Pesan Rahbar

Home » , , , » Peran Wanita dalam Revolusi Imam Zaman afs (‘ajjalallahu farajahu asy-syarif)

Peran Wanita dalam Revolusi Imam Zaman afs (‘ajjalallahu farajahu asy-syarif)

Written By Unknown on Monday 28 July 2014 | 05:37:00

 

Dalam riwayat disebutkan bahwa sebagian besar pengikut Dajjal adalah wanita dan orang-orang Yahudi [1]. Namun ini tak berarti bahwa dalam revolusi Imam Zaman tak ada peran bagi wanita. Sebab, menurut sebagian riwayat yang lain, para wanita memiliki andil yang besar dalam revolusi Imam Zaman afs.

Dari Mufadhdhal bin Umar ra yang mengatakan ‘aku mendengar Imam Ja’far ash-shodiq as berkata ‘akan bersama al-qo’im (Imam Zaman) 300 perempuan.’ Aku bertanya ‘apa tugas mereka ?’ beliau as menjawab ‘mereka mengobati orang-orang yang menderita luka dan merawat orang-orang yang sakit sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita di zaman Rasulullah saww...[2]

Riwayat di atas menegaskan kepada kita bahwa wanita juga berperan aktif dalam revolusi Imam Zaman. Riwayat di atas juga menegaskan bahwa peran wanita pada revolusi Imam Zaman kurang lebih sama dengan peran wanita pada masa Rasul saww. Jadi, yang harus dipertanyakan di sini ialah ‘apa peran wanita pada masa Nabi saww ?
 
Meski riwayat di atas mengisyaratkan bahwa kaum wanita mengobati orang-orang yang terluka dan merawat orang-orang sakit, tapi sejatinya, riwayat di atas hendak menekankan betapa besar pengabdian kaum wanita pada masa Rasulullah saww, mengingat mereka memiliki aktifitas-aktifitas lainnya dan (aktifitas-aktifitas) ini merupakan peran mereka juga pada masa Imam Zaman kelak, sebagaimana yang dikatakan Imam Shodiq as. Kaum wanita mengerjakan tugas-tugas lain dalam peperangan Nabi saww seperti : mengantarkan air dan makanan untuk pasukan muslim, mengamankan obat-obatan, memasak makanan, merawat peralatan-peralatan pasukan muslim, mengantarkan senjata-senjata, memperbaiki peralatan-peralatan, terlibat dalam perang pertahanan dsb.
 
 
Sekarang mari kita lihat peran sebagian wanita-wanita muslim pada masa Nabi saww yang merupakan cerminan dari wanita-wanita pada masa revolusi Imam Zaman afs.
  • Ummu Atiyah: Ia ikut serta dalam tujuh peperangan, dan dari seluruh pengabdiannya adalah mengobati orang-orang yang terluka.[3]
  • Ummu Aiman: Ia mengobati orang-orang yang terluka dalam peperangan.[4]
  • Hammanah : Ia mengantarkan air kepada orang-orang yang terluka dan mengobati mereka. Ia telah kehilangan suami, saudara lelaki dan pamannya dari pihak ibu dalam peperangan.[5]
  • Rabi’ah binti Mu’adz : Ia mengobati orang-orang yang terluka.[6]
  • Fathimah az-zahra’ as : Muhammad bin Maslamah mengatakan bahwa sejumlah wanita ada dalam peperangan Uhud. Mereka bekerja mencari air, mereka berjumlah 14 orang dan Fathimah as bersama mereka.[7]
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan di sini, bahwasannya peran wanita tidak sama dengan lelaki. Mungkin, peran wanita lebih bersifat di balik layar. Dan ini yang membuat revolusi imam Zaman afs menjadi sempurna. Dan juga, poin yang harus kita perhatikan adalah zaman Rasul dan zaman Imam Zaman afs tidaklah sama dari sisi teknologi. Mungkin, (saya katakan mungkin karena tak ada yang tahu masa depan selain-Nya) peran wanita dalam revolusi imam Zaman lebih berfariasi ketimbang peran wanita pada masa Rasul saww. Yang jelas, wanita juga memiliki hak dan kewajiban untuk membela Imam Zaman afs. Jadi, jangan sekali-kali kita menganggap remeh peran wanita di dunia ini. Ingatlah, bahwa dibalik keberhasilan pria-pria tangguh terdapat wanita sholehah di belakangnya. 
 
Hal ini juga yang dikatakan Imam Khomeini qs. Beliau berkata ‘dalam undang-undang islam, wanita (sebagai manusia) dapat ikut serta secara akitf untuk membangun sebuah masyarakat, mereka berdampingan dengan pria. Wanita tidak boleh turun dalam kedudukannya pada tingkat yang lebih rendah. Demikian juga halnya pria juga tidak boleh memandangnya secara rendah pula.
 
Sumber referensi : Laga pamungkas : duet imam Mahdi dan Isa al-masih memimpin dunia, terbitan Al-huda 2010, Najmudin Thabasi.



[1] Musnad Ahmad bin Hanbal, jil 2, hal 76
[2] Dalailul imamah, hal 259; itsbatul hudat, jil 3, hal 75
[3] Musnad Abu Awanah, jil 4, hal 331
[4] Al-ishabah, jil 4, hal 433
[5] Thabaqat Ibn Sa’d Asyub, jil 8, hal 241
[6] Shahih Bukhori, jil 14, hal 148.
[7] Al-maghazi li Waqidi, jil 1, hal 249.
 
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: