Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ibnu Abil Hadid. Show all posts
Showing posts with label Ibnu Abil Hadid. Show all posts

'AISYAH BERKATA: “BUNUH NA’TSAL, SESUNGGUHNYA IA TELAH KAFIR!”


SEBELUM UTSMAN DIBUNUH.
Satu tahun sebelum Utsman dibunuh, orang-orang Kufah, Basrah dan Mesir bertemu di Masjidil Haram, Mekah. Pemimpin kelompok Kufah adalah Ka’ab bin Abduh, pemimpin kelompok Basrah adalah Al-Muthanna bin Makhrabah Al-‘Abdi dan pemimpin kelompok Mesir adalah Kinanah bin Basyir bin Uttab bin Auf As-Sukuni kemudian hari diganti oleh At-Taji’i. Beberapa kelompok dari mereka ialah:

1. KELOMPOK KELUARGA YANG DILALIMI KHALIFAH: Sa’ad bin Musayyib menceritakan adanya keluarga Banu Hudzail dan Banu Zuhrah yang merasa sakit hati atas perbuatan Utsman terhadap ‘Abdullah bin Mas’ud, karena Ibnu Mas’ud berasal dari kedua klan ini. Yang tergabung kedalam kelompok ini adalah mereka yang anggota keluarganya mendapatkan perlakuan buruk dari Utsman bin Affan seperti keluarga Banu Taim yang membela Muhammad bin Abu Bakar; keluarga Banu Ghifari yang membela Abu Dzar; keluarga Banu Makhzum yang membela ‘Ammar bin Yasir dll. Mereka semua mengepung rumah khalifah Utsman dan menuntut khalifah memecat Sekretaris Negara, Marwan bin Hakam.

2. KELOMPOK PENDUDUK BASRAH: Kemudian dari Basrah datang ke Madinah sekitar 150 orang. Yang tergabung kedalam kelompok ini adalah Dzarih bin Ubbad Al-‘Abdi, Basyir bin Syarih Al-Qaisi, Ibnu Muharrisy. Malah menurut Ibnu Khaldun jumlah mereka sama banyaknya dengan jumlah pendatang Mesir yaitu sekitar 1,000 orang, dan terbagi kedalam 4 kelompok.

3. KELOMPOK KUFAH: Dari Kufah datang 200 orang yang dipimpin Asytar. Ibnu Qutaybah mengatakan kelompok Kufah terdiri dari 1,000 orang dalam 4 kelompok. Pemimpin masing-masing kelompok adalah Zaid bin Suhan al-‘Abdi, Ziyad bin an-Nashr al-Haritsi, ‘Abdullah bin al-‘Ashm al-‘Amiri dan ‘Amr bin al-Ahtam.

4. KELOMPOK MESIR: Dari Mesir datang 1,000 orang (ada yang mengatakan hanya 400 orang, atau 500 orang, atau 700 orang, atau 600 orang. Menurut Ibn Abil-Hadid 2,000 orang). Dalam kelompok ini terdapat Muhammad bin Abi Bakar, Sudan bin Hamran as-Sukuni, ‘Amr bin Hamaq al-Khaza’i. Mereka dibagi dalam empat kelompok masing-masing dipimpin oleh ‘Amr bin Badil bin Waraqa’ al-Khaza’i, ‘Abdurrahman bin ‘Adis Abu Muhammad al-Balwi, ‘Urwah bin Sayyim bin al-Baya’ al-Kinani al-Laitsi, Kinanah bin Basyir Sukuni at-Tajidi. Mereka semua berkumpul di sekitar ‘Amr bin Badil al-Ghaza’i, seorang sahabat Rasulullah, dan ‘Abdurrahman bin ‘Adis al-Tajibi.

5. KELOMPOK MADINAH: Mereka disambut oleh kelompok Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar seperti ‘Ammar bin Yasir al-‘Abasi, seorang pengikut perang Badar, Rifaqah bin Rafi’ al-Anshari, pengikut Perang Badar, al-Hajjaj bin Ghaziah seorang sahabat Rasulullah, Amir bin Bakir, seorang dari Banu Kinanah dan pengikut Perang Badar, Thalhah bin Ubaydillah dan Zubayr bin Awwam, peserta Perang Badar.

Lihat referensi berikut ini:

Ibnu Sa’ad, Thabaqat, jilid 3, halaman 49
Baladzuri, al-Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 26, 59 Ibnu Qutaybah, al-Imamah wa’s-Siyasah, jilid 1, halaman 34 Ibnu Qutaybah, al-Ma’arif, halaman 84 Thabari, Tarikh, jilid 5, halaman 116 Muruj adz-Dzahab, jilid 1, halaman 441 Ibnu ‘Abd Rabbih, al-‘Iqd al-Farid, jilid 2, halaman 262, 263, 269 Muhibbudin Thabari, Ar-Riyadh an-Nadhirah, jilid 2, halaman 123, 124 Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, halaman 66 dll.

‘AISYAH BERKATA: “BUNUH NA’TSAL, SESUNGGUHNYA IA TELAH KAFIR!”. Sejarah telah mencatat bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah, bersama Thalhah, Zubayr dan anaknya Abdullah bin Zubayr, telah melancarkan peperangan terhadap khalifah yang sah, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, yang memakan korban hingga lebih dari 20,000 orang, dengan alasan untuk menuntut darah Utsman bin Affan (jadi mereka menyalahkan orang yang sama sekali tidak bersalah!).

Padahal Ummul Mukminin ‘Aisyah adalah pelopor dalam melawan ‘Utsman dengan mengatakan bahwa Utsman telah kafir.

Thalhah menahan pengiriman air minum kepada Utsman, tatkala rumah khalifah yang ketiga itu dikepung ‘para pemberontak’ yang datang dari daerah-daerah.

Zubayr menyuruh orang membunuh Utsman pada waktu rumah khalifah itu sedang dikepung. Orang mengatakan kepada Zubayr: “Anakmu sedang menjaga di pintu, mengawal (Utsman).” Zubayr menjawab: “Biar aku kehilangan anakku tetapi Utsman harus dibunuh!” (Lihat: Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju-l-Balaghah, jilid 6, halaman 35—36).

Zubayr dan Thalhah juga adalah orang-orang yang pertama membai’at Ali.
Khalifah Utsman mengangkat Walid bin Uqbah, saudara seibunya jadi Gubernur di Kufah. Ayahnya Uqbah pernah menghujat Rasulallah di depan orang banyak, dan kemudian dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. Walid sendiri dituduh sebagai pemabuk dan menghambur-hamburkan uang baitul mal. Ibnu Mas’ud (Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud), seorang sahabat terkemuka, yang ikut Perang Badar, yang mengajar Al-Qur’an dan agama di Kufah, penanggung jawab baytul mal, menegur Walid. Walid mengirim surat kepada Utsman mengenai Ibnu Mas’ud. Utsman memanggil Ibnu Mas’ud menghadap Madinah.
Baladzuri menulis: “ ‘Utsman sedang berkhotbah di atas mimbar Rasulullah. Tatkala Utsman melihat Ibnu Mas’ud datang ia berkata: ‘Telah datang kepadamuu seekor kadal (duwaibah) yang buruk, yang kerjanya mencari makan malam hari, muntah dan berak!’.

Ibnu Mas’ud menjawab: ‘Bukan begitu, tetapi aku adalah sahabat Rasulullah pada perang Badar dan bai’at ar-ridwan’ (Ibnu Mas’ud sengaja menyebutkan kedua peristiwa ini karena Utsman memang tidak pernah hadir dalam kedua peristiwa itu—red)

‘Aisyah berteriak: ‘Hai Utsman, apa yang kau katakan terhadap sahabat Rasulullah ini?’ Utsman naik pitam dan berteriak: ‘Diam engkau!’
Dan kemudian Utsman memerintahkan mengeluarkan Ibnu Mas’ud dari Masjid dengan kekerasan. Abdullah bin Zam’ah, pembantu Utsman, membanting Ibnu Mas’ud ke tanah. Kemudian ia menginjak tengkuk Ibnu Mas’ud secara bergantian dengan kedua kakinya hingga rusuk Ibnu Mas’ud patah.

Marwan bin Hakam berkata kepada Utsman: ‘Ibnu Mas’ud telah merusak Irak, apakah engkau ingin ia merusak Syam juga?’ Dan Ibnu Mas’ud ditahan dalam kota Madinah sampai ia meninggal dunia tiga tahun kemudian. Sebelum mati ia membuat wasiat agara Ammar bin Yasir menguburkannya diam-diam, yang kemudian membuat Utsman marah.

Karena Utsman sering menghukum saksi pelanggaran agama oleh pembantu-pembantunya, timbullah gejolak di Kufah. Orang menuduh Utsman sering menghukum saksi dan membebaskan tertuduh (Lihat: Ibnu Abd al-Barr, Kitab al-Istiab fi Ma’rifati ‘l-Ashhab, dalam pembicaraan Ibnu Mas’ud; lihat juga Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya bin Jabir, Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 35).

Abu’l-Faraj menulis: “Berasal dari az-Zuhri yang berkata: ‘Sekelompok orang Kufah menemui Utsman pada masa Walid bin Uqbah menjadi gubernur. Maka berkatalah Utsman: ‘Bila seorang diantara kamu marah kepada pemimpinnya, maka dia lalu menuduhnya melakukan kesalahan, besok aku akan menghukum dirimu.’ Dan mereka meminta perlindungan ‘Aisyah. Besoknya Utsman mendengar kata-kata kasar mengenai dirinya keluar dari kamar ‘Aisyah, maka Utsman berseru: ‘Orang Iraq yang tidak beragama dan fasik-lah yang mengungsi di rumah ‘Aisyah’.’ Tatkala ‘Aisyah mendengar kata-kata Utsman ini, ia mengangkat sandal Rasulullah, dan berkata: ‘Anda meninggalkan sunnah Rasulullah, pemilik sandal ini!’ Orang-orang mendengarkan. Mereka datang memenuhi masjid. Ada yang berkata, “Dia betul” dan ada yang berkata, “Bukan urusan perempuan!” . Akhirnya mereka baku hantam dengan sandal. (Lihat: Abu’l-Faraj al-Isfahani, al-AghaniI, jilid 4, halaman 18).

Baladzuri menulis: “Aisyah mengeluarkan kata-kata kasar yang ditujukan kepada Utsman dan Utsman membalasnya: ‘Apa hubungan anda dengan ini?’ ‘Anda diperintahkan agar diam di rumahmu (maksudnya ialah firman Allah yang memerintahkan isteri Rasul agar tinggal di rumah:
“…dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat…………” (QS. AL-Ahzab: 33).

Dan ada kelompok yang berucap seperti Utsman, dan yang lain berkata: ‘Siapakah yang lebih utama dari ‘Aisyah?’ Dan mereka baku hantam dengan sandal, dan ini pertama kali perkelahian antara kaum Muslimin, sesudah Nabi wafat. (Lihat: Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, halaman 18)
Tatkala khalifah Utsman sedang dikepung oleh “pemberontak” yang datang dari Mesir, Basrah, dan Kufah, ‘Aisyah naik haji ke Mekah.
Thabari menulis: “Seorang laki-laki bernama Akhdhar (datang dari Madinah) dan menemui ‘Aisyah” Aisyah: “Apa yang sedang mereka lakukan?”
Akhdhar: “Utsman telah membunuh orang-orang Mesir itu!”
Aisyah: “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Apakah ia membunuh kaum yang datang mencari hak dan mengingkari dzalim? Demi Allah, kita tidak rela akan (peristiwa) ini.
Kemudian seorang laki-laki lain (datang dari Madinah). Aisyah: “Apa yang sedang dilakukan oleh orang itu?” Laki-laki itu menjawab: “Orang-orang Mesir telah membunuh Utsman!”
Aisyah: “Ajaib si Akhdhar.
Ia mengatakan bahwa yang terbunuhlah yang membunuh”
Sejak saat itulah muncul peribahasa, “LEBIH BOHONG DARIPADA SI AKHDHAR” (Lihat: Thabari, Tarikh, jilid 5, halaman 166).

Abu Mikhnaf Luth al-‘Azdi menulis: ‘Aisyah berada di Mekah tatkala mendengar terbunuhnya Utsman.
Ia segera kembali ke Madinah dalam keadaan tergesa-gesa.
Dia berkata: “Dialah PEMILIK JARI” (Dzul Ishba, gelar Thalhah bin Ubaydillah, karena beberapa jarinya buntung di perang Uhud).
Demi Allah, mereka akan mendapatkan kecocokan pada Thalhah. Dan tatkala Aisyah berhenti di Sarf (Sarf, suatu tempat sekitar 10 km jauhnya dari kota Mekah), ia bertemu dengan Ubaid bin Abi Salmah al-Laitsi. Aisyah berkata: “Ada berita apa?”
Ubaid menjawab: “Utsman dibunuh”
Aisyah: “Kemudian bagaimana?”
Ubaid: “Kemudian mereka telah menyerahkan kepada orang yang paling baik, mereka telah membai’at Ali” Aisyah: “Aku lebih suka langit runtuh menutupi bumi! Selesailah sudah! Celakalah anda! Lihatlah apa yang anda katakan!.
Ubaid: “Itulah yang saya katakan pada anda, ya ummul mukminin
Maka merataplah Aisyah
Ubaid: “Ada apa, ya ummul mukminin! Demi Allah, aku tidak mengetahui ada yang lebih utama dan lebih baik dari dirinya. Dan aku tidak mengetahui orang yang sejajar dengannya, maka mengapa anda tidak menyukai wilayah-nya?”
Aisyah tidak menjawab.
Dengan jalur yang berbeda-beda diriwayatkan pula bahwa Aisyah tatkala sedang berada di kota Mekah, mendapatkan berita tentang pembunuhan Utsman, ia berkata:
“Mampuslah dia (ab’adahu ‘llah)! Itulah hasil kedua tangannya sendiri! Dan Allah tidak dzalim terhadap hambaNya!”

Dan diriwayatkan bahwa Qais bin Abi Hazm naik haji pada tahun Utsman dibunuh. Tatkala berita pembunuhan sampai, ia berada bersama Aisyah dan menemaninya pergi ke Madinah. Dan Qais berkata: “Aku mendengar ia telah berkata:
‘Dialah si PEMILIK JARI!’
Dan tatkala disebut nama Utsman, ia berkata:
‘Mampuslah dia!’

Dan waktu mendapat kabar dibai’atnya Ali, ia berkata:
‘Aku ingin yang itu (sambil menunjuk ke langit) runtuh menutupi yang ini (sambil menunjuk ke bumi)’”.
Ia lalu memerintahkan agar unta tunggangannya di kembalikan ke Mekah dan aku kembali bersamanya. Sampai di Mekah ia berkhotbah kepada dirinya sendiri, seakan-akan ia berbicara kepada seseorang.
‘Mereka telah membunuh Ibnu Affan (Utsman) dengan dzalim’. Dan aku berkata kepadanya: ‘Ya Ummul mukminin! Tidakkah aku mendengar baru saja anda telah berkata, “Ab’adahu-llah!”?”
‘Dan aku melihat engkau sebelum ini paling keras terhadapnya dan mengeluarkan kata-kata buruk untuknya!”
Aisyah menjawab, “Betul demikian, tetapi aku telah mengamati masalahnya dan aku melihat mereka meminta agar dia bertobat………….kemudian setelah ia bertobat mereka membunuhnya pada bulan haram’
Dan diriwayatkan dalam jalur lain bahwa tatkala sampai kepadanya berita terbunuhnya Utsman ia berkata:
“Mampuslah dia! Ia dibunuh oleh dosanya sendiri. Mudah-mudahan Allah menghukumnya dengan hasil perbuatannya (aqadahu-llah)! Hai kaum Qurays, janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap pembunuh Utsman, seperti yang dilakukan kepada kaum Tsamud! Orang yang paling berhak akan kekuasaan ini adalah Si Pemilik Jari!”
Dan tatkala sampai berita pembaiatan terhadap Ali, ia berkata:
“Habis sudah, habis sudah (ta’isa), mereka tidak akan mengembalikan kekuasaan kepada (Banu) Taim untuk selama-lamanya!”
Dan jalur lain lagi: “Kemudian ia kembali ke Madinah dan ia tidak ragu lagi bahwa Thalhah-lah yang akan memegang kekuasaan (khilafah) dan ia berkata:
‘(Allah) menjauhkan dan membinasakan si Na’tsal. Dialah si Pemilik Jari! (maksudnya Thalhah) Itu dia si Abu Syibl! (Julukan dari Thalhah yang berarti ‘ayah dari anak singa’), dialah misanku! Demi Allah, mereka akan menemukan pada Thalhah kepantasan untuk kedudukan ini. Seakan-akan aku sedang melihat ke jarinya tatkala ia dibai’at! Bangkitkan unta ini dan segera berangkatkan dia!” (Lihat: Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jilid 4, halaman 215, 216).
Dan tatkala ia berhenti di Sarf dalam perjalanan ke Madinah ia bertemu dengan Ubaid bin Umm Kilab (Ubaid bin Umm Kilab adalah orang yang sama dengan Ubaid bin Abi Salamah al-Laitsi)
Ubaid berkata: “Mereka membunuh Utsman, dan delapan hari tanpa pemimpin!”
Aisyah: “Kemudian apa yang mereka lakukan?”
Ubaik berkata: “Penduduk Madinah secara bulat (bi-l-ijma) telah menyalurkan ke jalan yang terbaik, mereka secara bulat telah memilih Ali bin Abi Thalib”.
Aisyah berkata: “Kekuasaan jatuh ke tangan sahabatmu! Aku ingin yang itu runtuh menutupi yang ini! Lihatlah apa yang kamu katakan!”
Ubaid menjawab: “Itulah yang aku katakan, ya ummul mukmini” Maka merataplah Aisyah. Ubaid melanjutkan: “Ada apa dengan anda, ya ummul mukminin? Demi Allah! Aku tidak menemukan antara dua daerah berlafa gunung berapi (maksudnya Madinah) ada satu orang yang lebih utama dan lebih berhak dari dia. Aku juga tidak melihat orang yang sama dan sebanding dengannya, maka mengapa anda tidak menyukai wilayah-nya?”
Ummul mukiminin berteriak: “Kembalikan aku, kembalikan aku”, dan ia lalu berangkat ke Mekah. Dan ia berkata: ‘Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara dzalim. Demi Allah, kami akan menuntut darahnya!”.
Ibnu Ummu’l-Kilab berkata kepada Aisyah: “Mengapa, Demi Allah, sesungguhnya orang yang pertama mengamati pekerjaan Utsman adalah anda, dan anda telah berkata: “BUNUHLAH SI NA’TSAL! IA TELAH KAFIR!
Aisyah berkata: “Mereka minta ia bertobat dan mereka membunuhnya. Aku telah bicara dan mereka juga telah bicara. Dan perkataanku yang terakhir lebih baik daripada perkataanku yang pertama”.
Ibnu Ummu-l- Kilab kemudian bersyair: Dari anda bibit disemai Dari anda kekacauan dimulai Dari anda datangnya badai DAri anda hujan berderai Anda suruh bunuh sang imam Ia ‘lah kafir, anda yang bilang Jika saja kami patuh Ia tentu kami bunuh Bagi kami pembunuh adalah penyuruh Tidak akan runtuh loteng di atas kalian Tidak akan gerhana matahari dan bulan Telahh dibaiat orang yang agung Membasmi penindas, menekan yang sombong Ia selalu berpakaian perang Penepat janji, bukan pengingkar
Menurut Mas’udi (Lihat: Muruj adz-Dzaha, jilid 2, halaman 9); Dari anda datang tangis Dari anda datang ratapan Dari anda datangnya topan Dari anda tercurah hujan Anda perintah bunuh sang imam Pembunuh bagi kami adalah penyuruh
Dan Utsman telah terbunuh…………………Para pembunuhnya telah mengepung rumah Utsman dan memotong suplai air agar ia meletakkan jabatan. Para ahli sejarah juga mencatat bahwa mayat Utsman dilarang oleh para sahabat lain dikebumikan di pekuburan Muslim. Akhirnya ia dikebumikan di pekuburan Hash Kaukab (sebuah pekuburan Yahudi yang letaknya tidak begitu jauh dari pekuburan Muslimin di Baqi Madinah). Utsman dikuburkan tanpa dimandikan dan tanpa dikafani.
Pekuburan Hash Kaukab itu akhirnya dibeli oleh pemerintah pada saat Mu’awiyyah yang satu suku dengan Utsman (Bani Umayyah) mengangkangi kursi khilafah. Dan kemudian pekuburan itu disatukan dengan pekuburan Baqi. Tapi tetap kita bisa melihat betapa kuburan Utsman itu letaknya jauh sekali dari kuburan khalifah sebelumnya seperti kuburan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Kaum Muslimin pada waktu itu enggan menguburkan Utsman berdampingan dengan kuburan khalifah sebelumnya padahal sebagai seorang Khalifah sudah selayaknya ia mendapatkan prioritas—dikubur bersebelahan dengan Nabi.

Rupanya letak kuburan Utsman itu menyisakan misteri selain pembelajaran kepada kaum Muslimin hingga sekarang.
.
BAGAIMANA UTSMAN BISA MENJADI KHALIFAH?

Ketika Khalifah Umar bin Khattab ditusuk orang, ia telah diberitahu orang-orang bahwa nama penggantinya sudah dibicarakan orang-orang. Untuk itu Umar berkata pada orang-orang yang ada di sekitarnya, “Seandainya Abu ‘Ubaydah ibn Al-Jarrah masih hidup, aku akan mengangkat dia menjadi khalifah penggantiku. Seandainya juga Salim, budak dari Hudzhaifah, masih hidup. Maka aku akan mencalonkan dia menjadi khalifah untuk menggantikan diriku.”

Kemudian ia melanjutkan pembicaraannya kepada orang-orang, “Orang-orang berkata bahwa pembai’atan Abu Bakar oleh kaum Muslimin itu sebagai sebuah rekayasa dari setan tapi Allah melindungi kita dari keburukannya. Orang-orang juga berkata bahwa pengangkatan Umar untuk menjadi khalifah itu kurang konsultasi dan masyarakat tidak dilibatkan. Maka sekarang setelahku pengangkatan khalifah itu harus melalui musyawarah (Syura)” (Lihat Shahih Bukhari)

“Aku telah menentukan bahwa untuk tujuan ini aku akan berkonsultasi dengan sejumlah Muhajirun. Panggil Ali, Utsman, Thalhah, Zubayr, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Apabila ada empat orang dari mereka setuju satu nama, maka yang dua lagi harus setuju dengan yang empat. Dan apabila keputusan mereka terbelah tiga-tiga, maka kalian harus mengikuti kelompok yang ada Abdurrahman bin Auf-nya; oleh karena itu dengarkan dia dan patuhi dia…” (Lihat Shahih Bukhari)

Dari riwayat yang ada di Shahih Bukhari itu jelaslah sudah bahwa Umar bin Khattab telah menentukan calon khalifahnya yang akan disebutkan oleh Abdurrahman bin Auf. Sistem pemilihan khalifah seperti inilah yang seringkali diambil sebagai cara untuk memilih pemimpin di kalangan saudara kita Ahlussunnah. Khalifah Umar bin Khattab menyuruh Abdurrahman bin Auf untuk menyebutkan kriteria-kriteria yang pantas dan harus dimiliki oleh seorang Khalifah yang nantinya harus dibai’at oleh kaum Muslimin. Abdurrahman bin Auf menyebutkan bahwa seorang khalifah baru itu harus mengikuti tindakan dan kebijakan yang telah dijalankan oleh kedua khalifah sebelumnya (Abu Bakar dan Umar) selain ia harus mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. 


Seperti yang sudah diduga sebelumnya, keenam orang ternama di suku Arab itu terbagi kedalam dua kelompok masing-masing berisi tiga orang dimana di dalam masing-masing kelompok ada calonnya sebanyak satu orang calon khalifah. Kelompok pertama terdiri dari: Ali sebagai calon khalifah, kemudian Thalhah, dan Zubayr. Kelompok kedua terdiri dari Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan sebagai calon khalifah di kelompok ini. Imam Ali menolak untuk mengikuti sunnah Abu Bakar dan Umar. Ali hanya akan mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta ijtihadnya sendiri. Ali berkata, “Aku akan mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta Ijtihadku sendiri” (Lihat: Khalid Muhammad Khalid, Khulafa ‘al-Rasul, halaman 272, edisi ke-8). Sementara itu Utsman menerima syarat itu. Ia menerima untuk mengikuti sunnah Abu Bakar dan Umar.

Al-Bukhari melukiskan dalam kitab Shahih-nya tentang kejadian ini. Bukhari menyatakan bahwa Al-Hasir ibn Makhramah berkata: “Abdurrahman bin Auf mengetuk pintu rumahku setelah separuh malam berlalu hingga aku terbangun. Ia berkata, ‘Aku tahu engkau telah tertidur. Demi Allah, kedua mataku ini belumlah merasakan nikmatnya tidur. Marilah ikut denganku, panggilah Zubayr dan Sa’ad kehadapanku.’ Aku kemudian memanggil mereka, kemudian ia berbicara dengan keduanya. Kemudian setelah beberapa saat ia memanggilku dan berkata, ‘Panggilah Ali kehadapanku.’ Aku kemudian memanggilnya dan meminta kesediaannya untuk bertemu dengannya (Abdurrahman bin Auf). Ia kemudian berbicara dengan Ali secara pribadi hingga malam berangsur menuju pagi. Setelah itu Ali meninggalkan dia dengan raut wajah penuh optimisme. Ia kemudian berkata kepadaku, ‘Sekarang panggilah Utsman ke hadapanku.’ Dan saya melakukan perintahnya sekali lagi. Ia berbicara dengan Utsman secara pribadi hingga mu’adzin menyerukan adzhan untuk shalat shubuh dan akhirnya keduanya memutuskan untuk berpisah.

Setelah shalat Shubuh, orang-orang yang sama berkumpul di depan mimbar Nabi. Abdurrahman bin Auf memanggil orang-orang Muhajirin dan Ansar yang hadir pada saat itu. Ia juga mengirimkan pesan agar para komandan pasukan berkumpul di sana. Para komandan pasukan ini ialah orang-orang yang sangat setia kepada Umar bin Khattab. Setelah semuanya berkumpul, Abdurrahman memulai pidatonya dengan dua kalimah syahadat, kemudian melanjutkan:

“Ya, Ali! Aku telah meneliti urusan umat ini dan kemudian aku tidak menemukan satu orangpun yang sebanding dengan Utsman; jadi, janganlah engkau sia-siakan keselamatanmu untuk engkau korbankan.”

Kemudian ia berkata kepada Utsman:

“Aku berikan bai’at kesetiaanku kepadamu sesuai dengan Sunnatulllah dan sunnah Rasulullah dan sunnah kedua khalifah sebelumnya”

Dengan perkataan itu Abrurrahman bin Auf memberikan bai’atnya kepada Utsman bin Affan diikuti oleh orang-orang yang hadir di sana.”
(Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 9, halaman 239)

Jelas sekali terlihat intrik-intrik politik yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab. Umar telah memperkirakan sebelumnya bahwa Ali tidak akan pernah setuju dengan syarat yang diajukan oleh Abdurrahman bin Auf yaitu syarat bahwa khalifah selanjutnya itu selain berpegang pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, juga berpegang pada sunnah kedua khalifah sebelumnya. Umar tahu calon yang lain pasti setuju apabila itu diajukan kepada mereka demi untuk mendapatkan jabatan khalifah, akan tetapi Ali senantiasa setia pada Islam dan bukan sunnah kedua khalifah sebelumnya yang sering menunjukkan pertentangannya dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

Umar tahu bahwa Thalhah dan Zubayr akan memilih Ali karena Umar melihat mereka berada di sisi Ali ketika terjadi peristiwa Saqifah yang mengantarkan Abu Bakar ke tampuk khilafah lewat intrik politik yang dibuat oleh Umar. Selain itu syarat yang diajukan oleh Umar yaitu apabila kelompok yang terdiri dari enam orang itu terpecah menjadi dua bagian yang sama, maka pihak yang ada Abdurrahman bin Auf lah yang boleh menentukan syarat menjadi khalifah. Ini menunjukkan dengan jelas sekali bahwa ada Intrik politik yang sedang dijalankan demi mencapai tujuan memenangkan kekhalifahan. Inilah SYURA  yang telah mereka sebut-sebut itu……………………………

ALASAN MEREKA MEMBUNUH UTSMAN.
Banyak sekali pernyataan yang simpang siur atas terbunuhnya Utsman bin Affan. Banyak sekali riwayat dan pernyataan yang saling berbenturan terutama ketika membicarakan tentang kelompok mana yang menggalang masa untuk membunuh Utsman; terus alasan apa yang mereka gunakan untuk membenarkan tindakan mereka itu; dan apa yang membuat mereka bersegera untuk melakukan itu hingga akhirnya Utsman terbunuhlah sudah………………………

Penjelasan yang paling masuk akal untuk menjelaskan mengapa Utsman dibunuh oleh mereka ialah karena Utsman seringkali bertindak nepotis dengan mengangkat para gubernur provinsi dari kalangan kerabatnya selain itu Utsman seringkali memberikan uang yang berasal dari Baytul Mal untuk diberikan kepada kerabatnya. Tindakan Utsman yang nepotis dan korup ini mengundang kritik tajam dan pemberontakan di sana sini untuk melengserkan Utsman.

Tangan-tangan rakus dari karib kerabat Utsman bin Affan (yang berasal dari suku Bani Umayyah) yang menjarah harta yang ada di Baytul Mal sesuka hati mereka menyebabkan orang berpikir bahwa rezim Bani Umayyah itu sebenarnya dimulai ketika Utsman menjabat khilafah dan dibai’at oleh semua orang dari suku Bani Umayyah. Abu Sufyan sebagai pemuka suku Bani Umayyah berkata sebagai berikut ketika Utsman resmi dibai’at sebagai khalifah baru, “Ya, Banu Umayyah! Ambillah khilafah ini dan mainkanlah seperti kalian memainkan bola, karena demi dia yang Abu Sufyan bersumpah atas namanya, aku sangat yakin kalian akan mendapatkannya, dan itu akan diperoleh oleh keturunanmu secara turun temurun.” (Lihat: Al-Tabari, Tarikh, Al-Mas’udi, Ibn Al-Athir, Al-Isti’ab). Menurut riwayat lainnya atas pernyataan yang sama, Abu Sufyan dilaporkan berkata, “Terimalah itu (khilafah) seperti ketika engkau menerima sebuah bola, karena aku yakin tidak ada surga maupun neraka…………” (Lihat: Ibn Al-Athir, Al-Mas’udi, Al-Tabari, Tarikh).

Diantara mereka yang menentang kekuasaan Utsman ialah mereka yang berasal dari kalangan sahabat yang ternama. Yang paling terkenal diantara mereka ialah Abu Dzar al-Ghifari (semoga Allah meridhoinya), kemudian Abdullah bin Mas’ud, dan Ammar bin Yasir. Utsman sangat membenci mereka ini dan memberikan hukuman yang keras terhadap mereka. Seperti misalnya, Abu Dzar, yang harus menemui kematiannya di sebuah gurun bernama Al-Rabathah karena ia telah melontarkan protes keras atas penunjukkan Mu’awiyyah sebagai gubernur provinsi Syiria (kemudian akhirnya kelak Mu’awiyyah mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa mutlak atas negeri Syria). Abu Dzar sangat membenci kebiasaan Mu’awiyyah yang mengambil timbunan emas dan uang yang merupakan milik dari umat Islam secara keseluruhan.

Zayd bin Wahbah berkata, “Aku melewati gurun Al-Rabathah dan melihat Abu Dzar di sana, semoga dia diridhoi oleh Allah, kemudian aku bertanya kepadanya, “Ya, Abu Dzar! Apakah yang membawamu ke tempat ini (hingga engkau menderita seperti ini)?” Kemudian Abu Dzar menjawab, “Aku dulu berada di Syiria dan aku bertengkar dengan Mu’awiyyah tentang sebuah ayat yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah: 34)

Mu’awiyyah berkata bahwa ayat ini hanya diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Sementara itu aku bilang bahwa ayat ini juga diturunkan untuk kita dan mereka; setelah itu terjadilah pertentangan antara kami berdua. Ia akhirnya menulis surat kepada Utsman mengeluhkan tentang aku. Kemudian Utsman menyuratiku memerintahkan diriku agar datang ke Madinah. Lalu aku pergi ke sana. Orang-orang berdatangan untuk melihatku seolah-olah mereka belum pernah melihatku sebelumnya, kemudian aku juga menyebutkan hal ini kepada Utsman. Ia berkata kepadaku, ‘Kalau engkau mau, engkau bisa tinggal jauh di sekitar sini’. Ini lah yang membuatku berada di tempat ini. Seandainya mereka mengutus seorang Ethiopia untuk menjabat sebagai seorang pemimpin (amir), maka aku mungkin akan mendengarkan dia dan mematuhi dia.” (Lihat: Al-Bukhari, Shahih, volume 2, halaman 278, dalam bab zakat).

Sementara itu Abdullah bin Mas’ud yang dipasrahi jabatan untuk mengawasi dan mengurus Baytul Mal di Kufah (Irak) mendapatkan perlakuan yang jauh lebih buruk. Beberapa tulang iganya patah karena dipukuli oleh budak-budak Utsman bin Affan sebagai hukuman yang harus ia terima karena ia berkeberatan atas tindakan Al-Walid bin Mu’it (saudara seibu dari Utsman bin Affan yang diangkat oleh Utsman untuk mengurus kota Kufah menggantikan posisi Sa’ad bin Abi Waqash). Abdullah bin Mas’ud keberatan terhadap Al-Walid bin Mu’it karena ia suka mengambil uang dari kaum Muslimin (dari Baytul Mal) dan kemudian tidak mengembalikan lagi ke kas baytul mal. (Lihat: Al-Balathiri, Ansab al-Ashraf, Al-Waqidi. Al-Ya’qibi, Tarikh).

Sedangkan Ammar bin Yasir, ia menderita sakit hernia setelah dipukuli oleh budak beliannya Utsman sebagai hukuman karena Ammar bin Yasir mendirikan shalat jenazah atas jenazah Abdullah bin Mas’ud tanpa memberitahu Utsman terlebih dahulu. Sebenarnya Ammar bin Yasir melakukan itu untuk menghormati Abdullah bin Mas’ud supaya khalifah Utsman tidak usah lagi menshalati jenazah Abdullah bin Mas’ud. (Lihat: Ibn Abul-Hadid, Sharh Nahjul Balaghah)

Masih banyak lagi orang-orang yang tidak setuju dengan keborosan karib kerabat dari khalifah Utsman yang semuanya berasal dari Bani Umayyah. Orang-orang tidak setuju dengan kebiasaan kaum Bani Umayyah yang mengambil harta kaum Muslimin yang dikumpulkan di Baytul Mal. Marwan bin Hakam, misalnya, pernah mengambil seperlima harta dari pajak khiraj dari Afrika. Masih banyak lagi cerita atau kisah tentang hal ini yang bisa anda baca dalam buku berjudul Khilafah wa Mulukiyyah (Khilafah dan Kerajaan).


Sumber pustaka:
  1. The Truth about The Shi’ah Ithna-asheri faith, As’ad Wahid al-Qasim
  2. Akhirnya Kutemukan Kebenaran, DR. Muhammad Al-Tijani Al-Samawi
  3. SAQIFAH, Suksesi Sepeninggal Rasulullah Saw, O. Hashem

Sunni adalah pengikut Bani Umayyah, bukan pengikut Bani Hasyim

Shiite History:Wahabi/Deobandi are the followers of Bani Umayyah not Bani Hashim.

[MUST WATCH] Imam Khomeini Talking about TODAY situation - Persian sub English - ShiaTV.net 

Many scholars of our Sunni brethren claim that the Prophet did not leave a successor. Is this true? watch to find out from their own books.

Imam Ali 1st Khalifa! [Eng] من كان اول خليفة لرسول الله (ص)؟؟


Dinasti Umawi sejak dari pertama kali mereka menyertai Islam, telah banyak kali mempermainkan Islam atau cuba mempermainkannya secara sembunyi-sembunyi. Mereka ingin mengatur Islam mengikut kehendak mereka, dan menjauhkan pengikutnya dari pelindungnya yang sebenar, yakni Ahlulbait(as) Nabi(sawa) yang suci.
“Golongan Umawi telah menipu Nabi serta dakwahnya, kita telah mengetahui,  bagaimana Islamnya pemimpin Umawi yakni Abu Sofyan, dan kita tahu bagaimana tidak tersisa sedikitpun untuk Umawiyin  kedudukan-kedudukan apapun secara aklamasi dalam lingkungan Islam, yang mana kemunculan Islam membawa keberuntungan dan kemenangan bagi pihak Bani Hasyim, dalam naungan Islam, mereka mempersiapkan langkah awal untuk diri mereka sendiri dan mengutamakan kekuasaan, dan mereka telah mendapatkan dalam kekuasaan Yazid bin Abi Sofyan dan Muawiyah setelahnya di Syam. Langkah pertama, mereka dapat menginjakkan kaki-kaki mereka, setelah itu mereka mendapatkan kesempatan untuk bangkit  melakukan kejahatan-kejahatan atau teror.” (Al Imam Husain karangan Abdullah Al Alili  (dari madrasah sahabat) pada hal 31).
Dalam kitab yang sama pada bab Inqilab Umawi atau Atsauroh Hukumah Al Khulafa hal 55.
“Sungguh kebanyakan mereka menjauhkan penisbatan pembrontakan kudeta ini kepada kelompok Umawi, padahal kudeta yg di maksud itu adalah Bani Umayah. akan tetapi kita memiliki nas nas dan yang pasti tidak ada yang sanggup menyanggah atau melawan. sesungguhnya aku menasihati kepada setiap orang yang sibuk dengan sejarah, bahwa pada situasi atau era ini hendaknya mereka mengutamakan diantara pelajaran-pelajaran mereka itu sebuah kitab yang berjudul “ An Niza’ Wattakhosum Fima Baina Bani Umayyah Wa Bani Hasyim (artinya keributan dan perselisihan yang terjadi antara Bani Umayah dan Bani Hasyim )“ karangan Taqiyudin Al Miqrizi yang mana didalamnya Al Miqrizi berkata :
“Tujuan pokok kelompok ini adalah mengumpulkan hukum-hukum yang dibuat oleh Bani Umayyah. Yang kemudian lahirlah ajaran-ajaran Islam  versi Umawi melalui riwayat-riwayat palsu tentang keutamaan-keutamaan Muawiyah bin Abi Sofyan yang mereka terapkan dan menyingkirkan keutaman-keutamaan Ali.
Adapun diantara pokok-pokok penting akidah madrasah Ahlul Bait adalah keyakinan mereka akan kemaksuman Ali dan Ahlul Bait. Sementara madrasah sahabat atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah tidak meyakini kemaksuman Ali dan Ahlul Bait.

Adapun yang membezakan antara madrasah para sahabat dan madrasah Bani Umayyah adalah,  Madrasah para sahabat(Ahlulsunnah) meyakini dan mengakui kedudukan tinggi yang dimiliki oleh Ali dan Ahlulbait. Mereka meyakini bahawasanya Ahlulbait memiliki kedudukan, keutamaan dan menganggap kecintaan kepada mereka sebagai iman, dan membenci mereka sebagai kufur. Paling tidak, mereka meyakini samada Ali dan Fatimah atau Ali sahaja.

Berbeda dengan mazhab Bani Umayah yang selalu berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaan serta kedudukan-kedudukannya.

Apa buktinya, kalau Islam versi Bani Umayyah berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaannya?

Buktinya adalah mereka mensunahkan membenci Ali, mencacinya, dan berlepas diri darinya diatas mimbar-mimbar mereka. Hal itu diperkuat oleh Ibn Taimiah salah seorang dari para syekh Umawi dengan mengatakan : Sesungguhnya para pejabat Muawiyah mereka adalah para pejabat Usman, dan mereka adalah orang-orang yang membenci Ali.

Di dalam kitab Faidul Qodir Jilid 3 halaman 18 hadis ke 2631, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama, tahun 1426 – 1427 H, (karangan Muhammad Abd Rouf lahir th 1545 wafat 1622 M / 952 – 1031 H):
Rasul saw bersabda“sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua khalifah satu adalah Kitabullah tali yang terbentang antara langit dan bumi,dan yang kedua adalah Itrohku Ahlul Baitku. Sungguh keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menjumpaiku di telaga .
Al Manawi mengomentari hadis ini : “ Itrohku Ahlul Baitku mereka adalah Ashabul Qisa, Allah telah menjaga mereka dari dosa dan mensucikan mereka sesuci-sucinya. dan disebut orang-orang yang di haramkan menerima zakat.
dan diperkuat oleh Qurtubi yang mengatakan :
” Wasiat ini dan penguatan agung ini menetapkan akan wajibnya menghormati kelurganya-pen. Ahlul bait-, berbuat baik kepada mereka, menghormati dan mencintai merekaadalah kewajiban yang di fardukan, yang mana tidak ada alasan bagi seseorang menyimpang darinya. hal ini seiring dengan sesuatu yang telah diketahui melalui karakteristik mereka dengan Nabi Saw karena mereka bagian darinya, sebagaimana Nabi Saw bersabda : ” Fatimah bagian dariku “. Pada saat yang sama Bani Umayah menolak kebenaran-kebenaran dengan cara menentang. Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait, menawan wanita-wanita dan anak-anak kecil mereka, membakar rumah-rumah mereka, merendahkan kemulian dan keutamaan mereka, serta menganggap sunnah mencaci dan melaknat mereka,  mereka telah menentang Rasul saw dalam wasiatnya dan memutarbalikan maksudnya”.
Apa kata Ibn Taimiyah ? musykilah Bani Umayah adalah perbincangan mereka tentang Ali dan tidak berkata cacimaki mereka pada Ali, kata Ibn Taimiyah dalam kitabnya.

Apa yang telah dilakukan Bani Umayyah kepada Ahlul Bait, yangmana Allah swt telah memerintahkan untuk mencintai mereka.- kami tidak mengatakan taat pada mereka?

Para ulama bersepakat atas wajibnya mencintai Ahlul Bait, menghormati, dan bersolawat kepada mereka. Tidak ada yang berbeda pendapat tentangnya kecuali dia keluar dari Islam. Oleh Karena itu, hendaknya kita tidak mencampuradukkan antara mazhab Bani Umayyah dengan madrasah sahabat atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Apakah benar masalah seputar caci maki Bani Umayyah terhadap Ali terdapat dalam kitab-kitab hadis dan kitab-kitab sejarah???

Dalam kitab Tarikh Thabari Jilid 2 halaman 239, terbitan Maktabah At Taufiqiyah (karangan Abu Ja’far At-Thabari, lahir 839 wafat 923 M / 224 – 310 H):
“Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sofyan ketika melantik Mughiroh bin Syu’bah di Kufah pada bulan jumady tahun 41 H, dia memanggilnya. Lalu dia (Muawiyah bin Abi Sofyan) mengucapkan puja puji kepada Allah Swt kemudian berkata :
“Aku ingin mewasiatkan kepadamu mengenai banyak hal, dan aku serahkan karena aku percaya terhadapmu atas sesuatu yang membuat aku rido dan membahagiakan kekuasaanku, dan memperbaiki kepemimpinanku, namun aku tidak mau meninggalkan wasiat padamu mengenai satu hal :”Janganlah kamu berhenti dari mencaci dan menghina Ali, berkasih sayanglah kepada Usman dan memintakan ampunan untuknya, dan celalah para sahabat Ali, serta asingkanlah mereka, dan jangan hiraukan ucapan-ucapan mereka, dengan memuji Syiah Usman ridwanallah alaih, dekatilah, dan dengarkanlah mereka, Mugiroh bin Syu’bah menjawab :” sungguh aku telah melakukannya sebelum aku diperintahkan, dan aku telah mengerjakannya sebelum kamu dan selain kamu”.
Mugiroh bin Syu’bah berkuasa di kufah sebagai pelayan Muawiyah selama 7 tahun beberapa bulan. Dan itu adalah pejalanannya yang terbaik, dan kecintaannya yang sangat terhadap kesejahteraan, hanya saja ia tidak pernah  meninggalkan menghina Ali dan senantiasa melakukannya dan selalu mencela pembunuh Usman, serta melaknat mereka, berdoa untuk Usman dengan rahmat dan ampunan dan mensucikan para sahabatnya…..
Bagaimana riwayat ini dengan hadis yang terdapat dalam Sohih Muslim ketika Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencela Ali??
Mustadrak Al Hakim Jilid 1 halaman 493, terbitan Dar Fikr tahun 1422 H/2002M (karangan Abu Abdillah Al Hakim An-naisabury, lahir 933 – 1015 M/321– 405 H):
Dari Zaid bin ‘Alaqoh dari pamannya : “ Sungguh Mughiroh bin Syu’bah mencaci Ali bin Abi Thalib. Kemudian Zaid bin Arqom berdiri seraya berkata :
“Hai, Mughiroh, tidakkah engkau tahu sesungguhnya Rasul saw telah melarang  mencacimaki orang mati. Kenapa engkau mencaci Ali sementara ia telah meninggal..?
Disini Zaid bin Arqom tidak mengatakan : ”kenapa engkau mencacimaki Ali, padahal dia adalah Nafsunnabi ( diri Nabi ), yang mencintai Allah dan Rasulnya, yang termasuk khalifah ke empat, dan yang……dst, sesungguhnya Zaid bin Arqom tidak mampu melakukan semua itu, karena dia takut terhadap kezaliman Bani Umayah).

Pertanyaannya sekarang adalah kenapa sebagian ulama meragukan kitab Mustadrak Sohihain ?
Dalam Kitab Silsilah Al-Ahadis Sohihah, Jilid 5 halaman 520, terbitan maktabah Ma’arif, cetakan pertama tahun 1422 H/ 2002 M (karangan Muhammad Nasirudin Albani, lahir 1914 wafat 1999 M/ 1332-1420 H) :
Al-Hakim telah mengeluarkan hadis dari Zaid bin ‘Alaqoh, dari pamannya : Sesungguhnya Mugiroh bin Syu’bah telah mencacimaki Ali bin Abi Thalib……. Al-Hakim berkata :” Hadis tersebut Sohih menurut syarat Muslim ” dan Adz dzahabi menyepakatinya. Aku (Al-Bani)berkata :” dan itu sebagaimana yang telah dikatakan oleh keduanya ……………….dst.
Jadi Al-Bani dan Adz-Dzahabi keduanya mensohihkan hadis berikut ini : “sesungguhnya mugiroh bin syu’bah telah mencacimaki Ali” dan cacimaki ini diriwayatkan didalam Tarikh At Thabari tentang wasiat Muawiyah.

Padahal Adz-Dzahabi termasuk dari mazhab Umawy bukan dari  madrasah Sahabat atau Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Didalam kitab Siyar ‘Alam An-Nubala Jilid 12 halaman 573-574, terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H):
“Aku telah mengumpulkan jalur-jalur hadis ”burung” kedalam satu bagian. Dan jalur-jalur hadis “ siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”, adalah hadis paling sohih. Dan yang paling sohih dari hadis tersebut adalah hadis yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari Ali yang berkata:” Sesungguhnya Nabi saw mengamanahkan kepadaku: ” sungguh tidak ada yang mencintaimu kecuali mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali munafik”, disini terdapat tiga masalah[1] ada segolongan yang mencintainya dan ada golongan Nasibi yang membenci Ali karena kebodohan mereka “.
Dengan maksud untuk membebaskan Muawiyah bin Abi Sofyan dan Bani Umayyah.
Sementara dalam kitab yang sama ketika sampai pada Abu Bakar pada Jilid 12 halaman 266:
Dari Jabir :  seorang mukmin tidak membenci Abu Bakar dan Umar, dan seorang munafik tidak  akan mencintai keduanyahadisnya diabaikan dan matannya benar [2] Akan tetapi hadis tersebut dikenal tidak sohih.

Semua nas dan ketetapan mengenai keutamaan Ali biasanya mazhab bani Umayyah langsung memberikannya kepada orang lain dengan tujuan untuk menghilanglah keutamaan-keutamaan Ali.
———
Note :
  1. Didalam hadis itu tidak ditujukan untuk Ali, karena tidak menyebutkan sanadnya siapa yang meriwayatkan dalam sohih Muslim tersebut, akan tetapi permasalahannya ada pada matan hadisnya
  2. walaupun sanadnya bohong, namun untuk Ali ada permasalahan dikarenakan matannya
saudaraku….
Sesungguhnya Islam yang berusaha diterapkan oleh keturunan umayyah dan berusaha untuk mengatur umat Islam  dengan Islamnya itu. Mempunyai pengaruh  dan idiologi yang sangat berbahaya bagi umat Islam.Karena kita dapati bahwa sekte atau kelompok ini dan Islam yang terdapat dalam ajaran-ajarannya serta strategi-strateginya secara umum berusaha mengarah kepada sekelompok cendikiawan muslim untuk memberikan dasar-dasar serta berpendapat  dengan Islam yang telah diusahakan oleh bani umayyah.
Lebih berbahaya lagi adalah, kelompok ini berusaha mengaku sebagai Islam Sahabat atau Ahlusunnah wal Jamaah. Ini adalah beberapa bahaya yang sangat mendasar. Sementara Islam danajaran-ajaran yang terdapat dalam madrasah sahabat memiliki banyak perbedaan yang sangat asasi, baik dari sisi Islamnya, langkah-langkahnya, idiologinya dengan Islam  yang diterapkan oleh Bani Umayyah. Objek inilah yang harus kita pisahkan antara Mazhab Ahlusunnah Wal Jamaah dengan Mazhab Bani Umayyah.

Karena itu, kejadian in ibukan saja kejadian sejarah. Tentang bagaimana masuk Islamnya Bani Umayyah pada futuh Makkah, sedangkan mereka termasuk tulaqa (artinya-orang-orang yang dibebaskan oleh Nabi saww), bagaimana mereka dapat berkuasa sementara mereka tidak memiliki keahlianagama dan pengetahuan begitupun muawiyah dan keluarganya?. dan bagaimana merekadapat mengaku sebagai Amirul Mukminin kepada kaum muslimin ?, dan mengaku sebagaiKhalifah Rasulullah saww dan Muslimin ?.
Sesungguhnya Islamnya tersebut adalah Islam versi Umawi yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan sangat bertolakbelakang dengan Islam Muhammadi atau Nabawi atau hakiki yang mana Rasul sawwingin mendidik umat dengan Islam yang hakiki.

Oleh karena itu, Ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memperoleh kekuasaan politik dan menjadi seorang khalifah serta menjadi Amirul Mukminin yang kemudian dikenal dengan nama Islam Bani Umayyah, ia segera melakukan beberapa hal setelah itu.

Pertama :
Muawiyah bin Abi Sofyan menetapkan untuk menyebut Ali dan keutamaan-keutamaannya dan mengganti semua riwayat dari Rasul saww dan juga apa-apa yang telah diriwayatkan dari para sahabat tentang Ali dan keutamaan-keutamaannya dengan cara mengurangi keutamaan-keutamaan Ali.

Pertanyaannya adalah :
Benarkah  Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh demikian ?

Jawabnya terdapat:
Di dalam kitab Shahih Muslim, kitab keutamaan Sahabat,bab keutamaan Ali bin Abi Thalib Jilid 2 halaman 448 hadis ke 2404, cetakan DarFikr  tahun 1414 / 1993 (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M /  204-261 H):
Dari Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqos dari ayahnya iaberkata: ” Muawiyah telah memerintahkan Sa’ad, apa yang mencegah engkau dari mencaci Abu Turab ?. Sa’ad menjawab: ” aku ingat Tiga hal  yang Rasul saww pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah. :
  1. Ali berkata kepada Rasul Saww : ” Ya Rasulullah engkau tinggalkan akubersama para wanita dan anak-anak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab :”tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana  kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidakada Nabi setelahku.[Untuk lebih jelasnya, tentang apa yangdimaksud oleh Rasul saww dengan kedudukan tersebut maka silahkan buka Qs.20:30-32 "(yaitu) Harun, saudaraku teguhkanlah dengan dia kekuatanku danjadikankanlah dia sekutu dalam urusanku"hadis initerdapat pula dalam Bukhori Jilid 2 halaman 300.]
  2. Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang Khaibar: “Pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rosulnya mencintai dia.” [(buka Qs. 3:31). dalam ayat tsb menjelaskan bahwa amirul mukminin adalah sebagai tolok ukur yang paling utama bagi orang yang mengikuti Rasulullah saww. Dan hadis ini pun terdapat dalam kitab Bukhori Jilid 3 halaman 51. Rasul saww bersabda : "panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya,maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.]
  3. Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” kemudian Rasul saww memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa” Ya Allah merekalah keluargaku. [Hadis ini menggugurkan pendapatyang mengatakan bahwa Istri-istri Nabi termasuk Ahlu Bait yang disucikan sesuci-sucinya sebagaimana yang terdapat dalam Qs. 33 : 33.]
Sementara Ibn Taymiyah adalah orang yang selalu meragukan semua riwayat yang didalamnya meriwayatkan keutamaan Ali dan Ahlul Bait.

Ketika kita sampai kepada nas-nas diatas kita mendapatkan kejelasan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan memang benar  telah memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencaci Ali. Hal itu, diperjelas oleh Ibn Taimiyah dalam kitabnya Minhajussunnah An-nabawiyah Jilid 5 halaman 23, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004 (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H).  

Ibn Taimiyah berkata: “ Adapun hadis Sa’ad ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memerintahkanpadanya untuk mencaci maki Ali lalu ia menolak”.

Dari perkataannya tersebut menunjukan bahwa Ibn Taymiyah memahami benar maksud dari hadis Sohih Muslim diatas?

Muawiyah adalah seorang sahabat, yang meminta sahabat lain untuk mencaci Ali. Bukankah hal ini termasuk mengurangi keutamaan sahabat ?

Dalam kitab Shawaiq al Muqriqahterbitan Maktabah Al Qohirah, cetakan ke 2 tahun 1385 H / 1965 M.Pada halaman 211, (karangan Ibn Hajar Al Haitami, lahir 1504 wafat 1567 M /909-974 H):
” Telah berkata Imam pada zamannya Abu Zur’ah Arrozi paling mulianyadiantara guru-guru Muslim, ia berkata : “jika kamu melihat seseorang mengurangi salah seorang sahabat Rasul saww. Ketahuilah sesungguhnya dia zindiq.
Dalam kitab yang sama dia berkata :” Abu Zur’ah Arrozi adalah orang yang duduk bersama Imam Ahmad bin Hanbal.
Bagaimana dengan Muawiyah bin Abi Sofyan yang menyuruh Sa’ad bin Abi Waqos untuk mencaci Ali. Bukankah Ali termasuk sahabat Rasulullah juga ?
Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa nas-nas yang menyatakan “Islam senantiasa Mulia hingga12 kholifah, semuanya dari Quraisy”, Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa dari 12 khalifah tersebut yang ke 7 dan ke 8 nya adalah dari Bani Umayah, bahkan dia meragukan apakah Ali termasuk dari mereka atau tidak ?.

Kedua:
Di dalam kitab Minhajus-Sunah An-Nabawiyah Jilid 8 halaman 238 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
Maka para khalifah itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali kemudian diangkatlah seseorang yang disepakati manusia. ia mendapatkan kemuliaan, dan kekuasaan ia adalah Muawiyah dan anaknya Yazid kemudian Abdul Malik bin Marwan dan ke empat anaknya diantara mereka adalah Umar bin Abdul Aziz. Yang ke 8 dari 12 khalifah itu adalah mereka yang telah mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Dan sebagian daripara pembesar itu dari Bani Umayah.
Dengan kata lain Ibn Taymiyah tidak memasukkan Al-Hasan dan Al-Husain termasuk dari 12 Khalifah dan tidak termasuk para pembesar yang mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Secara tidak langsung Ibn Taimiyah lebih mengutamakan Yazid daripada Al-Hasan dan Al-Husain.

Sekarang nampak jelas bagi kita, bahwa mazhab Ibn Taymiyah sangat condong kepada Bani Umayah.
Ibn Taymiyah berkata : “Sebagian dari faktor-faktor semua itu adalah bahwa sesungguhnya mereka berada pada awal Islam dan era kejayaan. Kemudian Ibn Taimiyah berkata: ” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah dikarenakan dua hal, salah satunya adalah ” perbincangan mereka menjelek-jelekankan Ali” – (artinya caci maki mereka kepada Ali).
Ibn Taymiyah tidak berkata pelaknatan atau cacian mereka kepada Ali, akan tetapi menyepelekan masalah tersebut, dengan begitu dia dapat mengelabui dan menipu umat Islam terhadap sesuatu yang telah dilakukan Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait as.

Anehnya, Apabila menjelek-jelekan khalifah pertama, kedua dan ke tiga merupakan musykilah yang besar, namun apabila menjelek-jelekan Ali tidak termasuk musykilah yang besar.!

Kemudian Ibn Taymiyah berkata:
“yang dimaksud disini adalah sesungguhnya hadis yang didalamnya menyebutkan 12 khalifah, baik Ali ditetapkan termasuk darinya atau tidak adalah sama saja. (pen.Ibn taimiyah berusaha meragukan kembali, dengan alasan umat tidak sepakat terhadap Ali).
Kita kembali kepada nas yang disebutkan oleh Ibn Taymiyah yang berkata:
” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah karena dua hal salah satu dari keduanya adalah perbincangan mereka tentang Ali dan yang kedua mengakhirkan waktu Sholat.
Ibn Taymiyah berkata:
“Oleh karena itu, Umar bin Maroh Al Jumali telah meriwayatkan setelahkematiannya, dikatakan kepadanya. Apa yang telah Allah lakukan dengan semua itu? Ia (Umar bin Maroh Al Jumali) berkata : Allah telah mengampuniku karena aku selalu menjaga sholat-sholatku pada waktunya, dan karena kecintaanku kepada Ali bin Abi Thalib.  Ini adalah orang yang menjaga dua sunnah. Oleh karena itu, seseorang harus berpegang teguh dengan sunnah ketika telah bermunculan bid’ah” ( pen. Dari perkataannya Ibn Taymiyah mengakui bahwa cinta kepada Ali termasuk dari sunnah Nabawiyah. sekarang jelas bahwa Ibn Taimiyah kebanyakan lupa.)
Qs. 42 :23 (asy-Syura;23):

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada Al Qurba.” Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannyaitu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada kita untuk mencintai Al Qurba sebagai upah atas dakwah Rasul saww, Siapakah Al Qurba yang wajib kita cintai itu ? mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk beberapa kitab berikut :
  1. Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 hal.16, terbitan Dar Fikr tahun 1424 H/ 2003M
  2. Tafsir fakhrurozi Jilid 14 hal.167, terbitan Dar Fikr tahun 2002/1423
  3. Mustadrak Al hakim Jilid 3 hal.51, terbitan Dar fikr tahun 2002/1422
  4. Fusulul Muhimmah hal. 27 karangan Ibn Shobag, terbitan Dar Adwa, cetakan ke dua
  5. Tafsir Baidowi Jilid 4 hal. 53, terbitan Dar Fikr
  6. Yanabiul Mawaddah karangan Al Qunduzy Al Hanafi, terbitan Muassasah Al Ilmiyah Beirut. dll
Qs 3:61(Ali Imran ;61):

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”.
Demikianlah riwayat-riwayat mereka mengenai kecintaan kepada para khalifah Bani Umayyah, sementara cinta kepada Ali terdapat dalam Al Qur’an. dan mereka wahabi selalu berkata :”kami pun mencintai Ali dan Ahlul Baitnya.”..!

jawabannya adalah : Jelas, mereka harus mencintai Ali dan Ahlul Bait, karena jika tidak maka mereka keluar dari Islam.
Dan Harus diketahui bahwa kecintaan kita kepada Ahlul Bait bukanlah suatu keberuntungan bagi Ahlul Bait akan tetapi manfaat kecintaan tersebut kembali kepada diri kita sendiri.Karena mencintai mereka adalah kewajiban dari Allah swt.

Ketiga:
Di dalam kitab Minhajus-Sunnah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 244, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M/ 661-728 H):
” Dan juga, sungguh kondisi politik lebih tertata / tertib pada masa Muawiyah sebagaimana belum tertata pada masa Ali, maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik daripada para pejabat Ali”. (pen. Kalau ukurannya seperti itu kenapa Allah swt tidak mensucikan Muawiyah bin Abi Sofyan saja ???)
Para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan antara lain : Amr bin Ash, Mughiroh bin Syu’bah, Basar bin Arthat,Marwan, Hakam dan orang-orang yang telah dilaknat Rasul saww. Jadi, Ibn Taimiyah mengangap tingkatan dan kedudukan mereka ini lebih utama dari pada Salman, Abu Dzar,dan Amar. Demikianlah keyakinan Ibn Taimiyah mengenai sahabat.!

Siapakah para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan itu ?
Ibn Taymiyah berkata: “Para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman.”
Siapakah Syiah Usman itu?
Ibn Taymiyah berkata: “mereka itu adalah Nashibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
Kalau begitu dimana kewajiban cinta kepada Ahlul Bait ??
Ibn Taimiyah berkata: “Syiah Usman  dan Nashibi keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali diatas semua standard.
Jadi Ibn Taymiyah meyakini bahwa orang-orang yang membenci Ali, keberadaannya  lebih utama daripada Syiah Ali dan orang-orang yang mencintai Ali.

Kemudian Ibn Taymiyah berkata:
” Para sahabat Ali itu tidak memiliki ilmu, agama, keberanian dan kedermawanan. Dan keadaan mereka tidak baik didunia maupun diakhirat.”
Artinya para pejabat Usman dan Syiahnya yang kemudian mereka menjadi Syiah Muawiyah. Menurut Ibn Taymiyah Mereka itu berilmu, beragama, berani, dan dermawan lebih utama daripada sahabat Ali as.

Demikianlah idiologi Ibn Taimiyah yang memperkuat existensi mazhab Bani Umayyah hingga sekarang.
Jadi, jawaban bagi orang yang mengatakan bahwa ini hanya kejadian sejarah saja, adalah salah besar, karena sekarang hadir dalam kehidupan kita dalam bentuk pemikiran, aqidah, agama, keimanan, serta politik, dll.

Di dalam kitab Fathul Bari Jilid 9 hadis ke 3649, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama tahun 1425/2005, (karangan  Ibn Hajar Al ‘Asqolani, lahir 1372  wafat 1448 M / 773-852): kitab keutamaan sahabat, Manaqib Al-Anshari, Al Maghozi berkata  :
“Manusia terbagi dua kelompok. (sebelum peristiwa bani Umayyah dan Muawiyah) Akan tetapi para pembuat bid’ah hanya sedikit, kemudian terjadilah pada pemerintahan Ali apa yang terjadi, yang kemudian lahirlah kelompok lain yang memeranginya. (Ketika sampai pada masalah kekuasaan maka terdapat tiga kelompok yang berkeyakinan untuk memerangi Ali) Yang kemudian diparahkan lagi oleh para khotib. Mereka mengurangi keutamaan Ali, dan menjadikan laknat kepadanya dimimbar-mimbar sebagai sunnah, dari situ manusia kemudian terpecah menjadi tiga kelompok dalam masalah hak Ali.
  1. Kelompok Ahlu sunnah : kelompok ini sering diistilahkan dengan madrasah sahabat, mereka adalah orang-orang yang menghormati, mencintai serta mengagungkan Ali dan keutamaan-keutamaannya.
  2. Kelompok Khawarij – para pembuat bid’ah.
  3. Kelompok Bani Umayyah yaitu orang-orang yang memerangi Ali dan para pengikutnya.
Kelompok yang ketiga inilah yang ingin kita jelaskan kepada manusia mengenai karakter mereka  dan ciri-cirinya.

Kita tahu bahwa menurut keyakinan madrasah Ahlul Bait, Ali adalah khalifah pertama yang haq secara hukum. Sementara kelompok lain berkeyakinan bahwa Ali adalah Imam muslimin, khalifah ke empat dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dengan surga.

Namun, Berbeda jauh dengan kelompok Bani Umayyah yang ingin menjadikan sebuah sunnah dengan cara melaknat Ali, mencaci, membenci dan memeranginya.

Didalam kitab Sohih Muslim, Jilid 2 halaman 979 hadis ke 2404, kitab keutamaan sahabat, bab keutamaan Ali bin Abi Thalib, cetakan Dar Fikr  tahun 1414 / 1993, (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M /  204-261 H):
“ Muawiyah bin Abi Sofyan telah memerintah Sa’ad’. ( Ada orang berkata : dalam hadis tersebut tidak ditemukan bahwa Muawiyah  telah memerintah Sa’ad untuk mencacimaki Ali )
Lalu Muawiyah berkata: “ Apa yang mencegah engkau dari mencaci maki  Abu Turab ??
Sa’ad menjawab: “ Aku ingat Tiga hal  yang Rasul saw pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah.
  1. Ali berkata kepada Rasul :Ya Rasulullah engkau tinggalkan aku bersama para wanita dan anak-amak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab : “Tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana  kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku.
  2. Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang khaibar” pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rasulnya mencintai dia. Rasul saw bersabda :” panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya, maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.
  3. Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” Rasul saw memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : Ya Allah merekalah keluargaku.
Dalam kitab Sunan Ibn Majah Jilid 1 halaman 7, terbitan Dar fikr, (karangan Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qozwini lahir 824 wafat 887 M/ 209-273 H) Pada Mukaddimah kitabnya  ia berkata :
” Kami telah menyebutkan hukum-hukum syekh Muhammad Nasiruddin Albani atas hadis-hadis. Satu persatu hadis yang telah dinukil dari kitab-kitabnya sohihi sunan. Dan medoifkannya lalu kami susun semua itu sebagai berikut .
Jadi nas-nas yang diriwayatkan disini, apabila kita temukan terdapat didalam sumber hadis dia (albani) berkata “ sohih”.  Ini pensohihan (hadis) menurut Alamah AlBani.  sementara kita mengetahui pendirian Albani terhadap madrasah sahabat dan kelompok salafi.
Di dalam hadis ke 121:
“Shohih (diantara dua sisi) telah berkata kepada kami Ali bin Muhammad, telah berkata kepada kami Abu Muawiyah, telah berkata kepada kami Musa bin Muslim dari Abi Sabith dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqos berkata: ” Muawiyah mengutarakan sebagian hajatnya, kemudian masuklah Sa’ad menemuinya, lalu keduanya memperbincangkan Ali – pen. Muawiyah dan Sa’ad- lalu (Muawiyah) menerimanya, kemudian marahlah Sa’ad seraya berkata: ” engkau mengatakan hal ini kepada seorang lelaki yang aku pernah mendengar Rasul saw bersabda: “ barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya  maka Ali adalah pemimpinnya pula” dan aku mendengar Rasul saw bersabda: ” engkau dariku  sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja  tidak ada Nabi setelahku”, dan aku pernah mendengar Rasul saw bersabda: ” suatu hari pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya.
Jika ini tidak dianggap cacian, dan bukti akan kebencian Muawiyah terhadap Ali, maka bukti apa lagi ?
Sedangkan mereka (kelompok Bani Umayyah) selalu berkata : “Sesungguhnya Syiah Ahlul Bait dan para pengikutnya selalu mencaci maki sahabat ?”

Bagaimana dengan hadis diatas yang menjelaskan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan  telah melaknat Ali diatas mimbar-mimbar dan menjadikannya sunnah hingga puluhan tahun ?. Dan bagaimana dengan riwayat yang menyatakan bahwa: ” janganlah engkau mencaci maki sahabat-sahabatku…”

Pandangan-pandangan berikut: “ mereka berijtihad tapi salah “, dan pandangan-pandangan “tinggalkanlah apa yang telah terjadi diantara para sahabat Rasulullah saw, dan tentang keadilan para sahabat “.
Semua itu adalah isu dan propaganda yang dihembuskan guna membela Muawiyah bin Abi Sofyan dan keturunannya.

Kesimpulannya adalah: Muawiyahlah yang telah memulai sunnah yang buruk ini..!
Rasul saww bersabda:
“Barang siapa yang menjalankan sunnah yang baik maka pahalanya bagi dia, dan barang siapa yang menjalankan sunnah yang buruk maka baginya balasannya dan balasan orang yang mengamalkan nya hingga hari kiamat.
Di dalam kitab Minhajussunah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 466 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
“Maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik dari pada pejabat Ali, dan para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman, mereka itu adalah Nasibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
Marwan bin Hakam termasuk dari Syiah Usman.
Aisyah berkata kepada Marwan bin Hakam:
” Engkau wahai Marwan , aku bersaksi bahwa Rasul saw telah melaknat bapakmu sementara engkau masih dalam sulbinya. (terdapat dalam kitab shahabat Fil Mizan).
SIAPAKAH NASHIBI ITU?
Dalam Siyar A’lam An Nubala terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M, dengan tahkik Syuaib Al Arnaut Jilid 18 halaman 184, (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
Ibn Hazm berkata:
“Dan yang bertambah di dalam hatinya, adalah ke-syiaahnnya Ibn Hazm kepada pembesar Bani Umayah yang terdahulu maupun yang kemudian, dan keyakinannya terhadap sahnya kepemimpinan mereka, sampai dia (Ibn Hazm) dinisbatkan sebagai nashibi.
Syuaib Al Arnut (muhaqik kitab Siyaru A’lam An-Nubala) berkata:
Nashibi adalah benci kepada Ali r.a dan berwilayah kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.
Sementara khawarij benci kepada Ali tapi tidak berwilayah kepada Muawiyah dan keluarganya.
Menurut Ibn Taimiyah:
Mereka Nashibi itu adalah orang-orang yang membenci Ali dan berwilayah kepada Muawiyah. namun jika dia mencintai Ali (bukan meyakini kemaksumannya) dan mengakui keutamaan-keutamaannya tetapi berpaling dari Muawiyah  bin Abi Sofyan maka dia syiah. Hal ini masih berlaku hingga zaman kita sekarang.
Contohnya adalah :
Al Hakim An-Naisabury, dia termasuk diantara orang yang meyakini bahwa seluruh sahabat itu baik serta meyakini syariat khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, akan tetapi apa pendapat  Adzahabi terhadap Al Hakim An-Naisabury ?

Di dalam kitab Siyarul A’lam An-Nubala,  Jilid 17, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H): dalam terjemah ke 100 (Al-Hakim An-Naisaburi):
” Dia (AL HAKIM) telah mengarang, lalu mengeluarkan, membedah, dan menimbang, kemudian mensohihkan, dan dia termasuk dari lautan ilmu namun sedikit syiah.”
Apa penyebab Al Hakim An Naisaburi dituduh syiah?
Pada kitab yang sama halaman 168:
Dan dia (Alhakim) berprinsip bahwa sesungguhnya hadis tersebut sohih menurut syarat bukhori dan muslim, -sebagian hadis-hadis itu- diantaranya adalah hadis tentang burung, hadis man kuntu maulah fa aliyun maulah, sementara ahli hadis telah mengingkari semua itu, ini adalah cerita yang kuat. Maka ia menerima dan mengeluarkan hadis tentang burung dalam mustadraknya ? (kenapa Alhakim mengeluarkan hadis burung itu ? ) sementara dia (Adzahabi) meyakini bahwa seandainya benar ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Nabi.Karena Al-hakim mengatakan : “Seandainya hadis ini sohih ketika ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Rasulullah. Karena Rasul saw berdoa : Ya Allah utuslah kepadaku mahlukmu yang paling aku cintai”.
Adz-Dzahabi menjelaskan dalam kitab Tadzkiratil Huffadz, Jilid 2 halaman 103 dia berkata:
“Adapun hadis burung, memiliki banyak sekali jalur-jalurnya.  Sungguh aku telah mengarangnya secara terpisah serta mengumpulkannya (jalur-jalurnya) yang mengharuskan  agar hadis tsb memiliki aslinya.”
Dia (Adz-Dzahabi) berkata:
“Mengabarkan kepadaku Ahmad (Fulan) dari Ibn Thohir, bahwa dia bertanya kepada Abu Ismail bin Muhammad Alharwi tentang Abi Abdillah Alhakim. Lalu dia menjawab: ” seorang yang terpercaya dalam hadis, seorang rafidoh (syiah) yang buruk. – pen. Kenapa ia rofidoh yang buruk ?, karena Al-Hakim menukil riwayat-riwayat tentang keutamaan Ali-. “ Dan dia (Alhakim) berpaling dari Muawiyah dan keluarganya. ( yaitu Yazid, Walid, Mugiroh bin Syu’bah dll dengan istilah Ibn Taimiyah : Sungguh Islam berada pada masa kejayaan dan kemakmuran di zaman mereka ).
Contoh lainnya adalah:
Al-Allamah Ibn Abil Hadid juga dituduh syiah!

Meskipun dalam pembukaan kitabnya yaitu kitab Syarah Nahzul Balagoh, (Ibn Abil Hadid, lahir th 1190  wafat 1258 M/ 586-656 H). dia (Ibn Abil Hadid) mengatakan:
” Aku berkeyakinan terhadap syariat yang disyariatkan oleh khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Dan tidak meyakini pandangan-pandangan nas.
Dan dia sangat menolak keras tuduhan Syiah pada dirinya, akan tetapi semuanya itu tidak memberi manfaat kepada mereka (kelompok Umawy). Selama Ibn Abil Hadid berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan, dan selama dia tidak membenci Ali. Maka dia akan tetap dituduh Syiah.

Pada umumnya para ulama itu mencintai Ahlul Bait dikarenakan ayat Qs. 42 :23 yang penuh barkah yang bebunyi: “katakanlah wahai Muhammad aku tidak meminta upah kepada kalian atas seruanku kecuali kecintaan kalian kepada Al Qurba”. Dan disisi lain mereka pun mengagungkan musuh-musuh Ahlul Bait.
Qs. 58 : 22:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
Sekarang perhatikanlah apa komentar Ibn Taimiyah dalam kitabnya pada Jilid 6 halaman 201:
“Adapun yang termasuk syiah Usman (para pejabat Usman) adalah orang yang mencaci maki Ali, dan menampakkan semua itu diatas mimbar-mimbar dan di tempat-tempat lainnya.”
Di dalam kitab Siyar A’lam An Nubala, jilid 10 nomer 113, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M. (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H)
:
Terjemah al madaini : ”Dia keheranan, dalam memahami sejarah-sejarah, peperangan kecil, hari-hari arab membenarkan apa-apa yang ia nukil yang sanadnya bersambung keatas. Dia lahir tahun 230.”
Dalam kitab yang sama jilid 10 halaman 402:
Almadaini bercerita bahwa dia pernah menemui Al-Makmun, lalu ia menceritakan hadis-hadis tentang Ali, kemudian melaknat Bani Umayyah.
Aku (Al-Madaini) berkata: Al-Mutsanna bin Abdillah Al-Ansori telah menceritakan padaku, ia berkata : pada saat aku berada di Syam, aku tidak mendengar nama Ali, nama Hasan. aku hanya mendengar nama Muawiyah, Yazid, Al-Walid. kemudian aku melewati seorang lelaki yang berada di pintu. seraya berkata: ” berilah dia minum ya Hasan”.
lalu aku bertanya : apakah engkau namai Hasan ?, dengan cepat dia menjawab: ” Anak-anakku Hasan, Husain, dan Ja’far. Karena semua penduduk Syam menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah Allah, kemudian lelaki tersebut melaknat anaknya dan mencacinya, (kenapa?) Sesungguhnya budaya tersebut telah mengakar di Syam. Bahwa sesungguhnya menamakan anak-anaknya dengan nama-nama Hasan, Husain agar supaya dia tidak lupa mencaci dan melaknat Ahlul Bait. Karena apabila menamakan anaknya Yazid, dia akan lupa melaknat Al Hasan dan Al Husain. Inilah  didikan Bani Umayyah.
Aku berkata (Al Mutsanna kepada lelaki dari penduduk Syam itu) : ”aku kira engkau penduduk Syam yang baik, kalau begitu Neraka Jahannam tidak lebih buruk daripada kamu. Lalu Al-Makmun berkata (kepada Almadaini) :” Sungguh Allah swt telah menjadikan orang yang melaknat pada masa hidup dan meninggal mereka (Ahlul Bait). Dianggap Nasibi.
Muawiyah berangkat haji kemudian dia masuk kota madinah. Dan dia ingin melaknat Ali diatas mimbar Rasulullah, disampaikan kepadanya (muawiyah) :” bahwa disini ada Sa’ad bin Abi Waqqos, dan kami tidak melihat dia ridha dengan hal ini (melaknat Ali), maka utuslah kepada Sa’ad dan tariklah jubahnya. Maka (Muawiyah) mengutusnya dan menyebutkan kepadanya sebutan itu (keinginan Muawiyah melaknat Ali), maka dia berkata (Sa’ad) : jika engkau lakukan, aku akan keluar dari masjid dan tidak akan kembali lagi. Maka Muawiyahpun menunda melaknat Ali hingga Sa’ad meninggal dunia. Dan ketika (Sa’ad) telah meninggal dunia dia melaknatnya (Muawiyah melaknat diatas mimbar) serta menetapkan kepada para gubernurnya untuk melaknat Ali diatas mimbar-mimbar. Dan merekapun melakukannya.
Kemudian Ummu Salamah Istri Nabi menulis surat kepada Muawiyah: ”Sungguh kalian sedang melaknat Allah dan Rasulnya diatas mimbar-mimbar kalian yang secara tidak langsung kalian sedang melaknat Ali bin Abi Thalib sekaligus orang yang sangat mencintainya, dan aku bersaksi sesungguhnya Allah dan Rasulnya lebih mencintai dia”.
Di sini Ummu Salamah tidak mengatakan: “Kalian melaknat Ali” , tapi Ummu Salamah mengatakan: “Kalian melaknat Allah dan Rasul-Nya” (yang mana Imam Ali as adalah diri Nabi saww , melaknat Imam Ali berarti Melaknat Rasulullah saww).

Terkait Berita: