Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Hijab. Show all posts
Showing posts with label Hijab. Show all posts

Warga Muslim China Dilarang Berpuasa


Para petinggi China melarang anggota partai Islam, para pegawai pemerintah, siswa, dan guru di sebagian kawasan Xinjiang berpuasa di bulan Ramadhan ini.
 
Pelarang berpuasa ini bukan untuk pertama kali diterapkan di kawasan Xinjiang. Keputusan seperti ini biasa diambil pemerintah China ketika menjelang Ramadhan tiba.

“Pemerintah China sedang menambah volume pembatasan di bulan Ramadhan ini. Ritual agama masyarakat Uyghur sedang menghadapi banyak pembatasan. Kontrol yang berlebihan ini mungkin akan menyebabkan perlawanan rakyat akan mencapai klimaks,” begitu diungkapkan oleh Dilxat Raxit Jubir kelompok minoritas Uyghur dalam pengasingan.

Menurut Raxit, keputusan para petinggi China untuk melarang para pegawai pemerintah berpuasa merupakan sebuah usaha untuk mengontrol agama Islam.

Situs informasi resmi Pemerintah China dalam rilis terakhir mengabarkan, lantaran keputusan tersebut, restoran-restoran halal China lebih terdorong untuk buka di siang hari bulan Ramadhan. Restoran-restoran yang buka di bulan Ramadhan ini tidak akan dipersulit di masa mendatang.

Pemerintah China mengklaim, undang-undang untuk daerah Xinjiang yang berpenduduk muslim ini diberlakukan dalam rangka kampanye untuk melawan radikalisme agama. Tentu maksud mereka dari “radikalisme agama” ini adalah Muslimin China.

Partai Komunis China sudah banyak melakukan usaha untuk melemahkan Islam dan memberangus warga muslim Uyghur yang mayoritas mereka berdomisili di Xinjiang.

Dari sejak tahun lalu, para petinggi China memberikan hadiah uang tunai kepada warga China yang siap memata-matai tetangga muslim mereka. Menentang hijab dan jenggot termasuk keputusan lain China dalam melawan warga muslim.

(Shabestan)

Pelarangan Hijab Islami di Markas Xinjiang Cina


XINJIANG - Komite Permanen Dewan Kota Urumqi, hari Rabu (12/12/2014) menyetujui pelarangan hijab di tempat-tempat umum pusat propinsi Xinjiang. 

“Dekrit yang mengancam komunikasi antara pemerintah dan minoritas muslim Uighur ini, akan dilaksanakan jika mendapatkan persetujuan di parlemen Xinjiang,” demikian laporan IQNA, seperti dikutip dari kantor berita Perancis.

Beijing dengan adanya banyak upaya untuk mengamankan propinsi Xinjiang, sampai sekarang ini tidak mampu membendung serangan-serangan di Xinjiang. Baru-baru ini pemerintah mengumumkan penempatan tiga ribu pasukan sebelumnya untuk menjaga keamanan di Urumqi, markas kota.

Pada bulan Oktober lalu, pengadilan mengeksekusi 12 orang, dengan tuduhan ikut terlibat dalam serangan yang terjadi pada akhir bulan Juni, yang menyebabkan seratus orang terbunuh di Xinjiang.

Xinjiang memiliki 10 juta kaum muslimin Uighur, yang menentang kekuasaan Beijing, dan menurut penuturan para pejabat Cina, sekelompok dari mereka adalah yang bertanggung jawab atas serangan bulan-bulan sebelumnya di kawasan dan di luar Xinjiang.

Dituturkan, sebelumnya pemerintah Cina di propinsi Xinjiang, melarang pemeliharaan jenggot bagi para remaja dan menggunakan cadar bagi para wanita. Dengan berdasarkan ini, para remaja Uighur yang memiliki jenggot ditahan di pos-pos pemeriksaan dan diinterogasi.

Dituturkan juga, bahwa para wanita yang memakai cadar di wajah dihentikan. Rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya juga tidak membolehkan masuk orang-orang yang berjenggot dan bercadar ini. Bahkan, dalam sebagian tempat-tempat di Xinjiang para wanita yang bercadar dan para lelaki yang berjenggot dilarang naik bus.

KETUHANAN DALAM NAHJUL BALAGHAH


Di antara alumni-alumni lulusan akademi dan khalaqah Rasulullah saww. Ali as. adalah lulusan terbaiknya. Dengan potensi suci dan sempurna Ali as. mampu menangkap semua pelajaran sang guru, tidak ada satu hurufpun yang tidak difahami olehnya bahkan setiap satu huruf yang diajarkan oleh Rasul saww. terbuka baginya seribu pintu ilmu. Hal ini menjadikan Ali as. pemilik kesempurnaan akal dan iman.Di kalangan para arif, Ali as. adalah wujud tajalli tertinggi dari Haq yang maha tinggi. Karena ketinggian wujud suci alawi ini, hanya ka’bah yang mampu menerima tajalli wujudnya dan hanya mihrab yang sanggup menahan berat beban shahadah wujud suci ini. Hijab dunia dan tabir akherat dihadapan pandangan hakekat Ali as. tidak lagi memiliki warna. Pandangan Ali as. mampu menembus alam malakut serta tidak ada lagi yang tersembunyi dari pandangannya. 

Beliau berkata : “ Sesungguhnya aku telah melihat alam malakut dengan izin Tuhanku, tidak ada yang ghaib ( tersembunyi ) dariku apa-apa yang sebelumku dan apa-apa yang akan datang sesudahku.”[1] Ali as. adalah ayat kubra Haq yang maha tinggi, insan kamil yang memiliki ilmu kitab, seperti yang disabdakan oleh Rasulallah saww.: “ salah seorang misdaq dari ayat ( katakanalah! Cukuplah Allah swt. sebagai saksi antara aku dan kalian serta orang yang memiliki ilmu kitab )[2] adalah saudaraku Ali.”[3]
 
Para arif serta ahli bathin dengan bangga mengaku diri mereka sebagai murid dari sang murod agung ini, dan menjadikan Ali as. sebagai qutub dari silsilah mursyidnya. Imam Hadi as. berkata : Ali as. adalah kiblat kaum Arifiin[4]
Dikalangan ahli hikmah, hikmah alawi merupakah hikmah tertinggi. Wujud, perbuatan serta kalam Ali as. sarat dengan hikmah yang memancar dari maqam imamahnya serta menjadi lentera bagi para pengikutnya. Dalam filsafat ketuhanan Ali as. adalah orang pertama dalam islam yang meletakkan batu pondasi burhan dan membukakan pintu argumtasi falsafi bagi para filusuf dan ahli hikmah sesudahnya. Selain dari itu Ali as. adalah orang pertama yang menggunakan istililah-istilah falsafi arab dalam menjelaskan masalah-masalah filsafat. Menurut pandangan Ali as. makriaf ketuhanan merupakan makrifat tertinggi dan merupakan paling sempurnanya makrifat. Seperti dalam ucapannya : “ Makrifat tentang Allah Ta’ala adalah paling tingginya makrifat[5] serta ucapannya : “ Barang siapa yang mengenal Allah swt. maka sempurnalah makrifatnya “.[6]
Ucapan-ucapan fasih Ali as. dalam Nahjul Balaghah sangat sarat dengan hikmah dan makrifat tertinggi. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar kecuali dari orang yang memiliki kedudukan khusus dan tinggi tentang pengetahuan dan makrifatnya terhadap Tuhan.
 
Tahapan Pengenalan Tuhan Dalam Ucapan Imam Ali as.
Ali as. dalam khutbah pertama dari Nahjul Balaghah menjelaskan urutan tahapan pengenalan terhadap Tuhan, mulai dari tahapan sederhana hingga berakhir kepada tahapan yang sangat dalam dan detail.
 
1. Mengenal Tuhan dan mengakui akan ketuhananNya. Sebuah pandangan dunia yang dimiliki semua keyakinan dan agama baik yang muwahid ataupun yang musyrik mulai dari agama primitive sampai kepada islam. Yang tertera dalam ucapannya : “awwal ( asas ) dari agama adalah mengenal Tuhan”.[7]Ali as. dalam beberapa khutbahnya berusaha mengajukan beberapa argument untuk pembuktian akan keberadaan sang pencipta dari alam semesta, seperti dalam ucapan singkatnya : “setiap sesuatu yang bersandar kepada selainnya maka ia adalah sebab”.[8] Ucapan singkat akan tetapi memiliki kandungan yang luas ini ingin menjelaskan hokum kausalitas dan menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini sebab, karena wujud mereka bukanlah dzati ( mumkin ). Oleh karenanya harus ada sesuatu yang keberadaanya dzati (wajib alwujud).Dalam khutbah lain Ali as. berkata : “Celakalah orang yang mengingkari sang maha muqaddir dan tidak meyakini mudabbir[9] kelanjutan dari kutbah ini : “Apakah mungkin ada bangunan tanpa ada yang membangun dan apakah mungkin ada perbuatan tanpa adanya pelaku?[10] Dalam pandangan Ali as. keyakinan akan keberadaan Tuhan merupakan sesuatu yang fitri dan dengan sekedar melihat wujud makhluknya, manusia akan mempu mengungkap keberadaan sang pencipta, seperti dalam ucapannya : “Aku merasa heran dengan orang yang mengingkari Allah swt., sementara dia melihat ciptaanNya !”[11]
 
2. tashdiq
Tashdiq adalah satu konsep yang lebih khusus dibanding dengan makrifat, karena makrifat merupakan konsep mencakup pengetahuan yang bersifat dlanni serta pengetahuan yaqinni. Seperti halnya makrifat, tashdiq juga memiliki beberapa tingkatan :

Pertama : tasawwur ibtidai dari bagian-bagian ( maudlu dan mahmul ) proposisi dan keyakinan sederhana akan kebenaran hukum dari nisbah tiap bagian tadi. Keyakinan orang awam terhadap proposisi-proposisi seperti “Tuhan ada” atau “Tuhan maha melihat” tidak didasari oleh kemantapan pengetahuan setiap bagian dari proposisi atau hukum nisbah antara bagian-bagian tersebut. Artinya pengetahuan mereka tentang bagian dari proposisi serta hukum dari nisbah antara keduanya sangatlah ijmal. Oleh karenanya keykinan mereka sangatlah rapuh.

Kedua : Tashdiq yang muncul setelah pengetahuan yang nisbi terhadap bagian-bagian proposisi serta keyakinan yang muncul dari pengakuan akan kebenaran nisbah antara bagian-bagian tersebut. Akan tetapi keyakinan nisbi ini masih belum bisa menjadi faktor penggerak kehidupannya, artinya keyakinan ini masih tergantung kepada perhitungan untung rugi. Kalau proposisi tersebut membawa keuntungan bagi keberadaannya maka proposisi tersebut sempurna dan kalau tidak maka dia akan berpaling dari keyakinan ini.

Ketiga : Tashdiq yang muncul dari kejelasan terhadap bagian-bagian proposisi dan tidak ada sedikitpun keraguan terhadapnya serta keyakinan yang mantap terhadap hukum nisbah antara bagian-bagian proposisi tadi. Akan tetapi keyinanan tersebut belum malakah dan menjadi darah dagingnya, artinya walaupun dengan segala kejelasan akan bagian proposisi serta hukumnya akan tetapi keykinan ini tidak merasuk ke dalam kehidupan dan tujuan hidupnya.
Keempat : Tashdiq atau keyakinan yang dihasilkan dari pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi serta hukum nisbah antara bagain-bagian ini. Dan keyakinan ini sudah mendarah daging, malakah dan sudah menjadi faktor penggerak yang besar dalam kehidupannya. Ini merupakan keyakinan hakiki yang muncul dari kesempurnaan makrifar. Keyakinan seperti ini yang dianjurkan oleh Ali as. dalam salah satu khutbahnya : “jangan jadikan ilmu kalian kebodohan dan keyakinan kalian menjadi syak, jika kalian sudah mengetahui maka amalkanlah dan jika kalian sudah meyakininya maka praktekanlah[12] Atau dalam salah satu hadits Ali as. berkata : “Ilmu selalu bergandengan ( maqrun ) dengan amal ; barang siapa yang sudah mengetahui maka ia akan mengamalkan dan barang siapa yang mengamalkan berarti ia telah mengetahui. Ilmu selalu bergandengan dengan amal, ( jika ia mengamalkannya ) maka ilmu akan menjawabnya dan jika tidak maka ia pun akan meninggalkannya[13]
 
3. Tauhid.
Setelah manusia melewati ketiga tahapan tashdiq dan masuk kepada tingkatan keempat, maka kelazimannya dia akan mengakui keesaan Tuhan. Karena pada tingkatan keempat dari tashdiq, manusia sudah memiliki pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi, Argumentasi akan keberadaan wajib al-wujud merupakan argumentasi terhadap keesaannya. Pembuktian akan keberadaan wajib al-wujud ( dalam istilah falsafi ) yaitu Allah swt. ( dalam istilah agama ) adalah pembuktian akan keberadaan Dzat yang maha sempurna dan tidak terbatas. Dan kelaziman dari ketidak terbatasanNya adalah keesaanNya. Dalam salah satu hadistnya : “mengetahuinya berarti mengesakannya[14] ( seperti argumentasi yang dikemukakan oleh Mulla Sadra ). Dalam pandangan Ali as. yang dimaksud dengan esa dan satunya Tuhan bukanlah satu dalam bilangan sehingga Dia terpisah dari yang lain dengan batasan, akan tetapi artinya tidak ada sekutu bagiNya dan Tuhan adalah wujud yang bashit dan tidak tersusun dari bagian seperti dalam ucapannya : “Satu akan tetapi bukan dengan bilangan[15]
 
4. Ikhlas
Tahapan selanjutnya adalah Ikhlas tentang Tuhan ; “kesempurnaan tuahid adalah ikhlas terhadapNya[16] Ibnu Abi Hadid ( diyakini juga oleh Allamah Ja’fari ); maksud dari ikhlas dalam khutbah ini – dengan melihat kalimat-kalimat berikutnya dari khutbah ini- adalah mensucikan ( akhlasha/khalis danestan ) wujud Tuhan dari segala kekurangan dan sifat-sifat salbi.[17]
 
5. Penafian Sifat
Tuhan merupakan wujud yang mutlak serta maha tidak terbatas, oleh karenanya kekuatan akal dengan konsep-konsep dzihn-nya setiap kali hendak memberikan sifat ( dengan konsep-konsep ) tidak akan bisa mensifati Tuhan dengan sempurna dan mensifati Tuhan dengan apa yang seharusnya. Karena setiap konsep dari satu sifat berbeda dengan konsep dari sifat lain ( terlepas dari misdaq ), maka kelazimannya adalah keterbatasan. Artinya kalau kita memberikan sifat kepadaNya berarti kita telah membandingkan ( satu sifat dengan yang lain atau antara Dzat dengan sifat ). Ketika kita telah membandingkan berarti kita menduakannya, ketika kita menduakannya berarti kita men-tajziah, ketika kita men-tajziah berarti kita tidak mengenalNya dan seterusnya seperti yang uraikan dalam khutbahnya.[18] Wujud Tuhan yang maha tidak terbatas tidak mungkin bisa diletakkan dalam satu wadah, baik wadah berupa suatu wujud atau dicakup dalam wadah berupa konsep kulli yang dihasilkan dari perbuatan akal. Oleh karenanya golongan yang meyakini adanya hulul pada dzat Tuhan, mereka telah membatasi Tuhan dalam satu wujud makhluk tertentu. Seperti keyakinan bahwa Isa as. atau Ali as. adalah wadah bagi wujud Tuhan, sangat jelas bahwa pandangan seperti itu sudah menyimpang dari Tauhid dan bertetangan dengan akal serta teks-teks agama seperti ucapan Ali as. : “ barang siapa yang berkata bahwa Tuhan ada pada sesuatu maka ia telah menyatukanNya dengan sesutau itu, dan barang siapa yang menyatakan bahwa Tuhan diatas ( diluar ) dari sesutau berarti ia telah memisahkan Tuhan darinya “.  

Wujud yang maha tidak terbatas, tidak berakhir dan memiliki wahdat ithlaqi memiliki dua kekhususan; pertama ‘ainiah wujudi dan hadir secara wujud dengan semua makhluk sebagai tajalli isim-Nya akan tetapi tidak dalam artian hulul. Kedua : fauqiah wujudi , karena wujudnya yang tidak terbatas tidak mungkin bisa dibatasi hanya pada makhluk yang terbatas ( hulul ). Artinya wujud mutlak ini selian hadir di dalam wujud makhluk juga berada di luar wujud makhluk, sebab kalau tidak maka wujudNya akan terbatas. Seperti yang diutarakan oleh Imam Husein bin Ali as. ketika menafsirkan ayat “ Allah al-shamad “ maknanya adalah “ laa jaufa lahu “ atau wujudNya tidak memiliki kekosongan artinya tidak ada bagianpun dari wujud ini yang kosong dariNya. Hal ini juga dijelaskan dalam khutbah selanjutnya : “ bersama segala sesuatu akan tetapi tidak dengan muqaranah dan bukan segala sesuatu akan tetapi tidak jawal dan terpisah darinya.Kesimpulannya bahwa filsafat yang bersenjatakan akal dengan segala kekuatannya tidak akan bisa memahami Tuhan dengan apa adaNya ( ihathah ). Begitu pula kekuatan amal manusia yang terbatas, lewat irfannya, tidak akan sampai pada shuhud dan hudzur pada kedalaman sifat dari wujud yang maha Agung ini. Pengetahuan manusia tentang Tuhan selalu diiringi dengan pengakuan ketidak mampuan dan kelemahan. 

Pada kutbah lain Ali as. berkata : “kekuatan fikr manusia tidak sampai kepada sifatNya, dan hati tidak akan bisa meraih kedalamNya[19] penjelasan lain dari penafian sifat, adalah menafikan sifat sebagai sesuatu yang terpisah dari mausuf. Penafsiran ini dikuatkan oleh kalimat sesudahnya : “dengan kesaksian bahwa setiap sifat bukanlah mausuf dan setiap mausuf bukanlah sifat “ atau kalimat sebelumnya dari khutbah ini : : “Dzat yang sifatnya tidak memiliki batasan yang membatasinya” 

Manabi’:
1. hikmat-e alawi . Jawadi Aamuli
2. Tarjumeh wa tafir-e Nahjul Balaghah , Muhammad Taqi Ja’fari
3. Al-Insan wa Al-Aqidah : Muhammad Husein Tabhatbha’i
4. Zandagi-e ‘arifaneh-e Ali, Jawwadi Aamuli
5. Irfan Islami, Ali Fadzli


Referensi:
[1] Aamaal Syekh Thusi : hal 205.
[2] Al-Ra’d : 43
[3] Nur Al-Staqalain : jilid 2 hal. 523.
[4] Misbah Al-Zaair : 477.
[5] Gurar wa Durar : Hadist no. 1674
[6] Ibid : Hadist no. 7999.
[7] Nahjul Balaghah : 1
[8] Nahjul Balaghah : 186
[9] Nahjul Balaghah : 185
[10] Ibid
[11] Nahjul Balaghah : 126
[12] Nahjul Balaghah : 523, hikmah : 274.
[14] Al-Ihtijaj : 1/201 dan Bihar Al-Anwar : 4/253.
[15] Nahjul Balaghah : 279 khutbah no. 185.
[16] Nahjul balaghah :1
[17] Syarh Nahjul Balaghah : 2/57 ( Muhammad Taqi Ja’fari )
[18] Nahjul Balaghah : 1
[19] Nahjul Balaghah : 85.

Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab


Rasulullah bersabda, "Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)

Rasulullah bersabda, "Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)

Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat. Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki.

Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da'wahi oleh Rasulullah. Tentang hal ini Allah berfirman:

وإذ قالوا اللهم إن كان هذا هو الحق من عندك فأمطر علينا حجارة من السماء أو ائتنا بعذاب أليم (الأنفال: 32)

Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur'an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)

Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan.

Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda. Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.

Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung. Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.

Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari'at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena "adzab dunia" seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari'at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj.

(Sumber: Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad).

Peran Wanita dalam Revolusi Imam Zaman afs (‘ajjalallahu farajahu asy-syarif)

 

Dalam riwayat disebutkan bahwa sebagian besar pengikut Dajjal adalah wanita dan orang-orang Yahudi [1]. Namun ini tak berarti bahwa dalam revolusi Imam Zaman tak ada peran bagi wanita. Sebab, menurut sebagian riwayat yang lain, para wanita memiliki andil yang besar dalam revolusi Imam Zaman afs.

Dari Mufadhdhal bin Umar ra yang mengatakan ‘aku mendengar Imam Ja’far ash-shodiq as berkata ‘akan bersama al-qo’im (Imam Zaman) 300 perempuan.’ Aku bertanya ‘apa tugas mereka ?’ beliau as menjawab ‘mereka mengobati orang-orang yang menderita luka dan merawat orang-orang yang sakit sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita di zaman Rasulullah saww...[2]

Riwayat di atas menegaskan kepada kita bahwa wanita juga berperan aktif dalam revolusi Imam Zaman. Riwayat di atas juga menegaskan bahwa peran wanita pada revolusi Imam Zaman kurang lebih sama dengan peran wanita pada masa Rasul saww. Jadi, yang harus dipertanyakan di sini ialah ‘apa peran wanita pada masa Nabi saww ?
 
Meski riwayat di atas mengisyaratkan bahwa kaum wanita mengobati orang-orang yang terluka dan merawat orang-orang sakit, tapi sejatinya, riwayat di atas hendak menekankan betapa besar pengabdian kaum wanita pada masa Rasulullah saww, mengingat mereka memiliki aktifitas-aktifitas lainnya dan (aktifitas-aktifitas) ini merupakan peran mereka juga pada masa Imam Zaman kelak, sebagaimana yang dikatakan Imam Shodiq as. Kaum wanita mengerjakan tugas-tugas lain dalam peperangan Nabi saww seperti : mengantarkan air dan makanan untuk pasukan muslim, mengamankan obat-obatan, memasak makanan, merawat peralatan-peralatan pasukan muslim, mengantarkan senjata-senjata, memperbaiki peralatan-peralatan, terlibat dalam perang pertahanan dsb.
 
 
Sekarang mari kita lihat peran sebagian wanita-wanita muslim pada masa Nabi saww yang merupakan cerminan dari wanita-wanita pada masa revolusi Imam Zaman afs.
  • Ummu Atiyah: Ia ikut serta dalam tujuh peperangan, dan dari seluruh pengabdiannya adalah mengobati orang-orang yang terluka.[3]
  • Ummu Aiman: Ia mengobati orang-orang yang terluka dalam peperangan.[4]
  • Hammanah : Ia mengantarkan air kepada orang-orang yang terluka dan mengobati mereka. Ia telah kehilangan suami, saudara lelaki dan pamannya dari pihak ibu dalam peperangan.[5]
  • Rabi’ah binti Mu’adz : Ia mengobati orang-orang yang terluka.[6]
  • Fathimah az-zahra’ as : Muhammad bin Maslamah mengatakan bahwa sejumlah wanita ada dalam peperangan Uhud. Mereka bekerja mencari air, mereka berjumlah 14 orang dan Fathimah as bersama mereka.[7]
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan di sini, bahwasannya peran wanita tidak sama dengan lelaki. Mungkin, peran wanita lebih bersifat di balik layar. Dan ini yang membuat revolusi imam Zaman afs menjadi sempurna. Dan juga, poin yang harus kita perhatikan adalah zaman Rasul dan zaman Imam Zaman afs tidaklah sama dari sisi teknologi. Mungkin, (saya katakan mungkin karena tak ada yang tahu masa depan selain-Nya) peran wanita dalam revolusi imam Zaman lebih berfariasi ketimbang peran wanita pada masa Rasul saww. Yang jelas, wanita juga memiliki hak dan kewajiban untuk membela Imam Zaman afs. Jadi, jangan sekali-kali kita menganggap remeh peran wanita di dunia ini. Ingatlah, bahwa dibalik keberhasilan pria-pria tangguh terdapat wanita sholehah di belakangnya. 
 
Hal ini juga yang dikatakan Imam Khomeini qs. Beliau berkata ‘dalam undang-undang islam, wanita (sebagai manusia) dapat ikut serta secara akitf untuk membangun sebuah masyarakat, mereka berdampingan dengan pria. Wanita tidak boleh turun dalam kedudukannya pada tingkat yang lebih rendah. Demikian juga halnya pria juga tidak boleh memandangnya secara rendah pula.
 
Sumber referensi : Laga pamungkas : duet imam Mahdi dan Isa al-masih memimpin dunia, terbitan Al-huda 2010, Najmudin Thabasi.



[1] Musnad Ahmad bin Hanbal, jil 2, hal 76
[2] Dalailul imamah, hal 259; itsbatul hudat, jil 3, hal 75
[3] Musnad Abu Awanah, jil 4, hal 331
[4] Al-ishabah, jil 4, hal 433
[5] Thabaqat Ibn Sa’d Asyub, jil 8, hal 241
[6] Shahih Bukhori, jil 14, hal 148.
[7] Al-maghazi li Waqidi, jil 1, hal 249.
 

TUJUAN HIJAB ISLAM


Oleh: Murtadha Muthahari

Hijab Memuliakan Wanita.
Ada satu masalah yang masih harus dibicarakan, yaitu salah satu kritik yang ditujukan kepada "hijab" yang mengatakan bahwa "hijab" merampas martabat dan kehormatan wanita. Ketauhilah, bahwa martabat manusia telah menjadi salah satu tujuan penting manusia sejak berkembangnya kata-kata mengenai hak-hak asasi manusia. Martabat manusia dihormati; seluruh manusia memiliki martabat ini, baik pria maupun wanita, kulit hitam ataukah kulit putih dan juga semua bangsa serta agama. Setiap manusia memiliki hak atas martabat itu.

Mereka mengatakan bahwa "hijab" Islam bertentangan dengan martabat wanita. Kita menerima hak atas martabat manusia. Pembahasan ini adalah mengenai apakah "hijab", yaitu hijab yang disebutkan dalam ajaran Islam, tidak menghormati wanita dan merupakan suatu penghinaan terhadap martabatnya. Gagasan ini timbul dari gagasan bahwa "hijab" memenjarakan wanita, menjadikannya sebagai budak. Perbudakan berlawanan dengan martabat manusia. Mereka mengatakan bahwa karena "hijab" diberlakukan oleh laki-laki agar ia dapat mengeksploitasi wanita, maka laki-laki menawan wanita dan memenjarakannya di sudut rumahnya. Dan dengan demikian, ia berarti telah memandang rendah atau menghinakan martabat wanita sebagai manusia. Kehormatan, harga diri dan martabat wanita tidak menghendaki "hijab".

Sebagaimana telah kami katakan, dan nanti akan kami jelaskan lebih jauh, kami akan menyimpulkan ayat-ayat suci Al Qur'an bahwa kita tidak mempunyai suatu hak apa pun untuk memenjarakan wanita. Jika pria memiliki kewajiban-kewajiban dalam hubungannya dengan wanita, atau wanita mempunyai kewajiban-kewajiban dalam hubungannya dengan laki-laki, maka kewajiban itu dimaksudkan agar dapat memperkuat dan memperkukuh kesatuan keluarga. Artinya, hal itu memiliki tujuan yang jelas. Selain itu, dari segi social, hal itu mempunyai banyak kepentingan. Yaitu, kesejahteraan masyarakat menuntut agar pria dan wanita membuat hubungan khusus satu sama lain, atau kesucian etika dan keseimbangan etika serta ketenangan ruhani masyarakat menuntut agar pria dan wanita memilih cara khusus untuk berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tidaklah disebut pemenjaraan dan tidak pula disebut perbudakan, ataupun merupakan sesuatu yang bertentangan dengan martabat manusia.

Seperti kita lihat, jika seorang pria meninggalkan rumahnya dengan telanjang, maka ia akan dicerca dan dipersalahkan, dan barangkali polisi akan menangkapnya. Bahkan jika seorang pria meninggalkan rumahnya dengan mengenakan piyama saja, atau hanya menggunakan celana dalam saja, maka setiap orang akan menghentikannya, karena hal ini bertentangan dengan martabat social. Hukum atau adapt istiadat menetapkan bahwa bila seorang pria meninggalkan rumahnya , maka ia harus berpakaian lengkap. Apakah bertentangan dengan martabat manusia bila diperintahkan agar ia berpakaian lengkap bila meninggalkan rumah?

Sebaliknya, jika seorang wanita meninggalkan rumahnya dengan tertutup dalam batas-batas yang akan kami sebutkan nanti, hal ini menyebabkan penghormatan yang lebih besar baginya. Yaitu, hal ini menghindarkan adanya gangguan dari laki-laki yang tidak bermoral dan tidak mempunyai sopan santun. Jika seorang wanita meninggalkan rumahnya dengan tertutup, hal ini bukan hanya tidak mengurangi martabatnya sebagai manusia, akan tetapi justru menambahnya. Ambil saja contoh seorang wanita yang meninggalkan rumahnya dengan hanya muka dan kedua telapak tangannya yang terlihat, dan dari perilaku serta pakaian yang dikenakannya tidak ada sesuatu pun yang akan menyebabkan orang lain terangsang atau tertarik kepadanya. Artinya, ia tidak akan mengundang perhatian pria kepada dirinya. Ia tidak menggunakan pakaian-pakaian mencolok atau berjalan dengan suatu cara yang menarik perhatian orang kepada dirinya, atau ia tidak berbicara dengan suatu cara yang menarik perhatian.

Kadang-kadang pakaian itu berbicara. Cara dia (pria atau wanita) berbicara mengisyaratkan sesuatu yang lain. Ambil saja contoh seorang pria yang berbicara dengan suatu cara tertentu hingga seolah-olah mengisyaratkan kata-kata "takutlah kepadaku", atau pria yang menggunakan pakaian yang lain dari yang biasa dipakai orang. Yaitu, dengan mengenakan jubah, surban dan berjenggot, dan seterusnya, mengisyaratkan kepada masyarakat, "hormatilah aku".

Bisa saja terjadi wanita mengenakan pakaian sedemikian sehingga terjadi pergaulan yang baik dan terhormat di dalam masyarakat, dan bisa saja terjadi wanita mengenakan pakaian dan berjalan sedemikian sehingga mengisyaratkan:"ayo, ikutilah aku". Apakah martabat wanita, martabat pria, atau martabat masyarakat tidak menyebabkan wanita meninggalkan rumahnya dengan berpakaian dan bersikap sedemikian sehingga tidak menarik perhatian setiap orang yang berpapasan dengannya.

Dia harus berpenampilan sedemikian sehingga tidak mengalihkan perhatian pria dari apa yang ia lakukan. Apakah hal ini bertentangan dengan martabat wanita? Atau apakah hal ini bertentangan dengan martabat masyarakat? Jika seseorang mengatakan sesuatu, yang ada di dalam masyarakat non-Islam, bahwa "hijab" memenjarakan wanita, bahwa wanita harus di tempatkan di dalam sebuah rumah yang terkunci dan ia tidak berhak bergaul di luar rumah, maka itu tidak berkaitan dengan Islam. Seandainya dikatakan bahwa ajaran-ajaran Islam melarang wanita membeli sesuatu dari sebuah toko yang penjualnya adalah seorang pria, dan lalu dijawab:"tidak boleh, hal ini dilarang"; dan seandainya seseorang bertanya, "apakah seorang wanita diizinkan untuk ikut serta dalam pertemuan-pertemuan, perkumpulan-perkumpulan agamawi (acara-acara keagamaan)?" dan seandainya dijawab,"tidak, hal itu tidak diizinkan"; seandainya wanita dibolehkan untuk bertemu antara satu dengan yang lainnya? Dan seandainya dikatakan bahwa semua ini adalah dilarang, bahwa wanita harus duduk di sudut rumah dan tidak boleh meninggalkan rumahnya; maka hal ini menjadi suatu hal; akan tetapi Islam tidak menyatakan hal ini.

Kami mengatakan bahwa hal ini di dasarkan pada dua hal. Yang pertama didasarkan pada apa yang baik bagi keluarga. Artinya, wanita tidak boleh mengerjakan sesuatu yang dapat mengganggu situasi keluarganya, walaupun meninggalkan rumahnya untuk pergi ke rumah adiknya atau bahkan untuk mengunjungi ibunya bila kunjungan itu menimbulkan kekacauan dalam rumah tangganya. Keluarga tidak boleh diganggu.
Dasar kedua adalah bahwa meninggalkan rumah, menurut Al Qur'an, tidak boleh dengan tujuan untuk memperagakan diri, untuk mengganggu kedamaian dan ketentraman orang lain, untuk mengganggu pekerjaan orang lain. Jika bukan demikian, maka tidak ada masalah.

Perintah untuk Meminta Izin dalam Memasuki Rumah Orang Lain.
Sekarang kita akan membicarakan ayat-ayat Al Qur'an, dan setelah menjelaskan apa yang telah diterangkan oleh para mufassir tradisional mengenai ayat-ayat itu, dengan bantuan hadits-hadits yang berkenaan dengan topic ini dan fatwa-fatwa fuqaha dalam masalah ini, maka masalah ini akan menjadi lebih jelas. Ayat-ayat yang berhubungan dengan hijab terdapat dalam surah an-Nur dan al-Ahzab. Semuanya akan kami paparkan.
Pembahasan akan kami mulai dengan ayat-ayat dari surah an Nur. Tentunya ayat-ayat yang berhubungan langsung dengan hijab adalah ayat 30 dan 31 dari surah an Nur, akan tetapi sebelum ini ada tiga ayat yang kurang lebih merupakan pengantar hijab dan berhubungan dengan masalah ini.

"hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat."(Qs. 24:27).

Ayat ini menjelaskan kewajiban seorang pria yang bukan muhrim dalam memasuki rumah orang lain, yaitu rumah seseorang yang istrinya bukan muhrim baginya. Tentunya ada juga aturan-aturan mengenai mereka yang muhrim, dan hal itu akan kami paparkan nanti. Juga ada beberapa tempat yang bukan merupakan tempat khusus bagi mereka yang muhrim. Hal ini berhubungan dengan apa yang harus dilakukan seseorang dalam memasuki rumah orang lain.

Pertama-tama izinkanlah saya mengatakan bahwa selama zaman jahiliyah, sebelum Al Qur'an diwahyukan, rumah-rumah pada waktu itu tidak menggunakan kunci, dan seterusnya. Pada dasarnya pintu ditutup karena takut pencuri. Jika seseorang hendak masuk, dia akan membunyikan bel atau mengetuk pintu. Pada zaman jahiliyah keadaan seperti ini tidak ada. Keadaannya lebih menyerupai keadaan di desa-desa. Orang seperti diri saya, yang tinggal di desa, tahu bahwa pada dasarnya tidak ada pintu yang tertutup. Pintu halaman selalu terbuka. Di banyak tempat bahkan tidak ada kebiasaan mengunci pintu pada malam hari. Di Fariman, sebuah desa dekat Teheran, tempat saya tinggal, saya tidak pernah melihat pintu halaman dikunci walau sekali pun, dan disana hampir tidak pernah terjadi pencurian.

Sejarah menunjukkan bahwa, khususnya di Makkah, rumah-rumah bahkan sering tidak menggunakan pintu. Di dalam Islam ada satu hukum: seseorang tidak pernah memiliki rumah di Makkah. Tentunya ada perbedaan pendapat di antara para fuqaha. Para Imam dan pengikut mazhab Syafi'I sepakat bahwa tanah di Makkah tidak bisa dimiliki oleh siapa pun. Artinya, tanah di Makkah adalah milik seluruh kaum muslimin dan tidak dapat diperjual belikan. Rumah-rumah yang ada disana menjadi milik semua orang (muslim), seperti halnya masjid. Di dalam surah al Hajj dikatakan bahwa orang-orang yang tinggal disana (Makkah) dan orang-orang yang datang dari luar, semuanya sama.

Praktek penyewaan yang sekarang terjadi di Makkah, tidak sesuai bukan hanya dengan fikih Syi'ah, tetapi juga tidak sesuai dengan kebanyakan fikih Sunnah. Harus ada peraturan internasional untuk itu. Mereka tidak berhak memberikan batasan-batasan disana, dan tidak pula berhak melarang seseorang untuk masuk kesana. Ia adalah seperti sebuah ruangan di dalam sebuah masjid, dan setiap orang berhak berada di dalamnya. Namun demikian ia tidak berhak melarang orang lain memasukinya. Orang tidak berhak menutup sebuah ruangan yang kosong. Tentu saja jika seseorang sedang menempatinya, maka dialah yang lebih berhak.

Orang pertama yang menyuruh agar rumah-rumah diberi pintu adalah Muawiyah. Hal ini dilarang dilakukan terhadap rumah-rumah di Makkah. Inilah situasi yang umum.

Di kalangan orang-orang arab pada zaman jahiliyah tidak ada kebiasaan meminta izin ketika hendak memasuki rumah orang lain. Hal ini mereka rasakan sebagai sebuah penghinaan. Di dalam ayat lain Al Qur'an dikatakan bahwa jika kamu tidak diizinkan untuk masuk, maka kembalilah. Hal ini kiranya oleh sebagian orang dipandang sebagai penghinaan, tetapi penekanan ini di dalam Al Qur'an merupakan salah satu aspek pengantar hijab, karena setiap wanita yang berada di dalam rumahnya sendiri berada dalam satu keadaan dimana dia tidak ingin dilihat atau melihat orang lain. Al Qur'an mengatakan:
"jika kamu meminta sesuatu dari istri-istrinya, maka mintalah dari balik tabir (hijab)." (Qs. 33: 53).

Dengan demikian, pertama-tama orang harus meminta izin untuk masuk, lalu bila disetujui pemilik rumah, maka barulah masuk. Nabi saw bersabda:"untuk memberitahukan kedatangan kalian, sebutlah nama Allah dengan suara keras." Kemudian saya mengerti bahwa kata "ya Allah" yang diucapkan oleh seorang muslim, misalnya ketika hendak masuk rumah, merupakan pelaksanaan perintah ini.

Dengan demikian, betapa baiknya bila pemberitahuan ini diucapkan dengan menyebut nama Allah. Nabi saw selalu melakukan hal ini. Ketika beliau ditanya,"apakah hal ini merupakan aturan umum yang harus kita gunakan ketika kita hendak memasuki rumah saudara perempuan kita, anak perempuan kita dan juga ibu kita?" beliau berkata,"jika ibumu dalam keadaan tidak berpakaian, lalu apakah ia mau jika engkau melihatnya? Mereka menjawab,"Tidak." Beliau berkata,"jadi peraturan ini berlaku bagi rumah ibu. Jangan masuk tanpa memberitahunya bahwa engkau akan masuk."

Bila Nabi saw hendak memasuki rumah seseorang, beliau selalu berdiri di belakang pintu agar mereka dapat mendengar suara beliau, dan lalu beliau menyerukan:"assalamu 'alaikum ya ahlul-bait." Beliau bersabda:"jika kalian tidak mendapatkan jawaban, barangkali orang itu tidak mendengar kalian. Ulangi sekali lagi dengan suara yang lebih keras. Ulangi untuk ketiga kalinya jika kalian tidak juga mendapatkan jawaban, mungkin orang itu tidak ada di rumah atau orang itu tidak menghendaki kamu masuk; kalau demikian maka kembalilah." Nabi saw melakukan hal ini, dan banyak kisah yang telah diriwayatkan mengenai hal ini, seperti bila beliau hendak memasuki rumah putrinya, beliau selalu mengucapkan salam dengan suara lantang. Jika putrinya menjawab, beliau lalu masuk. Bila beliau mengucapkan salam tiga kali dan tidak mendapatkan jawaban, maka beliau pulang.

Disini ada sesuatu yang harus dicatat yang merupakan perbedaan antara kata "dar" dan "bait". "dar" adalah yang kita sebut sebagai halaman, sedangkan ruangan disebut "bait". Al Qur'an merujuk kepada "bait", yaitu, bila anda hendak memasuki ruangan seseorang. Selama pintu-pintu halaman terbuka, jelas halaman rumah tidak dianggap sebagai tempat yang bersifat pribadi. Artinya, jika seorang wanita berpakaian sedemikian sehingga dia tidak ingin orang lain melihatnya, tentu dia akan berpakaian seperti itu di ruangan tertutup.

Halaman mempunyai aturan seperti sebuah ruangan. Pintunya ditutup dan biasanya dindingnya tinggi. Wanita masih menganggap halaman, pada batas tertentu, sebagai sebuah tempat pribadi. Sekarang "dar" mempunyai aturan yang sama dengan "bait", karena "bait" pada dasarnya berarti tempat pribadi yang di halamannya wanita tidak menghendaki laki-laki asing melihatnya.

"itu lebih bersih bagimu." Artinya, perintah yang kami berikan, lebih baik bagimu, mengandung kebaikan serta logis. "ketahuilah bahwa hal ini adalah baik."

"dan jika kamu tidak menemui seorang pun, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu "kembalilah", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu. Dan Allah Swt Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."(Qs. 24:28).

"tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah Swt mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan."(Qs. 24:29).

Bagi orang-orang Arab, hal ini sangat sulit dipahami. Minta izin ketika hendak masuk rumah itu sendiri sudah merupakan hal yang sulit, apalagi kemudian diberitahu agar kembali saja, sungguh kembalinya itu sendiri merupakan hal yang hampir-hampir tidak mungkin. Hal ini merupakan suatu penghinaan.

Di dalam ayat, "tidak ada dosa atasmu…," ada suatu kekecualian. Apakah peraturan ini berlaku kapan saja bila seseorang hendak memasuki tempat tinggal orang lain? Al Qur'an mengatakan bahwa hal ini bukan merupakan aturan umum dan hanya berlaku bagi rumah seseorang.

Rumah merupakan tempat pribadi, tempat kehidupan pribadi seseorang, tetapi jika pun bukan, tetap diperlukan izin untuk memasukinya. Jika, misalnya, ada suatu tempat peristirahatan kafilah, dan anda mempunyai urusan disitu, apakah anda harus minta izin, dan seterusnya. Tidak. Di sini tidak diperlukan izin untuk masuk. Bagaimana dengan tempat pemandian umum. Di sini pun tidak perlu. "tidak ada dosa atasmu…" jika tempat itu bukan tempat kediaman dan kamu mempunyai urusan di sana."Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan."

Dari kata "tidak didiami" (uninhibited) dapat dipahami bahwa filsafat mengapa orang tidak dapat masuk rumah orang lain tanpa memberitahu terlebih dahulu adalah pertama-tama dikarenakan adanya istri, dan kedua karena kenyataan bahwa rumah merupakan tempat pribadi. Barangkali ada hal-hal yang orang tidak menghendaki orang lain mengetahui atau melihatnya.

Dengan demikian, bila orang hendak memasuki rumah orang lain, maka ia harus memberitahukan kedatangannya. Orang harus, dengan cara tertentu, memberitahukan bahwa dia akan masuk walaupun si pemilik rumah mengetahui bahwa ia diperbolehkan masuk. Jadi anda harus menyadari bahwa anda hendak memasuki tempat pribadinya.


Perintah Untuk "Menundukkan Pandangan"
"katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:"hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Qs. 24:30).

"katakanlah kepada wanita yang beriman: 'hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah Swt, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." (Qs. 24:31).

Di dalam kalimat, " katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:"hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka" ada dua kata yang harus didefinisikan. Kata yang pertama adalah "ghadz", dan yang kedua adalah "abshar". Jika dikatakan bahwa "abshar", bentuk jamak dari "basher", tidak memerlukan penjelasan, karena kata ini berarti "mata". Akan tetapi, "abshar" pada dasarnya berarti "pandangan".

Jika dikatakan " 'ain ", sebagaimana dalam "ghadz 'ain", artinya tentunya adalah "pejamkan mata mereka". Dalam hal ini tentunya ada arti khusus. Apa yang dimaksudkan dengan "ghadz bashr"? "ghadz" berarti "menundukkan", "menurunkan" bukan "menutup". Kita melihat hal ini di dalam ayat yang lain:
"dan hendaklah kamu sederhana dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai." (Qs. 31:19).

Maksud ayat ini bukanlah berarti "harus diam". Suara harus sedang-sedang saja. Begitu pula, "menundukkan pandangan" berarti "tidak memandang dengan cara menatap."

Di dalam sebuah hadits yang terkenal dari Hind ibn Abi Halah yang melukiskan tentang Nabi saw diriwayatkan,"bila beliau sedang berbahagia, beliau selalu menundukkan pandangannya."(tafsir al Qur'an, Safi, 24:31, diriwayatkan dari hadits Ali ibn Ibrahim Qummi.). hal ini jelas tidak berarti beliau menutup matanya.

Di dalam "Bihar", Majlisi menafsirkan kalimat mengenai Nabi saw sebagai demikian:"beliau selalu menutupi pandangannya dan menundukkan kepalanya. Beliau melakukan hal ini supaya kebahagiaannya tidak terlihat."
Di dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali as berkata kepada putranya, Imam Hasan as, ketika beliau menyerahkan sebuah panji-panji kepadanya dalam perang Jamal, "walaupun gunung-gunung tumbang, jangan tinggalkan tempatmu. Katupkan gigi-gigimu (sehingga kemarahanmu bertambah), hadapkanlah kepalamu kepada Allah Swt, dan tancapkanlah kakimu ke tanah, amati kekuatan musuh dan tundukkan pandanganmu" (Nahjul Balaghah, khutbah 110). Artinya, "jangan pusatkan pandanganmu hanya kepada musuh."

Pada dasarnya ada dua bentuk pandangan. Yang pertama adalah "melihat orang lain dengan perhatian seakan-akan sedang menilai penampilan dan cara berpakaiannya." Yang kedua adalah "memandang orang lain ketika berbicara kepada orang itu, karena memandang diperlukan dalam bercakap-cakap." Ini adalah pandangan yang merupakan pengantar atau suatu cara dalam berbicara , dan merupakan pandangan organic, sedangkan jenis pandangan yang pertama adalah pandangan otonomis. Dengan demikian, maka maksud ayat itu adalah:"katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar mereka tidak menatap atau bermain-main dengan wanita."


Tentang Perintah untuk Menjaga Kemaluan
Di dalam ayat selanjutnya dikatakan:

"katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman…hendaklah mereka memelihara kemaluan mereka." (Qs. 24:30)

Memelihara dari hal apa? Dari segala sesuatu yang tidak benar, menjaga dari penyelewengan dan menjaga agar tidak dipandang orang lain.

Sebagaimana anda ketahui, dikalangan orang-orang Arab jahiliyah tidak ada kebiasaan memelihara (menutupi) kemaluan. Islam datang dan mewajibkan menutup kemaluan.

Harus dicatat bahwa peradaban barat sekarang sedang mengarah langsung ke kebiasaan-kebiasaan orang-orang Arab pra-Islam di zaman jahiliyah, dan mereka terus menerus mengarang filsafat yang membenarkan bahwa ketelanjangan adalah sesuatu yang baik. Russel, di dalam "On Discipline", mengatakan bahwa etika lain yang tidak logis atau tabu adalah seorang ibu dan seorang yang memerintahkan kepada anak-anak mereka untuk menutup diri mereka, sebab hal ini hanya menciptakan rasa ingin tahu yang lebih besar pada diri anak-anak; dan orangtua hendaknya menunjukkan kemaluannya kepada anak-anaknya sehingga mereka dari sejak permulaan sudah tahu akan apa saja yang ada. Sekarang, mereka melakukan hal ini.

Tetapi Al Qur'an mengatakan,"dan peliharalah kemaluanmu," baik dari penyelewengan maupun dari pandangan orang lain. Menutup aurat merupakan kewajiban di dalam Islam kecuali, tentunya, di antara suami dan istri. Dan diantara perbuatan-perbuatan yang paling tercela bagi seorang ibu adalah telanjang di hadapan anak laki-lakinya, atau seorang ayah di hadapan anak perempuannya.
"itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Qs. 24:30).

Nabi saw mengatakan bahwa sejak masa kanak-kanak kejadian tertentu terjadi beberapa kali. Beliau merasa bahwa ada sejenis kekuatan lain di dalam dirinya, dan perasaan tersebut melarang melakukan hal-hal yang dilakukan di zaman jahiliyah. Beliau mengatakan bahwa ketika masih kanak-kanak beliau bermain-main dengan anak-anak yang lain.

Ketika sedang bermain-main itu, tak jauh dari situ para tukang batu sedang membangun sebuah rumah bagi seorang Quraisy. Anak-anak dengan senang hati membantu orang yang sedang membangun itu membawakan batu-batu, batu bata dan sebagainya dengan baju putih mereka yang panjang, lalu meletakkannya di hadapan tukang-tukang itu, sehingga kemaluan mereka itu tampak. Nabi saw bercerita bahwa beliau ikut membantu dan meletakkan sebuah batu pada gamisnya yang panjang dan, ketika beliau hendak bangkit, ada sesuatu yang terasa menghentikan perbuatannya itu dan mengenai bagian bawah pakaiannya. Beliau mengulanginya, dan beliau merasakan hal yang sama lagi. Barulah beliau mengetahui bahwa beliau tidak boleh melakukan hal ini, dan beliau pun tidak mencobanya lagi. (Ibn Abil Hadid, Syarah Nahj al Balaghah, khutbah 190).

"katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka…(Qs. 24:31).

Di dalam dua ayat ini kita melihat aturan yang sama bagi pria dan wanita. Hal ini bukanlah merupakan yang khusus bagi pria. Misalnya, jika wanita dilarang (diharamkan) memandang, dan sebaliknya pria tidak, maka akan ada perbedaan bahwa memandang itu dibenarkan bagi pria tapi tidak bagi wanita. Jelas, dengan demikian, bila tidak dibuat perbedaan antara pria dan wanita, maka hal ini mempunyai tujuan lain yang akan kami pada kesempatan selanjutnya.

Maraton Hijab di Amerika

Sejumlah pemudi muslim Amerika di kota Derborn, Michigan, Amerika, menggelar sebuah maraton hijab. Mereka mengajak seluruh warga untuk mengenakan hijab selama sehari dalam rangka menempatkan diri sebagai wanita muslim.


Maraton hijab ini digelar kemarin dan tujuan utamanya adalah menghapus gambaran negatif tentang hijab yang selama ini menghantui benak warga Amerika.

Fatimah Dahoi sebagai kepala pelaksana maraton ini menegaskan, “Rasa malu dan kesucian adalah sebuah konsep universal. Di setiap titik dunia, ada banyak cara untuk menunjukkan hal ini.”

Tentu, lanjut Fatimah, tujuan penting lain dari penggelaran maraton seperti ini adalah memperkenalkan hijab kepada seluruh warga sebagai sebuah busana dan simbol wanita muslim.

Minggu lalu, para mahasiswi muslim Universitas Michigan Pusat menggelar program khusus mengajak para mahasiswi nonmuslim untuk mencoba hijab sehingga mereka mengenal filsafat hijab Islami ini. Pada tahun lalu, sebuah program “Satu Hari Bersama Hijab” juga pernah digelar oleh Asosiasi Mahasiswa Muslim Universitas Michigan Timur.

(Shabestan)

Terkait Berita: