Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Budak. Show all posts
Showing posts with label Budak. Show all posts

Budak-budak wanita Umar melayani para tamu dengan membuka kerudung penutup kepada mereka, badan mereka mereka bergoyang-goyang dan juga payudara mereka bergoyang-goyang… Kata Umar: Wanita Bagaikan Setan


Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam sangat meninggikan harkat dan martabat kaum wanita. Ayat-ayat Al Qur’an pun turun untuk menegaskan pandangan Islam ini… Demikian pula dengan sabda-sabda Nabi saw.

Tetapi bagaimanakah pandanga Umar; Khalifah Rasulullah dan Pemimpin Tertinggi Islam terhadap wanita dan harga dirinya? Apakah ia memandang wanita sebagai makhluk terhormat yang harus dijunjung tinggi dan dihormati harkatnya? Atau sebaliknya, ia memandangnya sebagai SETAN, SI PEMBAWA KESIALAN yang hanya pantas “DITUNGGANGI” untuk melampiaskan nasfu birahi dan setelahnya dicmpakkan sambil menunggu datangnya luapan syahwat untuk di tunggangi langi dan demikian seterusnya… dan bahwa wanita mandul tidak lebih berharga dari likar kusang di pojok rumah kita? Apaakah justeru demikian nilai wanita di mata Sayyidina Umar? Ikuti paloran yang menyajikan data-data akurat di bawah ini!

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Pendatang Kesialan Belaka!
Untuk meyakinkan kita akan pandangannya itu beliau meriwayatkan sebiah hadis atas nama Nabi saw. seperti diabadikan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya,2/232 dan al haitsmai dalam Majma’ az Zawâid-nya,5/104:
Kesialan itu ada pada tiga benda: Tunggangan (unta, kuda dll-pen), tempat tinggal dan wanita.”.

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Hanya Untuk dijadikan Tempat Pemuas Syahwat Yang Setelahnya Dibuang!
Umar ibn Syubbah –seorang ulama besar Ahlusunnah- meriwayatkan dalam kitab-nya Târîkh al Madînah,3/818:
“Bahwa istri (Sayyidina _pen) Umar menanyakan kepadanya tentang sebab kemarahannya atas seorang dari kerabatnya, ia berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa sebab kemarahanmu atas ‘Iyâdh?

Maka Umar berkata membentaknya:

يا عدوةَ اللهِ, و فيمَ أنتِ هذا, و متىَ كنتِ تدخلينَ بيني و بين المسلمين؟! إنما أنتِ لُعْبةٌ يُلْعَبُ بِكِ ثُمَّ تُترَكِيْنَ

Hai musuh Allah! Apa urusanmu dengan masalah ini?! Mulai kapan engkau ikut campur dalam urusanku dengan kaum Muslimin? Engkau tiada lain hanyalah mainan yang dipermainkan, setelah selesai ditingggalkan!”

Kata Nabi Muhammad Saw.: Wanita Bagai Sekuntum Bunga Harum…
Kata Umar: Wanita Bagaikan Setan.
Tidak sedikit sabda Nabi Muhammad saw. yang meninggikan kehormatan dan martabat kaum prempuan, tetapi Ibnu Taimiyah melaporkan pandangan Umar tentang wanita bahwa ia tiad lain hanyalah SETAN yang kita semua harus berlindung dari kejahatannya.

Ibnu Taimiyah melaporkan dalam tafsirnya,2/18:
“Umar mendengar seorang wanita mebacakan syair yang berbunyi:

إنَّ النساءَ رياحينُ خُلِقْنَ لكم *** و كُلُّكُم يشْتهِي شَمَّ الرياحينِ

“Sesungguhnya wanita bagaikan sekuntum bunga harum yang diciptakan untuk kalian (kaum pria)… dan semua kalian pasti menyukai mencium semerbak harum bunya melati.

Maka Umar menyahuti wanita itu sengan melantunkan bait syair juga:

إنَّ النساءَ شياطِينُ خُلِقْن لنا *** نعُوذُ باللهِ مِن شرِّ الشياطِينِ

“Wanita adalah SETAN-SETAN yang diciptakan untuk kita… kami berlindung kepada Allah dari kejahatan SETAN-SETAN”

Sayyidina Umar Memerintah Para Budak Wanitanya Untuk Melayani Tamunya Dengan Busana Seksi
Dalam pandangan Sayyidina, para budak wanita tidak boleh mengenakan busana yang sama dengan kaum wanita muslimat lainnya untuk membedakan mereka dari kaum merdeka bahkan ia memukuli budak wanita yang mengenakan kerudung ppenutup kepala dan rambutnya.

Imam as Sarakhsi (seorang ulama besar Ahlusunnah wal Jama’ah) melaporkan bahwa Dalam kitab Al Mabsûth-nya,9/12:

(و كانت جواريه) يخْدمنَ الضيفان كاشفات الرؤوسِ, مضطربات البدن, مضطربات الثديِ.

“Adalah budak-budak wanita Umar melayani para tamu dengan membuka kerudung penutup kepada mereka, badan mereka mereka berdoyang-goyang dan juga payu dara mereka bergoyang-goyang.”.

Dan adalah Sayyidina Umar jika berniat membeli seorang budak wanita ia memeriksanya dengan memegang-megang dadanya! (baca dalam Badâ’in al Fawâid,5/121).

Siapakah Tsauban itu? Apakah Ahlulbait memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya?


Siapakah dan bagaimana karakteristik Tsauban? Apakah Ahlulbaitas memiliki pandangan dan riwayat-riwayat mengenainya? Apa yang dimaksud oleh Maula dalam kalimat "Tsauban Maula Rasulullah?"

Jawaban Global:
Tsauban yang dikenal sebagai Maula Rasulullah adalah salah satu dari budak atau belian yang dibebaskan oleh Rasulullah. Setelah bebas, ia menjadi sahabat Rasul dan Ahlulbait As. Terdapat riwayat dalam sebagian kitab-kitab hadis yang menjelaskan tentang kecintaan mendalam lelaki ini terhadap Rasulullah Saw dan keluarganya.

Jawaban Detil:
Tsauban adalah nama dari beberapa sahabat Rasulullah Saw, akan tetapi nama Tsauban dengan sebutan Maula Rasulullah[1] hanya dikatakan pada satu orang.[2]

Dengan demikian, Tsauban adalah salah satu dari sahabat Rasulullah, dengan sedikit informasi yang ada mengenainya, setidaknya bisa diketahui tentang kecintaannya yang mendalam kepada Rasulullah Saw dan keluarganya.

Dalam Rijâl Syaikh Thûsi dikatakan bahwa Tsauban yang mempunyai kuniyah (julukan) Abu Abdillah adalah salah satu sahabat Rasulullah saw.[3] Dan menurut nukilan Asqalani dalam al-Ishâbah, Tsauban adalah di antara sahabat terkenal Rasulullah Saw yang pada awalnya, dibeli oleh kemudian dibebaskan oleh Rasulullah saw. Namun setelah dibebaskan, ia sendiri memilih untuk berkhidmat kepada Rasulullah saw hingga akhir kehidupan beliau.[4]

Meski dalam literatur-literatur riwayat Syiah yang terkenal seperti kitab-kitab Arba'ah (Kutub al-Arba'ah), tidak ada satupun riwayat yang menukilkanya, akan tetapi dalam literatur-literatur lain telah dinukilkan sejumlah hadis-hadis riwayat mengenainya.

Di antara riwayat-riwayat yang ada yang bercerita dan menggambarkan tentang kecintaannya kepada Rasulullah Saw dan Ahli Baitnya adalah riwayat mengenai Rasulullah Saw yang menanyakan kecintaan Tsauban kepadanya dan kepada Ahli Bait As, dimana Tsauban menjawab, "Demi Allah, jika tubuhku terpotong-potong dengan pedang atau tergunting-gunting, atau terbakar di dalam api .... bagiku lebih mudah daripada memiliki ketakikhlasan terkecil dalam kalbuku terhadap Anda, Ahlulbait dan para sahabat."[5]

Thabarsi dalam Majma' al-Bayan setelah menyebutkan ayat, "Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."[6] mengatakan, "Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Tsauban, pelayan Rasulullah Saw, karena suatu hari ia mendatangi Rasulullah dalam keadaan khawatir dan sakit, Rasulullah bertanya kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Tsauban menjawab, "Wahai Rasulullah! Saya tidak sedang sakit, akan tetapi tengah berpikir bahwa kelak di hari kiamat, saya tidak akan melihat Anda lagi saat saya memasuki neraka, dan jika saya masuk ke surga, sayapun tidak akan bisa hadir di hadapan Anda karena kedudukan dan derajat lebih rendah yang saya miliki dari yang Anda miliki, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih." Saat inilah kemudian ayat ini diturunkan, dan Rasulullah Saw bersabda kepadanya, "Demi Allah! Keimanan seorang Muslim tidak akan menjadi sempurna sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, ayahnya, ibunya, istrinya, anaknya dan dari seluruh manusia lainnya."[7]

Dengan demikian, dengan memperhatikan persoalan yang telah dijelaskan, Tsauban dapat dianggap sebagai salah satu dari pecinta Rasulullah dan keluarga sucinya.

Akan tetapi dari konteks yang ada, makna kata maula yang terdapat untuk Tsauban (Tsauban Maula Rasulullah) dapat bermakna "Orang yang telah dibebaskan oleh Rasulullah" atau bermakna abdi atau budak Rasulullah, akan tetapi dengan memperhatikan bahwa Tsauban dari awal telah dibebaskan oleh Rasulullah, maka makna pertama lebih sesuai baginya.

Terakhir, kami ingatkan bahwa mengenai Tsauban tidak terdapat banyak riwayat dalam literatur Syiah, oleh karena itu tidak bisa ditemukan satupun pandangan dari Ahlulbait mengenai riwayatnya.

Referensi:
[1]. Kata "wilâyah" dan "maulâ" berasal dari akar kata wali, dan para ahli linguistik menyebutkan bermacam makna untuk kata ini, seperti, malik atau pemilik, abdi atau budak, mu'thiq (pembebas), mu'thaq (yang telah terbebas), shâhib (pemilik), qarîb (seperti anak lelaki paman), jâr (tetangga), hâlif (seperjanjian), ibnu (putra), paman dari pihak ayah, rabb (tuan pemelihara), nâshir (penolong), mun'im (yang diberikan karunia), nâzil (yang turun), syarîk (mitra), ibnu al-ukht (anak lelaki dari saudara perempuan), muhibb (pecinta), tabi', shahr (menantu lelaki), aula bitasharruf (seseorang yang dari satu aspek lebih layak untuk memanfaatkan sesuatu dari orang lain), diadaptasi dari indeks "Makna Wilayah", Pertanyaan 153 (Site: 1156).
[2]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528, Darulkutub al-Alamiyah, Beirut, 1415 HQ.
[3]. Muhammad bin Hasan Thusi, Rijâl Thûsi, hal. 31, Intisyarat-e Haidariyah, Najaf, 1381 HQ.
[4]. Ibnu Hajar Asqalani, al-Ishâbah, jil. 1, hal. 528.
[5]. Tafsir Imam Hasan Askari As, hal. 370, Madrasah Imam Mahdi Ajf, Qom, 1409 H; Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 100, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H.
[6]. (Qs. Al-Nisa [4]: 69).
[7]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma' al-Bayân, jil. 3, hal. 110, Intisyarat-e Nashir Khusru, Teheran, 1372 S.

Imam Ali as dan Penjual Kurma


Seorang budak perempuan meletakkan kurma di hadapan tuannya. Si tuan melihat kurma tersebut dan kemudian memandang budak tersebut dengan rasa marah. Budak perempuan itu menundukkan kepalannya. Tiba-tiba kedengaran suara sang tuan bergema di udara,"Ini kurma apa yang kamu beli? Segera kembalikan kurma ini dan ambil uangnya!"

Tangan budak perempuan itu bergetar dan hati kecilnya hancur. Bakul berisi kurma itu diambilnya dan dibawa berjalan. Diperjalanan dia berpikir sendirian, "Mungkinkah lelaki sipenjual kurma itu kasihan pada diriku dan mengambil kurma ini semula?" Tetapi ketika wajah garang sipenjual itu terbayang, kekecewaan melanda jiwanya. Budak perempuan itu berdoa meminta bantuan dari Tuhan semoga kurma itu bisa dikembalikan.

Dia melewati lorong-lorong dan jalan-jalan kecil sehingga tiba di pasar. Kata-kata yang ingin diungkap kepada si penjual berulang kali dihapalkan dan dia memperlahankan langkahnya ketika mendekati toko penjual kurma.Si penjual sedang bercakap dengan seorang lelaki. Budak perempuan itu melap peluh yang keluar dari dahinya dengan tangan bajunya, dia melangkah beberapa tapak menghampiri sang penjual dan memberi salam. Lelaki penjual kurma mendengar suara budak perempuan itu dan melihat kepadanya. Si budak perempuan merasa akan pandangan tajam sipenjual kurma. Si penjual kurma berkata, "Apa yang engkau mau?"

Budak perempuan itu berkata, "Saya minta maaf, tuan saya tidak menginginkan kurma ini dan meminta saya memulangkannya."

Lelaki penjual kurma yang mendengar kata-kata ini, mengerutkan wajahnya dan suaranya seperti panah yang menusuk hati budak perempuan itu. Penjual itu berkata, "Apa maksudmu tuanmu tidak menginginkan kurma ini? Aku tidak akan mengambil kurma ini. Jika dia ingin, dia sendiri harus datang ke sini untuk mendapatkan kurma yang diingininya."

Budak perempuan itu tidak dapat memberi jawaban. Bagaimanapun juga dia harus memulangkan kurma tersebut. Sekali lagi dia meminta kepada si penjual, "Tuan, aku meminta supaya engkau ambillah kurma ini dariku dan jika aku pulang ke rumah dengan kurma ini, tuanku akan menghukum aku. Sipenjual dengan suara yang lebih kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganku. Jika tidak ingin, engkau tidak perlu membelinya dariku, jika sampai malampun engkau meminta dan merayu kepadaku, tidak ada faedahnya. Seperti yang telah aku katakan barang yang telah dijual tidak akan aku ambil kembali."

Budak perempuan yang mendengar ucapan si penjual merasa kecewa. Dia melangkah dua tapak kebelakang. Dia duduk di satu sudut dan kepalanya diletakkan diatas lututnya yang kurus. Ketika itu air matanya mengalir deras. Pada saat yang sama dia merasakan ada bayang seseorang diatas kepalanya. Dia mengangkatkan kepalanya dan matanya memandang seorang lelaki yang dikenali. Dia memiliki wajah yang baik. Pandangannya dipenuhi dengan kasih sayang. Dengan melihat kepada lelaki itu, cahaya harapan kembali kejiwanya. Lelaki itu berkata, "Ada apa anakku? Apa yang telah terjadi?"

Budak perempuan itu dengan tangannya menunjuk ke arah toko kurma berkata, "Orang ini, tempat aku membeli kurma,  dan enggan mengambilnya semula. Tuanku tidak menginginkan kurma ini. Lelaki baik itu mengambil bakul kurma dari tangan budak perempuan tersebut dan dibawanya ke arah toko kurma. Ketika itu si lelaki itu berkata kepada penjual kurma, "Wahai lelaki! Budak perempuan ini tidak  bersalah, ambil kembali kurma ini dan pulangkan uangnya."

Sipenjual yang melihat lelaki ini, menarik mukanya dan dengan suara yang kuat berkata, "Masalah ini tidak ada kaitannya denganmu. Mengapa engkau turut campur dalam urusan orang lain? Lebih baik engkau tinggalkan perkara ini dan pergilah."

Orang-orang yang lalu lalang dan sebagian pemilik toko yang ada di situ mendengar suara lelaki penjual kurma itu, segera pergi ke arah toko tersebut. Banyak orang yang  mengenali lelaki baik itu dan dengan hormat melihat ke arahnya. Pada waktu itu ada seorang dari kalangan rakyat berkata kepada penjual kurma, "Diamlah! Apakah engkau tidak mengenali lelaki ini? Dia adalah Amirul Mukminin Ali."

Mendengar nama Ali, lelaki penjual kurma merasa terkejut dan bimbang. Dia tidak tahu apa yang harus diucapkan dan apa yang harus dilakukannya.

Lelaki penjual kurma dengan suara tersekat-sekat dan ucapan yang terpotong-potong meminta maaf dari Imam Ali as dan menyesali perilaku buruknya. Imam Ali as ketika melihat akan kesan penyesalan diwajah penjual kurma berkata, "Jika engkau mengubah perilakumu, aku akan memaafkanmu."

Dengan cara ini, sipenjual kurma itu memulangkan uang kepada budak perempuan tersebut dan mengambil kembali kurmanya. Kebaikan Imam Ali menyentuh perasaan budak perempuan itu dan ia mengucapkan syukur kepada Tuhan atas segala karunia-Nya.

Rasulullah Saw bersabda, "Allah menyukai orang mempermudah ketika berjual beli dan membayar serta menerima uang."

Sayyidina Umar jika berniat membeli seorang budak wanita ia memeriksanya dengan memegang-megang dadanya!

 
Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam sangat meninggikan harkat dan martabat kaum wanita. Ayat-ayat Al Qur’an pun turun untuk menegaskan pandangan Islam ini… Demikian pula dengan sabda-sabda Nabi saw.
Tetapi bagaimanakah pandanga Umar; Khalifah Rasulullah dan Pemimpin Tertinggi Islam terhadap wanita dan harga dirinya? Apakah ia memandang wanita sebagai makhluk terhormat yang harus dijunjung tinggi dan dihormati harkatnya? Atau sebaliknya, ia memandangnya sebagai SETAN, SI PEMBAWA KESIALAN yang hanya pantas “DITUNGGANGI” untuk melampiaskan nasfu birahi dan setelahnya dicmpakkan sambil menunggu datangnya luapan syahwat untuk di tunggangi langi dan demikian seterusnya… dan bahwa wanita mandul tidak lebih berharga dari likar kusang di pojok rumah kita? 
Apaakah justeru demikian nilai wanita di mata Sayyidina Umar? 
Ikuti paloran yang menyajikan data-data akurat di bawah ini!

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Pendatang Kesialan Belaka!
Untuk meyakinkan kita akan pandangannya itu beliau meriwayatkan sebiah hadis atas nama Nabi saw. seperti diabadikan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya,2/232 dan al haitsmai dalam Majma’ az Zawâid-nya,5/104:
Kesialan itu ada pada tiga benda: Tunggangan (unta, kuda dll-pen), tempat tinggal dan wanita.”

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Hanya Untuk dijadikan Tempat Pemuas Syahwat Yang Setelahnya Dibuang!
Umar ibn Syubbah –seorang ulama besar Ahlusunnah- meriwayatkan dalam kitab-nya Târîkh al Madînah,3/818:
“Bahwa istri (Sayyidina _pen) Umar menanyakan kepadanya tentang sebab kemarahannya atas seorang dari kerabatnya, ia berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa sebab kemarahanmu atas ‘Iyâdh?

Maka Umar berkata membentaknya:

يا عدوةَ اللهِ, و فيمَ أنتِ هذا, و متىَ كنتِ تدخلينَ بيني و بين المسلمين؟! إنما أنتِ لُعْبةٌ يُلْعَبُ بِكِ ثُمَّ تُترَكِيْنَ

Hai musuh Allah! Apa urusanmu dengan masalah ini?! Mulai kapan engkau ikut campur dalam urusanku dengan kaum Muslimin? Engkau tiada lain hanyalah mainan yang dipermainkan, setelah selesai ditingggalkan!”

Kata Nabi Muhammad Saw.: Wanita Bagai Sekuntum Bunga Harum…
Kata Umar: Wanita Bagaikan Setan.
Tidak sedikit sabda Nabi Muhammad saw. yang meninggikan kehormatan dan martabat kaum prempuan, tetapi Ibnu Taimiyah melaporkan pandangan Umar tentang wanita bahwa ia tiad lain hanyalah SETAN yang kita semua harus berlindung dari kejahatannya.

Ibnu Taimiyah melaporkan dalam tafsirnya,2/18:
“Umar mendengar seorang wanita mebacakan syair yang berbunyi:

إنَّ النساءَ رياحينُ خُلِقْنَ لكم *** و كُلُّكُم يشْتهِي شَمَّ الرياحينِ

“Sesungguhnya wanita bagaikan sekuntum bunga harum yang diciptakan untuk kalian (kaum pria)… dan semua kalian pasti menyukai mencium semerbak harum bunya melati.

Maka Umar menyahuti wanita itu sengan melantunkan bait syair juga:

إنَّ النساءَ شياطِينُ خُلِقْن لنا *** نعُوذُ باللهِ مِن شرِّ الشياطِينِ

“Wanita adalah SETAN-SETAN yang diciptakan untuk kita… kami berlindung kepada Allah dari kejahatan SETAN-SETAN”

Sayyidina Umar Memerintah Para Budak Wanitanya Untuk Melayani Tamunya Dengan Busana Seksi
Dalam pandangan Sayyidina, para budak wanita tidak boleh mengenakan busana yang sama dengan kaum wanita muslimat lainnya untuk membedakan mereka dari kaum merdeka bahkan ia memukuli budak wanita yang mengenakan kerudung ppenutup kepala dan rambutnya.

Imam as Sarakhsi (seorang ulama besar Ahlusunnah wal Jama’ah) melaporkan bahwa Dalam kitab Al Mabsûth-nya,9/12:

(و كانت جواريه) يخْدمنَ الضيفان كاشفات الرؤوسِ, مضطربات البدن, مضطربات الثديِ.

“Adalah budak-budak wanita Umar melayani para tamu dengan membuka kerudung penutup kepada mereka, badan mereka mereka berdoyang-goyang dan juga payu dara mereka bergoyang-goyang.”

Dan adalah Sayyidina Umar jika berniat membeli seorang budak wanita ia memeriksanya dengan memegang-megang dadanya! (baca dalam Badâ’in al Fawâid,5/121).

Versi Syi’ah bahwa budak wajib dinikahi sebelum disetubuhi... Inilah Prinsip Syi’ah tentang BUDAK

Sebagian hadis sunni dibuat buat oleh raja raja zalim untuk mengkondisikan seolah olah Nabi SAW sama biadabnya dengan Mu’awiyah cs… Kami menolak hadis bar bar buatan sunni

Hadis hadis Sunni membuat buat fitnah terhadap Nabi kami :

1. Muhammad Tidak Melarang TINDAKAN COITUS terhadap BUDAK!

MUSLIM, Book 008, Number 3388:
Jabir (Allah be pleased with him) reported: We used to practise ‘azl during the lifetime of Allah’s Messenger (saw). This (the news of this practise) reached Allah’s Apostle (saw), and he did not forbid us.

2.Hadis hadis Sunni membuat buat fitnah terhadap Nabi kami : Bahkan Mengijinkan dan Menyetujui Tindakan Ali (menantu muhammad) MENG-Coitus Budak dari Khumus (harta rampasan perang hak milik muhammad).

BUKHARI, Volume 5, Book 59, Number 637:
Narrated Buraida:
The Prophet sent ‘Ali to Khalid to bring the Khumus (of the booty) and I hated Ali, and ‘Ali had taken a bath (after a sexual act with a slave-girl from the Khumus). I said to Khalid, “Don’t you see this (i.e. Ali)?” When we reached the Prophet I mentioned that to him. He said, “O Buraida! Do you hate Ali?” I said, “Yes.” He said, “Do you hate him, for he deserves more than that from the Khumus.”
.
Dari roman yg disadur dari kisah2 nyata :
Ilustrasi : Tentara Turki Sunni siap menjemput wanita2 tahanan perang yg akan dijadikan anggota harem
Pasar Perlelangan Budak di Afrika !


Pasar budak : baik lelaki maupun perempuan bisa dijadikan budak seks. Inilah keadilan dlm Sunni. Sunni tidak membedakan jenis kelamin.

OOOhhhh sunni…
Syi’ah  datang justru untuk menghapus perbudakan !!.

Sunni  menghalalkan PERKOSAAN  terhadap tawanan perang
wanita  yang dijadikan budak setelah suami suami mereka
dibunuh  !!!

Sunni menghalalkan zina dan perkosaan terhadap tawanan perang  wanita (budak) tanpa akad nikah, tanpa mas kawin, tanpa prosesi apapun. Jika hamil maka si perempuan dan anaknya tetap menjadi BUDAK,,,

Syi’ah  membantahnya !!!
Versi  Syi’ah bahwa budak wajib dinikahi sebelum disetubuhi. Dalam hal ini kami katakan kepada para Nashibi Wahabi maupun kepada saudara Sunni :

“Janganlah melempari rumah orang lain dengan batu, jika rumah kalian terbuat dari kaca  !!!”

Hadis Hadis Yang Ada Dalam Kitab Shahih Sunni bukan semua hadis Nabi yang asli, tetapi ada REKAAN ORANG-ORANG  TERTENTU  yang dinisbatkan kepada Nabi untuk mengkondisikan bahwa Nabi seolah-olah sama biadabnya dengan Mu’awiyah bin ABU SOFYAN.
__________________________________________

Ayat ayat perbudakan  masih relevan untuk dipakai, tidak ada yang  mansukh apalagi  basi.

Prinsip  Syi’ah tentang BUDAK :
1. Sebelumnya diberi kesempatan untuk menebus dirinya dengan cara memungut tebusan, jika tidak mampu maka boleh mengajar baca tulis kepada anak anak kaum muslimin, dalil : Qs. 24:33, Qs. 47:4, Qs. 4:25.
2. Tawanan perang wanita (kafir) dihalalkan disetubuhi dengan syarat :
a. Telah mau masuk islam alias bukan kafir/musyrik, sehingga terputuslah hubungan perkawinan dengan suaminya yang masih kafir atau musyrik, dalil : Qs 2 :21.
b. Budak perempuan harus dinikahi sebelum disetubuhi, dalil : Qs. 4:3, Qs. 23:6, Qs. 33:50, Qs.4:24, Qs.33:50, Qs.70:30.
3. Setelah nikah, budak menjadi orang merdeka. Pernikahan dengan budak merupakan upaya syi’ah melepas perbudakan, dalil : Qs. 90:13.
4. Memperkosa budak atau menzinai budak apalagi yang kafir musyrik maka haram hukumnya, dalil: Qs.17:32, Qs.24:33
5. Zakat merupakan upaya syi’ah melepas perbudakan, dalil : Qs.9:60
_________________________________________
“Penghalalan Budak Wanita” Terdapat Dalam Sunni.
Umar Bin Khatab Dan Budak Wanita.
 
RIWAYAT PERTAMA:
Imam al-Bayhaqi mencatat dalam “Al Sunan al Kubra” jilid 2 halaman 227 :

عن جده أنس بن مالك قال كن إماء عمر رضي الله عنه يخدمننا كاشفات عن شعورهن تضطرب ثديهن: قال الشيخ والآثار عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه في ذلك صحيحة 
Anas bin Malik berkata : “Budak perempuan Umar melayani kami dengan rambut tidak tertutup dan payudara mereka bergetar”.

Al-Bayhaqi menyatakan kedudukan riwayat diatas “Shahih”.

Al-Bani Sang Wahabi dalam “Irwa al-Ghalil” jilid 6 halaman 204 mengatakan : “Rantai (sanad) riwayat tersebut SEMPURNA”.
 
RIWAYAT KEDUA:
Dalam Al-Mushanaf oleh Ibn Abi Syaibah (jilid 2 halaman 41 Halaman 6236 ) mencatat : 
Anas berkata : Umar melihat budak perempuan milik kami (milik Anas) menggunakan syal (kerudung), lalu Umar memukulnya dan berkata kepadanya (kepada budak wanita tsb): Jangan berperilaku seperti wanita merdeka”.

Ibnu Hajar dalam “al-Diraya” (jilid 1 halaman 124) dan Al-Bani Sang Wahabi dalam “Irwa al-Ghalil” jilid 6 halan 203 menyatakan kedudukan riwayat tersebut “Shahih”.

RIWAYAT KETIGA:

عن المسيب بن دارم قال : رأيت عمر وفي يده درة فضرب رأس أمة حتى سقط القناع عن رأسها ، قال : فيم الأمة تشبه بالحرة 

Al-Musayyab bin Darum berkata : “Aku melihat Umar memegang tongkat ditangannya dan memukul seorang budak perempuan hingga penutup kepalanya (kerudung) terjatuh, lalu ia (umar) berkata: “Mengapa berperilaku seperti wanita merdeka”.

Riwayat diatas ada dalam Kanzul Umal jilid 15 halaman 486 : كنز العمال في سنن الأقوال والأفعال
Kanzul Umal, j.15 h. 486 (online)
Tarikh Damisyq, j.58 h.191 (online)

Salahkah seorang budak wanita menggunakan “hijab”..?? Apa motif Umar melarang seorang wanita menggunakan kerudung..??

Ibn Umar Dan Budak Wanita.
Ulama Sunni, Al Bayhaqi dalam Sunnan Al-Kubra jilid 5 halaman 329:

عن نافع ، عن ابن عمر ” أنه كان إذا اشترى جارية كشف عن ساقها ووضع يده بين ثدييها و على عجزها 

Nafi’i meriwayatkan bahwa kapanpun ketika Ibn Umar ingin membeli budak wanita, ia (ibn Umar) akan memeriksa (budak tsb) dengan menganalisa kakinya dan meletakkan tangan di antara payudara dan bokongnya “.

الكتاب : السنن الكبرى للبيهقي
Sunnan Al-Kubra, j.5 h. 329 (online)

Keterangan Sang Nashibi Wahabi :
Al-Bani Sang Wahabi menyatakan riwayat tersebut “Shahih” dalam “Mukhtasir Irwa Al-Ghalil Fi Takhrij
Ahadits Manar Al-Sabil” j.1 h.355 , H.1792.

Dan dalam Al Mushanaf Abdul Razaq (jilid 7 , h.286 , Halaman 13204):
“Mujahid meriwayatkan bahwa Ibn Umar meletakkan tangannya diantara payudara dan mengguncangnya.

Mushanaf Abdul Razaq (online)
NB : yang ingin protes silahkan protes kepada penyusun kitab-kitab diatas.
IBN HAZM.
Ulama Sunni, Ibn Hazm (Al-Mahala jilid12 halaman 207-209) memberikan keterangan
jelas dan rinci mengenai permasalah budak wanita, dan bagi siapa sajakah budak
wanita dapat dihalalkan untuk orang lain.

Al-Mahala j.12, online 
Hamam meriwayatkan dari Ibn Mufaraj dari Ibn Arabi dai Al Dari dari Abdul Razaq dari Ibn Juraij dari Amr bin Dinar dari Tawus bahwa Ibn Abbas Berkata: “Jika seorang wanita (merdeka) membuat budak wanitanya halal untuk seorang laki-laki atau anak perempuannya atau saudaranya, biarkan (laki2 tsb) melakukan hubungan intim dengannya, ia (budak wanita tsb) akan tetap milik nya (wanita merdeka/pemiliknya), biarkan ia (laki-laki tsb) melakukan hubungan cepat diantara pahannya.
Dalam halaman yang sama disebutkan bahwa budak wanita di halalkan melahirkan (memberikan/
mengandung) anak dari seorang laki-laki yang telah di halalkan budak wanita tersebut oleh istrinya
sendiri : 
Ibn Juraij meriwayatkan dari Ibn Thawus dari ayahnya bahwa ia tidak melihat adanya masalah dalam hal tesebut dan berkata: “Itu Halal, jika ia (budak wanita) melahirkan seorang anak, maka anak tersebut bebas (merdeka) dan budak wanita (tetap) milik istri (laki2 tsb) dan tidak ada hukuman apapun untuk suaminya”
Selanjutnya tercatat : 
Ibn Juraij meriwayatkan dari Ibrahim bin Abi Bakr dari Abdurrahman bin Zadwih dari Thawus, berkata : Itu Halal sebagaimana (halalnya) makanan, jika ia (budak wanita tsb) melahirkan seorang anak, anak tersebut sah dan dimiliki oleh pemilik (tuan-nya) yg pertama”.
Dalam pandangan ulama sunni diatas jelas bahwa seorang laki-laki diperbolehkan berhubungan intim dengan budak wanita yang telah dihalalkan untuknya, dan budak wanita tersebut jika melahirkan anak, maka anaknya sah, dan anak yang dilahirkan tersebut menjadi pemilik budak wanita tersebut.

Ini yang dilaporkan Bukhari:Abu Saeed berkata: “Kami pergi bersama Rasul Allâh ke Ghazwa tempat Banu Al-Mustaliq dan kami menerima tawanan2 diantar tawanan2 Arab dan kami berhasrat pada wanita2 dan sukar untuk tidak berhubungan seks dan kami senang melakukan azl. Maka ketika kami hendak melakukan azl, kami berkata, ‘Bagaimana kami bisa melakukan azl sebelum bertanya pada Rasul Allâh yang ada diantara kita?’ Kami lalu bertanya padanya dan dia berkata, ‘Lebih baik jangan lakukan itu, karena jikalau sebuah jiwa (sampai hari kiamat) telah ditakdirkan akan ada, maka jiwa itu akan tetap ada.”[1]
sumber :
[1] Bukhari, Volume 5, Buku 59, Nomer 459.

Banyak hadis sahih menyatakan bagaimana Muhammad mengijinkan hubungan seks dengan budak2 wanita, tapi tidak perlu melakukan azl/coitus interruptus karena jika Allâh memang mau seseorang untuk lahir, maka jiwa orang itu akan lahir meskipun dilakukan azl/coitus interruptus. Lihat juga hadis sahih di bawah ini:
Bukhari 3.34.432: “Dikisahkan oleh Abu Saeed Al-Khudri: ketika dia duduk bersama Rasul Allâh dia berkata, “Wahai Rasul Allâh! Kami memiliki tawanan2 wanita sebagai jatah jarahan perang, dan kami ingin tertarik mengetahui harga mereka, apakah pendapatmu tentang azl/coitus interruptus?” Sang Nabi berkata, “Apakah kau memang melakukan itu?

Sebaiknya jangan. Jiwa yang sudah ditakdirkan Allâh untuk ada, akan tetap ada.”.

Sahih Muslim juga dianggap sahih oleh semua Muslim. Inilah hadis Sahih Muslim 8.3381: “Rasul Allâh (s.a.w.) ditanyai tentang azl/coitus interruptus dan dia menjawab: Seorang anak tidak terbentuk dari semua cairan (sperma) dan jika Allâh memang merencanakan menciptakan sesuatu maka tiada yang dapat mencegahnya.”.

Kaum Muslim juga menganggap hadis Abud Daud sahih. Inilah hadis sahih Abu Daud, 29.29.32.100: “Yahya mengisahkan padaku dari Malik dari Humayd ibn Qays al-Makki bahwa seorang pria bernama Dhafif berkata:
bahwa Ibn Abbas ditanyai tentang azl/coitus interruptus. Dia memanggil seorang budak wanita dan katanya, ‘Katakan pada mereka.’ Budak wanita itu merasa malu. Ibn Abbas berkata, ‘Baiklah, aku katakan sendiri.’.

Malik berkata, ‘Seorang pria tidak melakukan coitus interruptus dengan wanita merdeka kecuali jika wanita itu mengijinkannya. Tidak ada salahnya melakukan coitus interruptus dengan seorang budak wanita tanpa ijin darinya. Seseorang mengawini budak orang lain tidak melakukan coitus interruptus dengannya kecuali jika kalangan budak wanita itu memberinya ijin.”.

Juga lihat Bukhari 3.46.718, 5.59.459, 7.62.135, 7.62.136, 7.62.137, 8.77.600, 9.93.506 dan Sahih Muslim 8.3383, 8.3388, 8.3376, 8.3377, serta banyak lagi.
IMAM MALIK :
Masih dalam halaman yang sama ada sedikit perbedaaan dalam pandangan Imam Malik : 
“Ia (budak wanita tsb) tetap milik tuannya selama ia (budak wanita) tsb tidak hamil, jika ia hamil, kepemilikannya berpindah kepada orang yang mana ia dihalalkan bagi orang tersebut”. Pernah ia berkata :
“Kepemilikannya akan berpindah mengikuti (dengan siapa) pertama kali ia berhubungan intim”.

Masih dalam halaman yang sama disebutkan bahwa tidak ada hukuman untuk “berbagi” seorang
budak wanita : 
Abu Muhammad (ra) berkata : “Ini adalah sebuah pandangan dan Sufyan Al Thawri, (Abu Muhammad) berkata : “Malik dan sahabat-sahabatnya berkata : ” Tidak ada hukuman (hadd) dalam semua itu”.
Perbedaan Sunni dan Syiah dalam hal ini sangat jelas bahwa kehalalan budak wanita untuk orang lain dalam Syiah harus dengan pernikahan dan tidak cukup hanya dengan kata “Halal”. Dan dalam pandangan Sunni riwayat-riwayat dalam Al Mahala oleh Ibn Hazm sangatlah jelas.
I’arat al furuj dalam Sunni : 
“Tidak ada hadd (hukuman) dalam hal ini karena menurut Ata’ “meminjamkan Kemaluan” (I’arat al furuj) diperbolehkan”.

(Syarh al-Kabir oleh Abu Barakat, jilid 3 halaman 25) =>Mazhab MALIKI.
Ulama Sunni, Ibn Qudamah dalam karya besarnya “Al Mughni” ( jilid 9 halaman 157) mencatat : 
“Jika budak wanita “dibagi” kepada dua orang dan keduanya melakukan hubungan intim dengannya (dg budak wanita tsb), dia (budak wanita tsb) harus melakukan dua istibra.
_____________________________________________

Buka pikiran kita dengan jernih dan selamat membaca.
Kami tidak habis pikir mengapa para Nashibi selalu menggunakan cara yang paling hina untuk melawan Syiah, fitnah kepada Syiah Imamiyah selalu mereka gunakan, dan anehnya sebagian oknum sunni dengan senang membela mereka seolah seperti “pemandu sorak” sebuah team pemfitnah, jika memang oknum tersebut seorang pencari kebenaran, maka sudah pasti ia akan menjadi penengah atau paling tidak bersikap diam atas apa yang tidak mereka ketahui alih-alih membantu para nashibi tersebut dengan ucapan-ucapan konyol demi mengurangi “sakit hati” mereka atas fakta sejarah yang termaktub dalam kitab-kitab mereka sendiri yang terkuak akibat fitnah dan serangan mereka sendiri kepada Syiah Imamiyah.
Dalam hal ini kami katakan kepada para Nashibi Wahabi maupun kepada saudara Sunni:
“Janganlah melempari rumah orang lain dengan batu, jika rumah kalian tebuat dari kaca”.
FITNAH WAHABI NASHIBI.
Fitnah Pertama :
Beberapa waktu lalu seorang Nashibi Wahabi dengan percaya diri mengcopy paste tulisan para Nashibi lainnya seperti dibawah ini, dengan alasan ia mengutip dari al Kafi : 
Muhammad Ibnu Mudharrib berkata: Berkata kepadaku Abu Abdullah: “Hai Muhammad, ambillah PUTRI ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku.”. (Furu al Kafi hal. 200).
Sepintas orang yang membaca akan tercengang dengan fitnah yang sangat keji ini, orang awam seperti saya akan kaget membaca apa yangg dia bawakan, dan sebagian orang mungkin akan mengatakan :
“Jadi seperti ini Syiah, mengahalalkan anak perempuan untuk disetubuhi orang lain, pantas aja sesat..!”.
Sekarang saatnya kita bongkar satu persatu fitnah Nashibi tersebut, dengan
membawakan teks asli dari al Kafi, saya akan mengutip dari Al Kafi Jilid 5 halaman 470 (Darul Kitab
Islamiyah) dan teks aslinya ada dalam bab “Seorang laki-laki boleh menghalalkan budak wanitanya untuk
saudaranya, dan seorang wanita boleh menghalalkan budak wanitanya untuk suaminya”. : 
باب الرَّجُلُ يُحِلُّ جَارِيَتَهُ لِأَخِيهِ وَ الْمَرْأَةُ تُحِلُّ جَارِيَتَهَا لِزَوْجِهَا وَ بِإِسْنَادِهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُضَارِبٍ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) يَا مُحَمَّدُ خُذْ هَذِهِ الْجَارِيَةَ إِلَيْكَ تَخْدُمُكَ فَإِذَا خَرَجْتَ فَرُدَّهَا إِلَيْنَا
Dengan sanad sampai kepada Muhammad Ibnu Mudharib. 

Muhammad Ibnu Mudharib berkata; berkata Abu Abdillah (as) ; “Wahai Muhammad ambillah JARIYAH (BUDAK WANITA) ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku
(teks yang sama juga terdapat dalam “Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 488).
Si Nashibi tersebut telah melakukan kebohongan besar dan fitnah yang keji, dengan menerjemahkan kata “JARIYAH” sebagai “PUTRI”, padahal seharusnya “BUDAK WANITA.

Catatan : Al-Kafi jilid 5 sama dengan Furu’ al Kafi jilid 3.
Fitnah Kedua :
Lagi, si Nashibi tersebut membawa copy paste tangan-tangan Nashibi lainnya seperti dibawah ini : 
Abu Ja’far Muhammad Ibnu Hasan At-Thusi menyebutkan dari Muhammad bin Muslim dari Abu Ja’far, ia berkata: Aku tanyakan kepadanya: “Halalkah laki-laki MEMINJAMKAN pada temannya tubuh PUTRINYA untuk disetubuhi?” 
Jawabnya:
“Boleh. Bahwa halal bagi dia sebagaimana halal bagi temannya meminjamkan kemaluan PUTRINYA untuk disetubuhi. (Al-Istibshar, Juz III, hal. 136).
Mari kita lihat kalimat/tesk asli dari Al-Istibshar (jilid 3, halaman 136, riwayat 487) :
 
عنه عن جعفر بن محمد بن حكيم عن كرام بن عمرو عن محمد بن مسلم عن أبي جعفر(ع) قال قلت له الرجل يحل لاخيه فرج جاريته قال: نعم لا بأس به له ما أحل له منها. 

Al-Thusi meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Muslim, dari Abu Ja’far as:
Aku bertanya kepada beliau: “Apakah boleh seseorang menghalalkan (menjadikan halal) kemaluan BUDAK WANITA (jariyah)-nya bagi saudaranya?” Beliau menjawab: “Ya, tidak masalah. Hal itu halal bagi saudaranya, sebagaimana halalnya ia terhadap BUDAK WANITANYA itu.”. (“Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 487).

Sekali lagi Si Nashibi tersebut melakukan kebohongan besar mengartikan Kata“JARIYAH” sebagai “PUTRI” dan seharusnya “JARIYAH” berarti “BUDAK WANITA”, dan TIDAK ADA KATA MEMINJAMKAN, yang ada adalah MENGHALALKAN.
Catatan :
1. Al-Kafi jilid 5 sama dengan Furu’ al Kafi jilid 3.
2. Kesimpulannya adalah Nashibi tersebut telah berbohong dan memfitnah syiah dengan merubah kata “JARIYAH” yang beraati “BUDAK WANITA” menjadi “PUTRI” (anak kandung perempuan).
PENJELASAN LEBIH:
Untuk mencagah kesalah pahaman dan untuk melengkapi dua riwayat tersebut lebih jauh akan kita lihat beberapa riwayat mengenai “budak wanita” dan bagaimana bisa dihalalkan bagi orang lain.
Apakah hanya dengan menghalalkan saja tanpa ada syarat-syarat lain..?
Jika ada, apa syaratnya..?
Bagaimana “Penghalalan Budak Wanita dalam Sunni”..?
Insya Allah Bersambung

Nih sambungannya :
Dibawah ini adalah bukti Fitnah Nashbi tersebut :
Inilah contoh Nashibi berotak dekil dan tukang copas catatan nashibi2 lainnya..dengan dekilnya dia mengartikan Kata “JARIYAH” dengan makna “PUTRI”, dan Kata “Menghalalkan ” diartikan “MEMINJAMKAN”.
Mari kita lihat kalimat/tesk asli dari Al-Istibshar (jilid 3,halaman 136, riwayat 487) : 
عنه عن جعفر بن محمد بن حكيم عن كرام بن عمرو عن محمد بن مسلم عن أبي جعفر(ع) قال قلت له الرجل يحل لاخيه فرج جاريته قال: نعم لا بأس به له ما أحل له منها.
Al-Thusi meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Muslim, dari Abu Ja’far as: Aku bertanya kepada beliau: “Apakah boleh seseorang menghalalkan (menjadikan halal) kemaluan BUDAK WANITA (jariyah)-nya bagi saudaranya?” Beliau menjawab: “Ya, tidak masalah. Hal itu halal bagi saudaranya, sebagaimana halalnya ia terhadap BUDAK WANITANYA itu.” (“Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 487).
Al Kafi Jilid 5 halaman 470 (Darul Kitab Islamiyah :
باب الرَّجُلُ يُحِلُّ جَارِيَتَهُ لِأَخِيهِ وَ الْمَرْأَةُ تُحِلُّ جَارِيَتَهَا لِزَوْجِهَا وَ بِإِسْنَادِهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُضَارِبٍ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) يَا مُحَمَّدُ خُذْ هَذِهِ الْجَارِيَةَ إِلَيْكَ تَخْدُمُكَ فَإِذَا خَرَجْتَ فَرُدَّهَا إِلَيْنَا
Dengan sanad sampai kepada Muhammad Ibnu Mudharib.
Muhammad Ibnu Mudharib berkata; berkata Abu Abdillah (as) ; “Wahai Muhammad ambillah JARIYAH (BUDAK WANITA) ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku

Sungguh Biadab dan Keji para Nashibi tsb.

I’arat al furuj (MEMINJAMKAN Kemaluan) dalam Sunni: “Tidak ada hadd (hukuman) dalam hal ini karena menurut Ata’ MEMINJAMKAN Kemaluan” (I’arat al furuj) diperbolehkan” (Syarh al-Kabir oleh Abu Barakat, j.3 h. 25) =>Mazhab MALIKI .
Ulama Sunni, Ibn Qudamah dalam karya besarnya “Al Mughni” ( j. 9 h. 157) mencatat :
“Jika budak wanita “dibagi” kepada dua orang dan keduanya melakukan hubungan intim dengannya (dengan budak wanita tersebut), dia (budak wanita tsb) harus melakukan dua istibra
Setelah membaca tulisan yang lalu yang berjdudul “Fitnah Nashibi I” ---> (ini dah dihapus sama pemiliknya karena malu), maka ada beberapa riwayat penjelas yang harus dicantumkan agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai riwayat-riwayat yang ada dalam catatan “Fitnah Nashibi I” tersebut.

HALAL DENGAN PERNIKAHAN.
Dalam Tahdib al-Ahkam (j. 7 h.244) tercatat ucapan Imam Musa Al Kadzim (as) ketika ditanya mengenai
Budak Wanita : 
Ali bin Yaqtin meriwayatkan, Abu al Hasan (as) ditanya mengenai budak. Apakah diperbolehkan berhubungan intim dengan budak wanita TANPA PERNIKAHAN dimana pemilik (pemilik budak tsb) menghalalkan baginnya (utk org lain): Imam (as) menjawab : “Tidak diperbolehkan baginya” (tanpa pernikahan).

Catatan : Allamah Hilli dlm Mukhtalaf al-Syiah j. 7 h. 275, Syaikh Jawahiri dlm Jawahir al-Kalam j.30
h. 231, Sayyid Khu’i dlm kitab al-Nikah j. 2 h. 119, menyatakan riwayat diatas Sahih.

يجوز للرجل أن يبيح مملوكته لغيره على معنى أنه يعقد عليها عقد النكاح الذي الذي فيه معنى الإباحة ، ولا يقتضي ذلك أن النكاح ينعقد بلفظ الإباحة 

“Diperbolehkan untuk seseorang laki-laki menghalalkan budak wanitanya untuk orang lain, dengan arti (org lain tsb) melakukan pernikahan untuk menjadikannya halal untuknya DAN TIDAK CUKUP menghalalkannya hanya dengan mengucap kata ‘Halal'”.

Ref : Syarif Murtadha dlm Al-Intisar h. 281.

Syaikh Mufid dalam al Muqana :
“Jika seorang laki-laki menikahkan budak wanitanya dengan orang bebas (merdeka) atau budak, maka dilarang baginya (pemilik yang menikahkan budak tsb) untuk melakukan hubungan intim dengannya”
Ref : Al-Muqana h. 543.

Masih banyak riwayat yang menjelasakan mengenai keharusan menikahkan budak wanita yg ia miliki jika ingin menjadikannya halal bagi orang lain, namun riwayat diatas tsb sudah cukup jelas.
“Dari Ruwaifi Al-Anshariy –ia berdiri di hadapan kita berkhuthbah-, ia berkata: Adapun sesungguhnya aku tidak mengatakan kepada kamu kecuali apa-apa yang aku dengan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada hari Hunain, beliau bersabda: “TIDAK HALAL bagi seorang yang BERIMAN KEPADA ALLAH dan hari akhir untuk MENYIRAMKAN AIR (mani)nya KE TANAMAN ORANG LAIN (menyetubuhi wanita yang sedang hamil) dan TIDAK HALAL bagi seorang yang BERIMAN KEPADA ALLAH dan hari akhir untuk MENYETUBUHI WANITA DARI TAWANAN PERANG sampai PEREMPUAN ITU BERSIH (catt: versi  syi’ah  artinya sah menjadi istrinya). Dan tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menjual harta rampasan perang sampai dibagikan. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menaiki kendaraan dari harta fa’i kaum muslimin sehingga apabila binatang tersebut telah lemah ia baru mengembalikannya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia memakai pakaian dari harta fa’i kaum muslimin sehingga apabila pakaian tersebut telah rusak ia baru megembalikannya” (HR. Abu Dawud (no. 2158 dan 2150) dan Ahmad (4/108-109), sanad Hasan).

“Meminjamkan” atau “Menjadikan Halal” (Yu’hillu) ?
Perlu diketahui bahwa dalam Syiah, hanya dengan “meminjamkan al furuj” Budak Wanita kepada orang lain dan hanya mengatakan “halal” (lalu kedunya melakukan hubungan intim) tanpa ada pernikahan, maka hal tersebut adalah HARAM. Jadi Pengertian yang benar adalah:

“Menjadikannya Halal dengan cara Pernikahan”.
Syarif Murthadha mencatat dalam Al Intisar h. 208 : 
“Apa yang telah digunakan untuk memfitnah Imamiyah adalah (klaim) bahwa mereka membolehkan peminjaman kemaluan (I’arat al furuj) dan “kemaluan” dapat sah atas nama pinjaman.”

“Menurut penelitian dalam hal ini, kami tidak menemukan ahli hukum (fiqih) yang membolehkannya ataupun mereka menulis tentangnya (diperbolehkannya hal tsb) dalam kitab manapun.

Lebih lanjut : 
“Tidak diperbolehkan meminjamkan budak wanita untuk kepentingan sexual.

Ref :
1. Allamah al-Hili dlm Al-Tadkira, j.2 h. 210.
2. Muhaqiq al-Kurki dlm Jami’ al-Maqasid, j. 6 h.62.
3. Ali Asghar Mirwarid dlm Yanabi al-Fiqya, j.17 h. 87.

Syaikh Thusi dalam al-Mabsut, j. 3 h. 57 menyatakan : 
“Tidak diperbolehkan meminjamkan (budak wanita) untuk tujuan “kenikmatan”, karena hubungan intim tidak sah melalui peminjaman”.

Sunni ijinkan memperkosa Budak/tawanan perang, Versi Syi’ah bahwa budak wajib dinikahi sebelum disetubuhi

Versi  Syi’ah bahwa budak wajib dinikahi sebelum disetubuhi..Inilah Prinsip  Syi’ah tentang BUDAK.. Sebagian hadis sunni dibuat buat oleh raja raja zalim untuk mengkondisikan seolah olah Nabi SAW sama biadabnya dengan Mu’awiyah cs… Kami menolak hadis bar bar buatan sunni…

Hadis hadis Sunni membuat buat fitnah terhadap Nabi kami :
1. Muhammad Tidak Melarang TINDAKAN COITUS terhadap BUDAK!
MUSLIM, Book 008, Number 3388:
Jabir (Allah be pleased with him) reported: We used to practise ‘azl during the lifetime of Allah’s Messenger (saw). This (the news of this practise) reached Allah’s Apostle (saw), and he did not forbid us.
2.Hadis hadis Sunni membuat buat fitnah terhadap Nabi kami : Bahkan Mengijinkan dan Menyetujui Tindakan Ali (menantu muhammad) MENG-Coitus Budak dari Khumus (harta rampasan perang hak milik muhammad).

BUKHARI, Volume 5, Book 59, Number 637:
Narrated Buraida:
The Prophet sent ‘Ali to Khalid to bring the Khumus (of the booty) and I hated Ali, and ‘Ali had taken a bath (after a sexual act with a slave-girl from the Khumus). I said to Khalid, “Don’t you see this (i.e. Ali)?” When we reached the Prophet I mentioned that to him. He said, “O Buraida! Do you hate Ali?” I said, “Yes.” He said, “Do you hate him, for he deserves more than that from the Khumus.”.

Dari roman yg disadur dari kisah-kisah nyata:

 Ilustrasi : Tentara Turki Sunni siap menjemput wanita2 tahanan perang yg akan dijadikan anggota harem.

Pasar Perlelangan Budak di Afrika !  

Pasar budak : baik lelaki maupun perempuan bisa dijadikan budak seks. Inilah keadilan dlm Sunni. Sunni tidak membedakan jenis kelamin.

Pasar lelang budak di Zanzibar paling terkenal dgn budak2 putihnya !  

 Tanda Permanen sbg Budak: Lelaki Turki Menandai tubuh Gadis2 Yahudi yg mereka Perbudak.

Satu Lagi Macam Tanda Budak (sori, bukan om ali mau jorok. Tapi kenyataannyaSunni memang membuat Muslim jorok!).

 Selamat nak ! Kau naik pangkat, dari tahanan menjadi anggota harem.



 Menunggu hukuman ala sunni bagi budak yg melawan majikan Atau langsung ditikam saja. Nggak perlu revot !

OOOhhhh sunni…
anehhh sekali isi dari perintah2 mu, bikin aku tambah yakin ajaran sunni = ajaran sesat
wah ada lambang aloh di dekat MRS.V budak… tanda itu di taruh disitu mungkin mksudnya spy yg mendapat budak itu selalu ingat ajaran sunni.
Syi’ah  datang justru untuk menghapus perbudakan !!
Sunni  menghalalkan PERKOSAAN  terhadap tawanan perang wanita  yang dijadikan budak setelah suami-suami mereka dibunuh  !!!

Sunni menghalalkan zina dan perkosaan terhadap tawanan perang  wanita (budak) tanpa akad nikah, tanpa mas kawin, tanpa prosesi apapun. Jika hamil maka si perempuan dan anaknya tetap menjadi BUDAK,,,

Syi’ah  membantahnya !!!
Versi  Syi’ah bahwa budak wajib dinikahi sebelum disetubuhi...
Dalam hal ini kami katakan kepada para Nashibi Wahabi maupun kepada saudara Sunni :
“Janganlah melempari rumah orang lain dengan batu, jika rumah kalian terbuat dari kaca  !!!”
Hadis Hadis Yang Ada Dalam Kitab Shahih Sunni bukan semua hadis Nabi yang asli, tetapi ada REKAAN ORANG ORANG  TERTENTU  yang dinisbatkan kepada Nabi untuk mengkondisikan bahwa Nabi  seolah olah  sama biadabnya  dengan  Mu’awiyah  bin ABU SOFYAN
======
Ayat ayat perbudakan  masih relevan untuk dipakai, tidak ada yang  mansukh apalagi  basi...
Prinsip  Syi’ah tentang BUDAK :
1. Sebelumnya diberi kesempatan untuk menebus dirinya dengan cara memungut tebusan, jika tidak mampu maka boleh mengajar baca tulis kepada anak anak kaum muslimin, dalil : Qs. 24:33, Qs. 47:4, Qs. 4:25
2. Tawanan perang wanita (kafir) dihalalkan disetubuhi dengan syarat :
a. Telah mau masuk islam alias bukan kafir/musyrik, sehingga terputuslah hubungan perkawinan dengan suaminya yang masih kafir atau musyrik, dalil : Qs 2 :21.
b. Budak perempuan harus dinikahi sebelum disetubuhi, dalil : Qs. 4:3, Qs. 23:6, Qs. 33:50, Qs.4:24, Qs.33:50, Qs.70:30.
3. Setelah nikah, budak menjadi orang merdeka. Pernikahan dengan budak merupakan upaya syi’ah melepas perbudakan, dalil : Qs. 90:13.
4. Memperkosa budak atau menzinai budak apalagi yang kafir musyrik maka haram hukumnya, dalil : Qs.17:32, Qs.24:33.
5. Zakat merupakan upaya syi’ah melepas perbudakan , dalil : Qs.9:60.
=======
“Penghalalan Budak Wanita” Terdapat Dalam Sunni Umar Bin Khatab Dan Budak Wanita
RIWAYAT PERTAMA:
Imam al-Bayhaqi mencatat dalam “Al Sunan al Kubra” jilid 2 , hal.227:

عن جده أنس بن مالك قال كن إماء عمر رضي الله عنه يخدمننا كاشفات عن شعورهن تضطرب ثديهن قال الشيخ والآثار عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه في ذلك صحيحة

Anas bin Malik berkata : “Budak perempuan Umar melayani kami dengan rambut tidak tertutup dan payudara mereka bergetar”
Al-Bayhaqi menyatakan kedudukan riwayat diatas “Shahih” Al-Bani Sang Wahabi dalam “Irwa al-Ghalil” jilid. hal. 204 mengatakan : “Rantai (sanad) riwayat tersebut SEMPURNA”

RIWAYAT KEDUA:
Dalam Al-Mushanaf oleh Ibn Abi Syaibah (j.2 h.41 H.6236 ) mencatat :
Anas berkata : Umar melihat budak perempuan milik kami (milik Anas)
menggunakan syal (kerudung), lalu Umar memukulnya dan berkata
kepadanya (kpd budak wanita tsb) : Jangan berperilaku seperti wanita
merdeka”
Ibnu Hajar dalam “al-Diraya” (j.1 h.124) dan Al-Bani Sang Wahabi dalam
“Irwa al-Ghalil” j.6 h.203 menyatakan kedudukan riwayat tersebut “Shahih.

RIWAYAT KETIGA:
عن المسيب بن دارم قال : رأيت عمر وفي يده درة فضرب رأس أمة حتى سقط القناع عن رأسها ، قال : فيم الأمة تشبه بالحرة
Al-Musayyab bin Darum berkata : “Aku melihat Umar memegang tongkat
ditangannya dan memukul seorang budak perempuan hingga penutup
kepalanya (kerudung) terjatuh, lalu ia (umar) berkata : “Mengapa
berperilaku seperti wanita merdeka”
Riwayat diatas ada dalam Kanzul Umal, jilid.15 hal. 486 : كنز العمال في سنن الأقوال والأفعال
Kanzul Umal, j.15 h. 486 (online)
Tarikh Damisyq, j.58 h.191 (online)
Salahkah seorang budak wanita menggunakan “hijab”..?? Apa motif Umar
melarang seorang wanita menggunakan kerudung..??
.
Ibn Umar Dan Budak Wanita
Ulama Sunni, Al Bayhaqi dalam Sunnan Al-Kubra, jilid.5 hal. 329:

عن نافع ، عن ابن عمر ” أنه كان إذا اشترى جارية كشف عن ساقها ووضع يده بين ثدييها و على عجزها
Nafi’i meriwayatkan bahwa kapanpun ketika Ibn Umar ingin membeli budak wanita, ia (ibn Umar) akan memeriksa (budak tsb) dengan menganalisa kakinya dan meletakkan tangan di antara payudara dan bokongnya “.
الكتاب : السنن الكبرى للبيهقي
Sunnan Al-Kubra, jilid.5 hal. 329 (online)

Keterangan Sang Nashibi Wahabi :
Al-Bani Sang Wahabi menyatakan riwayat tersebut “Shahih” dalam “Mukhtasir Irwa Al-Ghalil Fi Takhrij
Ahadits Manar Al-Sabil” jilid.1 hal.355 , H.1792.

Dan dalam Al Mushanaf Abdul Razaq jilid.7 , hal.286 , H.13204)
“Mujahid meriwayatkan bahwa Ibn Umar meletakkan tangannya diantara payudara dan mengguncangnya.
.
Mushanaf Abdul Razaq (online)

NB : yang ingin protes silahkan protes kepada penyusun kitab-kitab diatas.

IBN HAZM.
Ulama Sunni, Ibn Hazm (Al-Mahala j.12, h. 207-209) memberikan keterangan jelas dan rinci mengenai permasalah budak wanita, dan bagi siapa sajakah budak wanita dapat dihalalkan untuk orang lain.
.
Hamam meriwayatkan dari Ibn Mufaraj dari Ibn Arabi dai Al Dari dari Abdul Razaq dari Ibn Juraij dari Amr bin Dinar dari Tawus bahwa Ibn Abbas Berkata : “Jika seorang wanita (merdeka) membuat budak wanitanya halal untuk seorang laki-laki atau anak perempuannya atau saudaranya, biarkan (laki2 tsb) melakukan hubungan intim dengannya, ia (budak wanita tsb) akan tetap milik nya (wanita merdeka/pemiliknya), biarkan ia (laki-laki tsb) melakukan hubungan cepat
diantara pahannya.
Dalam halaman yang sama disebutkan bahwa budak wanita dihalalkan melahirkan (memberikan/mengandung) anak dari seorang laki-laki yang telah di halalkan budak wanita tersebut oleh istrinya sendiri :
Ibn Juraij meriwayatkan dari Ibn Thawus dari ayahnya bahwa ia tidak melihat adanya masalah dalam hal tesebut dan berkata : “Itu Halal, jika ia (budak wanita)
melahirkan seorang anak, maka anak tersebut bebas (merdeka) dan budak wanita (tetap) milik istri (laki2 tsb) dan tidak ada hukuman
apapun untuk suaminya”.
Selanjutnya tercatat :
Ibn Juraij meriwayatkan dari Ibrahim bin Abi Bakr dari Abdurrahman bin Zadwih dari Thawus, berkata : Itu Halal sebagaimana (halalnya) makanan, jika ia (budak wanita tsb) melahirkan seorang anak, anak tersebut sah dan dimiliki oleh pemilik (tuan-nya) yg pertama”.
Dalam pandangan ulama sunni diatas jelas bahwa seorang laki-laki diperbolehkan berhubungan intim dengan budak wanita yang telah dihalalkan untuknya, dan budak wanita tersebut jika melahirkan anak, maka anaknya sah, dan anak yang dilahirkan tersebut menjadi pemilik budak wanita tersebut
.
Ini yang dilaporkan Bukhari:Abu Saeed berkata: “Kami pergi bersama Rasul Allâh ke Ghazwa tempat Banu Al-Mustaliq dan kami menerima tawanan2 diantar tawanan2 Arab dan kami berhasrat pada wanita2 dan sukar untuk tidak berhubungan seks dan kami senang melakukan azl. Maka ketika kami hendak melakukan azl, kami berkata, ‘Bagaimana kami bisa melakukan azl sebelum bertanya pada Rasul Allâh yang ada diantara kita?’ Kami lalu bertanya padanya dan dia berkata, ‘Lebih baik jangan lakukan itu, karena jikalau sebuah jiwa (sampai hari kiamat) telah ditakdirkan akan ada, maka jiwa itu akan tetap ada.”[1]
sumber :
[1] Bukhari, Volume 5, Buku 59, Nomer 459. Banyak hadis sahih menyatakan bagaimana Muhammad mengijinkan hubungan seks dengan budak2 wanita, tapi tidak perlu melakukan azl/coitus interruptus karena jika Allâh memang mau seseorang untuk lahir, maka jiwa orang itu
akan lahir meskipun dilakukan azl/coitus interruptus.

Lihat juga hadis sahih di bawah ini:
Bukhari 3.34.432: “Dikisahkan oleh Abu Saeed Al-Khudri: ketika dia duduk bersama Rasul Allâh dia berkata, “Wahai Rasul Allâh! Kami memiliki tawanan2 wanita sebagai jatah jarahan perang, dan kami ingin tertarik mengetahui harga mereka, apakah pendapatmu tentang azl/coitus interruptus?” Sang Nabi berkata, “Apakah kau memang melakukan itu?
Sebaiknya jangan. Jiwa yang sudah ditakdirkan Allâh untuk ada, akan
tetap ada.”

Sahih Muslim juga dianggap sahih oleh semua Muslim. Inilah hadis Sahih Muslim 8.3381: “Rasul Allâh (s.a.w.) ditanyai tentang azl/coitus interruptus dan dia menjawab: Seorang anak tidak terbentuk dari semua cairan (sperma) dan jika Allâh memang merencanakan menciptakan sesuatu maka tiada yang dapat mencegahnya.”.
Kaum Muslim juga menganggap hadis Abud Daud sahih. Inilah hadis sahih Abu Daud, 29.29.32.100: “Yahya mengisahkan padaku dari Malik dari Humayd ibn Qays al-Makki bahwa seorang pria bernama Dhafif berkata bahwa Ibn Abbas ditanyai tentang azl/coitus interruptus. Dia memanggil seorang budak wanita dan katanya, ‘Katakan pada mereka.’ Budak wanita itu merasa malu. Ibn Abbas berkata, ‘Baiklah, aku katakan sendiri..’
Malik berkata, ‘Seorang pria tidak melakukan coitus interruptus dengan wanita merdeka kecuali jika wanita itu mengijinkannya. Tidak ada salahnya melakukan coitus interruptus dengan seorang budak wanita tanpa ijin darinya. Seseorang mengawini budak orang lain tidak melakukan coitus interruptus dengannya kecuali jika kalangan budak wanita itu memberinya ijin.”.

Juga lihat Bukhari 3.46.718, 5.59.459, 7.62.135, 7.62.136, 7.62.137, 8.77.600, 9.93.506 Sahih Muslim 8.3383, 8.3388, 8.3376, 8.3377, dan banyak lagi.
IMAM MALIK :
Masih dalam halaman yang sama ada sedikit perbedaaan dalam pandangan Imam Malik :
“Ia (budak wanita tsb) tetap milik tuannya selama ia (budak wanita) tsb tidak hamil, jika ia hamil, kepemilikannya berpindah kepada orang yang mana ia dihalalkan bagi orang tersebut”. Pernah ia berkata : “Kepemilikannya akan berpindah mengikuti (dengan siapa) pertama kali ia berhubungan intim”.
Masih dalam halaman yang sama disebutkan bahwa tidak ada hukuman untuk “berbagi” seorang budak wanita :
Abu Muhammad (ra) berkata : “Ini adalah sebuah pandangan dan Sufyan Al Thawri, (Abu Muhammad) berkata : “Malik dan sahabat-sahabatnya berkata : ” Tidak ada hukuman (hadd) dalam semua itu”
Perbedaan Sunni dan Syiah dalam hal ini sangat jelas bahwa kehalalan budak wanita untuk orang lain
dalam Syiah harus dengan pernikahan dan tidak cukup hanya dengan kata “Halal”. Dan dalam pandangan Sunni riwayat-riwayat dalam Al Mahala oleh Ibn Hazm sangatlah jelas.
.
I’arat al furuj dalam Sunni :
“Tidak ada hadd (hukuman) dalam hal ini karena menurut Ata’ “meminjamkan Kemaluan” (I’arat al furuj) diperbolehkan”.
(Syarh al-Kabir oleh Abu Barakat, j.3 h. 25) =>Mazhab MALIKI. Ulama Sunni, Ibn Qudamah dalam karya besarnya “Al Mughni” ( j. 9 h. 157) mencatat :
“Jika budak wanita “dibagi” kepada dua orang dan keduanya melakukan hubungan intim dengannya (dg budak wanita tsb), dia (budak wanita tsb) harus melakukan dua istibra.
====
Buka pikiran kita dengan jernih dan selamat membaca.
Kami tidak habis pikir mengapa para Nashibi selalu menggunakan cara yang paling hina untuk melawan Syiah, fitnah kepada Syiah Imamiyah selalu mereka gunakan, dan anehnya sebagian oknum sunni dengan senang membela mereka seolah seperti “pemandu sorak” sebuah team pemfitnah, jika memang oknum tersebut seorang pencari kebenaran, maka sudah pasti ia akan menjadi penengah atau paling tidak bersikap diam atas apa yang tidak mereka ketahui alih-alih membantu para nashibi tersebut dengan ucapan-ucapan konyol demi mengurangi “sakit hati” mereka atas fakta sejarah yang termaktub dalam kitab-kitab mereka sendiri yang terkuak akibat fitnah dan serangan mereka sendiri kepada Syiah Imamiyah. 
Dalam hal ini kami katakan kepada para Nashibi Wahabi maupun kepada saudara Sunni :
“Janganlah melempari rumah orang lain dengan batu, jika rumah kalian tebuat dari kaca”
.
FITNAH WAHABI NASHIBI.
Fitnah Pertama :
Beberapa waktu lalu seorang Nashibi Wahabi dengan percaya diri mengcopy paste tulisan para Nashibi lainnya seperti dibawah ini, dengan alasan ia mengutip dari al Kafi :
Muhammad Ibnu Mudharrib berkata: Berkata kepadaku Abu Abdullah: “Hai Muhammad, ambillah PUTRI ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku.” (Furu al Kafi hal. 200).
Sepintas orang yang membaca akan tercengang dengan fitnah yang sangat keji ini, orang awam seperti saya akan kaget membaca apa yangg dia bawakan, dan sebagian orang mungkin akan mengatakan : “Jadi seperti ini Syiah, mengahalalkan anak perempuan untuk disetubuhi orang lain, pantas aja sesat..!”
.
Sekarang saatnya kita bongkar satu persatu fitnah Nashibi tersebut, dengan membawakan teks asli dari al Kafi, saya akan mengutip dari Al Kafi Jilid 5 halaman 470 (Darul Kitab Islamiyah) dan teks aslinya ada dalam bab “Seorang laki-laki boleh menghalalkan budak wanitanya untuk saudaranya, dan seorang wanita boleh menghalalkan budak wanitanya untuk suaminya”:
باب الرَّجُلُ يُحِلُّ جَارِيَتَهُ لِأَخِيهِ وَ الْمَرْأَةُ تُحِلُّ جَارِيَتَهَا لِزَوْجِهَا وَ بِإِسْنَادِهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُضَارِبٍ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) يَا مُحَمَّدُ خُذْ هَذِهِ الْجَارِيَةَ إِلَيْكَ تَخْدُمُكَ فَإِذَا خَرَجْتَ فَرُدَّهَا إِلَيْنَا
Dengan sanad sampai kepada Muhammad Ibnu Mudharib.
Muhammad Ibnu Mudharib berkata; berkata Abu Abdillah (as) ; “Wahai Muhammad ambillah JARIYAH (BUDAK WANITA) ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku
(teks yang sama juga terdapat dalam “Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 488). 
Si Nashibi tersebut telah melakukan kebohongan besar dan fitnah yang keji, dengan menerjemahkan kata “JARIYAH” sebagai “PUTRI”, padahal seharusnya “BUDAK WANITA.
Catatan : Al-Kafi jilid 5 sama dengan Furu’ al Kafi jilid 3
.

Fitnah Kedua :
Lagi, si Nashibi tersebut membawa copy paste tangan-tangan
Nashibi lainnya seperti dibawah ini :
Abu Ja’far Muhammad Ibnu Hasan At-Thusimenyebutkan dari Muhammad bin Muslim dari Abu Ja’far, ia berkata: Aku tanyakan kepadanya: “Halalkah laki-laki MEMINJAMKAN pada temannya tubuh PUTRINYA untuk disetubuhi?” Jawabnya: “Boleh. Bahwa halal bagi dia sebagaimana halal bagi temannya meminjamkan kemaluan PUTRINYA untuk disetubuhi. (Al-Istibshar, Juz III, hal. 136). 

Mari kita lihat kalimat/tesk asli dari Al-Istibshar jilid 3, halaman 136, riwayat 487:

عنه عن جعفر بن محمد بن حكيم عن كرام بن عمرو عن محمد بن مسلم عن أبي جعفر(ع) قال قلت له الرجل يحل لاخيه فرج جاريته قال: نعم لا بأس به له ما أحل له منها.
Al-Thusi meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Muslim, dari Abu Ja’far as: Aku bertanya kepada beliau: “Apakah boleh seseorang menghalalkan (menjadikan halal) kemaluan BUDAK WANITA (jariyah)-nya bagi saudaranya?” Beliau menjawab: “Ya, tidak masalah. Hal itu halal bagi saudaranya, sebagaimana halalnya ia terhadap
BUDAK WANITANYA itu.”.
(“Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 487)
Sekali lagi Si Nashibi tersebut melakukan kebohongan besar mengartikan Kata“JARIYAH” sebagai “PUTRI” dan seharusnya “JARIYAH” berarti “BUDAK WANITA”, dan TIDAK ADA KATA MEMINJAMKAN, yang ada adalahMENGHALALKAN

Catatan :
1. Al-Kafi jilid 5 sama dengan Furu’ al Kafi jilid 3.
2. Kesimpulannya adalah Nashibi tersebut telah berbohong dan memfitnah syiah dengan merubah kata “JARIYAH” yang beraati “BUDAK WANITA” menjadi “PUTRI” (anak kandung perempuan).
.
PENJELASAN LEBIH.
Untuk mencagah kesalah pahaman dan untuk melengkapi dua riwayat tersebut lebih jauh akan kita lihat beberapa riwayat mengenai “budak wanita” dan bagaimana bisa dihalalkan bagi orang lain. Apakah hanya dengan menghalalkan saja tanpa ada syarat-syarat lain..?
Jika ada, apa syaratnya..?
Bagaimana “Penghalalan Budak Wanita dalam Sunni”..?
Insya Allah Bersambung
Nih sambungannya :
Dibawah ini adalah bukti Fitnah Nashbi tersebut :
Inilah contoh Nashibi berotak dekil dan tukang copas catatan nashibi2 lainnya..dengan dekilnya dia mengartikan Kata “JARIYAH” dengan makna “PUTRI”, dan Kata “Menghalalkan ” diartikan “MEMINJAMKAN”
.
Mari kita lihat kalimat/tesk asli dari Al-Istibshar jilid 3, halaman 136, riwayat 487:
عنه عن جعفر بن محمد بن حكيم عن كرام بن عمرو عن محمد بن مسلم عن أبي جعفر(ع) قال قلت له الرجل يحل لاخيه فرج جاريته قال: نعم لا بأس به له ما أحل له منها.
Al-Thusi meriwayatkan dari jalur Muhammad bin Muslim, dari Abu Ja’far as: Aku bertanya kepada beliau: “Apakah boleh seseorang menghalalkan (menjadikan halal) kemaluan BUDAK WANITA (jariyah)-nya bagi saudaranya?” Beliau menjawab: “Ya, tidak masalah. Hal itu halal bagi saudaranya, sebagaimana halalnya ia terhadap BUDAK WANITANYA itu.” (“Al-Istibshar”, jilid 3, hal. 136, riwayat no. 487).
Al Kafi Jilid 5 halaman 470 Darul Kitab Islamiyah :
باب الرَّجُلُ يُحِلُّ جَارِيَتَهُ لِأَخِيهِ وَ الْمَرْأَةُ تُحِلُّ جَارِيَتَهَا لِزَوْجِهَا وَ بِإِسْنَادِهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مُضَارِبٍ قَالَ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) يَا مُحَمَّدُ خُذْ هَذِهِ الْجَارِيَةَ إِلَيْكَ تَخْدُمُكَ فَإِذَا خَرَجْتَ فَرُدَّهَا إِلَيْنَا
Dengan sanad sampai kepada Muhammad Ibnu Mudharib. Muhammad Ibnu Mudharib berkata; berkata Abu Abdillah (as) ; “Wahai Muhammad ambillah JARIYAH (BUDAK WANITA) ini untuk melayanimu dan untuk kamu setubuhi. Maka bila kamu telah selesai menyetubuhinya, kembalikan dia kepadaku.
Sungguh Biadab dan Keji para Nashibi tsb.
I’arat al furuj (MEMINJAMKAN Kemaluan) dalam Sunni :
“Tidak ada hadd (hukuman) dalam hal ini karena menurut Ata’ MEMINJAMKAN Kemaluan”
(I’arat al furuj) diperbolehkan”. (Syarh al-Kabir oleh Abu Barakat, jilid.3 hal. 25) =>Mazhab MALIKI.
Ulama Sunni, Ibn Qudamah dalam karya besarnya “Al Mughni” jilid 9 hal. 157 mencatat :
“Jika budak wanita “dibagi” kepada dua orang dan keduanya melakukan hubungan intim dengannya (dg budak wanita tsb), dia (budak wanita tsb) harus melakukan dua istibra.
Setelah membaca tulisan yang lalu yang berjdudul “Fitnah Nashibi I” ,maka ada beberapa riwayat penjelas
yang harus dicantumkan agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai riwayat-riwayat yang ada dalam
catatan “Fitnah Nashibi I” tersebut.

HALAL DENGAN PERNIKAHAN
Dalam Tahdib al-Ahkam Jilid 7 hal.244 tercatat ucapan Imam Musa Al Kadzim (as) ketika ditanya mengenai
Budak Wanita :
Ali bin Yaqtin meriwayatkan, Abu al Hasan (as) ditanya mengenai budak. Apakah diperbolehkan berhubungan intim dengan budak wanita TANPA PERNIKAHAN dimana pemilik (pemilik budak tsb) menghalalkan baginnya (utk org lain): Imam (as) menjawab : “Tidak diperbolehkan baginya” (tanpa pernikahan).
Catatan : Allamah Hilli dlm Mukhtalaf al-Syiah Jilid 7 hal. 275, Syaikh Jawahiri dlm Jawahir al-Kalam Jilid 30 hal. 231, Sayyid Khu’i dlm kitab al-Nikah Jilid 2 hal.119, menyatakan riwayat diatas Sahih.

يجوز للرجل أن يبيح مملوكته لغيره على معنى أنه يعقد عليها عقد النكاح الذي الذي فيه معنى الإباحة ، ولا يقتضي ذلك أن النكاح ينعقد بلفظ الإباحة
“Diperbolehkan untuk seseorang laki-laki menghalalkan budak wanitanya untuk orang lain, dengan arti (org lain tsb) melakukan pernikahan untuk menjadikannya halal untuknya. DAN TIDAK CUKUP menghalalkannya hanya dengan mengucap kata ‘Halal'”

Ref : Syarif Murtadha dalam Al-Intisar hal. 281
Syaikh Mufid dalam al Muqana :
“Jika seorang laki-laki menikahkan budak wanitanya dengan orang bebas (merdeka) atau budak, maka dilarang baginya (pemilik yang menikahkan budak tsb) untuk melakukan hubungan intim dengannya”
Ref :Al-Muqana h. 543
Masih banyak riwayat yang menjelasakan mengenai keharusan menikahkan budak wanita yg ia miliki jika ingin menjadikannya halal bagi orang lain, namun riwayat diatas tsb sudah cukup jelas.
“Dari Ruwaifi Al-Anshariy –ia berdiri di hadapan kita berkhuthbah-, ia berkata: Adapun sesungguhnya aku tidak mengatakan kepada kamu kecuali apa-apa yang aku dengan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan pada hari Hunain, beliau bersabda: “TIDAK HALAL bagi seorang yang BERIMAN KEPADA ALLAH dan hari akhir untuk MENYIRAMKAN AIR (mani)nya KE TANAMAN ORANG
LAIN (menyetubuhi wanita yang sedang hamil) dan TIDAK HALAL bagi seorang yang BERIMAN KEPADA ALLAH dan hari akhir untuk MENYETUBUHI WANITA DARI TAWANAN PERANG sampai PEREMPUAN ITU BERSIH (catt: versi  syi’ah  artinya sah menjadi istrinya). Dan tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menjual harta rampasan perang sampai dibagikan.
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menaiki kendaraan dari harta fa’i kaum muslimin sehingga apabila binatang tersebut telah lemah ia baru mengembalikannya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia memakai pakaian dari harta fa’i kaum muslimin sehingga apabila pakaian tersebut telah rusak ia baru megembalikannya”
(HR. Abu Dawud no. 2158 dan 2150 dan Ahmad no. 4/108-109, sanad Hasan)
.
“Meminjamkan” atau “Menjadikan Halal” (Yu’hillu) ?
Perlu diketahui bahwa dalam Syiah, hanya dengan “meminjamkan al furuj” Budak Wanita kepada orang lain dan hanya mengatakan “halal” (lalu kedunya melakukan hubungan intim) tanpa ada pernikahan, maka hal tersebut adalah HARAM. Jadi Pengertian yang benar adalah “Menjadikannya Halal dengan cara Pernikahan”.

Syarif Murthadha mencatat dalam Al Intisar h. 208 :
“Apa yang telah digunakan untuk memfitnah Imamiyah adalah (klaim) bahwa mereka membolehkan peminjaman kemaluan (I’arat al furuj) dan “kemaluan” dapat sah atas nama pinjaman.”
“Menurut penelitian dalam hal ini, kami tidak menemukan ahli hukum (fiqih) yang membolehkannya ataupun mereka menulis tentangnya (diperbolehkannya hal tsb) dalam kitab manapun.
Lebih lanjut :
“Tidak diperbolehkan meminjamkan budak wanita untuk kepentingan sexual.
Ref :
1. Allamah al-Hili dlm Al-Tadkira, jilid 2 hal 210.
2. Muhaqiq al-Kurki dlm Jami’ al-Maqasid, jilid 6 hal.62.
3. Ali Asghar Mirwarid dlm Yanabi al-Fiqya, Jilid17 hal. 87.

Syaikh Thusi dalam al-Mabsut, Jilid 3 hal. 57 menyatakan :
“Tidak diperbolehkan meminjamkan (budak wanita) untuk tujuan “kenikmatan”, karena hubungan intim tidak sah melalui peminjaman”.

 

Terkait Berita: