Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 394 dari Al-Khumaidi, Ibn Abi Syaibah, Ahmad, Al-Adani, Al-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibn Majah, Ibn Hibban dalam kitab Shahih mereka, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, dan Ibn Abi ‘Asim dalam Sunan-nya, Al- Qirmani dalam Tarikh-nya pada catatan pinggir kitab Al- Kamil, juz 1, halaman 216, dan As-Sankiti dalam Al-Kifayah, halaman 35, Kasyful Khafa’, juz 2, halaman 382 dari Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibn Majah, dan Ad-Durarul Kaminah, juz 4, halaman 208).
2. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: “Sungguh Rasul mengatakan padaku: ‘Wahai Ali, tidak ada yang mencintaimu kecuali orang mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali orang munafik.’”
Referensi hadis tersebut dapat Anda temukan dalam Musnad Ahmad bin Hambal, juz 1, halaman 95, 138, Tarikh Al-Khatib Al-Baghdadi, juz 14, halaman 426, An-Nasa’i dalam Sunan-nya, juz 8, halaman 117, Khashais, halaman 27, Hilyatul Auliya, karya Abu Nu’aim, juz 4, halaman 185, Al- Isti’ab, karya Ibn Abdil Bar, juz 3, halaman 37, Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 2, halaman 284, Faraidus Simthain, karya Al-Hammuyi dalam bab 22, Majma’uz Zawaid, karya AI-Haitsami, juz 9, halaman 133, Al-Jami’ul Kabir, karya As-Suyuti sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 152, dan Al-Ishabah, karya Ibn Hajar, juz 2, halaman 509.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata dalam khotbahnya: “Allah Swt menetapkan melalui lisan Nabi ummi kalian bahwa tidak ada yang mencintai aku kecuali orang mukmin dan tidak ada yang membenciku kecuali orang munafik.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibn Faris dan AI-Hafizh Muhibbuddin Ath-Thabari meriwayatkannya dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 214. Disebutkan juga oleh Az-Zarandi dalam kitab Nadhmu Duraris Simthain.
Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Orang munafik tidak akan mencintai Ali dan orang mukmin tidak akan membenci Ali.” (Hadis ini disebutkan oleh At-Tirmidzi dalam Jami’-nya, juz 2, halaman 213 dan ia menganggapnya sebagai hadis yang shahih dan Ath-Thabari menyebutnya dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 214, Sibthu Ibnul Jauzi dalam Tadzkirah-nya, halaman 15, Ibn Thalhah dalam Mathalibu Saul, halaman 17, Al-Jazri dalam Asnal Mathali’, halaman 7, As-Suyuti dalam Al-Jami’ul Kabir sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 152 dan 158).
Ummu Salamah juga meriwayatkan bahwa Rasul saw berkata pada Ali: “Tidak ada orang mukmin yang membencimu dan tidak ada orang munafik yang mencintaimu.” (Imam Ahmad menyebutnya dalam kitab Al- Manaqib, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 214, dan Ibn Katsir dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 354).
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw memandang Ali seraya bersabda: “Tiada yang mencintaimu kecuali orang mukmin dan tiada yang membencimu kecuali orang munafik.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Al-Haitsami dalam kitab Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 133).
18. Hadis saddil abwab (menutup pintu).
1. Zaid bin Arqam mengatakan: “Ada beberapa sahabat Rasulul1ah yang mempunyai pintu yang langsung terbuka ke masjid. Lalu pada suatu hari Nabi saw bersabda: “Tutuplah pintu-pintu ini kecuali pintu Ali.” Perawi mengatakan: ‘Maka saat itu inereka membicarakan Rasul. Kemudian Rasul saw berdiri seraya memuji Allah dan bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya saya diperintahkan untuk menutup pintu-pintu ini selain pintu Ali. Lalu dia ada di antara kalian yang mengatakan beberapa perkataan tentang hal ini. Perlu diketahui bahwa saya tidak menutup sesuatu dan tidak membukanya kecuali melalui perintah Allah yang harus aku taati.”
Daftar sanad hadis tersebut terdapat dalam Musnad Ahmad, juz 4, halaman 369 dimana disebutkan sebagai berikut: “Kami diberitahu oleh Muhammad bin Ja’far dan Auf dari Maimun Abi Abdillah dan dari Zaid bin Arqam. Semua perawi hadis itu termasuk orang yang terpercaya. Dan Riwayat di atas dikeluarkan juga oleh An-Nasa’i dalam As-Sudan Al-Kubra dan Al-Khashais, halaman 13 dari Al-Hafizh Muhammad bin Basyar bin Dar. Al-Hakimjuga menyebutnya dalam Al-Mustadrak, juz 3, halaman 125, dan ia menganggapnya sebagai hadis shahih, Al-Kalabadhi dalam Ma’anil Akhbar sebagaimana terdapat dalam Al-Qaul Al-Musaddad, halaman 17, Said bin Mansur dalam Sunan-nya, Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 192, Al-Kanji dalam Al-Kifayah, halaman 88, Sibthu Ibnul Jauzi dalam Al-Tadzkirah, halaman 24, Ibn Abil Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghah,juz 2, halaman 451, Ibn Katsirdalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 342, Ibn AI-Qaul Al-Musaddad, halaman 17, Fathul Bari, juz 7, halaman 12, As-Suyuti dalam Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat dalam Al-Kanz, juz 6, halaman 152 dan 157. Al-Haitsami pun menyebutnya dalam Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 114, Al-‘Aini dalam Umdatul Qari, juz 7, halaman 592, dan Al-Badasyi dalam Nuzulul Abrar seraya mengatakan: Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim, dan Adh-Dhiya’ dengan sanad orang-orang yang terpercaya.
2. Abdullah bin Umar bin Khattab mengatakan: “Sungguh Ali bin Abi Thalib telah diberi tiga hal yang seandainya salah satu darinya aku memiliki maka itu lebih aku cintai daripada hewan tunggangan yang terbaik. Pertama, Rasul saw menikahkannya dengan putrinya dan ia mempunyai anak darinya. Kedua, beliau menutup semua pintu menuju ke masjid kecuali pintunya. Ketiga, beliau memberinya bendera perang di hari Khaibar.” Sanad hadis di atas terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hambal, juz 2, halaman 26 dimana disebutkan: Kami diberitahu oleh Waqi’ dari Hisyam bin Sa’ad dari Umar bin Usaid dari Ibn Umar, Al-Hafizh Al-Haitsami juga menyebutnya dalam Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 120, Abu Nu’aim Ath- Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 192, Syaikhul Islam Al-Hamrnuyi dalam Al-Faraid, bab 21, Ibn Hajar dalam Fathul Bari, juz 7, halaman 12, Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 76, diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dengan sanad yang shahih dan As-Suyuti dalam Kanzul Ummal, juz 6, halaman 391 serta Al-Bakhasyi dalam Nuzulul Abrar, halaman 35 seraya mengatakan: Sanad-nya bagus.”
3. Al-‘Ala bin Irar mengatakan pada Abdullah bin Umar bin Khattab: “Beritahulah padaku tentang Ali dan Utsman!” Dia menjawab: “Adapun Ali, lihatlah pada kedudukannya di sisi Rasul saw, karena beliau menutup pintu-pintu kami di masjid dan membiarkan pintunya terbuka.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh An-Nasa’i dari jalur Abu Ishaq As-Subai’i, sedangkan Ibn Hajar menyebutnya dalam Al-Qaul Al-Musaddad, halaman 18 dan Fathul Bari, juz 7, halaman 12 dan Al-Kalabadhi menyebutnya dalam Ma’anil Akbar sebagaimana terdapat dalam Al-Qaul Al-Musaddad, halaman 18, Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 115, As-Suyuti dalam Al-Lali, juz 1, halaman 181 dari Ibn Hajar, dan Al-Badkhasyi dalam Nuzulul Abrar, halaman 35).
4. Umar bin Khattab mengatakan: “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Umar pemah berkata, ‘Ali bin Abi Thalib telah diberi tiga hal yang seandainya aku diberi salah satu di antaranya maka itu lebih aku cintai daripada hewan tunggangan yang terbaik. Ditanyakankan padanya: “Apa hal itu wahai Amirul Mukminin?” Dia menjawab: “Pernikahannya dengan Fatimah, putri Rasul, menetapnya di masjid bersama Rasulullah, dan penyerahan bendera perang kepadanya di Hari Khaibar.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, juz 3, halaman 125, Abu Ya’la dalam Al-Kabir, Ibn Siman dalam Al-Muwafaqah, Al-Jazri dalam Masnal Mathalib, halaman 12 dari jalur Al-Hakim dan dia menyebutkan bahwa Al-Hakim menganggapnya sebagai hadis shahih, Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 192, Al-Khawarzimi dalam Al-Manaqib, halaman 261, AI-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid juz, 9, halaman 120, As-Suyuti dalam Tarikhul Khulafa, halaman 116, Al-Khashaisul Kubra, juz 2, halaman 243, dan Ibn Hajar dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 76).
5. Abdullah bin Abbas mengatakan: “Sesungguhnya Nabi saw memerintahkan untuk menutup seluruh pintu kecuali pintu Ali.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh At-Tirrnidzi dalam Jami’-nya, juz 2, halaman 214 dari Muhammad bin Khumaid dan Ibrahim Al-Mukhtar, An-Nasa’i juga menyebutnya dalam Al-Khashais, halaman 13, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, juz 4, halaman 153 dengan 2 jalur, Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 192, Al-Kanji dalam Al-Kifayah, halaman 87, Sibthu Ibnul Jauzi dalam Tadzkirah, halaman 25, Ibn Hajar dalam Al-Qaul Al-Musaddad, halaman 17, Fathul Bari, juz 7, halaman 12, Al-Khilabi dalam As-Sirah Al-Khalabiyah, juz 3, halaman 373, Al-Badkhasyi dalam Nuzulul Abrar, halaman 35.
6. Abdullah bin Abbas mengatakan: “Rasul saw memerintahkan menutup pintu masjid selain pintu Ali sehingga beliau dapat memasuki masjid dalam keadaan junub karena tidak ada jalan selainnya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh An-Nasa’i dalam Al-Khashais, halaman 14, dan Ibn Hajar dalam Fathul Bari, juz 7, halaman 12, Al-Qusthallani dalam Irsyadus Sari, juz 6, halaman 81 dari Ahmad dan An-Nasa’i.
7. Abdullah bin Abbas berkata: “Rasulullah saw berkata pada Ali, ‘Sesungguhnya Musa meminta Tuhannya supaya masjidnya disucikan untuk Harun dan keturunannya, dan aku pun memohon pada Allah agar Dia mensucikannya untukmu dan keturunanmu.’ Kemudian beliau memanggil Abu Bakar dan memerintahkannya agar menutup pintunya. Dengan hati yang lapang, Abu Bakar mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, saya mendengar dan menaati.’ Lalu ia menutup pintunya. Kemudian beliau memerintahkan Umar agar menutup pintunya. Kemudian Nabi saw naik mimbar seraya bersabda: ‘Aku tidak menutup pintu-pintu kalian dan membuka pintu Ali. Namun Allah yang menutup pintu-pintu kalian dan membuka pintu Ali.’” (Riwayat ini dikeluarkan oleh An-Nasa’i sebagaimana disebutkan oleh As-Suyuti).
8. Abdullah bin Abbas mengatakan: “Ketika Rasul saw mengeluarkan penghuni masjid dan membiarkan Ali berada di dalamnya, maka sebagian besar sahabat mengatakan hal-hal tertentu yang terdengar oleh Nabi. Kemudian beliau bersabda, ‘Aku tidak mengeluarkan kalian (dari masjid) dan tidak membiarkannya (Ali) menurut kemauanku, akan tetapi Allah yang mengeluarkan kalian dan membiarkannya. Tidaklah saya mengikuti kecuali apa-apa yang diwahyukan padaku.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ath-Thabrani. Al-Haitsami pun menyebutnya dalam Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 115, dan Al-Khilabi dalam Sirah-nya, juz 3, halaman 374).
9. Abu Said Al-Khudri, Sa’ad bin Malik, dan Abdullah bin Ar-Raqim Al-Kinani mengatakan: “Kami pergi ke Madinah di saat peperangan Jamal terjadi laIn kami bertemu dengan Sa’ad bin Malik dimana dia mengatakan: ‘Rasul saw memerintahkan untuk menutup pintu-pintu yang terbuka di masjid dan membiarkan pintu Ali terbuka.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad dari Hajjaj, dari Fithr, dan dari Abdullah bin Al-Raqim. Al-Haitsami pun menyebutnya dalam Majma’uz Zawaid, juz 9, halaman 114).
10. Abu Khazim Al-Asja’i mengatakan: "”Rasul saw bersabda: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkan Musa untuk membangun masjid yang suci, yang tidak acta orang lain yang menempatinya kecuali Musa dan Harun. Begitu juga Allah memerintahkanku untuk membangun masjid yang suci, yang tiada orang lain yang menempatinya kecuali aku, Ali, dan kedua putra Ali.” (Hadis ini diriwayatkan oleh As-Suyuti dalam Al-Khashais, juz. 2, halaman 243).
11. Jabir bin Abdullah mengatakan: “Aku mendengar Rasul saw bersabda: ‘Tutuplah semua pintu kecuali pintu Ali.’ Beliau mengatakannya sambil mengisyaratkan dengan tangannya pada pintu Ali.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 205, Ibn Asakir dalam Tarikh-nya, Al-Kanji dalam Al-Kifayah, halaman 87, Dan As-Suyuti dalam Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 398).
12. Sa’ad bin Abi Waqash mengatakan: “Kami diperintahkan oleh Rasul saw untuk menutup pintu-pintu yang terbuka di masjid dan membiarkan pintu Ali.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, juz 1, halaman 175, Ibn Hajar dalam Fathul Bari, juz 7, halaman 11, dan Al-‘Aini dalam Umdatul Qari, juz 7, halaman 592).
13. Saad bin Abi Waqash mengatakan: “Rasul saw menutup pintu-pintu masjid dan membuka pintu Ali, sehingga para sahabat membicarakan hal tersebut. Lalu beliau saw bersabda, ‘Aku tidak membukanya tapi Allah yang membukanya.’” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Ya’la dimana dia mengatakan: “Kami diberitahu oleh Musa bin Muhammad bin Hassan; kami diberitahu oleh Muhammad bin Isma’il bin Ja’far bin Ath-Thahan; kami diberitahu oleh Ghassan bin Busur Al-Kahili dari Muslim dari Khaitsamah dari Sa’ad, dan Ibn Katsir pun meriwayatkan darinya dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 342 tanpa ada kesamaran dalam sanad-nya).
14. Sa’ad bin Abi Waqqash dan Al-Harits bin Malik mengatakan: “Aku datang ke Makkah untuk menemui Sa’ad bin Waqash, lalu aku mengatakan: ‘Apakah engkau mendengar keutamaan Ali bin Abi Thalib?” Dia menjawab: ‘Kami berkumpul bersama Rasul saw. Tiba-tiba ada suara yang memanggil pada malam hari: “Hendaklah orang yang berada di masjid keluar kecuali keluarga Rasulullah.’ Ketika pagi hari, Nabi didatangi oleh pamannya (Abbas) yang mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mengeluarkan para sahabatmu dan pamanmu (dari masjid) dan engkau membiarkan anak kecil ini untuk menetap di dalamnya?’ Nabi saw menjawab: ‘Bukan saya yang memerintahkan untuk mengeluarkan kalian dan membiarkankan anak kecil ini (Ali). Sesungguhnya Allah yang memerintahkan hal itu.’” (Riwayat ini dikeluarkan oleh an-Nasa’i dalam Al-Khashaish, halaman 13).
15. Sa’ad bin Abi Waqash mengatakan: “Rasul saw memerintahkan untuk menutup pintu-pintu kecuali pintu Ali. Lalu para sahabat mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, engkau menutup pintu-pintu kami semuanya kecuali pintu Ali! Nabi saw bersabda: ‘Aku tidak menutup pintu-pintu kalian tetapi Allah yang menutupnya.’” (Hadis ini dikeluarkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Aushat dari Mu’awiyah bin Maisarah bin Syuraij dari Hakam bin Utaibah dari Mus’ad bin Sa’ad dari ayahnya, mana sanad- nya shahih dan orang-orangnya semua dapat dipercaya. Riwayat ini terdapat juga dalam Al-Qaulul Musaddad, halaman 18, Fathul Bari, juz 7, halaman 11, Irsyadus Sari, juz 6, halaman 81, dan Nuzulul Abrar, halaman 34, dan Umdarul Qari, juz 7, halaman 592).
16. Buraidah Al-Aslami mengatakan: “Rasul saw memerintahkan untuk menutup pintu-pintu (di masjid). Lalu hal tersebut terasa berat bagi para sahabatnya. Ketika hal ini sampai pada Nabi, beliau memanggil mereka untuk melaksanakan shalat berjamaah. Ketika mereka berkumpul, beliau naik mimbar dan tidak terdengar dalam khutbah beliau ucapan tahmid atau pun ta’zhim lalu beliau bersabda: ‘Wahai manusia, aku tidak menutupnya dan tidak membukanya. Akan tetapi, Allah yang membukanya dan menutupnya.’” Lalu beliau saw membaca ayat: “Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 1-4). (Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Fadhail Ash-Shahabah).
17. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata: “Ketika Rasul saw memerintahkan penutupan pintu yang berada di masjid, Hamzah keluar dengan membawa sejenis karpet berwarna merah dan kedua matanya mengeluarkan air mata. Lalu Rasul saw bersabda: ‘Aku tidak mengeluarkanmu dan tidak pula aku membiarkan Ali (berada di dalamnya). Akan tetapi Allah yang membiarkannya (untuk menetap di masjid).’” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Fadhail Ash-Shahabah).
19. Hadis yang menyatakan bahwa Ali pemimpin setiap mukmin setelahku (aliyyun waliyyu kulli mukminin ba’di).
Riwayat pertama: Kami diberitahu oleh Abdur Razak, kami diberitahu oleh Ja’far bin Sulaiman, kami diberitahu oleh Yazid Ar-Rasyak dari Mutraf bin Abdullah dari Imran bin Hushain yang mengatakan: “Rasul saw mengirim sebuah pasukan dan menunjuk Ali sebagai pemimpinnya. Lalu Ali melakukan sesuatu dalam perjalanannya yang kemudian dijadikan bahan pembicaraan oleh empat orang sahabat untuk diadukan kepada Rasul. Imran mengatakan: ‘Ketika kami datang dari bepergian, kami menemui Rasul saw dan menyalaminya. Lalu seseorang di antara empat orang tersebut berdiri di hadapan Nabi saw dan mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ali melakukan ini dan itu. Lalu Rasulullah berpaling darinya. Kemudian orang kedua berdiri seraya mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ali melakukan ini dan itu.’ Tapi Rasulullah tetap berpaling darinya. Kemudian orang ketiga mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ali melakukan ini dan itu.’ Sampai orang keempat pun berdiri seraya mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ali melakukan ini dan itu.’ Lalu Rasulullah menghadap pada orang yang keempat seraya mengatakan: ‘Biarkanlah Ali! Biarkanlah Ali! Biarkanlah Ali! Sesungguhnya Ali dariku dan aku darinya. Dan dia adalah pemimpin setiap mukmin setelahku.’” (Hadis ini dikeluarkan oleh Ahmad bin Hambal dengan sanad yang shahih. Dan Al- Hafizh Abu Ya’la AlI-Musili meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Al-Qawariri, Al-Hasan bin Umar Al-Hamri dan Al- Muallah bin Mahdi dimana semuanya dari Ja’far bin Sulaiman.
Hadis ini dikeluarkan pula oleh lbn Abi Syaibah dan lbn Jarir Ath-Thabari, Abu Nu’aim Al-Isbahani dalam Hilyatul Auliya, juz 6, halaman 294, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 171, Al-Baghawi dalam AI-Mashabi, juz 2, halaman 275, lbn Katsir dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 344, As-Suyuti dan Al-Muttaqi Al-Hindi dalam Kanzul Ummal, juz 6, halaman 154 dan 300, serta Al- Badhasyi dalam Nuzulul Abrar, halaman 22).
Riwayat kedua: Nabi saw bersabda: “Apa yang kalian inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari Ali? Sesungguhnya Ali dariku dan aku dari Ali. Dan dia adalah pemimpin setiap mukmin setelahku.” (At- Tirmidzi mengeluarkannya dalam Jami’-nya, juz 2, halaman 222 dengan sanad yang shahih, An-Nasa’i dalam Al-Khashais, halaman 23, Al-Hakim An-Naisaburi dalam Al-Mustadrak, juz, 3 halaman 111, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 71, lbn Hajar dalam Al-Ishabah, juz 2, halaman 509, As-Suyuti dalam Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 152, dan Al-Badhasyi dalam Nuzulul Abrar, halaman 22).
Riwayat ketiga: Abu Dawud Ath-Thayalisi mengeluarkan dari Syu’bah dari Abu Balaj dari Amr bin Maimun dari Ibn Abbas yang mengatakan: “Sesungguhnya Rasul saw bersabda pada Ali: ‘Engkau adalah pemimpin setiap mukmin setelahku.’” (Riwayat ini disebutkan dalam Tarikh, karya lbn Katsir, juz 7, halaman 345 dan sanad-nya berasal dari orang-orang yang terpercaya).
20. Hadis yang menyatakan bahwa Ali bin Thalib yang pertama kali beriman dan yang pertama kali melaksanakan shalat.
1.Rasul saw bersabda: “Orang yang pertama kali mendatangi telaga al-Haudh dan yang pertama kali masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,juz 3, halaman 136, Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Tarikh-nya,juz 2, halaman 81, Al-Isti’ab, juz 2, halaman 457, Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 3, halaman 258).
2. Abu Ayyub mengatakan: “Rasul saw bersabda: ‘Sungguh malaikat telah bershalawat untukku dan untuk Ali selama 7 tahun karena karni berdua melaksanakan shalat di saat tidak ada seorang pun yang menunaikan shalat selain kami.’” (Al-Manaqib, karya Ibnul Maghazili, Usdul Ghabah, juz 4, halarnan 18, Al-Manaqib, karya Al-Khawarzimi, Kitabul Firdaus, karya Ad-Dailami, Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid dari risalah Al-Iskafi, juz 3, halaman 258, Faraidus Simthain, bab 47).
3. Ibn Abbas mengatakan: “Rasul saw bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang pertama kali melaksanakan shalat adalah Ali.’” (Faraidhus Simthain, bab 47 dengan 4 jalur).
21. Hadis al-asybah (kesamaan Imam Ali dengan para nabi).
Hadis tentang kesamaan Imam Ali dengan para nabi diriwayatkan oleh Al-Hammuyi dalam Mu’jam-nya yang dinukil dari Tarikh Ibn Bisyran, dimana kedua kelompok (Sunah-Syi’ah) sepakat dalam meriwayatkannya. Namun masing-masing mempunyai redaksi hadis yang berbeda, dan berikut ini redaksi tersebut:
1. Imam Ahmad mengeluarkan dari Abdur Razak dengan sanad dari Mu’ammar dari Zuhri dari Said bin Musyayyib dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam pemahamannya, Ibrahim dalam akhlaknya, Musa dalam munajatnya, Isa dalam sunahnya, dan Muhammad dalam kesempurnaannya maka hendaklah ia melihat pada orang yang akan datang berikut ini. Kemudian para sahabat menoleh dan bertanya-tanya siapa gerangan yang dimaksud oleh Nabi. Tiba-tiba Ali bin Abi Thalib datang.”
2. Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi (wafat 458 H) menyebutkan dalam Fadhailus Shahabah redaksi hadis sebagai berikut: “Barangsiapa yang ingin melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam ketakwaannya, Ibrahim dalam kesantunannya, Musa dalam kewibawaannya, dan Isa dalam ibadahnya, maka hendaklah ia melihat Ali bin Abi ThaIib.”
3. Al-Hafizh Ahmad bin Muhammad Al-‘Ashimi dalam kitabnya Zainul Fata fi Syarhi Surati Hal Ata’ meriwayatkan dehgan sanad dari jalur AI-Hafizh Ubaidillah bin Musa Al-‘Absi dari Abul Khamra yang mengatakan: “Rasul saw bersabda: ‘Barangsiapa yang ingin melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam pemahamannya, Ibrahim dalam kesantunannya, dan Musa dalam kekuatannya, maka hendaklah ia melihat Ali bin Abi Thalib.” Dan dengan sanad yang lain dari jalur Al-Hafizh Al-‘Absi ditambahkan: “Dan melihat Yahya bin Zakariya dalam kezuhudannya.” (Silakan Anda merujuk Al-Ghadir, juz 3, halaman 356-358).
4. Al-Khawarzirni Al-Maliki (wafat 568 H) menyebutkan dengan sanad yang terpercaya dalam Al-Manaqib, halaman 49 dari jalur Al-Baihaqi dari Abul Khamra, dimana redaksi hadisnya berbunyi: “Barangsiapa yang ingin melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam pemahamannya, Yahya bin Zakariya daIam kezuhudannya, dan Musa bin Imran dalam kekuatannya maka hendaklah ia melihat Ali bin Abi Thalib.”
5. Al-Hafizh Abu Abdillah Al-Kanji Asy-Syafi’i (wafat 658 H) meriwayatkan dalam Kifayah Al-Thalib, halaman 45 dengan sanad dari Ibn Abbas yang mengatakan: Ketika Rasulullah saw duduk bersama beberapa sahabatnya, tiba- tiba Ali datang. Dan saat Nabi saw melihatnya, beliau bersabda: “Barangsiapa di antara kalian ingin melihat Adam dalam ilmunya, Nuh dalam kebijaksanaannya, Ibrahim dalam kesantunannya, maka hendaknya ia melihat Ali bin Abi Thalib.” Lalu penulis mengatakan: ‘Persamaan Ali dengan Nabi Adam dalam ilmunya, karena Allah Swt mengajari Adam sifat segala sesuatu sebagaimana firman-Nya: “Dan Dia mengajar Adam seluruh asma (nama-nama). Begitu juga tidaklah terjadi sesuatu kecuaIi Ali mempunyai ilmu berkenaan dengannya.’”
22. Hadis pembicaraan Imam Ali dengan matahari.
Rasul saw berkata pada Ali: “Wahai Abul Hasan, berbicaralah dengan matahari karena sesungguhnya dia akan berbicara denganmu.” Kemudian Ali berkata: “Salam sejahtera bagimu wahai hamba yang taat pada Allah dan Rasul-Nya.” Matahari menjawab: “Dan bagimu salam wahai Amirul Mukminin, imam kaum yang bertakwa, dan pemimpin orang-orang yang wajahnya berseri-seri (berwarna putih). Wahai Ali, engkau dan syi’ah-mu berada di sorga. Lalu Ali sujud pada Allah dengan meneteskan air mata. Dan Rasul saw berkata: “Wahai saudaraku, wahai kekasihku, angkatlah kepalamu karena Allah telah berbangga denganmu pada penghuni langit yang tujuh.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Syaikhul Islam Al-Hammuyi dalam Faraidus Simthain, bab 38, Al-Khawarzimi dalam Al-Manaqib, halaman 68, Al-Qandusi dalam Yanabi’ul Mawaddah, halaman 140).
23. Hadis Imam Ali mengeluarkan air sumber untuk pasukan.
Abu Said at-Taimi at-Tabi’i yang dikenal dengan Uqaisha mengatakan: “Kami bersama Ali bepergian ke Syam. Ketika sampai di tengah Kufah, banyak orang merasa haus dan butuh pada air. Lalu Ali datang pada kami dan ia menginjak batu yang keras di tanah dan ia memerintahkan kami untuk mendongkel batu yang besar tersebut sehingga keluarlah air. Dan mereka pun minum sampai puas.” (Kitab Siffin, karya Nashr bin Muzahim, halaman 162 dan Al-Khatib juga menyebutnya dalam Tarikh-nya, juz 12, halaman 305, Al- Ghadir, karya Al-Amini, juz 3, halaman 392-393).
24. Hadis lahirnya Imam Ali di dalam Ka’bah.
1. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, juz 3, halaman 483 mengatakan: “Sungguh banyak hadis mutawatir yang menyebutkan bahwa Fatimah binti Asad melahirkan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib di dalam Ka’bah.”
2. Al-Hafizh Al-Kanji Asy-Syafi’i dalam Al-Kifayah dari jalur Ibn Najjah dari Al-Hakim An-Naisaburi menceritakan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib lahir di Makkah di rumah Allah yang mulia pacta malam Jum’at tanggal 13 Rajab tahun tiga puluh dari tahun Gajah. Tidak pemah seorang pun dilahirkan di rumah Allah tersebut—sebelum dan sesudahnya. Ini merupakan kemuliaan bagi beliau dan ketinggian kedudukannya.”
Kelahiran Imam Ali di dalam Ka’bah merupakan keutamaan bagi beliau. Dan berkenaan dengan hal ini, banyak ulama Ahlus Sunah yang menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka, di antaranya:
1. Murujud Dzahab, juz 2, halaman 2, karya Abul Hasan Al- Mas’udi Al-Hudzali.
2. Tadzkiratul Khawasi Ummah, halaman 7, karya Sibthu Ibnul Jauzi Al-Hanafi.
3. Al-Fusul Al-Muhimmah, halaman 14, karya Ibn Shabagh Al-MaIiki.
4. As-Sirah An-Nabawiyah, juz 1, halaman 150, karya Nuruddin Ali Al-Khilabi Asy-Syafi’i.
5. Sarh Asy-Syifa, juz 1, halaman 151, karya As-Syaikh Al- Qari Al-Hanafi.
6. Mathalibus Saul, halaman 11, karya Abu Salim Muhammad bin Thalhah Asy-Syafi’i.
7. Mukhadharatul Awail, halaman 120, karya Asy-Syaikh Ala’uddin As-Siktuwari.
8. Mirtakhunnajah fi Manaqibi ‘AliI Aba, karya Mirza Muhammad Al-Badkhasyi.
9. Al-Manaqib, karya Al-Amir Muhammad Shaleh At- Tirmidzi.
10. Madarijun Nubuwwah, karya Asy-Syaikh Abdul Khaq Ad Dahlawi.
11. Nuzhatul Majalis, juz 2, halaman 204, karya Abdurrahman ash-Shafuri Asy-Syafi’i.
12. Ayinihe Tasawuf (Persi) cetakan tahun 1311 H, karya Syah Muhammad Hasan Al-Jisty.
13. Rawahikhul Musthafa, halaman 10, karya Shadruddin Ahmad Al-Bardiwani.
14. Kitabul Khusain, juz 1, halaman 16, karya As-Sayyid Ali Jalaluddin.
15. Nurul Abshar, halaman 76, karya As-Sayyid Muhammad Mukrnin Asy-Syablanji.
16. Kifayah Ath-Thalib, halaman 37, karya Asy-Syaikh Habibullah Asy-Syankiti.
Adapun ulama-ulama Syi’ah yang menyebutkan kej adian tersebut banyak sekali, di antaranya:
1. Al-Hasan bin Muhammad bin Al-Hasan Al-Qummi dalam Tarikh Qum yang beliau tulis dan beliau ajukan kepada Ash-Shahib bin Ubbad pada tahun 378 H, dan di terjemahkan dalam bahasa Persi oleh Asy-Syaikh Al-Hasan bin Ali bin Al-Hasan Al-Qummi pada tahun 865 H.
2. Asy-Syarif Ar-Radhi (wafat 406 H) yang menyebutkan dalam Khashaisul Aimmah seraya mengatakan: “Kami tidak mengetahui orang yang dilahirkan di dalam Ka’bah selain beliau (Ali).”
3. Asy-Syarif Al-Murtadha (wafat 436 H) yang menyebutkannya dalam Sarhu Qasidah Al-Baiyah, tulisan Al-Himyari, halaman 51, cetakan mesir. Beliau mengatakan: “Tidak ada yang menandinginya dalam kemuliaan ini.”
4. Asy-Syaikh Abul Fath Al-Karajikhi (wafat 449 H) dalam Kanzul Fawaid, halaman 115.
5. Syaikh Husain bin Abdul Wahab yang menyebutkan dalam ‘Uyunul Mu’jizat.
6. Syaikh Ath-Thaifah Muhammad bin Al-Hasan At-Thusi (wafat 460 H) yang menyebutkan dalam At-Tahdzib, juz 2, juga dalam Misbahul Mutahajjid, halaman 560 dan juga dalam Al-Amali, halaman 80-82).
7. Aminul Islam Al-Fadel bin Al-Hasan ath-Thabarsi (wafat 548 H), penulis tafsir Majma’ul Bayan dimana beliau menyebutkan dalam I’lamul Wara, halaman 93: “Tidak ada seorangpun yang dilahirkan selain Imam Ali bin Abi Thalib di rumah Allah, baik sebelum maupun sesudahnya.”
8. Ibn Syahar Asy-Syub As-Sarwi (wafat 588 H) dalam Al-Manaqib, juz 1, halaman 359 dan dalam juz 2, halaman 50).
9. Imaduddin Al-Hasan Ath-Thabari Al-Amuli, penulis kitab Al-Kamil yang ditulis tahun 675 H, dimana beliau menyebutkannya dalam kitab Tukhfatul Abrar dalam pasal 8, bab 4.
10. Baharuddin Al-Irbili (wafat 692 H) dalam kitabnya Kasyful Ghummah, halarnan 19.
11. Abu Ali lbnul Fattal An-Naisaburi dalam Raudhatul Waidhin, halaman 67.
12. Hindu Syah bin Abdullah ash-Shahibi An-Nahjawani dalam Tajaribus Salaf, halaman 37.
13. Al-Allamah Al-Hasan bin Yusuf Al-Khilli (wafat 726 H) dalam dua kitabnya: Kasyful Haq dan Kasyful Yakin, halaman 5.
14. Jamaluddin Ibn Ammbah{wafat 828 H) dalam Umdah Ath-Thalib, halaman 41.
15. Asy-Syaikh Ali bin Yunus Al-Amili Al-Bayadli (wafat 877 H) dalam As-Shiratul Mustaqim.
16. As-Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-‘Amiduddin Ali Al-Husaini dalam Al-Musajjarul Kassyaf lis Sadatil Asraf, halarnan 230, cetakan Mesir.
17. Asy-Syaikh Taqiyyuddin Al-Kaf’ami dalam kitabnya Al-Misbah, halaman 512.
18. Ahmad bin Muhammad bin Abdul Ghaffar Al-Ghifari Al-Ghuswaini dalam Tarikh Nikaristhan (Persi) yang ditulis tahun 949, halaman 10, cetakan tahun 1245 H.
19. Al-Qadhi Nurullah Al-Mar’asyi (syahid 1019 H) dalam kitabnya Ikhqaqul Haq.
20. Asy-Syaikh Abdun Nabi Al-Jazairi (wafat 1021 H) dalam Hawil Akwal.
21. Asy-Syaikh Muhammad bin Syaikh Ali Al-Lahiji dalam Mahbubul Qulub.
22. Al-Maula Al-Muhsin Al-Kasani (wafat 1091 H) dalam Takwimul Muhsinin.
23. Asy-Syaikh Abul Hasan Asy-Syarif wafat (1100 H) dalam kitabnya yang mulia Dhiya’ul ‘Alamin
24. As-Sayyid Hasyi At-Taubili AI-Bahram (wafat 1107 H) dalam Ghayatul Maram.
25. Al-Allamah Al-Majlisi wafat (1110/1111 H) dalam kitab Jala’ul Uyun, halaman 80.
26. As-Sayyid Ni’matullah Al-Jazairi (wafat 1112) dalam Al-Anwar An-Nu’maniyyah.
27. As-Sayyid Ali Khan Asy-Syairazi (wafat 1118/1120 H) dalam Al-Hadaiqun Nadiyyah fi Syarhil Fawaidis Shamadiyyah.
28. As-Sayyid Muhammad Ath-Thabataba’i, kakek Ayatullah Bahrul Ulum dalam risalahnya yang membahas sejarah-sejarah kelahiran para imam dan wafat mereka.
29. As-Sayyid Abbas bin Ali bin Nuruddin Al-Musawi Al-Husaini al-Makki (wafat 1179 H) dalam kitabnya Nuzhatul Jalis, juz 1, halaman 68.
Abu Ali Al-Kha’iri (wafat 1215 H) dalam karyanya Muntahal Maqal, halaman 46.
25. Hadis “ana madinatul ilmi wa’aliyyu babuha” (saya kota ilmu dan Ali pintunya).
Hadis pertama: Harts dan ‘Ashim meriwayatkan dari Ali yang berkata: “Rasul saw bersabda: ‘Sesungguhnya Allah menciptakan aku dan Ali dari satu pohon. Aku pokoknya clan Ali cabangnya, sedangkan Al-Hasan dan Al-Husain buahnya dan pengikut Ali sebagai daunnya. Maka tiada yang keluar dari yang indah kecuali keindahan. Dan saya adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang ingin memasuki kota hendaklah mendatangi pintunya.’”
Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Rasul saw bersabda: “Saya kota ilmu dan engkau wahai Ali pintunya. Sungguh berdusta orang yang mengira bahwasannya ia akan masuk kota tanpa melalui pintunya. Allah Swt berfirman, ‘Dan datangilah rumah-rumah dari pintunya.’”
Hadis kedua: Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda: “Saya kota ilmu dan Ali pintunya. Barangsiapa menginginkan ilmu maka hendaklah ia mendatangi pintunya.”
Hadis ketiga: Jabir bin Abdillah berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda di Hari Hudaibiyah sambil memegang tangan Ali: ‘Ini adalah pemimpin orang-orang bijak, pembunuh orang-orang jahat (fajir). Orang yang membelanya akan dibela dan orang yang menghinanya akan terhina.’” Kemudian beliau mengeraskan suaranya seraya bersabda: ‘Saya kota ilmu dan Ali pintunya. Barangsiapa yang mengingihkan ilmu maka hendaknya ia mendatangi pintunya.”
Masih banyak hadis yang lain yang disebutkan oleh para ulama dalam karya-karya mereka yang menguatkan dan mendukung kebenaran hadis yang telah lain, di antaranya:
Nabi bersabda: “Saya rumah hikmah dan Ali pintunya.” (Hadis ini dikeluarkan oleh At-Tirrnidzi dalam kitab Jami’ Shahih-nya, juz 2, halaman 214, Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, juz 1, halaman 64, Al-Baghawi dalam kitab Mashabihus Sunnah, juz 2, halaman 275.
Nabi bersabda: “Saya rumah ilmu dan Ali pintunya.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Baghawi dalam kitab Mashabihus Sunnah sebagaimana disebutkan oleh Ath-Thabari dalam kitab Dzakhairul ‘Uqbah, halaman 77).
Nabi bersabda: “Saya timbangan ilmu dan Ali kedua neracanya.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Ad-Dailami dalam kitab Firdausul Akbar dan Al-Ajluni yang menukil dari kitab Khasful Khafa’, juz 1, halaman 204).
Nabi bersabda: “Saya timbangan hikmah dan Ali penyampainya.” (Hadis ini disebutkan oleh Al-Ghazali dalam Risalah Al-Aqliyah dan diceritakan darinya oleh Al-Maibadi saat memberikan syarah Diwan yang dinisbatkan pada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib).
Nabi bersabda: “Ali adalah pintu ilmuku dan penjelas bagi umatku.” (Kanzul Ummal, juz 6, halaman 156, dan kitab ‘Al-Qaulu Al-Jali fi Fadhaili Ali, karya Suyuti, hadits ketigapuluh delapan).
Nabi bersabda: “Saya kota pengetahuan dan Ali pintunya.” (Riwayat ini disebutkan oleh Abu Imohoffar Sibthu Ibnul Jauzi dalam kitab Tadzkiratul Khawas, halaman 29, dan disebutkan juga oleh Abul Hasan Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Iraq dalam kitab Tanzihus Syari’ah).
Keshahihan Hadis
Banyak ulama yang meyakini keshahihan hadits “Ana madinatul ilmi wa’aliyun babuha”. Tidak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa hadis ini hadis hasan, dan mereka menyangkal anggapan yang mengatakan bahwa hadis ini hadis dhaif. Dan di antara pakar dan ulama yang menganggap hadis ini sebagai hadis yang shahih sebagai berikut:
- Al-Hafizh Abu Zakariya Yahya bin Mu’in Al-Baghdadi (wafat 233 H) sebagaimana disebutkan oleh Al-Khatib dan Abul Hajjaj Al-Mizzi serta Ibn Hajjar dan lain-lain.
- Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat 310 H) yang menganggapnya shahih dalam kitab Tahdzibul Atsar.
- Abu Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi (wafat 405 H) yang menganggapnya shahih dalam kitab Al-Mustadrak.
- Al-Hafizh Abu Muhammad As-Samarqandi (wafat 491 H) dalam kitab Bahrul Asyahid.
- Majduddiin Al-Fairuz Abadi (wafat 816 H) yang menganggapnya shahih dalam kitab An-Naqdu as-Shahih.
- Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) yang menganggapnya shahih dalam kitab Jam’ul Jawami’.
- As-Sayyid Muhammad Al-Bukhari yang menganggapnya shahih dalam kitab Tadzkiratul Abrar.
- Al-Amir Muhammad Al-Yamani Ash-Shan’ani (wafat tahun 1182 H) dalam kitab Ar-Raudhah An-Nadiyah.
- Al-Maulawi Hasan Zaman yang menganggapnya shahih dalam kitab Al-Qaul Al-Muhtasan.
26. Hadis tentang perintah Rasul pada Imam Ali untuk menyampaikan surah Al-Bara’ah atau At-Taubah.
Rasulullah saw mengutus Abu Bakar ke Makkah dengan membawa ayat-ayat pertama dari surah Al-Bara’ah agar dibacakan pada penduduk Makkah. Lalu Jibril datang dari sisi Allah Swt seraya berkata: “Tidak ada orang yang akan menyampaikan darimu kecuali engkau dan orang yang berasal darimu.” Lalu Rasulullah saw mengutus Ali untuk menunggang onta beliau yang bemama al-Adhba’ atau al- Jad’a seraya berkata: “Susul dia dan selama engkau menemuinya maka ambillah surat darinya (Abu Bakar) dan pergilah ke penduduk Makkah dan bacakanlah pada mereka.”
Kejadian ini dikeluarkan oleh banyak ulama hadis dengan berbagai jalur yang shahih yang mungkin mencapai derajat tawatur menurut sebagian mereka. Dan berikut ini daftar para ulama yang mengeluarkan riwayat tersebut:
1. Abu Muhammad Isma’il As-Suddi Al-Kuffi (wafat 128 H).
2. Abu Muhammad Abdul Malik Ibnu Hisyam Al-Bashri (wafat 218 H).
3. Abu Abdillah Muhammad bin Sa’ad az-Zuhri (wafat 230 H).
4. Al-Hafizh Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah al-Absi al-Kufi (wafat 235 H).
5. Al-Hafizh Abul Hasan Ibnu Abi Syaibah al-Absi al-Kufi (wafat 239 H).
6. Imam Ahmad bin Hambal Asy-Syaibani (wafat 241 H).
7. Al-Hafizh Abu Muhammad Abdillah Ad-Darimi Shahibus Sunan (wafat 255 H).
8. Al-Hafizh Abu Abdillah bin Majjah Al-Guswaini, penulis As-Sunan (wafat 273 H).
9. Al-Hafizh Abu Isa At-Tirmidzi, penulis Ash-Shahih (wafat 279 H).
10. Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Abi ‘Asyim Asy- Syaibani (wafat 287 H).
11. Al-Hafizh Abu Abdurrahman Ahmad An-Nasa’i, penulis As-Sunan (wafat 303 H).
12. Al-Hafizh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat 310 H).
13. Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Ishak Ibn Khuzaimah An-Naisaburi (wafat 311 H).
14. Al-Hafizh Abu Awanah Yakub An-Naisaburi, penulis Al-Musnad (wafat 316 H).
15. AI-Hafizh Abul Qasim Abdullah Al-Baghawi, penulis Al-Mashabih (wafat 317 H).
16. Al-Hafizh Abdurrahman bin Abu Hatim At-Tamimi (wafat 327 H).
17. Al-Hafizh Abu Hatim Muhammad bin Hibban At- Tamimi (wafat 354 H).
18. Al-Hafizh Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath- Thabrani (wafat 360 H).
19. Al-Hafizh Abu Syaikh (wafat 369 H).
20. Al-Hafizh Ali bin Umar Ad-Darquthni (wafat 385 H).
21. Al-Hafizh Abu Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi, penulis Al-Mustadrak (wafat 405 H).
22. Al-Hafizh Abu Bakar bin Mardawih Al-Isbahani (wafat 416 H).
23. Al-Hafizh Abu Nu’aim Ahmad Al-Isbahani, penulis kitab Hilyatul Auliya (wafat 430 H).
24. Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, penulis As-Sunan (wafat 458 H).
25. Al-Faqih Abul Hasan Ali lbnul Maghazili Asy-Syafi’i (wafat 483 H).
26. Al-Hafizh Abu Muhammad Al-Husain AI-Bahgawi Asy-Syafi’i (wafat 516 H).
27. Al-Hafizh Najmuddin Abu Hafes An-Nasafi As-Samarqandi Al-Hanafi (wafat 537 H).
28. Al-Hafizh Abul Qasil Jarallah Az-Zamakhsyari Asy-Syafi’i (wafat 538 H).
29. Abu Abdillah Yahya Al-Qurtubi, penulis At-TafsiruI Kabir (wafat 567 H).
30. Al-Hafizh Abul Mu’ayyad Muwaffaq bin Ahmad Al-Khawarzimi Al-Hanafi (wafat 568 H).
31. Al-Hafizh Abul Qasim lbn Asakir Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i (wafat 571 H).
32. Abul Qasim Abdurrahman Al-Khatsarni As-Suhaili Al-Andalusi (wafat 581 H).
33. Abu Abdillah Muhammad bin Umar Al-Fakhrur Razi Asy-Syafi’i (wafat 606 H).
34. Abus Sa’adat lbnul Atsir Asy-Syaibani Asy-Syafi’i (wafat 606 H).
35. Al-Hafizh Abul Hasan Ali bin Atsir Asy-Syaibani (wafat 630 H).
36. Abu Abdillah Dhiya’ Uddin Muhammad Al-Maqdisi Al-Hambali (wafat 643 H).
37. Abu Salim Muhammad bin Thalhah Al-Qurasyi An- Nasibi Asy-Syafi’i (wafat 652 H).
38. Abul Mudhaffar Yusuf Sibthu Ibnul Jauzi Al-Hanafi (wafat 654 H).
39. Izzuddin Ibn Abil Hadid Al-Mu’tazili (wafat 655 H).
40. Al-Hafizh Abu Abdillah Al-Kanji Asy-Syafi’i (wafat 658 H).
41. Al-Qadhi Nasiruddin Abul Khair AI-Baidhawi Asy-Syafi’i (wafat 685 H).
42. Al-Hafidz Abul Abbas Muhibbuddin At-Thabari As- Syafi’i (wafat 694 H).
43. Syaikhul Islam Abu Ishak Ibrahim AI-Hammuyi (wafat 722 H).
44. Waliyuddin Muhammad Al-Khatib Al-Amri At-Tabrizi, penulis kitab Misykatul Mashabih (wafat 737 H).
45. ‘Alauddin Ali bin Muhammad Al-Khazin, penulis kitab tafsir (wafat 741 H).
46. Atsiruddin Abu Hibban Al-Andalusi, penulis kitab tafsir (wafat 745 H).
47. Al-Hafizh Syamsuddin Muhammad Adz-Dzahabi Asy-Syafi’i (wafat 748 H).
48. Nidhamuddin Al-Hasan An-Naisaburi, penulis tafsir.
49. Al-Hafizh Imaduddin Isma’il Ibn Katsir Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i (wafat 774 H).
50. Al-Hafizh Abul Hasan Ali bin Abu Bakar Al-Haitsami Asy-Syafi’i (wafat 807 H).
51. Taqiyyuddin Ahmad bin Ali Al-Mugrizi Al-Hanafi (wafat 845 H).
52. Al-Hafizh Abul Fadel Ibn Hajar Ahmad Al-Atsqallani Asy-Syafi’i (wafat 852 H).
53. Nuruddin Ali bin Muhammad bin Ash-Shabbagh Al-Makki Al-Maliki (wafat 855 H).
54. Badruddin Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini Al-Hanafi (wafat 855 H).
55. Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman As-Sakhawi yang tinggal di Haramain (wafat 902 H).
56. Al-Hafizh Jalaluddin Abdurrahrnan As-Suyuti Asy-Syafi’i (wafat 911 H).
57. Al-Hafizh Abul Abbas Ahmad Al-Qusthallani Asy-Syafi’i (wafat 923 H).
58. Al-Hafizh Abu Muhammad Abdurahman Ibn Daiba’ Asy-Syaibani Asy-Syafi’i (wafat 944 H).
59. Al-Mu’arrikh Ad-Diyar Al-Bakri, penulis Tarikhul Khamis (wafat 966/982 H).
60. Al-Hafizh Sihabuddin Ahmad IbnHajar Al-Haitsami Asy-Syafi’i (wafat 974 H).
61. Al-Muttaqi Ali bin Hussamuddin Al-Qurasyi Al-Hindi yang tinggal di Makkah (wafat 975 H).
62. Al-Hafizh Zainuddin Abdur Ra’uf Al-Manawi Asy-Syafi’i (wafat 1031 H).
63. Al-Faqih Syaikh bin Abdullah Al-Idrus Al-Husaini Al-Yamani (wafat 1041 H).
64. Asy-Syaikh Ahmad Ibn Bakatsir Al-Makki Asy-Syafi’i, penulis Al-Wasilah (wafat 1047 H).
65. Abu Abdillah Muhammad Az-Zurqani Al-Mishri Al- Maliki (wafat 1122 H).
66. Mirza Muhammad Al-Badkhisyi, penulis Miftahun Naja’.
67. As-Sayyid Muhammad bin Isma’il Ash-Shan’ani Al- Husaini (wafat 1182 H).
68. Abul Irfan Asy-Syaikh Muhammad Ash-Shabban Asy-Syafi, penulis kitab Is’afur Raghibin (wafat 1206 H).
69. Al-Qadhi Muhammad bin Ali Asy-Syaukani Ash-Shan’ani (wafat 1250 H).
70. Abu Tsana’ Sihabuddin As-Sayyid Mahmud Al-Alusi Asy-Syafili (wafat 1270 H).
71. Asy-Syaikh Sulaiman bin Ibrahim Al-Qandusi Al-Husaini Al-Hanafi (wafat 1293 H).
72. As-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan Al-Makki Asy-Syafi’i (wafat 1304 H).
73. As-Sayyid Mukmin Asy-Syablanji, penulis kitab Nurul Abshar.
Teks hadis Al-Bara’ah dan jalur-jalurnya:
1. Ali bin Abi Thalib dari jalur Zaid bin Yutsai’ meriwayatkan: “Ketika turun 10 ayat dari surah Al-Bara’ah pada Nabi saw, beliau memanggil Abu Bakar agar membacakan pada penduduk Makkah lalu beliau memanggilku seraya bersabda: ‘Susullah Abu Bakar! Dimana pun kamu menemuinya maka ambillah surat darinya dan pergilah dengan membawanya ke penduduk Makkah dan bacakanlah pada mereka. Lalu aku mengejarnya di Juhfah dan aku mengambil surat darinya dan Abu Bakar pulang seraya mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, apakah turun sesuatu pada diriku?’ Beliau menjawab: ‘Tidak ada, akan tetapi Jibril datang padaku dengan mengatakan, ‘Tidak akan menyampaikan darimu kecuali engkau atau seorang lelaki darimu.’” (Hadis ini dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawaidul Musnad, Al-Hafizh Abu Syaikh, dan Ibn Mardawih. As-Suyuti pun meriwayatkannya dari mereka dalam Ad-Durrul Mantsur, juz 3, halaman 209, Kanzul Ummal, juz 1, halaman 247, Asy-Syaukani dalam Tafsir-nya, juz 2, halaman 319 dan juga dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 147, Dzakhairul ‘Uqbah, halaman 69, Tarikh Ibn Katsir, juz 5, halaman 38 dan dalam juz 7, halaman 357, juga dalam Tafsir-nya, juz 2, halaman 333, Al-Manaqib, karya Al-Khawarzimi, halaman 99, Faraidus Simthain, karya Al-Hammuyi, Majma’uz Zawaid, juz 7, halaman 29, Syarh Shahih Al-Bukhari, karya Al-‘Aini, juz 8 halaman, 637, Washilatul Ma’al, karya karya Ibn Bakatsir, Syarhul Mawahibil Ladduniyyah, karya Az-Zurqani, juz 3, halaman 91, dan Tafsir Al-Manar, juz 10, halaman 157).
2. Zaid mengatakan: “Surah Al-Bara’ah turun, lalu Rasulullah saw mengutus Abu Bakar. Tak beberapa lama beliau mengirim Ali dan memerintahkannya untuk mengambil alih tugas Abu Bakar. Ketika Abu Bakar pulang, dia mengakatakan: ‘Apakah turun sesuatu pada diriku?’ Nabi menjawab: ‘Tidak, akan tetapi saya diberitahu bahwa yang boleh menyampaikan pesan tersebut hanya saya atau seorang lelaki dari ahlul baitku.’” (Tafsir Ath-Thabari, juz 10, halaman 46 dan Tafsir Ibn Katsir, juz 2, halaman 333).
3. Zaid juga mengatakan: “Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus Abu Bakar dengan membawa surah Al-Bara’ah ke penduduk Makkah. Tiba-tiba Ali dipanggil oleh Nabi dan diperintahkan untuk mengambil aIih tugas Abu Bakar, dimana beliau berkata kepada Ali: ‘Ambillah surat tersebut dan pergilah ke penduduk Makkah!’ LaIu Ali menyusul Abu Bakar dan mengambil surat darinya. Dan Abu Bakar pulang dalam keadaan sedih, lalu ia mengatakan pada Rasul saw: ‘Apakah turun untukku sesuatu ya Rasulullah?’ Rasul menjawab: ‘Tidak, akan tetapi saya di perintahkan bahwa yang boleh menyampaikan pesan tersebut hanya saya atau seseorang dari ahlul baitku” (Al-Khashais, karya An-Nasa’i, halaman 2 dan Al-Amwal, karya Abu Ubaid, halaman 165. Ahmad juga menyebutkannya dalam Musnad-nya, juz 1, halaman 151, Al- Kanji dalam Al-Kifayah, halaman 126 yang dinukil dari Ahmad dan Ibn Asakir, juga Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid, juz 7, halaman 29).
4. Khanas meriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi ThaIib berkata: “Ketika Nabi saw mengutusnya untuk menyampaikan surah Al-Bara’ah, Ali berkata: ‘Wahai Nabi Allah, sesungguhnya saya bukanlah orang yang pandai berbicara dan pandai berkhotbah. Rasul menjawab: ‘Yang harus menyampaikannya sara atau kamu.’ Lalu Ali berkata: ‘Kalau seandainya saya harus pergi maka saya akan pergi.’
Rasul berkata: ‘Pergilah, karena sesungguhnya Allah akan menetapkan lidahmu dan memberi petunjuk pada hatimu.’ Lalu Rasulullah meletakkan tangannya pada mulut Ali.” (Musnad Ahmad, juz 1, halaman 150, Ar-Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 174, Tafsir Ibn Katsir, juz 2, halaman 333, Ad-Durrul Mantsur, juz 3, halaman 210 yang dinukil dari Abu Syaikh, dan Kanzul Urnrnal, juz 1, halaman 247).
5. Abu Bakar bin Abu Quhafah menceritakan: “Nabi mengutusnya dengan membawa surah Al-Bara’ah pada penduduk Makkah. Tidak ada seorang musyrik pun yang haji setelah tahun ini; tidak ada orang yang tawaf dalam keadaan telanjang di sekitar Ka’bah; dan tidak ada yang masuk surga kecuali jiwa yang Muslim. Dan Allah serta Rasul-Nya berlepas tangan dari orang-orang musyrik. Lalu beliau mengatakan pada Ali: “Susullah Abu Bakar dan sampaikanlah pada ilia bahwa engkau yang akan mengambil tugasnya. Dan Ali pun melaksanakan perintah Nabi tersebut. Kemudian Abu Bakar datang pada Nabi sambil menangis dan berkata: “Ya Rasulullah, apakah terjadi sesuatu pada diriku?” Rasul bersabda: ‘Tidak terjadi apa-apa pada dirimu, akan tetapi saya diperintahkan untuk tidak menyampaikan pesan itu kecuali saya atau seseorang dari (keluarga)ku.’” (Riwayat ini dikeluarkan Ahmad dalam Musnad-nya, juz 1, halaman 3, Ad-Darquthni dalam Al-Afrad sebagaimana terdapat dalam Kanzul Ummal, juz 1, halaman 246, Al-Kanji dalam Kifayah, halaman 125 yang dinukil dari Ahmad, Abu Nu’aim, dan Ibn Asakir, sedangkan Ibn Katsir menyebutnya dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 357).
6. Ibn Abbas mengatakan: “Rasul saw mengutus Abu Bakar dan memerintahkannya untuk memanggil (penduduk Makkah) dengan kalimat-kalimat ini. Ketika Abu Bakar sampai di tengah jalan, tiba-tiba ia mendengar suara unta Rasulullah yang bernama al-Qashwa sehingga Abu Bakar menjadi takut karena dia mengira bahwa itu adalah Rasulullah saw. Namun ternyata yang datang adalah Ali. Kemudian Abu Bakar menyerahkan padanya surat Rasulullah dan memerintahkan Ali untuk membacakan kalimat-kalimat ini: “Sesungguhnya tidak seyogianya menyampaikan sesuatu dariku kecuali seseorang dari keluargaku.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dalam Jami’-nya, juz 2, halaman 135, Al-Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 9, halaman 224, Al-Khawarzimi dalam Al-Manaqib, halaman 99, Ibn Thalhah dalam Mathalibus Saul, halaman 17, Asy-Syaukani dalam Tafsir-nya, juz 2, halaman 319 yang dinukil dari At-Tirmidzi, Ibn Abi Hatim, Al-Hakim, Ibn Mardawih, dan Al-Baihaqi dengan teks yang lebih singkat. Sedangkan Ibn Hajar menyebutkannya dalam Fathul Bari, juz 8, halaman 256).
7. Ibn Asakir meriwayatkan dengan sanad dari jalur Al-Hafizh Abdur Razak dari Ibn Abbas yang mengatakan: “Aku berjalan bersama Umar bin Khatab di sepanjang gang di Madinah lain dia mengatakan, ‘Wahai Ibn Abbas, aku mengira bahwa masyarakat meremehkan sahabatmu dimana mereka tidak menjadikannya sebagai orang yang mengurusi perkara-perkara mereka.’ Kemudian aku mengatakan, ‘Demi Allah, ia (Ali) tidak diremehkan oleh Rasulullah karena ia dipilih untuk membawa surah Al-Bara’ah dan membacakannya pada penduduk Makkah.’ Lalu dia mengatakan padaku, ‘Seharusnya engkau mengatakan: ‘Demi Allah, aku mendengar Rasulullah saw bersabda pada Ali bin Abi Thalib, ‘Barangsiapa yang mencintaimu maka dia mencintaiku, dan barangsiapa mencintaiku maka dia mencintai Allah, dan barangsiapa mencintai Allah maka Allah akan memasukkannya dalam surga.’” (Kanzul Ummal, juz 6, halaman 391 dan Syarah Nahjul Balaghah, karya Ibn Abil Hadid, juz 3, halaman 105).
8. Anas bin Malik mengatakan: “Rasulullah saw mengutus Abu Bakar untuk menyampaikan surah Al-Bara’ah pada penduduk Makkah. Kemudian beliau memanggil kembali Abu Bakar seraya bersabda: ‘Tidak layak menyampaikan perintah ini kecuali seorang lelaki dari keluargaku.’ Lalu beliau saw memanggil Ali dan memberikan surah Al-Bara’ah pada Ali.’” Sedangkan dalam redaksi yang disampaikan oleh Ahmad disebutkan: “Rasulullah saw mengutus Abu Bakar ash-Shiddiq dengan membawa surah Al-Bara’ah. Ketika sampai di Dzilkhulaifah, beliau bersabda: ‘Tidak ada yang pantas menyampaikan perintah ini kecuali saya atau seseorang dari keluargaku.’ Lalu beliau mengutus Ali untuk menyampaikan perintah ini.” (Jalur-jalur hadis ini berasal dari orang-orang yang terpercaya. Riwayat ini disebutkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, juz 3, halaman 112 dan 283, At-Tirmidzi dalam Jami’-nya, juz 2, halaman 135, cetakan India, An-Nasa’i dalam Khasais-nya, halaman 20, Ibn Katsir dalam Tarikh-nya, juz 5, halaman 38 dari At- Tirmidzi dan Ahmad, dan dalam Tafsir- nya, juz 2, halaman, 333, Al-Khawarzimi dalam Al-Manaqib, halaman 99, Al-Kusthallani dalam Syarh Shahihil Bukhari, juz 7, halaman 136, Ibn Hajardalam Syarh Al-Bukhari, juz 8, halaman 256, dan Al-‘Aini dalam Syarh Al-Bukhari, juz 8, halaman 637, Ibn Thalhah dalam Mathalibus Saul, halaman 17, As-Suyuti dalam Ad-Durrul Mantsur, juz 3, halaman 209 yang menukil dari Ibn Abi Syaibah, Ahmad, At-Tirmidzi, Abu Syaikh, dan Ibn Mardawih, Kanzul Ummal, juz 1, halaman 249 dari Ibn Abi Syaibah, az-Zurqani dalam Syarhul Mawahib, juz 3, halaman 91, Asy-Syaukani dalam Tafsir-nya, juz 2, halaman 319, Al-Alusi dalam Tafsir-nya, juz 3, halaman 268 yang menukil dari Ahmad, At-Tirmidzi, dan Abu Syaikh, dan Tafsir Al-Manar, juz 10, halaman 157).
9. Abu Said Al-Khudri mengatakan: “Rasul mengutus Abu Bakar untuk menyampaikan surah Al-Bara’ah. Namun beliau memerintahkan Ali untuk mengambil alih tugas yang sudah diserahkan kepada Abu Bakar seraya bersabda, ‘Wahai AIi, tugas itu hanya aku atau kamu yang patut melaksanakannya.’ Lalu Ali pergi dengan mengendarai unta Nabi saw yang bemama al-Adhba’ untukmenyusul Abu Bakar dan mengambil darinya surah Al-Bara’ah. Kemudian Abu Bakar mendatangi Rasul saw dalam keadaan ketakutan karena khawatir ada sesuatu yang turun pada dirinya. Ketika dia berada di hadapan Nabi saw, dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, apa terjadi sesuatu padaku?’ Rasul menjawab: ‘Engkau adalah saudaraku dan sahabatku di dalam gua. Hanya saja, tidak ada orang yang menyampaikan tug as dariku kecuali aku atau seseorang dari keluargaku.’” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibn Hibban dan Ibn Mardawih sebagaimana terdapat juga dalam Ad-Durrul Mantsur, karya As-Suyuti, juz 3, halaman 209, Ruhul Ma’ani, karya Al-Alusi, juz 3, halaman 268, Ibn Hajar dalam Fathul Bari, juz 8, halaman 256 dari jalur Amr bin Atiyah dari ayahnya dari Abu Said).
Habasyi bin Junadah meriwayatkan bahwa Rasul saw bersabda: “Ali dariku dan aku darinya. Tiada orang yang menyampaikan tugasku kecuali aku dan Ali.” (Ini adalah hadis shahih, dimana perawi-perawinya terpercaya. Ahmad bin Hambal menyebutkannya dengan beberapa jalur dalam Musnad-nya, juz 4, halaman 164-165, At-Tirmidzi dalam Shahih-nya, juz 2, halaman 213, An-Nasa’i dalam Al- Khashais, halaman 20, Ibn Majah dalam As-Sunan, juz 1, halaman 57, Al-Baghawi dalam Al-Mashabih, juz 2, halaman 275, Al-Khatib Al-‘Amri dalam Al-Misykat, halaman 556, Al- Faqih Ibnul Maghzili dalam Al-Manaqib, Al-Kanji dalam Al- Kifayah, halaman 557, An-Nawawi dalam Tahdzibul Asma’i wal Lughat, Muhibbuddin Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An- Nadhirah, juz 2, halaman 74 dari Al-Hafizh As-Salafi, Sibthu Ibnul Jauzi dalam Tadzkiratul Khawas, halaman 23, Adh- Dhahabi dalam Tadzkiratul Khuffazh ketika menyebutkan biografi Suwaid bin Said, Ibn Katsir dalam Tarikh-nya, juz 7, halaman 356, As-Sakhawi dalam Al-Maqasidul Hasanah, Al- Manawi dalam Kunuzud Daqaik, halaman 92, Al-Humwaini pacta bab 7 dari kitab Faraidus Simthain, Jalauddin As-Suyuti dalam Al-Jami’us Shaghir dan juga dalam Jam’ul Jawami’ sebagaimana terdapat juga dalam Tartib-nya, juz 6, halaman 153, Ibn Hajar dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 73, Al-Muttaqi Al-Hindi dalam Kanzul Ummal, Al-Badhisyani dalam Nuzulul Abrar, halaman 9 yang menukil dari Ibn Abi Syaibah, Ahmad, Ibn Majah, At-Tirmidzi, Al-Baghawi, Ibn Abi ‘Asim, An-Nasa’i, Ibn Qani’, Ath-Thabarani, Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi, dan Al-Jarudi. AI-Faqih Syaikh bin Idrus juga menyebutnya dalam Al-Aqdun Nabawi, Al-Amir Muhammad Ash-Shan’ani dalam Ar-Raudhah An-Nadiyah, Al-Qandusi dalam Yanabi’ul Mawaddah, Asy-Syablanji dalam Nurul Abshar, halaman 78, dan Ash-Shabban dalam Is’afur Raghibin dalam catatan pinggir kitab Nurul Abshar, halaman 155).
27. Hadis Ath- Tha’irul Masywi (Ayam Panggang).
Anas Ibn Malik mengatakan: “Setiap hari orang-orang Anshar berbagi tugas untuk membantu Nabi. Suatu hari, datang giliranku. Ummu Aiman membawakan lauk ayam kepada Nabi seraya berkata: ‘Ya Rasulullah, saya telah menangkap dan memasak sendiri ayam ini untukmu.’ Lalu Nabi berkata: ‘Ya Allah, kirimlah orang yang terbaik dari hamba-Mu yang turut serta menikmati hidangan ini bersamaku.’ Pada saat itu ada orang yang mengetuk pintu dan beliau berkata kepadaku: ‘Wahai Anas, bukakanlah pintu!’ Aku berkata dalam hatiku: ‘Semoga yang Allah kirim ini orang Anshar!’ Tetapi saya menemukan Ali di depan pintu dan saya berkata: ‘Nabi sedang sibuk.’ Kemudian saya kembali ke tempat saya semula. Lalu terdengar lagi suara ketukan pintu, dan Nabi berkata: ‘Bukakanlah pintu!’ Lagi-lagi saya berharap yang datang kali ini adalah orang Anshar. Sara membuka pintu, tetapi yang datang adalah Ali. Saya berkata: ‘Nabi sedang sibuk.’ Dan saya kembali lagi ke tempat semula. Kemudian ada orang yang mengetuk pinto, dan Nabi berkata: ‘Wahai Anas, bukakanlah pintu, dan bawa orang itu masuk!’ Saya pun mempersilakan Ali masuk dan dia menikmati. hidangan ayam itu bersama Nabi. (Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 131 dengan sanad dari Anas bin Malik).
28. Imam Ali adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah saw.
Seorang lelaki datang ke ayah Abu Buraidah dan menanyakan padanya tentang orang yang paling dicintai oleh Rasulullah saw, lain dia mengatakan: “Dari kalangan wanita adalah Fatimah, putri beliau, dan dari kalangan pria adalah Ali.” ( Al-Mustadzrak, juz 3, halaman : 90).
29. Jiwa Ali seperti jiwa Rasulullah saw.
Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam Musnad-nya bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai Banu Wali’ah, hendaknya kalian menyelesaikan urusan kalian, atau akan aku utus kepada kalian seorang lelaki yang jiwanya seperti jiwaku untuk menyelesaikan urusan yang terjadi antara aku dan kalian.’Lalu Rasulullah saw menoleh kepada Ali dengan memegang tangannya sambil mengatakan hal tersebut dua kali.” (Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 91-92, An-Nasa’i juga meriwayatkan dalam kitab Al-Khashais, begitu juga Muwaffaq bin Ahmad Al-Khawarzimi Al-Makki).
30. Barangsiapa yang mencaci maki Ali berarti dia mencaci maki Rasulullah saw.
Abu Abdillah Al-Judali mengatakan: “Aku menemui Ummu Salamah, lalu dia mengatakan kepadaku: ‘Apakah ada seseorang yang mencaci maki Rasulullah di antara kalian?’ Aku menjawab: ‘Subhanallah (Maha Suci Allah), saya berlindung pada Allah dari hal itu.’ Ummuh Salamah melanjutkan: ‘Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Barangsiapa mencaci maki Ali, maka dia mencaci maki aku.’” (Riwayat ini disebutkan oleh An-Nasa’i dalam kitab Al-Khashais. Dalam kitab Mukhtashar Tarikh Syu’ara Asy-Syiah, disebutkan riwayat yang sangat panjang yang teks terakhimya berbunyi: Rasul saw berkata pada Ali: “Wahai Ali, barangsiapa mencacimu berarti dia mencaci aku, dan barangsiapa mencaci aku berarti dia mencaci Allah, dan barangsiapa mencaci Allah, maka Allah akan memasukkannya dalam neraka Jahanam.” (Al-Mustadrak, juz 3, halaman 9-93).
31. Cinta pada Ali berarti cinta pada Rasulullah, membenci Ali berarti membenci Rasulullah, dan mengganggu Ali berarti mengganggu Rasulullah.
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mencintai Ali maka dia mencintai aku, dan barangsiapa membenci Ali maka dia membenciku, dan barangsiapa mengganggu Ali maka dia menggangguku, dan barangsiapa menggangguku maka maka dia mengganggu Allah.” (Al-Mustadzrak, juz 3 halaman 93).
32. Menaati Ali berarti menaati Rasulullah saw, dan menentang Ali berarti menentang Rasulullah saw.
Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak meriwayatkan dengan sanad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa taat kepadaku berarti dia taat kepada Allah, dan barangsiapa menentangku berarti dia menentang Allah, dan barangsiapa menaati Ali berarti dia menaatiku, dan barangsiapa menentang Ali berarti dia menentangku.” (Al-Hakim mengatakan: “Ini adalah hadis shahih sanad-nya, akan tetapi Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Sedangkan Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadis ini shahih dalam kitab Talkhis Al-Mustadzrak. Silakan Anda lihat Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 94).
33. Menjauhi Ali sama dengan menjauhi Rasulullah saw.
Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak meriwayatkan dengan sanad dari Abu Dzar bahwa Nabi saw bersabda: “Wahai Ali, barangsiapa menjauhiku maka dia menjauhi Allah, dan barangsiapa menjauhimu maka dia menjauhiku.” (Al- Mustadzrak, juz 3, halaman 94).
34. Pujian bagi orang yang mencintai Ali dan celaan bagi orang yang membenci Ali.
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadzrak dari jalur Ahmad bin Hambal dengan sanad dari Amr bin Yasir yang mengatakan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Wahai Ali, berbahagialah orang yang mencintaimu dan yang setia bersahabat denganmu, dan celakalah orang yang membencimu dan mendustakanmu.” (Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 95).
35. Imam Ali adalah penghulu kaum mukmin dan pemimpin orang-orang yang berwajah seri di Hari Kiamat.
Abu Nu’aim Al-Ishbahani meriwayatakan dalam kitab Hilyatul Aulia dengan sanad dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai Anas, pertama kali orang yang menemuimu dari pintu ini adalah pemimpin kaum mukmin, penghulu kaum Muslimin, dan pemimpin orang-orang yang berwajah berseri- seri.” (Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 96 -97).
36. Imam Ali adalah penghulu orang-orang Arab.
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadrak dengan sanad dari ‘Urwah dari ayahnya dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Panggillah penghulu orang-orang Arab.” Perawi mengatakan: “Wahai Rasulullah, bukankah engkau penghulu orang Arab.” Nabi menjawab: “Aku adalah penghulu semua anak Adam, sedangkan Ali adalah penghulu orang-orang Arab.” (Riwayat ini juga disebutkan oleh Abu Nu’aim Al-Ishbahani dalam Hilyatul Aulia dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 97).
37. Imam Ali adalah penghulu semua makhluk Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadzrak dari Abdullah bin Abbas yang mengatakan: Rasulullah saw melihat wajah Ali seraya bersabda: “Wahai Ali, engkau adalah pemimpin di duma dan di akhirat. Orang yang engkau cintai adalah orang yang aku cintai, dan orang yang aku cintai adalah orang yang dicintai oleh Allah. Musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Celakalah siapa saja yang membencimu sepeninggalku.” (Al-Mustadzrak, juz 3, halaman 98).
38. Imam Ali adalah penghulu orang-orang yang bijak.
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitab Al-Mustadrak dengan sanad yang di dalamnya ada Ahmad bin Abdullah bin Yazid Al-Hurani dari Jabir bin Abdullah yang mengatakan: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda.: “Ini (Ali) adalah penghulu orang-orang yang bijak, pembunuh orang-orang yang jahat. Orang yang menolongnya akan ditolong, clan orang yang menghinanya akan terhina.” (Al-Mustadzrak, juz, 3, halaman 98-99).
39. Perkataan Imam Ali: “Saluni qabla an-tafqiduni” (bertanyalah padaku sebelum kalian kehilangan aku).
Imam Ali berkata: “Bertanyalah kalian padaku sebelum kalian tidak dapat bertanya padaku, dan kalian tidak dapat bertanya pada orang sepertiku setelah aku wafat.” (Al-Hakim menyebutnya dalam Al-Mustadzrak,juz 2, halaman 46, dan Adh-Dhahabi dalam Talkhis-nya).
Ali bin Abi Thalib berkata: “Sungguh kalian tidak bertanya padaku tentang satu ayat dalam kitab Allah Swt dan sunah Rasul saw kecuali aku akan memberitahukan pada kalian tentang hal tersebut.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, juz 4, halaman 231).
Ali bin Abi Thalib berkata: “Bertanyalah padaku! Demi Allah, kalian tidak bertanya padaku tentang sesuatu yang terjadi sampai Hari Kiamat kecuali saya akan memberitahu pada kalian. Dan bertanyalah padaku tentang kitab Allah! Demi Allah, tiada satu ayat pun kecuali saya lebih mengetahui tentang turunnya: apakah di waktu malam, atau siang, di dataran rendah ataupun di gunung.” (Riwayat ini disebutkan oleh Abu Umar dalam Jami’u Bayanil Ilm, juz 1, halaman.114, Al-Muhib Ath-Thabari dalam Ar-Riyadh An-Nadhirah,juz 2, halaman 198, Tarikhkul Khulafa’, karya As-Suyuti, halaman 124, danjuga Al-‘Itqan, juz 2, halaman 319, Tahdzibut Tahdzib, juz 7, halaman 338, Fathul Bari, juz 8, halaman 485, ‘Umdatul Qari, juz 9, halaman 167, Miftahus Sa’adah, juz 1, halaman 400).
Ali bin Abi Thalib berkata: “Demi Allah, tidak turun satu ayat pun kecuali aku telah mengetahui dalam masalah apa diturunkan dan di mana diturunkan. Sesungguhnya Tuhanku memberiku hati yang berakal dan lisan yang suka bertanya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Khilyatul Auliya, juz 1, halaman 68, Miftahus Sa’adah, juz 1, halaman 400).
Ali bin Abi Thalib berkata: “Bertanyalah kalian kepadaku sebelum kehilangan aku! Bertanyalah padaku tentang kitab Allah dan tiada satu ayat pun kecuali saya lebih mengetahui di mana diturunkan: di puncak gunung atau di dataran rendah. Dan bertanyalah padaku tentang berbagai fitnah: tiada satu fitnah yang tidak aku ketahui, yakni siapa yang mendalanginya dan siapa yang menjadi korban di dalamnya.” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad bin Hambal, dan disebutkan juga dalam Yanabi’ul Mawaddah, halaman 274).
Said bin Musayyib mengatakan: “Tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah yang mengatakan: ‘Saluni,’ (bertanyalah padaku) selain Ali bin Abi Thalib” (Riwayat ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam Al-Manaqib, Al-Baghawi dalam Al-Mu’jam, Abu Umar dalam Jami’u Bayan wa ilm, juz 1, halaman 114 dan dalam Mukhtashar-nya halaman 58. Muhibbudddin Ath-Thabari pun menyebutnya dalalm Ar- Riyadh An-Nadhirah, juz 2, halaman 198, Ibn Hajar dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, halaman 76).
Sejarah tidak pemah menceritakan adanya orang sebelum Ali bin Abi Thalib yang siap menjawab segala masalah dan menantang dengan mengatakan: “Saluni” di depan khalayak umum kecuali Rasulullah saw. Dalam banyak hadisnya, Nabi saw bersabda: “Bertanyalah kepadaku apa yang kalian kehendaki. Kalian tidak bertanya kepadaku tentang sesuatu kecuali aku akan beritahukan pada kalian.” (Shahih Al- Bukhari, juz 1, halaman 46, dan juz 10, halaman 240-241, Musnad Ahmad bin Hambal, juz 1, halaman 278, Musnad Abu Dawud, halaman 356).
Beberapa orang yang mengatakan “Saluni” namun terbongkar kejelekan dan aibnya karena dia tidak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya,
1. Ibrahim bin Hisyam bin Ismail bin Hisyam bin Walid bin Mughirah Al-Mahzumi Al-Qurasyi, gubemur Makkah, Madinah, dan Maushim yang diangkat oleh Hisyam bin Abdul Malik. Dia menunaikan hajj pada tahun 107 H dan berkhotbah di Mina seraya berkata: “Bertanyalah kepadaku karena saya adalah orang satu-satunya yang terpercaya! Janganlah kalian bertanya kepada orang selain aku!.” Lalu bangkitlah seorang lelaki dari Irak dan bertanya kepadanya tentang kurban waktu haji: apakah wajib atau tidak? Lalu dia tidak mampu menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya, sehingga dia turun dari mimbar. (Tarikh Ibn Asakir, juz 2, halaman 305).
2. Ibrahim Al-Harbi mengatakan: Muqatil bin Sulaiman duduk seraya berkata: “Bertanyalah kepadaku tentang apa saja selain arasy!” Lalu seorang lelaki bertanya kepadanya: “Apakah Nabi Adam ketika melaksanakan ibadah haji ada yang mencukur habis rambutnya?” Kemudian Muqatil mengatakan: “Allah ingin menguji aku dengan apa yang aku banggakan.” (Tarikh Al-Khatib Al-Baghdadi, juz 13, halaman 163).
3. Konon, Qatadah masuk ke kota Kufah dan manusia berkumpul di sekitarnya, lalu dia berkata: “Bertanyalah apa yang kalian inginkan!” Saat itu Abu Hanifah hadir dan ia masih kecil. Kemudian Abu Hanifah berkata: “Bertanyalah kalian semua kepadanya ten tang semut Nabi Sulaiman: apakah laki- laki atau perempuan!” Lalu mereka bertanya pacta Qatadah dan dia tidak bisa menjawab. Kemudian Abu Hanifah berkata: “Semut itu adalah perempuan.” Dikatakan padanya: Bagaimana engkau mengetahui hal itu? Dia menjawab: “Dari firman Allah: “Qalat (semut betina berkata). Seandainya jantan tentu Allah akan berfirman: “Qaala namlatun” (semut jantan berkata).” (Hayatul Hayawan, karya Ad-Dumairi, juz 2, halaman 368).
4. Ubaidillah bin Muhammad bin Harun mengatakan: Aku mendengar Asy-Syafi’i mengatakan di Makkah: “Bertanyalah padaku tentang apa yang kalian kehendaki, niscaya aku akan beritahukan kepada kalian dari kitab Allah dan sunah Nabi-Nya!” Lalu ada orang yang bertanya padanya: “Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang orang yang muhrim (berbaju ihram) yang membunuh lebah?” Syafi’i
mengatakan: “Ambillah penjelasan yang datang dari Rasul saw.” (Tabaqat AI-Huffadh, karya Ad-Dahabi, juz 2, halaman 288).
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email