Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Umar bin Khattab.. Show all posts
Showing posts with label Umar bin Khattab.. Show all posts

Mengapa banyak kaum muslimin yang tidak mengetahuinya (apalagi mengenangnya) ?



Al-HUSAYN, KARBALA DAN ASYURA
Umar menendang pintu dan pintu, Fatimah jatuh tertimpa pintu, -tanpa patah tulang-
Fatimah mendorong pintu agar menghalangi mereka masuk, Umar menendang pintu hingga terlepas dan mengenai perut Fatimah hingga Muhsin gugur dari perut ibunya.
Multaqal Bahrain hal 81, Al Jannah Al Ashimah hal 251, Umar menggunakan pedang dan cambuk tanpa menyentuh pintu.

Fatimah berteriak Wahai Ayahku, Wahai Rasulullah, lalu Umar mengangkat pedang yang masih di sarungnya dan memukul perut Fatimah, lalu Fatimah berteriak lagi, wahai ayahku, lalu Umar mencambuk tangan Fatimah,  Fatimah memanggil Wahai Rasulullah, betapa buruk penggantim, Abubakar dan Umar, Ali melompat dan mencengkeram baju Umar dan membantingnya, dan memukul hidung serta lehernya. Ali berniat membunuh Umar tetapi dia teringat wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam.
Kitab Sulaim bin Qais , jilid 3 hal 538.

Fatimah didorong di pintu, tanpa ditendang, tanpa pedang, cambuk atau paku
Al Mas’udi, seorang ahli sejarah mengatakan : Amirul Mu’minin Ali tinggal di rumahnya beserta beberapa pengikutnya, seperti yang dipesankan oleh Rasulullah, lalu mereka menuju rumah Ali dan menyerbunya, membakar pintu rumah dan memaksa orang yang di dalamnya untuk keluar, mereka mendorong Fatimah di pintu hingga janinnya gugur, mereka memaksa Ali untuk berbaiat dan Ali menolak, dan mengatakan : aku tidak mau, mereka mengatakan : kalau begitu kami akan membunuhmu, Ali mengatakan: jika kalian membunuhku maka aku adalah Hamba Allah dan saudara RasulNya. Lihat Itsbatul Washiyyah hal 123.
Umar menyerbu rumah Ali bersama tiga ratus orang.

Diriwayatkan mengenai penyebab wafatnya Fatimah : Umar bin Khattab menyerang rumah Ali dan Fatimah bersama tiga ratus orang. Lihat dalam kitab Al Awalim jilid 2 hal 58.

Umar memukul Fatimah di jalan, bukan di rumah
Fatimah berhasil meminta surat dari Abubakar yang berisi pengembalian tanah Fadak pada Fatimah, ketika di jalan Fatimah bertemu Umar dan kemudian Umar bertanya: wahai putri Muhammad, surat apa yang ada di tanganmu? Fatimah menjawab: surat dari Abubakar tentang pengembalian tanah Fadak, Umar berkata lagi : bawa sini surat itu, Fatimah menolak menyerahkan surat itu, lalu Umar menendang Fatimah
Amali Mufid hal 38, juga kitab Al Ikhtishash.

Fatimah dicambuk.
Yang disesalkan adalah mereka memukul Fatimah Alaihassalam, telah diriwayatkan bahwa mereka memukulnya dengan cambuk
Talkhis Syafi jilid 3 hal 156

Punggungnya dicambuk dan dipukul dengan pedang.
Lalu Miqdad berdiri dan mengatakan : putri Nabi hampir  meninggal dunia, sedang darah mengalir di punggung dan rusuknya karena kalian mencambuknya dan memukulnya dengan pedang, sedangkan di mata kalian aku lebih hina dibanding Ali dan Fatimah
Ahwal Saqifah/ Kamil Al Baha’I, Hasan bin Ali bin Muhamamd bin Ali bin Hasan At Thabari yang dikenal dengan nama Imadudin At Thabari, jilid 1 hal 312.

Semenjak peristiwa Saqifah, begitu banyak serentetan peristiwa yang merupakan hari-hari kelam bagi Umat Islam. Termasuk peritiwa karbala, yang sepertinya sejarah telah menguburnya. Karbala, stigma terbesar dalam sejarah umat Islam, tidak banyak orang yang mengetahuinya. Spekulasi bisa muncul, mengapa sejarah karbala tidak banyak disinggung oleh sebagian besar umat Islam. Yang muncul sekali-sekali lebih bertendensi kepada persoalan aliran dalam Islam daripada nilai kesejarahan dan faktualitas persoalan. Pada akhirnya yang muncul hanyalah politisasi sejarah. Untuk itu saya berusaha menghindari pemaparan sejarah atas satu pihak saja. Apalagi peristiwa karbala sangat sarat dengan tendensi yang mungkin akan menjebak saya pada pemahaman yang sempit atas sejarah itu sendiri.

Sebenarnya apa yang terjadi dengan peristiwa karbala ?. Mengapa banyak kaum muslimin yang tidak mengetahuinya (apalagi mengenangnya) ?. Apakah peristiwa karbala semata-mata bertendensi pada Syiah, untuk itu harus dikubur dalam-dalam ?. Semuanya pasti punya jawaban sendiri. Dan menyinggung peristiwa karbala, beberapa ahli sejarah Islam menarik benang merah bahwa peristiwa karbala tidak terjadi spontanitas secara diskrit waktu. Tetapi peristiwa tersebut berkaitan erat dengan peristiwa Saqifah. Karena tidak mungkin bagi kita untuk mendiskusikan sejarah Islam semenjak peristiwa Saqifah hingga peritiwa karbala, maka saya hanya mengambil potongan sejarah setelah kematian Ali bin Abi Thalib.baca selengkapnya

Sejarah Khulafaur Rasyidin berakhir setelah meninggalnya Ali bin Abi Thalib. Sejarah mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib meninggal setelah dua hari dari percobaan pembunuhan yang dilakukan kepadanya, tepatnya malam Ahad, 21 Ramadhan 40 H. Setelah kematian Ali, kepemimpinan berganti dengan diangkatnya Al-Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib, oleh orang-orang kuffah sebagai khalifah umat Islam pada saat itu. Tetapi di saat yang bersamaan, Mu’awiyyah, pendiri dinasti Umayyah dan bertindak sebagai gubernur pada saat itu, mulai menyebarkan berita dan propaganda yang isinya memihak Mu’awiyyah untuk menjadi khalifah. Banyak janji dan hadiah yang diberikan Mu’awiyyah bagi para pendukungnya. Tidak hanya itu, Mu’awiyyah juga menyebarkan berita bohong dan menjelek-jelekkan Ali beserta keluarganya dari sejak awal. Yang mungkin tidak terlupakan bagi Syiah ‘Ali adalah perintah Muawiyyah yang memerintahkan para Khatib pada setiap khotbah Jumat untuk mencaci-maki Ali dan bahkan harus mengkafirkannya. Begitu gencarnya propaganda Mu’awiyyah menyebabkan banyak sekali umat Islam yang memberikan dukungan kepadanya. Dengan dukungan yang luas, mulailah Mu’awiyyah datang ke Kuffah untuk memerangi Al-Hasan. Selanjutnya, terjadilah perang antara Al- Hasan dengan pasukan Mu’awiyyah. Namun sayang, banyak dari pasukan Al- Hasan yang berkhianat dan memihak pada Mu’awiyyah. Untuk mencegah pertumpahan darah yang semakin besar diantara kaum muslimin, Al-Hasan terdesak untuk menandatangani perjanjian damai dan membai’at Muawiyyah sebagai khalifah. Di dalam perjanjian tersebut ada beberapa permintaan Al-Hasan, seperti meminta Mu’awiyyah agar menghentikan perintah mencaci-maki ayahanda beliau dan Mu’awiyyah menyanggupinya . Akan tetapi setelah perjanjian itu, Mu’awiyyah justru melanggar janji dengan terus-menerus menyebarkan fitnah dan mencaci Ali. Sementara itu Al-Hasan justru dibunuh dengan racun yang dimasukkan ke dalam makanannya oleh Ja’dah Binti As’ats, istrinya sendiri.

Janji Mu’awiyyah kepada Al-Hasan tidak pernah dilaksanakan. Bahkan tidak kurang dari 70.000 mimbar di bawah kekuasaan Mu’awiyyah melakukan perintah mencaci Ali. Ia bertindak sewenang-wenang. Barang siapa yang mencoba untuk melakukan perlawanan, olehnya langsung dibunuh. Dan tidak pernah ada kebebasan mimbar di masa kepemimpinannya. Salah seorang gubernur yang ditunjuk Mu’awiyyah untuk memerintah kufah adalah Ziyad. Ia terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin. Suatu ketika Hujur bin ‘Ady dan sahabatnya memprotes kebiasaan mencaci Ali. Tetapi yang terjadi, Hujur justru dijatuhi hukuman mati. Ia juga memerintahkan memotong kepala Amr bin Hamk, dan mengarak kepala itu keliling kota, kemudian dilemparkan kepala Amr bin Hamk itu ke pangkuan istrinya.

Kebiadaban ini disaksikan langsung oleh Al Husein. Ia merasa tidak dapat diam begitu saja. Apalagi setelah ia dipaksa untuk membai’at Yazid, putra mahkota Mu’awiyyah. Karena bagaimana mungkin Al-Husein dapat membai’at seorang pemimpin bagi kaum muslimin bila ia pecinta arak dan gila wanita. Akhirnya Al-Husein memutuskan untuk meninggalkan kota madinah yang telah dikuasai oleh Mu’awiyyah. Dan pada tanggal 3 bulan Sya’ban tahun 60 H, Al-Husein sampai di Makkah. Sementara itu di Damaskus Mu’awiyyah meninggal dan secara langsung kepemimpinan digantikan oleh Yazid.

Mendengar kematian Mu’awiyyah dan penolakan Al-Husein kepada Yazid, orang-orang kuffah membulatkan tekad untuk melawan Yazid. Untuk itu mereka mengirim utusan untuk membawa surat kepada Al Husein. Setelah datangnya utusan tersebut kepada Al-Husein, Al Husein segera mengirim utusannya ke Kufah, Muslim bin Aqil. Tetapi disaat yang bersamaan, Yazid menggantikan gubernur kufah yang sebelumnya Nu’man menjadi Ibnu ziyad.

Setelah Muslim sampai ke Kufah, ia disambut dengan baik oleh penduduk kufah. Inilah yang membuat yakin Muslim bahwa penduduk kufah akan mendukung Al-Husein. Untuk itu Muslim mengirim surat kepada Al-Husein agar datang ke Kufah. Segera setelah penggantian itu, Ibnu Ziyad datang ke kufah. Kemudian mengumpulkan penduduk kufah untuk mengingatkan mereka agar patuh pada penguasa tunggal Yazid bin Mu’awiyyah. Ibnu Ziyad melakukan teror kepada penduduk kufah dan ternyata berhasil. Orang-orang kufah pun berbalik, justru mendukung Yazid. Sementara itu Muslim yang telah sampai di Kufah terlebih dahulu sebelum kedatangan Ibnu Ziyad ditangkap dan dijatuhi hukuman penggal.

Surat yang disampaikan Muslim telah sampai kepada Al-Husein. Dan berita kematian Muslim justru belum terdengar. Berangkatlah rombongan Al-Husein menuju kufah. Ketika rombongan Al-Husein sampai di Hijaz, ia mengutus Qays untuk memberitahu penduduk kufah bahwa kedatangannya beberapa hari lagi. Akan tetapi Ibnu Ziyad telah mengirimkan mata-mata, dan karenanya Qays digeledah dan dijatuhi hukuman mati. Al-Husein melanjutkan perjalanan kembali dan ketika sampai di Tsa’labiyah barulah Al-Husein mendengar kematian Muslim. Keadaan ini tidak membuat rombongan Al-Husein gentar. Mereka melanjutkan perjalanan kembali dan ketika sampai di sebuah dusun yang bernama Zabalah, Al-Husein mendengar kematian utusannya yang kedua, Qays.

Perjalanan tetap berlanjut. Dan sampailah rombongan Al-Husein di Zulhisam. Di Zulhisam, Al-Husein bertemu dengan utusan Ibnu Ziyad, Hurr bin Yazid yang dikawal dengan 1000 pasukan berkuda. Al-Hurr menyampaikan maksudnya bahwa ia diperintahkan untuk membawa Al-Husein ke kufah.

Pada tanggal 2 Muharram rombongan Al-Husein sampai di sebuah lapangan yang bernama Karbala. Tanggal 3 Muharram Ibnu Ziyad mengirimkan 4000 tentara untuk memperkuat Al-Hurr. Dan 500 tentara berkuda diperintahkan untuk menutup saluran air dengan maksud agar pengikut Al-Husein kehausan. Keesokannya mulailah Al Husein mengatur pasukannya. Dengan 32 orang berkuda, 40 orang pejalan kaki, selebihnya anak-anak dan wanita, melawan pasukan Umar bin Sa’ad yang berjumlah 5000 dengan senjata lengkap. Berlangsunglah pertempuran itu hingga satu-persatu pasukan Al-Husein gugur. Satu kejadian yang paling kejam adalah ketika seorang bayi kecil yang menangis kehausan membuat iba Al-Husein dan ia menunjukkan kepada musuh untuk memberikan air minum. Yang terjadi justru bayi itu dipanah oleh salah seorang anggota pasukan Umar bin saad dan tepat mengenai perut bayi itu. Pertempuran yang sangat tidak seimbang terus berlangsung hingga Al-Husein pun gugur sebagai Syuhada pada tanggal 10 muharram 61 H setelah kepalanya di penggal oleh Syamir Zul Tawisyan. Berakhirlah perang tersebut dan pada tanggal 11 muharram 61 H, sebanyak 72 kepala ditancapkan di atas tombak. Sementara dibelakangnya diseret para wanita dan anak-anak.

Beberapa kaum muslimin sering mengenang kesyahidan Al-Husein, pada tanggal 10 muharram, yang sering di kenal dengan hari Asyura. Mengenang kegigihan Al-Husein bukanlah semata-mata mengagungkan perjuangan Al-Husein beserta pengikutnya. Tetapi Asyura juga mengingatkan kita akan ketidakberanian kaum muslimin pada saat itu untuk menentang rezim. Sampai saat ini pun kaum muslimin belum berani mengambil barisan terdepan melawan rezim. Wajar bila kaum muslimin saat ini belum dapat diharapkan untuk menjadi lokomotif umat manusia. Tidak hanya itu, Muawiyyah-Mu’awiyyah baru pun juga mulai banyak muncul. Mereka muncul dengan propaganda, topeng, dan fitnah atas nama Allah. Atau mungkin dengan mengubur sejarah dan identitas yang dibungkus ‘apologia sejarah’.

Akhirnya apapun yang saya tulis di sini tentunya ada yang mengalami distorsi. Tetapi banyak analisa yang lebih mendalam mengenai Asyura. Beberapa kajian di antaranya mencoba menghadirkan realitas sosial-politik masyarakat Arab pada saat itu dan bukan sekedar peristiwa karbala. Sehingga dalam hal ini sangat penting bagi saya untuk memberitahukan beberapa literatur sejarah yang saya pakai. Beberapa diantaranya yaitu :
1. Khilafah dan kerajaan , oleh Abul A’la Maududi
2. Kerugian dunia karena kemunduran umat Islam, oleh Abul Hasan an-Nadwi
3. Sejarah umat Islam II, oleh Prof DR. Hamka
4. Khulashah Nurul yaqin, oleh Umar bin Abdul Jabbar
5. Berbagai penyimpangan politik dalam dinasti Bani Umayyah, oleh Abu Riza
6. Tarikh al Umam wa al-Muluk, juz 6, Darul Fikr, oleh Abu Ja’far Al-Thabari
8. Hayat al-Husain, Abdul Hamid Jaudah Al-Sakhar.
9. A Probe Into History of Ashura, Dr. Ibrahim Ayati

Aku tetap akan meneruskan langkahku
Sebab bagi seorang pemuda, mati itu bukan sesuatu yang memalukan
Apabila kebenaran menjadi niatnya dan berjuang sebagai seorang muslim
Kalau aku tetap hidup, aku tak pernah menyesal
Dan kalau aku mati, aku tidak menderita
Cukuplah untuk disebut dengan kehinaan,
bila engkau tetap hidup, tapi dihinakan- Syair Al-Husein
Maqtal Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib
Shallallahu ‘alaika ya Aba ‘Abdillah
Shallallahu ‘alaika ya Mazlum bi Karbala
Shallallahu ‘alaika ya Syahid bi Karbala
Salam sejahtera bagimu ya Aba ‘Abdillah al-Husain bin ‘Ali (as.)
Salam sejahtera bagimu wahai putra Rasulullah (saw.)
Salam sejahtera bagimu wahai putra Fatimah az-Zahra. (as.)

baca selengkapnya
Pertama-tama marilah kita dengar beberapa sabda Nabi Muhammad saw. tentang Husain “Husainun minni wa ana min Husaini. Ahabballah man ahabba Husaina. Husain sibthun minal asbath. “
(Husain adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari diri Husain. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husain, dan Husain adalah cucu istimewa dari cucu-cucuku”.
Hadis lain, “Innal Hasana wal Husain Sayyida syababi Ahlil Jannah”, Sungguh Hasan dan Husain adalah dua pemuka pemuda sorga.

Ibnu Hajar mencatat dalam kitabnya at-Tahzib riwayat Ummu Salamah,: “Suatu hari Hasan dan Husain sedang bermain di rumahku, di hadapan datuknya Rasulullah saw. Tidak lama berselang, malaekat Jibril datang. Dia berkata sambil menunjuk ke arah Husain, “ya Muhammad, kelak ummatmu akan membunuh putramu ini. Mendengar itu Nabi kemudian menangis. Dipanggilnya Husain dan dipeluknya erat-erat ke dadanya. Kemudian Nabi memanggilku, kata Ummu Salamah, dan memberiku sebongkah tanah. Setelah mencium bongkahan tanah itu, Nabi berkata, “ya Ummu Salamah, di tanah ini ada bau Karbun wa Bala’. Kelak apabila ia berubah menjadi darah, ketahuilah bahwa di saat itu putraku ini syahid bermandikan darah.’
Lima puluh tahun setelah wafat baginda Rasulullah saw, tepatnya tanggal10 Muharram tahun 61 Hijriah, tragedi Karbala yang diucapkan oleh Nabi tersebut menjadi kenyataan. la bermula dari keengganan Husain as. untuk memberikan bai’at kepada Yazid bin Mu’awiyah sepeninggal ayahnya.

Kepada al-Walid, gubernur Madinah, Imam Husain berkata, ” Ayyuhal Amir! Kami adalah Keluarga Nabi, Tambang Risalah, Tempat Kunjungan para malaekat, dan pusat rahmat Illahi. Karena kamilah maka Allah membuka dan mengakhiri segala sesuatu. Sementara Yazid adalah seorang yang fasik, peminum arak, pembunuh nyawa yang tak berdosa dan terang-terangan melanggar perintah Allah. Orang seumpamaku takkan mungkin akan memberinya bai’at…”

Ketika Husain didesak oleh orang-orang Mu.awiyah, terutama oleh Marwan bin Hakam, seorang yang dikatakan oleh Nabi sebagai al-la’in ibnul la’in, dengan nada yang tinggi Husain berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un… Apabila bai’at ini diberikan kepada Yazid, itu berarti pengkhianatan kepada agama Islam. Bagaimana mungkin ummat ini akan dibiarkan dipimpin oleh orang seperti Yazid.” Husain kemudian berkata: ‘Wahai musuh Allah! Enyahlah engkau dariku. Kami adalah keluarga Rasulullah. Kebenaran ada pada kami. Dan al-haq pasti keluar dari lisan kami. Kudengar sendiri N abi bersabda, “Hak Khilafah adalah haram bagi keluarga Abu Sufyan dan bagi at- Thulaqa. ibnut Thalaqa., (yakni anak keturunan para tawanan Makkah kalian lihat Mu’awiyah berada di atas mimbarku, maka tikamlah perutnya. Demi Allah penduduk kota Madinah telah melihat Mu’awiyah duduk di atas minbar datukku, dan mereka tidak melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Nabinya. Itulah kenapa akhimya mereka ditimpakan oleh Allah bencana anaknya Yazid, Zadahullah fin nari ‘adzaban, (semoga Allah lebih menimpakan adzab yang pedih kepadanya di api neraka).

Suasana mencekam di kota Madinatur Rasul karena ancaman Yazid atas nyawa Husain menyebabkan Husain berpikir untuk pergi ke kota Mekah. Sebelum pergi, Husain as. berkunjung ke pusara datuknya di tengah malam gulita, sambil berkata:
Assalamu ‘alaika ya Rasulallah!
Anal Husain ibnu Fathimah. Ana Farkhuka
wabnu Farkhika…

Salam sejahtera kepadamu wahai Rasulallah Aku adalah Husain putranya Fatimah. Aku adalah anakmu dan anak dari putrimu. Aku adalah cucumu yang kautinggalkan kepada ummatmu. Saksikanlah wahai Nabi Allah bahwa mereka telah menghinaku dan mengabaikan hak-hakku serta tidak memeliharaku. Inilah keluhanku kepadamu hingga kelak aku berjumpa denganmu…”

Kemudian Husain berdiri shalat, ruku’ dan sujud sepanjang malarnnya di samping pusara kekasihnya Rasulullah saw. Usai shalat Husain berdo’a:
Allahumma! Inna hadza qabru nabiyyika Muhammad… YaAllah! Ini adalah pusara Nabi-Mu Muhammad, sementara aku adalah putra dari putrinya Muhammad. Engkau Mahatahu derita yang apa kini datang kepadaku. Allahumma ya Allah! Sungguh aku cinta pada yang ma’ruf dan benci pada yang munkar. Aku bermohon kepada-Mu ya Dzal Jalali wal Ikram, demi pusara ini dan demi penghuninya, agar Kau pilihkan untukku sesuatu yang di dalarnnya Kau redha padaku.””

Menjelang subuh, Husain kemudian meletakkan kepalanya ke pusara datuknya. Di sana kemudian ia sejenak tertidur. Dalam tidur itu ia melihat datuknya datang dengan serombongan malaekat kepadanya. Dipeluknya Husain erat-erat ke dadanya. Diciumnya antara kedua matanya. Kemudian Nabi berkata, “Wahai putraku Husain! Sepertinya sebentar lagi kau akan terbunuh dan tersembelih di sebuah tempat dan bumi karbun wa bala’. Di sana kau dikepung oleh sekumpulan orang dari ummatku, dalam keadaan kau haus dan tidak diberi air minum. Tapi mereka masih mengharapkan syafaatku di hari kiamat. Demi Allah, kelak aku tidak akan memberi mereka syafaat di hari kiamat…”

Setelah kunjungan terakhir ke pusara Rasulullah saw., Husain kemudian berangkat ke kota Mekah bersama seluruh anggota keluarganya. Syaikh Mufid meriwayatkan, di saat Husain meninggalkan kota Mekah, Husain membaca ayat yang ada dalam surah al-Qashas (28) ayat 21, “fa kharaja minha khaifan yataraqqabu, qala rabbi najjini minal qaumidz dzalimin…” (Maka (Musa) keluar dari (kota) itu dengan ketakutan seraya berhati hati. Dia berkata, “ya Tuhanku, selamatkan aku dari kaum yang zalim.)

Husain tiba di kota Mekah pada tangga13 Sya’ban tahun 60 H. Di sana beliau dan keluarganya menetap sepanjang bulan Sya’ban, Ramadhan, Syawal dan Dzulkaidah.

Sepanjang empat bulan itu Husain berjumpa dengan sebagian dari sahabat-sahabat Rasul yang masih hidup tak terkecuali Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair dan sebagainya. Kepada mereka Husain sampaikan niatnya untuk tidak memberikan bai’at sedikitpun kepada Yazid, meskipun untuk itu ia akan berhadapan dengan kekerasan. Ketika sebagian dari mereka menasehati Husain untuk berdamai saja dengan Yazid, Husain malah menjawab, “Apakah aku akan berikan bai’at kepada Yazid dan berdamai dengannya, sementara Nabi saw. telah berkata sesuatu yang jelas tentangnya dan tentang ayahnya.”

Ibnu Umar mendesak Husain agar pulang saja ke kota Madinah untuk menghindari pertumpahan darah. ‘fidak perlu Husain memberikan bai’at, tapi juga jangan menentang Yazid. Sebab wajah semulia Husain tidak layak ditumpahkan dan mandi bersimbahkan darah di hadapan Yazid al-mal’un. Tapi Husain menjawab ajakan Ibnu Umar dengan kata-katanya yang terkenal: . “Ya Ibnu Umar! Mereka tidak akan membiarkan aku begitu saja. Mereka akan tetap memaksaku membai’atnya atau membunuhku. Dengarkan baik-baik wahai hamba Allah! Di antara sebab mengapa dunia ini sangat hina di sisi Allah adalah sebuah tragedi dimana kepala Nabi Yahya bin Zakaria dipenggal oleh kaurnnya dan kemudian ia dijadikan sebagai hadiah yang diberikan kepada pemimpin mereka yang zalim. Padahal kepala itu berbicara kepada mereka dan menyempurnakan hujahnya di hadapan mereka semua. Wahai hamba Allah! Jangan engkau lari dari membelaku. Ingatlah aku di saat-saat shalatmu. Demi Allah yang telah membangkitkan datukku Muhammad sebagai Nabi yang bashiran wa nadzira, seandainya ayahmu Umar bin Khattab hidup di zaman ini, niscaya dia akan membelaku seperti dia membela datukku. Wahai putra Umar! Apabila engkau tidak bersedia keluar bersamaku dan berat bagimu ikut bersamaku, maka itu kumaafkan. Namun jangan lupa untuk mendoakan aku setelah shalat-shalatmu. Jauhi mereka dan jangan kau berikan bai’at kepada mereka sampailah segala perkara menjadi jelas.”

Selama Husain berada di Mekah, ratusan bahkan ribuan surat datang kepadanya dari arah Kufah, Bashrah dan sekitarnya memintanya segera datang ke sana untuk dijadikan sebagai Imam mereka dalam menumbangkan kezaliman Yazid.

“Innahu laisa ‘alaina Imam. Fa aqbil la’allaha an yajma ‘ana bika ‘alal haq”, (Kami tidak punya Imam. Datanglah ke mari. Mudah-mudahan Allah akan menyatukan kami denganmu di atas jalan kebenaran)” Begitu yang mereka tulis kepada Imam Husain.

Pada tanggal delapan Dzulhijjah tahun 60 H. Husain meninggalkan kota suci Mekah menuju Irak. Malam sebelumnya ia sempat berjumpa dengan saudaranya Muhammad bin al-Hanafiah. Saudaranya ini mengusulkan kepada Husain agar pergi saja ke tempat lain yang lebih amman, ke Yaman misalnya. Namun Husain meminta waktu untuk memikirkannya. Pada pagi harinya ketika ia berjumpa kembali dengan Husain, Muhammad al-Hanafiah menuntut janji jawaban Husain. Husain kemudian berkata, “Wahai saudaraku! Setelah kita berpisah tadi malam, aku berjumpa dengan datukku Muhammad saw. Katanya, “ya Husain ukhruj, fainnallaha qad syaa an yaraka qatilan” (ya Husain! Keluarlah, sebab Allah telah menghendaki melihatmu terbunuh (di jalan-Nya). “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…” Gumam Hanafiah.

Hari kesepuluh dari bulan Muharram tahun 61 Hijriah, adalah hari yang paling menyedihkan bagi keluarga Nabi saw. Betapa tidak. Di hari itu pasukan Husain yang berjumlah lebih kurang 78 orang telah dihadang oleh tak kurangdari 30,000 pasukan yang berkuda dan bersenjata lengkap untuk siap membantainya dan menawan putra-putrinya.Di sisi lain, air sungai Furat yang terbentang panjang dan menghidupi makhluk-makhluk padang Karbala, hatta anjing sekalipun, pada hari itu diharamkan bagi putra- putri Nabi yang suci ini.

Sejak pagi Asyura Imam Husain berupaya menyadarkan mereka untuk tidak memerangi keluarga Nabi ini. Dia berusaha maksimal untuk menghentikan petumpahan darah yang akan berakibat fatal bagi kehidupan mereka setelahnya. Sampai-sampai Husain berteriak lantang, “

“Ayyuhan nas! Dengarlah kata-kataku, dan jangan kalian terburu-buru ingin memerangiku hingga aku bisa memberi kalian nasehat yang mana kalian berhak untuk mendengarnya. Lihatlah siapa diriku dan diri
kalian. Sadarlah dan perhatikan baik-baik kedudukan aku di sisi kalian. Apakah kalian boleh membunuhku dan menginjak-injak keluargaku. Bukankah aku adalah putra dari putri Nabi kalian, dan putra washinya,
orang pertama yang beriman kepada Nabi-Nya? Bukankah Hamzah, penghulu para syuhada adalah pamanku? Bukankah Ja’far at-Thayyar, yang memiliki dua sayap di syurga kelak adalah pamanku? Bukankah kalian pernah mendengar sabda Nabi tentangku dan saudaraku Hasan bahwa dua putra ini adalah pemuka pemuda syurga?”
Kata-kata Husain tidak banyak mengusik hati mereka yang telah beku. Tapi Husain terus berupaya maksimal untuk menyentuh hari nurani mereka. Sampai beliau berkata secara emosional,
“Ayyuhan Nas, ama min mughitsin yughitsu ‘anna…, apakah masih ada orang yang mau membela kami keluarga Rasul. Apakah masih ada orang yang mau menolong kami sebagai keluarga Rasul? Apakah salah kami? Apakah dosa anak-anak dan wanita kami sehingga kalian haramkan mereka dari air Furat itu?
Kata-kata Husain terakhir tiba-tiba mengusik perasaan al-Hur bin Yazid ar-Riyahi, salah seorang dari pimpinan pasukan Umar bin Sa’ad. Sejenak ia mundur dan mencari tempat yang tepat, akhirnya ia menyebat kudanya untuk bergabung bersama Husain. Al-Hur dengan suara yang penuh sesal berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertaubat? Kumohon maafmu ya Husain, karena telah menakut-nakuti hati para kekasih Allah dan putra-putri Nabi Allah” “Na’am. Taballahu ‘alaika. Semoga Allah menerima taubatmu ya Hur. Kata Husain, “Anta hurrun kama waladatka ummuka hurra. Khawatir sahabat-sahabat lain menyusul Hur, tiba-tiba Umar bin Sa’ad, pimpinan pasukan musuh melesatkan anak panahnya ke arah Husain sebagai tanda dimulainya perang. Sambil berteriak Umar berkata: “Saksikan di hadapan Amir bahwa aku adalah orang pertama yang melemparkan anak panahnya kepada Husain.” Dan berikutnya ribuan anak panah dilesatkan ke arah Husain, keluarganya dan sahabat- sahabatnya.
Peperangan yang tidak seimbangpun berkobar. Sahabat Husain satu demi satu maju dan kemudian gugur, disusul pula oleh keluargnya. Orang pertama adalah putranya yang bemama Ali al-Akbar, seorang anak remaja yang mempunyai wajah yang betul-betul mirip dengan wajah datuknya Rasulullah saw.
Melihat putranya ini Husain terisak menangis. Dipeluknya erat-erat putra kesayangannya ini. Sambil mengangkat janggutnya yang telah memutih, Husain berdo’a, “ya Allah, saksikanlah betapa tega dan kejamnya kaum ini. Muncul di hadapan mereka seorang yang mempunyai wajah, sifat dan kata-kata yang sangat mirip dengan Rasul-Mu Muhammad. Bahkan ketika kami rindu kepada Rasul-Mu, kami akan memandangi wajah anak ini. Ya Allah, haramkan bagi mereka keberkahan perut bumi ini. Porak- porandakan mereka. Mereka telah mengundang kami dan berjanji untuk membela kami, tiba-tiba mereka jugalah yang memusuhi kami dan memerangi kami.”

Ali al-Akbar maju ke medan perang dengan sangat tangkas sehingga mengingatkan orang akan keperkasaan datuknya Ali bin Abi Thalib as. Riwayat berkata, setelah lebih dari seratus orang tewas di tangannya, Ali kembali ke kemah ayahnya dengan luka-luka yang cukup banyak. Dia berkata, “Ya abatah, (duhai ayahanda yang mulia), haus, haus. Rasa haus benar-benar telah mencekikku sehingga terasa benar beratnya besi ini.Adakah sedikit air yang bisa memberiku sedikit tenaga?’

Husain memeluk erat putra kesayangannya ini. Sebentar kemudian dia julurkan lidahnya yang suci ke mulut anaknya yang suci. “Demi Allah, lidah Husain sendiri lebih kering dari ranting-ranting yang kering hadapan yang ada di padang Karbala.” Husain berkata, “Sebentar lagi kau pasti akan berjumpa dengan datukmu Muhammad yang tengah menunggumu dengan segelas air dari telaga al-kautsar. Bersabarlah wahai putraku, bersabarlah…”

Ali al-Akbar kembali ke medan perang. Gerak- geriknya diperhatikan oleh ayahnya yang sudah mulai tua itu. Tak lama berselang, tiba-tiba Husain menyaksikan bagaimana anak yang masih muda ini ditikam oleh musuh-musuhnya dari berbagai arah. Ada yang memukul kepalanya, menusuk dadanya, menikam perutnya, bahkan ada yang melemparkan anak panahnya sehingga jatuh persis ke lehemya. Ali al-Akbar sempat berteriak memanggil-manggil ayahnya,” ya abatah (duhai ayah)’alaika minnis salam. Kini kusaksikan datukku Rasulullah saw, mengucapkan salam kepadamu dan memintamu agar segera datang menemuinya…” Husain mendatangi putranya ini sambil mengibas-ngibaskan pedangnya ke setiap orang yang menghalanginya. Husain memeluk wajah Akbar yang bersimbahkan darah suci. Husain berkata, “qatalallahu qauman qataluka ya bunayya…, semoga Allah membunuh suatu kaum yang telah membunuhmu wahau putraku. Alangkah beraninya mereka terhadap Allah; dan alangkah nekatnya mereka menganiaya keluarga Rasulullah Sungguh, wahai putraku, apalah artinya dunia ini bagiku setelah kepergianmu…”

Kini giliran Husain, tapi sebelum itu dia minta dibawakan bayinya Ali ar-Radhi’. Maksud Husain adalah ingin mencium dan memeluk sebagai pertemuan terakhirnya. Sambil memegang bayi yang tak berdosa ini, Husain terus berteriak:
Apakah masih ada orang bertauhid yang masih takut kepada Allah. Apakah masih ada orang yang mau
menolong kami. Apakah masih ada orang yang mau membela keluarga Rasulullah.
Tengah Husain memeluk dan ingin mengecup anak yang suci ini, tiba-tiba Harmalah bin Kahil melesatkan anak panahnya ke arah leher Ali ar-Radhi’. Demi Allah, anak panah itu menembus lehemya.
Pekikan suara Ali ar-Radhi’ sangat menyayat hati. Husain menggeleng-gelengkan kepalanya seperti tak percaya betapa kejamnya manusia-manusia durjana itu.

Kini Husain benar-benar sendirian. Seluruh keluarga dan sahabatnya gugur syahid satu persatu di hadapannya. Dia berdiri sendirian di kemahnya yang semakin kosong. la bergumam menyebut-nyebut kebesaran Asma’ Allah. Sekali- sekali Husain melihat kemah putri-putrinya, kemudian ia menatap kembali lautan musuh yang tengah menanti untuk menyergapnya. Akhimya Husein melangkahkan kakinya mendatangi kemah wanita untuk melihat putri-putri Fatimah az-Zahra’ as. Suara Husain kini tidak lagi lantang. Air matanya sudah terkuras habis. Dadanya sesak menahan napas panjang. Kerongkongannya kering dan panas. Dengan suaranya yang parau dan terbata- bata, dia memanggil satu persatu putri-putri Fatimah az-Zahra’:
” Assalamu alaiki ya Sakinah! Terimalah salamku wahai Sakinah.” ” Assalamu alaiki ya Fatimah! Terimalah salamku wahai Fatimah:’ ” Assalamu Alaiki ya Zainab! Terimalah salamku wahai Zainab.” ” Assalamu Alaiki ya Ummu Kalthum! Terimalah salamku wahai Ummu Kalthum.”

Sakinah yang kecil memeluk erat tubuh ayahnya yang kini kesendirian itu.
“Ya abatah. Ayah! Apakah salammu ini pertanda bahwa kau akan pergi meninggalkan kami? Apakah ini pertanda perpisahanmu dengan kami?” Husain merangkul putrinya yang mungil ini sambil berbisik:
” Wahai putriku Sakinah! Apakah mungkin maut tidak menjemput orang yang tidak ada pembela dan kesendirian ini. Bersabarlah putriku! Usaplah air matamu. Bersabarlah, kau akan lebih banyak lagi menangis setelah kematianku. Tolong jangan kau bakar hati ini sebelum ruhku meninggalkan badan ini. Kelak setelah aku gugur, menangislah putriku dan menangislah!” Husein memeluk satu persatu putri-putrinya yang tidak berdosa. Juga adik-adik wanitanya yang bersamanya di Karbala, Zainab dan Ummu Kaltsum. Kemudian dia datang memeluk Ali Zainal Abidin yang sedang berbaring lantaran sakit keras. Mas’udi dalam kitabnya Ithbat al-Washiyyah meriwayatkan, Husain kemudian berwasiat kepada putranya yang sedang sakit ini al-Ism al-A’zam dan peninggalan-peninggalan waris para Nabi. Kemudian Husain juga menyampaikan bahwa ia telah menitipkan ilmu-ilmu, kitab-kitab, mushaf-mushaf dan senjata warisan kepada Ummu Salamah r.a.

Usai pamit dengan keluarganya tercinta, Husain kemudian menunggang kudanya yang membawanya berhadapan dengan musuh-musuhnya yang berjumlah lebih dari tiga puluh ribu serdadu. Husain masih berupaya untuk menyadarkan mereka dan menyelamatkan mereka dari kesesatan. Husain masih tetap ingin meyempumakan hujjahnya kepada orang- orang yang sepertinya sudah ditutupkan oleh Allah hatinya. Tapi hati mereka tak bergeming.

Tiba-tiba Umar bin Sa’ ad berteriak:
“Celaka kalian! Tahukah kalian dengan siapa kalian berperang? Inilah putra singa orang-orang Arab. Inilah putra Ali bin Abi Thalib. Serang dia dari berbagai sisi.”
Perintah Umar bin Sa’ ad kemudian diikuti dengan lemparan empat ribu anak panah yang dilesatkan
untuk menembak Husain.

Dengan gagahnya Husain tetap berdiri kokoh, walaupun sebagian anak panah mengenai badannya yang mulia. “Kalian mengancamku dengan maut; kalian menakut-nakuti aku dengan anak panah. Demi Allah mati adalah lebih mulia ketimbang harus tunduk pada kezaliman. Syahid di jalan Allah lebih mulia ketimbang tunduk pada kehinaan. Husain berkata:
Mati lebih utama ketimbang melakukan keaiban dan lebih utama daripada masuk ke dalam api neraka akulah Husain putra Ali tidak pemah mundur dalam membela kebenaran. Kukan pertahankan keluarga ayahku. Kukan teruskan berjalan di atas agama sang Nabi.

Peperangan yang tak seimbang antara Husain dengan pasukan Umar bin Sa’ ad sudah tak terelakkan lagi. Tidak sedikit dari kalangan pasukan Ibnu Sa’ ad yang tewas di tangan Husain.

Dalam keadaan letih dan haus yang amat sangat, Husain kemudian duduk ingin sejenak beristirahat. Riwayat berkata, tiba-tiba Abul Hatuf membidikkan panahnya yang kemudian jatuh persis mengenai dahinya Husain. Dengan tangannya yang mulai putranya lemah, Husain berupaya mencabut anak panah itu perlahan-lahan. Dahi Husain yang sering digunakannya untuk bersimpuh sujud di hadapan al- Khaliq, kini menyemprotkan darah suci dan segar tentang pada pasir Karbala. Wajah Husain berubah merah. Janggutnya yang putih kemilau kini bermandikan darahnya yang segar. Husain berkata:
Ya Allah! Engkau saksikan sendiri apa yang dilakukan oleh hamba-hambaMu yang durhaka ini
terhadapku.
Ya Allah, hancurkan mereka, habisi mereka, dan jangan Kausisakan satupun dari mereka di atas muka bumi ini, dan jangan juga Kauampuni mereka.

Husain kemudian berdiri lagi meneruskan perlawanannya sampai kemudian dia merasa keletihan lagi. Sejenak ia beristirahat, tiba-tiba sebuah batu besar dilemparkan ke arah dahinya dan persis mengenai lukanya. Darahnya yang suci kini lebih banyak mengalir membasahi seluruh tubuhnya. Husain meringis kesakitan. Luka-luka yang mengenai tubuhnya membuatnya tak berdaya. Imam Husain kemudian mengangkat tangannya untuk mengambil ujung bajunya guna mengusap darah yang mengalir di dahinya. Tiba-tiba sebatang anak panah beracun yang bermata tiga dibidikkan persis ke arah dadanya. Dada Husain luka. Jantung Husain robek. Anak panah tembus sampai ke belakang Husain. Husain menundukkan kepalanya sambil memegahg-megang dadanya yang memancurkan darah segar Nabi yang mulia. Dengan suara yang terbatah-batah Husain berdo’ a:
Dengan Asma’ Allah
dengan bantuan Allah
dan di atas agama Rasulullah
Ilahi, Engkau Mahatahu bahwa mereka telah membunuh satu-satunya putra NabiMu yang masih ada di atas muka bumi ini.

Husain kemudian mencabut anak panah itu dari belakangnya, yang kemudian memuntahkan darah segar nan suci. Perawi berkata, Husain kemudian menampung darah-darahnya itu dengan kedua tangannya, lalu dilemparkan ke arah langit. Demi Allah! Tidak setetespun dari darah itu kemudian kembali ke bumi.
Kemudian Husain menampung lagi darah yang masih mengalir deras dengan kedua tangannya. Kemudian ia usap-usapkan ke wajahnya, janggutnya, dan tubuhnya sambil berkata:
Seperti inilah aku akan bertemu dengan datukku Rasulullah saw dalam keadaan badan ini bersimbah darah Kelak akan kukatakan kepadanya bahwa yang membunuhku adalah Fulan bin Fulan. Melihat Husain tergeletak lemah, Umar bin Sa’ ad berteriak, “Turun kalian dan penggallehemya…” Maka turunlah sebagian makhluk-makhluk durjana itu untuk menghina Husain. sebagian memukuli amamah atau sorban Husain sampai kepalanya luka; sebagian menusukkan pedangnya ke perut Husain; sebagian yang lain menyabetkan pedangnya ke punggung Husain. sedemikian buruk perlakuan mereka kepada Husain yang sudah jatuh lemah itu, sampai Imam Baqir as. berkata, “Hatta kepada anjingpun, mereka dilarang memperlakukannya seumpama itu. Husain telah ditusuk dengan pedang, dipukul dengan tombak, dilempar dengan batu, dipukul dengan kayu dan tongkat; bahkan dinjak- injak dengan kuda…”

Tidak sekedar itu. Jiwa iblis Umar bin Sa’ ad masih belum puas. Dendam Ibnu Ziyad terhadap Husain masih belum tuntas. Meskipun Husain kini telah tergeletak layu bersimbah darah, dalam keadaan badan nyaris tidak lagi bemyawa, mereka kobarkan api permusuhan sedalam-dalamnya terhadap Husain.

Umar bin Sa’ad memerintahkan orangnya untuk turun menghabisi Husain. Shimir dan Sinan bin Anas turun dari kudanya. Melihat mereka Husain masih terengah-engah meminta air. “Sungguh, aku haus, aku Husain haus!” Kata Husain. Syimir kemudian menendang dengan sepatunya yang keras. Dengan suaranya yang keras dia berkata, “Wahai putra Abu Turab! Bukankah engkau berkata bahwa ayahmu akan memberi air di telaga al-kautsar kepada orang yang dicintainya. Mintalah dari ayahmu…!” Syimir kemudian duduk di dada Husain. Dia pegang janggut Husain yang sudah bermandikan darah. Dengan senyum Husain berkata kepada Syimir, “Apakah engkau tidak kenal aku dan akan membunuhku?” Syimir menjawab, “Ya, Aku mengenalmu dengan baik. Ibumu Fatimah az-Zahra’; ayahmu Ali al-Murtadha, dan datukmu Muhammad al-Mustafa, pembelamu adalah Allah Ta’ala. Aku tidak perduli semua itu…”

Dalam sebuah riwayat, Syimir berusaha memenggal leher Husain dari arah depan. Namun dia gagal. Kemudian dia membalik Husain dengan sangat kasar dan menebaskan pedangnya dari arah belakang Husain…” setiap kali urat leher Husain terpotong, Husain berteriak, “Wa abatah, wa ummah, wa jaddah, wa ‘aliyyah (duhai ayah, duhai ibu az- Zahra’, duhai datukku Mustafa dan duha ayahku Ali…”

Riwayat berikutnya kemudian berkata,
“Mereka kemudian turun beramai-ramai dari kudanya untuk merampas setiap barang yang ada di tubuh Husain yang mulia. Bahar bin Ka’ab melucuti celana Husain; Akhnas bin Marthad menarik sorban. Husain; Aswad bin Khalid merampas sandal Husain; Umar bin Sa’ ad mengambil baju perang Husain; Jami’ bin al-Khalq merebut pedang Husain. Yang lebih tragis lagi, Bajdal bin Sulaim mengambil cincin Husain. Kata perawi, semula Bajdal mencoba keras menarik-narik cincin Husain. Tapi dia tidak berhasil. Kemudian dia mengambil jalan pintas. Dihunuskan pedangnya ke arah jari-jari Husain, dan … karena sepotong cincin, ia potong jari Husain.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…

Fatimah Az Zahra Wafat karena Di Pukul Perutnya Hingga Keguguran Lalu Sakit Parah Hingga Wafat !!!


Ya Nabi SAW Puterimu Di Zalimi !

Umar menendang pintu dan pintu, Fatimah jatuh tertimpa pintu, -tanpa patah tulang- Fatimah mendorong pintu agar menghalangi mereka masuk, Umar menendang pintu hingga terlepas dan mengenai perut Fatimah hingga Muhsin gugur dari perut ibunya. (Multaqal Bahrain hal 81, Al Jannah Al Ashimah hal 251).

Umar menggunakan pedang dan cambuk tanpa menyentuh pintu. Fatimah berteriak Wahai Ayahku, Wahai Rasulullah, lalu Umar mengangkat pedang yang masih di sarungnya dan memukul perut Fatimah, lalu Fatimah berteriak lagi, wahai ayahku, lalu Umar mencambuk tangan Fatimah,  Fatimah memanggil Wahai Rasulullah, betapa buruk penggantimu, Abubakar dan Umar. Ali melompat dan mencengkeram baju Umar dan membantingnya, dan memukul hidung serta lehernya. Ali berniat membunuh Umar tetapi dia teringat wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. (Kitab Sulaim bin Qais , jilid 3 hal 538).

Fatimah didorong di pintu, tanpa ditendang, tanpa pedang, cambuk atau paku Al Mas’udi, seorang ahli sejarah mengatakan : Amirul Mu’minin Ali tinggal di rumahnya beserta beberapa pengikutnya, seperti yang dipesankan oleh Rasulullah, lalu mereka menuju rumah Ali dan menyerbunya, membakar pintu rumah dan memaksa orang yang di dalamnya untuk keluar, mereka mendorong Fatimah di pintu hingga janinnya gugur, mereka memaksa Ali untuk berbaiat dan Ali menolak, dan mengatakan : aku tidak mau, mereka mengatakan : kalau begitu kami akan membunuhmu, Ali mengatakan: jika kalian membunuhku maka aku adalah Hamba Allah dan saudara RasulNya. Lihat Itsbatul Washiyyah hal 123.   Umar menyerbu rumah Ali bersama tiga ratus orang. Diriwayatkan mengenai penyebab wafatnya Fatimah : Umar bin Khattab menyerang rumah Ali dan Fatimah bersama tiga ratus orang. (Lihat dalam kitab Al Awalim jilid 2 hal 58).

Umar memukul Fatimah di jalan, bukan di rumah Fatimah berhasil meminta surat dari Abubakar yang berisi pengembalian tanah Fadak pada Fatimah, ketika di jalan Fatimah bertemu Umar dan kemudian Umar bertanya: wahai putri Muhammad, surat apa yang ada di tanganmu? Fatimah menjawab: surat dari Abubakar tentang pengembalian tanah Fadak, Umar berkata lagi : bawa sini surat itu, Fatimah menolak menyerahkan surat itu, lalu Umar menendang Fatimah Amali Mufid hal 38, juga kitab Al Ikhtishash   Fatimah dicambuk. Yang disesalkan adalah mereka memukul Fatimah Alaihassalam, telah diriwayatkan bahwa mereka memukulnya dengan cambuk. (Talkhis Syafi jilid 3 hal 156 ).

Punggungnya dicambuk dan dipukul dengan pedang. Lalu Miqdad berdiri dan mengatakan : putri Nabi hampir  meninggal dunia, sedang darah mengalir di punggung dan rusuknya karena kalian mencambuknya dan memukulnya dengan pedang, sedangkan di mata kalian aku lebih hina dibanding Ali dan Fatimah. (Ahwal Saqifah/ Kamil Al Baha’I, Hasan bin Ali bin Muhamamd bin Ali bin Hasan At Thabari yang dikenal dengan nama Imadudin At Thabari, jilid 1 hal 312.).

perbedaan yang banyak di antara sesama empat mazhab membuat anda pasti bingung kan ?
“Bukankah Anda mengetahui bahwa mazhab yang empat (madzâhibul arba’ah) itu saling bertentangan satu sama lainnya dalam banyak masalah, dan dalam hal ini mereka tidak berlandaskan pada dalil yang kuat atau keterangan yang jelas dan nyata bahwa ialah yang benar, bukan yang lainnya? Orang yang terikat dengan salah satu mazhab dari empat mazhab tersebut hanyalah menyebutkan dalil-dalil yang tidak ada penopangnya. Sebab, ia tidak semuanya bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Ia seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.

Misalnya, seandainya Anda tanyakan kepada seseorang yang bennazhab Hanafi, ‘Mengapa engkau memilih mazhab Hanafi, bukan yang lainnya? Dan mengapa engkau memilih Abu Hanifah sebagai imam untuk dirimu setelah seribu tahun dari kematiannya?

Niscaya orang tersebut tidak akan memberikan jawaban yang memuaskan hatimu. Demikian juga jika Anda menanyakan hal yang sama kepada seseorang yang mengikuti mazhab asy-Syafi’i, Maliki, atau Hanbali.
Rahasia di balik itu adalah setiap imam dari empat mazhab tersebut bukanlah seorang nabi atau washiyy (orang yang menerima wasiat untuk meneruskan kepemimpinan nabi). Mereka tidak mendapatkan wahyu ataupun mendapatkan ilham, mereka hanya seperti ulama yang lain, dan orang yang seperti mereka amatlah banyak.

Kemudian mereka bukanlah sahabat Nabi Saw, kebanyakan mereka atau bahkan keseluruhan mereka tidak menjumpai Nabi Saw dan tidak pula menjumpai para sahabat Nabi Saw. Setiap orang dari mereka (imam mazhab yang empat) membuat mazhab untuk dirinya sendiri, ia mengikuti mazhabnya itu dan mempunyai pendapat­-pendapat tersendiri, yang boleh jadi terdapat kesalahan atau kelalaian di dalamnya.

Dan setiap dari mereka mempunyai pendapat yang bermacam-macam, yang satu sama lainnya saling bertentangan. Akal sehat tidak akan dapat menerima hal itu, demikian pula hati yang bersih. Sebab, ia tidak berdasarkan pada dalil yang tegas dan kuat, yaitu al-­Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.

Maka, orang yang berpegangan atau mengikuti salah satu dari mazhab yang empat tersebut tidak mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat kelak di hadapan Allah pada Hari Perhitungan. Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah hujah yang jelas lagi kuat itu. Seandainya Allah menanyakan kepada orang yang mengikuti salah satu dari mazhab yang empat itu pada hari kiamat, dengan dalil apa engkau mengikuti mazhabmu ini? Tentu saja ia tidak mempunyai jawaban kecuali ucapannya, Dan Demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya Kami mendapati bapak- bapak Kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya Kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (Qs. Az-Zukhruf [43]:23)

Atau, ia berkata,
Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). (Qs. Al-Azhab [33]:67)

“Adapun kami yang mengikuti wilâyah (kepemimpinan) al-’itrah ath-thâhirah (keturunan yang suci), Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah sesuci-sucinya dari segala dosa, dan kami beribadah kepada Allah Swt dengan mengikuti fiqih al-Ja’fari, kami akan berkata kelak pada Hari Perhitungan, ketika kami berdiri di hadapan Allah Swt.”

‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan kami dengan hal itu karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-Mu, Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (Qs. Al-Hasyr [59]:7).

Dan Nabi-Mu, Muhammad Saw, telah bersabda, sebagaimana yang telah disepakati kaum Muslim, “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua pusaka yang sangar berharga (ats-tsaqalain), yaitu Kitabullâh dan Itrah Ahlulbaitku; selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya, dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah sehingga menjumpaiku di Haudh.”

Dan Nabi-Mu juga telah bersabda, “Perumpamaan Ahlu/ Bairku di rengah-rengah kalian seperti bahrera Nuh barang siapa menaikinya, niscaya dia akan selamat; dan barangsiapa yang tertinggal darinya, niscaya dia akan tenggelam dan binasa.”

Dan tidak diragukan lagi bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq As adalah dari al-i’trah ath-thâhirah (keturunan yang suci), yaitu Ahlulbait Nabi Saw yang telah disucikan Allah sesuci-sucinya dari segala dosa. llmunya adalah ilmu ayahnya, ilmu ayahnya adalah ilmu kakeknya, yaitu Rasulullah Saw, sedangkan ilmu Rasulullah Saw bersumber dari Allah.

Selain itu, semua kaum Muslim telah sepakat akan kejujuran dan keutamaan Imam Ja’far Ash-Shiidiq As: Sesungguhnya ia (Imam Ja’far Ash-Shiidiq As) adalah seorang washiyy keenam dan Imam Maksum, sesuai keyakinan segolongan besar kaum Muslim, yaitu para pengikut mazhab Ahlubait, mazhab yang hak. Dan sesungguhnya ia adalah hujah Allah atas makhluk-Nya.

Imam Ja’far Ash-Shadiq As meriwayatkan hadis dari ayah  dan datuknya yang suci, dan ia tidak berfatwa dengan pendapatnya sendiri. Hadisnya adalah “hadis ayahku dan datukku”. Sebab, mereka adalah sumber ilmu dan hikmah.

Mazhab Imam Ja’far ash-Shadiq As adalah mazhab ayahnya, dan mazhab kakeknya bersumber dari wahyu, yang tidak akan pernah berpaling sedikit pun darinya. Bukan dari hasil ijtihad, seperti lainnya yang berijtihad.
Oleh karena itu, orang yang mengikuti mazhab Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq As dan mazhab kakek-kakeknya, berarti ia telah mengikuti mazhab yang benar dan berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Setelah aku kemukakan dalil-dalil yang jelas dan kuat, Syaikh al-Azhar tersebut mengucapkan banyak terima kasih kepadaku dan ia pun sangat memuliakan kedudukanku.
Kemudian ia menanyakan tentang pandangan Syi’ah terhadap para sahabat Rasulullah Saw. Lalu, aku jelaskan kepadanya bahwa Syi’ah tidak menecela sahabat Rasulullah Saw secara keseluruhan. Akan tetapi, Syi’ah meletakkan mereka sesuai kedudukan mereka. Sebab, di antara mereka ada yang adil dan ada pula yang tidak adil, di antara mereka ada yang pandai dan ada pula yang bodoh, dan di antara mereka ada yang baik dan ada pula yang jahat.

Bukankah Anda tahu apa yang telah mereka lakukan pada hari Saqifah? Mereka telah meninggalkan jenazah Nabi mereka dalam keadaan terbujur kaku di atas tempat tidumya, mereka berlomba-lomba memperebutkan kekhalifahan. Setiap orang dari mereka beranggapan bahwa ialah yang berhak menjadi khalifah, seakan-akan ia adalah barang dagangan yang dapat diperoleh bagi siapa saja yang lebih dahulu mendapatkannya. Padahal mereka telah mendengar nash-nash yang tegas yang telah disampaikan oleh Nabi Saw tentang kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib As, baik sejak awal dakwahnya maupun hadis Ghadir Khum yang terkenal itu.

Selain itu, mengurusi jenazah Rasulullah Saw lebih penting daripada urusan kekhalifahan. Bahkan, seandainya saja Rasulullah Saw tidak mewasiatkan seseorang untuk menjadi khalifahnya (Rasulullah Saw. secara tegas telah menunjuk ‘Ali untuk menjadi khalifahnya), maka wajib bagi mereka untuk mengurusi jenazah Rasulullah Saw  terlebih dahulu.

Kemudian setelah selesai mengurusi jenazah Rasulullah Saw, seyogyanya mereka menyatakan belasungkawa kepada keluarga beliau, seandainya saja mereka adalah orang-orang yang adi!.
Akan tetapi, dimanakah keadilan dan perasaan hati mereka, dimanakah keluhuran akhlak, dan dimanakah ketulusan dan kecintaan? Dan yang lebih menyakitkan lagi di dalam hati adalah penyerbuan mereka ke rumah belahan jiwa Rasulullah Saw, Fatimah az-Zahra As, yang dilakukan oleh sekitar lima puluh orang pria.
Mereka telah mengumpulkan kayu bakar untuk membakar rumah Fatimah dan semua orang yang di dalamnya. Sehingga ada seseorang yang berkata kepada ‘Umar, “Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat al-Hasan, al-Husain, dan Fatimah.”

Akan tetapi, ‘Umar berkata, “Walaupun (di dalam rumah tersebut ada mereka).”
Peristiwa ini banyak disebutkan oleh sejarawan Ahlus Sunnah,[3] apalagi para sejarawan Syi’ah.
Semua orang tahu, baik orang yang berbakti maupun orang yang jahat, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku. Barang siapa yang menyakitinya, maka ia telah menyakitiku; barang siapa yang membuatnya murka, maka ia telah membuatku murka; barang siapa yang membuatku murka, maka ia teah membuat Allah murka; dan barang siapa membuat Allah murka, maka Allah akan menyungkurkan kedua lubang hidungnya ke dalam neraka.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada para sahabat Nabi Saw secara jelas menunjukkan bahwa tidak semua sahabat itu adil. Silakan Anda merujuk ke Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh al-Muslim tentang hadis Haudh, niscaya Anda akan mendapatkan kebenaran pendapat Syi’ah tentang penilaian mereka terhadap para sahabat Nabi Saw.

Jika demikian adanya, maka dosa apakah bagi mereka (Syi’ah) jika mereka berpendapat bahwa banyak di antara sahabat Nabi Saw yang tidak adil, sedangkan banyak dari mereka sendiri (para sahabat Nabi Saw.) yang menunjukkan jati diri mereka sendiri.
Perang Jamal dan Perang Shiffin adalah dalil dan bukti yang paling jelas terhadap kebenaran pendapat mereka (Syi’ah). Dan al-Qur’an telah menyingkapkan banyak keburukan perbuatan di antara mereka (para sahabat Nabi Saw).

Bukankah Anda juga tahu apa yang telah dilakukan oleh Mu’awiyah, ‘Amru bin ‘Ash, Marwan bin Hakam, Ziyad dan anaknya, Mughirah bin Syu’bah, ‘Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah dan Zubair, yang keduanya telah memberikan baiat kepada Amirul Mukminin ‘Ali As, tetapi keduanya kemudian melanggar baiatnya dan memerangi Imam mereka (‘Ali bin Abi Thalib As) bersama ‘A’isyah di Basrah, yang sebelumnya mereka telah melakukan kejahatan-kejahatan di kota tersebut (Basrah) yang tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jiwa satria.

Selain itu, selama keberadaan Nabi Saw di tengah-tengah mereka (para sahabat beliau), banyak di antara mereka yang melakukan perbuatan nifâk (munafik), apakah kemudian setelah Nabi Saw menemui Tuhannya (wafat), mereka lantas menjadi adil semuanya?
Kita sama sekali tidak pernah mendengar bahwa ada salah seorang nabi di antara nabi-nabi yang diutus kepada umatnya, lalu semua umatnya menjadi adil. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya. Al-Qur’an dan Sunnah telah menjelaskan kepada kita tentang hal itu.

Sesungguhnya apa yang telah kami persembahkan kepada para pembaca adalah bersumber dari  al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan dalam hadis sahih dalam kitab-kitab sahih Sunni, dan merupakan bukti yang kuat terhadap kekhalifahan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw secara langsung (belâ fashl), sekiranya orang yang menentang kami berlaku adil.
Perhatikanlah dengan seksama dan sungguh-sungguh terhadap semua yang telah kami sebutkan  yaitu hujjah dan keterangan yang jelas, dengan begitu niscaya akan tersingkap kebenaran yang hakiki bagi Anda dan akan memudahkan jalan bagi siapa saja yang hendak menempuh jalan kebenaran. Yaitu, orang-orang yang mengikhlaskan niatnya dan menjauhkan dirinya dari fanatisme mazhab yang membutakan hati dan pikiran sehat dan membinasakan.

Orang yang bersikeras dalam fanatismenya, tidak akan berguna riwayat, walaupun jumlahnya sangat banyak dan telah dikemukakan baginya seribu dalil.

Adapun orang yang mempunyai pikiran yang jemih dan akal yang cerdas, maka yang telah kami persembahkan, dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah, telah memadai baginya karena dalil-dalil tersebut adalah riwayat-riwayat yang sahih yang telah disepakati kebenarannya, baik di kalangan Sunni maupun Syi’ah.
Selain itu, orang yang bersikeras di dalam kefanatikannya, bahkan seandainya Nabi Saw sendiri yang datang kepadanya dan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia tetap akan berada di dalam sikap keras kepalanya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh   salah seorang di antara mereka, yang keras kepala, kepada saudaraku “Seandainya Jibril turun, dan ikut bersamanya Muhammad dan ‘Ali, aku tetap tidak akan membenarkan ucapanmu.”

Sesungguhnya manusia itu bermacam-macam. Dan merupakan hal yang sulit mendapatkan kerelaan seluruh manusia, bahkan itu merupakan suatu hal yang mustahil diraih.
Semoga Allah Swt. mencurahkan rahmat-Nya kepada ‘Ali al-Kailani, seorang pujangga berkebangsaan Palestina yang berkata,
Jika Tuhannya makhluk tidak meridhai makhluk-Nya,
Maka bagaimana mungkin makhluk dapat diharapkan keridhaannya.


[1] . Allah membukakan hatinya untuk menerima dan mengikuti mazhab yang benar yaitu mazhab Ahlulbait al-Ja’fari.
[2] . Silahkan Anda rujuk pada bagian ketiga dari buku ini.
[3] .  Lihat al-Imâmah was Siyâsah. Ar-Riyadhun Nadhrah, Murujudz Dzahab, Ansâbul Asyrâf, al-Imâm ‘Ali, karya ‘Abdul Fattah ‘Abdul Maqshud, Syarh Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadid, dan kitab-­kitab lainnya yang ditulis oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Anda akan mendapatkan bahwa mereka menyebutkan peristiwa yang menyedihkan dan memilukan hati ini. Adapun Syi’ah, para sejarawan mereka telah menyebutkan peristiwa yang menyakitkan hati ini berikut nama-nama mereka yang melakukan tindakan kejahatan ini. Mereka menyatakan bahwa perirstiwa penyerbuan ke rumah Fatimah As tersebut dipimpin oleh ‘Umar “seorang pahlawan yang gagah berani” tetapi gagah berani bukan di medan perang.

Sayyidina Umar jika berniat membeli seorang budak wanita ia memeriksanya dengan memegang-megang dadanya!

 
Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam sangat meninggikan harkat dan martabat kaum wanita. Ayat-ayat Al Qur’an pun turun untuk menegaskan pandangan Islam ini… Demikian pula dengan sabda-sabda Nabi saw.
Tetapi bagaimanakah pandanga Umar; Khalifah Rasulullah dan Pemimpin Tertinggi Islam terhadap wanita dan harga dirinya? Apakah ia memandang wanita sebagai makhluk terhormat yang harus dijunjung tinggi dan dihormati harkatnya? Atau sebaliknya, ia memandangnya sebagai SETAN, SI PEMBAWA KESIALAN yang hanya pantas “DITUNGGANGI” untuk melampiaskan nasfu birahi dan setelahnya dicmpakkan sambil menunggu datangnya luapan syahwat untuk di tunggangi langi dan demikian seterusnya… dan bahwa wanita mandul tidak lebih berharga dari likar kusang di pojok rumah kita? 
Apaakah justeru demikian nilai wanita di mata Sayyidina Umar? 
Ikuti paloran yang menyajikan data-data akurat di bawah ini!

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Pendatang Kesialan Belaka!
Untuk meyakinkan kita akan pandangannya itu beliau meriwayatkan sebiah hadis atas nama Nabi saw. seperti diabadikan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya,2/232 dan al haitsmai dalam Majma’ az Zawâid-nya,5/104:
Kesialan itu ada pada tiga benda: Tunggangan (unta, kuda dll-pen), tempat tinggal dan wanita.”

Dalam Pandangan Sayyidina Umar Wanita Adalah Hanya Untuk dijadikan Tempat Pemuas Syahwat Yang Setelahnya Dibuang!
Umar ibn Syubbah –seorang ulama besar Ahlusunnah- meriwayatkan dalam kitab-nya Târîkh al Madînah,3/818:
“Bahwa istri (Sayyidina _pen) Umar menanyakan kepadanya tentang sebab kemarahannya atas seorang dari kerabatnya, ia berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa sebab kemarahanmu atas ‘Iyâdh?

Maka Umar berkata membentaknya:

يا عدوةَ اللهِ, و فيمَ أنتِ هذا, و متىَ كنتِ تدخلينَ بيني و بين المسلمين؟! إنما أنتِ لُعْبةٌ يُلْعَبُ بِكِ ثُمَّ تُترَكِيْنَ

Hai musuh Allah! Apa urusanmu dengan masalah ini?! Mulai kapan engkau ikut campur dalam urusanku dengan kaum Muslimin? Engkau tiada lain hanyalah mainan yang dipermainkan, setelah selesai ditingggalkan!”

Kata Nabi Muhammad Saw.: Wanita Bagai Sekuntum Bunga Harum…
Kata Umar: Wanita Bagaikan Setan.
Tidak sedikit sabda Nabi Muhammad saw. yang meninggikan kehormatan dan martabat kaum prempuan, tetapi Ibnu Taimiyah melaporkan pandangan Umar tentang wanita bahwa ia tiad lain hanyalah SETAN yang kita semua harus berlindung dari kejahatannya.

Ibnu Taimiyah melaporkan dalam tafsirnya,2/18:
“Umar mendengar seorang wanita mebacakan syair yang berbunyi:

إنَّ النساءَ رياحينُ خُلِقْنَ لكم *** و كُلُّكُم يشْتهِي شَمَّ الرياحينِ

“Sesungguhnya wanita bagaikan sekuntum bunga harum yang diciptakan untuk kalian (kaum pria)… dan semua kalian pasti menyukai mencium semerbak harum bunya melati.

Maka Umar menyahuti wanita itu sengan melantunkan bait syair juga:

إنَّ النساءَ شياطِينُ خُلِقْن لنا *** نعُوذُ باللهِ مِن شرِّ الشياطِينِ

“Wanita adalah SETAN-SETAN yang diciptakan untuk kita… kami berlindung kepada Allah dari kejahatan SETAN-SETAN”

Sayyidina Umar Memerintah Para Budak Wanitanya Untuk Melayani Tamunya Dengan Busana Seksi
Dalam pandangan Sayyidina, para budak wanita tidak boleh mengenakan busana yang sama dengan kaum wanita muslimat lainnya untuk membedakan mereka dari kaum merdeka bahkan ia memukuli budak wanita yang mengenakan kerudung ppenutup kepala dan rambutnya.

Imam as Sarakhsi (seorang ulama besar Ahlusunnah wal Jama’ah) melaporkan bahwa Dalam kitab Al Mabsûth-nya,9/12:

(و كانت جواريه) يخْدمنَ الضيفان كاشفات الرؤوسِ, مضطربات البدن, مضطربات الثديِ.

“Adalah budak-budak wanita Umar melayani para tamu dengan membuka kerudung penutup kepada mereka, badan mereka mereka berdoyang-goyang dan juga payu dara mereka bergoyang-goyang.”

Dan adalah Sayyidina Umar jika berniat membeli seorang budak wanita ia memeriksanya dengan memegang-megang dadanya! (baca dalam Badâ’in al Fawâid,5/121).

Istri Umar bin Khatab Cerewet?


Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar.

Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut?

1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.

Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.

Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liuka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah.
Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.

Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan.
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat.

Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.?
Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan.
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi.

Di meja makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi danlalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.

[Diolah dari Cahaya Iman, edisi kamis, 30 November 2006-11-30].

Kisah Imam Ali & Sayyidina Umar

 
 
Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab,. terjadilah suatu peristiwa yang menyangkut diri seorang wanita. Wanita itu didapati melahirkan anak, padahal, menurut pengakuannya, ia baru hamil 6 bulan.

Mendengar, penutuan itu, Umar tidak percaya begitusaja. Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pasti telah berbohong.

“Mana mungkin orang yang baru menikah melahirkan anak dari kandungan yang berumur 6 bulan?” begitu ia berfikir, barangkali Karenanya, Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pastilah telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah, alias telah berzinah. Atas dasar pertimbangan itu, Khalifah memutuskan untuk menghukum rajam wanita tersebut.

Sebelum hukuman dilaksanakan, Imam Ali yang secara kebetulan sedang lewat, menghentikan langkahnya karena melihat orang-orang sedang berkerumun, termasuk didalamnya adalah Umar. Kepada Imam Ali diceritakanlah kasus yang terjadi.

Mendengar penuturan Umar, Imam Ali kemudian berkata: “Astaga…apakah engkau akan menentang firman Allah yang berkata:”Ibunya mengandung dan menyusui selama tiga puluh bulan.’ Pada ayat lain Allah berfirman: ‘Dan hendaklah para ibu itu menyusui anaknya dua tahun lamanya, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan.”

Kalau mengandung dan menyusui adalah tiga puluh bulan, sedang menyusui saja adalah dua tahun, alias dua puluh empat bulan, maka orang yang melahirkan anak dengan usia kandungan enam bulan adalah mungkin terjadi berdasarkan firman Allah tersebut, yakni tiga puluh dikurangi dua puluh empat bulan. Sungguh tepat sekali usia kandungan wanita itu!”

Semua yang hadir tertegun mendengar penuturan Imam Ali tersebut. Mereka merasa lega karena belum sampai menjatuhkan hukuman secara salah. Umar sendiri menjadi orang yang paling lega karena terhindar dari kesalahan yang besar. Dan wanita itu pun dibebaskan.

Adapun Umar, orang-orang membawa seorang wanita yang telah berzina yang sedang hamil ke hadapannya, dengan serta merta dia memerintahkan supaya wanita itu dirajam. Ali berkata kepadanya, 'Jika Anda mempunyai alasan untuk merajam wanita tersebut, namun Anda tidak mempunyai alasan untuk merajam bayi yang sedang dikandungnya.' Mendengar itu Umar pun mengurungkan niatnya, lalu berkata, 'Seandainya tidak ada Ali maka celaka lah Umar.'.

Dialog Imam Ali (as) dan Ahli Syura


Dari ranjang kematianya Umar bin Khaththab membentuk badan syuro yang bertanggungjawab terhadap posisi kekhalifahan selepas dirinya. Lembaga itu kemudian dikenali sebagai Ahl al Hill wa al ‘Aqd, ysng dianggotai oleh Utsman bin Affan, al Zubair bin Awwam, Thalha bin Ubaidillah, Abd al Rahman bin ‘Auf, Sa’d Bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar dan Amirul Mukmininn Ali bin Abi Thalib. Dalam forum tersebut, Imam Ali bin Abi Thalib as, kembali mengingatkan akan hak kekhalifahannya.

Di ambil dari kitab al Ihtijaj halaman 132-145 karya dari ulama besar Abu Mansur Ahmad Bin Ali Bin Abu Thalib al Tabarsi kami menyajikan munasyadah antara Imam Ali bin Abi Thalib dengan ahli syura (ahl al hill wa al aqd) yang ditubuhkan oleh Umar bin Kaththab. Sebagai rujukan kepada kitab Ahlu sunnah, disertakan pula catatan kaki-catatan kaki yang merujuk pada sumber-sumber Ahlul Sunnah. Kitab ini diterjemahkan oleh seorang saudara kita yang tidak mahu dikenali namanya, semoga Allah merahmati usaha beliau.

Dialog Amirul Mukmininn Ali bin Abi Thalib as dengan Ahlu Syura’.
Diriwayatkan dari Muhammad al-Baqir daripada bapanya, `Ali Zain al-`Abidin, ”Manakala Amir al-Mukmininn `Ali A.S melihat bersemangatnya “mereka” untuk memberi bai`ah kepada `Utsman, beliau terus berdiri di hadapan mereka (Utsman bin Affan, al Zubair bin Awwam, Thalha bin Ubaidillah, Abd al Rahman bin ‘Auf, Sa’d Bin Abi Waqqas) dan berkata kepada mereka dengan hujah-hujah untuk menggugurkan sikap mereka. Beliau berkata: Dengarlah ucapanku, jikalau yang aku ucapkan itu benar, maka kalian terimalah dan jikalau ia adalah batil, maka kalian ingkarilah.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
“Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah yang mengetahui kebenaran jika kalian orang yang benar, dan Dia mengetahui pembohongan jika kalian berbohong. Adakah di antara kalian yang telah mengerjakan solat menghadapi dua Qiblat selain daripada aku?”
Mereka berlima (Utsman bin Affan, al Zubair bin Awwam, Thalha bin Ubaidillah, Abd al Rahman bin ‘Auf, Sa’d Bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar ) menjawab :
”Tidak ” [1]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antarakalian seorang yang telah melakukan dua bai`ah; Bai`ah al-Fath dan Bai`ah al-Ridwan selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [2]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian, memiliki saudara yang dihiasi dengan dua sayap di syurga selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [3]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian, ayah saudaranya (di sebelah ayah) menjadi penghulu para syahid selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [4]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian yang isterinya adalah penghulu wanita alam sejagat selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [5]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang kedua anak lelakinya adalah anak-anak Rasulullah (s.`a.w.) dan kedua-duanya penghulu pemuda syurga selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [6]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang telah mengetahui nasikh dan mansukh selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [7]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di anatar kalian, Allah telah menghilangkan kotoran dosa daripadanya dan mensucikannya dengan sesuci-sucinya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [8]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian, yang telah melihat Jibra’il di dalam bentuk seorang lelaki yang tampan selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [9]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian seorang yang menunaikan zakat dalam keadaan rukuk selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [10]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian, Rasulullah (s.`a.w.) telah menyapukan tanganya ke kedua matanya dan memberikan bendera di hari peperangan Khaibar selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [11]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang telah dilantik oleh Rasulullah (s.`a.w.) di hari Ghadir Khum dengan perintah Allah S.W.T. dan berkata: ”Siapa yang aku maulanya, maka `Ali adalah maulanya. Wahai Tuhanku, hormatilah orang yangmewalikannya dan musuhilah orang yang memusuhinya” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [12]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang menjadi saudara Rasulullah di masa bermukim dan temannya semasa musafir selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [13]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian yang telah bertarung dengan `Amru bin `Abd Wuddin di peperangan Khandaq dan membunuhnya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [14]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian Rasulullah (s.`a.w.) telah bersabda kepadanya: ”Kedudukan anda di sisiku seperti halnya kedudukan Harun di sisi Musa hanya tidak ada nabi selepasku” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [15]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian yang telah disebut mukmin di dalam sepuluh ayat al-Qur’an selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [16]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian dimana Rasulullah (s.`a.w.) telah memberi segenggam tanah kepadanya kemudian dia melemparkannya ke atas muka orang-orang kafir, selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [17]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian para malaikat berdiri bersamanya di dalam peperangan Uhud sehingga orang lain meninggalkan tempat itu selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [18]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara kalian telah melunasi hutang Rasulullah (s.`a.w.) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [19]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang menyaksikan kewafatan Rasulullah (s.`a.w.) selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [20]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah diantara yang telah memandikan jenazah Rasulullah (s.`a.w.), mengkafan dan meletakkannya di liang lahad selain daripada aku?”
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [21]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian yang telah mewarisi senjata Rasulullah (s.`a.w.), benderanya dan cincinnya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [22]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian di mana Rasulullah (s.`a.w.) telah menjadikan talaq isteri-isterinya di tangannya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [23]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
”Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah, adakah di antara kalian di mana Rasulullah (s.`a.w.) meemanggulnya sehingga dia memecahkan berhala di pintu Ka`bah selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [24]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana namanya diseru di langit di hari peperangan Badr: “Tidak ada pedang melainkan Dhu al-Fiqar dan tidak ada pemuda melainkan `Ali” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [25]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah makan bersama Rasulullah (s.`a.w.) dengan seekor burung panggang yang dihadiahkan kepadanya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [26]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah disabdakan oleh Rasulullah (s.`a.w.): “Andalah pemilik benderaku di dunia dan akhirat” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [27]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kepada kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasulullah s.`a.w, kemudian mengeluarkan sedekah (kepada orang-orang miskin) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [28]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah memperbaiki terompah/sendal Rasulullah (s.`a.w.) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [29]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Aku adalah saudara anda dan anda adalah saudaraku” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [30]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.)bersabda kepadanya: ”Anda adalah sebaik-baik makhluk dan orang yang paling benar pembicaraanya” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [31]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang mendapati Rasulullah (s.`a.w.) sedang lapar lalu dia meminta seratus baldi dengan seratus tamar, kemudian dia membawa tamar, lalu Rasulullah (s.`a.w.) memberikannya makan, selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [32]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana malaikat Jibra’il, Mika’il dan Israfil memberi salam kepadanya dengan tiga ribu para malaikat yang lain di peperangan Badr selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [33]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah menutup mata Rasulullah (s.`a.w.) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [34]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah mentauhidkan Allah sebelumku selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [35]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang pertama memasuki bilik Rasulullah (s.`a.w.)dan orang yang terakhir keluar dari sisinya selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [36]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah berjalan-jalan bersama Rasullullah (s.`a.w.) kemudian dia melalui sebuah taman, maka dia pun berkata: Alangkah cantiknya taman ini. Maka beliau bersabda: ” Taman anda di syurga lebih cantik daripada taman ini“. Sehingga dia melalui tiga taman pada setiap taman Rasulullah (s.`a.w.) bersabda: “Taman anda di syurga lebih cantik daripada taman ini” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [37]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Anda adalah orang pertama yang beriman denganku, membenarkanku dan orang pertama akan dikembalikan Haud kepadaku di hari kiamat” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [38]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Orang pertama yang datang kepada kalian dari pintu ini wahai Anas, maka dialah Amir al-Mukminin, penghulu Muslimin dan orang yang paling utama di kalangan manusia“.Lalu Anas berkata: Wahai Tuhanku jadikan “nya” seorang lelaki dari kalangan Ansar. Maka dia pun datang, lalu Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepada Anas: “Anda bukanlah orang pertama yang mencintai kaumnya” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [39]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah diturunkan mengenainya firman-Nya: “Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan solat, memberi zakat dalam keadaan rukuk” (Surah al-Maidah 5: 55) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [40]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Allah telah menurunkan padanya dan anak-anaknya, firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang baik akan minum daripada gelas di mana campurannya mengandungi kafur” (Surah al-Insan 76: 5) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [41]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Allah telah menurunkan ayat mengenai ”Apakah (orang-orang) yang memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidaklah sama di sisi Allah” (Surah al-Taubah 9: 19) selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [42]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah diajar oleh Rasulullah (s.`a.w.) seribu kalimah dan setiap kalimah terbagi lagi menjadi seribu kalimah selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [43]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah dimunajati oleh Rasulullah (s.`a.w.) di hari Taif, lalu Abu Bakr dan `Umar berkata: Wahai Rasulullah! Anda telah melakukan munajat kepada `Ali dan bukan kepada kami. Nabi (s.`a.w.) bersabda: “Aku bukanlah ingin bermunajat untuknya tetapi Allah telah memerintahkan aku supaya melakukannya” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [44]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah disuapkan oleh Rasulullah (s.`a.w.) dengan tepung manis selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [45]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Anda adalah makhluk yang paling dekat kepadaku di hari kiamat akan memasuki syurga dengan syafa`at ku, lebih ramai dari bilangan Rabi`ah dan Mudar” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [46]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda: “Wahai Ali! Sesungguhnya anda dikenakan pakaian ketika aku dikenakan pakaian” selain daripada aku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [47]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda: “Anda dan Syi`ah anda akan mendapat kemenangan di hari kiamat?” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [48]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda: ” Berbohonglah orang yang mengatakan bahwa dia mencintaiku sedangkan dia membenci `Ali” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [49]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda: “Siapa yang mencintai bahgian-bahgianku (syatrati) ini, maka sesungguhnya dia telah mencintaiku dan siapa yang mencintaiku, maka sesungguhnya dia mencintai Allah - Ditanya kepadanya: Apakah syatratu-ka? Beliau (s.`a.w.) menjawab: `Ali, Hasan, Husain dan Fatimah” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [50]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah(s.`a.w.)bersabda kepadanya: ”Anda adalah sebaik-baik manusia selepas para nabi” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [51]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Andalah al-Faruq yang membedakan di antara kebenaran dan kebatilan” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [52]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Amalan anda adalah sebaik-baik amalan makhluk selepas para nabi” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [53]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) menutup dengan pakaiannya ke atasnya, isterinya dan dua anak lelakinya kemudian beliau bersabda: “Wahai Tuhanku aku dan Ahlu l-Baitku kepada Engkau dan bukan kepada neraka” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [54]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Andalah saudaraku, wazirku, sahabatku daripada keluargaku” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [55]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Anda adalah orang yang paling awal memeluk Islam, paling alim dan paling perihatin” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [56]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana dia telah membunuh seorang panglima perang Yahudi secara satu lawan satu selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [57]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Nabi (s.`a.w.) membentangkan Islam kepadanya lalu beliau menjawab: Tunggulah sehingga aku berjumpa bapaku. Lantas Nabi (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Ini adalah satu amanah di sisianda“. Maka dia menjawab: Sekiranya ia adalah satu amanah di sisiku, maka aku menerima Islam sekarang juga, selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [58]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana dia telah mengangkat pintu kota Khaibar di masa pembukaannya dan membawanya sejauh seratus hasta kemudian empat puluh lelaki mencoba mengangkatnya tetapi mereka tidak mampu selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [59]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana ayat ini diturunkan kepadanya ” Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan perbicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)”(Surah al-Mujadalah 50: 12). Maka akulah yang mengeluarkan sedekah dan adakah di kalangan kalian seorang yang melakukannya selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [60]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Siapa yang mencaci `Ali, maka sesungguhnya dia mencaciku dan siapa yang mencaciku maka sesungguhnya dia mencaci Allah” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [61]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Rumahku berhadapan dengan rumah anda di syurga” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [62]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah(s.`a.w.)bersabda kepadanya: ”Allah memerangi orang yang memerangi anda dan Allah memusuhi orang yang memusuhi anda” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [63]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang yang telah tidur di atas tempat tidur Rasulullah (s.`a.w.) ketika beliau ingin berhijrah ke Madinah dan menggantikan dengan dirinya ketika musuh hendak membunuh beliau saw selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [64]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Anda adalah orang yang paling utama diantara umatku” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [65]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Anda di hari kiamat di kanan `Arasy dan Allah akan memakaikan anda dua helai kain; satu berwarna biru dan satu berwarna merah” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [66]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana dia telah mengerjakan solat sebelum orang lain, selama tujuh tahun beberapa bulan selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [67]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Aku di hari kiamat akan mengambil hajzah (kedudukan istimewa) kurniaan Tuhanku daripada cahaya sedangkan anda akan mengambil hajzahku dan keluargaku akan mengambil hajzah anda” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [68]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Anda sepertilah diriku, cinta anda adalah cintaku dan kemarahan anda adalah kemarahanku” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [69]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Wilayah anda sepertilah wilayahku, satu janji yang telah dijanjikan oleh Allah kepadaku dan Dia memerintahkanku supaya menyampaikannya kepada anda” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [70]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Wahai Tuhanku jadikanlah dia (`Ali) pembantu dan penolongku” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [71]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Harta adalah madu(tumpuan) orang-orang yang zalim dan anda adalah madu (tumpuan) orang-orang mukmin” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [72]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Aku akan mengutus kepada kalian seorang lelaki di mana Allah telah menguji hatinya untuk keimanan” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [73]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) memberi kepadanya sebiji buah delima dan bersabda: “Ini adalah buah delima daripada syurgaHanya seorang nabi atau wasinya sahaja yang memakannya” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [74]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang lelaki di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Aku tidak memohon sesuatu dari Tuhanku melainkan Dia memberikannya kepadaku dan aku tidak memohon sesuatu daripada Tuhanku melainkan aku memohon untuk anda” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [75]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Engkau adalah orang yang paling patuh diantara umatku dalam menjalankan perintah Allah, paling setia di diantara umatku dalam menunaikan janji Allah, paling arif di anatar umatku dalam segala permasalahan, orang yang paling adil di dalam pembagian hak dan orang yang paling mulia di sisi Allah S.W.T.” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [76]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Kelebihan engkau di atas umat ini sepertilah kelebihan matahari atas bulan dan sepertilah kelebihan bulan atas bintang-bintang” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [77]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Allah akan memasukkan wali anda ke syurga dan musuh anda ke neraka” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [78]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Manusia dari pokok yang bermacam-macam (berlainan asal usulnya), tetapi aku dan anda adalah dari satu pokok” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [79]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Aku adalah penghulu anak Adam dan anda adalah penghulu Arab dan bukan Arab tanpa kemegahan” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [80]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Allah telah meridainya di dalam dua ayat al-Qur’an selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [81]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Janji anda adalah janjiku dan janji Syi`ah anda di Haud; apabila semua umat merasa takut dan neraca-neraca mula menjalankan tugasnya” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [82]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Wahai Tuhanku sesungguhnya aku mencintainya maka cintailah dia. Wahai Tuhanku sesungguhnya aku ucapkan selamat tinggal kepada Engkau untuknya” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [83]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Andalah yang berhujah dengan orang banyak supaya mereka mengerjakan solat, mengeluarkan zakat, menyuruh perkara yang baik dan melarang perkara yang mungkar, melaksanakan hudud dan membahagikan hak yang sama” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [84]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) memegang tangannya di hari Badr, lalu mengangkatnya sehingga orang ramai melihat keputihan kedua ketiaknya sambil bersabda: ”Sesungguhnya ini adalah sepupuku, wazirkuOleh itu jadikanlah beliau wazir, mintalah nasihatnya dan percayailah beliau kerana beliau adalah wali kalian” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [85]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana ayat ini turun mengenainya: “Mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan” (Surah al-Hasyr 59: 9) selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [86]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Jibrail seorang daripada para tetamunya selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [87]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) telah memberi kepadanya kapur barus dari syurga kemudian dia membahagikannya tiga bahagian, ” Satu bahagian untukku, satu bahagian untuk anak perempuanku dan satu bahagian untuk anda ” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [88]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ” Di mana apabila dia bertemu dengan Rasulullah (s.`a.w.) dia menghormatinya, mendekatinya, mengalu-alukannya dan berseri-seri mukanya“selaindaripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [89]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) telah melepaskannya dengan Surah al-Bara’ah kepada Musyrikin Makkah selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [90]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Aku bermegah dengan anda di hari kiamat apabila para nabi bermegah dengan para wasi mereka” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [91]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Sesungguhnya aku akan memberi rahmat kepada anda dari hasad dengki orang banyak di dada-dada mereka, tetapi mereka tidak menzahirkannya sampai aku tiada. Dan apabila mereka kehilanganku, mereka akan melakukan khilaf” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [92]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: “Apabila Allah melaksanakan amanah anda, Allah akan menyempurnakan dhimmah anda” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [93]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.) bersabda kepadanya: ”Andalah pembagi neraka, andalah yang mengeluarkan daripadanya orang yang telah bersih dan meninggalkan di dalamnya setiap kafir” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [94]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana dia telah membuka benteng Khaibar dan menawan anak perempuan Rahib kemudian dia membawanya kepada Rasulullah (s.`a.w.) selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [95]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Aku menyeru kalian dengan nama Allah adakah di kalangan kalian seorang di mana Rasulullah (s.`a.w.)bersabda kepadanya: “Haud akan dibentangkan kepadaku di kala itu anda dan Syi`ah anda berseri muka-muka mereka. Dan dibentang ke atasku musuh anda dalam keadaan dahaga dan terbelenggu dalam keadaan muka mereka kehitaman” selain daripadaku?
Mereka berlima menjawab :
”Tidak ” [96]
Kemudian Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata :
Apabila kalian telah mengakui kebenarannya, dan telah jelas sabda-sabda Nabi kalian, maka hendaklah kalian bertakwa kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sekarang aku melarang kalian dari kemaraha-Nya dan janganlah kalian mendurhakai-Nya. Kembalikanlah kebenaran itu kepada ahlinya, ikutilah Sunnah Nabi kalian, kerana sesungguhnya sekiranya kalian menyalahinya, maka sesungguhnya kalian telah menyalahi Allah. Oleh karena itu kembalikanlah hak itu kepada ahlinya dan seharusnya memang ia adalah untuknya.

Mereka pun mengelipkan mata di antara mereka dan bersepakat, kemudian mereka berbicara diantara mereka: ”Sesungguhnya kita telah mengetahui kelebihan orang ini (Ali), dan kita telah mengetahui sesungguhnya dia (Ali) adalah orang yang paling berhak dalam urusan kekhalifahan, tetapi (dia) adalah orang yang memiliki prinsip ”seorang tidak boleh dilebihkan kedudukannya diatas yang lainya”. Oleh karena itu itu sekiranya kita menyerahkan urusan kekhalifahan kepadanya (Ali), niscaya kita akan diperlakukan sama dengan orang lain dan hak-hak kita akan disamakan dengan orang lain. Tetapi sekiranya kita memilih Utsman bin Affan dalam urusan kekhalifahan maka Utsman akan menuruti apa saja yang menjadi hajat kita semua “. Oleh karena itu mereka melantik Utsman sebagai Khalifah.

Kitab Rujukan Sunni:
[1] Lihat umpamanya al-Suyuti, Jalal al-Din `Abd al-Rahman b. Abu Bakr, al-Durr al-Manthur fi al-Tafsir bi al-Ma’thur, Beirut,1960 M., II, hlm. 304.
[2] Lihat umpamanya al-Ya`qubi, Ahmad b. `Ali Ya`qub b. Ja`far b. Wahb b. al-Wadih, Tarikh al-Ya`qubi, Beirut 1362 H., II, hlm. 204.
[3] Al-Qunduzi al-Hanafi, Sulayman b. Ibrahim, Yanabi` al-Mawaddah fi Syama`il al-Nabi waFada`il Amir al-Mu’minin `Ali, Iran, 1385 H., hlm. 519.
[4] Al-Tabari, Abu Ja`far Muhammad b. Jarir, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Cairo 1956 M., II, hlm. 84.
[5] Ibn Hajr al-Makki, Syihab al-Din Ahmad b. Muhammad b. Muhammad b. `Ali b. Muhammad, Kitab al-Sawa`iq al-Muhriqah fi al-Radd `Ala Ahl al-Bida` wa al-Zindiqah, Cairo 1971 M., hlm. 85; Muhibb al-Din al-Syafi`i al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, Baghdad 1348 H., hlm. 29.
[6] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 164-165.
[7] Al-Hakim al-Nisaburi, Muhammad b. `Abdullah, al-Mustadrak `ala al-Sahihain fi al-Hadis, Cairo 1969 M., III, hlm. 166; al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Baghdad 1950 M., IV, hlm. 348; Ibn al-Athir, `Izz al-Din Abi Hasan`Ali b. Muhammad b. `Abd al-Qasim al-Jazari, Usd al-Ghabah fi Ma`rifah al-Sahabah, Baghdad 1349 H., IV, hlm. 22; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, Baghdad 1958 M., VI, hlm. 152.
[8] Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, V, hlm. 198; Ahmad b. Hanbal, al-Musnad, Cairo 1352 H., III, hlm. 259; al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, Cairo 1957 M., hlm. 251.
[9] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 91-92.
[10] Al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm. 293; al-Zamakhsyari, Abu al-Qasim Mahmud b. `Umar, al-Kasysyaf `an Haqa`iq Ghawamid al-Tanzil wa `Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta`wil, Cairo t.t., I, hlm. 422; al-Syablanji, Mu`min b. Hasan Mu`min, Nur al-Absar fi Manaqib al-Bayt al-Nabi al-Mukhtar (s.`a.w.), Cairo, 1960 M., hlm. 105; al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, I, hlm. 422; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, Tehran 1404 H., hlm.106.
[11] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 132; `Abd al-Rauf al-Munawi, Kunuz al-Haqa’iq, Baghdad 1368 H,hlm. 98; al-Khawarizmi, al-Manaqib, Cairo 1340 H., hlm. 65.
[12] Ahmad b. Hanbal, al-Musnad, Iv, hlm. 370; al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 150; al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 120; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, II, hlm. 298; al-Alusi, Syihab al-Din Mahmud b. `Abdullah, Ruh al- Ma`ani fi Tafsir al-Qur’an al-`Azim wa al-Sab` al-Masani, Cairo 1958 M., VI, hlm. 172.
[13] Al-Dhahabi, Abu `Abdullah Muhammad b. Ahmad b. `Uthman, Mizan al-I`tidal fi Naqd al-Rijal,Cairo 1348 H., I, hlm. 257; Ibn `Abd al-Barr, Abu `Umar Yusuf b. `Abdullah b. Muhammad, Kitab al-Isti`ab fi Ma’rifah al-Sahabah, Cairo 1365 H., II, hlm. 460.
[14] Lihat umpamanya, Muhibb al-Din al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, hlm. 74; al-Kanji al-Syafi`i,Kifayah al-Talib, hlm. 277.
[15] Ahmad b. Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 175; al-Nasa’i, al-Khasa’is `Ali A.S, Baghdad 1956 M., hlm. 78; al-Turmudhi, Abu `Isa Muhammad b. `Isa b. Sawrah, al-Jami` al-Sahih, Tunis 1958 M., II, hlm. 301; Ibn Majah, al-Sunan, Baghdad 1367 H., I, hlm.30.
[16] Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 238-258.
[17] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 158.
[18] Ibid., hlm. 169.
[19] Al-Dhahabi, Mizan al-I`tidal, I, hlm. 306.
[20] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 43.
[21] Ibid
[22] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 81.
[23] Lihat umpamanya, al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 78.
[24] Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 5.
[25] Al-Muhibb al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, hlm. 78; al-Baihaqi, Abu Bakr Ahmad b. al-Husayn, al-Sunan al-Kubra, Baghdad 1959 M., III, hlm. 276; al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 385; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 277.
[26] Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 130; al-Turmudhi, Sahih, II, hlm. 299; Abu Nu`aim al-Asfahani,Hilyah al-Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, Cairo 1956 M., VI, hlm. 339; Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, IV, hlm. 30.
[27] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 398.
[28] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 100.
[29] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 59.
[30] Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 199; Ibn Hajr, al-Sawa`iq al-Muhriqah, hlm. 73; al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’, Cairo 1963 M., hlm. 144; Ibn Hajr al-Asqalani, Abu al-Fadl Ahmad b. `Ali b. Muhammad b. Muhammad, Tahdhib al-Tahdhib, Hyderabad 1327H., I, hlm. 337.
[31] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 253; al-Turmudhi al-Hanafi, al-Kaukab al-Durriy, Damascus 1958 M. hlm. 133.
[32] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 99.
[33] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 93.
[34] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 98.
[35] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 82.
[36] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 102.
[37] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, V, hlm. 40; Ibn Hajr, Tahdhib al-Tahdhib, VII, hlm. 109; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 272-273.
[38] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 152; Ibn Hajr, al-Sawa`iq al-Muhriqah, hlm. 72; al-Muhibb al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, hlm. 58.
[39] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 103.
[40] Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, I, hlm. 422, al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, I, hlm. 422; al-Alusi,Ruh al-Ma`ani, VI, hlm. 149; al-Qurtubi al-Andalusi, Abu `Abdullah Muhammad b. Ahmad al-Andasari, al-Jami` li Ahkam al-Qur’an, Baghdad 1959 M., VI, hlm. 221; al-Kanji al-Syafi`i,Kifayah al-Talib, hlm. 106.
[41] Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm. 530; al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 331; al-Syablanji,Nur al-Absar, hlm. 102; al-Alusi, Ruh al-Ma`ani, X, hlm. 268; Ibn Hajr al-`Asqalani, al-Isabah fi Ma`rifah al-Sahabah, Baghdad 1345 H., VIII, hlm. 167
[42] Al-Tabari, Tafsir, X, hlm. 59; Fakhr al-Din al-Razi, Abu `Abdullah Muhammad b. `Umar, Mafatih al-Ghaib, Baghdad 1963 M., IV, hlm. 422; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, III, hlm. 218; al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 93.
[43] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 72-73 Al-Tabari, Tafsir, X, hlm. 59; Fakhr al-Din al-Razi, Abu `Abdullah Muhammad b. `Umar, Mafatih al-Ghaib, Baghdad 1963 M., IV, hlm. 422; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, III, hlm. 218; al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 93.Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 72.
[44] Al-Turmudhi, Sahih, II, hlm. 300; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 159; Ibn al-Athir,Usd al-Ghabah, IV, hlm. 27; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 328-329.
[45] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 112.
[46] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 393; al-Muhibb al-Tabari, Riyadh al-Nadhirah, t.t., II, hlm. 103.
[47] -Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 80.
[48] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 423; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, VI, hlm. 93.
[49] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 399; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 319-320.
[50] Lihat umpamanya, al-Kanji al-Syafi`i, Ibid., hlm. 80-83.
[51] Lihat umpamanya, al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 247.
[52] Al-Syablanji, Nur al-Absar, hlm. 58.
[53] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 159.
[54] Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 251; al-Suyuti, al-Durr al-Manthur, V, hlm. 198; Ahmad b. Hanbal, al-Musnad, III, hlm.259.
[55] Al-Turmudhi al-Hanafi, al-Kaukab al-Durriy, Damascus 1958 M., hlm. 143; al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 251.
[56] Al-Qunduzi al-Hanafi, ibid., hlm. 60.
[57] Ibid., hlm. 95.
[58] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 60-61.
[59] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 60.
[60] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 100.
[61] Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 337-338.
[62] Ibn Hajr, al-Sawa`iq al-Muhriqah, hlm. 96; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 227-228.
[63] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 69.
[64] Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 60.
[65] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 253.
[66] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 70.
[67] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 62-63.
[68] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 485-486.
[69] Lihat umpamanya, al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm.114.
[70] Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, I, hlm. 422; al-Syablanji, Nur al-Absar, hlm. 105-106.
[71] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 117.
[72] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 62; al-Muhibb al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, hlm. 56.
[73] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 407; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 96-97.
[74] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 69.
[75] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 80.
[76] Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 130; al-Munawi al-Syafi`i, Kunuz al-Haqa`iq, hlm. 19.
[77] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 121-122.
[78] Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 113.
[79] Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 24; al-Khawarizmi, al-Manaqib hlm. 86.
[80] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 157; al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 124.
[81] Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 232-265.
[82] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 72.
[83] Ibid., hlm. 74.
[84] Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 217-219.
[85] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 25; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 218.
[86] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 82.
[87] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 94-95.
[88] Lihat umpamanya, al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 83.
[89] Ibid.
[90] Ahmad b. Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 156; al-Muhibb al-Tabari, Dhakha’ir al-`Uqba, hlm. 69; al-Hakim , al-Mustadrak, II, hlm. 51; al-Suyuti, Jalal al-Din `Abd al-Rahman b. Abu Bakr,Tarikh al-Khulafa’, Cairo 1963 M., hlm. 66.
[91] Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 75.
[92] Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 408; al-Khatib, Tarikh Baghdad, XII, hlm. 397; al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 273.
[93] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 280.
[94] Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 83-84.
[95] Ibid., hlm. 95-96.
[96] Ibid., hlm. 304.

Terkait Berita: