Pesan Rahbar

Home » » Apa Keistimewaan Agama Islam Atas Agama-agama Yang Lain dan Mengapa Seseorang Harus Menjadi Muslim?

Apa Keistimewaan Agama Islam Atas Agama-agama Yang Lain dan Mengapa Seseorang Harus Menjadi Muslim?

Written By Unknown on Saturday, 24 September 2016 | 23:08:00


Jawaban:

Agama Islam, dari berbagai sisi, mempunyai keistimewaan atas syariat-syarati para nabi terdahulu yang sekarang disebut dengan agama-agama. Ada banyak keistimewaan agama Islam yang diakui bahkan oleh pemikir-pemikir non-muslim. Dan tentunya ulasan yang terperinci atas keistimewaan-keistimewaan itu butuh pada penelitian yang luas dan tulisan yang panjang lebar sehingga tidak mungkin untuk dimuat di dalam ruang tanya jawab yang terbatas ini. Namun demikian, ada beberapa poin penting yang bisa dipaparkan secara sekilas dalam kesempatan kali ini, poin-poin itu adalah:


1. Pro Akal dan Pengembangannya

Salah satu keistimewaan penting agama Islam adalah rasionalitas ajaran-ajarannya. Masalah ini nampak sekali dalam beberapa hal seperti:

a. Sistem pemikiran dan kepercayaan Islam. contohnya: Teologi, ontologi, antropologi, kenabian, dan Hari Akhir;
b. Sistem etika Islam;
c. Sistem perilaku dan undang-undang praktis;
d. Ajakan untuk meneliti dan bertanya dalam hal memilih agama.

Sikap pro akal dan rasionalitas ajaran Islam adalah nyata dan sangat jelas sampai al-Qur’an sendiri mengajak seluruh manusia untuk mengkaji dan mencari agama secara teliti dan rasional, sebaliknya al-Qur’an melarang pemaksaan agama atau pemilihan buta terhadapnya, dia menyebutkan:

﴿ فَبَشِّر عِبَادِ * الَّذِینَ یَستَمِعُونَ القَولَ فَیَتَّبِعُونَ اَحسَنَهُ ﴾ / الزمر: 17-18

Artinya:“Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku itu * yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya”. (QS. az-Zumar: 17-18).

﴿ لَا اِکرَاهَ فِي الدِّینِ قَد تَبَیَّنَ الرُّشدُ مِنَ الغَيِّ ﴾ / البقرة: 256

Artinya:“Tidak ada paksaan dalam agama, karena sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah”. (QS. al-Baqarah: 256).

Adapun agama Kristen –yang ada sekarang– mengeluarkan fatwa pemisahan iman dari makrifat serta mengasingkan agama dan iman dari akal, semua itu karena agama ini sedang mengalami krisis makrifat atau pengetahuan yang besar dan tidak mampu untuk memberikan solusi yang benar berkenaan dengan trinitas, keesaan Tuhan, penubuhan (menjadi bertubuh) Tuhan dan keyakinan Isa sebagai Tuhan. [1]

Professor Legenhausen mengatakan: “Perihal di dalam agama Islam yang lebih menarik daripada yang lain bagi saya adalah betapa agama ini menyambut hangat pertanyaan-pertanyaan manusia dan senantiasa mengajaknya untuk meneliti lebih bayak lagi tentang ajaran-ajaran agama”. [2]

Dia juga berkata: “Sewaktu saya bertanya kepada para pendeta bahwa sampai sekarang saya belum mengerti bagaimana mungkin Tuhan itu satu tapi tiga person? Lebih sering saya mendapatkan jawaban dari mereka bahwa kita tidak bisa menggapai atau memahami ajaran ini. Hanya Tuhan yang mengetahui apa hakikat ajaran ini yang sebenarnya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Tuhan, sementara akal dalam hal ini mengalami jalan buntu!. Dan salah satu yang membuat saya sangat tertarik adalah agama Islam tidak pernah memerintahkan seseorang untuk menerima pokok-pokok agama dengan mata dan telinga yang tertutup, bahkan sebaliknya menganjurkan mereka untuk bertanya. Dan karakter ini lebih kental di kalangan orang-orang Syiah”. [3]

Margaret Marcos (Maryam Jamilah) menceritakan pengalamannya sebagai berikut: “Setelah mengkaji seluruh agama-agama besar dunia, saya sampai kepada kesimpulan bahwa secara global, seluruh agama besar mulanya adalah satu, tapi dengan berlalunya zaman agama-agama itu menjadi rusak. Penyembahan berhala, kepercayaan reinkarnasi, prinsip kasta menjalar di agama Hindu. Perdamaian tanpa batas dan isolasi (pengasingan) diri menjadi kriteria agama Budha. Penyembahan nenek moyang merembasi keyakinan Kunfusius. Dosa warisan Adam dan trinitas Tuhan serta konsep ketuhanan Isa al-Masih dan syafaatnya dengan cara yang mereka klaimkan yaitu pengorbanan diri Isa di tiang gantung. Eksklusifisme bangsa Yahudi dan lain sebagainya adalah dampak dari penyimpangan. Dan tidak ada satu pun dari pemikiran atau kepercayaan yang membuat saya benci tadi dapat ditemukan dalam agama Islam; bahkan dari ke hari saya merasa lebih yakin bahwa hanya Islam agama yang sejati dan tetap menjaga kesuciannya, sedangkan agama-agama yang lain terkadang saja sebagian dari ajarannya benar, berbeda dengan agama Islam yang seluruhnya hakikat kebenaran”. [4]


2. Islam dan Ilmu Pengetahuan

Jika dipandang dari sisi keselarasannya dengan ilmu pengetahuan manusia maka agama Islam mempunyai raport yang cemerlang. Mourice Bucallie –ilmuan Prancin– mengisyaratkan pada dua keistimewaan utama dalam hal yang bersangkutan:

a. Kekayaan al-Qur’an di bidang pengetahuan; padahal Perjanjian Lama (Taurat) dan juga Perjanjian Baru (Injil-injil) pasif memandang pengetahuan dan tidak memuat data-data yang jelas. [5]

b. Soliditas data-data al-Qur’an dan kesesuaiannya dengan hasil-hasil sains modern yang akurat; padahal Perjanjian Lama (Taurat) dan Perjanjian Baru (Injil-injil) mengandung banyak paradoksi yang tidak bisa diselesaikan dalam hal ini. Bucallie menuliskan: “Sejak pertama saya mengamati al-Qur’an dengan objektivitas penuh dan tanpa prakiraan sebelumnya, saya ingin mengukur tingkat keselarasan teks ini dengan maklumat-maklumat ilmiah kontemporer ... . Pada akhirnya saya sampai pada sebuah kesimpulan yang pasti bahwa al-Qur’an tidak melakukan penetapan atau penolakan masalah tertentu secara khusus sehingga pada periode sekarang pun, dari sudut pandang sains, dia tidak bisa dikritik atau diragukan.

Dengan metode yang sama saya juga mempelajari Perjanjian Lama (Taurat) dan Perjanjian Baru (Injil-injil). Sehubungan dengan Perjanjian Lama saya tidak perlu melangkah lebih jauh dari kitab pertama yaitu Jadian, karena hanya dengan itu saja saya sudah menangkap penegasan-penegasan kitab tersebut yang sama sekali tidak sesuai dengan maklumat-maklumat yang pasti berdasarkan sains modern.

Lalu, ketika baru saja saya membuka halaman pertama Injil, ternyata silsilah keturunan Isa yang disebutkan di sana mengundang kritik dalam diri saya; karena dalam hal ini teks Injil Mattius secara jelas bertentangan dengan teks Injil Luqas. Kemudian berkenaan dengan sejarah munculnya manusia di muka bumi, apa yang disampaikan oleh Injil Luqas sama sekali bertentangan dengan maklumat sains modern”. [6]

Kenyataan yang harus diakui dalam hal ini bahwa salah satu keistimewaan asasi agama Islam adalah cara pandangnya terhadap ilmu atau sains. Islam adalah agama yang menyatakan kesatuan ilmu dan akal, iman dan makrifat serta kebahagiaan yang tidak bisa dipisahkan. [7] Adapun menurut keyakinan resmi agama Kristen, pohon terlarang –yang dimakan oleh Adam dan Hawa sehingga pelanggaran itulah yang membuat mereka terusir dari surga dan seluruh manusia menanggung dosa serta murka Tuhan– bukan lain adalah pohon makrifat atau pengetahuan tentang baik dan buruk: “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati”. [8]

Di bab ketiga Jadian juga disebutkan bahwa setelah menyaksikan pelanggaran Adam Tuhan berfirman: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya, lalu Tuhan Allah mengusir dia dari taman Eden ...”. [9]

Berdasarkan ajaran ini, penelitian ilmiah dan pencarian sains adalah sesuatu yang bertentangan dengan kebahagiaan abadi manusia di surga. Dengan ibarat yang lain bahwa manusia berada di antara dua pilihan kebahagiaan di surga atau penelitian ilmiah dan sains. Oleh karena itu, siapa saja yang menghendaki surga dan kebahagiaannya maka dia harus menjauhkan jaraknya dari jalan ilmu dan pengetahuan, sebaliknya orang yang mengejar sains mau tidak mau dia harus membayarnya dengan harga yang mahal yaitu keterusiran dari surga dan kebahagiaan yang kekal.

Murtadha Mutahhari menuliskan: “Berdasarkan pemahaman ini maka segala godaan adalah godaan ilmu, dan setan adalah penggoda akal”. [10]


3. Kitab Suci Ilahi

Satu di antara keunggulan agama Islam atas agama-agama samawi lainnya adalah kitab sucinya. Al-Qur’an dari berbagai sisi lebih utama daripada kitab-kitab suci agama yang lain, di antaranya adalah:

a. Firman Tuhan

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang seluruhnya turun dari Allah swt. kepada Muhammad Rasulullah saw., mulai dari kata-kata yang digunakan sampai dengan kalimat yang tersusun di dalamnya semua adalah firman Allah swt. yang sesungguhnya. Itu artinya, agama Islam adalah satu-satunya agama yang menghidangkan firman Tuhan kepada manusia secara langsung dan mengenalkan mereka padanya, sedangkan agama-agama yang ada sekarang selain Islam tidak memiliki hal yang sama bahkan klaim pun mereka tidak punya.

Dr. Mourice Bucallie menuliskan: “Perbedaan asasi lainnya antara agama Kristen dan agama Islam –sehubungan dengan kitab suci– adalah Kristen tidak memiliki teks yang terbukti turun sebagai wahyu Tuhan, sedangkan Islam memiliki al-Qur’an yang senantiasa dibaca dengan penuh ketelitian.

Al-Qur’an adalah wahyu penjelasan Tuhan yang sampai kepada Muhammad (saw.) melalui Jibril. Berbeda dengan Islam, pokok-pokok religius agama Kristen hanya dilandasi oleh kesaksian-kesaksian yang tidak secara langsung dari beberapa orang, dan sama sekali tidak seperti yang dibayangkan oleh mayoritas orang-orang kristen bahwa tidak ada satupun perkataan yang ada sekarang terbukti disampaikan oleh orang yang menyaksikan langsung kehidupan Isa al-Masih”. [11]

Thomas Michael –dosen teologi sekaligus pendeta– menuliskan: “Berbeda dengan al-Qur’an, al-Kitab adalah kumpulan dari 66 sampai dengan 73 kitab yang disusun selama 1500 tahun oleh banyak orang –yang mayoritas nama mereka terlupakan oleh sejarah– dengan proses penyusunan yang sangat rumit”.

Dia juga menuliskan: “Pada dasarnya, orang-orang kristen tidak mengatakan bahwa Tuhan telah mendikte kitab-kitab suci ini kepada orang-orang tertentu, melainkan kepercayaan mereka adalah Tuhan telah memberikan taufik-Nya tersendiri kepada mereka untuk menerangkan pesan-Nya dengan metode penjelasan dan cara penulisannya masing-masing”. [12]

Dia juga menyebutkan bahwa para penulis kitab-kitab suci (al-Kitab) bukan orang-orang yang suci melainkan mereka mempunyai setumpuk keterbatasan ilmiah dan bahasa sehingga tulisan mereka kental dengan warna zaman mereka dan tentunya mereka meninggalkan jejak-jejak kesalahan di dalam al-Kitab. Dia menuliskan: “Terkadang penulis ini menyimpan teori atau data yang salah, dan itu membekas dalam teks al-Kitab yang mereka susun”. [13]

Robert E. Hume menuliskan: “Islam, karena jelas kitab sucinya adalah wahyu Tuhan kepada orang tertentu –yang merupakan pendiri agama tersebut– maka dia menjadi agama yang tiada duanya di antara agama-agama yang ada di dunia. Di dalam al-Qur’an, yang berbicara Tuhan ...”. [14]


b. Tidak Mungkin Berubah

Al-Qur’an adalah kitab yang tidak mungkin mengalami perubahan, dia senantiasa menjaga keotentikan dan kesuciannya sepanjang masa serta mengalahkan tangan-tangan manusia yang hendak mengubah atau memutarbalikkannya. Di saat yang sama, tidak ada satupun dari agama-agama yang ada sekarang mempunyai keistimewaan yang seperti ini. “Kesucian” atau “Kekebalan” adalah sesuatu yang berbeda dengan kenyataan bahwa al-Qur’an adalah firman Tuhan, kesucian al-Qur’an mencakup beberapa tingkatan sebagai berikut:

1. Suci Yang Menurunkan (Allah swt.) [15];
2. Suci yang membawa sekaligus menyampaikan wahyu kepada Rasulullah saw. (malaikat) [16];
3. Suci dari sisi penerimaan wahyu oleh Rasulullah saw. [17];
4. Suci dari sisi penyampaian wahyu oleh Rasulullah saw. kepada masyarakat[18];
5. Suci dari sisi kekekalan dan kesinambungan historis wahyu di tengah kehidupan manusia sampai akhir zaman[19].

Menurut keyakinan umat Islam, kitab-kitab suci yang pernah diturunkan kepada para nabi sebelum Rasulullah saw. juga suci dalam empat tingkatan di atas, dan dari sisi itu sama dengan al-Qur’an, [20] tapi kesucian tingkat empat (yaitu suci dari segala bentuk perubahan total sepanjang zaman) adalah keistimewaan yang spesial milik al-Qur’an.


c. Mujizat Abadi sekaligus Dokumen Risalah

Para nabi (utusan-utusan Tuhan) selalu menunjukkan mukjizat untuk membuktikan risalah (misi yang ditugaskan oleh Tuhan) mereka, tapi tidak pernah kitab samawi mereka berperan sebagai mukjizat atau dokumen risalah mereka. Hanya al-Qur’an yang merupakan kitab samawi sekaligus mujizat nabi; yakni, buku risalah sekaligus bukti kenabian. Bahkan al-Qur’an merupakan mukjizat abadi dan dokumen hidup untuk risalah nabi yang senantiasa mengarungi masa dengan menantang semua pihak untuk menandinginya. Adapun mukjizat-mukjizat para nabi sebelumnya hanya dapat disaksikan oleh masyarakat yang hidup semasa dengan mereka dan sudah tidak tersisa lagi serta tidak dapat disaksikan oleh generasi-generasi berikutnya.

Selain itu, kitab samawi Islam memiliki banyak sekali keistimewaan dari sisi kandungan, tapi sayang ruang pembahasan kita sekarang tidak mengijinkan untuk menjelaskannya secara panjang-lebar.


4. Komprehensivitas

Satu lagi keunggulan agama Islam atas agama-gama yang lain adalah kelengkapannya. Islam menghadiahkan program kesempurnaan manusia sampai akhir sejarah. John D. Port menuliskan: “Berdasarkan penelitian Camberley, al-Qur’an berbeda dengan Injil; karena Injil tidak memiliki ideologi dan tatanan hidup praktis, melainkan secara umum kandungan Injil tersusun dari cerita dan riwayat serta penjelasan yang sifatnya memotivasi manusia untuk menebar perasaan yang tinggi, pengorbanan dan ..., tapi di sana tidak ada ikatan logis dan menarik yang menghubungkan makna-makna itu satu dengan yang lain. Di samping itu, al-Qur’an juga tidak sama dengan Injil-injil yang hanya berperan sebagai standar kepercayaan religius, ibadah dan amal, melainkan dia juga mempunyai ideologi dan metode politik, hal itu karena dasar-dasar sistem politik juga telah tertuang di dalamnya sehingga segala macam undang-undang untuk mengatur urusan negara dapat disimpulkan darinya. Dan pada akhirnya, seluruh persoalan hidup dan harta hanya bisa (boleh) diselesaikan dengan ijin dari sumber perundang-undangan ini[21]. [22]


5. Sistem Hukum Islam

Keistimewaan lain yang mengunggulkan agama Islam atas agama-agama selainnya adalah sistem hukum yang otentik. Kenyataan ini seringkali membuat para pemikir barat takjub dan memujinya. Meskipun sebetulnya persoalan ini bisa dikaji dalam sub pembahasan tentang sistem behavioral (perilaku) di bawah bab komprehensivitas agama Islam, tapi mengingat pentingnya masalah ini secara khusus maka kami paparkan secara terpisah. Dan poin pertama yang layak untuk diperhatikan adalah peran tanpa ganti Islam dalam mendirikan sekaligus mengembangkan hak-hak internasional.

Marcell A. Boizard –peneliti Institut Badan Tinggi Penelitian Hukum International di Geneva– menuliskan: “Pada abad-abad pertengahan, setiap kali perundang-undangan agama Kristen mengalami jalan buntu maka para ahli di bidang itu merujuk dan menggunakan sistem hukum Islam. Kemudian juga, di abad ketiga belas masehi, dasar-dasar fikih Islam menjadi bahan penelitian di beberapa universitas Eropa. Dan apabila filsafat pendirian ilmu hak-hak international adalah perubahan hubungan antar bangsa dan pencegahan atas terjadinya pelanggaran para penguasa serta persaudaraan dan kesejajaran semua manusia, maka harus kita akui bahwa Muhammad (Rasulullah saw.) adalah pendiri hak-hak internasional”. [23]


HAK-HAK MANUSIA MENURUT ISLAM

Hak-hak manusia atau hak-hak internasional menurut agama Islam mempunyai beberapa prinsip dasar, di antaranya adalah:
1. Kehormatan dan kemuliaan manusia;
2. Keadilan, kesejajaran dan anti nepotisme;
3. Perdamaian dan kehidupan yang harmonis;
4. Tepat janji;
5. Toleransi dan saling pengertian;
6. Partisipasi dan kerjasama international;
7. Perlindungan terhadap bangsa-bangsa dari kezaliman dan lain sebagainya. [24]

Prinsip-prinsip itu menarik perhatian pemikir-pemikir barat. Marcell Boizard berkomentar tentang prinsip toleransi dan perdamaian sebagai berikut: “Berkenaan dengan para pengikut agama-agama samawi harus dikatakan bahwa pada dasarnya Islam memberikan perlindungan kepada mereka sehingga mereka dapat hidup secara aman di tengah masyarakat muslim. Mereka bebas beramal sesuai dengan tuntunan agama mereka masing-masing, bahkan al-Qur’an sendiri memerintahkan pengikutnya untuk menjaga hak-hak mereka. Tentunya, toleransi agama ini tidak bisa ditemukan dalam agama Kristen dan agama Yahudi, khususnya di kalangan komunitas Yahudi, siapa saja pengikut agama lain yang hidup di sana harus mengerjakan tugas-tugas yang berat dan melelahkan”. [25]

Dia juga menuliskan: “Di dalam agama Yahudi terdapat keunggulan ras tertentu, dan di dalam agama Kristen hubungan ketuhanan sangat lebih dominan daripada sisi-sisi praktisnya dalam kehidupan sosial dan hal yang semacam itu tidak berlaku untuk masa sekarang. Adapun di dalam agama Islam tidak hal yang kurang atau berlebihan sebagaimana dalam dua agama tadi ..., pemikiran dari al-Qur’an inilah yang memberikan nilai keuniversalan kepada agama Islam. Islam hendak membangun dunia tempat kehidupan bagi seluruh manusia dengan pengertian satu sama yang lain, kerjasama, persaudaraan dan kesejajaran –bahkan bagi mereka yang tetap memegang teguh agamanya terdahulu dan tidak mau memeluk agama Islam–”.[26]


6. Agama Penutup

Islam adalah agama penutup, dan kepenutupan ini membuahkan beberapa konsekuensi, di antaranya adalah:

a. Menghapus syariat-syariat yang sebelumnya;

Setiap nabi (utusan Tuhan) yang datang dengan membawa syariat maka dia juga sedang menghapus syariat sebelumnya, adapun agama Islam –dalam kapasitasnya sebagai syariat terakhir dan program yang sempurna dari Tuhan untuk proses kebahagiaan manusia– menghapus seluruh syariat yang sebelumnya.


b. Tidak Mungkin Terhapus;

Agama Islam dan syariatnya yang merupakan penutup semua agama dan syariat lain memiliki kriteria kekekalan. Agama ini tidak akan dihapus dan juga tidak akan ada syariat yang menggantikannya.


c. Universal

Konsekuensi agama yang kekal dan menghapus seluruh semua agama yang sebelumnya adalah agama ini tunggal, menyeluruh, satu-satunya pembawa bendera dakwah menuju tauhid, pemersatu semua manusia di bawah panji tauhid, dan satu-satunya syariat atau undang-undang dari Tuhan yang menjamin kebahagiaan mereka.

Sebetulnya masih ada lagi daya tarik agama Islam dan keistimewaan ajaran-ajarannya yang tidak bisa kami rinci di dalam ruang tanya jawab yang relatif terbatas ini. [27]


7. Kontra Nihilisme[28]

Keistimewaan berikutnya yang mengunggulkan agama Islam daripada agama-agama yang lain khususnya agama Kristen adalah bersih dari kandungan nihilisme dan menutup semua pintu yang melatarbelakangi kecenderungan pada kehampaan. Meminjam ibarat profesor Falathuri, di dalam Islam tidak ada unsur yang dapat dijadikan alasan bagi seorang seperti Nietzche untuk menyatakannya sebagai nihilisme. Penjelasannya adalah, menurut Nietzche nihilisme mempunyai dua arti, yang pertama berarti kekuasaan ruh atau sebagaimana ungkapan dia sendiri “nihilisme aktif”, adapun yang kedua berarti hilangnya kekuasaan ruh atau dengan ungkapan dia “nihilisme reaktif”. [29] Nihilisme reaktif muncul dari kerusakan daya kreatif dan tidak adanya tujuan atau hal-hal yang membentuk kehidupan dan norma-norma yang nyata. [30]

Nihilisme aktif mempublikasi kehampaan mutlak dan dengan kata lain pengungkap nihilisme reaktif. Nihilisme reaktif erat kaitannya dengan masa lalu budaya barat dan menurut Nitzche pondasinya adalah pemikiran metafisik Plato dan kepercayaan agama Kristen. Yang paling dia soroti dari unsur kristen-plato tersebut adalah pandangan yang negatif terhadap dunia tempat kita hidup. Keyakinan Plato dan keimanan agama Kristen memandang dunia tempat kita hidup ini sebagai alam khayalan, buatan, tidak nayata, dusta, jelek, dan buruk.[31] Menurut dia, agama Kristen adalah agama nihilisme[32], dia mengatakan: “Memang benar, nihilisme dan agama Kristen memiliki saja yang sama, bahkan bukan cuma bersajak sama melainkan juga saling mendukung satu sama yang lain”. [33]

Sebaliknya, di dalam ajaran Islam terdapat dua unsur asasi yang menutup rapat ruas kritikan-kritikan yang mengena pada agama Kristen dan Yahudi –seperti salah satunya yang diutarakan oleh Nietzche–. Dua unsur asasi itu adalah:
1. Pengesaan mutlak yang menjadi kandungan asli dari keimanan religius agama Islam.
2. Pandangan yang positif terhadap dunia sebagai dasar kehidupan.

Dalam pandangan ini, seorang nabi atau utusan Tuhan tidak memiliki dzat ketuhanan atau masuk dalam kerangka Tuhan –dalam artian kerangka yang hakiki dan nyata di hadapan dunia yang tidak nyata dan juga di hadapan alam dunia yang tampak[34]–. Menurut agama Islam, dunia ada tidak terpisah dari dunia penampakan, dunia penampakan sebagaimana dunia ada adalah nyata. Itulah sebabnya ajaran Islam tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk memberi label nihilisme, maka itu ketika Nietzche mengingkari agama Kristen –dalam kapasitasnya sebagai agama nihilism yang menghancurkan kehidupan dan menyia-nyiakan ilmu serta peradaban– dia memuji agama Islam.

Dia menuliskan: “Agama Kristen, menghalangi kita dari hasil-hasil peradaban masa lampau dan kemudian juga dari hasil-hasil peradaban Islam. Budaya dan peradaban Islam pada periode pemerintahan muslimin Andalusia –yang pada dasarnya lebih dekat kepada kita daripada Yunani dan Roma, di samping juga lebih fasih daripada mereka dalam makna, konsep, dan selera– terinjak-injak, kenapa peradaban ini terinjak-injak? Karena dia sejati ... karena dia menjawab iya kepada kehidupan ...”.


8. Tidak Perlu Adanya Modernisasi Agama

Oleh karena agama-agama samawi itu tidak memiliki teks Ilahi dan di samping itu terdapat berbagai kontradiksi dalam ajaran-ajaran kitab-kitab suci dengan presentasi sains dan tuntutan zaman maka para pemikir dan teolog barat hendak memodernkan agama, karena dari satusisi tidak mungkin menutup mata dari hasil-hasil baru sains dan tuntutan zaman, dan dari sisi lain juga tidak mungkin hidup bersama kontradiksi, selain itu teks-teks suci! juga tidak mempunyai validitas dan bekal yang cukup sehingga layak untuk diprioritaskan daripada sains. Maka dari itu, ada dua pilihan; meninggalkan agama yang bertentangan dengan rasio dan sains atau mempertemukan antara kehidupan beragama dan kehidupan di masa sekarang dengan cara modernisasi agama, dan pilihan kedua inilah yang diterima oleh pemikir-pemikir barat.

Yang dimaksud dengan modernisasi agama bukanlah penggantian agama dan kitab samawi serta pengubahannya yang terus menerus sesuai dengan pergolakan intelektual, kultural, dan historis.

Dengan kata lain, apabila kitab suci bukan firman Tuhan dan penulis-penulisnya menulis pemahamannya atas pesan Tuhan –yang sebetulnya pemahaman itu sarat dengan kultur dan ilmu pengetahuan waktu itu serta tidak luput dari kesalahan— maka tidak ada lagi alasan untuk tunduk (pengabdian) di hadapan teks tersebut melainkan setiap orang berhak menafsirkan agama sesuai dengan kepercayaan dan kultur yang dominan pada zamannya –tanpa harus patuh pada standar kitab suci—; karena apa yang terdapat dalam kitab suci bukan firman langsung Tuhan, akan tetapi berisi pemahaman terhadap firman Tuhan, dan tentunya penulis dan pemahamannya terhadap firman Tuhan tersebut sama sekali tidak lebih unggul daripada pemahaman manusia masa kini.

Pada akhirnya, hal ini menimbulkan anarkisme epistemologis dan menutup segala bentuk evaluasi atas interpretasi apapun, karena dalam hal ini tidak bisa berorientasi pada teks dan juga tidak bisa berorientasi pada penulis, sebab pada dasarnya tidak teks firman Tuhan, yang ada hanyalah penafsiran dan pengalaman penulis-penulis yang tidak lain adalah manusia biasa, dan mengingat bahwa tidak ada teks Ilahi maka tidak ada juga jalan untuk memahami maksud Tuhan. Kesimpulannya hanya ada satu jalan yaitu orientasi pada interpreter atau mufasir. Dengan demikian maka agama sepenuhnya merupakan persoalan yang sifatnya personal dan senantiasa mengalami pembaharuan, karena agama yang seperti ini tidak lebih dari makrifat religius dan pemahaman interpreter, tidak ada teks final yang dapat menjadi tolok ukur makrifat religius.

Hal yang sebaliknya terjadi di dalam Islam. Adanya teks wahyu, komprehensivitas agama, keselarasan agama dengan sains dan rasio, ijtihad yang dinamis, keharmonisan agama dengan fitrah manusia yang permanen, adanya aturan-aturan tetap untuk mengatur tuntutan-tuntutan yang tetap pula dan aturan-aturan yang berubah untuk mengatur tuntutan-tuntutan yang berubah pula, serta faktor-faktor yang lain membuatnya tidak perlu pada modernisasi dan terlepas dari keretakan dalam penafsiran agama. Yang penting di sini adalah pengenalan atas tuntutan-tuntutan yang membaharu sepanjang masa dan mengajukannya kepada literatur agama serta menerima jawaban darinya sesuai dengan metodologi pemahaman agama yang benar. Kendatipun kadang-kadang muncul pemahaman yang berbeda-beda, tapi sesungguhnya ada beberapa perbedaan yang asasi di sini, di antaranya adalah:
1. Perbedaan pemahaman terjadi hanya dalam sebagian dari ajaran agama, yakni hanya dalam hal-hal yang hepotetik atau di luar keyakinan, dan bukan dalam seluruh ajaran agama termasuk di dalamnya keyakinan-keyakinan yang tidak mungkin untuk diingkari. [35]
2. Adanya teks yang valid dan yang menjadi tolok ukur pengetahuan sehingga tidak akan muncul anarkisme epistemologis.

Selain itu semua, masih ada lagi keistimewaan-keistimewaan lain agama Islam yang tidak dijelaskan di sini mengingat kapasitas artikel yang terbatas. [36]


Penerjemah: Nasir Dimyati


Referensi:

1. Untuk lebih rincinya Anda bisa melihat:
a. Muhamad Taqi, Fa’ali, Imone Dini dar Islom wa Masihiyat, Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’oser, cetakan pertama, tahun 1387 hs.
b. Hamid Reza, Syakirin, Pursemone Sekulorism (tentang problem-problem teologis agama Kristen), Teheran, Muassesehye Farhangiye Donesy wa Andisyehye Mu’oser, tahun 1384 hs.
2. Muhammad, Legenhausen, Bo Pursesy Zendeh am, dalam majalah bulanan Pursemon, edisi pertama, bulan Khurdad, tahun 1380 hs., halaman 5.
3. Ibid., halaman 6.
4. Margaret, Marcos, Naqsye Islom dar Barobare Gharb, terjemahan bahasa parsi Ghulam Reza Sa’idi, Teheran, Syerkate Sahomie intisyor, 1348 hs., halaman 9.
5. Mourice Bucallie, Ah’dain, Qur’on wa Ilm, terjemahan parsi Hasan Habibi, Teheran, Huseiniyah Irsyad, bi to, halaman 12.
6. Ibid., Halaman 12-13.
7. Untuk data lebih banyak, Anda bisa merujuk kepada kitab Ushulul Kafi, jilid 1, tema “Nafsul Ilm” dan “al-‘Aqlu wal Jahlu”.
8. Taurat, kitab Kejadian: 2, 15-17.
9. Taurat, kitab Kejadian: 3, 22.
10. Murtadha, Mutahhari, Majmu’ehye Otsor, Qum, Shadro, cetakan ketujuh, 1377 hs., jilid 2, halaman 30.
11. Thomas Michael, Kalome Masihi, terjemahan parsi Husein Taufiqi, Qum, Markaze Mutole’ote wa Tahqiqote Adyon u Madzohib, cetakan pertama, 1377 hs., halaman 23-24.
12. Ibid. Halaman 26.
13. Ibid. Halaman 27.
14. Robert E. Hume, Adyone Zendehye Jahon, terjemahan parsi Dr. Abdurrahim Guwahi, Teheran, Daftare Nasyre Farhangge Islomi, cetakan ke7, 1377 hs., halaman 309.
15. Anda bisa lihat al-Qur’an, surat al-Baqarah ayat 176; an-Nisa’ ayat 122 dan lain sebagainya.
16. Lihatlah QS. as-Syu’ara’: 193.
17. Lihatlah QS. an-Najm: 3 dan 4; at-Takwir: 19-23; al-Bayyinah: 2.
18. Ibid.
19. Lihatlah QS. Fusshilat: 42; al-Hijr: 9; al-Waqi’ah: 77.
20. Ini menunjukkan tingginya kedudukan kitab-kitab samawi dan suci agama-agama terdahulu di sisi umat Islam melebihi klaim orang-orang yang mengaku sebagai pengikut agama dan kitab tersebut. Dan sebaik-baik bukti untuk itu adalah pernyataan-pernyataan Thomas Michael tentang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
21. John D. Port, Uzre Taqshir beh Pisygohe Muhammad (saw.) wa Qur’on, terjemahan parsi Ghulam Reza Sa’idi, Qum, Darut Tabligh, halaman 99.
22. Penerjemah (Ghulam Reza Sa’idi) mengomentari di catatan bawah kaki bahwa: “Orang-orang yang tidak tahu bahkan termasuk mereka juga yang hidup di negara Islam ini dan masih beranggapan bahwa agama terlepas dari politik, sebaiknya mereka lebih banyak membaca dan menemukan kesadaran bahwa sistem propaganda Islam bukanlah agama-agama yang telah dihapus, dan betapa disayangkan sekali ketika peneliti asing yang memahami persoalan tersebut dan menerangkannya, sedangkan orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai muslim hanya bertaklid buta kepada pihak-pihak asing yang tentunya mengejar tujuan-tujuan tertentu di balik semua itu. (Ibid. Dari halaman 99 sampai 100).
23. Marcell A. Boizard, Islom dar Jahone Imruz, terjemahan parsi D.M.Y, Teheran, Daftare Nasyre Farhangge Islomi, 1361 hs., halaman 270.
24. Untuk lebih jelasnya Anda bisa merujuk pada referensi di bawah ini:
a. Abdul Karim, Salimi, Naqsye Islom dar Towse’ehye Huquqe Bainel Milal, Qum, Muassesehye Omuzesyi wa pajzuhesyie Imom Khomaini, 1382 hs).
b. Zainul Abidin, Qurbani, Islom wa Huquqe Basyar, Teheran, Daftare Nasye Farhangge Islomi, cetakan kelima, 1375.
c. Marcell A. Boizard, Inson Dusti dar Islom, terjemahan parsi Muhammad Husein Mahdawi, Teheran, Thus, 1362.
25. Ibid., Halaman 107.
26. Marcell Boizard, Islom wa Huquqe Basyar, terjemahan parsi doktor Muhsin Muayyidi, Teheran, Daftare Nasyre Farhangge Islomi, 1358 hs., halaman 106.
27. Untuk lebih jelasnya Anda bisa merujuk pada tanya jawab tentang agama penutup dan rahasia kekekalan Islam.
28. Bagian ini disadur dari artikel “farhangge syarqi-islomi wa nist engorie gharbi” yang ditulis oleh professor Abdul Jawad Falathuri dan diterjemahkan oleh Khusru Naqid dari bahasa jerman ke dalam bahasa parsi yang kemudian dimuat di surat kabar Syarq (bagian budaya), nomor 3 – 262, tanggal 21 dan 22 bulan Murdad, halaman 6. Judul asli artikel itu adalah “konte die islamisch-morenlaendische kultur zu einem dem abendlaendischen nihilimus aehnelden nihilismus fuehrer?”.
29. Neitzche’ werke. Leipziq 1901.
30. Ibid., Jilid 15, halaman 651 dan 851.
31. Ibid., Jilid 16, halaman 7, 47, 563 dan jilid 5, halaman 572.
32. Ibid., Jilid 15, halaman 852.
33. Sindiran Neitzche dalam bahasa Jerman “nihilist und christ”.
34. Kalimat ini mengingatkan pada pemisahan kawasan al-Masih dari pemerintahan dunia ini sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Injil dan merupakan benih pertama sekularisme atau pemisahan agama dari dunia dalam Kristen. Anda bisa melihat Injil Matius, bab ke22, ayat 21, Injil Lukas, bab 20, ayat 25, Injil Yohanes, bab 19, ayat 36.
35. Untuk selengkapnya Anda bisa lihat:
a. Muhammad, Husein Zadeh, Mabonie Makrifate Dini, Qom, Muassesehye Omuzesyi wa Pazchuhesyie Imom Khomaini, cetakan kedua, 1380 hs., halaman 87-120.
36. Untuk lebih lengkapnya Anda bisa merujuk pada referensi berikut:
a. Mir Mustafa, Tamir, Bisyorathoye Kutube Muqaddas, terjemahan Buzurg Kiya, Qum, Dalil, cetakan pertama, tahun 1379 hs.
b. Ja’far Subhani, Ahmad Mau’ude Injil, begitu pula karya dia Mansyure Jowid, jilid 6 (tafsir tematik), Qom, Tauhid, cetgakan pertama, 1375 hs., halaman 13-22.
c. Injil Barnabas, terjemahan Haidar Qolikhan Qazlabasy (Sardar Kabuli), Daftare Nasyre al-Kitob, 1362.
d. Dawud, Abdul Ahmad, Muhammad fi Kitabil Muqoddas, Qatar, Darudh Dhiya’ lin Nasyri wat Tawzi’, 1985.
e. Muhammad Shadiq, Fakhrul Islam, Anisul A’lam fi Nushrotil Islam, Teheran, Murtazawi,1351 hs.
f. Mourice Bucallie, Ahdayn, Qur’an wa Ilm, terjemahan parsi Hasan Habibi, Teheran, Huseyniyehye Irsyod, halaman 145-151.
g. Abdurrahim, Sulaimani Urdestani, Daromadi bar Ilohiyyote Tathbiqiye Islom wa Masihiyyat, Qom, Thaha, 1382, cetakan pertama.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: