Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Muhammad bin Abu Bakar. Show all posts
Showing posts with label Muhammad bin Abu Bakar. Show all posts

Tragedi Pembunuhan: Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar

Sekilas kisah sejarah Muhammad bin Abu Bakar


Ditulis Oleh: Hibba Firdous

Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula-mula ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimin.

Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayatnyayat mayat, mengarak kepalakepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratusratus kilometer. Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka.

Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah Ali.

Abu alHusain Ali bin Muhammad bin Abi Saif alMadani dalam kitabnya alAhdats, berkata:
Mu’awiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya. Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syi’ah Ali di Kufah. Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batangbatang pohon korma. Ia memburu dan mengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.

Di samping itu istri dan putriputri Syi’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun 39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya...

Mu’awiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumah-rumah Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu ‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang ke Mu’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya.

Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau mengakui Ziyad sebagai saudaranya. Karena pernah bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.

Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’awiyah.

Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan sembilan tusukan”. Setelah ditusuk baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati kepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan Mu’awiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Aminah binti al Syarid yang sedang berada di penjara Mu’awiyah. Kepala itu dilemparkan ke pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya kemudian mencium bibirnya berkata:
Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma..

Baca disini selanjutnya ,klo punya nyali ingin mau tau kejahatan junjungan wahabi si Muawiyah grin emotikon
www.alhassanain.com/indonesian/show_book.php…

Sekilas Jawaban https://syiahali.wordpress.com dan http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/ sebagai berikut:

Imam Ali sangat mencintai Muhammad bin Abu Bakar, ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Muhammad bin Abu Bakar: Pembela Sejati Ali

Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.
Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.

Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad bin Abubakar air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.”.

Wallahualam.

TERBONGKARNYA MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN

Imam Malik Riwayatkan Hadits bahwa : Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

Hadit tersebut dimuat di kitab ini:
Rasulullah SAW Tidak Mau Bersaksi Untuk Abu Bakar RA

وحدثني عن مالك عن أبي النضر مولى عمر بن عبيد الله أنه بلغه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لشهداء أحد هؤلاء اشهد عليهم فقال أبو بكر الصديق ألسنا يا رسول الله بإخوانهم أسلمنا كما أسلموا وجاهدنا كما جاهدوا فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم بلى ولكن لا أدري ما تحدثون بعدي فبكى أبو بكر ثم بكى ثم قال أإنا لكائنون بعدك
 
Yahya menyampaikan kepadaku (hadis) dari Malik dari Abu’n Nadr mawla Umar bin Ubaidillah bahwa Rasulullah SAW berkata mengenai para Syuhada Uhud “Aku bersaksi untuk mereka”. Abu Bakar As Shiddiq berkata “Wahai Rasulullah, Apakah kami bukan saudara-saudara mereka? Kami masuk Islam sebagaimana mereka masuk islam dan kami berjihad sebagaimana mereka berjihad”. Rasulullah SAW berkata “Ya, tapi Aku tidak tahu Apa yang akan kamu lakukan sepeninggalKu”. Abu Bakar menangis sejadi-jadinya dan berkata ”Apakah kami akan benar-benar hidup lebih lama daripada Engkau!”. (Hadis Dalam Al Muwatta Imam Malik Kitab Jihad Bab Para Syuhada di Jalan Allah hadis no 987).

Penjelasan Hadis
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitabnya Al Muwatta.Dari hadis di atas diketahui bahwa:
  • Para Syuhada Uhud lebih utama dari Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW telah memberikan kesaksian kepada Mereka
  • Rasulullah SAW tidak memberikan kesaksian kepada Abu Bakar dan sahabat lainnya karena Rasulullah SAW tidak mengetahui apa yang akan mereka perbuat sepeninggal Beliau SAW.

CATATAN RINGKAS ULAMA AHLU SUNAH YANG RIWAYATKAN ANCAMAN SAHABAT YANG AKAN MEMBAKARAN RUMAH FATIMAH AZ ZAHRA

Riwayat-riwayat tentang Ancaman Pembakaran Rumah Sayyidah Fathimah Az Zahra as ternyata memang benar ada dalam kitab-kitab yang menjadi pegangan Ahlus Sunnah yaitu dalam Tarikh Al Umm Wa al Mulk karya Ibnu Jarir At Thabari, Al Mushannaf Ibnu Abi SyaibahAnsab Al Asyraf karya Al Baladzuri, Al Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi. Berikut adalah riwayat yang terdapat dalam Kitab Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan peristiwa itu dengan sanad:
 
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata ”Ketika Bai’ah telah diberikan kepada Abu Bakar setelah kewafatan Rasulullah SAW. Ali dan Zubair sedang berada di dalam rumah Fatimah bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Sehingga ketika Umar menerima kabar ini Ia bergegas ke rumah Fatimah dan berkata ”Wahai Putri Rasulullah SAW setelah Ayahmu tidak ada yang lebih aku cintai dibanding dirimu tetapi aku bersumpah jika orang-orang ini berkumpul di rumahmu maka tidak ada yang dapat mencegahku untuk memerintahkan membakar rumah ini bersama mereka yang ada di dalamnya”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berbicara  kepada mereka “tahukah kalian kalau Umar datang kemari dan bersumpah akan membakar rumah ini jika kalian kemari. Aku bersumpah demi Allah ia akan melakukannya jadi pergilah dan jangan berkumpul disini”. Oleh karena itu mereka pergi dan tidak berkumpul disana sampai mereka membaiat Abu Bakar. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal 432 riwayat no 37045).

Riwayat ini memiliki sanad yang shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim.
Sanad Riwayat Dalam Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.


Ibnu Abi Syaibah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Utsman Al Absi Al Kufi. Ia adalah seorang imam penghulu para hafidz, penulis banyak kitab seperti Musnad,al Mushannaf dan Tafsir. Para ulama telah sepakat akan keagungan ilmu kejujuran dan hafalannya. Dalam Mizan Al I’tidal jilid 2 hal 490 Adz Dzahabi berkata ”Ia termasuk yang sudah lewat jembatan pemeriksaan dan sangat terpercaya”. Ahmad bin Hanbal berkata ”Abu Bakar sangat jujur, ia lebih saya sukai disbanding Utsman saudaranya”. Al Khathib berkata “Abu Bakar rapi hafalannya dan hafidz”.


Muhammad bin Bisyr
Muhammad bin Bisyr adalah salah seorang dari perawi hadis dalam Kutub Al Sittah. Dalam Tahdzib At Tahdzib jilid 9 hal 64, Thabaqat Ibnu Saad jilid 6 hal 394, Tarikh al Kabir jilid I hal 45, Al Jarh Wat Ta’dil jilid 7 hal 210, Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 322 dan Al Kasyf jilid 3 hal 22 terdapat keterangan tentang Muhammad bin Bisyr.
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah”.
  • Yahya bin Main telah mentsiqahkannya
  • Al Ajuri berkata ”Ia paling kuat hafalannya diantara perawi kufah”
  • Utsman Ibnu Abi Syaibah berkata “Ia tsiqah dan kokoh”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia adalah Al Hafidz Al Imam dan kokoh”
  • An Nasai berkata “Ia tsiqah”.


Ubaidillah bin Umar
Keterangan tentang beliau disebutkan dalam Tadzkirah Al Huffadz jilid 1 hal 160-161, Siyar A’lam An Nubala jilid 6 hal 304, Tahdzib At Tahdzib jilid 7 hal 37, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 637, Ats Tsiqat jilid 3 hal 143,dan Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 5 hal 326.
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah dan tsabit”
  • Yahya bin Ma’in berkata ”Ia tsiqah, hafidz yang disepakati”
  • Abu Hatim berkata ”Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi berkata ”Ia Imam yang merdu bacaan Al Qurannya”
  • An Nasai berkata ”Ia tsiqah dan kokoh”
  • Ibnu Manjawaih berkata ”Ia termasuk salah satu tuan penduduk Madinah dan suku Quraisy dalam keutamaan Ilmu,ibadah hafalan dan ketelitian”.
  • Abu Zar’ah berkata “Ia tsiqah”.
  • Abdullah bin Ahmad berkata ”Ubaidillah bin Umar termasuk orang yang terpercaya”.


Zaid bin Aslam 
Zaid bin Aslam adalah salah seorang perawi Kutub As Sittah. Keterangan tentang beliau terdapat dalam Al Jarh Wa At Ta’dil jilid 3 hal 554, Tahdzib at Tahdzib jilid 3 hal 341, Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 326, Tadzkirah Al Huffadzjilid 1 hal 132-133, dan Siyar A’lam An Nubala jilid 5 hal 316.
  • Abu Hatim menyatakan Zaid tsiqah
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah,ahli fiqh dan alim dalam tafsir Al Quran”
  • Imam Ahmad menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Saad menyatakan “Ia tsiqah”
  • Adz Dzahabi menyebutnya sebagai Al Imam, Al Hujjah dan Al Qudwah(teladan)
  • Abu Zara’ah menyatakan Ia tsiqah
  • Ibnu Kharrasy menyatakan beliau tsiqah
  • Ibnu Hajar berkata “Ia tsiqah” .
Aslam Al Adwi Al Umari
Aslam dikenal sebagai tabiin senior dan merupakan perawi Kutub As Sittah.Beliau termasuk yang telah disepakati ketsiqahannya. Keterangan tentang Beliau dapat dilihat di Taqrib At Tahdzib jilid 1 hal 88 dan Siyar A’lam An Nubala jilid 4 hal 98
  • Adz Dzahabi berkata “Ia seorang Faqih dan Imam”
  • Al Madani berkata “Ia seorang penduduk Madinah terpercaya dan Kibar At Tabi’in”
  • Ya’qub bin Abi Syaibah berkata ”Ia tsiqah”
  • Ibnu Hajar berkata ”Ia tsiqah”
  • Abu Zara’ah berkata ”Ia tsiqah”
  • An Nawawi berkata ”Huffadz bersepakat menyatakan Aslam tsiqah”
Jadi riwayat di atas yang menyatakan adanya Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait Sayyidah Fatimah Az Zahra AS telah diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah dan tidak berlebihan kalau ada yang menyatakan riwayat tersebut shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu sebenarnya keliru sekali kalau ada yang beranggapan bahwa Riwayat ini tidak ada dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah apalagi kalau menyatakan ini adalah riwayat yang dibuat-buat oleh golongan Syiah.

TERBONGKARNYA  MISTERI PEREBUTAN KEKHALIFAHAN IMAM ALI B ABI THALIB as MELALUI SURAT MENYURAT ANTARA MUHAMMAD bin ABU BAKAR DENGAN MUAWIYYAH bin ABU SOFYAN, Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma Sholi ala Muhammad wa aali Muhammad
Bergesernya kekhalifahan Imam Ali b Abi Thalib ke tangan yang tidak berhak yang kemudian membawa  pada pergeseran kepada seluruh Imam yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya dapat dibuktikan dengan melalui berbagai cara. Pada kesempatan kali ini, redaksi syiahnews.wordpress.com memberikan bukti lain, yakni bukti berupa surat-menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dengan Muawiyyah bin Abu Sofyan, dari isi surat tersebut sudah dengan sendirinya bercerita tentang fenomena mengapa kekhalifahan yang telah ditetapkan di Al Ghadir kemudian tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana mestinya.
 
Sumber Dokumen Surat antara Muawiyah dan Muhamad b Abu Bakr
Terselip bukti dalam  tebalnya kitab-kitab sejarah tentang fenomena nasib kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib yang seharusnya dapat berjalan begitu Rasulullah saww  tetapi kemudian berpindah tangan. Banyak orang berdalih bahwa kekhalifahan yang ada lahir dari kewajaran secara alami, tanpa proses fait a coumpli …. benarkah ?
 
sejahrawan  besar ahlu sunnah Baladzuri dalam kitabnya Ansab al Asyraf jilid II hal  393-397, Nasr bin Muhazin dalam karyanya Waq’at ash Shiffin hal 118-121; Ibnu Abil al Hadid, Syarh  Nahjul Balaghah jilid III hal 188, Mas’udi pada karyanya Murudz Dzahab jil III hal 465, Abdul Malik  bin Husain al Islami pada kitabnya Samth an Nujum al ‘awaliJilid II hal 465  mendokumentasikan surat menyurat antara Muawiyah dan Muhammad b abu bakar yang kemudian membongkar misteri bagaimana kekhalifahan itu berpindah tangan, dan berikut adalah isi surat tersebut :
 
Isi Surat Muhammad bin Abu Bakr Kepada Muawiyyah b Abu Sofyan
 
Dari Muhammad Bin Abu Bakar,
kepada si tersesat Muawiyyah bin Shakhr
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah !
Amma ba’du, sesungguhnya Allah swt, dengan keagungan dan kekuasaan-Nya, menciptakan makhluk-Nya tanpa main-main. Tiada celah kelemahan dalam kekuasaan_Nya. Tiada berhajat Dia terhadap hamba-Nya. Ia menciptakan mereka untuk mengabdi kepada-Nya. Dia menjadikan orang yang terseesat atau orang yang lurus, orang yang malanbg dan orang yang beruntung.
 
Kemudian, dari antara mereka, Dia Yang Maha Tahu memilih dan mengkhususkan Muhammad SAW dengan pengetahuan-Nya. Dia jugalah yang memilih Muhammad saw berdsarkan ilmu-Nya sendiri untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengemban wahyu-Nya. Dia mengutusnya sebagai rasul dan npembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
 
Dan orang pertama yang menjawab dan mewakilinya, mentaatinya, mengimaninya, membenarkanya, menyerahkan diri kepada Allah dan menerima Islam sebagai agamanya, adalah saudarantya dan misanya Ali bin Abi Thalib, yang membenarkan yang ghaib. Ali mengutamakannya dari semua kesayanganya, menjaganya pada setiap ketakutan, membantunya dengan dirinya sendiri pada saat-saat mengerikan, memerangi perangnya, berdamai dengan perdamaianya, melindungi Rasulullah dengan jiwa raganya siang maupun malam, menemaninya pada saat-saat yang  menggetarkan, kelaparan serta dihinakan. Jelas tiada yang setara dengannya  dalam berjihad. Tiada yang dapat menandinginya di antara para pengikut dan tiada yang mendekatinya dalam amal perbuatanya.
Dan saya heran melihat engkau hendak menandinginya ! engkau adalah engkau ! sejak awal Ali unggul dalam setiap kebajikan, paling tulus dalam niat, keturunannya paling bagus, istrinya adalah wanita utama. Dan pamanya (ja’far) syahid di perang Mu’tah Dan seorang pamanya lagi (Hamzah) adalah penghulu para syuhada perang uhud. Ayahnya adalah penyokong Rasulullah saw dan istrinya.
Dan engkau adalah orang yang terlaknat, anak orang terkutuk. Tiada hentinya engkau dan ayahmu menghalangi jalan Rasululah saw. Kamu berdua berjihad untuk memadamkan nur Ilahi, dan kamu berdua melakukannya dengan menghasud  dan menghimpun manusia, menggunakan kekayaan dan mempertengkarkan berbagai suku. Dalam keadaan demikian ayahmu mati. Dan engkau melanjutkan perbuatanya seperti itu pula.
 
Dan saksi-saksi perbuatan engkau adalah orang-orang yang meminta-minta perlindungan engkau, yaitu dari kelompok musuh Rasulullah yang memberontak, kelompok pemimpin-pemimimpinm yang munafiq dan pemecah belah dalam melawan Rasulullah saw.
 
Sebaliknya sebagai saksi bagi Ali dengan keutamaanya yang terang dan keterdahuluanya (dalam islam) adalah penolong-penolongnya yang keutamaan mereka telah disebutkan di dalam Al Qur’an, yaitu kaum muhajirin dan anshar. Dan mereka itu mertupakan pasukan yang berada di sekitarnya dengan pedang-pedang mereka dan siap menumpahkan darah untuknya. Mereka melihat keutamaan pada dirinya yang patut di taati dan malapetaka bila mengingkari .
 
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris dan pelaksana wasiat rasulullah saw, ayah anak-anak Rasulullah saw, pengikut pertama, dan yang terakhir menyaksikan Rasulullah saw, teman berbincang, penyimpan rahasia  dan serikat Rasulullah saw dalam urusanya. Rasulullah saw memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedangkan engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.
 
Tiada peduali keuntungan apa pun yang engkau peroleh dari kefasikanmu di dunia ini dan bahkan Ibnu al ash menghanyutkan engkau dalam kesesatanmu, akan tampak bahwa waktumu berakhir sudah dan kelicikanmu tidak akan ampuh lagi. Maka akan menjadi jelas bagimu siapa yang akan memiliki masa denpan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang tidak engkau pikirkan.
 
Kepada-Nya engkau berbuat Licik, Allah menunggu untuk menghadangmu, tetapi kesombongfanmu membuat engkau jauh dari Dia.
Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk.
 
Balasan Muawiyyah b Abu Sofyan kepada Muhammad b Abu Bakar
dari Muawiyyah bin Abu Sufyan,
Kepada  Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah
Telah sampai kepadaku suratmu, yang menyebut Allah Yang Maha Kusa dan Nabi Pilihan-Nya, dengan kata-kata yang engkau rangkaukan. Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu. Engkau menyebut hak Ibnu Abi Thalib dan keterdahuluan serta kekerabatannya dengan Nabi Allah saw dan bantuan serta pertolongannya kepada Nabi pada setiap keadaan genting.
 
Engkau juga berhujjah dengan keutamaan orang lain dan bukan keutamaanmu. Aneh, engkau malah mengalihkan keutamaanmu kepada Orang lain.
 
Dijaman Nabi saw, kami dan ayahmu telah melihat dan tidak memungkiri hak Ibnu Abi Thalib. Keutamaanya jauh di atas kami. Dan Allah SWT memilih dan  mengutamakan Nabi sesuai janji-Nya. Dan melalui Nabi Dia menampakkan dakwah-Nya dan menjelaskan hujjah-Nya. Kemudian mengambil Nabi saw ke sisi-Nya.
 
Ayahmu dan faruqnya (umar) adalah orang-orang pertama yang merampas hak ibnu Abi Thalib. Hal ini diketahui umum.
 
Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar, tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar. Hasrat mereka bertambah besar. Akhirnya Ali membaiat Abu Bakar dan berdamai dengan mereka berdua.
 
Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka. Tidak juga mereka menyampaikan kepadanya rahasia mereka, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka. 
 
Kemudian bangkitlah orang ketiga, yaitu usman yang menuruti tuntunan mereka. Engkau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakan yang dilakukan Usman agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi mengembangkan maksud-maksdu buruk terhadapnya dan engkau bangkit melawanya. Engkau menunjukkan permusuhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan-keinginanmu sendiri.
 
Hai putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang engkau lakukan, Jangan engkau menempatkan dirimu melebihi apa yang dapat engkau urusi., engkau tidak dapat menemukan seseorang yang mempunyai kesabaran yang lebih besar dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada suatu peristiwa. Tak ada yang dapat menyamainya. 
 
Ayahmu bekerja sama dengan dia mengukuhkan kekuasaanya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, maka ketajhuilah ayahmu yang mengambil alih kekuasaan ini, dan kami menjadi sekutunya. Apbila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. 
 
Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan Ali seperti ini dihadapan kami, dan kami pun mengikutinya, maka cacat apapun yang akan kamu dapatkan, maka arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri atau berhentilahg turut campur.
Salam bagi orang yang kembali.

Mungkinkah AL QURAN menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??


Kaum sunni menyatakan : “keadilan semua sahabat Nabi SAW sudah diabadikan oleh Al Quran, baca surat ini surat itu….”

Salafi Wahabi menyatakan : “Al Quran menjamin keadilan semua sahabat Nabi SAW”
Qs.Ali Imran Ayat 110 bukan memuji semua sahabat Nabi SAW, “umat terbaik”  yang dimaksudkan disana adalah Ahlulbait Nabi SAW.

Imam Syafi’i  dianggap tidak tsiqah menurut Yahya bin Mu’in alias ibnu Mu’in ulama ahli jarh wa at ta’dil mazhab sunni. Karena Imam Syafi’i tidak menerima pengakuan riwayat hadis dari empat orang sahabat Nabi SAW yaitu Mu’awiyah, Amru bin Ash, Mughirah dan Ziyad.

***
Siapakah Amr bin Ash ??
Amru bin Ash bin Wa’il bin Hisyam (583-664) (Arab:عمرو بن العاص) atau lebih dikenal dengan nama Amru bin Ash adalah Sahabat NabiMuhammad.

Pada awalnya Beliau pernah mengambil bagian dalam peperangan menetang Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslim. Ia masuk Islambersama Khalid bin Walid. Enam bulan setelah masuk Islam, beliau bersama Rasulullah SAW menaklukan Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi perang.

Beliau adalah panglima perang yang menaklukan Baitul Maqdis dan Mesir dari cengkraman Romawi. Ia kemudian dilantik sebagai gubernurMesir oleh Umar bin Khattab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Usman bin Affan. Selanjutnya Muawiyah bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gubernur Mesir. Panglima Amru mengerahkan tentara yang al-Quran menjujung diujung tombak, ia menggunakan cara ini dalam pertempuran dengan Ali bin Abi Thalib agar Ali bin Abi Thalib menghentikan serangan.

Amr bin Ash merupakan penipu ulung sekutu Mu’awiyah. Bersama Mu’awiyah dalam Perang Shiffin menyebabkan 90-120 ribu orang dari kaum muslimin terbunuh.Amru bin Ash lah yang mempraktekkan penipuan dengan meletakkan Al Quran diatas tombak untuk mencegah kekalahan Mu’awiyah. Dalam urusan tahkim, Amr bin Ash menipu Abu Musa Al Asy’ari dan menjadi penyebab munculnya kelompok Khawarij

***

Siapakah Ziyad ??
Ziyad termasuk rekan rekan kriminal Mu’awiyah. Menurut sejarah, Abu Maryam penjual minuman keras membawakan minuman khamar untuk ABU SUFYAN. Ayah Mu’awiyah ini meminta seorang pelacur, maka ABU MARYAM  memberinya, kemudian benih Ziyad berasal dari Abu Sufyan. Dimasa Mu’awiyah, Abu Maryam juga datang kepadanya dan memberi saksi bahwa  “Ziyad lahir dari benih ayahmu di malam itu dan dia adalah saudaramu”
Mu’awiyah mengaku bahwa “Ziyad adalah anak ayahku dan saudaraku”

***

Siapakah Mughirah bin Syu’bah ??
Pengawal kriminal Mu’awiyah ini adalah orang yang telah menyakiti Fatimah Az Zahra dengan sarung pedang dalam penyerangan kerumah beliau. Mughirah yang menodrong Mu’awiyah supaya mengangkat Yazid sebagai khalifah.

Menurut sejarah, Mughirah mengaku bahwa setelah masuk Islam berbuat zina dengan 300 wanita. Populer dalam sejarah tentang kasus perzinaan nya dengan Ummu Jamil di BASRAH dan laporannya sampai kepada UMAR.

Al Mughirah bin Syu’bah  
Al Mughirah bin Syu’bahDia putra Abu Amir Al Amir Abu Isa.Dia salah seorang pembesar sahabat yang dikenal pemberani dan ahli strategi.Dia juga salah satu orang yang ikut dalam Ba’iah Ar-Ridhwan. 
 Selain itu, Al Mughirah bin Syu’bah adalah pria berpostur tinggi dan berwibawa. Dia kehilangan salah satu matanya saat perang Yarmuk. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi saat perang Qadisiyah.

Dia juga orang yang cerdik, hingga dijuluki dengan Mughirah Ar-Ra’yi (Mughirah yang cerdik).
Diriwayatkan dari Az-Zuhri, dia berkata, “Ada lima orang yang lihai dalam memfitnah. Dari golongan Quraisy adalah Umar dan Mu’awiyah, dari golongan Anshar adalah Qais bin Sa’ad, dari golongan Tsaqif adalah Al Mughirah, dan dari golongan Muhajirin adalah Abdullah bin Budail bin Waraqa’ Al Khuza’i. Yang menjadi pengikut Ali adalah Qais bin Sa’ad dan Ibnu Budail, sedangkan Al Mughirah bin Syu’bah diturunkan.”

Diriwayatkan dari Zaid bin Adam, bahwa Umar telah mengganti gelar Al Mughirah bin Syu’bah dengan panggilan Abu Abdullah. Dia berkata, ‘Apakah Isa mempunyai ayah?’.’
Al Mughirah bin Syu’bah berkata, “Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, golongan Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud kepada Nabi SAW. Delegasi itu berbicara dengan beliau sambil memegangi jenggotnya, sedangkan aku berdiri di hadapan Nabi SAW sambil bersandar pada sebuah besi. Aku lalu berkata kepada Urwah, ‘Hentikan tanganmu mempermainkan jenggot sebelum (pedangku) ini sampai kepadamu’. Urwah menjawab, ‘Siapa ini wahai Muhammad? Betapa bengis dan menakutkan wajahnya’. Nabi SAW menjawab, ‘Keponakanmu’. Urwah berkata, ‘Wahai pengkhianat, demi Allah, baru kemarin aku mencuci bekas-bekas kejahatanmu’.’

Yang dimaksud Urwah dengan perkataannya ini adalah bahwa Al Mughirah bin Syu’bah sebelum masuk Islam telah membunuh 13 orang bani Malik dari Tsaqif. Oleh karena itu, orang-orang Tsaqif ingin membalas dendam kepadanya, yaitu bani Malik, keluarga korban yang terbunuh dan kelompok Ahlaf adalah kelompoknya Al Mughirah. Urwah menuntut denda atas jatuhnya korban 13 orang. Setelah itu perkaranya beres.

Diriwayatkan dari A1 Mughirah, dia berkata, “Aku adalah orang terakhir yang menyaksikan pemakaman Rasulullah SAW. Ketika Ali keluar dari makam Nabi, aku melempar cincinku ke dalam liang lahad beliau dan berkata, ‘Wahai Abu Hasan, cincinku!’ Ali berkata, ‘Turun dan ambil sendiri cincinmu’. Aku kemudian turun lalu mengusapkan tanganku pada kain kafan beliau, lantas keluar.’

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar mengangkat Al Mughirah bin Syu’bah menjadi Gubemur Bahrain. Dikarenakan rakyat Bahrain sangat membencinya, maka Khalifah Umar mencopotnya dari jabatan tersebut. Rakyat Bahrain khawatir Umar mengutusnya kembali ke Bahrain, maka kepala distrik mereka berkata kepada rakyat Bahrain, ‘Jika kalian menuruti perintah kami maka Umar tidak akan mengutus Al Mughirah kembali kepada kita’. Rakyat Bahrain berkata, ‘Perintahlah kami!’ Kepala distrik berkata, ‘Kumpulkanlah uang seratus ribu hingga aku pergi kepada Umar dan aku akan mengatakan bahwa Al Mughirah telah berkhianat dengan ini dan dia memberikannya kepadaku’.

Akhirnya penduduk Bahrain mengumpulkan seratus ribu kepada pemimpin distrik itu dan dia pergi menemui Umar serta mengatakan seperti itu. Umar kemudian memanggil Al Mughirah untuk menginterogasi dirinya. Namun Al Mughirah menjawab, ‘Bohong. Semoga Allah meluruskanmu, tetapi yang benar adalah dua ratus ribu’. Umar berkata, ‘Mengapa kamu berbuat curang seperti itu?’ Dia menjawab, ‘Keluarga dan kebutuhan’. Umar berkata kepada orang kafir itu, ‘Apa pendapatmu?’ Dia menjawab, ‘Tidak. Demi Allah, aku akan berkata jujur kepadamu, bahwa dia tidak memberi apa-apa kepadaku baik sedikit maupun banyak’. Umar berkata pada Al Mughirah, ‘Mengapa kamu berbuat seperti itu?’ Al Mughirah menjawab, ‘Orang jelek ini ingin memfitnahku, maka aku ingin mempermalukannya’.”

Diriwayatkan dari Simak bin Salamah, dia berkata, “Orang yang pertama kali menerima ucapan selamat atas kepemimpinannya adalah Al Mughirah bin Syu’bah.”

Maksudnya, perkataan muadzin ketika imam (pemimpin) keluar untuk melaksanakan shalat diucapkan kepadanya, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tetap dilimpahkan kepadamu wahai pemimpin.’

Diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, ia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada yang lain, ‘Allah marah kepadamu sebagaimana Amirul Mukminin marah kepada Al Mughirah, ia diturunkan dari jabatan gubernur Bashrah dan dipindahkan ke Kufah’.”
Al-Laits berkata, “Penyerbuan kota Adzarbaijan terjadi pada tahun 22 Hijriyah, dibawah pemimpin Al Mughirah bin Syu’bah. Ada yang mengatakan bahwa Al Mughirah membuka kota Hamazan melalui agresi militer.”
AI-Laits berkata, “Ketika Al Mughirah dicopot dari jabatannya saat Mu’awiyah menjadi khalifah, dia sempat menulis surat kepadanya.”

Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Umar, dia berkata, ‘Al Mughirah pernah menulis surat kepada Mu’awiyah, lalu mengingatkan bahwa usianya semakin pendek, keluarganya terancam, dan orang Quraisy akan memberontak kepadanya. Surat Al Mughirah itu kemudian dibacakan kepada Mu’awiyah dan pada saat itu Ziyad berada di hadapannya. Ziyad lalu berkata ‘Wahai Amirul Mukminin, biar aku yang menjawab surat Al Mughirah’. Mu’awiyah lalu melempar surat itu kepadanya, lalu Ziyad menulis, ‘Mengenai usia yang semakin pendek, tidak akan menimpa selainmu. Mengenai keluargamu yang terancam binasa, seandainya Amirul Mukminin bisa menjaga setiap orang, tentu dia akan menjaga keluargamu. Tentang pemberontakan Quraisy, sangat tidak mungkin terjadi sementara mereka sendiri yang mengangkat dirimu sebagai pemimpin mereka’.”

Diriwayatkan dari As-Sya’bi, dia berkata: Aku mendengar Qabishah bin Jabir berkata, “Aku pernah menemani Al Mughirah bin Syu’bah. Jikalau Madinah mempunyai delapan pintu, kemudian setiap pintu itu harus dilewati dengan tipu muslihat, maka dia akan melewati semua pintu tersebut.”

Diriwayatkan dari Abu As-Safar, dia berkata, “Suatu ketika seorang pria berkata kepada Al Mughirah, ‘Kamu telah bersikap pilih kasih’. Al Mughirah menjawab, ‘Pengetahuan saja bermanfaat bagi unta untuk memakan rumput di tempat penggembalaannya, dan anjing liar, apalagi bagi orang Islam’.”

Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syu’bah, dia berkata, “Aku telah menikahi tujuh puluh perempuan, atau mungkin lebih.”

Ibnu Al Mubarak berkata, “Al Mughirah mempunyai empat orang istri. Lalu dia menyuruh mereka untuk menghadapnya, lantas berkata, ‘Kalian perempuan yang berbudi pekerti baik dan berleher panjang tetapi aku lelaki yang mudah rnenceraikan istri sehingga kalian aku cerai’.”

Ibnu Wahab berkata, “Malik menceritakan kepada kami bahwa Al Mughirah mudah sekali menikah dengan wanita, dan dia berkata, ‘Orang yang hanya menikah dengan satu wanita, jika istrinya sakit, maka dia ikut sakit, jika istrinya haid maka dia juga ikut haid. Sedangkan suami yang punya dua isteri, berada di antara dua api yang menyala’. Oleh karena itu, dia langsung menikah dengan empat orang wanita dan menceraikannya secara bersama-sama.’

Diriwayatkan dari Ziyad bin Ilaqah, ia berkata, “Aku mendengar Jabir berkata ketika Al Mughirah bin Syu’bah meninggal, ‘Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta selalu mendengar dan taat sampai datang kepadamu seorang pemimpin. Mintakan ampunan untuk Al Mughirah, niscaya Allah mengampuninya, karena dia senang memberi maaf’.”
Al Mughirah, Gubernur Kufah, meninggal tahun 50 Hijriyah dalam usia 70 tahun.
Sumber : Kitab Siyar A’lam An-Nubala’ – Imam Adz-Dzahabi
Diringkas: Dr. Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa.


Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad 7)
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi dan kerusakan yang besar. (QS Al Anfaal 73)
***

Para ulama mu’tazilah dan Imam Hanafi menolak periwayatan Abu Hurairah. Mereka menyatakan bahwa setiap hukum yang berasal dari sumber periwayatan yang melewati jalan Abu Hurairah seluruhnya batil dan tidak diterima kebenarannya.

Imam Hanafi berkata : “seluruh sahabat Nabi SAW menurutku dipercaya dan seluruhnya adil  hingga seluruh hadis hadisnya shahih dan diterima, kecuali hadis hadis yang berasal dari periwayatan Abu Hurairah, Anas bin Malik, Samurah bin Jundub, mereka tidak aku terima dan tertolak”

***

Siapakah Samurah bin Jundub ??
Samurah bin Jundub  adalah orang yang membunuh 8.000 penduduk BASRAH. Samurah ditanya, “Apakah kamu tidak takut kepada Allah, membunuh mereka semua ini ?”
Samurah menjawab : “Aku tidak takut jika membunuh sejumlah itu lagi”
Dr. Ahmad Amin pernah menyatakan dalam bukunya “Dhuha Al Islam (Fajar Islam”bahwa orang orang Bani Umayyah benar benar telah memalsukan hadis hadis demi mendukung kekuasaan mereka dari berbagai aspek politik. Mu’awiyah pernah memberikan uang 500 ribu dirham kepada SAMURAH Bin JUNDUB salah seorang dari sahabat NABi SAW untuk membuat buat hadis
Samurah bin Jundub RA masih belum dewasa ketika terjadi perang Uhud. Ia bersama beberapa anak lainnya  yang mempunyai semangat juang tinggi untuk membela panji keislaman, dikeluarkan dari barisan pasukan perang  Uhud oleh Nabi SAW karena belum cukup umur. Tetapi salah seorang di antaranya, Rafi bin Khadij, karena permintaan ayahnya dibolehkan oleh Nabi SAW ikut karena ia mempunyai keahlian memanah, dan menunjukkan kemampuannya di hadapan beliau.
 
Melihat dibolehkannya Rafi ikut bertempur, Samurah berkata kepada ayah tirinya, Murrah bin Sinan RA, “Wahai ayah, Rafi dibolehkan ikut berperang sementara saya tidak. Padahal saya lebih kuat daripada Rafi. Kalau diadu tanding, pasti saya dapat mengalahkan Rafi..”

Melihat semangat yang begitu menggebu dari anaknya ini, Murrah menyampaikan hal ini pada Nabi SAW, beliaupun mengadakan adu kekuatan antara Rafi dan Samurah, dan ternyata Samurah memenangkannya, sehingga iapun dbolehkan ikut serta dalam pertempuran di Uhud itu. Ketika itu Samurah berusia 15 tahun.

Samurah bin Jundub
Keadilan seluruh sahabat adalah doktrin andalan IslamSunni khususnya Salafy/Wahhabi… ( والصحابة رضي الله عنهم كلهم عدول باتفاق اهل السنة والجماعة )  Doktrin ini benar-benar menjadi garis merah… Siapapun yang berani mendekati apalagi menerobosnya berarti harus siap menjadi sasaran meriam vonis sesat bahkan bisa jadi dikafirkan.

Konsep keadilan Sahabat begitu dibanggakan dalam membangun doktrin agama… mereka adalah panutan dan bak bintang gemintang dengan siapa dari para sahabat umat Islam perpegangan past ia mendapat petunjuk Allah ke shirâth mustaqîm.

Banyak potret cemerlang para sahabat panutan Ahlusunnah yang mungkin pantas disimak dan diperhatikan untuk “ditiru dan diteladani”. Di bawah ini saya sajikan satu dari sekian banyak potret cemerlang membanggakan sahabat panutan Ahlusunnah.

Samurah bin Jundub Sahabat Panutan Ahlusunnah (khususnya Salafy/Wahhabi)

Untuk mengenal keshalehan dan ketaqwaan Samurah bin Jundub, mari kita simak laporan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (kitab tershahih setelah Al Qur’an suci wahyu ilahi dan Shahih Bukhari). Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbâs ra., ia berkata,
Telah sampai kepada Umar bahwa Samurah menjul khamr (miras), lalu ia berkata, ‘Semoga Allah membinasakan Samurah, tidakkah ia mengetahui bahwa Rasulullah saw. bersabda ‘Semoga Allah melaknat bangsa Yahudi, telah diharamkan atas mereka gajih lalu mereka membekukannya kemudian menjualnya.’” [1]
Jelas sekali di sini bahwa sahabat panutan yang satu ini telah berdagang khamr sementara ia megetahui Rasulullah saw. telah mengharamkannya. Kerena itu, Khalifah Umar begitu keras mengecamnya.

Tidak cukup sampai di sini “keshalehan” dan “ketaqwaan” sahabat panutan yang wahid ini; Samurah ia juga terbukti banyak melakukan kejahatan yang mengerikan dan sangat bertentangan dengan agama dan kemanusiaan, seperti membunuh jiwa-jiwa terhormat yang diharamkan untuk dibunuh!

Perhatikan data di bawah ini (yang sengaja disembunyikan banyak kalangan demi kehormatan para sahabat panutan). Imam ath Thabari melaporkan dalam Târîkh-nya,4/176  tentang peristiwa-peristiwa tahun 50 H. dengan sanad bersambung kepada Muhammad bin Sulaim, ia berkata,
Aku bertanya kepada Anas bin Sîrîn, ‘Apakah Samurah pernah membunuh seseorang?’ Ia menjawab, ‘Apakah dapat dihitung orang telah dibantai Samurah bin Jundub? Ia ditunjuk menggantikan Ziyâd memimpin kota Bashrah lalu Ziyâd pergi ke Kufah, sepulangnya dari Kufah, Samurah telah membunuh delapan ribu orang Muslim. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Apakah engkau tidak takut telah membunuh seseorang yang tidak layak engkau bunuh? Ia menjawab, ‘Andai aku bunuh lagi sejumlah yang telah aku bunuh aku tidak takut apapun!’”.
Ath Thabari juga melaporkan dari Abu al Aswad al Adwi, ia berkata,
“Samurah telah membunuh pada suatu pagi 47 (empat puluh tujuh) orang yang telah menghafal Al Qur’an.”.
Ustad Husain Ardilla berkata:
Inilah sekilas potret cemerlang sang sahabat panutan yang dibanggakan Ahlusunnah sebagai hasil didikan langsung Rasulullah saw. yang wajib atas setiap Muslim menghormati dan memohonkan keridhaan Allah atasnya!
Selamat meneladani sabahat agung panutan kebanggan Ahlusunnnah! Dan selamat pula atas kalian yang membanggakan keadilan sahabat bertaqwa dan shaleh seperti Samurah! Dan jangan lupa kalian memohon kepada Allah agar dikumpulkan kelak bersamanya di akhirat ketika Samurah disambut para bidadari dan arak menuju surga ‘Adan bersama para nabi, shiddiqin dan kaum shalihin!
    

Referensi:
[1] Shahih Muslim,5/41 bab Tahrîm al Khamr wa al Maitah (Diharamkannya miras dan bangkai).
 ***
Siapakah Mu’awiyah bin Abu Sofyan ??
Muhammad Abduh menyebutkan tindakan yang dibuat oleh Mu’awiyah berupa meminta sekelompok SAHABAT dan tabi’in untuk mengarang ngarang hadis. Hal itu membuat Mu’awiyah senang, salah satu pelakunya adalah ABU HURAiRAH.

Mungkinkah  AL QURAN  menyatakan adil kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang membunuh para sahabat besar imam Ali AS seperti Hujur bin Adi, Amr bin Hamaq Khuza’i, Muhammad bin Abubakar dan Malik Asytar ??

Mughirah cukup dekat dengan Mu’awiyah hingga Mu’awiyah membuka rahasia rahasia nya kepada Mughirah. Suatu malam dia melontarkan kata kata keji tentang MU’AWiYAH. Mereka bertanya, mengapa kamu demikian ? dia menjawab : “Mu’awiyah telah berkata,’kami ingin mengubur nama Muhammad’.”

Mughirah bin Syu’bah berpesan kepada Mu’awiyah : “Angkatlah Yazid sebagai khalifah (menggantikan) mu !”

Mu’awiyah berpikir. Tetapi di satu sisi dia melihat surat perdamaian yang telah disepakati dengan  Hasan AS. Salah satu butirnya bahwa Mu’awiyah tidak berhak sesudah dirinya menentukan seseorang sebagai penggantinya.

Disisi lain khawatir Hasan AS bangkit melawannya, dia berencana membunuh Hasan bin Ali AS. Mu’awiyah mengirim suatu racun kepada Gubernur Madinah Marwan bin Hakam. Lalu Marwan mengirim nya kepada JA’DAH isteri imam HASAN. Malam harinya Ja’dah menuang racun ini kedalam kendi air minum imam HASAN

***

Perilaku biadab sahabat Nabi SAW : Mu’awiyah mengirim pasukan di pimpin Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, lalu memasukkan tubuh MUHAMMAD bin ABUBAKAR ke dalam perut keledai dan membakarnya dengan kejam hingga tewas

Muhammad Ibnu Abu Bakar
Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash ke Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam
.
Muhammad bin Abu Bakar (631–658) adalah anak dari Khalifah Islam pertama, Abu Bakar dan Asma binti Umais. Ketika Abu Bakar meninggal, Asma binti Umais menikah lagi dengan Ali bin Abu Thalib, sepupu Nabi MuhammadMuhammad bin Abu Bakar baru berusia tiga tahun waktu itu terjadi; ia menjadi anak angkat Ali dan salah satu pendukung utamanya.
Muhammad bin Abu Bakar adalah putra Abu Bakar dengan ibu bernama Asma binti Umais. Setelah Abu Bakar wafat, Asma dinikahi oleh Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib as. Karena itulah, Muhammad dibesarkan dalam asuhan Amirulmukminin dan menerima akhlaknya yang mulia. Ia dilahirkan dalam perjalanan Haji Wada dan syahid pada 38 H dalam usia 28 tahun.

Imam Ali sangat mencintainya dan memandangnya sebagai putranya, dan pernah mengatakan, “Muhammad adalah putra saya dari Abu Bakar.” Pada masanya, Imam Ali as. memilih Qais bin Saad bin Ubadah sebagai Gubernur Mesir. Namun karena Qais tidak mau mengambil tindakan menghadapi kelompok Utsman bin Affan, Imam Ali as. menggantinya dengan Muhammad bin Abu Bakar.

Seiring berjalannya masa pemerintahan di Mesir, Muhammad mengirim surat kepada kelompok Utsman bahwa jika mereka tidak mau menaatinya maka ia tidak akan membiarkan mereka tinggal di Mesir. Karena itulah kelompok Utsman menyiapkan pasukan untuk menentangnya.
Ketika Imam Ali as. melihat kondisi semakin memburuk, beliau segera mengirim Malik bin Harits Al-Asytar untuk menjabat sebagai gubernur dan menekan unsur-unsur pemberontakan serta menyelamatkan pemerintahan. Namun Malik menjadi syahid dalam perjalanan menuju Mesir setelah dibunuh dengan racun oleh kaum Umayyah yang licik. Jabatan gubernur pun masih dipegang Muhammad.

Jauh sebelum itu, dalam peristiwa tahkim, Muawiah mempunyai hutang terhadap Amr bin Ash, dan segera melunasinya dengan memberikan Amr bin Ash 6.000 prajurit untuk menyerang Mesir. Muhammad menulis surat kepada Imam Ali as. untuk meminta bantuan, dan Imam  menjawab agar segera mengirim pasukan, sementara itu Muhammad harus memobilisasi pasukannya sendiri.
Muhammad bin Abu Bakar membuat dua pasukan, satu ia pimpin sendiri dan satu lagi dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr At-Tujibi. Namun pasukan Muawiyah bin Hudaij menyerang dengan kekuatan penuh. Kekalahan ini membuat anak buah Muhammad bin Abu Bakar ketakutan dan lari meninggalkan pertempuran.

Merasa sendirian, Muhammad bersembunyi di gurun. Tetapi musuh mendapat kabar dari seseorang yang mengikuti jejaknya ketika ia hampir mati kehausan. Orang-orang jahat itu tidak memberikan Muhammad air sedikit pun bahkan membunuhnya. Mayatnya dimasukan ke dalam perut keledai mati dan dibakar.

Ketika wafatnya Muhammad sampai kepada ibunya, Asma, ia menjadi marah. Umulmukminin Aisyah pun, yang merupakan saudari seayah Muhammad, bersumpah bahwa selama hidupnya ia tak akan pernah memakan daging bakar. Aisyah mengutuk Muawiah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, dan Muawiah bin Hudaij setiap selesai salat.

Salah seorang prajurit Imam Ali as. yang datang dari Suriah mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin! Ketika berita tentang pembunuhan Muhammad sampai kepada Muawiyah, ia naik ke mimbar seraya memuji kelompok pembunuhnya. Rakyat Suriah sangat gembira, dan saya belum pernah melihat mereka segembira itu sebelumnya.”.

Kemudian Imam Ali as. menyampaikan kata-katanya yang indah, “Kesedihan kami atasnya sebesar kegembiraan musuh atasnya, kecuali bahwa mereka telah kehilangan musuh sedang kita kehilangan sahabat.” Imam Ali as. juga berkata kepada Abdullah bin Abbas, “Ia (Muhammad bin Abu Bakar) adalah putra dan teman setia, pekerja keras, pedang tajam dan benteng pertahanan.” Wallahualam.

Shi’a Muslim view


Muhammad ibn Abi Bakr “Kabra Mubarak”.

The Shi’a praise Muhammad ibn Abi Bakr for his devotion to `Ali and his resistance to a caliph the Shi’a believe to be a tyrant. Though his father Abu Bakr and his sister Aisha were considered enemies of `Ali by Shi’a, Ibn Abi Bakr was faithful to his stepfather.

According to a Shi’a Muslim author:
`Ali loved Muhammad Ibn Abi Bakr as his own son and his death was felt as another terrible shock. `Ali prayed for him, and invoked God’s blessings and mercy upon his soul. [^ Restatement of History of Islam : Death of Malik].

Muhammad Bin Abubakar mengakui bahwa Imam Ali adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw

surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari,
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.
————————————————————–
Surat Muhammad  bin  Abu  Bakar  kepada  Mu’awiyah:

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari Muhammad bin Abu Bakar.
Kepada si tersesat Mu’awiyah bin Shakhr.
Salam kepada penyerah diri dan yang taat kepada Allah!
Amma ba’du,
Maka mengapa, hai ahli neraka, engkau menyamakan dirimu dengan Ali, sedang dia adalah pewaris (warits) dan pelaksana wasiat (Washi) Rasul Allah saw, ayah anak anak (Rasul), pengikut pertama dan yang terakhir menyaksikan Rasul, teman berbincang, penyimpan rahasia dan serikat Rasul dalam urusannya. Dan Rasul memberitahukan pekerjaan beliau kepadanya, sedang engkau adalah musuh dan anak dari musuh beliau.

Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk yang benar’.

—————————————————————
Jawaban  Mu’awiyah  kepada  Muhammad  bin  Abu  Bakar:
Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Kepada Pencerca ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar.
Salam kepada yang taat kepada Allah.

Pandanganmu lemah. Engkau mencerca ayahmu

Ayahmu dan Faruqnya (Umar) adalah orang orang pertama yang merampas haknya (ibtazza). Hal ini diketahui umum.

Kemudian mereka mengajak Ali membaiat Abu Bakar tetapi Ali menunda dan memperlambatnya. Mereka marah sekali dan bertindak kasar

Mereka berdua tidak mengajak Ali dalam pemerintahan mereka…, sampai mereka berdua meninggal dan berakhirlah kekuasaan mereka.

Ayahmu bekerja sama dengan dia ( Umar )  dan mengukuhkan kekuasaannya. Bila kaum katakan bahwa tindakanmu benar, (maka ketahuilah) ayahmulah yang mengambil alih kekuasaan ini dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan hal ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abu Thalib dan kami akan sudah menyerah kepadanya. Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan dia seperti ini di hadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun yang akan kau dapatkan, arahkanlah itu kepada ayahmu sendiri, atau berhentilah dari turut campur.

Salam bagi dia yang kembali.’

=============================================================
surat ini adalah kritik Mu’awiyah terhadap pembaiatan Abu Bakar di Saqifah. Mu’awiyah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar mengetahui betul tuntutan Ali. Di pihak lain yang membuat surat ini lebih menarik adalah pernyataan Muhammad bin Abu  Bakar tentang Ali sebagai pemegang wasiat dan pewaris Rasul yang tidak dibantah Mu’awiyah.

Kedua surat ini dimuat Nashr bin Muzahim dalam Kitabnya Waq’ah Shiffin dan Mas’udi dalam kitabnya Muruj adzDzahab dan telah diisyaratkan oleh Thabari dan Ibnu Atsir sebagai surat yang ditulis tahun 36 Hijriah, yaitu tatkala Muhammad bin Abu Bakar menjadi Gubernur di Mesir di zaman kekhalifahan Ali. Agaknya, kedua penulis tersebut tidak melihat hikmat surat ini
Lihat Nashr bin Muzahim, Waq’ah Shiffin, Kairo, 1382 H., hlm. 118, 119; Mas’udi, Muruj adzDzahab, Beirut, 1385 H., jilid 3, hlm. 11 atau Cetakan Mesir, 1346 H., jilid 2, hlm. 5960; Penunjukan Thabari dan Ibnu Atsir akan adanya surat menyurat antara Muhammad bin Abu Bakar dan Mu’awiyah, lihat Thabari, 
Tarikh, jilid 3, hlm. 108; Ibnu Atsir, Tarikh, jilid 3, hlm. 108.

'AISYAH BERKATA: “BUNUH NA’TSAL, SESUNGGUHNYA IA TELAH KAFIR!”


SEBELUM UTSMAN DIBUNUH.
Satu tahun sebelum Utsman dibunuh, orang-orang Kufah, Basrah dan Mesir bertemu di Masjidil Haram, Mekah. Pemimpin kelompok Kufah adalah Ka’ab bin Abduh, pemimpin kelompok Basrah adalah Al-Muthanna bin Makhrabah Al-‘Abdi dan pemimpin kelompok Mesir adalah Kinanah bin Basyir bin Uttab bin Auf As-Sukuni kemudian hari diganti oleh At-Taji’i. Beberapa kelompok dari mereka ialah:

1. KELOMPOK KELUARGA YANG DILALIMI KHALIFAH: Sa’ad bin Musayyib menceritakan adanya keluarga Banu Hudzail dan Banu Zuhrah yang merasa sakit hati atas perbuatan Utsman terhadap ‘Abdullah bin Mas’ud, karena Ibnu Mas’ud berasal dari kedua klan ini. Yang tergabung kedalam kelompok ini adalah mereka yang anggota keluarganya mendapatkan perlakuan buruk dari Utsman bin Affan seperti keluarga Banu Taim yang membela Muhammad bin Abu Bakar; keluarga Banu Ghifari yang membela Abu Dzar; keluarga Banu Makhzum yang membela ‘Ammar bin Yasir dll. Mereka semua mengepung rumah khalifah Utsman dan menuntut khalifah memecat Sekretaris Negara, Marwan bin Hakam.

2. KELOMPOK PENDUDUK BASRAH: Kemudian dari Basrah datang ke Madinah sekitar 150 orang. Yang tergabung kedalam kelompok ini adalah Dzarih bin Ubbad Al-‘Abdi, Basyir bin Syarih Al-Qaisi, Ibnu Muharrisy. Malah menurut Ibnu Khaldun jumlah mereka sama banyaknya dengan jumlah pendatang Mesir yaitu sekitar 1,000 orang, dan terbagi kedalam 4 kelompok.

3. KELOMPOK KUFAH: Dari Kufah datang 200 orang yang dipimpin Asytar. Ibnu Qutaybah mengatakan kelompok Kufah terdiri dari 1,000 orang dalam 4 kelompok. Pemimpin masing-masing kelompok adalah Zaid bin Suhan al-‘Abdi, Ziyad bin an-Nashr al-Haritsi, ‘Abdullah bin al-‘Ashm al-‘Amiri dan ‘Amr bin al-Ahtam.

4. KELOMPOK MESIR: Dari Mesir datang 1,000 orang (ada yang mengatakan hanya 400 orang, atau 500 orang, atau 700 orang, atau 600 orang. Menurut Ibn Abil-Hadid 2,000 orang). Dalam kelompok ini terdapat Muhammad bin Abi Bakar, Sudan bin Hamran as-Sukuni, ‘Amr bin Hamaq al-Khaza’i. Mereka dibagi dalam empat kelompok masing-masing dipimpin oleh ‘Amr bin Badil bin Waraqa’ al-Khaza’i, ‘Abdurrahman bin ‘Adis Abu Muhammad al-Balwi, ‘Urwah bin Sayyim bin al-Baya’ al-Kinani al-Laitsi, Kinanah bin Basyir Sukuni at-Tajidi. Mereka semua berkumpul di sekitar ‘Amr bin Badil al-Ghaza’i, seorang sahabat Rasulullah, dan ‘Abdurrahman bin ‘Adis al-Tajibi.

5. KELOMPOK MADINAH: Mereka disambut oleh kelompok Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar seperti ‘Ammar bin Yasir al-‘Abasi, seorang pengikut perang Badar, Rifaqah bin Rafi’ al-Anshari, pengikut Perang Badar, al-Hajjaj bin Ghaziah seorang sahabat Rasulullah, Amir bin Bakir, seorang dari Banu Kinanah dan pengikut Perang Badar, Thalhah bin Ubaydillah dan Zubayr bin Awwam, peserta Perang Badar.

Lihat referensi berikut ini:

Ibnu Sa’ad, Thabaqat, jilid 3, halaman 49
Baladzuri, al-Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 26, 59 Ibnu Qutaybah, al-Imamah wa’s-Siyasah, jilid 1, halaman 34 Ibnu Qutaybah, al-Ma’arif, halaman 84 Thabari, Tarikh, jilid 5, halaman 116 Muruj adz-Dzahab, jilid 1, halaman 441 Ibnu ‘Abd Rabbih, al-‘Iqd al-Farid, jilid 2, halaman 262, 263, 269 Muhibbudin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 2, halaman 123, 124 Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, halaman 66 dll.

‘AISYAH BERKATA: “BUNUH NA’TSAL, SESUNGGUHNYA IA TELAH KAFIR!”. Sejarah telah mencatat bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah, bersama Thalhah, Zubayr dan anaknya Abdullah bin Zubayr, telah melancarkan peperangan terhadap khalifah yang sah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, yang memakan korban hingga lebih dari 20,000 orang, dengan alasan untuk menuntut darah Utsman bin Affan (jadi mereka menyalahkan orang yang sama sekali tidak bersalah!).

Padahal Ummul Mukminin ‘Aisyah adalah pelopor dalam melawan ‘Utsman dengan mengatakan bahwa Utsman telah kafir.

Thalhah menahan pengiriman air minum kepada Utsman, tatkala rumah khalifah yang ketiga itu dikepung ‘para pemberontak’ yang datang dari daerah-daerah.

Zubayr menyuruh orang membunuh Utsman pada waktu rumah khalifah itu sedang dikepung. Orang mengatakan kepada Zubayr: “Anakmu sedang menjaga di pintu, mengawal (Utsman).” Zubayr menjawab: “Biar aku kehilangan anakku tetapi Utsman harus dibunuh!” (Lihat: Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju-l-Balaghah, jilid 6, halaman 35—36).

Zubayr dan Thalhah juga adalah orang-orang yang pertama membai’at Ali.
Khalifah Utsman mengangkat Walid bin Uqbah, saudara seibunya jadi Gubernur di Kufah. Ayahnya Uqbah pernah menghujat Rasulallah di depan orang banyak, dan kemudian dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. Walid sendiri dituduh sebagai pemabuk dan menghambur-hamburkan uang baitul mal. Ibnu Mas’ud (Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud), seorang sahabat terkemuka, yang ikut Perang Badar, yang mengajar Al-Qur’an dan agama di Kufah, penanggung jawab baytul mal, menegur Walid. Walid mengirim surat kepada Utsman mengenai Ibnu Mas’ud. Utsman memanggil Ibnu Mas’ud menghadap Madinah.
Baladzuri menulis: “ ‘Utsman sedang berkhotbah di atas mimbar Rasulullah. Tatkala Utsman melihat Ibnu Mas’ud datang ia berkata: ‘Telah datang kepadamuu seekor kadal (duwaibah) yang buruk, yang kerjanya mencari makan malam hari, muntah dan berak!’.

Ibnu Mas’ud menjawab: ‘Bukan begitu, tetapi aku adalah sahabat Rasulullah pada perang Badar dan bai’at ar-ridwan’ (Ibnu Mas’ud sengaja menyebutkan kedua peristiwa ini karena Utsman memang tidak pernah hadir dalam kedua peristiwa itu—red)

‘Aisyah berteriak: ‘Hai Utsman, apa yang kau katakan terhadap sahabat Rasulullah ini?’ Utsman naik pitam dan berteriak: ‘Diam engkau!’
Dan kemudian Utsman memerintahkan mengeluarkan Ibnu Mas’ud dari Masjid dengan kekerasan. Abdullah bin Zam’ah, pembantu Utsman, membanting Ibnu Mas’ud ke tanah. Kemudian ia menginjak tengkuk Ibnu Mas’ud secara bergantian dengan kedua kakinya hingga rusuk Ibnu Mas’ud patah.

Marwan bin Hakam berkata kepada Utsman: ‘Ibnu Mas’ud telah merusak Irak, apakah engkau ingin ia merusak Syam juga?’ Dan Ibnu Mas’ud ditahan dalam kota Madinah sampai ia meninggal dunia tiga tahun kemudian. Sebelum mati ia membuat wasiat agara Ammar bin Yasir menguburkannya diam-diam, yang kemudian membuat Utsman marah.

Karena Utsman sering menghukum saksi pelanggaran agama oleh pembantu-pembantunya, timbullah gejolak di Kufah. Orang menuduh Utsman sering menghukum saksi dan membebaskan tertuduh (Lihat: Ibnu Abd al-Barr, Kitab al-Istiab fi Ma’rifati ‘l-Ashhab, dalam pembicaraan Ibnu Mas’ud; lihat juga Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir, Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 35).

Abu’l-Faraj menulis: “Berasal dari az-Zuhri yang berkata: ‘Sekelompok orang Kufah menemui Utsman pada masa Walid bin Uqbah menjadi gubernur. Maka berkatalah Utsman: ‘Bila seorang diantara kamu marah kepada pemimpinnya, maka dia lalu menuduhnya melakukan kesalahan, besok aku akan menghukum dirimu.’ Dan mereka meminta perlindungan ‘Aisyah. Besoknya Utsman mendengar kata-kata kasar mengenai dirinya keluar dari kamar ‘Aisyah, maka Utsman berseru: ‘Orang Iraq yang tidak beragama dan fasik-lah yang mengungsi di rumah ‘Aisyah’.’ Tatkala ‘Aisyah mendengar kata-kata Utsman ini, ia mengangkat sandal Rasulullah, dan berkata: ‘Anda meninggalkan sunnah Rasulullah, pemilik sandal ini!’ Orang-orang mendengarkan. Mereka datang memenuhi masjid. Ada yang berkata, “Dia betul” dan ada yang berkata, “Bukan urusan perempuan!” . Akhirnya mereka baku hantam dengan sandal. (Lihat: Abu’l-Faraj al-Isfahani, al-AghaniI, jilid 4, halaman 18).

Baladzuri menulis: “Aisyah mengeluarkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada Utsman dan Utsman membalasnya: ‘Apa hubungan anda dengan ini?’ ‘Anda diperintahkan agar diam di rumahmu (maksudnya ialah firman Allah yang memerintahkan isteri Rasul agar tinggal di rumah:
“…dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat…………” (QS. AL-Ahzab: 33).

Dan ada kelompok yang berucap seperti Utsman, dan yang lain berkata: ‘Siapakah yang lebih utama dari ‘Aisyah?’ Dan mereka baku hantam dengan sandal, dan ini pertama kali perkelahian antara kaum Muslimin, sesudah Nabi wafat. (Lihat: Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 18)
Tatkala khalifah Utsman sedang dikepung oleh “pemberontak” yang datang dari Mesir, Basrah, dan Kufah, ‘Aisyah naik haji ke Mekah.
Thabari menulis: “Seorang laki-laki bernama Akhdhar (datang dari Madinah) dan menemui ‘Aisyah” Aisyah: “Apa yang sedang mereka lakukan?”
Akhdhar: “Utsman telah membunuh orang-orang Mesir itu!”
Aisyah: “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Apakah ia membunuh kaum yang datang mencari hak dan mengingkari dzalim? Demi Allah, kita tidak rela akan (peristiwa) ini.
Kemudian seorang laki-laki lain (datang dari Madinah). Aisyah: “Apa yang sedang dilakukan oleh orang itu?” Laki-laki itu menjawab: “Orang-orang Mesir telah membunuh Utsman!”
Aisyah: “Ajaib si Akhdhar.
Ia mengatakan bahwa yang terbunuhlah yang membunuh”
Sejak saat itulah muncul peribahasa, “LEBIH BOHONG DARIPADA SI AKHDHAR” (Lihat: Thabari, Tarikh, jilid 5, halaman 166).

Abu Mikhnaf Luth al-‘Azdi menulis: ‘Aisyah berada di Mekah tatkala mendengar terbunuhnya Utsman.
Ia segera kembali ke Madinah dalam keadaan tergesa-gesa.
Dia berkata: “Dialah PEMILIK JARI” (Dzul Ishba, gelar Thalhah bin Ubaydillah, karena beberapa jarinya buntung di perang Uhud).
Demi Allah, mereka akan mendapatkan kecocokan pada Thalhah. Dan tatkala Aisyah berhenti di Sarf (Sarf, suatu tempat sekitar 10 km jauhnya dari kota Mekah), ia bertemu dengan Ubaid bin Abi Salmah al-Laitsi. Aisyah berkata: “Ada berita apa?”
Ubaid menjawab: “Utsman dibunuh”
Aisyah: “Kemudian bagaimana?”
Ubaid: “Kemudian mereka telah menyerahkan kepada orang yang paling baik, mereka telah membai’at Ali” Aisyah: “Aku lebih suka langit runtuh menutupi bumi! Selesailah sudah! Celakalah anda! Lihatlah apa yang anda katakan!.
Ubaid: “Itulah yang saya katakan pada anda, ya ummul mukminin
Maka merataplah Aisyah
Ubaid: “Ada apa, ya ummul mukminin! Demi Allah, aku tidak mengetahui ada yang lebih utama dan lebih baik dari dirinya. Dan aku tidak mengetahui orang yang sejajar dengannya, maka mengapa anda tidak menyukai wilayah-nya?”
Aisyah tidak menjawab.
Dengan jalur yang berbeda-beda diriwayatkan pula bahwa Aisyah tatkala sedang berada di kota Mekah, mendapatkan berita tentang pembunuhan Utsman, ia berkata:
“Mampuslah dia (ab’adahu ‘llah)! Itulah hasil kedua tangannya sendiri! Dan Allah tidak dzalim terhadap hambaNya!”

Dan diriwayatkan bahwa Qais bin Abi Hazm naik haji pada tahun Utsman dibunuh. Tatkala berita pembunuhan sampai, ia berada bersama Aisyah dan menemaninya pergi ke Madinah. Dan Qais berkata: “Aku mendengar ia telah berkata:
‘Dialah si PEMILIK JARI!’
Dan tatkala disebut nama Utsman, ia berkata:
‘Mampuslah dia!’

Dan waktu mendapat kabar dibai’atnya Ali, ia berkata:
‘Aku ingin yang itu (sambil menunjuk ke langit) runtuh menutupi yang ini (sambil menunjuk ke bumi)’”.
Ia lalu memerintahkan agar unta tunggangannya di kembalikan ke Mekah dan aku kembali bersamanya. Sampai di Mekah ia berkhotbah kepada dirinya sendiri, seakan-akan ia berbicara kepada seseorang.
‘Mereka telah membunuh Ibnu Affan (Utsman) dengan dzalim’. Dan aku berkata kepadanya: ‘Ya Ummul mukminin! Tidakkah aku mendengar baru saja anda telah berkata, “Ab’adahu-llah!”?”
‘Dan aku melihat engkau sebelum ini paling keras terhadapnya dan mengeluarkan kata-kata buruk untuknya!”
Aisyah menjawab, “Betul demikian, tetapi aku telah mengamati masalahnya dan aku melihat mereka meminta agar dia bertobat………….kemudian setelah ia bertobat mereka membunuhnya pada bulan haram’
Dan diriwayatkan dalam jalur lain bahwa tatkala sampai kepadanya berita terbunuhnya Utsman ia berkata:
“Mampuslah dia! Ia dibunuh oleh dosanya sendiri. Mudah-mudahan Allah menghukumnya dengan hasil perbuatannya (aqadahu-llah)! Hai kaum Qurays, janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap pembunuh Utsman, seperti yang dilakukan kepada kaum Tsamud! Orang yang paling berhak akan kekuasaan ini adalah Si Pemilik Jari!”
Dan tatkala sampai berita pembaiatan terhadap Ali, ia berkata:
“Habis sudah, habis sudah (ta’isa), mereka tidak akan mengembalikan kekuasaan kepada (Banu) Taim untuk selama-lamanya!”
Dan jalur lain lagi: “Kemudian ia kembali ke Madinah dan ia tidak ragu lagi bahwa Thalhah-lah yang akan memegang kekuasaan (khilafah) dan ia berkata:
‘(Allah) menjauhkan dan membinasakan si Na’tsal. Dialah si Pemilik Jari! (maksudnya Thalhah) Itu dia si Abu Syibl! (Julukan dari Thalhah yang berarti ‘ayah dari anak singa’), dialah misanku! Demi Allah, mereka akan menemukan pada Thalhah kepantasan untuk kedudukan ini. Seakan-akan aku sedang melihat ke jarinya tatkala ia dibai’at! Bangkitkan unta ini dan segera berangkatkan dia!” (Lihat: Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 4, halaman 215, 216).
Dan tatkala ia berhenti di Sarf dalam perjalanan ke Madinah ia bertemu dengan Ubaid bin Umm Kilab (Ubaid bin Umm Kilab adalah orang yang sama dengan Ubaid bin Abi Salamah al-Laitsi)
Ubaid berkata: “Mereka membunuh Utsman, dan delapan hari tanpa pemimpin!”
Aisyah: “Kemudian apa yang mereka lakukan?”
Ubaik berkata: “Penduduk Madinah secara bulat (bi-l-ijma) telah menyalurkan ke jalan yang terbaik, mereka secara bulat telah memilih Ali bin Abi Thalib”.
Aisyah berkata: “Kekuasaan jatuh ke tangan sahabatmu! Aku ingin yang itu runtuh menutupi yang ini! Lihatlah apa yang kamu katakan!”
Ubaid menjawab: “Itulah yang aku katakan, ya ummul mukmini” Maka merataplah Aisyah. Ubaid melanjutkan: “Ada apa dengan anda, ya ummul mukminin? Demi Allah! Aku tidak menemukan antara dua daerah berlafa gunung berapi (maksudnya Madinah) ada satu orang yang lebih utama dan lebih berhak dari dia. Aku juga tidak melihat orang yang sama dan sebanding dengannya, maka mengapa anda tidak menyukai wilayah-nya?”
Ummul mukiminin berteriak: “Kembalikan aku, kembalikan aku”, dan ia lalu berangkat ke Mekah. Dan ia berkata: ‘Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara dzalim. Demi Allah, kami akan menuntut darahnya!”.
Ibnu Ummu’l-Kilab berkata kepada Aisyah: “Mengapa, Demi Allah, sesungguhnya orang yang pertama mengamati pekerjaan Utsman adalah anda, dan anda telah berkata: “BUNUHLAH SI NA’TSAL! IA TELAH KAFIR!
Aisyah berkata: “Mereka minta ia bertobat dan mereka membunuhnya. Aku telah bicara dan mereka juga telah bicara. Dan perkataanku yang terakhir lebih baik daripada perkataanku yang pertama”.
Ibnu Ummu-l- Kilab kemudian bersyair: Dari anda bibit disemai Dari anda kekacauan dimulai Dari anda datangnya badai DAri anda hujan berderai Anda suruh bunuh sang imam Ia ‘lah kafir, anda yang bilang Jika saja kami patuh Ia tentu kami bunuh Bagi kami pembunuh adalah penyuruh Tidak akan runtuh loteng di atas kalian Tidak akan gerhana matahari dan bulan Telahh dibaiat orang yang agung Membasmi penindas, menekan yang sombong Ia selalu berpakaian perang Penepat janji, bukan pengingkar
Menurut Mas’udi (Lihat: Muruj adz-Dzaha, jilid 2, halaman 9); Dari anda datang tangis Dari anda datang ratapan Dari anda datangnya topan Dari anda tercurah hujan Anda perintah bunuh sang imam Pembunuh bagi kami adalah penyuruh
Dan Utsman telah terbunuh…………………Para pembunuhnya telah mengepung rumah Utsman dan memotong suplai air agar ia meletakkan jabatan. Para ahli sejarah juga mencatat bahwa mayat Utsman dilarang oleh para sahabat lain dikebumikan di pekuburan Muslim. Akhirnya ia dikebumikan di pekuburan Hash Kaukab (sebuah pekuburan Yahudi yang letaknya tidak begitu jauh dari pekuburan Muslimin di Baqi Madinah). Utsman dikuburkan tanpa dimandikan dan tanpa dikafani.
Pekuburan Hash Kaukab itu akhirnya dibeli oleh pemerintah pada saat Mu’awiyyah yang satu suku dengan Utsman (Bani Umayyah) mengangkangi kursi khilafah. Dan kemudian pekuburan itu disatukan dengan pekuburan Baqi. Tapi tetap kita bisa melihat betapa kuburan Utsman itu letaknya jauh sekali dari kuburan khalifah sebelumnya seperti kuburan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Kaum Muslimin pada waktu itu enggan menguburkan Utsman berdampingan dengan kuburan khalifah sebelumnya padahal sebagai seorang Khalifah sudah selayaknya ia mendapatkan prioritas—dikubur bersebelahan dengan Nabi.

Rupanya letak kuburan Utsman itu menyisakan misteri selain pembelajaran kepada kaum Muslimin hingga sekarang.
.
BAGAIMANA UTSMAN BISA MENJADI KHALIFAH?

Ketika Khalifah Umar bin Khattab ditusuk orang, ia telah diberitahu orang-orang bahwa nama penggantinya sudah dibicarakan orang-orang. Untuk itu Umar berkata pada orang-orang yang ada di sekitarnya, “Seandainya Abu ‘Ubaydah ibn Al-Jarrah masih hidup, aku akan mengangkat dia menjadi khalifah penggantiku. Seandainya juga Salim, budak dari Hudzhaifah, masih hidup. Maka aku akan mencalonkan dia menjadi khalifah untuk menggantikan diriku.”

Kemudian ia melanjutkan pembicaraannya kepada orang-orang, “Orang-orang berkata bahwa pembai’atan Abu Bakar oleh kaum Muslimin itu sebagai sebuah rekayasa dari setan tapi Allah melindungi kita dari keburukannya. Orang-orang juga berkata bahwa pengangkatan Umar untuk menjadi khalifah itu kurang konsultasi dan masyarakat tidak dilibatkan. Maka sekarang setelahku pengangkatan khalifah itu harus melalui musyawarah (Syura)” (Lihat Shahih Bukhari)

“Aku telah menentukan bahwa untuk tujuan ini aku akan berkonsultasi dengan sejumlah Muhajirun. Panggil Ali, Utsman, Thalhah, Zubayr, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Apabila ada empat orang dari mereka setuju satu nama, maka yang dua lagi harus setuju dengan yang empat. Dan apabila keputusan mereka terbelah tiga-tiga, maka kalian harus mengikuti kelompok yang ada Abdurrahman bin Auf-nya; oleh karena itu dengarkan dia dan patuhi dia…” (Lihat Shahih Bukhari)

Dari riwayat yang ada di Shahih Bukhari itu jelaslah sudah bahwa Umar bin Khattab telah menentukan calon khalifahnya yang akan disebutkan oleh Abdurrahman bin Auf. Sistem pemilihan khalifah seperti inilah yang seringkali diambil sebagai cara untuk memilih pemimpin di kalangan saudara kita Ahlussunnah. Khalifah Umar bin Khattab menyuruh Abdurrahman bin Auf untuk menyebutkan kriteria-kriteria yang pantas dan harus dimiliki oleh seorang Khalifah yang nantinya harus dibai’at oleh kaum Muslimin. Abdurrahman bin Auf menyebutkan bahwa seorang khalifah baru itu harus mengikuti tindakan dan kebijakan yang telah dijalankan oleh kedua khalifah sebelumnya (Abu Bakar dan Umar) selain ia harus mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. 


Seperti yang sudah diduga sebelumnya, keenam orang ternama di suku Arab itu terbagi kedalam dua kelompok masing-masing berisi tiga orang dimana di dalam masing-masing kelompok ada calonnya sebanyak satu orang calon khalifah. Kelompok pertama terdiri dari: Ali sebagai calon khalifah, kemudian Thalhah, dan Zubayr. Kelompok kedua terdiri dari Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan sebagai calon khalifah di kelompok ini. Imam Ali menolak untuk mengikuti sunnah Abu Bakar dan Umar. Ali hanya akan mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta ijtihadnya sendiri. Ali berkata, “Aku akan mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta Ijtihadku sendiri” (Lihat: Khalid Muhammad Khalid, Khulafa ‘al-Rasul, halaman 272, edisi ke-8). Sementara itu Utsman menerima syarat itu. Ia menerima untuk mengikuti sunnah Abu Bakar dan Umar.

Al-Bukhari melukiskan dalam kitab Shahih-nya tentang kejadian ini. Bukhari menyatakan bahwa Al-Hasir ibn Makhramah berkata: “Abdurrahman bin Auf mengetuk pintu rumahku setelah separuh malam berlalu hingga aku terbangun. Ia berkata, ‘Aku tahu engkau telah tertidur. Demi Allah, kedua mataku ini belumlah merasakan nikmatnya tidur. Marilah ikut denganku, panggilah Zubayr dan Sa’ad kehadapanku.’ Aku kemudian memanggil mereka, kemudian ia berbicara dengan keduanya. Kemudian setelah beberapa saat ia memanggilku dan berkata, ‘Panggilah Ali kehadapanku.’ Aku kemudian memanggilnya dan meminta kesediaannya untuk bertemu dengannya (Abdurrahman bin Auf). Ia kemudian berbicara dengan Ali secara pribadi hingga malam berangsur menuju pagi. Setelah itu Ali meninggalkan dia dengan raut wajah penuh optimisme. Ia kemudian berkata kepadaku, ‘Sekarang panggilah Utsman ke hadapanku.’ Dan saya melakukan perintahnya sekali lagi. Ia berbicara dengan Utsman secara pribadi hingga mu’adzin menyerukan adzhan untuk shalat shubuh dan akhirnya keduanya memutuskan untuk berpisah.

Setelah shalat Shubuh, orang-orang yang sama berkumpul di depan mimbar Nabi. Abdurrahman bin Auf memanggil orang-orang Muhajirin dan Ansar yang hadir pada saat itu. Ia juga mengirimkan pesan agar para komandan pasukan berkumpul di sana. Para komandan pasukan ini ialah orang-orang yang sangat setia kepada Umar bin Khattab. Setelah semuanya berkumpul, Abdurrahman memulai pidatonya dengan dua kalimah syahadat, kemudian melanjutkan:

“Ya, Ali! Aku telah meneliti urusan umat ini dan kemudian aku tidak menemukan satu orangpun yang sebanding dengan Utsman; jadi, janganlah engkau sia-siakan keselamatanmu untuk engkau korbankan.”

Kemudian ia berkata kepada Utsman:

“Aku berikan bai’at kesetiaanku kepadamu sesuai dengan Sunnatulllah dan sunnah Rasulullah dan sunnah kedua khalifah sebelumnya”

Dengan perkataan itu Abrurrahman bin Auf memberikan bai’atnya kepada Utsman bin Affan diikuti oleh orang-orang yang hadir di sana.”
(Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 9, halaman 239)

Jelas sekali terlihat intrik-intrik politik yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab. Umar telah memperkirakan sebelumnya bahwa Ali tidak akan pernah setuju dengan syarat yang diajukan oleh Abdurrahman bin Auf yaitu syarat bahwa khalifah selanjutnya itu selain berpegang pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, juga berpegang pada sunnah kedua khalifah sebelumnya. Umar tahu calon yang lain pasti setuju apabila itu diajukan kepada mereka demi untuk mendapatkan jabatan khalifah, akan tetapi Ali senantiasa setia pada Islam dan bukan sunnah kedua khalifah sebelumnya yang sering menunjukkan pertentangannya dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

Umar tahu bahwa Thalhah dan Zubayr akan memilih Ali karena Umar melihat mereka berada di sisi Ali ketika terjadi peristiwa Saqifah yang mengantarkan Abu Bakar ke tampuk khilafah lewat intrik politik yang dibuat oleh Umar. Selain itu syarat yang diajukan oleh Umar yaitu apabila kelompok yang terdiri dari enam orang itu terpecah menjadi dua bagian yang sama, maka pihak yang ada Abdurrahman bin Auf lah yang boleh menentukan syarat menjadi khalifah. Ini menunjukkan dengan jelas sekali bahwa ada Intrik politik yang sedang dijalankan demi mencapai tujuan memenangkan kekhalifahan. Inilah SYURA  yang telah mereka sebut-sebut itu……………………………

ALASAN MEREKA MEMBUNUH UTSMAN.
Banyak sekali pernyataan yang simpang siur atas terbunuhnya Utsman bin Affan. Banyak sekali riwayat dan pernyataan yang saling berbenturan terutama ketika membicarakan tentang kelompok mana yang menggalang masa untuk membunuh Utsman; terus alasan apa yang mereka gunakan untuk membenarkan tindakan mereka itu; dan apa yang membuat mereka bersegera untuk melakukan itu hingga akhirnya Utsman terbunuhlah sudah………………………

Penjelasan yang paling masuk akal untuk menjelaskan mengapa Utsman dibunuh oleh mereka ialah karena Utsman seringkali bertindak nepotis dengan mengangkat para gubernur provinsi dari kalangan kerabatnya selain itu Utsman seringkali memberikan uang yang berasal dari Baytul Mal untuk diberikan kepada kerabatnya. Tindakan Utsman yang nepotis dan korup ini mengundang kritik tajam dan pemberontakan di sana sini untuk melengserkan Utsman.

Tangan-tangan rakus dari karib kerabat Utsman bin Affan (yang berasal dari suku Bani Umayyah) yang menjarah harta yang ada di Baytul Mal sesuka hati mereka menyebabkan orang berpikir bahwa rezim Bani Umayyah itu sebenarnya dimulai ketika Utsman menjabat khilafah dan dibai’at oleh semua orang dari suku Bani Umayyah. Abu Sufyan sebagai pemuka suku Bani Umayyah berkata sebagai berikut ketika Utsman resmi dibai’at sebagai khalifah baru, “Ya, Banu Umayyah! Ambillah khilafah ini dan mainkanlah seperti kalian memainkan bola, karena demi dia yang Abu Sufyan bersumpah atas namanya, aku sangat yakin kalian akan mendapatkannya, dan itu akan diperoleh oleh keturunanmu secara turun temurun.” (Lihat: Al-Tabari, Tarikh, Al-Mas’udi, Ibn Al-Athir, Al-Isti’ab). Menurut riwayat lainnya atas pernyataan yang sama, Abu Sufyan dilaporkan berkata, “Terimalah itu (khilafah) seperti ketika engkau menerima sebuah bola, karena aku yakin tidak ada surga maupun neraka…………” (Lihat: Ibn Al-Athir, Al-Mas’udi, Al-Tabari, Tarikh).

Diantara mereka yang menentang kekuasaan Utsman ialah mereka yang berasal dari kalangan sahabat yang ternama. Yang paling terkenal diantara mereka ialah Abu Dzar al-Ghifari (semoga Allah meridhoinya), kemudian Abdullah bin Mas’ud, dan Ammar bin Yasir. Utsman sangat membenci mereka ini dan memberikan hukuman yang keras terhadap mereka. Seperti misalnya, Abu Dzar, yang harus menemui kematiannya di sebuah gurun bernama Al-Rabathah karena ia telah melontarkan protes keras atas penunjukkan Mu’awiyyah sebagai gubernur provinsi Syiria (kemudian akhirnya kelak Mu’awiyyah mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa mutlak atas negeri Syria). Abu Dzar sangat membenci kebiasaan Mu’awiyyah yang mengambil timbunan emas dan uang yang merupakan milik dari umat Islam secara keseluruhan.

Zayd bin Wahbah berkata, “Aku melewati gurun Al-Rabathah dan melihat Abu Dzar di sana, semoga dia diridhoi oleh Allah, kemudian aku bertanya kepadanya, “Ya, Abu Dzar! Apakah yang membawamu ke tempat ini (hingga engkau menderita seperti ini)?” Kemudian Abu Dzar menjawab, “Aku dulu berada di Syiria dan aku bertengkar dengan Mu’awiyyah tentang sebuah ayat yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah: 34)

Mu’awiyyah berkata bahwa ayat ini hanya diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Sementara itu aku bilang bahwa ayat ini juga diturunkan untuk kita dan mereka; setelah itu terjadilah pertentangan antara kami berdua. Ia akhirnya menulis surat kepada Utsman mengeluhkan tentang aku. Kemudian Utsman menyuratiku memerintahkan diriku agar datang ke Madinah. Lalu aku pergi ke sana. Orang-orang berdatangan untuk melihatku seolah-olah mereka belum pernah melihatku sebelumnya, kemudian aku juga menyebutkan hal ini kepada Utsman. Ia berkata kepadaku, ‘Kalau engkau mau, engkau bisa tinggal jauh di sekitar sini’. Ini lah yang membuatku berada di tempat ini. Seandainya mereka mengutus seorang Ethiopia untuk menjabat sebagai seorang pemimpin (amir), maka aku mungkin akan mendengarkan dia dan mematuhi dia.” (Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 2, halaman 278, dalam bab zakat).

Sementara itu Abdullah bin Mas’ud yang dipasrahi jabatan untuk mengawasi dan mengurus Baytul Mal di Kufah (Irak) mendapatkan perlakuan yang jauh lebih buruk. Beberapa tulang iganya patah karena dipukuli oleh budak-budak Utsman bin Affan sebagai hukuman yang harus ia terima karena ia berkeberatan atas tindakan Al-Walid bin Mu’it (saudara seibu dari Utsman bin Affan yang diangkat oleh Utsman untuk mengurus kota Kufah menggantikan posisi Sa’ad bin Abi Waqash). Abdullah bin Mas’ud keberatan terhadap Al-Walid bin Mu’it karena ia suka mengambil uang dari kaum Muslimin (dari Baytul Mal) dan kemudian tidak mengembalikan lagi ke kas baytul mal. (Lihat: Al-Balathiri, Ansab al-Ashraf, Al-Waqidi. Al-Ya’qibi, Tarikh).

Sedangkan Ammar bin Yasir, ia menderita sakit hernia setelah dipukuli oleh budak beliannya Utsman sebagai hukuman karena Ammar bin Yasir mendirikan shalat jenazah atas jenazah Abdullah bin Mas’ud tanpa memberitahu Utsman terlebih dahulu. Sebenarnya Ammar bin Yasir melakukan itu untuk menghormati Abdullah bin Mas’ud supaya khalifah Utsman tidak usah lagi menshalati jenazah Abdullah bin Mas’ud. (Lihat: Ibn Abul-Hadid, Sharh Nahjul Balaghah)

Masih banyak lagi orang-orang yang tidak setuju dengan keborosan karib kerabat dari khalifah Utsman yang semuanya berasal dari Bani Umayyah. Orang-orang tidak setuju dengan kebiasaan kaum Bani Umayyah yang mengambil harta kaum Muslimin yang dikumpulkan di Baytul Mal. Marwan bin Hakam, misalnya, pernah mengambil seperlima harta dari pajak khiraj dari Afrika. Masih banyak lagi cerita atau kisah tentang hal ini yang bisa anda baca dalam buku berjudul Khilafah wa Mulukiyyah (Khilafah dan Kerajaan).


Sumber pustaka:
  1. The Truth about The Shi’ah Ithna-asheri faith, As’ad Wahid al-Qasim
  2. Akhirnya Kutemukan Kebenaran, DR. Muhammad Al-Tijani Al-Samawi
  3. SAQIFAH, Suksesi Sepeninggal Rasulullah Saw, O. Hashem

Terkait Berita: