Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Shalawat. Show all posts
Showing posts with label Shalawat. Show all posts

Tahukah Anda Keutamaan Salawat di Bulan Ramadhan?


“Barang siapa banyak bersalawat kepadaku di bulan ini, maka Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika banyak timbangan menjadi ringan,” (Wasā’il al-Syī‘ah, jld. 10, hlm. 314).
 
Banyak penekanan tentang salawat untuk Rasulullah saw dan keluarga beliau.

Di Hari Kiamat kelak, amal manusia diukur dengan tolok ukur tertentu. Tentu tidak dengan menggunakan alat ukur materi. Jika kita ingin menimbang sesuatu di dunia ini, maka kita akan menggunakan sebuah timbangan khusus. Lalu apakah timbangan yang akan digunakan di akhirat kelak?

Timbangan amal di Hari Kiamat adalah suatu keyakinan yang tidak diragukan lagi. Dalam hal ini, al-Quran berfirman, “Timbangan kala itu adalah hak,” (QS. Al-A‘raf : 8). Menurut al-Quran, mereka yang memiliki timbangan amal berat termasuk golongan yang jaya. Tetapi, mereka yang memiliki timbangan amal ringan termasuk golongan yang celaka.

Dalam kitab Safīnat al-Bihār disebutkan, barang siapa tidak mampu membayar tebusan dosa-dosanya, maka hendaklah ia banyak mengirimkan salawat atas Muhammad dan keluarganya.”

Di samping itu, salawat bisa menjadi penjamin pengabulan doa. Dalam sebuah hadis, Imam Ali as berkata, “Ketika kalian memiliki hajat, berdoa, dan memohon sesuatu kepada Allah, maka janganlah kalian lupakan salawat untuk utusan Allah, karena salawat ini adalah sebuah doa yang terkabulkan. Jika kalian menyertakan hajat dengan salawat, maka Allah tidak akan pernah mengabulkan satu permintaan dan menolak permintaan yang lain.”

(Shabestan/ABNS)

Mengapa Rasulullah Pewaris Para Nabi?


Ruang dan waktu tertentu memiliki keutamaan khusus yang tidak dimiliki oleh ruang dan waktu yang lain. Salah satu waktu yang memiliki keutamaan istimewa adalah bulan Sya’ban.
Untuk menggapai keutamaan yang dimiliki oleh bulan Sya’ban, kita harus melakukan amalan dan menempatkan diri di jalur anugerah Ilahi berdatangan. Salah satu amalan yang sangat utama di bulan Sya’ban adalah salawat Sya’baniah.

Salawat Sya’baniah adalah sebuah teks salawat yang selalu dibaca oleh Imam Zainal Abidin ketika waktu azan tiba. Salawat ini bisa dikelompokkan dalam dua bagian besar: pertama tentang pengenalan imam dan kedua permohonan kepada Allah supaya kita bisa memanfaatkan keistimewaan bulan Sya’ban.

Salah satu frasa salawat Sya’baniah adalah mawdhi’ir risālah; tempat menerima risalah.

Terdapat perbedaan antara posisi kenabian dan kerasulan. Kerasulan lebih tinggi daripada kenabian. Setiap rasul pastilah seorang nabi. Tetapi tidak harus seorang nabi pasti menjadi seorang rasul. Seorang nabi bertugas menunjukkan jalan kehidupan dunia dan akhirat kepada masyarakat. Tetapi, seorang rasul, di samping memiliki tugas seorang nabi, juga memiliki tugas-tugas lain sebagai hujjah Ilahi untuk seluruh umat manusia.

Frasa tersebut di atas menegaskan bahwa seluruh tugas yang pernah dimiliki oleh para nabi terdahulu terkumpul menjadi satu dalam diri Nabi Muhammad saw. Untuk itu, sudah layak beliau disebut pewaris para nabi.

(Shabestan)

Makna shalat dan shalawat secara leksikal dan teknikal syar’i


Makna shalat dan shalawat secara leksikal dan teknikal syar’i? 
 
Pertanyaan:
Apa hikmah kata sholat dan sholawat bersamaan menggunakan huruf shod dan lam? Apa hubungan di antara keduanya? Demikian juga pada kata sholu pada kalimat "sholu ala muhammad" dan "sholu kama roaitu muni usholli" ?
 
Jawaban Global:
Kata salat (Arab: shalat) sepert puasa (shaum), zakat dan haji adalah sebuah lafaz yang mengalami perubahan dari makna leksikalnya menjadi makna baru dalam syariat.

Asli kata shalat secara leksikal derivatnya dari akar kata shalu yang bermakna doa dan istighfar.[1] Kata shalawat adalah bentuk jamak dari kata shalat.[2] Shalawat adalah kalimat doa dan salam khusus atas Rasulullah Saw yang disampaikan oleh kaum Muslim tatkala menyebutkan nama Nabi Muhammad Saw dengan cara yang beragam seperti,
 
 «اللهم صلّ علی محمد و آل محمد»
   
“Allahuma shalli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad.”

Shalawat Allah Swt kepada Rasulullah Saw bermakna rahmat, “

«إِنَّ اللّٰهَ وَ مَلٰائِکَتَهُ یُصَلُّونَ عَلَى النَّبِیِّ یٰا أَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَیْهِ وَ سَلِّمُوا تَسْلِیماً»

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Qs. Al-Ahzab [33]:56).

Shalawat dari sisi para malaikat bermakna doa dan istighfar. [3]  Mengingat bahwa dalam salat terdapat doa dan permohonan ampun karena itu disebut sebagai salat. Dalam makna khusus ini (ibadah khusus dan memiliki rukun serta aktivitas tersendiri) menjadi makna hakiki. Karena itu, menjadi jelas bahwa shalat juga bermakna doa dan juga bermakna ibadah khusus yaitu salat.

Jelas bahwa sebagian lafaz digunakan bukan pada makna leksikalnya dan dipakai secara majas oleh ahli syariat yang kemudian secara perlahan menemukan makna-makna baru. Misalnya penggunaan salat terkait dengan kegiatan-kegiatan tertentu setelah sebelumnya bermakna doa secara leksikal (lughawi).[4] 
 
Penggunaan kata zakat juga demikian yang bermakna sejumlah harta yang dikeluarkan setelah makna yang ditetapkan untuknya adalah berkembang dan tumbuh.[5] Di samping itu, penggunan kata haji yang bermakna pelaksanaan manasik tertentu setelah secara leksikal (lughawi) ditetapkan bermakna niat atau qashd.[6]

Setelah peralihan makna ini, terdapat perbedaan pendapat apakah yang melakukan peralihan dan perubahan ini dilakukan oleh Syari’ (Pembuat Syariat)? Apakah Pembuat Syariat yang menentukan lafaz ini sedemikian sehingga hal tersebut dapat menujukkan makna yang dimaksud tanpa adanya indikasi sehingga ia menjadi hakikat syar’iah atau disebabkan oleh penggunaan lafaz pada makna ini  mendominasi dan Pembuat Syariat menggunakan lafaz ini secara majas sehingga dalam hal ini hanya menjadi hakikat urfiyah bukan syar’iah.
Hasil dari perbedaan pendapat ini apabila dalam ucapan Pembuat Syariat digunakan tanpa adanya sebuah indikasi apa pun berdasarkan pendapat pertama maka hal itu dipredikasikan pada makna sekundernya, namun sesuai dengan pendapat kedua dipredikasikan dengan makna leksikalnya. Namun apabila dalam tuturan Pembuat Syariat tentu saja dipredikasikan dengan makna-makna syar’i.[7] 
 
Sebagai contoh, dalam hadis Imam Shadiq As bersabda, “Shalatlah di samping kuburan Nabi Muhammad Saw, meski salat (shalawat) orang-orang beriman dapat sampai kepadanya dimanapun mereka berada.”[8] 
 
Saya tidak tahu apakah maksud Imam Shadiq As itu adalah salat di samping kuburan Rasulullah Saw atau shalawat dan salam untuknya?
Dengan memperhatikan beberapa poin yang disampaikan di atas, mengingat penggunaan ini dilakukan setelah Pembuat Syariat, karena itu dipredikasikan dengan makna syar’i (salat) kecuali – seperti riwayat di atas – terdapat sebuah indikasi  yang menunjukkan bahwa maksud Imam Shadiq As adalah shalawat dan salam.[9]   

Adapun terkait dengan dua kaliamt “Shallu ‘ala Muhammad” dan “Shallu kama raitumuni ushalli” dalam dua hal terdapat indikasi; karena dengan memperhatikan kalimat pertama  terdapat preposisi ‘ala (atas) tentu saja bermakna shalawat dan salam. Demikian juga pada kalimat kedua mengingat yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah shalat maka shalat di sini bermakna salat (yang memiliki rukun, bacaan dan kegiatan tertentu).
 

[1] . Khalil bin Ahmad Farahidi, Kitab al-‘Ain, jil. 7, hal. 153, Qum, Intisyarat Hijrat, Cetakan Kesepuluh, 1410 H. 
 
«صلو: الصَّلَاة ألفها واو لأن جماعتها الصَّلَوَات» 
 
; Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, jil. 14, hal. 464, Beirut, Dar Shadir, Cetakan Ketiga, 1414 H.
 
«الصلاةُ: الدُّعاءُ و الاستغفارُ»
 
[2]. Kitab al-‘Ain, jil. 7, hal.. 153; Shahib bin Ibad, al-Muhith fi al-Lughah, jil. 8, hal. 184, Beirut, Alam al-Kitab, Cetakan Pertama, 1414 H.  
[3]. Lisân al-‘Arab, jil. 14, hal. 465.  
[4]. Ibid.  
[5]. Raghib Isfahani, Husain bin Muhammad, Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hal. 380, Beirut, Dar al-Qalam, Cetakan Pertama, 1412 H.
[6]. Muhammad bin Hasan Ibnu Duraid, Jamharah al-Lughah, Beirut, Dar al-‘Ilm lil Malayin, Cetakan Pertama, 1988 M.  
[7]. Hasan bin Zainuddin, Ma’âlim al-Din, hal. 35, Qum, Daftar Intisyarat Islami, Cetakan Kelima, Tanpa Tahun.
[8]. Muhammad bin Yakub Kulaini, al-Kâfi, hal. 256, Qum, Dar al-Hadits, Cetakan Pertaa, 1429 H.

«صَلُّوا إِلىٰ جَانِبِ قَبْرِ النَّبِیِّ، وَ إِنْ کَانَتْ صَلَاةُ الْمُؤْمِنِینَ تَبْلُغُهُ أَیْنَمَا کَانُوا»
 
[9]. Muhammad Baqir Majlisi, Mir’at al-‘Uqul fi Syarh Akhbâr Ali al-Rasul, Riset oleh Sayid Hasyim Rasuli, jil. 18, hal. 264, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Cetakan Kedua, 1404 H.

«قوله علیه السلام: "صلوا" المراد بالصلاة فی الموضعین أما الأرکان و الأفعال المخصوصة کما هو الظاهر فیدل على استحباب الصلاة له صلى الله علیه و آله فی جمیع الأماکن أو بمعنى الدعاء إلیه علیه السلام، و احتمال کونها فی الأول الأرکان و فی الثانی الدعاء بعید جدا و الله یعلم».

Berita Gembira bagi Pelantun Shalawat


Pada suatu hari, Rasulullah saw bersabda kepada Amirul Mukminin Ali as, “Maukah kamu saya berikan berita gembira?”

Imam Ali menjawa, “Silakan, demi ayah dan ibuku? Anda senantiasa memberitakan kebaikan.”

Rasulullah saw menjawab, “Baru saja Jibril membawakan berita gembira untukku. Barang siapa dari umatku mengirimkan salawat untukku dan juga menyusulkan salawat untuk Ahlul Baitku, maka seluruh pintu langit terbuka untuk menerima doa dan ibadanya dan pada malaikat mengirimkan 70 salam untuknya. Ini adalah pelebur dosa-dosanya. Ketika itu, dosa-dosanya akan beruntuhan seperti dedaunan pohon beruntuhan. Allah berfirman, ‘Labbaik. Aku telah menerimamu. Semoga engkau bahagia.’ Setelah itu, Dia berfirman kepada para malaikat, ‘Kalian telah mengirimkan 70 salawat untuknya dan Aku juga 70 salawat.’

Tetapi, jika ia mengirimkan salawat kepadaku dan tidak menyambungkannya dengan Ahlul Baitku, maka antara doanya dan langit terbentang 70 hijab dan Allah berfirman, ‘La labbaik.’” (Amali Syaikh Shaduq, hlm. 679 dan Tsawab al-A’mal, hlm. 157).

Malaikat: Adam a.s Afdhal atau Muhammad s.a.w?


Setelah ditiup ruh kepada Adam a.s para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada beliau dan ketika ruh ditiup ke dalam tubuh nabi Muhammad s.a.w para malaikat menyangka bahawa mereka pasti akan diperintahkan untuk bersujud  kepada beliau tetapi setelah zahirnya nur kewujudan baginda di persada alam ini sangkaan itu ternyata meleset kerana tidak datang perintah sedemikian .Allah taala untuk menghilangkan keraguan dari para malaikat  apakah Adam a.s lebih afdhal dari nabi Muhammad s.a.w maka Allah sendiri bersolawat keatas Muhammad s.a.w  lalu memerintahkan para malaikat dan mukminin untuk bersolawat keatas baginda s.a.w sehingga zahirlah sekiranya disana para malaikat diperintahkan  untuk bersujud disini Allah taala sendiri,para malaikat dan mukminin bersolawat keatas Muhammad s.a.w dan jika disana para malaikat diperintahkan untuk bersujud hanya sekali disini Khalik (Maha Pencipta) dan makhluk(sekalian yang dicipta) tidak putus-putus bersolawat keatas baginda s.a.w sehingga hari kiamat.

Makna Solawat /Solat
Solat bermakna doa dan sembahyang dipanggil Solat kerana ianya mengandungi doa.
Dua perkara dipanggil Solat.Pertama ,Solawat (yang juga plural bagi Solat) yang bermakna memohon ditinggikan darjat atau bertambahnya taqarrub kepada Allah dan keduanya ialah ibadah khas yang mempunyai pergerakan ,doa dan zikir-zikir dimana keseluruhan anggota tubuh badan dan bahagian-bahagian sepenuhnya tenggelam di dalam tawajjuh dan perhatian kepada Tuhan.
 
Manakala Doa bermakna ajakan dan panggilan.Doanya manusia bermakna manusia menzahirkan kerendahan dan keperluan di hadapan Tuhan yang Maha Kaya.
Doanya Tuhan bermakna ajakan kepada diri-Nya melalui agama dan utusanNya (Doa  Tashri’iy) manakala doanya Tuhan secara Takwini(ciptaan) bermakna Tuhan itu mencipta sesuatu.
(Yauma yad’ukum ) yakni yauma khalaqakum = Dihari Tuhan menciptakan kamu semua.(Rujukan:Syarah solawat Ayt Muhammad Taqi Muqaddam dan kuliah Hojjatul Islam Abidi).
 
Marilah kita berdoa dengan doa hari Isnin ini ,dengan keberkatan dua cucunda nabi,para penghulu pemuda syurga Al-Hasan dan Al-Husein a.s:
‘’Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Segala puji bagi Allah yang tidak mempertontonkan kepada seorangpun ketika menciptakan langit dan bumi dan tidak memerlukan bantuan ketika menciptakan makhluk,tiada sekutu baginya dalam keTuhanan dan tak tertandingi dalam keEsaan.Lidah siapapun kelu untuk menyifatiNya.Setiap akal apapun tak mampu menguak hakikatNya.Para angkuh tunduk di hadapan keagunganNya.Wajah-wajah tunduk kerana takut kepadaNya.Semua yang agung menjadi kerdil di hadapan kebesaranNya. Maka segala puji bagi Mu selamanya dan solawat serta salamMu sentiasa tercurahkan atas RasulMu.
     ‘’Ya Allah ,jadikanlah detik pertama hariku ini sebagai kebaikan,pertengahannya sebagai kemenangan dan penghujungnya sebagai kejayaan….”
       Amin Ya Rabbal Alamin..
 
Nota:Allah Taala di dalam ayat solawat(Al-Ahzab :56)telah berfirman yang Allah sendiri bersolawat keatas Nabi s.a.w maka itu solawat kita keatas nabi yakni berakhlak dengan akhlak ilahi.(Takhallaqu bi Akhlaqillah)

Allahumma Salli Ala Muhammadin Wa Aali Muhammad.

Bukan Salawat Versi Syiah

Artikel ini kami kutip dari : http://ejajufri.wordpress.com/page/2/


Dalam sebuah seminar di Sumatera Utara, salah seorang profesor dari sebuah majelis ulama di negeri ini berkata bahwa para pengikut Syiah suka bermain-main dalam salawatnya. Dia mengkritik bahwa Syiah selalu bersalawat kepada keluarga nabi tapi tidak pernah menyebut-nyebut sahabat nabi. Pria bergelar profesor itu mengatakan bahwa di dalam kitab suci umat Islam perintah salawat hanya ditujukan untuk nabi tok.
Sekilas memang benar. Tapi bukankah kita tidak akan pernah bisa mengerti bagaimana caranya salat—yang darinya juga muncul kata salawat—sekalipun misalkan terdapat ratusan ayat yang memerintahkan umat Islam untuk menegakkan salat? Bukankah sudah disepakati bahwa riwayat hadis menjadi penjelas bagi ayat-ayat suci Alquran?
إن النبي صلى الله عليه وسلم خرج علينا، فقلنا: يا رسول الله، قد علمنا كيف نسلم عليك، فكيف نصلي عليك؟ قال: قولوا: اللهم صل على محمد، وعلى آل محمد، كما صليت على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد. اللهم بارك على محمد، وعلى آل محمد، كما باركت على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد
Dalam Shahîh Al-Bukhârî bab salawat kepada nabi saw. disebutkan bahwa sekelompok sahabat bertanya kepada nabi, “Wahai Rasulullah, engkau telah mengajari kami cara mengucapkan salam, lalu bagaimana cara kami bersalawat kepadamu?” Beliau berkata, “Hendaklah kalian mengucapkan: ‘Ya Allah, sampaikan salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau sampaikan salawat kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.’”

Cara bersalawat yang tidak jauh berbeda juga disebutkan dalam tafsir Al-Qurthubi dan Fakhurruzi terhadap ayat salawat dan tetap mencantumkan keharusan menyebut keluarga Muhammad saw. Bahkan dalam kitabnya, Ibnu Hajar Al-Haitami menyebutkan riwayat bahwa nabi melarang kita untuk bersalawat jika tidak disertai dengan keluarga Muhammad.
لا تصلوا علي الصلاة البتراء تقولون اللهم صل على محمد وتمسكون بل قولوا اللهم صل على محمد وعلى آل محمد
Nabi bersabda, “Janganlah kalian bersalawat kepadaku dengan salawat yang batra. Kalian mengatakan: ‘Ya Allah sampaikanlah salawat kepada Muhammad’ lalu kalian diam. Tapi katakanlah: ‘Ya Allah sampaikanlah salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad’.”


Sehingga perlu sekali lagi ditegaskan bahwa salawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw. bukanlah keinginan pribadi Rasulullah saw. apalagi main-mainan Syiah. Ketika sang profesor mengatakan bahwa salawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw. hanyalah anjuran, maka dia harus menelan kenyataan bahwa sesungguhnya salawat kepada sahabatlah yang tidak wajib, meskipun Allah dan malaikat juga bersalawat (mendoakan) orang-orang beriman.

Jika dikatakan bahwa salawat kepada keluarga nabi hanyalah anjuran, maka dia harus mengingat sabda nabi yang ditegaskan oleh Imam Syafii r.a. bahwa barang siapa yang menegakkan salat tapi tidak membaca salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad maka salatnya tidaklah sah.

Beberapa orang yang merasa mamakai busana ahli tauhid mengatakan bahwa salawat kepada Muhammad adalah pengagungan yang bisa menjurus kepada syirik, maka sebagaimana salat menjadi media penghubung antara manusia dengan Tuhannya, salawat juga menjadi tali penghubung kita kepada Nabi Muhammad saw. Dengan membaca salawat kita tidak meninggikan Nabi Muhammad saw. di atas keharusannya, justru memposisikan beliau pada tempatnya sebagaimana diperintahkan.

Saya tidak pernah bisa melupakan majalah Sabili yang terbit pada bulan September 2005 yang menulis bahwa Syiah membaca salawat allâhumma shalli alla Muhammad wa Ali, yakni kepada keluarga Ali. Semoga kejahilan dari tidak bisa membedakan antara âli (keluarga) dan ‘Alî atau kepicikan jenis lainnya tidak terus berlanjut.

Terkait Berita: