Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label imam ali. Show all posts
Showing posts with label imam ali. Show all posts

Warisan Terbaik Menurut Imam Ali


Imam Ali as berkata:

إِنَّ خَیرَ ما وَرَّثَ الآباءُ لِأَبنائِهِم الأَدَب لَا المال فَإِنَّ المالَ یَذهَبُ وَ الأَدَبُ یَبقَی.

“Sesungguhnya sebaik-baiknya warisan para ayah untuk anak-anaknya adalah adab mulia, bukan harta. Harta benda akan sirna sedangkan adab tetap hidup selamanya.”
Al-Kâfi, jil. 8, hal. 150.

Setiap ayah pasti ingin meninggalkan suatu warisan berharga untuk anak-anaknya yang dapat dimanfaatkan untuk waktu yang lama. Adab dan akhlak adalah warisan yang langgeng untuk anak-anak. Oleh karena itu kita harus memikirkannya juga sejak sekarang untuk anak-anak kita.

Imam Ali as dan Penjual Kurma


Seorang budak perempuan meletakkan kurma di hadapan tuannya. Si tuan melihat kurma tersebut dan kemudian memandang budak tersebut dengan rasa marah. Budak perempuan itu menundukkan kepalannya. Tiba-tiba kedengaran suara sang tuan bergema di udara,"Ini kurma apa yang kamu beli? Segera kembalikan kurma ini dan ambil uangnya!"

Tangan budak perempuan itu bergetar dan hati kecilnya hancur. Bakul berisi kurma itu diambilnya dan dibawa berjalan. Diperjalanan dia berpikir sendirian, "Mungkinkah lelaki sipenjual kurma itu kasihan pada diriku dan mengambil kurma ini semula?" Tetapi ketika wajah garang sipenjual itu terbayang, kekecewaan melanda jiwanya. Budak perempuan itu berdoa meminta bantuan dari Tuhan semoga kurma itu bisa dikembalikan.

Dia melewati lorong-lorong dan jalan-jalan kecil sehingga tiba di pasar. Kata-kata yang ingin diungkap kepada si penjual berulang kali dihapalkan dan dia memperlahankan langkahnya ketika mendekati toko penjual kurma.Si penjual sedang bercakap dengan seorang lelaki. Budak perempuan itu melap peluh yang keluar dari dahinya dengan tangan bajunya, dia melangkah beberapa tapak menghampiri sang penjual dan memberi salam. Lelaki penjual kurma mendengar suara budak perempuan itu dan melihat kepadanya. Si budak perempuan merasa akan pandangan tajam sipenjual kurma. Si penjual kurma berkata, "Apa yang engkau mau?"

Budak perempuan itu berkata, "Saya minta maaf, tuan saya tidak menginginkan kurma ini dan meminta saya memulangkannya."

Lelaki penjual kurma yang mendengar kata-kata ini, mengerutkan wajahnya dan suaranya seperti panah yang menusuk hati budak perempuan itu. Penjual itu berkata, "Apa maksudmu tuanmu tidak menginginkan kurma ini? Aku tidak akan mengambil kurma ini. Jika dia ingin, dia sendiri harus datang ke sini untuk mendapatkan kurma yang diingininya."

Budak perempuan itu tidak dapat memberi jawaban. Bagaimanapun juga dia harus memulangkan kurma tersebut. Sekali lagi dia meminta kepada si penjual, "Tuan, aku meminta supaya engkau ambillah kurma ini dariku dan jika aku pulang ke rumah dengan kurma ini, tuanku akan menghukum aku. Sipenjual dengan suara yang lebih kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganku. Jika tidak ingin, engkau tidak perlu membelinya dariku, jika sampai malampun engkau meminta dan merayu kepadaku, tidak ada faedahnya. Seperti yang telah aku katakan barang yang telah dijual tidak akan aku ambil kembali."

Budak perempuan yang mendengar ucapan si penjual merasa kecewa. Dia melangkah dua tapak kebelakang. Dia duduk di satu sudut dan kepalanya diletakkan diatas lututnya yang kurus. Ketika itu air matanya mengalir deras. Pada saat yang sama dia merasakan ada bayang seseorang diatas kepalanya. Dia mengangkatkan kepalanya dan matanya memandang seorang lelaki yang dikenali. Dia memiliki wajah yang baik. Pandangannya dipenuhi dengan kasih sayang. Dengan melihat kepada lelaki itu, cahaya harapan kembali kejiwanya. Lelaki itu berkata, "Ada apa anakku? Apa yang telah terjadi?"

Budak perempuan itu dengan tangannya menunjuk ke arah toko kurma berkata, "Orang ini, tempat aku membeli kurma,  dan enggan mengambilnya semula. Tuanku tidak menginginkan kurma ini. Lelaki baik itu mengambil bakul kurma dari tangan budak perempuan tersebut dan dibawanya ke arah toko kurma. Ketika itu si lelaki itu berkata kepada penjual kurma, "Wahai lelaki! Budak perempuan ini tidak  bersalah, ambil kembali kurma ini dan pulangkan uangnya."

Sipenjual yang melihat lelaki ini, menarik mukanya dan dengan suara yang kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganmu. Mengapa engkau turut campur dalam urusan orang lain? Lebih baik engkau tinggalkan perkara ini dan pergilah."

Orang-orang yang lalu lalang dan sebagian pemilik toko yang ada di situ mendengar suara lelaki penjual kurma itu, segera pergi ke arah toko tersebut. Banyak orang yang  mengenali lelaki baik itu dan dengan hormat melihat ke arahnya. Pada waktu itu ada seorang dari kalangan rakyat berkata kepada penjual kurma, "Diamlah! Apakah engkau tidak mengenali lelaki ini? Dia adalah Amirul Mukminin Ali."

Mendengar nama Ali, lelaki penjual kurma merasa terkejut dan bimbang. Dia tidak tahu apa yang harus diucapkan dan apa yang harus dilakukannya.

Lelaki penjual kurma dengan suara tersekat-sekat dan ucapan yang terpotong-potong meminta maaf dari Imam Ali as dan menyesali perilaku buruknya. Imam Ali as ketika melihat akan kesan penyesalan diwajah penjual kurma berkata, "Jika engkau mengubah perilakumu, aku akan memaafkanmu."

Dengan cara ini, sipenjual kurma itu memulangkan uang kepada budak perempuan tersebut dan mengambil kembali kurmanya. Kebaikan Imam Ali menyentuh perasaan budak perempuan itu dan ia mengucapkan syukur kepada Tuhan atas segala karunia-Nya.

Rasulullah Saw bersabda, "Allah menyukai orang mempermudah ketika berjual beli dan membayar serta menerima uang."

Hanya Ali


Kesederhanaan menjadi istimewa bukan karena orang yang tidak bisa hidup mewah namun karena orang yg bisa menikmati kekuatan, kemewahan dan pemujaan memilih hidup tanpa itu semua.

Tanpa Ali, kita tak bisa menemukan arti kesederhaan yg mulia..
Kerendahan hati dan kejelataan menjadi istimewa bukan karena orang yang memang berada dalam lapis terendah dalam struktur masyarakat, namun karena orang yang tidak mempetahankan kekuasaan dengan keculasan meski mempunyai semua alasan untuk mengambil dan mempertahankan kekuasaan dg keberanian dan keunggulan ilmu.

Tanpa Ali, pengorbanan hanya sebuah kata tanpa fakta…Keternaniayaan dan derita menjadi istimewa bukan karena orang yang memang tanpa daya, namun karena orang yang memenuhi semua syarat keunggulan, harus rela menjalani proses hukum alam dengan semua deritanya hanya karena dia harus menjadi contoh keteraniayaan dan perlawanan.
Tanpa Ali, kita tak akan menemukan manisnya “derita”…

Kesendirian dan keterpinggiran menjadi istimewa bukan lantaran orang yang memang tak diperhitungkan atau lemah, namun karena orang yang selalu bisa menenggelamkan setiap orang karena pesona dan wibawa, namun memilih jubah kepapaan dan beralas tanah demi mengkerdilkan ketenaran, pemujaan dan gemerlap dunia.
Tanpa Ali, romantika keterpinggiran adalah ketololan pecundang semata…

Kedermawanan dan kepedulian menjadi istimea bukan lantaran orang yang berderma dengan sisa atau setelah memastikan bagiannya tak ikut didermakan , bahkan kadang bila pamrih menjadi balasannya, namun karena orang yang memberikan apa yang diperlukan demi menghentikan raungan lapar dan cekikan dahaganya.
Tanpa Ali, kedermawanan mungkin hanyalah fatamorgana…

Disadur Oleh: Dr.Muhsin Labib (Moderate Institute)

Nasihat Imam Ali as kepada Sahabat Kumail


Sumber :
Buku : Syarah Doa Kumail.
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan.

Ya Tuhanku, bumi tak pernah kosong dari orang-orang yang memelihara hujah Allah, Demi Allah, jumlah mereka sedikit, tetapi mereka besar dalam kehormatan di hadapan Allah.
Melalui mereka Allah menjaga hujah-hujah-Nya dan bukti-bukti-Nya sampai mereka mengamanatkannya kepada orang lain seperti mereka sendiri dan menebarkan benihnya di hati orang-orang yang sama dengan mereka.
Pengetahuan telah mengantarkan mereka kepada pernahaman yang sesungguhnya, dengan demikian mereka mengaitkan dirinya dengan semangat keyakinan. Mereka mengentengkan apa yang dianggap sukar oleh orang-orang yang mengentengkan. Mereka sangat mencintai apa yang dianggap aneh oleh orang jahil. Mereka hidup di dunia ini dengan tubuh mereka di sini, tetapi ruh mereka berada di atas. Mereka adalah para khalifah Allah di bumi dan penyeru kepada agama-Nya.
Betapa rindu saya akan melihat mereka. Pergilah sekarang, Kumail, ke mana saja Anda mau.

Kumail, ilmu lebih baik dari harta, karena ilmu melindungimu sedangkan harta harus kau lindungi.
Harta berkurang ketika dibelanjakan, tetapi ilmu justeru bertambah saat kau bagikan. Segala sesuatu yang kau peroleh dari pengumpulan harta akan sirna bersama dengan habisnya harta, tetapi apa yang kau peroleh berkat ilmumu akan menetap meski setelah engkau tiada.

O Kumail! Ilmu itu kekuatan dan ia bisa memerintahkan ketaatan. Seorang yang berilmu saat hidupnya akan membuat orang menuruti dan mengikutinya, dan ia dihormati meski setelah kematiannya.

Ingatlah bahwa ilmu itu pengatur dan kekayaan adalah yang diaturnya. Wahai Kumail, pengetahuan adalah iman yang diamalkan. Bersamanya manusia mendapat ketaatan dalam hidupnya dan nama baik setelah matinya. Pengetahuan adalah penguasa sedang harta dikuasai.

Wahai Kumail, orang yang mengumpul harta adalah orang mati sekalipun mereka masih hidup, sementara orang yang berilmu adalah orang yang hidup abadi sepanjang zaman, mungkin tubuh mereka telah lenyap, tapi nama mereka berada di hati (manusia).

Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Wasiat Amirul Mu’minin as kepada Kumail ra


Sumber :
Buku : Syarah Doa Kumail
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan

Hasan bin Syu’bah Harrani, penulis Tuhaf Al-Uqul, menyantumkan hadis dengan silsilah sanad dari Sa’ad bin Zaid bin Arthah sebagai berikut: Aku bertemu dengan Kumail bin Ziyad ra, kemudian aku menanyakannya perihal keutamaan Amirul Mu’minin as.

Beliau menjawab: “Apakah kau ingin tahu apa yang Amirul Mu’minin as wasiatkan padaku?
Ketahuilah bahwa wasiat tersebut lebih baik bagimu daripada dunia dan seisinya.”
“Iya.” Jawabku.
Kemudian beliau melanjutkan, Amirul Mu’minin as mewasiatkan padaku: “Wahai Kumail, setiap hari, ucapkanlah Bismillahirrahmanirrahim, lalu lafadzkan dzikir La haula wa la quwwata illa billah, dan bertawakkallah kepada Allah Swt. Kemudian ucapkan nama-nama (para Imam) dan bershalawatlah untuk mereka.

Wahai Kumail, sesungguhnya Allah Swt mengajarkan adab kepada Nabi-Nya, dan Nabi Allah mengajarkannya padaku, kemudian aku mengajarkannya kepada orang-orang mu’min. Aku akan mewariskan adab kepada mereka yang mulia.

Wahai Kumail, tidak ada ilmu kecuali aku yang membukakannya, juga tidak ada suatupun kecuali Imam Al-Qa’im as yang menutupnya.
Wahai Kumail, para Nabi dan Imam berasal dari satu nasab dan pohon kebaikan, Sesungguhnya Allah Swt Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
Wahai Kumail, janganlah menuntut ilmu kecuali dari kami, supaya dirimu tergabung bersama kami. Wahai Kumail, setiap amal perbuatanmu membutuhkam ma’rifat (setiap perbuatan harus dimulai dari ma’rifat).

Wahai Kumail, ucapkanlah “bismillah” sebelum makan. Dengannya kamu akan terhindar dari keburukan. Sesungguhnya nama Allah Swt adalah obat segala penyakit.

Wahai Kumail, ajaklah orang lain makan bersamamu dan janganlah bersifat bakhil. Karena bukan dirimu yang memberi mereka rizki, dan Allah Swt akan memberimu banyak pahala atas perbuatanmu itu.

Berbuat baiklah kepadanya (mereka yang makan bersamamu), berperilakulah dengan wajah yang ramah terhadap mereka. Juga janganlah mencela dan berbuat buruk kepada para pekerjamu. Wahai Kumail, ketika sedang makan, maka makanlah dengan perlahan, supaya mereka yang makan bersamamu dapat mengambil bagiannya.

Wahai Kumail, ketika kau selesai makan, bersyukurlah kehadirat Allah Swt atas rizkimu. Ucapkan rasa syukur ini dengan suara yang tinggi, sehingga yang lain akan ikut bersyukur, dengan inilah pahala dari Allah Swt akan bertambah.

Wahai Kumail, jangan penuhi lambungmu dengan makanan, simpanlah ruang untuk nafas dan air. Janganlah kau menyentuh makanan kecuali di waktu kau membutuhkannya. Dengan beginilah kau mengambil kekuatan darinya (yaitu makanan dapat ternutrisi dengan baik).

Ketahuilah, badan yang sehat adalah sedikit makan dan sedikit minum. Wahai Kumail, keberkahan harta terdapat dari orang yang memberi zakat, membantu sesama mu’min dan menyambung tali silaturrahmi.

Wahai Kumail, perbanyaklah memberi kepada mu’min yang ada di kaummu dibandingkan yang bukan mu’min dari kaummu. Dan perbanyaklah rasa kasih sayangmu pada mereka dan bersimpatilah pada mereka serta bersedekahlah pada kaum faqir miskin.

Wahai Kumail, jangan tinggalkan orang yang membutuhkan, walaupun sekedar memberinya setengah buah anggur ataupun kurma. Sesungguhnya di sisi Allah Swt, sedekah itu akan tumbuh.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya hiasan seorang mu’min adalah rendah diri, keindahannya adalah suci, kemuliaannya adalah mempelajari (hukum-hukum agama) dan kehormatannya adalah meninggalkan bincang-bincang.

Wahai Kumail, sebaik-baiknya amal perbuatan seorang hamba setelah bersaksi kepada Allah Swt dan Auliya-Nya adalah kesucian, toleransi dan sabar.

Wahai Kumail, jangan tunjukkan kefaqiran dan kelemahanmu pada masyarakat sekitar. Sabarlah atas itu semua dan demi keridhaan Allah Swt, tutupilah itu semua dengan kemuliaan.

Wahai Kumail, bukan sesuatu yang patut dihalau untuk menceritakan rahasia pribadi kepada saudaramu. Namun saudara yang manakah?
Yaitu yang tidak meninggalkanmu di kala susah, menaungimu ketika dilanda kerugian dan tidak menghindar, ketika kau menanyakan sesuatu ia tidak berkhianat, tidak meninggalkanmu sendirian walaupun tahu kau tidak terkekang dan ketika kau terkekang ia akan menyeleseikannya.

Wahai Kumail, mu’min adalah cerminan mu’min. Yaitu mengatakan aibnya kepadanya, peduli dengan keadaanya serta membantu di kala fakir dan sakit.

Wahai Kumail, para mu’min saling bersaudara, di antara saudara tidak ada yang lebih tinggi dan lebih baik. Wahai Kumail, jika kau tidak menyukai saudaramu, berarti kau bukan saudaranya.
Mu’min adalah pengikut kami imam-imam ma’shum as serta yang mengatakan perkataan kami.
Maka barangsiapa yang melawan perkataan kami, maka terputuslah dari kami. Barangsiapa yang telah terpisah dari kami tidak akan bergabung dengan kami kelak. Maka (karena keadaan yang demikian) ia akan merasakan api yang paling hina.

Wahai Kumail, ia yang resah akan menampakkan kegundahan hatinya. Bagi ia yang menampakkan kegundahan hatinya, simpanlah rahasia tersebut. Jangan sampai kau sebarkan kepada yang lain. Karena menyebarkan rahasia seseorang tidak ada taubat di dalamnya. Dan dosa yang tidak memiliki taubat balasannya adalah api neraka.

Wahai Kumail, mengatakan rahasia keluarga Muhammad Saww adalah sesuatu yang tidak dapat dimaafkan dan tidak ada seorangpun yang dapat menanggungnya. Jangan katakan rahasia keluarga Muhammad Saww kecuali pada orang mu’min yang berhasil dan cerdas.

Wahai Kumail, ketika kau dalam kesulitan ucapkanlah “La haula wa la quwwata illa billah” maka dengan perantara itu Allah Swt akan menolongmu. Begitu pula dalam nikmat yang diperoleh ucapkan “Alhamdulillah” yang mana Allah Swt akan menambah nikmat tersebut. Juga ketika rizkimu terlambat datang beristighfarlah supaya Allah Swt membukakan jalan untuk perkaramu.

Wahai Kumail, iman terbagi dalam dua bagian: Mustaqar dan Mustauda’ (Yaitu iman yang kokoh dan iman yang palsu). Hindarilah iman yang palsu, jika berkehendak pastikan kau memiliki iman yang kokoh. Ketika kau telah berhasil mencapainya, lengkapi langkah-langkah prosedur setelahnya yaitu dengan tidak terseret kembali ke jalan yang menyimpang dan tidak kembali lagi.

Wahai Kumail, tidak diperkenankan bagi siapapun untuk meninggalkan amalan wajib dan bersusah-susah dalam menjalankan amalan sunnah. Wahai Kumail, selamatkan dirimu dengan perantara wilayah dan cinta supaya harta dan keturunanmu terbebas dari syeitan.

Wahai Kumail, sesungguhnya dosa-dosamu lebih banyak dari perbuatan baikmu. Kelalaianmu terhadap Allah Swt lebih banyak dari berdzikir dan mengingat-Nya. Nikmat Allah Swt lebih banyak daripada apa yang kau perbuat.

Wahai Kumail, kau tidak terpisah dari nikmat Allah Swt, dengan adanya Afiyat yang telah dianugerahkan kepadamu (yaitu sumber segala nikmat adalah Afiyat). Oleh karena itu, jangan pernah berhenti mengucap hamdalah, tamjid, tasbih, taqdis, rasa syukur dan mengingat-Nya.
Wahai Kumail, usahakan jangan seperti mereka yang Allah Swt berfirman: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 19).

Sebutan fasik telah diberikan pada mereka. Wahai Kumail, amal bukanlah mengerjakan shalat, berpuasa dan bersedekah melainkan shalat dengan hati yang suci, sesuai kehendak Allah Swt serta penuh dengan kekhusyuan. Perhatikan dengan pakaian apa, tanah yang bagaimana dan sajadah apa yang kau dirikan shalat dengannya?
Jika bukan sesuai syariat dan tidak halal maka shalatmu tidak akan diterima.

Wahai Kumail, dalam setiap kesatuan sosial terdapat kaum yang  sebagian (dari segi pemikiran) lebih tinggi dari yang lain. Maka dari itu hindarilah perbincangan dan perseteruan dengan yang hina. Apabila kau mendengar perkataannya bersabarlah dan jangan bangkit seketika. Sesungguhnya Allah Swt berfirman: Ketika lawan bicaranya adalah orang-orang yang bodoh, maka ia bersikap tenang menghadapi mereka (yaitu bersabar menghadapi perbuatan buruk mereka).
Wahai Kumail, katakanlah haq pada setiap keadaan, jadilah pelindung orang-orang taqwa, jauhilah orang-orang fasiq, hindari orang-orang munafik dan janganlah bergabung dengan para pengkhianat. Wahai Kumail, janganlah mengetuk pintu orang-orang dzhalim, dengan maksud ingin beraktivitas bersama-sama dengan mereka dan berniaga dengan mereka.

Hindarilah mengagung-agungkan mereka dan mematuhi mereka, ataupun hadir dalam acara mereka, yang mana ini akan menyebabkan murka Allah Swt. Jika kau terpaksa hadir dalam acara tersebut, maka berdzikirlah selalu kepada Allah Swt dan bertawakallah pada-Nya, berlindunglah kepada Allah Swt dari keburukan mereka, jangan terpengaruh dengan keindahan mereka, pungkiri perbuatan tersebut dan agungkanlah nama Allah Swt di depan mereka serta perdengarkanlah pada mereka kekuasaan Allah Swt. Karena, keabsahanmu berasal dari ini semua dan selamatlah dirimu dari keburukan mereka.

Wahai Kumail, apa yang diambil oleh lisan dan yang diucapkan adalah dari hati. Hati manusia terbentuk dari makanan. Lihatlah, dengan apa engkau memberi makan kepada hatimu? Apabila bukan dari jalan yang halal, maka Allah Swt tidak akan menerima tasbih dan zikirmu.
Wahai Kumail, ketahuilah bahwa kami tidak mengizinkan dan juga tidak rela terhadap seseorang yang meninggalkan amanah, apabila terdapat seseorang yang melakukan hal ini dengan alasan bahwa aku rela terhadap hal ini, maka sesunguhnya ini adalah sebuah dosa besar.

Dan api neraka menjadi jawaban bagi kebohongan tersebut. Aku bersumpah, satu jam sebelum wafat Rasulullah Saw, aku mendengar Rasul sampai tiga kali berkata, “kembalikanlah amanah kepada pemiliknya, baik orang baik maupun orang buruk, baik amanah itu kecil maupun besar.” Wahai Kumail, bukanlah perang dan jihad, melainkan bersama imam yang adil (yaitu dengan izinnya), dan shalat jamaah tidak menjadi hal yang dianjurkan (mustahab), melainkan bersama Imam yang memiliki kemuliaan (yaitu seorang imam diharuskan mempunyai kemuliaan lebih daripada ma’mumnya).

Wahai Kumail, aku bersumpah, aku bukan orang yang rela menjual harga diri guna menjadikan orang lain taap kepadaku. Aku tidak memberi uang sogok kepada kaum arab untuk memanggilku dengan panggilan Amirulmukminin.
Wahai Kumail, mereka yang mengambil keuntungan dari dunia, ketahuilah bahwasannya dunia adalah penipu, hanya akhirat yang kekal dan abadi. Wahai Kumail, semua orang akan pergi menuju akhirat, tetapi, apa yang kita inginkan dari akhirat adalah ridho Allah dan derajat tinggi surga dimana Allah Swt akan memberinya kepada orang-orang yang bertakwa.

Wahai Kumail, seseorang yang tidak bertempat di surga, maka kabarkan kepadanya akan azab pedih dan menyakitkan. Wahai Kumail, aku senantiasa bersyukur kepada Allah Swt dalam segala keadaan atas segala taufik yang telah diberikanNya kepadaku.


Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Nabi Saw: Ketahuilah, Surat Al-Lail Diturunkan Kepada Ali


Hari itu, setelah menunaikan shalat Ashar, seorang lelaki mendekati Imam Ali as dan berkata, "Wahai Ali! Ada yang ingin saya sampaikan kepadamu dan saya berharap engkau sudi memenuhinya."

Imam Ali as melihatnya dan berkata, "Katakan apa yang engkau mau."

Lelaki menjelaskan, "Tetangga dekat rumah saya memiliki pohon kurma di rumahnya. Waktu itu ada angin kencang dan burung, lalu buah kurmanya terjatuh di halaman rumah kami. Saya dan anak-anak memungutnya dan memakannya. Suatu hari saya mendatanginya dan meminta agar ia menghalalkan kurma yang kami makan, tapi ia tidak rela. Sudikah engkau menjadi perantara antara kami dengannya untuk mendapatkan kehalalan dari kurma yang kami makan itu?"

Imam Ali as tidak pernah menolak untuk melakukan perbuatan baik. Tanpa banyak berpikir, beliau langsung mengikuti lelaki itu dan menemui pemilik pohon kurma. Ketika Imam Ali as melihat pemilik pohon kurma, beliau berkata, "Sudikah anda merelakan tetanggamu yang telah memakan buah kurma yang terjatuh? Semoga Allah Swt juga rela kepadamu."

Tetangga lelaki itu menolak permintaan Imam Ali as. Tapi Imam Ali as tidak berputus asa. Untuk kedua kalinya beliau mengulangi permintaan yang sama. Tapi pria itu tetap menolak. Untuk yang ketiga kalinya, Imam Ali as berkata, "Bila engkau merelakan tetanggamu, Demi Allah, saya akan menjadi jaminan dari Rasulullah Saw bahwa Allah Swt akan menganugerahimu sebuah kebun di surga."

Aneh, orang itu tidak menerimanya!

Imam Ali as kembali berkata, "Apakah engkau mau menukar rumahmu dengan satu dari kebun milikku?"

Pria itu menjawab, "Iya, saya mau menukar rumahku dengan kebunmu."

Imam Ali as memandang lelaki yang memintanya sebagai perantara guna menyelesaikan masalahnya dan berkata, "Sejak saat ini, rumah ini juga menjadi milikmu. Allah Swt memberkatimu dan rumah ini halal bagimu."

Keesokan harinya, setelah menunaikan shalat Subuh di masjid, Nabi Muhammad Saw menghadap para jamaah shalat dan berkata, "Tadi malam, siapa di antara kalian yang melakuan perbuatan baik?"

Karena tidak ada yang menjawab, Nabi Saw kembali berkata, "Kalian akan mengucapkannya, atau aku yang mengatakan?"

Ali as berkata, "Wahai Rasulullah! Silahkan anda yang mengatakan."

Nabi Muhammad Saw berkata, "Saat ini Jibril mendatangi aku dan berkata, ‘Tadi malam Ali melakukan perbuatan baik.' Saya bertanya kepadanya, ‘Apa yang dilakukannya?' Sebagai jawabannya, Jibril membawakan surat al-Lail kepadaku."

Setelah itu Nabi Saw berkata, "Wahai Ali! Engkau membenarkan surga dan mengganti kebunmu dengan rumah dan memberikan rumah itu kepada lelaki itu?"

Dengan wajah gembira Imam Ali as berkata, "Benar, wahai Rasulullah!"

Nabi Saw Bersabda, "Ketahuilah bahwa surat al-Lail diturunkan dengan sebab perbuatan baik yang engkau lakukan."

Setelah itu Nabi Saw mencium dahi Ali as dan berkata, "Saya adalah saudaramu dan engkau adalah saudaraku."

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Ketaatan pada Ali dalam Puisi Fathimah


Mengkaji posisi dan maqam Sayidah Fathimah az-Zahra as sebagai penghulu wanita di mata Rasulullah Saw, ayahnya dan begitu juga di hadapan Imam Ali as, suaminya akan memberikan gambaran ketinggian pribadi yang disebut Ummul Aimmah atau ibu para Imam as ini. Sayidah Fathimah as memiliki maqam yang tinggi di mata suaminya dan kisah berikut ini dapat menggambarkan hal itu.

Suatu hari ada seorang yang lapar mengetuk pintu rumah Imam Ali as dan meminta bantuan kepada pemilik rumah. Pada waktu Imam Ali as menyampaikan permintaan orang miskin yang dalam keadaan lapar itu kepada istrinya, Sayidah Fathimah as dalam bentuk puisi. Dalam puisinya itu, Imam Ali as mengingatkannya untuk membantu orang yang lapar ini.

Sayidah Fathimah az-Zahra as menjawab puisi suaminya dengan empat baris puisi juga:

اَمرُکَ سَمعٌ یَابنَ عَمٌ وَ طاعَةُ

ما بی مِن لُومٍ وَ لا ضاعَةُ

اُطعِمُهُ وَ لا اُبالی الساعَةَ

اَرجُو اِذاً اَشبَعتُ مِن مُجاعَة
Amruka Sam'un Yabna ‘Ammi Wa Thaa'athun
Maa Bii Min Laumin Wa Laa Dha'ah
Ath'imuhu Wa Laa Ubaali as-Saa'ah
Arjuu Idzan Asyba'tu Min Muja'ah

Aku menaati perintahmu, wahai anak pamanku
Aku tidak akan menegur dan merasa kehilangan
Aku memberinya makan dan tidak memikirkan diriku
Aku ingin berkorban di jalan Allah dengan perut lapar. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Nahj al-Hayah, hadis 103, hal 186.

Foto- Foto Pembukaan Musabaqoh Darul Quran Imam Ali (As) Ke-8






Imam Ali as dan Pertanyaan Usama bin Zuhair


"Sebelum kalian kehilangan aku, tanyakan apa saja yang tidak kalian ketahui. Karena dadaku penuh dengan khazanah rahasia. Ketahuilah, bila saya menginginkan, maka saya akan berbicara tentang setiap dari kalian, dari mana kalian berdiri dan akan pergi ke mana... dan saya akan mengatakan segalanya tentang kalian..."

Imam Ali as berulang kali menyampaikan ucapannya ini kepada masyarakat. Tujuannya untuk menyelamatkan masyarakat dari kebodohan dan dampaknya.

Satu kali Imam Ali as ingin mengulangi kembali ucapannya ini. Di antara yang hadir ada Usamah bin Zuhair. Ia berdiri dan berkata, "Wahai Ali! Katakan kepadaku, di wajah dan kepalaku ada berapa rambut yang tumbuh?!"

Ali as berkata, "Demi Allah! Saya mengetahuinya. Tapi apa yang harus kulakukan? Jawabanku juga tidak akan engkau terima. Sebelum ini saya telah menjawab pertanyaanmu dan saudaraku Rasulullah juga telah berkata kepadaku. Beliau berkata, 'Di setiap akar rambutmu, wahai Usama, ada malaikat yang senantiasa melaknatmu dan ada setan yang senantiasa menyesatkanmu' ... Alasan paling jelas dari ucapanku ini adalah anak yang engkau miliki di rumahmu. Ia akan membunuh keturunan Rasulullah Saw dan mengajak orang lain untuk ikut melakukannya."

Yang dimaksud Imam Ali as dengan anak di rumah itu adalah anak Usamah bin Zuhair yang masih menyusu dan setelah besar bergabung dengan bala tentara Ubaidillah bin Ziyad memerangi Imam Husein as. Anak Usamah ini nantinya yang mengeluarkan perintah kepada pasukannya untuk membunuh Imam Husein as dan ia sendiri ikut dalam perbuatan ini. Ia tidak lain adalah Hashin bin at-Tamim bin Usamah.

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?


Saya menggauli (berulang kali) seorang gadis dan saya tahu bahwa ia telah menikah dengan pria lainnya. Apa hukum dari perbuatan ini dan apa yang saya harus lakukan untuk bertaubat?
Jawaban Global
Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan menebus kesalahan-kesalahannya yang telah lalu, maka harapan pengampunan dari sisi Tuhan sangat besar.

Karena itu, apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap maaf dan ampunan Ilahi maka segeralah bertaubat. Anda tidak perlu mengabarkan kepada orang lain, cukuplah Anda dan Tuhan Anda yang mengetahui perbuatan tersebut.

Kebanyakan para marja taklid memandang bahwa berzina dengan wanita seperti ini akan menyebabkan keharaman abadi bagi pria yang berzina dengannya.
Jawaban Detil
Berzina dan menjalin hubungan gelap dengan wanita merupakan salah satu keburukan besar sosial yang mengakibatkan banyak kerugian yang tidak dapat ditebus dalam masyarakat. Atas dasar itu, Islam memandangnya sebagai perbuatan haram dan melawannya dengan sengit. Allah Swt dalam al-Qur’an berfirman, Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(Qs. Al-Isra [17]:32).

Dalam penjelasan singkat dan padat terdapat tiga poin penting yang disinggung pada ayat ini:
Pertama, tidak disebutkan bahwa Anda jangan berzina, melainkan dinyatakan bahwa jangan mendekat kepada amalan yang memalukan ini. Pernyataan redaksi ini di samping merupakan stressing terhadap kedalaman perbuatan ini juga merupakan isyarat subtil bahwa kontaminasi perbuatan zina biasanya memiliki pendahuluan-pendahuluan sehingga manusia secara perlahan mendekatinya, budaya telanjang, kondisi tanpa hijab, buku-buku berbau porno,  film-film beradegan kekerasan seksual, koran dan majalah, night club masing-masing merupakan pendahuluan bagi perbuatan tercela ini.

Demikian juga, berdua-duaan dengan orang asing (pria dan wanita non-mahram berdua-duaan di satu tempat sepi) merupakan faktor yang dapat menimbulkan was-was sehingga orang terseret untuk melakukan perbuatan zina.

Di samping itu, ketika orang-orang muda meninggalkan lembaga perkawinan, mempersulit tanpa dalil di antara kedua belah mempelai, kesemuanya merupakan faktor-faktor “yang mendekatkan kepada zina” yang dilarang pada ayat di atas dengan satu kalimat singkat. Demikian juga pada riwayat-riwayat Islam masing-masing dari yang disebutkan ini secara terpisah juga dilarang.

Kedua, kalimat “innahu kana fâhisyatan” yang mengandung tiga penegasan (inna, penggunaan bentuk kalimat lampau dan redaksi “fâhisyatan”) semakin menandaskan dosa ini.
Ketiga, kalimat, “sa’a sabila” (perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan jalan buruk) menjelaskan kenyataan ini bahwa amalan ini merupakan jalan yang melapangkan keburukan-keburukan lainnya di dalam masyarakat.


Pengaruh Buruk Zina dalam Sabda Para Maksum
Rasulullah Saw bersabda, “Zina mengandung kerugian-kerugian duniawi dan ukhrawi. Kerugian di dunia: hilangnya cahaya dan keindahan manusia, kematian yang dekat, terputusnya rezeki. Adapun kerugian di akhirat, tidak berdaya, mendapatkan kemurkaan Tuhan pada waktu perhitungan dan keabadian dalam neraka.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Tatkala zina telah merajalela maka kematian mendadak juga akan semakin banyak. Janganlah berzina, sehingga istri-istrimu juga tidak ternodai dengan perbuatan zina. Barang siapa yang melanggar kehormatan orang lain maka kehormatannya juga akan dilanggar. Sebagaimana engkau memperlakukan orang engkau akan diperlakukan.”[1]

Imam Ali bin Abi Thalib As dalam sebuah hadis bersabda, “Aku mendengar dari Rasulullah Saw bersabda, “Pada zina terdapat enam efek buruk, tiga bagiannya di dunia dan tiga bagian lainnya di akhirat. Adapun pengaruh buruknya di dunia, pertama, akan mengambil cahaya dan keindahan dari manusia. Memutuskan rezeki, mempercepat kematian manusia. Adapun pengaruh buruknya di akhirat, kemurkaan Tuhan, kesukaran dalam perhitungan dan masuknya ke dalam neraka.”[2]

Ali memandang bahwa meninggalkan perbuatan zina akan menyebabkan kokohnya institusi keluarga dan meninggalkan perbuatan liwat (sodomi) adalah faktor terjaganya generasi manusia.

Dalam sebuah sabda Imam Ridha As telah dinyatakan sebagian keburukan zina di antaranya:
1. Terjadinya pembunuhan dengan pengguguran janin.
2. Kacaunya sistem kekeluargaan dan kekerabatan.
3. Terabaikannya pendidikan anak-anak.
4. Hilangnya warisan.

Karena pengaruh buruk dan jelek lainnya yang membuat Islam sangat mencela perbuatan zina dan memandangnya sebagai dosa besar. Namun apabila manusia melakukan perbuatan buruk ini khususnya berzina dengan wanita bersuami dan kemudian menyesali perbuatan tersebut dengan sebenarnya serta menyatakan taubat dan berjanji tidak akan mengulanginya maka jalan dan pintu taubat akan terbuka lebar baginya.
Al-Qur’an dalam mencirikan ‘ibadurrahman (hamba-hamba sejati Tuhan), salah satu ciri mereka adalah tidak melakukan perbuatan zina. Firman Tuhan, Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia menerima siksa yang sangat pedih, akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka Allah akan mengganti kejahatan mereka dengan kebaikan, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang; . dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia kembali kepada Allah dengan sebenarnya. (Qs. Al-Furqan [25]:68-71).

Pada ayat lainnya, Al-Qur’an memperkenalkan orang-orang bertakwa, Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Balasan mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (Qs. Ali Imran [3]:135-136).

Disebutkan dalam sebuah riwayat muktabar, “Seorang pemuda menangis dan bersedih hati datang ke hadirat Rasulullah Saw dan berkata bahwa ia takut kepada kemurkaan Tuhan.
Rasulullah Saw bersabda, “Apakah engkau telah melakukan syirik?” Jawabnya, “Tidak.”
Sabdanya, “Apakah engkau telah menumpahkan darah seseorang yang tidak berdosa?”
Katanya, “Tidak.”
Sabdanya, “Allah Swt akan mengampuni dosamu berapa pun besarnya.”
Katanya, “Dosaku lebih besar dari langi dan bumi, arasy dan kursi Tuhan.”
Sabdanya, “Apakah dosamu lebih besar dari Tuhan?” Katanya, “Tidak, Allah Swt lebih besar dari segalanya.”

Sabdanya, “Pergilah (Bertobatlah) sesungguhnya Allah Swt Mahabesar dan mengampuni dosa besar.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda lagi, “Katakanlah sebenarnya dosa apa yang telah kau lakukan?”
Katanya, “Wahai Rasulullah Saw, saya merasa malu mengatakannya kepada Anda.”

Sabdanya, “Ayo katakanlah apa yang telah kau lakukan?” Katanya, “Tujuh tahun saya membongkar kuburan dan mengambil kafan orang-orang mati hingga suatu hari tatkala saya membongkar kubur dan mendapatkan jasad seorang putri dari kaum Anshar kemudian saya telanjangi lalu hawa nafsu menguasai diriku…. (kemudian pemuda itu menjelaskan apa yang dilakukannya).. Ketika ucapan pemuda itu sampai di sini Rasulullah Saw bersedih luar biasa dan bersabda, “Keluarkanlah orang fasik ini dan berpaling kepada pemuda itu dan bersabda, “Alangkah dekatnya engkau kepada neraka?” Pemuda itu keluar dan menangis sejadi-jadinya, mengalihkan pandangannya ke sahara dan berkata, “Wahai Tuhan Muhammad! Apabila Engkau menerima taubatku maka kabarkanlah kepada Rasul-Mu dan apabila tidak demikian maka turunkanlah api dari langit dan membakarku serta melepaskanku dari azab akhirat. (Setelah itu) Di sinilah utusan wahyu Ilahi turun kepada Rasulullah Saw dan membacakan ayat, “Qul Yaa Ibâdiyalladzi asrafû…” bagi Rasulullah Saw.[3]  

Katakanlah (Wahai Rasul), “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Isra [17]:53)

Dengan demikian apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap ampunan dan maaf ilahi maka segeralah bertaubat.  Anda tidak perlu harus mengabarkan orang lain atas apa yang terjadi. Cukup Anda dan Tuhan Andalah yang tahu apa yang telah Anda lakukan.

Sesuai dengan pandangan (fatwa) kebanyakan marja agung taklid yang memfatwakan keharaman abadi bagi wanita ini untuk menikah dengan orang yang telah berzina dengannya. Dan bahkan apabila wanita tersebut telah menerima talak dari suaminya, pria yang sebelumnnya berzina dengannya tidak dapat menikah dengannya (selamanya).[4]


[1]. Silahkan lihat, Tafsir Nur, Muhsin Qira’ati, jil. 8, hal. 193, Cetakan Kesebelas, Intisyarat Markaz Farhanggi Darsha-ye Qur’an, Teheran, 1383.  
[2]. Tafsir Nemune, Makarim Syirazi, jil. 12, hal. 102, Cetakan Pertama, Intisyarat-e Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1373.  
[3]. Ibid, jil. 19, hal. 507.  
[4]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 471. Masalah 2403, 2402, 2401. 

Dunia Lisan: Menceritakan Rahasia Pribadi


Oleh: Emi Nur Hayati

Membuka rahasia pribadi sejatinya membuat lisan manusia terjatuh ke jurang ketidakpercayaan.

Imam Ali as berkata, "Rahasia pribadimu akan membuatmu tetap ceria dan gembira selama masih kau tutupi dan tertutupi. Namun bila sudah terbuka, maka akan membuatmu gundah dan sedih." (Ghurar al-Hikam, hal 436)

Dalam riwayat-riwayat Islam, ada dua hal yang patut untuk diperhatikan; pertama, membuka rahasia pribadi itu dilarang, sementara kedua dan sebaliknya, menyembunyikan rahasia pribadi mendapatkan pujian dan penghargaan.

"Berkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat itu ada pada saat menyembunyikan rahasia dan bersikap baik pada orang-orang yang baik. Sementara berkumpulnya semua keburukan itu ada pada saat membuka rahasia dan berkawan dengan orang-orang yang jelek." (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 649)

Di dalam Nahjul Balaghah Imam Ali as berkata, "Orang yang menyembunyikan rahasia pribadinya akan senantiasa menjadi pemegang kendali urusan dirinya." (Nahjul Balaghah, hikmah 162).

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Dunia Lisan: Melontarkan Pertanyaan Mengganggu


Oleh: Emi Nur Hayati

Melontarkan Pertanyaan Mengganggu

Melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengganggu dalam riwayat-riwayat Islam disebut dengan "Ta'annut".

Terkait masalah ini Imam Ali as berkata:

"Sal Tafaqquhan Wa La Tas'al Ta'annutan, Wa Innal ‘Jaahilal Muta'allima Syabiihun Bil'Aalimi, Wa Innal ‘Aalimal Muta'assifa (Muta'annifa) Syabiihun Bil Jaahilil Muta'anniti..."

Bertanyalah untuk memahami dan janganlah bertanya untuk mengganggu. Karena sesungguhnya seorang jahil yang belajar sama seperti seorang yang pandai. Sebaliknya, seorang pandai yang menyimpang sama seperti seorang jahil yang mengganggu dan keras kepala." (Nahjul Balaghah, kata-kata hikmah, 320)

Di bagian lain beliau berkata:

"Orang-orang akan mengalami penurunan dan gangguan akal karena kecenderungan tabiatnya, kecuali orang yang dijaga oleh Allah Swt. Orang-orang yang mengalami kekurangan dan gangguan akal ini kalau bertanya isinya hanya ingin mengganggu dan mencari cela orang lain, namun bila menjawab pertanyaan mereka akan mengalami kesusahan." (Nahjul Balaghah, kata-kata hikmah, 343).

Sumber: Donya-ye Zaban; 190 Gonah Zaban, Kareem Feizi, Qom, Tahzib, 1386, cetakan ke-4.

Imam Ali as dan Taubat

 

Sumber :
Buku : taubat dalam naungan kasih sayang 
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan 

Dengan mengingat pengaruh dan efek besar yang terdapat dari taubat, seperti : meraih ampunan dan rahmat Ilahi, meraih kelayakan untuk masuk ke surga, selamat dari siksa api neraka, terjauhkan dari jalan yang menyimpang, berada dalam rel yang lurus, dan bersih dari dosa-dosa dan kegelapan, maka kita bisa simpulkan bahwa aktifitas taubat bukan merupakan sebuah kegiatan yang kecil dan biasa, akan tetapi taubat merupakan sebuah aktifitas besar, luar biasa  dan sangat penting. 

Taubat tidak akan terealisasi apabila seseorang hanya mengucapkan “astaghfirullah” (aku mohon ampun kepada Allah Swt) dengan disertai rasa malu dalam dirinya dan tetesan air mata, karena banyak orang yang bertaubat dengan cara seperti ini, namun selang beberapa waktu, mereka kembali lagi jatuh ke dalam dosa yang sama.

“Kembali jatuh ke dalam dosa” merupakan bukti yang paling jelas bahwa taubat yang hakiki belum terealisasi. Taubat yang hakiki merupakan hal yang sangat penting dan agung, oleh karena itu, banyak dari ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis yang menyinggung persoalan tersebut. 

Taubat Hakiki Menurut Imam Ali as 
Suatu saat seseorang di hadapan Imam Ali as, mengucapkan "Astaghfirulloh" (Aku memohon Ampunan kepada Allah ), maka Imam Ali as berkata kepadanya, "Semoga ibumu meratapi kematianmu. Tahukah kamu, apakah Istighfar itu? Istighfar adalah derajat orang-orang yang tinggi kedudukannya. Ia adalah nama yang berlaku pada enam makna:
Pertama, penyesalan yang telah lalu. 
Kedua, bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan dosa itu selamanya. 
Ketiga, mengembalikan hak orang lain yang telah diambilnya (tanpa hak) sehingga kamu berjumpa dengan Allah dalam keadaan terlepas dari tuntutan seorang pun. 
Keempat, hendaklah kamu memperhatikan setiap kewajiban atasmu yang sebelumnya telah kamu sia-siakan sehingga kamu dapat memenuhi kewajiban itu. 
Kelima, hendaklah kamu perhatikan daging yang telah tumbuh dari hasil yang haram, lalu kamu kuruskan ia dengan kesedihan sehingga kulit menempel pada tulang, lalu tumbuh di antaranya daging yang baru  (dari hasil yang halal). 
Keenam, hendaklah kamu rasakan badanmu dengan sakitnya ketaatan, sebagaimana kamu telah merasakannya dengan manisnya kemaksiatan. Maka, ketika itulah, kamu layak mengucapkan "Astaghfirulloh"

Dinukil dari buku taubat dalam naungan kasih sayang, karya Ayatullah Husein Ansariyan.

Berkah Kalung Sayidah Zahra

 
Suatu ketika Rasulullah Saw kedatangan tamu seorang musafir yang telah kehabisan bekal. karena di rumah beliau tidak ada sesuatu yang layak diberikan, maka beliau minta tolong sahabat Bilal agar mengantar tamu itu ke rumah putri Beliau, yaitu  Sayyidah Fathimah as.

Dirumah Sayyidah Fathimah as, rupanya juga tidak ada sesuatu yang layak dimakan. Maka dengan senang hati, tulus dan ikhlas, Sayyidah Fathimah memberinya kalung hadiah pernikahannya dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib as. Sayyidah Fathimah berkata:  “Ambillah kalung ini dan juallah, mudah-mudahan harganya cukup untuk memenuhi keperluanmu”.

Oleh si tamu, kalung itu dijual ke Ammar bin Yasir, salah seorang sahabat Nabi Saw  “Berapa hendak kamu jual kalung itu?” tanya Ammar bin Yasir.

“Aku akan menjualnya dengan roti dan daging, sekedar untuk mengenyangkan perutku, sebuah baju penutup tubuhku dan uang satu dinar untuk menemui istriku” kata si tamu tadi.

Ammar berkata:  “Baiklah, aku membeli kalung itu dengan harga 20 dinar, ditambah 200 dirham, ditambah sebuah baju, serta seekor unta agar engkau dapat menemui istrimu”.

Setelah itu Ammar berkata pada budaknya, Asham.

“Wahai Asham, pergilah sekarang menghadap Rasulullah Saw, katakan bahwa aku menghadiahkan kalung ini dan juga engkau kepadanya. jadi mulai hari ini kamu bukan budakku lagi tetapi budak Rasulullah Saw”.

Ternyata, Rasulullah Saw pun berbuat sebagaimana Ammar. Ia menghadiahkan kalung itu dan juga Asham kepada Sayyidah Fathimah.

Sayyidah Fathimah asbegitu berbahagia menerima hadiah dari ayahandanya, sekalipun dia tahu bahwa kalung ini semula memang miliknya.

Dia sadar, ternyata kebaikannya yang hanya sekedar memberi kalung mendapat balasan berlebih dari Allah Swt,  yaitu dengan ditambah seorang budak.

Lalu Sayyidah Fathimah berkata kepada Asham: “Wahai Asham, engkau sekarang bebas dari perbudakan dan menjadi manusia merdeka, aku melakukan semua ini karena Allah Swt semata”.

Mendengar perkataan Sayyidah Fathimah, Asham tertawa gembira.

Sayyidah Fathimah pun menjadi heran dan bertanya; ” Wahai Asham, mengapa engkau tertawa seperti itu?”

“Aku tertawa karena kagum dan takjub akan berkah kalung itu. Ia telah mengenyangkan orang yang lapar, Ia telah menutup tubuh orang yang telanjang, Ia telah memenuhi hajat seorang yang fakir dan akhirnya ia telah membebaskan seorang budak”, jawab Asham.

***

Mudah-mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk kita semua, bahwa kedermawanan adalah akhlaq yang mulia, seperti apa yang dilakukan oleh Sayyidah Fathimah.

Amin.

KETUHANAN DALAM NAHJUL BALAGHAH


Di antara alumni-alumni lulusan akademi dan khalaqah Rasulullah saww. Ali as. adalah lulusan terbaiknya. Dengan potensi suci dan sempurna Ali as. mampu menangkap semua pelajaran sang guru, tidak ada satu hurufpun yang tidak difahami olehnya bahkan setiap satu huruf yang diajarkan oleh Rasul saww. terbuka baginya seribu pintu ilmu. Hal ini menjadikan Ali as. pemilik kesempurnaan akal dan iman.Di kalangan para arif, Ali as. adalah wujud tajalli tertinggi dari Haq yang maha tinggi. Karena ketinggian wujud suci alawi ini, hanya ka’bah yang mampu menerima tajalli wujudnya dan hanya mihrab yang sanggup menahan berat beban shahadah wujud suci ini. Hijab dunia dan tabir akherat dihadapan pandangan hakekat Ali as. tidak lagi memiliki warna. Pandangan Ali as. mampu menembus alam malakut serta tidak ada lagi yang tersembunyi dari pandangannya. 

Beliau berkata : “ Sesungguhnya aku telah melihat alam malakut dengan izin Tuhanku, tidak ada yang ghaib ( tersembunyi ) dariku apa-apa yang sebelumku dan apa-apa yang akan datang sesudahku.”[1] Ali as. adalah ayat kubra Haq yang maha tinggi, insan kamil yang memiliki ilmu kitab, seperti yang disabdakan oleh Rasulallah saww.: “ salah seorang misdaq dari ayat ( katakanalah! Cukuplah Allah swt. sebagai saksi antara aku dan kalian serta orang yang memiliki ilmu kitab )[2] adalah saudaraku Ali.”[3]
 
Para arif serta ahli bathin dengan bangga mengaku diri mereka sebagai murid dari sang murod agung ini, dan menjadikan Ali as. sebagai qutub dari silsilah mursyidnya. Imam Hadi as. berkata : Ali as. adalah kiblat kaum Arifiin[4]
Dikalangan ahli hikmah, hikmah alawi merupakah hikmah tertinggi. Wujud, perbuatan serta kalam Ali as. sarat dengan hikmah yang memancar dari maqam imamahnya serta menjadi lentera bagi para pengikutnya. Dalam filsafat ketuhanan Ali as. adalah orang pertama dalam islam yang meletakkan batu pondasi burhan dan membukakan pintu argumtasi falsafi bagi para filusuf dan ahli hikmah sesudahnya. Selain dari itu Ali as. adalah orang pertama yang menggunakan istililah-istilah falsafi arab dalam menjelaskan masalah-masalah filsafat. Menurut pandangan Ali as. makriaf ketuhanan merupakan makrifat tertinggi dan merupakan paling sempurnanya makrifat. Seperti dalam ucapannya : “ Makrifat tentang Allah Ta’ala adalah paling tingginya makrifat[5] serta ucapannya : “ Barang siapa yang mengenal Allah swt. maka sempurnalah makrifatnya “.[6]
Ucapan-ucapan fasih Ali as. dalam Nahjul Balaghah sangat sarat dengan hikmah dan makrifat tertinggi. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar kecuali dari orang yang memiliki kedudukan khusus dan tinggi tentang pengetahuan dan makrifatnya terhadap Tuhan.
 
Tahapan Pengenalan Tuhan Dalam Ucapan Imam Ali as.
Ali as. dalam khutbah pertama dari Nahjul Balaghah menjelaskan urutan tahapan pengenalan terhadap Tuhan, mulai dari tahapan sederhana hingga berakhir kepada tahapan yang sangat dalam dan detail.
 
1. Mengenal Tuhan dan mengakui akan ketuhananNya. Sebuah pandangan dunia yang dimiliki semua keyakinan dan agama baik yang muwahid ataupun yang musyrik mulai dari agama primitive sampai kepada islam. Yang tertera dalam ucapannya : “awwal ( asas ) dari agama adalah mengenal Tuhan”.[7]Ali as. dalam beberapa khutbahnya berusaha mengajukan beberapa argument untuk pembuktian akan keberadaan sang pencipta dari alam semesta, seperti dalam ucapan singkatnya : “setiap sesuatu yang bersandar kepada selainnya maka ia adalah sebab”.[8] Ucapan singkat akan tetapi memiliki kandungan yang luas ini ingin menjelaskan hokum kausalitas dan menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini sebab, karena wujud mereka bukanlah dzati ( mumkin ). Oleh karenanya harus ada sesuatu yang keberadaanya dzati (wajib alwujud).Dalam khutbah lain Ali as. berkata : “Celakalah orang yang mengingkari sang maha muqaddir dan tidak meyakini mudabbir[9] kelanjutan dari kutbah ini : “Apakah mungkin ada bangunan tanpa ada yang membangun dan apakah mungkin ada perbuatan tanpa adanya pelaku?[10] Dalam pandangan Ali as. keyakinan akan keberadaan Tuhan merupakan sesuatu yang fitri dan dengan sekedar melihat wujud makhluknya, manusia akan mempu mengungkap keberadaan sang pencipta, seperti dalam ucapannya : “Aku merasa heran dengan orang yang mengingkari Allah swt., sementara dia melihat ciptaanNya !”[11]
 
2. tashdiq
Tashdiq adalah satu konsep yang lebih khusus dibanding dengan makrifat, karena makrifat merupakan konsep mencakup pengetahuan yang bersifat dlanni serta pengetahuan yaqinni. Seperti halnya makrifat, tashdiq juga memiliki beberapa tingkatan :

Pertama : tasawwur ibtidai dari bagian-bagian ( maudlu dan mahmul ) proposisi dan keyakinan sederhana akan kebenaran hukum dari nisbah tiap bagian tadi. Keyakinan orang awam terhadap proposisi-proposisi seperti “Tuhan ada” atau “Tuhan maha melihat” tidak didasari oleh kemantapan pengetahuan setiap bagian dari proposisi atau hukum nisbah antara bagian-bagian tersebut. Artinya pengetahuan mereka tentang bagian dari proposisi serta hukum dari nisbah antara keduanya sangatlah ijmal. Oleh karenanya keykinan mereka sangatlah rapuh.

Kedua : Tashdiq yang muncul setelah pengetahuan yang nisbi terhadap bagian-bagian proposisi serta keyakinan yang muncul dari pengakuan akan kebenaran nisbah antara bagian-bagian tersebut. Akan tetapi keyakinan nisbi ini masih belum bisa menjadi faktor penggerak kehidupannya, artinya keyakinan ini masih tergantung kepada perhitungan untung rugi. Kalau proposisi tersebut membawa keuntungan bagi keberadaannya maka proposisi tersebut sempurna dan kalau tidak maka dia akan berpaling dari keyakinan ini.

Ketiga : Tashdiq yang muncul dari kejelasan terhadap bagian-bagian proposisi dan tidak ada sedikitpun keraguan terhadapnya serta keyakinan yang mantap terhadap hukum nisbah antara bagian-bagian proposisi tadi. Akan tetapi keyinanan tersebut belum malakah dan menjadi darah dagingnya, artinya walaupun dengan segala kejelasan akan bagian proposisi serta hukumnya akan tetapi keykinan ini tidak merasuk ke dalam kehidupan dan tujuan hidupnya.
Keempat : Tashdiq atau keyakinan yang dihasilkan dari pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi serta hukum nisbah antara bagain-bagian ini. Dan keyakinan ini sudah mendarah daging, malakah dan sudah menjadi faktor penggerak yang besar dalam kehidupannya. Ini merupakan keyakinan hakiki yang muncul dari kesempurnaan makrifar. Keyakinan seperti ini yang dianjurkan oleh Ali as. dalam salah satu khutbahnya : “jangan jadikan ilmu kalian kebodohan dan keyakinan kalian menjadi syak, jika kalian sudah mengetahui maka amalkanlah dan jika kalian sudah meyakininya maka praktekanlah[12] Atau dalam salah satu hadits Ali as. berkata : “Ilmu selalu bergandengan ( maqrun ) dengan amal ; barang siapa yang sudah mengetahui maka ia akan mengamalkan dan barang siapa yang mengamalkan berarti ia telah mengetahui. Ilmu selalu bergandengan dengan amal, ( jika ia mengamalkannya ) maka ilmu akan menjawabnya dan jika tidak maka ia pun akan meninggalkannya[13]
 
3. Tauhid.
Setelah manusia melewati ketiga tahapan tashdiq dan masuk kepada tingkatan keempat, maka kelazimannya dia akan mengakui keesaan Tuhan. Karena pada tingkatan keempat dari tashdiq, manusia sudah memiliki pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi, Argumentasi akan keberadaan wajib al-wujud merupakan argumentasi terhadap keesaannya. Pembuktian akan keberadaan wajib al-wujud ( dalam istilah falsafi ) yaitu Allah swt. ( dalam istilah agama ) adalah pembuktian akan keberadaan Dzat yang maha sempurna dan tidak terbatas. Dan kelaziman dari ketidak terbatasanNya adalah keesaanNya. Dalam salah satu hadistnya : “mengetahuinya berarti mengesakannya[14] ( seperti argumentasi yang dikemukakan oleh Mulla Sadra ). Dalam pandangan Ali as. yang dimaksud dengan esa dan satunya Tuhan bukanlah satu dalam bilangan sehingga Dia terpisah dari yang lain dengan batasan, akan tetapi artinya tidak ada sekutu bagiNya dan Tuhan adalah wujud yang bashit dan tidak tersusun dari bagian seperti dalam ucapannya : “Satu akan tetapi bukan dengan bilangan[15]
 
4. Ikhlas
Tahapan selanjutnya adalah Ikhlas tentang Tuhan ; “kesempurnaan tuahid adalah ikhlas terhadapNya[16] Ibnu Abi Hadid ( diyakini juga oleh Allamah Ja’fari ); maksud dari ikhlas dalam khutbah ini – dengan melihat kalimat-kalimat berikutnya dari khutbah ini- adalah mensucikan ( akhlasha/khalis danestan ) wujud Tuhan dari segala kekurangan dan sifat-sifat salbi.[17]
 
5. Penafian Sifat
Tuhan merupakan wujud yang mutlak serta maha tidak terbatas, oleh karenanya kekuatan akal dengan konsep-konsep dzihn-nya setiap kali hendak memberikan sifat ( dengan konsep-konsep ) tidak akan bisa mensifati Tuhan dengan sempurna dan mensifati Tuhan dengan apa yang seharusnya. Karena setiap konsep dari satu sifat berbeda dengan konsep dari sifat lain ( terlepas dari misdaq ), maka kelazimannya adalah keterbatasan. Artinya kalau kita memberikan sifat kepadaNya berarti kita telah membandingkan ( satu sifat dengan yang lain atau antara Dzat dengan sifat ). Ketika kita telah membandingkan berarti kita menduakannya, ketika kita menduakannya berarti kita men-tajziah, ketika kita men-tajziah berarti kita tidak mengenalNya dan seterusnya seperti yang uraikan dalam khutbahnya.[18] Wujud Tuhan yang maha tidak terbatas tidak mungkin bisa diletakkan dalam satu wadah, baik wadah berupa suatu wujud atau dicakup dalam wadah berupa konsep kulli yang dihasilkan dari perbuatan akal. Oleh karenanya golongan yang meyakini adanya hulul pada dzat Tuhan, mereka telah membatasi Tuhan dalam satu wujud makhluk tertentu. Seperti keyakinan bahwa Isa as. atau Ali as. adalah wadah bagi wujud Tuhan, sangat jelas bahwa pandangan seperti itu sudah menyimpang dari Tauhid dan bertetangan dengan akal serta teks-teks agama seperti ucapan Ali as. : “ barang siapa yang berkata bahwa Tuhan ada pada sesuatu maka ia telah menyatukanNya dengan sesutau itu, dan barang siapa yang menyatakan bahwa Tuhan diatas ( diluar ) dari sesutau berarti ia telah memisahkan Tuhan darinya “.  

Wujud yang maha tidak terbatas, tidak berakhir dan memiliki wahdat ithlaqi memiliki dua kekhususan; pertama ‘ainiah wujudi dan hadir secara wujud dengan semua makhluk sebagai tajalli isim-Nya akan tetapi tidak dalam artian hulul. Kedua : fauqiah wujudi , karena wujudnya yang tidak terbatas tidak mungkin bisa dibatasi hanya pada makhluk yang terbatas ( hulul ). Artinya wujud mutlak ini selian hadir di dalam wujud makhluk juga berada di luar wujud makhluk, sebab kalau tidak maka wujudNya akan terbatas. Seperti yang diutarakan oleh Imam Husein bin Ali as. ketika menafsirkan ayat “ Allah al-shamad “ maknanya adalah “ laa jaufa lahu “ atau wujudNya tidak memiliki kekosongan artinya tidak ada bagianpun dari wujud ini yang kosong dariNya. Hal ini juga dijelaskan dalam khutbah selanjutnya : “ bersama segala sesuatu akan tetapi tidak dengan muqaranah dan bukan segala sesuatu akan tetapi tidak jawal dan terpisah darinya.Kesimpulannya bahwa filsafat yang bersenjatakan akal dengan segala kekuatannya tidak akan bisa memahami Tuhan dengan apa adaNya ( ihathah ). Begitu pula kekuatan amal manusia yang terbatas, lewat irfannya, tidak akan sampai pada shuhud dan hudzur pada kedalaman sifat dari wujud yang maha Agung ini. Pengetahuan manusia tentang Tuhan selalu diiringi dengan pengakuan ketidak mampuan dan kelemahan. 

Pada kutbah lain Ali as. berkata : “kekuatan fikr manusia tidak sampai kepada sifatNya, dan hati tidak akan bisa meraih kedalamNya[19] penjelasan lain dari penafian sifat, adalah menafikan sifat sebagai sesuatu yang terpisah dari mausuf. Penafsiran ini dikuatkan oleh kalimat sesudahnya : “dengan kesaksian bahwa setiap sifat bukanlah mausuf dan setiap mausuf bukanlah sifat “ atau kalimat sebelumnya dari khutbah ini : : “Dzat yang sifatnya tidak memiliki batasan yang membatasinya” 

Manabi’:
1. hikmat-e alawi . Jawadi Aamuli
2. Tarjumeh wa tafir-e Nahjul Balaghah , Muhammad Taqi Ja’fari
3. Al-Insan wa Al-Aqidah : Muhammad Husein Tabhatbha’i
4. Zandagi-e ‘arifaneh-e Ali, Jawwadi Aamuli
5. Irfan Islami, Ali Fadzli


Referensi:
[1] Aamaal Syekh Thusi : hal 205.
[2] Al-Ra’d : 43
[3] Nur Al-Staqalain : jilid 2 hal. 523.
[4] Misbah Al-Zaair : 477.
[5] Gurar wa Durar : Hadist no. 1674
[6] Ibid : Hadist no. 7999.
[7] Nahjul Balaghah : 1
[8] Nahjul Balaghah : 186
[9] Nahjul Balaghah : 185
[10] Ibid
[11] Nahjul Balaghah : 126
[12] Nahjul Balaghah : 523, hikmah : 274.
[14] Al-Ihtijaj : 1/201 dan Bihar Al-Anwar : 4/253.
[15] Nahjul Balaghah : 279 khutbah no. 185.
[16] Nahjul balaghah :1
[17] Syarh Nahjul Balaghah : 2/57 ( Muhammad Taqi Ja’fari )
[18] Nahjul Balaghah : 1
[19] Nahjul Balaghah : 85.

Terkait Berita: