Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Utsman Bin Affan. Show all posts
Showing posts with label Utsman Bin Affan. Show all posts

Tragedi Pembunuhan: Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar

Sekilas kisah sejarah Muhammad bin Abu Bakar


Ditulis Oleh: Hibba Firdous

Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula-mula ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimin.

Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayatnyayat mayat, mengarak kepalakepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratusratus kilometer. Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka.

Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah Ali.

Abu alHusain Ali bin Muhammad bin Abi Saif alMadani dalam kitabnya alAhdats, berkata:
Mu’awiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya. Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syi’ah Ali di Kufah. Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batangbatang pohon korma. Ia memburu dan mengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.

Di samping itu istri dan putriputri Syi’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun 39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya...

Mu’awiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumah-rumah Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu ‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang ke Mu’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya.

Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau mengakui Ziyad sebagai saudaranya. Karena pernah bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.

Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’awiyah.

Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan sembilan tusukan”. Setelah ditusuk baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati kepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan Mu’awiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Aminah binti al Syarid yang sedang berada di penjara Mu’awiyah. Kepala itu dilemparkan ke pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya kemudian mencium bibirnya berkata:
Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma..

Baca disini selanjutnya ,klo punya nyali ingin mau tau kejahatan junjungan wahabi si Muawiyah grin emotikon
www.alhassanain.com/indonesian/show_book.php…

Sekilas Jawaban https://syiahali.wordpress.com dan http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/ sebagai berikut:

Imam Ali sangat mencintai Muhammad bin Abu Bakar, ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Muhammad bin Abu Bakar: Pembela Sejati Ali

Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.
Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.

Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad bin Abubakar air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.”.

Wallahualam.

TERBONGKARNYA MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN

Imam Malik Riwayatkan Hadits bahwa : Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

Hadit tersebut dimuat di kitab ini:
Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

وحدثني عن مالك عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أنه بلغه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لشهداء أحد هؤلاء اشهد عليهم فقال أبو بكر الصديق ألسنا يا رسول الله بإخوانهم أسلمنا كما أسلموا وجاهدنا كما جاهدوا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بلى ولكن لا أدري ما تحدثون بعدي فبكى أبو بكر ثم بكى ثم قال أإنا لكائنون بعدك
 
Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah SAW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”. (Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987).

Penjelasan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitabnya Al Muwatta.Dari hadis di atas diketahui bahwa:
  • Para Syuhada Uhud lebih utama dari Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW telah memberikan kesaksian kepada Mereka
  • Rasulullah SAW tidak memberikan kesaksian kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW tidak mengetahui apa yang akan mereka perbuat sepeninggal Beliau SAW.

CATATAN RINGKAS ULAMA AHLU SUNAH YANG RIWAYATKAN ANCAMAN SAHABAT YANG AKAN MEMBAKARAN RUMAH FATIMAH AZ ZAHRA

Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi SyaibahAnsab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad:
 
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).

Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.


Ibnu Abi Syaibah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab seperti Musnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata ”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.


Muhammad bin Bisyr
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
  • Yahya bin Main telah mentsiqahkannya
  • Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”
  • Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”
  • An Nasai berkata “Ia tsiqah”.


Ubaidillah bin Umar
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”
  • Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”
  • Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”
  • An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”
  • Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
  • Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
  • Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.


Zaid bin Aslam 
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadzjilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
  • Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”
  • Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah(teladan)
  • Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah
  • Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah.Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
  • Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”
  • Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”
  • Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”
  • An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.

TERBONGKARNYA  MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN, Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma Sholi ala Muhammad wa aali Muhammad
Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa  pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi syiahnews.wordpress.com memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.
 
Sumber Dokumen Surat antara Muawiyah dan Muhamad b Abu Bakr
Terselip bukti dalam  tebalnya kitab-kitab sejarah tentang fenomena nasib kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib yang seharusnya dapat berjalan begitu Rasulullah saww  tetapi kemudian berpindah tangan. Banyak orang berdalih bahwa kekhalifahan yang ada lahir dari kewajaran secara alami, tanpa proses fait a coumpli …. benarkah ?
 
sejahrawan  besar ahlu sunnah Baladzuri dalam kitabnya Ansab al Asyraf jilid II hal  393-397, Nasr bin Muhazin dalam karyanya Waq’at ash Shiffin hal 118-121; Ibnu Abil al Hadid, Syarh  Nahjul Balaghah jilid III hal 188, Mas’udi pada karyanya Murudz Dzahab jil III hal 465, Abdul Malik  bin Husain al Islami pada kitabnya Samth an Nujum al ‘awaliJilid II hal 465  mendokumentasikan surat menyurat antara Muawiyah dan Muhammad b abu bakar yang kemudian membongkar misteri bagaimana kekhalifahan itu berpindah tangan, dan berikut adalah isi surat tersebut :
 
Isi Surat Muhammad bin Abu Bakr Kepada Muawiyyah b Abu Sofyan
 
Dari Muhammad Bin Abu Bakar,
kepada si tersesat Muawiyyah bin Shakhr
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah !
Amma ba’du, sesungguhnya Allah swt, dengan keagungan dan kekuasaan-Nya, menciptakan makhluk-Nya tanpa main-main. Tiada celah kelemahan dalam kekuasaan_Nya. Tiada berhajat Dia terhadap hamba-Nya. Ia menciptakan mereka untuk mengabdi kepada-Nya. Dia menjadikan orang yang terseesat atau orang yang lurus, orang yang malanbg dan orang yang beruntung.
 
Kemudian, dari antara mereka, Dia Yang Maha Tahu memilih dan mengkhususkan Muhammad SAW dengan pengetahuan-Nya. Dia jugalah yang memilih Muhammad saw berdsarkan ilmu-Nya sendiri untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengemban wahyu-Nya. Dia mengutusnya sebagai rasul dan npembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
 
Dan orang pertama yang menjawab dan mewakilinya, mentaatinya, mengimaninya, membenarkanya, menyerahkan diri kepada Allah dan menerima Islam sebagai agamanya, adalah saudarantya dan misanya Ali bin Abi Thalib, yang membenarkan yang ghaib. Ali mengutamakannya dari semua kesayanganya, menjaganya pada setiap ketakutan, membantunya dengan dirinya sendiri pada saat-saat mengerikan, memerangi perangnya, berdamai dengan perdamaianya, melindungi Rasulullah dengan jiwa raganya siang maupun malam, menemaninya pada saat-saat yang  menggetarkan, kelaparan serta dihinakan. Jelas tiada yang setara dengannya  dalam berjihad. Tiada yang dapat menandinginya di antara para pengikut dan tiada yang mendekatinya dalam amal perbuatanya.
Dan saya heran melihat engkau hendak menandinginya ! engkau adalah engkau ! sejak awal Ali unggul dalam setiap kebajikan, paling tulus dalam niat, keturunannya paling bagus, istrinya adalah wanita utama. Dan pamanya (ja’far) syahid di perang Mu’tah Dan seorang pamanya lagi (Hamzah) adalah penghulu para syuhada perang uhud. Ayahnya adalah penyokong Rasulullah saw dan istrinya.
Dan engkau adalah orang yang terlaknat, anak orang terkutuk. Tiada hentinya engkau dan ayahmu menghalangi jalan Rasululah saw. Kamu berdua berjihad untuk memadamkan nur Ilahi, dan kamu berdua melakukannya dengan menghasud  dan menghimpun manusia, menggunakan kekayaan dan mempertengkarkan berbagai suku. Dalam keadaan demikian ayahmu mati. Dan engkau melanjutkan perbuatanya seperti itu pula.
 
Dan saksi-saksi perbuatan engkau adalah orang-orang yang meminta-minta perlindungan engkau, yaitu dari kelompok musuh Rasulullah yang memberontak, kelompok pemimpin-pemimimpinm yang munafiq dan pemecah belah dalam melawan Rasulullah saw.
 
Sebaliknya sebagai saksi bagi Ali dengan keutamaanya yang terang dan keterdahuluanya (dalam islam) adalah penolong-penolongnya yang keutamaan mereka telah disebutkan di dalam Al Qur’an, yaitu kaum muhajirin dan anshar. Dan mereka itu mertupakan pasukan yang berada di sekitarnya dengan pedang-pedang mereka dan siap menumpahkan darah untuknya. Mereka melihat keutamaan pada dirinya yang patut di taati dan malapetaka bila mengingkari .
 
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris dan pelaksana wasiat rasulullah saw, ayah anak-anak Rasulullah saw, pengikut pertama, dan yang terakhir menyaksikan Rasulullah saw, teman berbincang, penyimpan rahasia  dan serikat Rasulullah saw dalam urusanya. Rasulullah saw memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedangkan engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.
 
Tiada peduali keuntungan apa pun yang engkau peroleh dari kefasikanmu di dunia ini dan bahkan Ibnu al ash menghanyutkan engkau dalam kesesatanmu, akan tampak bahwa waktumu berakhir sudah dan kelicikanmu tidak akan ampuh lagi. Maka akan menjadi jelas bagimu siapa yang akan memiliki masa denpan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang tidak engkau pikirkan.
 
Kepada-Nya engkau berbuat Licik, Allah menunggu untuk menghadangmu, tetapi kesombongfanmu membuat engkau jauh dari Dia.
Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk.
 
Balasan Muawiyyah b Abu Sofyan kepada Muhammad b Abu Bakar
dari Muawiyyah bin Abu Sufyan,
Kepada  Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah
Telah sampai kepadaku suratmu, yang menyebut Allah Yang Maha Kusa dan Nabi Pilihan-Nya, dengan kata-kata yang engkau rangkaukan. Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu. Engkau menyebut hak Ibnu Abi Thalib dan keterdahuluan serta kekerabatannya dengan Nabi Allah saw dan bantuan serta pertolongannya kepada Nabi pada setiap keadaan genting.
 
Engkau juga berhujjah dengan keutamaan orang lain dan bukan keutamaanmu. Aneh, engkau malah mengalihkan keutamaanmu kepada Orang lain.
 
Dijaman Nabi saw, kami dan ayahmu telah melihat dan tidak memungkiri hak Ibnu Abi Thalib. Keutamaanya jauh di atas kami. Dan Allah SWT memilih dan  mengutamakan Nabi sesuai janji-Nya. Dan melalui Nabi Dia menampakkan dakwah-Nya dan menjelaskan hujjah-Nya. Kemudian mengambil Nabi saw ke sisi-Nya.
 
Ayahmu dan faruqnya (umar) adalah orang-orang pertama yang merampas hak ibnu Abi Thalib. Hal ini diketahui umum.
 
Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar, tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar. Hasrat mereka bertambah besar. Akhirnya Ali membaiat Abu Bakar dan berdamai dengan mereka berdua.
 
Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka. Tidak juga mereka menyampaikan kepadanya rahasia mereka, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka. 
 
Kemudian bangkitlah orang ketiga, yaitu usman yang menuruti tuntunan mereka. Engkau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakan yang dilakukan Usman agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi mengembangkan maksud-maksdu buruk terhadapnya dan engkau bangkit melawanya. Engkau menunjukkan permusuhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan-keinginanmu sendiri.
 
Hai putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang engkau lakukan, Jangan engkau menempatkan dirimu melebihi apa yang dapat engkau urusi., engkau tidak dapat menemukan seseorang yang mempunyai kesabaran yang lebih besar dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada suatu peristiwa. Tak ada yang dapat menyamainya. 
 
Ayahmu bekerja sama dengan dia mengukuhkan kekuasaanya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, maka ketajhuilah ayahmu yang mengambil alih kekuasaan ini, dan kami menjadi sekutunya. Apbila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. 
 
Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan Ali seperti ini dihadapan kami, dan kami pun mengikutinya, maka cacat apapun yang akan kamu dapatkan, maka arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri atau berhentilahg turut campur.
Salam bagi orang yang kembali.

Mungkinkah AL QURAN menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??


Kaum sunni menyatakan : “keadilan semua sahabat Nabi SAW sudah diabadikan oleh Al Quran, baca surat ini surat itu….”

Salafi Wahabi menyatakan : “Al Quran menjamin keadilan semua sahabat Nabi SAW”
Qs.Ali Imran Ayat 110 bukan memuji semua sahabat Nabi SAW, “umat terbaik”  yang dimaksudkan disana adalah Ahlulbait Nabi SAW.

Imam Syafi’i  dianggap tidak tsiqah menurut Yahya bin Mu’in alias ibnu Mu’in ulama ahli jarh wa at ta’dil mazhab sunni. Karena Imam Syafi’i tidak menerima pengakuan riwayat hadis dari empat orang sahabat Nabi SAW yaitu Mu’awiyah, Amru bin Ash, Mughirah dan Ziyad.

***
Siapakah Amr bin Ash ??
Amru bin Ash bin Wa’il bin Hisyam (583-664) (Arab:عمرو بن العاص) atau lebih dikenal dengan nama Amru bin Ash adalah Sahabat NabiMuhammad.

Pada awalnya Beliau pernah mengambil bagian dalam peperangan menetang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim. Ia masuk Islambersama Khalid bin Walid. Enam bulan setelah masuk Islam, beliau bersama Rasulullah SAW menaklukan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi perang.

Beliau adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan Mesir dari cengkraman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gubernurMesir oleh Umar bin Khattab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya Muawiyah bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gubernur Mesir. Panglima Amru mengerahkan tentara yang al-Quran menjujung diujung tombak, ia menggunakan cara ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi Thalib menghentikan serangan.

Amr bin Ash merupakan penipu ulung sekutu Mu’awiyah. Bersama Mu’awiyah dalam Perang Shiffin menyebabkan 90-120 ribu orang dari kaum muslimin terbunuh.Amru bin Ash lah yang mempraktekkan penipuan dengan meletakkan Al Quran diatas tombak untuk mencegah kekalahan Mu’awiyah. Dalam urusan tahkim, Amr bin Ash menipu Abu Musa Al Asy’ari dan menjadi penyebab munculnya kelompok Khawarij

***

Siapakah Ziyad ??
Ziyad termasuk rekan rekan kriminal Mu’awiyah. Menurut sejarah, Abu Maryam penjual minuman keras membawakan minuman khamar untuk ABU SUFYAN. Ayah Mu’awiyah ini meminta seorang pelacur, maka ABU MARYAM  memberinya, kemudian benih Ziyad berasal dari Abu Sufyan. Dimasa Mu’awiyah, Abu Maryam juga datang kepadanya dan memberi saksi bahwa  “Ziyad lahir dari benih ayahmu di malam itu dan dia adalah saudaramu”
Mu’awiyah mengaku bahwa “Ziyad adalah anak ayahku dan saudaraku”

***

Siapakah Mughirah bin Syu’bah ??
Pengawal kriminal Mu’awiyah ini adalah orang yang telah menyakiti Fatimah Az Zahra dengan sarung pedang dalam penyerangan kerumah beliau. Mughirah yang menodrong Mu’awiyah supaya mengangkat Yazid sebagai khalifah.

Menurut sejarah, Mughirah mengaku bahwa setelah masuk Islam berbuat zina dengan 300 wanita. Populer dalam sejarah tentang kasus perzinaan nya dengan Ummu Jamil di BASRAH dan laporannya sampai kepada UMAR.

Al Mughirah bin Syu’bah  
Al Mughirah bin Syu’bahDia putra Abu Amir Al Amir Abu Isa.Dia salah seorang pembesar sahabat yang dikenal pemberani dan ahli strategi.Dia juga salah satu orang yang ikut dalam Ba’iah Ar-Ridhwan. 
 Selain itu, Al Mughirah bin Syu’bah adalah pria berpostur tinggi dan berwibawa. Dia kehilangan salah satu matanya saat perang Yarmuk. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi saat perang Qadisiyah.

Dia juga orang yang cerdik, hingga dijuluki dengan Mughirah Ar-Ra’yi (Mughirah yang cerdik).
Diriwayatkan dari Az-Zuhri, dia berkata, “Ada lima orang yang lihai dalam memfitnah. Dari golongan Quraisy adalah Umar dan Mu’awiyah, dari golongan Anshar adalah Qais bin Sa’ad, dari golongan Tsaqif adalah Al Mughirah, dan dari golongan Muhajirin adalah Abdullah bin Budail bin Waraqa’ Al Khuza’i. Yang menjadi pengikut Ali adalah Qais bin Sa’ad dan Ibnu Budail, sedangkan Al Mughirah bin Syu’bah diturunkan.”

Diriwayatkan dari Zaid bin Adam, bahwa Umar telah mengganti gelar Al Mughirah bin Syu’bah dengan panggilan Abu Abdullah. Dia berkata, ‘Apakah Isa mempunyai ayah?’.’
Al Mughirah bin Syu’bah berkata, “Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, golongan Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud kepada Nabi SAW. Delegasi itu berbicara dengan beliau sambil memegangi jenggotnya, sedangkan aku berdiri di hadapan Nabi SAW sambil bersandar pada sebuah besi. Aku lalu berkata kepada Urwah, ‘Hentikan tanganmu mempermainkan jenggot sebelum (pedangku) ini sampai kepadamu’. Urwah menjawab, ‘Siapa ini wahai Muhammad? Betapa bengis dan menakutkan wajahnya’. Nabi SAW menjawab, ‘Keponakanmu’. Urwah berkata, ‘Wahai pengkhianat, demi Allah, baru kemarin aku mencuci bekas-bekas kejahatanmu’.’

Yang dimaksud Urwah dengan perkataannya ini adalah bahwa Al Mughirah bin Syu’bah sebelum masuk Islam telah membunuh 13 orang bani Malik dari Tsaqif. Oleh karena itu, orang-orang Tsaqif ingin membalas dendam kepadanya, yaitu bani Malik, keluarga korban yang terbunuh dan kelompok Ahlaf adalah kelompoknya Al Mughirah. Urwah menuntut denda atas jatuhnya korban 13 orang. Setelah itu perkaranya beres.

Diriwayatkan dari A1 Mughirah, dia berkata, “Aku adalah orang terakhir yang menyaksikan pemakaman Rasulullah SAW. Ketika Ali keluar dari makam Nabi, aku melempar cincinku ke dalam liang lahad beliau dan berkata, ‘Wahai Abu Hasan, cincinku!’ Ali berkata, ‘Turun dan ambil sendiri cincinmu’. Aku kemudian turun lalu mengusapkan tanganku pada kain kafan beliau, lantas keluar.’

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar mengangkat Al Mughirah bin Syu’bah menjadi Gubemur Bahrain. Dikarenakan rakyat Bahrain sangat membencinya, maka Khalifah Umar mencopotnya dari jabatan tersebut. Rakyat Bahrain khawatir Umar mengutusnya kembali ke Bahrain, maka kepala distrik mereka berkata kepada rakyat Bahrain, ‘Jika kalian menuruti perintah kami maka Umar tidak akan mengutus Al Mughirah kembali kepada kita’. Rakyat Bahrain berkata, ‘Perintahlah kami!’ Kepala distrik berkata, ‘Kumpulkanlah uang seratus ribu hingga aku pergi kepada Umar dan aku akan mengatakan bahwa Al Mughirah telah berkhianat dengan ini dan dia memberikannya kepadaku’.

Akhirnya penduduk Bahrain mengumpulkan seratus ribu kepada pemimpin distrik itu dan dia pergi menemui Umar serta mengatakan seperti itu. Umar kemudian memanggil Al Mughirah untuk menginterogasi dirinya. Namun Al Mughirah menjawab, ‘Bohong. Semoga Allah meluruskanmu, tetapi yang benar adalah dua ratus ribu’. Umar berkata, ‘Mengapa kamu berbuat curang seperti itu?’ Dia menjawab, ‘Keluarga dan kebutuhan’. Umar berkata kepada orang kafir itu, ‘Apa pendapatmu?’ Dia menjawab, ‘Tidak. Demi Allah, aku akan berkata jujur kepadamu, bahwa dia tidak memberi apa-apa kepadaku baik sedikit maupun banyak’. Umar berkata pada Al Mughirah, ‘Mengapa kamu berbuat seperti itu?’ Al Mughirah menjawab, ‘Orang jelek ini ingin memfitnahku, maka aku ingin mempermalukannya’.”

Diriwayatkan dari Simak bin Salamah, dia berkata, “Orang yang pertama kali menerima ucapan selamat atas kepemimpinannya adalah Al Mughirah bin Syu’bah.”

Maksudnya, perkataan muadzin ketika imam (pemimpin) keluar untuk melaksanakan shalat diucapkan kepadanya, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tetap dilimpahkan kepadamu wahai pemimpin.’

Diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, ia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada yang lain, ‘Allah marah kepadamu sebagaimana Amirul Mukminin marah kepada Al Mughirah, ia diturunkan dari jabatan gubernur Bashrah dan dipindahkan ke Kufah’.”
Al-Laits berkata, “Penyerbuan kota Adzarbaijan terjadi pada tahun 22 Hijriyah, dibawah pemimpin Al Mughirah bin Syu’bah. Ada yang mengatakan bahwa Al Mughirah membuka kota Hamazan melalui agresi militer.”
AI-Laits berkata, “Ketika Al Mughirah dicopot dari jabatannya saat Mu’awiyah menjadi khalifah, dia sempat menulis surat kepadanya.”

Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Umar, dia berkata, ‘Al Mughirah pernah menulis surat kepada Mu’awiyah, lalu mengingatkan bahwa usianya semakin pendek, keluarganya terancam, dan orang Quraisy akan memberontak kepadanya. Surat Al Mughirah itu kemudian dibacakan kepada Mu’awiyah dan pada saat itu Ziyad berada di hadapannya. Ziyad lalu berkata ‘Wahai Amirul Mukminin, biar aku yang menjawab surat Al Mughirah’. Mu’awiyah lalu melempar surat itu kepadanya, lalu Ziyad menulis, ‘Mengenai usia yang semakin pendek, tidak akan menimpa selainmu. Mengenai keluargamu yang terancam binasa, seandainya Amirul Mukminin bisa menjaga setiap orang, tentu dia akan menjaga keluargamu. Tentang pemberontakan Quraisy, sangat tidak mungkin terjadi sementara mereka sendiri yang mengangkat dirimu sebagai pemimpin mereka’.”

Diriwayatkan dari As-Sya’bi, dia berkata: Aku mendengar Qabishah bin Jabir berkata, “Aku pernah menemani Al Mughirah bin Syu’bah. Jikalau Madinah mempunyai delapan pintu, kemudian setiap pintu itu harus dilewati dengan tipu muslihat, maka dia akan melewati semua pintu tersebut.”

Diriwayatkan dari Abu As-Safar, dia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada Al Mughirah, ‘Kamu telah bersikap pilih kasih’. Al Mughirah menjawab, ‘Pengetahuan saja bermanfaat bagi unta untuk memakan rumput di tempat penggembalaannya, dan anjing liar, apalagi bagi orang Islam’.”

Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia berkata, “Aku telah menikahi tujuh puluh perempuan, atau mungkin lebih.”

Ibnu Al Mubarak berkata, “Al Mughirah mempunyai empat orang istri. Lalu dia menyuruh mereka untuk menghadapnya, lantas berkata, ‘Kalian perempuan yang berbudi pekerti baik dan berleher panjang tetapi aku lelaki yang mudah rnenceraikan istri sehingga kalian aku cerai’.”

Ibnu Wahab berkata, “Malik menceritakan kepada kami bahwa Al Mughirah mudah sekali menikah dengan wanita, dan dia berkata, ‘Orang yang hanya menikah dengan satu wanita, jika istrinya sakit, maka dia ikut sakit, jika istrinya haid maka dia juga ikut haid. Sedangkan suami yang punya dua isteri, berada di antara dua api yang menyala’. Oleh karena itu, dia langsung menikah dengan empat orang wanita dan menceraikannya secara bersama-sama.’

Diriwayatkan dari Ziyad bin Ilaqah, ia berkata, “Aku mendengar Jabir berkata ketika Al Mughirah bin Syu’bah meninggal, ‘Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta selalu mendengar dan taat sampai datang kepadamu seorang pemimpin. Mintakan ampunan untuk Al Mughirah, niscaya Allah mengampuninya, karena dia senang memberi maaf’.”
Al Mughirah, Gubernur Kufah, meninggal tahun 50 Hijriyah dalam usia 70 tahun.
Sumber : Kitab Siyar A’lam An-Nubala’ – Imam Adz-Dzahabi
Diringkas: Dr. Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa.


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad 7)
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi dan kerusakan yang besar. (QS Al Anfaal 73)
***

Para ulama mu’tazilah dan Imam Hanafi menolak periwayatan Abu Hurairah. Mereka menyatakan bahwa setiap hukum yang berasal dari sumber periwayatan yang melewati jalan Abu Hurairah seluruhnya batil dan tidak diterima kebenarannya.

Imam Hanafi berkata : “seluruh sahabat Nabi SAW menurutku dipercaya dan seluruhnya adil  hingga seluruh hadis hadisnya shahih dan diterima, kecuali hadis hadis yang berasal dari periwayatan Abu Hurairah, Anas bin Malik, Samurah bin Jundub, mereka tidak aku terima dan tertolak”

***

Siapakah Samurah bin Jundub ??
Samurah bin Jundub  adalah orang yang membunuh 8.000 penduduk BASRAH. Samurah ditanya, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah, membunuh mereka semua ini ?”
Samurah menjawab : “Aku tidak takut jika membunuh sejumlah itu lagi”
Dr. Ahmad Amin pernah menyatakan dalam bukunya “Dhuha Al Islam (Fajar Islam”bahwa orang orang Bani Umayyah benar benar telah memalsukan hadis hadis demi mendukung kekuasaan mereka dari berbagai aspek politik. Mu’awiyah pernah memberikan uang 500 ribu dirham kepada SAMURAH Bin JUNDUB salah seorang dari sahabat NABi SAW untuk membuat buat hadis
Samurah bin Jundub RA masih belum dewasa ketika terjadi perang Uhud. Ia bersama beberapa anak lainnya  yang mempunyai semangat juang tinggi untuk membela panji keislaman, dikeluarkan dari barisan pasukan perang  Uhud oleh Nabi SAW karena belum cukup umur. Tetapi salah seorang di antaranya, Rafi bin Khadij, karena permintaan ayahnya dibolehkan oleh Nabi SAW ikut karena ia mempunyai keahlian memanah, dan menunjukkan kemampuannya di hadapan beliau.
 
Melihat dibolehkannya Rafi ikut bertempur, Samurah berkata kepada ayah tirinya, Murrah bin Sinan RA, “Wahai ayah, Rafi dibolehkan ikut berperang sementara saya tidak. Padahal saya lebih kuat daripada Rafi. Kalau diadu tanding, pasti saya dapat mengalahkan Rafi..”

Melihat semangat yang begitu menggebu dari anaknya ini, Murrah menyampaikan hal ini pada Nabi SAW, beliaupun mengadakan adu kekuatan antara Rafi dan Samurah, dan ternyata Samurah memenangkannya, sehingga iapun dbolehkan ikut serta dalam pertempuran di Uhud itu. Ketika itu Samurah berusia 15 tahun.

Samurah bin Jundub
Keadilan seluruh sahabat adalah doktrin andalan IslamSunni khususnya Salafy/Wahhabi… ( والصحابة رضي الله عنهم كلهم عدول باتفاق اهل السنة والجماعة )  Doktrin ini benar-benar menjadi garis merah… Siapapun yang berani mendekati apalagi menerobosnya berarti harus siap menjadi sasaran meriam vonis sesat bahkan bisa jadi dikafirkan.

Konsep keadilan Sahabat begitu dibanggakan dalam membangun doktrin agama… mereka adalah panutan dan bak bintang gemintang dengan siapa dari para sahabat umat Islam perpegangan past ia mendapat petunjuk Allah ke shirâth mustaqîm.

Banyak potret cemerlang para sahabat panutan Ahlusunnah yang mungkin pantas disimak dan diperhatikan untuk “ditiru dan diteladani”. Di bawah ini saya sajikan satu dari sekian banyak potret cemerlang membanggakan sahabat panutan Ahlusunnah.

Samurah bin Jundub Sahabat Panutan Ahlusunnah (khususnya Salafy/Wahhabi)

Untuk mengenal keshalehan dan ketaqwaan Samurah bin Jundub, mari kita simak laporan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (kitab tershahih setelah Al Qur’an suci wahyu ilahi dan Shahih Bukhari). Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbâs ra., ia berkata,
Telah sampai kepada Umar bahwa Samurah menjul khamr (miras), lalu ia berkata, ‘Semoga Allah membinasakan Samurah, tidakkah ia mengetahui bahwa Rasulullah saw. bersabda ‘Semoga Allah melaknat bangsa Yahudi, telah diharamkan atas mereka gajih lalu mereka membekukannya kemudian menjualnya.’” [1]
Jelas sekali di sini bahwa sahabat panutan yang satu ini telah berdagang khamr sementara ia megetahui Rasulullah saw. telah mengharamkannya. Kerena itu, Khalifah Umar begitu keras mengecamnya.

Tidak cukup sampai di sini “keshalehan” dan “ketaqwaan” sahabat panutan yang wahid ini; Samurah ia juga terbukti banyak melakukan kejahatan yang mengerikan dan sangat bertentangan dengan agama dan kemanusiaan, seperti membunuh jiwa-jiwa terhormat yang diharamkan untuk dibunuh!

Perhatikan data di bawah ini (yang sengaja disembunyikan banyak kalangan demi kehormatan para sahabat panutan). Imam ath Thabari melaporkan dalam Târîkh-nya,4/176  tentang peristiwa-peristiwa tahun 50 H. dengan sanad bersambung kepada Muhammad bin Sulaim, ia berkata,
Aku bertanya kepada Anas bin Sîrîn, ‘Apakah Samurah pernah membunuh seseorang?’ Ia menjawab, ‘Apakah dapat dihitung orang telah dibantai Samurah bin Jundub? Ia ditunjuk menggantikan Ziyâd memimpin kota Bashrah lalu Ziyâd pergi ke Kufah, sepulangnya dari Kufah, Samurah telah membunuh delapan ribu orang Muslim. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Apakah engkau tidak takut telah membunuh seseorang yang tidak layak engkau bunuh? Ia menjawab, ‘Andai aku bunuh lagi sejumlah yang telah aku bunuh aku tidak takut apapun!’”.
Ath Thabari juga melaporkan dari Abu al Aswad al Adwi, ia berkata,
“Samurah telah membunuh pada suatu pagi 47 (empat puluh tujuh) orang yang telah menghafal Al Qur’an.”.
Ustad Husain Ardilla berkata:
Inilah sekilas potret cemerlang sang sahabat panutan yang dibanggakan Ahlusunnah sebagai hasil didikan langsung Rasulullah saw. yang wajib atas setiap Muslim menghormati dan memohonkan keridhaan Allah atasnya!
Selamat meneladani sabahat agung panutan kebanggan Ahlusunnnah! Dan selamat pula atas kalian yang membanggakan keadilan sahabat bertaqwa dan shaleh seperti Samurah! Dan jangan lupa kalian memohon kepada Allah agar dikumpulkan kelak bersamanya di akhirat ketika Samurah disambut para bidadari dan arak menuju surga ‘Adan bersama para nabi, shiddiqin dan kaum shalihin!
    

Referensi:
[1] Shahih Muslim,5/41 bab Tahrîm al Khamr wa al Maitah (Diharamkannya miras dan bangkai).
 ***
Siapakah Mu’awiyah bin Abu Sofyan ??
Muhammad Abduh menyebutkan tindakan yang dibuat oleh Mu’awiyah berupa meminta sekelompok SAHABAT dan tabi’in untuk mengarang ngarang hadis. Hal itu membuat Mu’awiyah senang, salah satu pelakunya adalah ABU HURAiRAH.

Mungkinkah  AL QURAN  menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??

Mughirah cukup dekat dengan Mu’awiyah hingga Mu’awiyah membuka rahasia rahasia nya kepada Mughirah. Suatu malam dia melontarkan kata kata keji tentang MU’AWiYAH. Mereka bertanya, mengapa kamu demikian ? dia menjawab : “Mu’awiyah telah berkata,’kami ingin mengubur nama Muhammad’.”

Mughirah bin Syu’bah berpesan kepada Mu’awiyah : “Angkatlah Yazid sebagai khalifah (menggantikan) mu !”

Mu’awiyah berpikir. Tetapi di satu sisi dia melihat surat perdamaian yang telah disepakati dengan  Hasan AS. Salah satu butirnya bahwa Mu’awiyah tidak berhak sesudah dirinya menentukan seseorang sebagai penggantinya.

Disisi lain khawatir Hasan AS bangkit melawannya, dia berencana membunuh Hasan bin Ali AS. Mu’awiyah mengirim suatu racun kepada Gubernur Madinah Marwan bin Hakam. Lalu Marwan mengirim nya kepada JA’DAH isteri imam HASAN. Malam harinya Ja’dah menuang racun ini kedalam kendi air minum imam HASAN

***

Perilaku biadab sahabat Nabi SAW : Mu’awiyah mengirim pasukan di pimpin Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, lalu memasukkan tubuh MUHAMMAD bin ABUBAKAR ke dalam perut keledai dan membakarnya dengan kejam hingga tewas

Muhammad Ibnu Abu Bakar
Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam
.
Muhammad bin Abu Bakar (631–658) adalah anak dari Khalifah Islam pertama, Abu Bakar dan Asma binti Umais. Ketika Abu Bakar meninggal, Asma binti Umais menikah lagi dengan Ali bin Abu Thalib, sepupu Nabi MuhammadMuhammad bin Abu Bakar baru berusia tiga tahun waktu itu terjadi; ia menjadi anak angkat Ali dan salah satu pendukung utamanya.
Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.

Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.
Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”.

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.” Wallahualam.

Shi’a Muslim view


Muhammad ibn Abi Bakr “Kabra Mubarak”.

The Shi’a praise Muhammad ibn Abi Bakr for his devotion to `Ali and his resistance to a caliph the Shi’a believe to be a tyrant. Though his father Abu Bakr and his sister Aisha were considered enemies of `Ali by Shi’a, Ibn Abi Bakr was faithful to his stepfather.

According to a Shi’a Muslim author:
`Ali loved Muhammad Ibn Abi Bakr as his own son and his death was felt as another terrible shock. `Ali prayed for him, and invoked God’s blessings and mercy upon his soul. [^ Restatement of History of Islam : Death of Malik].

Muhammad Bin Abubakar mengakui bahwa Imam Ali adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw

surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari,
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.
————————————————————–
Surat Muhammad  bin  Abu  Bakar  kepada  Mu’awiyah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Muhammad bin Abu Bakar.
Kepada si tersesat Mu’awiyah bin Shakhr.
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah!
Amma ba’du,
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw, ayah anak anak (Rasul), pengikut pertama dan yang terakhir menyaksikan Rasul, teman berbincang, penyimpan rahasia dan serikat Rasul dalam urusannya. Dan Rasul memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedang engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.

Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk yang benar’.

—————————————————————
Jawaban  Mu’awiyah  kepada  Muhammad  bin  Abu  Bakar:
Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Kepada Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah.

Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu

Ayahmu dan Faruqnya (Umar) adalah orang orang pertama yang merampas haknya (ibtazza). Hal ini diketahui umum.

Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar

Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka…, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka.

Ayahmu bekerja sama dengan dia ( Umar )  dan mengukuhkan kekuasaannya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, (maka ketahuilah) ayahmulah yang mengambil alih kekuasaan ini dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan dia seperti ini di hadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun yang akan kau dapatkan, arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri, atau berhentilah dari turut campur.

Salam bagi dia yang kembali.’

=============================================================
surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari, 
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.

Aisyah keluar rumah tanpa izin suaminya


Sibth bin Jauzai, salah seorang ulama besar Ahlu Sunah. Ia menulis banyak kitab terkenal. Ia selalu sibuk di masjid-masjid baghdad berceramah menyampaikan wejangan-wejangannya untuk memberi petunjuk kepada masyarakat sekitarnya. Ia wafat pada tahun 597 di Baghdad.[1]

Salah satu kriteria khas Imam Ali bin Abi Thalib as adalah, ia sering berkata kepada semua orang: “Tanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku.”
Ucapan itu adalah ucapan khas Imam Ali as dan Imam-Imam setelahnya. Siapapun selain mereka yang berkata seperti itu pasti ujungnya malu sendiri.

Ada sebuah dialog antara Sibth bin Jauzi dengan seorang perempuan pemberani. Pada suatu hari, Sibth bin Jauzi mengaku sangat pintar dan berkata “Wahai orang-orang, tanyalah apapun kepadaku sebelum kalian kehilangan aku.” Padahal saat itu banyak sekali hadirin yang duduk di sekitar mimbarnya.

Lalu seorang perempuan dari bawah mimbar berkata, “Beritahu aku, apakah hadits ini benar atau tidak; hadits yang mengatakan bahwa sekelompok Muslimin telah membunuh Utsman bin Affan lalu jenazahnya dibiarkan begitu saja sampai tiga hari dan tak satupun ada yang bersedia mengangkatnya untuk dikubur?”
Sibth bin Jauzi menjawab, “Ya, memang benar.”

Perempuan: “Apakah hadits ini juga benar; ada hadits yang mengatakan bahwa ketika Salman Al Farisi berada di Madain dan meninggal di sana, Imam Ali as dari Kufah datang ke Madain lalu menshalati jenazah Salman, mengkafani dan menguburkn jenazahnya karena ia tidak mau jenazah Salman tergeletak begitu saja?”
Sibth bin Jauzi: “Ya, benar hadits itu.”
Perempuan: “Lalu mengapa Ali bin Abi Thalib yang saat itu juga berada di Madinah tidak mau datang mengurusi jenazah Utsman bin Affan untuk dimandikan, dikafani dan dikuburkan? Padahal keduanya sahabat nabi? Kalau begitu pasti salah satu di antara mereka ada yang salah: Kalau bukan Ali yang salah karena tidak mau menguburkan orang yang beriman, berarti Utsman bukanlah orang yang beriman sehingga Ali tidak bersedia mengurus jenazahnya?[2]

Sibth bin Jauzi diam sejenak. Karena jika ia menyebut salah satu dari keduanya salah, berarti ia telah menentang keyakinannya bahwa keduanya adalah kahlifah yang benar. Oleh karena itu ia berkata:
“Wahai perempuan, jika engkau datang ke sini tanpa izin suamimu lalu engkau banyak berbicara dengan orang yang bukan muhrim seperti aku, maka semoga Tuhan melaknatmu. Namun jika engkau datang dengan izin suamimu, maka semoga Allah melaknat suamimu.”

Perempuan itu heran dan berkata: “Apakah Aisyah pergi ke luar rumah untuk berperang melawan Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal telah minta izin terlebih dahulu kepada nabi atau tidak?”
Sibth bin Jauzi juga tidak bisa menjawab pertanyaannya. Karena jika ia menjawab bahwa Aisyah tidak meminta izin untuk keluar rumah, berarti ia telah menyalahkan Aisyah. Namun jika ia menjawab bahwa nabi mengizinkannya ke luar rumah, berarti ia telah menyalahkan Ali bin Abi Thalib.
Ia tidak berkata apa-apa. Lalu tak lama kemudian turun dari mimbarnya dan pulang ke rumah.[3]


Referensi:
[1] Safinatul Bihar, jilid 1, halaman 193.
[2] Namun akhirnya tiga hari kemudian ada sebagian orang yang secara diam-diam menggotong jenazahnya dan dikuburkan di belakang Baqi’, kuburan orang-orang Yahudi. (Tarikh, Thabari, jilid 9, halaman 143.
[3] Biharul Anwar, jilid 29, halaman 647.

Benarkah Ada Orang Mati Yang Bisa Bicara?


Benar, paling tidak begitulah yang dikatakan dalam sebagian kitab Rijal di sisi Ahlus Sunnah. Terdapat perawi hadis yang dikatakan “bisa berbicara setelah wafat”. Bahkan terdapat ulama ahlus sunnah yang membuat kitab khusus berkaitan dengan hal ini yaitu Ibnu Abi Dunya dalam kitabnya Man ‘Asya Ba’dal Maut. Tulisan ini hanya membawakan sedikit contoh sebagai bukti bahwa fenomena ini diyakini kebenarannya oleh ulama ahlus sunnah.

زَيْدُ بْنُ خَارِجَةَ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ الْخَزْرَجِيُّ الأَنْصَارِيُّ، شَهِدَ بَدْرًا، تُوُفِّي زَمَانَ عُثْمَانَ، هُوَ الَّذِي تَكَلَّمَ بَعْدَ الْمَوْتِ،

Zaid bin Khaarijah bin Abi Zuhair Al Khazrajiy Al Anshaariy, termasuk yang ikut perang Badar, wafat di masa Utsman dan ia adalah orang yang berbicara setelah wafat [Tarikh Al Kabir Al Bukhariy 3/383 no 1281]

زيد بن خارجة بن أبي زهير الخزرجي أحد ابني الحارث ابن الخزرج الأنصاري مديني له صحبة شهد بدرا توفي زمن عثمان رضي الله عنه وهو الذي تكلم بعد الموت روى عنه موسى بن طلحة حدثنا عبد الرحمن قال سمعت أبي يقول ذلك

Zaid bin Khaarijah bin Abi Zuhair Al Khazraajiy salah seorang dari bani Al Haarits bin Khazraaj Al Anshaariy Al Madiiniy, seorang sahabat Nabi, ikut serta dalam perang Badar, wafat pada masa Utsman [radiallahu ‘anhu] dan ia adalah orang yang berbicara setelah wafat, telah meriwayatkan darinya Muusa bin Thalhah. Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman yang berkata aku mendengar ayahku mengatakan demikian. [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 3/562 no 2541]. 

Fenomena Zaid bin Khaarijah bicara setelah ia wafat telah disebutkan dalam salah satu riwayat Baihaqiy dan dishahihkannya dalam kitabnya Dala’il An Nubuwah

أخبرنا أبو صالح بن أبي طاهر العنبري ، أنبأنا جدي يحيى بن منصور القاضي ، حدثنا أبو علي محمد بن عمرو كشمرد ، أنبأنا القعنبي ، حدثنا سليمان بن بلال ، عن يحيى بن سعيد ، عن سعيد بن المسيب ، أن زيد بن خارجة الأنصاري ، ثم من بني الحارث بن الخزرج توفي زمن عثمان بن عفان ، فسجى في ثوبه ، ثم أنهم سمعوا جلجلة ، في صدره ، ثم تكلم ، ثم قال : أحمد أحمد في الكتاب الأول ، صدق صدق أبو بكر الصديق الضعيف في نفسه القوي في أمر الله في الكتاب الأول ، صدق صدق عمر بن الخطاب القوي الأمين في الكتاب الأول ، صدق صدق عثمان بن عفان على منهاجهم مضت أربع وبقيت اثنتان ، أتت الفتن وأكل الشديد الضعيف ، وقامت الساعة وسيأتيكم من جيشكم خبر بئر أريس وما بئر أريس . قال يحيى : قال سعيد : ثم هلك رجل من خطمة فسجي بثوبه فسمع جلجلة في صدره ثم تكلم ، فقال : إن أخا بني الحارث بن الخزرج صدق صدق وأخبرنا أبو عبد الله الحافظ ، حدثنا أبو بكر بن إسحاق الفقيه ، أنبأنا قريش بن الحسن ، حدثنا القعنبي ، فذكره بإسناده نحوه وهذا إسناد صحيح وله شواهد

Telah mengabarkan kepada kami Abu Shalih bin Abi Thaahir Al ‘Anbariy yang berkata telah memberitakan kepada kami kakekku Yahya bin Manshuur Al Qaadhiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Aliy Muhammad bin ‘Amru yang berkata telah memberitakan kepada kami Al Qa’nabiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilaal dari Yahya bin Sa’iid dari Sa’iid bin Al Musayyab bahwa Zaid bin Khaarijah Al Anshaariy dari Bani Harits bin Khazraj wafat pada masa ‘Utsman bin ‘Affan maka jasadnya ditutupi dengan kain, kemudian orang-orang mendengar suara dari dadanya kemudian ia berbicara, ia berkata “Ahmad Ahmad ada dalam kitab yang pertama, benarlah benarlah Abu Bakar Ash Shiddiq yang lemah terhadap dirinya tetapi kuat dalam menjalankan perintah Allah juga ada dalam kitab yang pertama, benarlah benarlah Umar bin Khaththab yang kuat lagi terpercaya juga ada dalam kitab yang pertama, benarlah benarlah Utsman bin ‘Affan yang berada di atas manhaj mereka pada empat tahun pertama dan dua tahun yang tersisa akan datang fitnah, hari kiamat akan datang, dan akan datang kepada kalian pasukan kalian yang membawa kabar tentang sumur Ariis”. Yahya berkata Sa’iid berkata kemudian seorang laki-laki dari bani Khathmah meninggal lalu jasadnya ditutupi kain maka terdengar suara dari dadanya kemudian ia berbicara, ia berkata “sesungguhnya saudara dari Bani Harits bin Khazraaj benar, benar”. Dan telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Abdullah Al Haafizh yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaaq Al Faaqih yang berkata telah memberitakan kepada kami Quraisy bin Hasaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Qa’nabiy dan ia menyebutkan dengan sanad di atas. Sanad ini shahih dan memiliki syawaahid [Dala’il An Nubuwah Baihaqiy 6/195].

Selain Zaid bin Kharijah, hal yang sama terjadi juga pada perawi hadis lain yaitu dari golongan tabiin yang bernama Rabi’ bin Hiraasy. Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat ketika menuliskan biografi Rib’i bin Hiraasy ia menyebutkan

وأخوهما ربيع بن حراش الذي تكلم بعد موته

Dan saudara keduanya yaitu Rabii’ bin Hiraasy telah berbicara setelah kematiannya [Ath Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/127]

ربيع بن حراش أخو ربعي بن حراش الذي تكلم بعد الموت وذكر أمره لعائشة فقالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: انه يتكلم رجل من أمتي بعد الموت من خير التابعين

Rabii’ bin Hiraasy saudara dari Rib’i bin Hiraasy, ia adalah orang yang berbicara setelah wafat dan disebutkan perkaranya kepada Aisyah maka ia berkata aku mendengar Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan bahwa akan berbicara seseorang dari umatku setelah wafat yaitu yang paling baik dari kalangan tabiin [Al Jarh Wat Ta’dil Ibnu Abi Hatim 3/456 no 2062].

رَبِيعُ بْنُ حِرَاشٍ مِنْ عُبَّادِ أَهْلِ الْكُوفَةِ وَقُرَّائِهِمْ يَرْوِي عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ رَوَى عَنْهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ وَأَخُوهُ رِبْعِيٌّ آلَى أَنْ لَا تَفْتُرَ أَسْنَانُهُ ضَاحِكًا حَتَّى يَعْلَمَ أَيْنَ مَصِيرُهُ فَمَا ضَحِكَ إِلا بَعْدَ مَوْتِهِ

Rabii’ bin Hiraasy termasuk ahli ibadah dari penduduk Kuufah dan qari’ mereka, ia meriwayatkan dari jama’ah sahabat Nabi dan telah meriwayatkan darinya ‘Abdul Malik bin ‘Umair dan saudaranya Rib’i. Disebutkan bahwa ia tidak akan tertawa sampai ia mengetahui nasibnya kelak [surga atau neraka], maka ia tidak pernah tertawa kecuali setelah ia wafat [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 4/226 no 2633]
Aneh memang tetapi begitulah yang diyakini oleh para ulama ahlus sunnah dan dinyatakan dalam riwayat shahih. Memang tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT berkehendak. Kami hanya ingin mengingatkan kepada para pembaca bahwa hal-hal yang aneh memang terdapat dalam kitab Ahlus Sunnah dan kitab Syi’ah. Terdapat sekelompok orang yang berwatak buruk begitu bersemangat mencari hal-hal aneh dalam kitab Syi’ah dan menjadikan hal itu sebagai bahan tertawaan padahal di sisi Ahlus Sunnah hal-hal aneh pun juga banyak.

Tidak jarang hal-hal aneh itu dibungkus dengan bahasa yang sensasional sehingga jika disajikan pada pembaca awam [apalagi yang akalnya rendah] maka mereka akan berlezat-lezat dalam menghina Syi’ah. Contohnya bukankah belum lama ini ada Pembenci Syi’ah yang membungkus sajian dengan judul “Ketika Keledai Telah Menjadi Perawi Hadis” dan “Alien”
_________________________

Ketika Keledai Telah Menjadi Perawi Hadits





Semalam, saya sempat tersenyum geli saat membaca satu riwayat. Dan mungkin, inilah hal yang paling menggelikan bagi saya saat membaca buku yang menceritakan seekor keledai bisa membawakan sanad satu riwayat.  Pingin tahu ? Begini kisahnya :
وَ رُوِيَ أَنَّ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ ذَلِكَ الْحِمَارَ كَلَّمَ رَسُولَ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) فَقَالَ بِأَبِي أَنْتَ وَ أُمِّي إِنَّ أَبِي حَدَّثَنِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ كَانَ مَعَ نُوحٍ فِي السَّفِينَةِ فَقَامَ إِلَيْهِ نُوحٌ فَمَسَحَ عَلَى كَفَلِهِ ثُمَّ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ صُلْبِ هَذَا الْحِمَارِ حِمَارٌ يَرْكَبُهُ سَيِّدُ النَّبِيِّينَ وَ خَاتَمُهُمْ فَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَنِي ذَلِكَ الْحِمَارَ .
Dan diriwayatkan bahwasannya Amiirul-Mukminiin (‘alaihis-salaam) berkata : “Sesungguhnya keledai itu (yaitu keledai tunggangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam – Abul-Jauzaa’) berkata kepada Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) : “Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya ayahku telah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari ayahnya : Bahwasannya ia pernah bersama Nuuh di dalam perahu. Maka Nuuh bangkit berdiri dan mengusap pantatnya, kemudian bersabda : ‘Akan muncul dari tulang sulbi keledai ini seekor keledai yang akan ditunggangi oleh pemimpin dan penutup para Nabi’. Dan segala puji bagi Allah yang telah menjadikanku sebagai keledai itu” [selesai].
Silakan perhatikan dengan seksama……… bahwa seekor keledai telah memerankan diri layaknya seorang perawi hadits dengan menggunakan lafadh : haddatsanii abiy…dst. Tentu saja riwayat ini tidak akan kita ketemukan di kitab-kitab Ahlus-Sunnah. Ia terdapat dalam kitab Al-Kaafiy – kitab hadits paling valid menurut madzhab Syi’ah - , tepatnya pada jilid 1 halaman 237, pada Baab : Maa ‘indal-aimmah min silaahi Rasuulillah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wamataa’ihi [بَابُ مَا عِنْدَ الْأَئِمَّةِ مِنْ سِلَاحِ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) وَ مَتَاعِهِ], hadits ke-9.

Si keledai, bapaknya keledai, sampai kakeknya keledai menjadi rantai periwayatan yang menghubungkan pengkhabaran dari Nabi Nuuh ‘alaihis-salaam sampai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Si keledai telah bersumpah dengan bapak dan ibunya keledai di hadapan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang pengkhabaran itu.  Al-Khuu’iy – salah seorang fuqahaa’ Syi’ah kontemporer – saat menjelaskan hadits ini berkata :
انظروا إلى هذه المعجزة، نوح سلام الله عليه يخبر بمحمد عليه السلام، وبنبوته قبل ولادته بألوف السنين.
“Lihatlah oleh kalian akan mu’jizat ini. Nuuh salaamullaah ‘alaihi mengkhabarkan Muhammad ‘alaihis-salaam dan tentang kenabiannya sebelum kelahirannya beribu-ribu tahun” [lihat Lillaahi Tsumma lit-Taariikh, hal. 15].
Jika manusia – yang notabene makhluk yang dikaruniai akal – harus ditimbang dalam penyampaian riwayat, bagaimana statusnya jika ia seekor keledai ? Dan bagaimana bisa khabar aneh ini mengagumkan Al-Khuu’iy dan menganggapnya sebagai satu mu’jizat ? Dan mungkinkah ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu yang terkenal teliti, kritis, dan berilmu menyampaikan khabar ini ? Nampaknya, ini adalah kebohongan serius yang telah menyisip dalam kitab Al-Kaafiy karangan Al-Kulainiy.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai 1431 H].

Alien





Membicarakan keanehan Syi’ah Raafidlah seakan-akan tidak ada habisnya. Telah berlalu artikel di blog ini bagaimana keledai bisa menjadi perawi hadits.[1] Kali ini, ada yang tak kalah menariknya.
Dalam kitab referensi Syi’ah Raafidlah yeng membahas tentang rijaal : Muntahaa Al-Maqaal fii Ahwaalir-Rijaal (5/96-97), disebutkan demikian :
٢١٤٢ - عمارة بن زيد
أبو زيد الخيواني (٥) الهمداني ، لا يعرف من أمره غير هذا ، ذكر الحسين بن عبيد الله أنّه سمع بعض أصحابنا يقول : سئل عبد الله بن محمّد البلوى : من عمارة بن زيد هذا الذي حدّثك؟ قال : رجل نزل من السماء‌ حدّثني ثمّ عرج ، جش
“2142 – ‘Umaarah bin Zaid.
Abu Zaid Al-Khaiwaaniy Al-Hamdaaniy. Tidak diketahui tentang perihal dirinya selain ini. Al-Husain bin ‘Ubaidillah menyebutkan bahwasannya ia mendengar sebagian shahabat kami. Al-Husain berkata : ‘Abdullah bin Muhammad Al-Balawiy pernah ditanya tentang ‘Umaarah bin Zaid ini yang telah menceritakan hadits kepadamu. Ia (‘Abdullah) menjawab : “Seorang laki-laki yang turun dari langit yang telah menceritakan hadits kepadaku, lalu kembali naik (ke langit)” – dari kitab Rijaal An-Najasyiy[2]” [selesai – lihat : http://rafed.net/booklib/view.php?type=c_fbook&b_id=538&page=96].
Saya menjadi berpikir keras, siapakah gerangan laki-laki yang turun dari langit meriwayatkan hadits, lalu naik lagi ?. Manusia ? tidak mungkin. Barangkali ia seorang Alien yang turun dari piring terbang – seperti komik/film fiksi buatan orang Barat.
Siapapun dia, saya rasa orang-orang Syi’ah Raafidlah cukup kreatif membuat karakter rijaal dalam kitab-kitab mereka.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 13061434/22042013 – 21:25].



[2]      Referensi pada kitab Rijaal An-Najaasyiy dapat dilihat di sini.
_______________________________

Padahal duduk perkara sebenarnya jauh sekali dari bahasanya yang sensasional. Seandainya kita menuruti kerendahan akal para pembenci Syi’ah tersebut maka riwayat atau nukilan di atas bisa saja disajikan dalam bahasa yang sensasional pula seperti “Ternyata Ada Zombie Yang Jadi Perawi Hadis” atau “Mayat Hidup Menceritakan Hadis Dalam Kitab Ahlus Sunnah”. Tetapi kami tidak akan merendahkan akal kami seperti itu, kami tidak akan menjadikan riwayat ini sebagai bahan tertawaan.

Kami hanya ingin menunjukkan bahwa hal-hal yang musykil dalam mazhab Ahlus Sunnah juga banyak, kalau hal-hal musykil seperti itu dijadikan dasar mencela dan merendahkan suatu mazhab maka mazhab mana yang akan selamat dari celaan tersebut.

(Sumber)

Riwayat-riwayat tentang adanya kesalahan Qur’an dari segi nahwu


1. Dinukil dari Utsman: “Dalam mushaf terdapat beberapa perubahan dalam harakat yang mana orang-orang Arab akan merubahnya sesuai dengan kesesuaiannya dengan lidah mereka.” Lalu ia ditanya: “Mengapa engkau tidak membenarkannya?”
Ia menjawab: “Tinggalkan itu, karena mereka tidak mengharamkan apa yang halal dan tak menghalalkan apa yang haram.”[1]

Ibnu Asytah, lahn yang diisyarahkan hadits dianggap sebagai kesalahan dalam memilih huruf-huruf yang tujuh yang sesuai dan atas apa-apa yang tulisannya bertentangan dengan pelafadzannya. Padahal anggapan itu tidak benar, dan jalan yang terbaik adalah mengingkari riwayat tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan pula oleh Dani, Razi, Neisyaburi, Ibnu Anbari, Alusi, Sakhawi, Khazin, Baqillani, dan sebagian lainnya.
Mereka menjelaskan bahwa dengan riwayat ini tak ada apa-apa yang bisa dibuktikan, karena sanadnya lemah, dan di dalamnya terdapat idhtirab, inqitha’, dan takhlith.

Dari sis lain, Qur’an telah dinukil dari Rasulullah saw secara mutawatir dan tetapnya lahn dalamnya tidaklah mungkin. Selain itu, apa yang ada di tangan semua orang berdasarkan ijma’ seluruh Muslimin adalah kalam Allah, dan di dalam kalam Allah tidak boleh ada lahn atau kesalahan. Seluruh sahabat dan umat meyakini bahwa seluruh lafadz Qur’an adalah benar dan tak memiliki kesalahan. Begitu juga mereka mengingkari riwayat ini dan berdalil: Utsman adalah pemimpin umat. Bagaimana bisa ia melihat sebuah lahn dalam Al-Qur’an dan ia membiarkannya begitu saja sehingga nanti orang-orang Abab yang membenarkannya sesuai dengan bahasa mereka?
Mengapa ia mengakhirkan usaha pembenaran dan menyerahkan hal itu kepada orang lain?
Jika seorang sahabat yang bertugas untuk menulis dan mengumpulkan Qur’an tidak membenarkan kesalahan-kesalahan tersebut, bagaimana mungkin umat setelahnya bisa mengemban tugas itu?
Lebih dari itu, Utsman tidak menulis satu mushaf saja, namun menulis beberapa mushaf dan seluruh mushaf-mushaf itu tidak ada perbedaan satu sama lain, kecuali dalam qira’ah dan tilawah, yang bukan termasuk bentuk tulisan dan perbedaan-perbedaan itu tidak disebut dengan lahn.[2]

Sesuatu yang menambahkan keraguan terhadap riwayat-riwayat seperti ini adalah bahwa riwayat itu dinukil dari Ikrimah. Ia termasuk ketua orang-orang sesat yang berkeyakinan sama dengan khawarij. Ia dikenal dengan pembohong dan penipu. Para pembesar seperti  Ibnu umar, Mujahid, ‘Atha’, Ibnu Sirin, Malik bin Anas, Syafi’i, Sa’ad bin Musayab serta Yahya bin Sa’id menyebutnya sebagai penipu yang tak dapat dipercaya. Muslim mengkritiknya dan Malik menganggap riwayatnya haram.[3]

2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa firman Allah swt yang berbunyi:

حَتَّي تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا[4]

aslinya adalah:

تستأذنوا

dan penulis wahyu salah menulisnya  sehingga menulisnya dengan kata:

تَسْتَأْنِسُوا[5]

Dan maksud dari isti’nas dalam ayat itu adalah isti’lam, yakni memberitahukan penghuni rumah sebelum masuk.

Riwayat ini telah dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dan tidak benar; karena dalam seluruh mushaf terdapat kata tasta’nisu dan sejak jaman nabi telah disepakati bahwa yang benar adalah itu. Oleh karenanya kita tidak perlu menghiraukan riwayat seperti ini.

Fakhr Razi menulis: “Ketahuilah bahwa riwayat dari Ibnu Abbas diragukan, karena riwayat itu menuntut adanya kekurangan dalam Al-Qur’an yang padahal telah dinukil secara mutawatir dan juga menuntut kebenaran Qur’an yang dinukil dengan khabar wahid. Jika bab ini dibuka, maka seluruh Qur’an bisa diragukan dan ini jelas batil.”[6]

Abu Hayyan menulis: “Orang yang meriwayatkan riwayat tersebut dari Ibnu Abbas adalah Kafir dan Mulhid, sedang Ibnu Abbas suci dari tuduhan itu.”[7]

3. Urwah bin Zubair meriwayatkan:
Aku bertanya pada Aisyah, tentang firman Allah swt yang berbunyi:

لَّكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ[8]

Lalu aku juga bertanya tentang:

المقيمين

Dan dalam Surah Al-Maidah aku menanyakan:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِئونَ[9]

dan :

إِنْ هَذَانِ لَسَاحِرَانِ

Kemudian ia menjawab: “Wahai anak saudaraku, perbedaan-perbedaan ini dikarenakan kesalahan para penulis wahyu. Mereka salah dalam menulis.”[10]

Adapun perkataan Tuhan:

المقيمين

dikarenakan ‘athf maka menjadi:

المقيمون

sebagaimana dalam qira’ah Hasan dan Malik bin Dinar; adapun yang ditulis dalam mushaf dan qira’ah Ubai dan Jumhur adalah:

المقيمين

Sibawaih berkata:
“Dikarenakan pujian maka dia manshub, yakni maksudku المقيمين” Lalu ia membawakan berbagai dalil dari perkataan orang-orang Arab.[11]

Alusi berkata:
“Kita tidak bisa menghiraukan pernyataan orang-orang yang mengkritik dan menyatakan adanya lahn dalam Qur’an seperti dalam masalah المقيمون karena Qur’an yang ada telah dinukil secara mutawatir dan tidak benar jika kita mengatakan telah terjadi lahn dalam Al-Qur’an.”[12]

Dan adapun firman Allah

 و الصابئون 

adalah marfu’ dan ma’thuf kepada mahall ismu inna. Farra’ berkata:
“Hal itu diperbolehkan, ketika ism termasuk yang boleh tidak dinampakkan i’rab-nya, seperti dhamir dan maushul. Sebagaimana seorang syair berkata:

فمن يك أمسي بالمدينة رَحلَه
فإنّي و قيارٌ بها لغريب

Dalam syair tersebut, kata qayyar telah adalah ‘athf pada mahall ism inna marfu’.[13] Orang-orang Kufah dan Bashrah membolehkan rafa’ dalam ayat tersebut dengan beberapa dalil dari perkataan orang-orang Arab.

Shahib Al-Manar menulis:
“Sebagian dari musuh-musuh Islam telah memberanikan diri untuk mengatakan bahwa telah terjadi lahn (kesalahan dalam nahwu) dalam Al-Qur’an, dan rafa’-nya صابئون mereka anggap sebagai salah satu dari kesalahan-kesalahan itu. Ini adalah bukti kebodohan atau berpura-pura bodohnya mereka; karena nahwu diambil dari bahasa, bukannya bahasa diambil dari nahwu.”[14]

Berdasarkan qira’ah jumhur (kebanyakan), firman Allah yang berbunyi: إن هذان لساحران dibaca dengan takhfif pada inna maksuratul hamzah dan dengan demikian dia adalah mukhaffafah dari tsaqilah dan bukan amil kemudian هذان adalah marfu’.

Zamakhsyari menulis:
Ayat: إن هذان لساحران sama seperti kita jika berkata:

 إن زيدٌ لمنطلقٌ.

Di situ lam fariqah supaya in nafiyah dapat dibedakan dari in mukhaffafah minal tsaqilah.[15] Oleh karena itu ayat Qur’an tidak punya masalah apapun dan para penulis wahyu tidak salah.

Fakhrur Razi menulis:
“Karena penukilan qira’ah ini sebagaimana penukilan seluruh Qur’an adalah mutawatir dan masyhur, jika kita berpendapat bahwa Qur’an salah, maka pendapat itu berpengaruh pada seluruh Qur’an, dan akhirnya seluruh Qur’an yang telah dinukil secara mutawatir telah diragukan, dan itu jelas tak benar.”[16]


[1]. Al-Itqan: jil. 2, hal. 320.
[2]. Ruhul Ma’ani: jil. 6, hal. 13.
[3]. Waqtul A’yan: jil. 1, hal. 319; Mizanul I’tidal: jil. 3, hal. 93; Al-Mughni fil Dhu’afa’: jil. 2, hal. 84; Adh-Dhu’afa’ Al-Kabir: jil. 3, hal. 373; Thabaqat Ibnu Sa’ad: jil. 5, hal. 287; Tadzhibul Kamal: jil. 7, hal. 263.
[4]. Al-Itqan, jil 2, hal. 327; Lubabul Ta’wil: jil 3, hal. 324; Fathul Bari: jil. 11, hal. 7.
[5]. At-Tafsir Al-Kabir: jil. 32, hal. 196.
[6]. Al-Bahrul Muhith: jil. 6, hal. 445.
[7]. An-Nisa’ [4] : 162.
[8]. Al-Maidah [5] : 69.
[9]. Thaha [20] : 63
[10]. Al-Itqan: jil. 2, hal. 320.
[11]. Al-Kitab: jil. 1, hal. 288.
[12]. Ruhul Ma’ani: jil. 6, hal. 13.
[13]. Ma’anil Qur’an: jil. 1, hal. 31; Majma’ul Bayan: jil. 3, hal. 346; Shiyanatul Qur’an Minal Tahrif: hal. 183.
[14]. Tafsir Al-Manar: jil. 6, hal. 478.
[15]. Al-Kasyaf: jil. 3, hal. 72.
[16]. At-Tafsir Al-Kabir: jil. 22, hal. 75.

Terkait Berita: